• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

1 Universitas Kristen Indonesia

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tercantum dengan jelas dalam alinea ke empat.

Disebutkan ”Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteran umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasar kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Maka disusunlah kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu, dalam suatu Undang- Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusian yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”1

Pasal ini dimaknai dengan tujuan dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah (1) untuk melindungi segenap bangsa indonesia, (2) memajukan kesejahteraan umum, (3) mencerdaskan kehidupan bangsa, (4) ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian

1 Alinea keempat pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia, 1945.

(2)

2 Universitas Kristen Indonesia

abadi dan keadilan sosial. Untuk mencapai empat tujuan dari dasar Negara Republik Indonesia, pemerintah indonesia membuat suatu mekanisme dalam mengatur daerahnya sendiri. Memberi kewenangan untuk menyelenggarakan pemerintahan secara demokratis melalui desentralisasi.2 Dalam UU No 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah pasal 2 ayat 3 menyebutkan bahwa tujuan Otonomi Daerah adalah untuk menjalankan otonomi yang seluas- luasnya, kecuali urusan pemerintah dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum, dan daya saing daerah.3

Otonomi daerah sebagai kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat. Otonomi daerah merupakan instrument politik dan manajemen administrasi dalam mengembangakan sumber daya manusia untuk pertumbuhan masyarakat lokal di daerah dalam menghadapi tantangan global dengan mendorong pemberdayaan masyarakat, mengoptimalkan kreativitas dan peran masyarakat secara demokrasi. Otonomi daerah merupakan pengimplementasian penyerahan kekuasaan dan distribusi kekuasaan yang dilakukan oleh pemerintah pusat. Otonomi daerah adalah amanat yang tercantum dalam undang-undang dasar 1945 yang harus diwujudkan secara nyata didalam masyarakat. Namun, dalam pelaksanaannya terjadi berbagai hambatan yang menimbulkan berbagai permasalahan,

2 Mohammad Jimmi Ibrahiin. 1991. Prospek Otonomi Daerah. Semarang : Dahara Prize.

3 Undang-Undang (UU) Pasal 2 Ayat 3 No 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah.

(3)

3 Universitas Kristen Indonesia

misalnya: pelayanan publik, konflik pemekaran daerah dan korupsi, Kolusi, Nepotisme (KKN). 4

Esensi Otonomi khusus dalam implementasinya, suatu daerah memanfaatkan kewenangan yang diberikan secara langsung oleh pemerintah pusat untuk bertanggung jawab mengelola pemerintahan daerahnya. Otonomi secara luas mengelola pemerintahannya sesuai dengan kewenangan yang diberikan dalam semua badan-badan umum pemerintahan daerah, terkecuali sektor-sektor tertentu yang masih dibawah kontrol pemerintah pusat.

Tanggung jawab yang dimaksud adalah hak dan kewenangan dalam menyelenggarakan pemerintahan untuk mencapai tujuan otonomi khusus dalam peningkatan pemerataan pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat dan membangun integritas antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam kesatuan NKRI.5

Landasan hukum dalam melaksanakan otonomi daerah Indonesia tertuang dalam pasal 18 UUD 1945 dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan di daerah, dibentuk undang-undang organik untuk melaksanakan pasal 18 tersebut, yaitu UU No. 23 Tahun 2014 tentang pemerintah.6 Otonomi daerah adalah hak, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Otonomi daerah adalah konsekuensi diterapkannya sistem desentralisasi. Desentralisasi adalah

4 Suparmoko. 2002. Ekonomi Publik. Yogyakarta: ANDI.

5 Widjaja, HAW. 2002. Otonomi Daerah dan Daerah Otonom. Jakarta: PT RajaGrafindo Pustaka.

6 Himpunan Peraturan Perundang-undangan Republik Indonesia, Undang-Undang Pemerintahan Daerah, Pustaka Mahardika, Yogyakarta, 2015, hlm. 20

(4)

4 Universitas Kristen Indonesia

penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. 7

Undang-Undang Pasal 9 Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah, terdapat tiga pengelompokan urusan pemerintahan daerah, yaitu (1) Urusan Pemerintahan Absolut (pusat), (2) Urusan Pemerintahan Konkuren (daerah), (3) Urusan Pemerintahan Umum. Fokus penelitian ini pada urusan pemerintahan yang bersifat konkuren, dimana urusan pemerintah pusat terkait pemerintahan daerah diserahkan pada pemerintah provinsi daerah kabupaten/kota, hal ini menjadi dasar pelaksanaan otonomi daerah.8

Negara Indonesia menganut bentuk negara kesatuan, kekuasaan terletak pada pemerintahan pusat yang dibagi antara pemerintah pusat dan daerah (konkuren). Namun Miriam Budiarjo memberikan pendapat bahwa pemerintah pusat juga memiliki wewenang untuk menyerahkan sebagian kekuasaannya kepada pemerintah daerah sesuai dengan hak-hak otonomi daerah, walaupun demikian tidak terlepas dari pengawasan pemerintah pusat, sehingga disebut sebagai negara kesatuan dengan sistem desentralisasi.9

Sedangkan Otonomi Khusus adalah kewenangan khusus yang diakui dan diberikan kepada daerah khusus, untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi dan hak-hak dasar masyarakat. Diberikannya otonomi yang berbeda

7 Ibid

8 UU Pasal 9 Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah

9 Rasyid, R. Otonomi daerah dalam negara kesatuan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007.

(5)

5 Universitas Kristen Indonesia

kepada suatu daerah atau wilayah merupakan praktik yang cukup umum ditemui baik itu dalam negara yang berbentuk kesatuan yang didesentralisasikan maupun dalam negara yang berbentuk federal. Pola pemberian otonomi yang berbeda terhadap suatu daerah dari beberapa wilayah disebut sebagai desentralisasi asimetris. Desentralisasi asimetris diklasifikasikan dalam hal historis suatu daerah, politik, social cultural, ekonomi dan dalam hal fungsional adalah dasar otonomi khusus. Beberapa daerah yang diberikan otonomi khusus yaitu DKI. Jakarta, D.I. Yogyakarta, Aceh dan Papua.10

Tap MPR-RI Nomor IV Tahun 1999 membuka pintu ini untuk daerah- daerah yang memiliki persoalan khusus konflik komunal dan separatisme, termasuk diantaranya adalah Maluku, Aceh, Papua dan Papua Barat. Untuk mengatasi konflik di daerah tersebut, negara menghendaki desain kelembagaan otonomi khusus, berbeda dengan yang diterapkan untuk daerah normal.11 Perubahan sistem pemerintahan sentralisasi ke desentralisasi yang tertuang dalam UU No. 23 tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah berdampak terhadap pemekaran wilayah di berbagai daerah.12

Konflik pemekaran daerah merupakan puncak dari banyaknya ketimpangan-ketimpangan yang terjadi sebagai akibat dari adanya otonomi daerah. pada saat sebelum pemekaran daerah dilaksanakan banyak terjadi ketimpangan di daerah-daerah seperti pengelolaan sumber daya alam yang

10 Agung Djojosoekarta dkk (eds.), Kebijakan Otonomi Khusus Papua, Kemitraan bagi Pembaruan Tata Pemerintahan di Indonesia, Jakarta, 2008, Hlm. 10

11 UU Tap MPR No.IV Tahun 1999 Tentang Garis-garis Besar Haluan Negara

12 UU Republik Indonesia (RI) No.23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah.

(6)

6 Universitas Kristen Indonesia

tidak efisien, pembangunan yang kurang merata, serta pelayanan publik yang buruk sehingga, menimbulkan gagasan untuk memekarkan daerahnya dari daerah induk. Namun, setelah pemekaran daerah berlangsung justru menimbulkan permasalahan baru seperti dinasti kekuasaan dan masih banyak lagi.

Daerah yang dimekarkan adalah hasil pembagian dari provinsi atau kabupaten/kota menjadi dua daerah atau lebih untuk dibentuk menjadi satu provinsi atau kabupaten/kota yang baru guna meningkatkan pelayanan publik agar kesejahteraan masyarakat terwujud. Maka, perlu kemampuan ekonomi, potensi daerah, luas wilayah, kependudukan, dan pertimbangan dari aspek sosial politik, sosial budaya, pertahanan dan keamanan, serta pertimbangan dan syarat lain yang memungkinkan daerah itu dapat menyelenggarakan dan mewujudkan tujuan dibentuknya daerah dan diberikannya otonomi daerah.13

Dengan dilakukannya revisi Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 Tentang Otonomi khusus bagi Provinsi Papua sekarang menjadi Undang- Undang Nomor 2 Tahun 2021. Maka, pemerintah mencoba merealisasikan pembentukan Daerah Otonomi Baru (DOB) atau pemekaran bagi Provinsi Papua dan Papua barat yang berlandaskan dan sesuai dengan pengelompokan wilayah adat di daerah tersebut. Pemekaran terhadap kawasan Provinsi Papua Tengah, Papua Pegunungan Tengah, dan Papua Selatan didasari oleh tujuan Otonomi khusus Provinsi Papua (Otsus Papua) yaitu: 14

13 Sunarno, Siswanto, 2006, Hukum Pemerintahan Daerah di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 15.

14 https://www.dpr.go.id/dokakd/dokumen/PANSUS-12-7e73eb6af2e4e842b19fe9c79eaed98c.pdf diakses, Pada tanggal 09, Juni 2022 Pukul 08.45 WIB.

(7)

7 Universitas Kristen Indonesia

1. Meningkatkan taraf hidup masyarakat;

2. Mewujudkan keadilan, penegakkan Hak Asasi Manusia (HAM), supremasi hukum, dan demokrasi;

3. Pengakuan dan penghormatan hak-hak dasar Orang Asli Papua (OAP);

4. Penerapan tata kelola pemerintahan. Melalui keempat tujuan Otsus Papua ini diharapkan dapat mempercepat pembangunan selain mengatasi permasalahan konflik di Provinsi Papua dan Papua Barat.

Sesuai dengan Pasal 18 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi dibagi atas kabupaten/kota yang masing-masing mempunyai pemerintahan daerah untuk menjalankan otonomi daerah seluas-luasnya.15 Dengan tujuan peningkatan pelayanan untuk menciptakan kesejahteraan masyarakat, baik itu penggabungan daerah dari dua wilayah menjadi satu wilayah dan pembagian daerah baru, dari satu wilayah menjadi dua wilayah.16

Indonesia sebelumnya memiliki 34 provinsi. Namun, secara yuridis formal bertambah lagi menjadi 37 provinsi sejak. Pada 1961 Provinsi Papua dimekarkan dalam bentuk afdeling (distrik) oleh pemerintahan kolonial Belanda. Pada 1969 dibentuk Provinsi Irian Barat. Selanjutnya, pada 1999, Provinsi Irian Jaya Tengah dan Irian Jaya Barat dimekarkan. Mahkamah Konstitusi (MK) membatalkan aturan-aturan di atas dan melakukan rekognisi

15 Pasal 18 Undang-Undang Dasar RI (UUD) 1945

16 Pasal 1 Angka 10 Peraturan Pemerintah No. 78 Tahun 2007 Tentang Tata Cara Pembentukan Penghapusan dan Penggabungan daerah.

(8)

8 Universitas Kristen Indonesia

terhadap Provinsi Papua dan Papua Barat. Rencana pemekaran tidak terlepas dari tujuan dasar Otsus Papua, yaitu untuk pembangunan ekonomi masyarakat dan pembangunan infrastruktur di kawasan-kawasan yang susah dijangkau.17

Pada tahun 2022, Papua memiliki lima provinsi, yaitu Provinsi Papua ( Sembilan kabupaten), Provinsi Papua Barat (tiga belas kabupaten), Provinsi Pegunungan (delapan kabupaten), Provinsi Papua Tengah (delapan kabupaten) dan Provinsi Papua selatan (empat kabupaten). Adapun 20 Kabupaten yang terdapat dalam tiga Daerah Otonom Baru di Papua, yaitu Provinsi Papua Tengah terdiri dari Kabupaten Nabire (ibu kota provinsi), Kabupaten Puncak Jaya, Kabupaten Paniai, Kabupaten Mimika, Kabupaten Puncak, Kabupaten Dogiyai, Kabupaten Intan Jaya, dan Kabupaten Deiyai. Provinsi Pegunungan Terdiri dari Kabupaten Jayawijaya (Ibu Kota Provinsi), Kabupaten Pegunungan Bintang, Kabupaten Yahukimo, Kabupaten Tolikara, Kabupaten Mamberamo Tengah, Kabupaten Yalimo, Kabupaten Lanny Jaya, dan Kabupaten Nduga. Provinsi Papua Selatan terdiri dari Kabupaten Merauke (ibu kota provinsi), Kabupaten Boven Digoel, Kabupaten Mappi, dan Kabupaten Asmat.18

Agenda kebijakan pemekaran Provinsi Papua dari Pemerintah Pusat adalah untuk pemerataan pembangunan, peningkatan pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat, bahkan mengangkat harkat dan martabat Orang Asli Papua (OAP). Dan telah memperhatikan aspek-aspek Politik, administratif,

17 Papua dalam Pusaran Pemekaran - Kompas.id Diakses pada tanggal 26 Juli 2022, Pukul 13.00 WIB.

18 DOB di Papua dan Wacana Penerbitan Perppu Pemilu 2024 - Kompas.id Diakses pada tanggal 14 Julli 2022, Pukul 12.00 WIB.

(9)

9 Universitas Kristen Indonesia

hukum, kesatuan sosial budaya, kesiapan sumber daya manusia, infrastruktur dasar, kemampuan ekonomi, dan juga perkembangan pada masa yang akan datang atau aspirasi masyarakat.19

Implikasi pemekaran daerah dari sisi politis, pemekaran wilayah dapat menumbuhkan perasaan homogen daerah pemekaran baru yang akan memperkuat civil society agar lebih aktif dalam kehidupan politik. Dalam dimensi sosial, kultural, bisa dikatakan bahwa pemekaran daerah mempunyai beberapa implikasi positif, seperti pengakuan sosial, politik dan kultural terhadap masyarakat daerah. Melalui kebijakan pemekaran, sebuah entitas masyarakat yang mempunyai sejarah kohesivitas dan kebesaran yang panjang, kemudian memperoleh pengakuan setelah dimekarkan sebagai daerah otonom baru.20

Dalam pemekaran daerah pelayanan publik dapat memperdekat letak geografis antar pemukiman penduduk dengan sentra pelayanan terutama ibukota pemerintahan daerah. Pemekaran juga mempersempit rentang kendali antara pemerintah daerah dengan unit pemerintahan di bawahnya. Dan dalam pembangunan ekonomi pemekaran dapat dianggap sebagai upaya peningkatan pembangunan pada daerah yang tertinggal sehingga mendapat kesempatan guna memperoleh subsidi dari pemerintah pusat dan juga peningkatan pendapatan perkapita di daerah tersebut. Implikasi pada sistem pertahanan dalam pemerintahan daerah dapat menjadi isu politik nasional yang sangat

19 Papua dalam Pusaran Pemekaran - Kompas.id Diakses pada tanggal 26 Juli 2022, Pukul 13:00 WIB.

20 Kana & Suwondo, 2007 dalam, “Rasionalisasi Pemekaran & Penggabungan Wilayah”

www.ugm.ac.id

(10)

10 Universitas Kristen Indonesia

penting bagi masyarakat di pedalaman dan di wilayah perbatasan dengan Negara lain dalam menjalankan keamanan dan integrasi nasional suatu daerah otonomi baru.21

Tata cara pembentukan, penghapusan, dan penggabungan daerah dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 78 Tahun 2007 tentang pembentukan daerah didasari tiga syarat, yaitu administrative, teknis dan fisik kewilayahannya.

Persyaratan administratif didasarkan atas aspirasi sebagian besar masyarakat.22 Persyaratan secara teknis didasarkan pada faktor kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, kependudukan, luas daerah, pertahanan, keamanan, dan faktor lain yang memungkinkan terselenggaranya otonomi daerah. Adapun faktor lain tersebut meliputi pertimbangan kemampuan keuangan, tingkat kesejahteraan masyarakat, dan rentang kendali penyelenggaraan pemerintahan. Persyaratan fisik kewilayahan dalam pembentukan daerah meliputi cakupan wilayah, lokasi calon ibukota, sarana, dan prasarana pemerintahan.23

Dalam UU Otsus Papua sebelum adanya regulasi yang baru terkait pemekaran, yaitu UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otsus Papua, Pasal 76 mengatur bahwa pemekaran wajib mendapat persetujuan MRP dan DPRP.24

"Selain daripada itu daerah otonomi baru (DOB) tidak dapat dilegalkan,” atau yang disebut dengan mekanisme bottom up. Regulasi ini diubah lewat UU

21 ibid

22 Peraturan Pemerintah (PP) No. 78 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan Penghapusan Dan Penggabungan Daerah

23 Papua dalam Pusaran Pemekaran - Kompas.id Diakses pada tanggal 26 Juli 2022, Pukul 13.00 WIB

24 Pasal 76 UU Otsus Papua 2001

(11)

11 Universitas Kristen Indonesia

Nomor 2 Tahun 2021 tentang Otsus Papua, di mana pemekaran tak lagi wajib dapat persetujuan MRP dan DPRD.25 Praktik desentralisasi asimetris dirubah melalui regulasi UU Otsus Papua yang baru secara yuridis, bahwa UU Nomor 22 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua UU Otonomi Khusus Papua, pemekaran Provinsi Papua tidak hanya mengakomodir konsep bottom up, tetapi juga top down. Konsep top down adalah inisiatif murni yang datang

dari pemerintah dan DPR.26

Pasal 22 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 setelah amandemen sebagaimana disebutkan bahwa secara konstitusional pembentukan peraturan pemerintah merupakan produk hukum yang sah.

Presiden berhak menetapkan peraturan pemerintah sebagai pengganti undang- undang dalam situasi yang memaksa atau mendesak.27 Dalam keadaan yang mendesak yaitu terbentuknya provinsi baru di tengah situasi pemilu yang akan datang pada tahun 2024 sangatlah subyektif. Isu terkait bukan pertama kali terjadi, di mana Provinsi Kalimantan Utara terbentuk melalui Undang-Undang No. 20 Tahun 2012 yang diundangkan pada 17 November 2012.28 Sehingga dapat ditemukan formulasi aturan yang sama juga dalam tiga RUU tentang Pembentukan Provinsi Baru hasil pemekaran Provinsi Papua. Dimana Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP/DPRD) melalui pemilu yang akan datang

25 UU Otsus No.2 Tahun 2021

26 Papua dalam Pusaran Pemekaran - Kompas.id Diakses pada tanggal 26 Juli 2022, Pukul 13.00 WIB

27 Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 22

28 DOB di Papua dan Wacana Penerbitan Perpu Pemilu 2024 - Kompas.id Diakses pada 14 Juli 2022 09:00 WIB.

(12)

12 Universitas Kristen Indonesia

pada tahun 2024 maka dibentuk sejumlah tata cara pengisian keanggotaan DPRP berdasarkan undang-undang yang berlaku.

DOB di Papua adalah hasil dari aspirasi dari masyarakat itu sendiri yang diantaranya adalah kepala daerah, tokoh adat, tokoh agama, tokoh perempuan, tokoh pemuda dan Tokoh birokrat tiga daerah otonomi baru. Hal ini diterima langsung oleh Presiden dan Wakil Presiden dalam kunjungannya ke Papua dan diteruskan langsung kepada setiap delegasi yang datang ke Papua. Implementasi dan amanat dalam UU tersebut adalah kebijakan dari ketentuan-ketentuan dalam UU No. 2 tahun 2021 tentang Otonomi Khusus (Otsus) Papua.29

Adapun beberapa daerah menolak adanya DOB melalui aksi demonstrasi di Kota Jayapura, Kota Wamena, Komplek Istana Kepresidenan Jakarta, Paniani, dan Yahukimo. Aksi ini dilakukan dengan tujuan agar pemerintah segera menyelesaikan konflik politik di Papua, penarikan satuan militer organik maupun anorganik dari seluruh tanah Papua dan secara subjektif juga menuntut adanya penyelesaian masalah pelanggaran hak asasi manusia dan meminta membuka akses bagi jurnalis untuk dapat meliput di Papua. Masyarakat menilai bahwa masyarakat asli Papua akan termarginalisasi dengan pemekaran ini.30

29 UU Pemekaran Tiga Provinsi Baru di Papua Rentan Digugat ke MK, 01 Jul 2022 - ePaper Kompas Diakses pada 14 Juli 2022 09:30 WIB.

30 “Demo Papua tolak pemekaran provinsi baru memakan korban jiwa: Tidak dilibatkan, akan terasing, dan ancaman konflik horizontal”. BBC News, 17 Maret 2022.

https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-60719171 Diakses, Pada tanggal 09 Juni 2022, Pukul 08.45 WIB.

(13)

13 Universitas Kristen Indonesia

Sikap subjektif penolakan pemekaran Papua muncul sebagai akibat proses pembahasan Daerah Otonomi Baru (DOB) yang dinilai berjalan timpang, dilakukan secara sepihak oleh Pemerintah Pusat, tanpa melibatkan masyarakat secara luas. Oleh karena itu, perlu adanya komunikasi intensif dengan masyarakat untuk menyerap semua aspirasi masyarakat lokal sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan kebijakan pembentukan DOB di Papua. Hal ini mengingat potensi gelombang protes yang lebih besar dapat terjadi, apabila komunikasi dengan masyarakat tidak kunjung diperkuat. Ruang partisipasi dari berbagai elemen masyarakat lokal perlu diperluas dalam proses pembuatan DOB di Papua.

Jika dilihat dari konflik di atas, kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat tidak berjalan secara maksimal karena hal ini sangat didominasi oleh kepentingan politik.31 Pemberian kewenangan dan kekuasaan dalam ranah lokal memberi peluang bagi aktor-aktor politik untuk bersaing mendapatkan kekuasaan. Maka, munculnya desentralisasi untuk menciptakan praktik dinasti politik. Sehingga, kekuasaan di tingkat lokal dikendalikan oleh elit-elit politik yang memiliki modal sosial, ekonomi, politik, dan sosial budaya.32 Dapat dikatakan, pemekaran di Papua merupakan kepentingan kuasa elite politik dan tidak selamaya didasarkan pada kepentingan masyarakat lokal

31 Muqoyyidin, A. (2013). Pemekaran Wilayah Dan Otonomi Daerah Pasca Reformasi Di Indonesia: Konsep, Fakta Empiris Dan Rekomendasi Ke Depan. Jurnal Konstitusi, 10(2), 287–

310.

32 Muksin, D., Purwaningsih2, T., & Nurmandi, A. (2019). Praktik Dinasti Politik Di Aras Lokal Pasca Reformasi : Studi Kasus Abdul Gani Kasuba Dan Ahmad Hidayat Mus Pada Pilkada Provinsi Maluku Utara. Jurnal Wacana Politik - ISSN 2502 - 9185 : E-ISSN: 2549-2969, 4(2), 133–144.

(14)

14 Universitas Kristen Indonesia

sehingga muncul pro dan kontra. Perdebatan publik terkait rencana pemekaran DOB di Papua menimbulkan kekhawatiran bagi para tokoh-tokoh Papua, karena hal ini akan memunculkan konflik antara masyarakat lokal dengan angkatan militer TNI-POLRI. Selain itu pemekaran daerah tidak menjamin kesejahteraan bagi masyarakat asli Papua.33

Implementasi Otonomi khusus di Papua selama 20 tahun yang berakhir pada tahun 2021 lalu belum mencapai target secara maksimal. Pemberlakuan Otonomi khusus bagi Provinsi Papua dan Papua Barat (Otsus Papua) berdasarkan UU No. 12 Tahun 2001 dan UU No.35 Tahun 2008 yang merupakan titik temu dalam perdebatan secara politik antara masyarakat Papua dan pemerintah pusat untuk penyelesaian konflik multidimensi yang berkepanjangan yang dimulai sejak tahun 1962. Terbentuknya otonomi khusus di Papua juga melibatkan masyarakat Papua bagi terwujudnya kedamaian dan juga dari sisi substansi UU Otonomi Khusus Papua juga memberikan porsi yang lebih besar untuk masyarakat. Namun hal itu berubah menjadi bagian dari sumber konflik ketika UU Otonomi Khusus Papua tidak dilaksanakan dengan konsisten. Hak, wewenang, dan kewajiban yang diberikan kepada Papua seringkali dibatasi, dikurangi, bahkan ditarik kembali ke pusat melalui berbagai peraturan perundangan yang bersifat operasional dan sektoral.

Motif politik adalah upaya seseorang yang berkaitan secara langsung dalam mewujudkan kepentingannya dibalik motif tersebut. Maka, motif politik

33 BBC News Indonesia. (2019). Wacana pemekaran wilayah Papua Selatan: “Hanya akan memperpanjang masalah.” Diakses 21 Juni 2021 Pukul 09:38 WIB dari bbc.com:

https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-50245129, 50245129

(15)

15 Universitas Kristen Indonesia

memiliki tiga indikator, yaitu motif insentif material, motif intensif solidaritas, dan motif insentif idealisme. Motif insentif materiil adalah upaya yang dilakukan untuk mendapat imbalan, kedudukan, dan kekuasaan. Motif insentif solidaritas memiliki tujuan untuk dapat bergabung dengan kelompok- kelompok yang baru secara emosional dan moral. Sedangkan motif insentif idealisme adalah kehendak untuk mewujudkan kepentingan publik. Sehingga, dapat dikatakan bahwa motif motif politik dibalik pemekaran DOB di Papua dapat dikaji melalui motif insentif materiil, motif intensif solidaritas, dan motif insentif idealism.34

Kehendak dibalik pemekaran DOB di Papua memiliki motif insentif materiil dan motif insentif idealisme secara politik. Jika dilihat dari motif insentif material, dapat dikatakan tujuan pemekaran DOB memiliki kepentingan oleh elit-elit politik di pemerintahan pusat dengan presentasi 39.00%, tergambarkan secara langsung melalui respon elit-elit politik di pemerintah pusat yang mendukung pemekaran di Papua tanpa mempersoalkan moratorium. Moratorium terkesan tidak berlaku bagi Papua melalui respon Menteri dalam negeri, bahwa pemekaran Papua dapat dilakukan tanpa membatalkan moratorium berdasarkan kebijakan strategis nasional. 35

Hal ini dapat menimbulkan kecemburuan daerah-daerah lain di seluruh Indonesia, karena saat ini kementerian dalam negeri memiliki usulan

34 Saputra, A. A., & Al-Hamdi, R. (2020). Motif Politik dalam Kelahiran dan Pembentukan Gerakan Arah Baru Indonesia (Garbi). Politika: Jurnal Ilmu Politik, 11(2), 163–182.

https://doi.org/10.14710/politika.11.2.2020.163-182 Diakses 21 Juni 2021 Pukul 10:35 WIB

35 Agustino, L. E. O. (2020). Pilkada dan Pemekaran Daerah dalam Demokrasi Lokal di Indonesia:

Local Strongmen dan Roving Bandits. Jebat: Malaysian Journal of History, Politics and Strategic Studies, 37, 86–104.

(16)

16 Universitas Kristen Indonesia

pemekaran sebanyak 314. Berlakunya moratorium ditengah proses pemekaran DOB di Papua dapat menimbulkan isu politik lokal.36 Selanjutnya, elit-elit lokal memiliki kepentingan dengan persentase 30% dalam rencana pemekaran DOB, dengan mendapat kedudukan dan kekuasaan 15% dan imbalan 15%. Hal ini terlihat dari penyampaian aspirasi pemekaran Provinsi Papua dan Papua Barat bukan representatif dari masyarakat Papua oleh sejumlah tokoh yang yang mendatangi Presiden.37

Kemudian, motif insentif idealisme merupakan indikator dari kepentingan publik dalam perencanaan pemekaran DOB dengan persentase 30%, pelayanan publik 21%, peningkatan SDM 17%, pengentasan kemiskinan 13%, dan pembangunan 13%. Maka, motif politik dibalik pemekaran provinsi papua adalah motif insentif material yakni kepentingan elite pusat dan elite lokal. Karena indikator-indikator motif insentif solidaritas tidak memiliki pengaruh dalam rencana pemekaran DOB di tanah Papua. Suatu pemekaran dapat dikatakan berhasil karena adanya pelayanan publik dalam pemerataan pembangunan yang baik untuk kesejahteraan masyarakat. Pemekaran yang merupakan bagian dari demokrasi lokal telah dikendalikan oleh kepentingan penguasa lokal ataupun pemekaran daerah melahirkan local strongmen yang menguasai daerah38

36 ibid

37 https://www.kompas.id/baca/opini/2022/07/10/ancaman-kegagalan-pemekaran-papua Diakses pada tanggal 26 Juli 2022, Pukul 13.00 WIB

38 Agustino, L. E. O. (2020). Pilkada dan Pemekaran Daerah dalam Demokrasi Lokal di Indonesia:

Local Strongmen dan Roving Bandits. Jebat: Malaysian Journal of History, Politics and Strategic Studies, 37, 86–104.

(17)

17 Universitas Kristen Indonesia

Social order terjadi ketika kepentingan pribadi suatu individu

menimbulkan gesekan ketika berhadapan dengan kepentingan bersama suatu kelompok masyarakat atau komunitas tertentu. Maka, peran pemerintah adalah untuk melindungi melindungi kepentingan bersama setiap individu yang hidup saling berdampingan (coexistence). Sehingga dapat menjamin keamanan terhadap ancaman individu maupun kelompok bahkan dari pemerintah dan juga pihak dari luar pemerintah.

Pembentukan DOB Papua masih menjadi isu strategis pemerintah untuk menjawab persoalan kemiskinan, percepatan pembangunan kesejahteraan rakyat, dan pembangunan di daerah Papua. Undang-Undang DOB di Papua dirancang dengan sangat efektif melalui mekanisme yang ada sehingga disahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) dan akan terus dalam pengawasan DPR dalam penerapannya agar dapat memenuhi tujuan pembentukan DOB di Papua. RUU ini dapat menjamin pemerataan pembangunan secara sosial dan ekonomi yang bermanfaat bagi masyarakat lokal di Papua.

Namun, Prosesnya pembentukan RUU DOB di Papua dilakukan tanpa pendekatan sosial dan budaya, bahkan dibuat sangat tergesa-gesa dalam kemerosotan demokrasi di Indonesia, bertepatan dengan berlangsungnya gugatan atas UU Otsus Papua 2021 oleh elit-elit lokal, Majelis Rakyat Papua (MRP) dan Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP). Walaupun UU No. 02 tahun 2021 dapat dilakukan secara top down. Sementara, Undang-Undang No.

23 tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah menyatakan bahwa pemekaran

(18)

18 Universitas Kristen Indonesia

hanya diperlukan persetujuan dari DPRD dan Gubernur Provinsi Papua. Hal ini dapat melemahkan dan dapat memicu terjadinya Instabilitas Politic.39

Adapun tiga kelompok kepentingan yang saling berinteraksi membawa agendanya, yaitu pemerintah pusat, partai politik serta elit-elit lokal. Artinya, implikasi-implikasi yang akan terjadi saat saat pembentukan DOB di Papua adalah implikasi secara ekonomi, politik, pemerintahan dan electoral.

Pemekaran DOB dapat dilihat sebagai kekuasaan sub-nasional (tingkat lokal) semakin bertambah banyak. Melalui perspektif Bourdieu40 menunjukan adanya akan adanya penguasaan dan pengelolaan modal yang ada, yaitu modal politik yang diantaranya adalah modal materi, modal simbolik dan sosial. Sehingga proses pemekaran merupakan ambisi dari elit-elit politik untuk mengolah dan menguasai berbagai modal politik. Proses pemekaran daerah dapat terlaksana karena adanya berbagai kepentingan yang didorong oleh sejumlah aktor.

Hal yang paling mendasar dalam memunculkan DOB di Papua dari pada di daerah-daerah lain adalah mengenai kemampuan pemerintah mengagregasi aspirasi masyarakat, bukannya membagun konspirasi politik dan ekonomi untuk kepentingan elit politik dan ekonomi. Bahwa pada akhirnya, yang akan mengatur kehidupan masyarakat dan membagun banyak infrastruktur para birokrat dan politisi antara pengusaha bersinergi, itu juga

39 https://www.kompas.id/baca/opini/2022/07/10/ancaman-kegagalan-pemekaran-papua Diakses pada tanggal 27 Juli 2022, Pukul 10.00 WIB

40 Haryatmoko, Menyingkap Kepalsuan Budaya Penguasa: Landasan Teoritis Gerakan Sosial Menurut Pierre Bourdieu, (Majalah BASIS, Nomor 11-12 Tahun Ke-52, November-Desember, 2003)

(19)

19 Universitas Kristen Indonesia

penting. Tetapi semuanya itu harus dibicarakan dan dirancang secara nasional dan internasional, juga demokratis.41

1.2. Rumusan Masalah

1. Apa Dampak Pemekaran Provinsi Papua Selatan, Provinsi Papua Pegunungan dan Provinsi Papua Tengah bila dikaitkan dengan Desentralisasi Asimetris di Indonesia ?

2. Bagaimana Pemerintah Mengatasi Dampak Pemekaran Provinsi Papua Selatan, Provinsi Papua Pegunungan dan Provinsi Papua Tengah Terhadap Undang-Undang Otonomi Khusus No.2 Tahun 2021 ?

1.3. Maksud Dan Tujuan Penelitian A. Maksud Penelitian

1. Sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi program magister hukum Universitas Kristen Indonesia

2. Untuk memberikan kontribusi pemikiran bagaimana pemekaran Provinsi Papua Selatan, Papua Pegunungan Tengah dan Provinsi Papua Tengah dan Dampak Undang-Undang Otsus No. 2 Tahun 2001 Terhadap Pemekaran di Wilayah Provinsi Papua.

41 Pemikiran Prof. Dr. John Pieris pada waktu penulis berkonsultasi. Pada 14 November 2022, Pukul 16:31 WIB.

(20)

20 Universitas Kristen Indonesia

B. Tujuan Penelitian

1. Aspek teoritis: diharapkan penelitian ini dapat menjadi bahan referensi bagi penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan pemekaran di wilayah daerah otonomi khusus Provinsi Papua.

2. Aspek Praktis: Penelitian ini diharapkan dapat menjadi suatu sumbangan bagi pemerintah daerah Papua khususnya Provinsi Papua Selatan, Papua Pegunungan Tengah dan Provinsi Papua Tengah

1.4. Metode Penelitian Hukum

Aktivitas penelitian dilakukan karena adanya rasa ingin tahu terhadap sesuatu yang ingin diteliti untuk memperoleh pengetahuan yang baru dan benar (pengetahuan ilmiah). Sehingga muncul pertanyaan-pertanyaan terkait fenomena yang dirasakan baik secara langsung maupun tidak langsung. Hal ini dapat mendorong si penanya untuk mencari jawaban atas pertanyaannya sendiri. Dengan rasa ingin tahu ini, seorang berusaha mendapatkan pengetahuan guna menjawab berbagai pertanyaan yang muncul dari rasa ingin tahu tersebut. Pengetahuan yang dimiliki seseorang untuk menjawab pertanyaan pertanyaan yang muncul dapat diperoleh dari berbagai sumber.

Secara alamiah, bisa saja dari pengalaman diri sendiri atau dari orang lain Metode ilmiah adalah cara untuk mendapatkan pengetahuan yang disebut ilmu atau ilmu didapat melalui metode ilmiah. Tanpa metode ilmiah, ilmu pengetahuan tidak dapat disebut ilmu tetapi merupakan kumpulan

(21)

21 Universitas Kristen Indonesia

pengetahuan dalam berbagai gejala, tanpa disadari antar gejala yang satu dengan gejala yang lain. Menurut Hartono, penelitian ilmiah merupakan

“penalaran yang mengikuti suatu alur berpikir atau logika yang tertentu dan yang menggabungkan metode deduksi (abstrak) dengan metode induksi (empiris), karena penelitian ilmiah selalu menuntut pengujian dan pembuktian empiris dari hipotesis-hipotesis atau teori-teori yang disusun secara deduktif”.42

Sehingga, metode ilmiah sebagai prosedur atau cara atau proses penyelidikan dalam mendapatkan ilmu pengetahuan atau sains (science).

Sedangkan metode penelitian ilmiah dari suatu ilmu adalah cara penalaran dan berpikir logis-analisis (logika), berdasarkan dalil-dalil dan teori-teori suatu ilmu untuk menguji kebenaran (verifikasi) suatu teori (atau hipotesis) tentang gejala-gejala atau peristiwa ilmiah, peristiwa sosial atau peristiwa hukum yang tertentu.43

Penelitian dapat didefinisikan dalam berbagai macam jenis penelitian secara umum, karena terdapat bermacam-macam jenis penelitian sesuai dengan disiplin ilmunya masing-masing. Menurut Bambang Sunggono, “setiap disiplin ilmu memiliki istilah khusus yang berlaku di bidang ilmunya, atau makna suatu istilah mungkin berbeda dengan makna dalam disiplin ilmu lain meskipun istilahnya itu sama.”44 Dalam Kamus Besar Bahasa Inggris (KBBI),

42 Sunaryati Hartono, Penelitian Hukum di Indonesia pada Akhir Abad ke-20, (Bandung: Alumni, 1994)

43 E. Saefullah Wiradipradja, Penuntut Praktis Metode Penelitian dan Penulisan Karya Ilmiah Hukum, (Bandung: Keni Media, 2015), hlm. 13

44 Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: Rajawali Pers, 2015), hlm. 44-45.

(22)

22 Universitas Kristen Indonesia

penelitian didefinisikan sebagai “aktivitas pengumpulan, pengolahan, analisis, dan penyajian data yang dilakukan secara sistematis dan objektif untuk memecahkan suatu persoalan atau menguji suatu hipotesis untuk mengembangkan prinsip-prinsip umum”45

Sedangkan, Soerjono Soekanto berpendapat bahwa penelitian merupakan alat yang dapat memperkuat, membina, dan mengembangkan ilmu pengetahuan.46 Dan Wignjosoebroto memperjelas bahwa melalui penelitian (research) orang mencari (search) temuan-temuan baru, berupa pengetahuan

yang benar (truth, true, knowledge), yang dipakai untuk menjawab suatu pertanyaan atau untuk memecahkan suatu masalah. Bahkan menyediakan suatu peluang untuk mengenali dan memilih satu masalah penelitian dan menyelidikinya secara bebas.”47

Esensi dari penelitian yaitu, 1) untuk memahami suatu kejadian, situasi, atau keadaan suatu masyarakat, sebagian bertujuan, 2) menjelaskan pola hubungan antara dua atau lebih hal, dan sebagian yang lain bertujuan, 3) untuk mencari jalan keluar untuk memecahkan beberapa masalah praktis dalam kehidupan”. 28 Semua tujuan ini dimaksudkan dalam rangka memperoleh pengetahuan yang benar, yang digunakan sebagai instrumen untuk menjawab

45 Lihat dalam Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1988).

46 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press, 1986), hlm 3

47 Sutandjo Wignjosoebroto, Hukum Paradigma, Metode dan Dinamika Masalahnya, (Jakarta:

Huma, 2002), hlm. 139.

(23)

23 Universitas Kristen Indonesia

permasalahan tertentu yang dihadapi oleh umat manusia. Inilah makna filosofis dari aktivitas penelitian.48

Penelitian Hukum yang dirumuskan oleh Peter Marzuki merupakan suatu proses dalam menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum untuk menjadi suatu isu hukum yang dihadapi.49 Penulis melakukan penelitian ini untuk mendapatkan data-data yang diperlukan dari suatu objek yang akan diteliti. Agar dapat memenuhi syarat keilmuan dalam penelitian ini maka peneliti memerlukan pedoman yang disebut sebagai metode penelitian atau metode riset. Proses pelaksanaan penelitian dalam pencarian data sebagai bahan bahasan untuk memenuhi objek yang akan diteliti, dan hasil dari penelitian ini akan dituangkan dalam penulisan laporan penelitian.

Penelitian hukum memiliki dua jenis penelitian, yaitu penelitian hukum normatif dan penelitian hukum empiris/sosiologis. Penelitian hukum normatif merupakan data sekunder yang sifatnya deskriptif dengan tujuan memberikan gambaran tentang gejala-gejala sosial yang terkait dengan masalah politik hukum pemekaran daerah. Sumber data penelitian berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Metode pengumpulan data dilakukan menggunakan teknik studi dokumen, yang dianalisis dengan menggunakan teknik analisis kualitatif.

48 Prasetya Irawan, Logika dan Prosedur Penelitian, Pengantar Teori dan Panduan Praktis Penelitian Sosial bagi Mahasiswa dan Peneliti Pemula, (Jakarta: STIA-LAN, 2000), hlm 10.

49 Peter Marzuki, Penelitian Hukum, Cet 2, Jakarta : Kencana, 2008. hlm 29

(24)

24 Universitas Kristen Indonesia

Penelitian ilmu hukum pada dasarnya bukanlah untuk melakukan verifikasi atau menguji hipotesis. Penelitian ilmu hukum menurut Peter, M, Marzuki dilakukan untuk mencari pemecahan atas isu hukum yang timbul.

Sehingga hasil yang dicapai bukan menolak tapi menerima hipotesis, melainkan memberikan presiripsi mengenai apa yang seyogyanya atas itu yang dilanjutkan.50 Dalam penelitian ini penulis menggunakan penelitian hukum normatif yaitu merupakan penelitian hukum kepustakaan.51 Penelitian hukum kepustakaan mengharuskan penulis untuk melakukan analisis terkait kepustakaan oleh karena itu, dalam mencari bahan pustaka, seorang peneliti perlu untuk mengetahui seluk-beluk perpustakaan sebagai tempat terhimpunnya data sekunder dalam rangka membantu peneliti untuk menghemat waktu, tenaga dan biaya.52

1.5. Sistematika Penulisan

Penelitian ini disusun mulai dari halaman pertama (cover) yang memuat judul penelitian, logo universitas, nama peneliti serta identitas jurusan dan fakultas penulis. Daftar isi : memuat seluruh bab dan subbab di dalam penelitian. Bagian Pertama (BAB I) ada Pendahuluan, yaitu mengenai latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

50 Valerine J.L.K, Metode Penelitian Hukum bagian I, Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, hlm 133.

51 Soerjono sukanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Jakarta; Raja Grafindo Persada, 2006, hlm. 13-14.

52 Johnny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Malang, Bayumedia, 2001, hlm 57.

(25)

25 Universitas Kristen Indonesia

Berikutnya pada bagian kedua (BAB II) ada Tinjauan Pustaka yang mendeskripsikan atau menerangkan tentang teori dan/atau konsep yang digunakan dalam penelitian sesuai dengan rumusan masalah penelitian, dan menjelaskan tentang kerangka pemikiran. Analisis dan Interpretasi Hasil Penelitian.

Dan dilanjutkan dengan BAB III dan IV, memuat semua informasi atau temuan penelitian yang sesuai dengan teori dan/atau konsep terkait serta menguraikan semua jawaban-jawaban yang sesuai untuk menjawab pertanyaan penelitian. Adapun pada bagian akhir dari penulisan (BAB V) penelitian ini berisi sub bab kesimpulan dan saran. Kesimpulan berisi jawaban yang sesuai dengan rumusan masalah sedangkan saran berisi rekomendasi penerapan hasil penelitian. Dan Daftar Pustaka memuat semua informasi mengenai sumber- sumber bahan atau rujukan yang digunakan dalam penyusunan proposal penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Lokasi bisnis yang dekat dengan sumber daya (ikan hias, tanaman hias, akuarium dan peralatan akuarium) memberikan kemudahan dalam kegiatan produksi.Usaha ini merupakan

Tingginya rendemen ekstrak nonpolar andaliman menunjukkan bahwa komponen yang dapat larut dalam heksana lebih banyak dibandingkan komponen semipolar (etilasetat) maupun

Jenis penilitian ini menggunakan penelitian deskriftif kualitatif.Menurut (Saryono 2010: 1), kualitatif merupakan penelitian yang digunakan untuk menyelidiki,

 90 % dari draf yang disiapkan pemerintah mengalami perubahan yang sangat mendasar, baik dari segi substansi maupun formulasi rumusannya, yang disepakati pada

Otonomi Khusus sendiri merupakan kewenangan yang diakui dan diberikan secara khusus kepada Provinsi Papua, termasuk provinsi-provinsi hasil pemekaran Provinsi Papua,

Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan kemampuan calon guru dalam menghasilkan ensiklopediaberbasis bioedupreneurship melalui pembelajaran berbasis proyek dengan

Sedangkan, Investor yang dimaksud dalam skripsi ini adalah perseorangan atau badan usaha yang melakukan penanaman modal pada produk investasi atau efek Reksa dana

Norma sosial (social norms) merupakan pedoman yang menjadi arah bagi perilaku dan tindakan seseorang atau masyarakat agar sesuai dengan aturan-aturan yang telah