• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dengan demikian sistem distribusi merupakan bagian akhir dari rangkaian komponen pada sistem tenaga listrik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Dengan demikian sistem distribusi merupakan bagian akhir dari rangkaian komponen pada sistem tenaga listrik"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

5 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sistem Tenaga Listrik4

Secara garis besar sistem tenaga listrik dibagi menjadi tiga bagian utama, yaitu sistem pembangkitan, sistem penyaluran (transmisi & gardu induk), dan sistem distribusi. Dengan demikian sistem distribusi merupakan bagian akhir dari rangkaian komponen pada sistem tenaga listrik.

Sistem Distribusi merupakan rangkaian komponen listrik mulai dari sisi sekunder trafo gardu induk (Sisi Tegangan Menengah) hingga sisi tegangan rendah di pelanggan/ konsumen.

Gambar 2. 1 Sistem Distribusi Tenaga Listrik6

Berdasarkan fungsi dari masing–masing subsistem dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Jaringan Tegangan Menengah (JTM 20 KV);

4 Suhadi, dkk. Teknik Distribusi Tenaga Listrik Jilid 1, (Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional.

2008).

6 Syufrijal, Jaringan Distribusi Tenaga Listrik Semester 1, (Jakarta : Kementerian Pendidikan Dasar Menengah dan Kebudayaan Republik Indonesia, 2014).

(2)

a. Saluran Kabel Udara Tegangan Menengah (SUTM) b. Saluran Kabel Tegangan Menengah (SKTM) 2. Gardu Distribusi;

a. Gardu Hubung b. Gardu Trafo

3. Jaringan Tegangan Rendah (JTR 220/380 V)

a. Saluran Udara Tegangan Rendah (Kawat terbuka, berisolasi, dan twisted cable)

4. Sambungan Pelayanan & APP a. Sambungan Rumah (SR) b. Alat Pengukur Pembatas (APP)

2.2 Gardu Hubung3

Gardu Hubung disingkat GH atau Switching Subtation adalah gardu yang berfungsi sebagai sarana manuver pengendali beban listrik jika terjadi gangguan aliran listrik. Khusus pengertian Gardu Hubung adalah gardu yang ditujukan untuk memudahkan manuver pembebanan dari satu penyulang ke penyulang lain.

2.3 Sistem Proteksi5

Suatu sistem tenaga listrik terdiri dari rangkaian peralatan yang sangat memungkinkan untuk mengalami gangguan, baik sebagai akibat dari faktor luar maupun dari kerusakan peralatan itu sendiri. Oleh karena itu diperlukan sistem proteksi yang pada prinsipnya bertugas sebagai berikut:

1. Mendeteksi gangguan yang terjadi dengan mengenali gangguan yang dapat berupa perubahan besaran tegangan, arus, sudut fasa maupun frekuensi.

2. Membebaskan (memisahkan) bagian sistem yang terganggu dari sistem yang tidak mengalami gangguan.

3 PT PLN (Persero). Buku 4 Standar Konstruksi Gardu Distribusi. (Jakarta : PT PLN (Persero), 2010).

5 Sugiartho, dkk. Pengenalan Proteksi Sistem Tenaga Listrik. (Semarang : PT PLN (Persero) Jasa Pendidikan dan Pelatihan Unit Diklat Semarang, 2007)

(3)

Sistem proteksi tidak bisa menghilangkan datangnya gangguan, namun dengan adanya sistem proteksi yang bekerja dengan baik maka beberapa kerugian dan kemungkinan timbulnya bahaya atau kerusakan dapat dihindarkan. Berikut ini adalah beberapa manfaat dari adanya sistem proteksi :

1. Mencegah kerusakan lebih jauh dari peralatan yang terganggu. Peralatan yang terganggu tentu telah mengalami kelainan atau kerusakan awal. Apabila peralatan tersebut tidak dibebaskan dari tegangan tentu kerusakan akan menjadi semakin besar.

2. Mencegah bahaya terhadap manusia dan properti. Gangguan hubung singkat yang melalui peralatan atau properti (misal rumah, pohon) tentu akan membahayakan kalau tidak segera dibebaskan dari tegangan, karena semua benda yang bersentuhan dengan sistem akan mempunyai tegangan sentuh yang membahayakan bagi manusia.

3. Mencegah meluasnya pemadaman atau gangguan. Bila gangguan yang terjadi pada suatu tempat tidak segera dipisahkan, maka gejala gangguan akan dirasakan oleh seluruh atau sebagian besar sistem sehingga bisa menimbulkan gangguan yang meluas atau bahkan bisa mengakibatkan pemadaman total (black out).

4. Mengurangi stress pada peralatan yang tidak terganggu. Gejala gangguan yang terjadi pada suatu tempat akan dirasakan oleh peralatan yang tidak terganggua disekelilingnya. Misalnya gangguan hubung singkat maka akan mengalirkan arus yang sangat besar yang melewati komponen sistem (peralatan) disekitarnya dan ini menimbulkan stress pada peralatan tersebut yang pada akhirnya bisa mengurangi umur (life time) peralatan.

2.4 Syarat Sistem Proteksi5

Pemilik sistem tenaga listrik tentu berharap setiap saat proteksi yang terpasang bisa bekerja normal sesuai yang diharapkan. Namun demikian perlu

5 Sugiartho, dkk. Pengenalan Proteksi Sistem Tenaga Listrik. (Semarang : PT PLN (Persero) Jasa Pendidikan dan Pelatihan Unit Diklat Semarang, 2007).

(4)

dimaklumi bahwa proteksi itu sendiri merupakan rangkaian dari beberapa peralatan yang masing-masing mempunyai kemungkinan rusak atau gagal beroperasi. Agar bisa memberikan manfaat yang maksimum, sesuai yang telah dibahas didepan, suatu sistem proteksi harus memenuhi beberapa persyaratan sebagai berikut:

1. Sensitif

Sistem proteksi harus bisa mendeteksi gangguan terkecil yang ada pada kawasan pengamanannya meskipun dalam kondisi yang memberikan rangsangan yang minimum. Kawasan pengamanan adalah bagian dari sistem tenaga listrik dimana bila disitu ada gangguan, maka sistem proteksi yang terkait harus bekerja.

2. Selektif

Sistem proteksi harus memiliki kualitas kecermatan pemilihan dalam mengadakan pengaman. Bagian yang terbuka dari suatu sistem oleh karena terjadinya gangguan harus sekecil mungkin, sehingga daerah yang terputus menjadi lebih kecil

3. Cepat

Sistem proteksi dapat memberikan respons sesuai waktu yang diinginkan oleh sistem tenaga listrik. Semakin cepat sistem proteksi bekerja, tidak hanya dapat memperkecil kemungkinan akibat gangguan, tetapi dapat memperkecil kemungkinan meluasnya akibat yang ditimbulkan oleh gangguan.

4. Andal

Andal berarti sistem proteksi akan bekerja bila diperlukan dan tidak akan bekerja bila tidak diperlukan. Untuk tetap menjaga keandalannya, maka relay proteksi harus dilakukan pengujian secara periodik.

2.5 Fault Clearing System (FCS)5

Koordinasi sistem proteksi adalah suatu rangkaian peralatan yang saling terkait dan bekerja sama. Rangkaian peralatan tersebut disebut Fault Clearing System, ditunjukan pada gambar 2.5, sedangkan peralatan-peralatan yang dirangkai

5 Sugiartho, dkk. Pengenalan Proteksi Sistem Tenaga Listrik. (Semarang : PT PLN (Persero) Jasa Pendidikan dan Pelatihan Unit Diklat Semarang, 2007)

(5)

adalah sebagai berikut:

Gambar 2. 2 Fault Clearing System Keterangan :

1. Trafo Instrumen (Instrument Transformer) 2. Relai (Relay)

3. Pemutus Tenaga (Circuit Breaker) 4. Suplai Arus Searah (DC Supply) 5. Pengawatan (Wiring)

6. Sistem Telekomunikasi (Communication System)

2.6 Relay Arus Lebih / Over Current Relay5

Relay Arus Lebih / Over Current Relay (OCR) adalah suatu rangkaian peralatan relay pengaman yang memberikan respon terhadap kenaikan arus yang melebihi arus yang telah ditentukan pada rangkaian yang diamankan. Keuntungan dari pengguanaan proteksi Relay arus lebih ini antara lain :

1. Sederhana, murah dan mudah penyetelannya;

2. Dapat berfungsi sebagai pengaman utama dan cadangan;

3. Mengamankan gangguan hubung singkat antara fara, satu fasa ke tanah, dan dalam beberapa dal digunakan untuk proteksi beban lebih (over load);

5 Sugiartho, dkk. Pengenalan Proteksi Sistem Tenaga Listrik. (Semarang : PT PLN (Persero) Jasa Pendidikan dan Pelatihan Unit Diklat Semarang, 2007)

(6)

4. Pengaman utama pada jaringan distribusi dan subtransmisi;

5. Pengaman cadangan untuk generator, trafo, dan saluran transmisi;

Gambar 2. 3 Karakteristik Relay Arus Lebih

Relay Arus Lebih digunakan untuk mendeteksi gangguan fasa–fasa, mempunyai karakteristik inverse (waktu kerja relay akan semakin cepat apabila arus gangguan yang dirasakannya semakin besar) atau definite (waktu kerja tetap untuk setiap besaran gangguan). Selain itu pada relay arus lebih tersedia fungsi high set yang bekerja seketika (moment/instantaneous).

2.7 Karakteristik Relay Arus Lebih5

2.7.1 Relay Arus Lebih Sesaat/Moment (Instantaneous Overcurrent Relay) Relay ini bekerja dengan sangat cepat (tidak ada penundaan waktu) atau dengan kata lain jangka waktu antara terjadinya gangguan dan selesainya kerja Relay sangat singkat. Jangka waktu relay mulai saat relay arusnya pick up sampai selesainya kerja relay sangat singkat (20-100 ms), yaitu tanpa penundaan waktu.

Relay ini umumnya dikombinasikan dengan relay arus lebih dengan karakteristik

5 Sugiartho, dkk. Pengenalan Proteksi Sistem Tenaga Listrik. (Semarang : PT PLN (Persero) Jasa Pendidikan dan Pelatihan Unit Diklat Semarang, 2007)

Arus (Is)

Waktu Operasi (t)

(7)

waktu tertentu (definite time) atau waktu terbalik (inverse time) dan hanya dalam beberapa hal berdiri sendiri secara khusus.

Gambar 2. 4 Karakteristik Relay Arus Lebih Sesaat / Instant 2.7.2 Relay Arus Lebih Waktu Tunda (Time Delay Overcurrent Relay) 2.7.2.1 Relay Arus Lebih dengan Waktu Tertentu (Definite Time)

Jangka waktu mulai relay arus pick up sampai selesainya kerja relay diperpanjang dengan nilai tertentu dan tidak tergantung dari besarnya arus yang menggerakkan.

Gambar 2. 5 Karakteristik Relay Arus Lebih Waktu Tertentu

2.7.2.2 Relay Arus Lebih dengan Waktu Terbalik (Inverse Time Overcurrent Relay)

Relay arus lebih dengan karakteristik waktu terbalik adalah jika jangka waktu mulainya Relay pick up sampai selesainya kerja Relay diperpanjang dengan besar relay yang besarnya berbanding terbalik dengan arus yang menggerakkannya.

(8)

Gambar 2. 6 Karakteristik Relay Arus Lebih Inverse Time

Jenis karakteristik inverse Relay dengan waktu terbalik dapat dibedakan menjadi :

1. Berbanding Terbalik (Inverse)

2. Sangat Berbanding Terbalik (Very Inverse)

3. Sangat Berbandng Terbalik Sekali (Extremely Inverse)

4. Relay Arus Lebih Terbalik dan Terbatas Waktu Minimum (Inverse Definite Minimum Time / IDMT)

2.8 Prinsip Kerja Relay Arus Lebih1

Prinsip kerja relay arus lebih adalah berdasarkan adanya arus lebih yang dirasakan relay, baik disebabkan adanya gangguan hubung singkat atau overload (beban lebih) untuk kemudian memberikan perintah trip ke PMT sesuai dengan karakteristik waktunya dan juga bekerja berdasarkan besarnya arus masukan, dan apabila besarnya arus masukan melebihi suatu harga tertentu yang dapat diatur (Ip) maka relay arus lebih bekerja.

Dimana Ip merupakan arus kerja yang dinyatakan menurut gulungan sekunder dari trafo arus (CT). Bila suatu gangguan terjadi di dalam daerah perlindungan relay, besarnya arus gangguan If yang juga dinyatakan terhadap gulungan sekunder CT juga. Relay akan bekerja apabila memenuhi keadaan sebagai berikut :

1 Kadarisman, Pribadi dan Wahyudi Sarimun. Koordinasi OCR GFR pada Jaringan Distribusi.

(Jakarta : PT.PLN (Persero) Jasa Pendidikan dan Pelatihan. 2002).

(9)

If > Ip Relay bekerja (trip) If < Ip tidak bekerja (blok)

Gambar 2. 7 Diagram Pengawatan Relay Arus Lebih

2.9 Arus Gangguan Hubung Singkat1

Gangguan hubung singkat dapat didefinisikan sebagai gangguan yang terjadi akibat adanya penurunan kekuatan dasar isolasi antara sesama kawat fasa dengan tanah yang menyebabkan kenaikan arus secara berlebihan. Analisis gangguan hubung singkat diperlukan untuk mempelajari sistem tenaga listrik baik waktu perencanaan maupun setelah beroperasi.

Arus gangguan hubung singkat dihitung dengan menggunakan rumus Hukum Ohm yaitu :

I= V

Z... (2.1) Dimana :

I = Arus yang mengalir pada Impedansi Z (Ampere) V = Tegangan sumber (Volt)

1 Kadarisman, Pribadi dan Wahyudi Sarimun. Koordinasi OCR GFR pada Jaringan Distribusi.

(Jakarta : PT.PLN (Persero) Jasa Pendidikan dan Pelatihan. 2002).

(10)

Z = Impedansi jaringan yaitu nilai ekivalen dari seluruh impedansi di dalam jaringan mulai dari sumber tegangan sampai ke titik gangguan (Ohm) 2.10 Perhitungan Arus Hubung Singkat1

Untuk mencari arus gangguan hubung singkat perlu diketahui nilai impedansi yang dapat diketahui dari data-data yang ada. Pada tugas akhir yang penyusun buat akan mengacu pada Trafo Daya 2 pada Gardu Induk New Jakabaring dengan Penyulang Kalingga sebagai acuan penyulang.

2.10.1 Perhitungan Impedansi Sumber

Untuk menghitung impedansi sumber maka data yang diperlukan adalah data hubung singkat pada bus primer trafo dengan persamaan:

Xs (150kV) = 𝒌𝑽𝟐

𝐌𝐕𝐀𝐬𝐜 ……….……….. (2.2)

Pada impedansi sumber ini masih menggunakan nilai ohm pada sisi 150 KV, karena arus gangguan terjadi pada sisi 20 KV maka impedansi sumber ini harus dikonversikan terlebih dahulu kedalam sisi 20 KV. Untuk mengkonversikan impedansi ke sisi 20 KV adalah dengan persamaan:

Xs (20kV) = 𝒌𝑽(𝟐𝟎)

𝟐

𝒌𝑽(𝟏𝟓𝟎)𝟐 Xs (150kV)…..…….……… (2.3)

2.10.2 Perhitungan Reaktansi Trafo Tenaga Nilai reaktansi trafo tenaga :

Xt = 𝒌𝑽

𝟐

𝐌𝐕𝐀 (𝐓𝐫𝐚𝐟𝐨) ……….………. (2.4)

Keterangan :

Xt = Impedansi trafo tenaga (ohm)

kV2 = Tegangan sisi sekunder trafo tenaga (kV) MVA = Kapasitas daya trafo tenaga (MVA)

1. Reaktansi Trafo Urutan Positif (Xt1 = Xt2)

1 Kadarisman, Pribadi dan Wahyudi Sarimun. Koordinasi OCR GFR pada Jaringan Distribusi.

(Jakarta : PT.PLN (Persero) Jasa Pendidikan dan Pelatihan. 2002).

(11)

Reaktansi urutan positif tercantum pada papan nama (nameplate) pada Trafo, besarnya tergantung dari kapasitas trafo tenaga sendiri :

Xt1 = Xt(%) x Xt .………..………. (2.5)

2. Reaktansi Trafo Urutan Nol (Xt1 = Xt2)

Reaktansi urutan nol di dapat berdasarkan belitan trafo yang digunakan. Hal ini juga tertulis di papan nama (nameplate) trafo yang digunakan.

1. Trafo tenaga dengan hubungan belitan Dyn, dimana kapasitas belitan Delta (D) sama besar dengan kapasitas belitan Y, maka Xt0 = Xt1. 2. Trafo tenaga dengan hubungan belitan Ydyn. Dimana kapasitas belitan

Delta (D) sepertiga dari kapasitas belitan Y (belitan yang dipakai untuk menyalurkan daya, sedangkan belitan delta tetap ada didalam trafo tenaga, tetapi tidak dikeluarkan kecuali satu terminal delta untuk ditanahkan). Maka nilai Xt0 = 3 x Xt1………(2.6) 3. Trafo tenaga dengan hubungan belitan Yyn dan tidak mempunyai

belitan delta didalamnya, maka besarnya : Xt0 = (9 s/d 14) x Xt1

2.10.3 Perhitungan Impedansi Penyulang

Pada jaringan distribusi impedansi dihitung per jarak dengan satuan kilometer (ohm/km) yang besarnya berdasarkan luas penampang kabel yang dipakai pada jaringan tersebut.

𝑍 = 𝑅 + 𝑗𝑋 Ω/km ……… (2.7)

2.10.4 Perhitungan Impdansai Ekuivalen Jaringan

Perhitungan Impedansi ekivalen adalah perhitungan impedansi positif (Z1eq), negatif (Z2eq), dan nol (Z0eq) dari titik gangguan sampai ke sumber.

Perhitungan Z1eq dan Z2eq langsung dapat menjumlahkan impedansi-impedansi yang ada, sedangkan Z0eq dimulai dari titik gangguan sampai ke Transformator tenaga yang netralnya ditanahkan.

(12)

Impedansi Equivalen Positif dan Negatif di Outgoing 20 KV

𝑍1𝑒𝑞 = 𝑍2𝑒𝑞 = 𝑍 𝑠𝑢𝑚𝑏𝑒𝑟 + 𝑍 𝑡𝑟𝑎𝑓𝑜 + Z jaringan……….………. (2.8)

Impedansi Equivalen Netral di Outgoing 20 KV

𝑍0𝑒𝑞 = 𝑍0t + 3𝑅𝑓𝑎𝑢𝑙𝑡 + 𝑍0 𝑝𝑒𝑛𝑦𝑢𝑙𝑎𝑛𝑔 ………..……… (2.9) 2.10.5 Perhitungan Arus Hubung Singkat Fasa

Dengan mengetahui besarnya tegangan sumber dan nilai impedansi tiap komponen jaringan serta bentuk konfigurasinya didalam sistem maka besarnya arus gangguan hubung singkat dapat dihitung dengan rumus diatas.

1. Gangguan Hubung Singkat 3 Fasa

Rumus dasar yang digunakan untuk menghitung besarnya arus gangguan hubung singkat 3 fasa adalah :

I = 𝑉

𝑍 ... (2.1) Sehingga arus gangguan hubung singkat 3 fasa dapat dihitung sebagai berikut dengan persamaan :

I3fasa = Vph

Z1eq ... (2.10)

2. Gangguan Hubung Singkat 2 Fasa

Rumus dasar yang digunakan untuk menghitung besarnya arus gangguan hubung singkat 2 fasa adalah :

I = 𝑉

𝑍 ... (2.1) Sehingga arus gangguan hubung singkat 2 fasa dapat dihitung sebagai berikut dengan persamaan :

I2fasa = Vph −ph

2 x Z1eq ... (2.11)

3. Gangguan Hubung Singkat 1 Fasa ke Tanah

(13)

Pada gangguan satu fasa ke tanah misal fasa A mengalami gangguan akan menyebabkan kenaikan arus pada fasa A dan drop tegangan di fasa A (menjadi nol) sedangkan arus pada fasa yang lain menjadi nol yang diikuti dengan kenaikan tegangan fasa yang lain (fasa B dan fasa C tidak sama dengan nol sedangkan arus fasa B sama besarnya dengan fasa C yaitu nol ampere) (Tjahjono, 2000). Gangguan tidak simetris menyebabkan arus tidak seimbang dalam sistem, sehingga dibutuhkan komponen simetris untuk perhitungannya sebagaimana uraian di atas.

Sehingga arus gangguan hubung singkat 1 Fasa ke tanah dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut :

I1fasa = 3 x Vph−n

Z1eq + Z2eq + Z0eq... (2.12)

2.11 Setting Relay Arus Lebih1

Relay Arus Lebih (Over Current Relay) harus di setting sedemikian rupa sehingga dapat bekerja secepat mungkin dan meminimalkan bagian dari system yang harus padam. Hal ini diterapkan dengan cara mengatur waktu kerja relay agar bekerja lambat ketika terjadi arus gangguan kecil, dan bekerja semakin cepat apabila arus gangguan semakin besar.

Disamping itu setelah nilai setelan relay diperoleh, nilai-nilai arus gangguan hubung singkat pada setiap lokasi gangguan yang diasumsikan, dipakai untuk memeriksa relay Arus Lebih itu, apakah masih dapat dinilai selektif atau nilai setelan harus dirubah ke nilai lain yang memberikan kerja relay yang lebih selektif, atau didapatkan kerja selektifitas yang optimum (Relay bekerja tidak terlalu lama tetapi menghasilkan selektifitas yang baik).

2.11.1 Setting Arus

Berikut ini merupakan parameter yang perlu dicari untuk pemyetelan relay arus lebih :

IS = 𝐾 𝑓𝑘

𝐾𝑑 𝐼𝑁 ... (2.13)

1 Kadarisman, Pribadi dan Wahyudi Sarimun. Koordinasi OCR GFR pada Jaringan Distribusi.

(Jakarta : PT.PLN (Persero) Jasa Pendidikan dan Pelatihan. 2002).

(14)

Dimana :

Is = Nilai Arus Setting

KFK = Faktor keamanan (safety factor) sebesar 1,1 – 1,2 Kd = Faktor arus kembali

a. Untuk arus lebih dengan karakteristik waktu tertentu ( definite time ) nilai KFK sebesar 1,1 – 1,2 dan Kd sebesar 0,8.

b. Untuk arus lebih dengan karakteristik waktu terbalik ( inverse time ) nilai KFK sebesar 1,1 – 1,2 dan Kd sebesar 1,0.

In = Arus nominal peralatan

Nilai tersebut adalah nilai primer, untuk mendapatkan nilai setelan sekunder yang dapat disetkan pada OCR, maka harus dihitung dengan menggunakan ratio trafo (CT) yang terpasang pada sisi primer maupun sisi sekunder relay.

Arus yang mengalir pada relay dapat ditentukan dengan persamaan:

Iset sekunder = Is x 1

𝑟𝑎𝑡𝑖𝑜 𝐶𝑇 (A sekunder)... (2.14)

2.11.2 Setting Waktu

Untuk menentukan nilai waktu kerja (TMS), diperlukan hasil perhitungan arus gangguan hubung singkat.

Tabel 2. 1 Setting Waktu (TMS) Berdasarkan Tipe Relay

Tipe Relay Setelan Waktu (TMS)

Standar Inverse

𝑇𝑀𝑆 = (( 𝐼𝑓

𝐼𝑠𝑒𝑡)

0,02

− 1)

0,14 𝑥𝑡

Very Inverse

𝑇𝑀𝑆 = (( 𝐼𝑓

𝐼𝑠𝑒𝑡)

1

− 1) 13,5 𝑥𝑡

(15)

Extremely Inverse

𝑇𝑀𝑆 = (( 𝐼𝑓

𝐼𝑠𝑒𝑡)

2

− 1 )

80 𝑥𝑡

Long Inverse

𝑇𝑀𝑆 = (( 𝐼𝑓

𝐼𝑠𝑒𝑡)

1

− 1)

120 𝑥𝑡

Waktu operasi (t) untuk karakteristik kurva Standard Inverse : 𝑡 = 𝑡𝑚𝑠 𝑥 0,14

(𝐼ℎ𝑠𝐼𝑠)0,02−1

... (2.15)

Persyaratan lain, yang harus dipenuhi adalah penyetelan waktu minimum dari Relay arus lebih (terutama di penyulang) tidak lebih kecil dari 0,3 detik.

Pertimbangan ini diambil agar Relay tidak sampai trip lagi, akibat arus Inrush current dari transformator distribusi yang memang sudah tersambung di jaringan distribusi, sewaktu PMT penyulang tersebut di operasikan.

Penyetelan Ground Fault Relay (GFR) dapat di setel mulai 6% s/d 12% x arus gangguan hubung singkat 1 fase terjauh/terkecil).

Iset = 10% x IF1fase terkecil………... (2.16) Nilai ini untuk mengantisipasi jika peng-hantar tersentuh pohon, dimana tahanan pohon besar (sesuai standard ± 26 ohm) yang dapat memperkecil besarnya arus gangguan hubung singkat 1 fase ketanah.

2.12 Layanan Premium PT PLN

Layanan Premium adalah bentuk inovasi dari komitmen layanan PLN untuk memenuhi kebutuhan khusus pelanggan. Layanan ini memberikan keunggulan berupa pasokan listrik yang lebih baik dengan tarif yang bersaing dengan layanan reguler. Layanan ini terbuka untuk pelanggan tegangan rendah dan menengah, baik golongan perumahan, bisnis, maupun industri.

(16)

2.13 ETAP 19.0.12

Dalam perencanaan dan analisa sebuah sistem tenaga listrik, sebuah software aplikasi sangat dibutuhkan untuk merepresentasikan kondisi real sebelum sebuah sistem direalisasikan. ETAP (Electric Transient and Analysis Program) PowerStation 19.0.1 merupakan software yang digunakan untuk mensimulasikan sistem tenaga listrik.

ETAP mampu bekerja dalam keadaan offline untuk simulasi tenaga listrik, dan online untuk pengelolaan data real-time atau digunakan untuk mengendalikan sistem secara realtime. Fitur yang terdapat di dalamnya pun bermacam-macam antara lain fitur yang digunakan untuk menganalisa pembangkitan tenaga listrik, sistem transmisi maupun sistem distribusi tenaga listrik.

Analisa sistem tenaga listrik yang dapat dilakukan ETAP antara lain sebagai berikut:

1. Analisa Aliran Daya 2. Analisa Hubung Singkat 3. Kordinasi Proteksi 4. Analisa Arc Flash 5. Analisa Starting Motor 6. Analisa Kestabilan Transient

2 Multa, Lesnanto P,S.T., M.Eng. Modul Pelatihan ETAP. (Yogyakarta : Jurusan Teknik Elektro dan Informasi Universitas Gajah Mada. 2013).

Referensi

Dokumen terkait

Puji syukur alhamdulillah Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat, rahmat, taufik, dan hidayah-Nya, penyusunan skripsi berjudul “Algoritma

Berdasarkan simpulan di atas, maka saran yang dapat diberikan untuk membantu siswa yang mengalami miskonsepsi dalam mempelajari bilangan desimal yaitu menggunakan model permukaan

Masing-masing isolat ditumbuhkan terlebih dahulu pada media kaya dan media minimal sebelum diaplikasikan pada limbah minyak berat. Media kaya dibuat dalam erlenmeyer 250 mL

Tanda Lulus Sensor adalah surat yang dikeluarkan oleh Lembaga Sensor Film bagi setiap kopi film, trailer serta film iklan, dan tanda yang dibubuhkan oleh Lembaga Sensor Film

Sonneratia alba di Desa Negeri Lama dikategorikan kerapatan rendah dan distribusi stomata pada spesies mangrove Aegiceras corniculatum , Acanthus ilicifolius ,

Pembelajaran secara sederhana dapat diartikan sebagai usaha, emosi, intelektual, dan spiritual. Seseorang agar bisa belajar dengan kehendaknya sendiri. Melalui pembelajaran

&#34;Biariah memelihara itik. Telurnya dapat aku makan setiap hari, dan dapat pula minum teh telur setiap pagi. Jadi, tidak perlu beli. Orang-orang warung saja membeli

Hasil penelitian menunjukkan bahwa masyarakat Manggarai Pegunungan Ruteng memiliki pengetahuan etnobotani dalam pemanfaatan sumber daya tumbuhan untuk memenuhi kebutuhan