TUGAS AKHIR (SKRIPSI)
TINJAUAN PERENCANAAN BIAYA DAN WAKTU PELAKSANAAN MENGGUNAKAN METODE PRECAST DAN METODE KONVENSIONAL
“STUDI KASUS : PEMBANGUNAN GEDUNG RUSUNAWA UNIVERSITAS HASANUDDIN GOWA”
Diajukan Guna Melengkapi Tugas Akhir dan Memenuhi Syarat Untuk Menyelesaikan Program Studi Srata - 1 Teknik dan Mencapai Gelar
Sarjana Teknik
Disusun Oleh : FATMI PUTRIAYU. Y
45 13 041 197
JURUSAN SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS BOSOWA
MAKASSAR
2018
iii DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR JUDUL
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN TUGAS AKHIR LEMBAR ASISTENSI
KATA PENGANTAR ………..……….. i
DAFTAR ISI . ………... iii
DAFTAR TABEL ……… viii
DAFTAR GAMBAR……….. x
DAFTAR LAMPIRAN ….……….……… xii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah ………... I - 1
1.2. Rumusan Masalah ……….… I - 4 1.3. Maksud dan Tujuan penulisan ………. I - 5
1.3.1 Maksud Penulisan ..………. I - 5 1.3.2 Tujuan Penulisan ……… I - 5 1.4. Batasan Masalah …...……….. I - 6 1.5. Sistematika Penulisan ..………..… I - 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Beton ……….………. II - 1
iv
2.1.1. Pembetonan……. .……….….………... II - 2 2.1.2. Pemeliharaan Beton ……….. II - 3 2.2. Beton Konvensional……….………..…………..…. II - 4
2.2.1. Kolom………...… II - 6 2.2.2. Balok……….……….. II - 10 2.2.3. Plat Beton……….…… II - 10 2.3. Beton Precast………..…….. II - 12 2.3.1. Kolom Beton Precast..……….. II - 19 2.3.2. Balok Beton Precast………..………... II - 19 2.3.3. Plat Lantai Precast………..………... II - 20 2.4. Metode Pelaksanaan Beton Konvensional dan Beton Precast II - 21 2.4.1. Metode Pelaksanaan Beton Konvensional……… II - 21 2.4.2. Metode Pelaksanaan Beton Precast ……….. II - 22 2.4.3. Penilaian Memilih Beton Konvensional dan Pabrikasi II - 23 2.4.4.Perbandingan Pengunaan Beton Konvensional dan Precast II - 25 2.5. Analisa Biaya dan Waktu……… II - 28 2.5.1. Rencana Anggaran Biaya………... II - 29 2.5.2. Jadwal Pelaksanaan………...…. II - 30 2.5.2.1 Time Schedule ………..….. II - 31 2.5.3. Produktivitas……….. II – 33
v BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian ..…………...………... III - 1 3.2. Waktu dan Tempat Penelitian……….. III - 5 3.3. Data dan Sumber Data ………... III - 5 3.3.1. Data ………... III - 5 3.3.2. Sumber Data ………... III - 6 3.4. Gambaran Umum Proyek...……….………. III - 6 3.5. Data data Proyek………. ……… III - 7 3.5.1. Data Umum Proyek………. III - 7 3.5.2. Data Teknis Proyek Bangunan………. III - 9 3.6. Unsur Pengelola Proyek dan Hubungan Kerja……… .. III - 11 3.6.1. Struktur Organisasi Proyek……… III - 12 3.6.2. Pemberi Tugas (Owner)………. III - 13 3.6.3. Konsultan Perencana (Designer)………. III - 14 3.6.4. Konsultan Pengawas………. III - 15 3.6.5. Pelaksana (Kontraktor)……… .. III - 16 3.7. Metode Pelaksanaan……….. III - 17 3.7.1. Metode Pelaksanaan Beton Konvensional…….. III - 17 3.7.2. Metode Pelaksanaan Beton Precast………. III - 21 3.8. Network Planning………. III - 30 3.8.1. Pengertian dan Manfaat Network Planning……. III - 30 3.8.2. Pengertian Gantt (Bar) Chart……….. III - 32
vi
3.8.2.1. Hubungan Antara Tugas………. III - 33 3.8.3. Durasi Waktu Pekerjaan……….. III - 35 3.8.3.1. Durasi Waktu Metode Konvensional…. III - 35 3.8.3.2. Durasi Waktu Metode Precast………… III - 38 3.9. Analisa Data………. III - 40
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Rencana Anggaran Biaya Material……… IV - 1 4.1.1. Perhitungan RAB Dengan Metode Konvensional IV - 1
4.1.1.1. Perhitungan RAB Beton Mutu K-350…. IV - 1 4.1.1.2. Perhitungan RAB Pekerjaan Bekisting.. IV - 6 4.1.1.3. Perhitungan RAB Pekerjaan Pembesian IV - 10 4.1.2. RAB Operasional Metode Konvensional…….... IV - 17 4.1.3. Perhitungan RAB Dengan Metode Precast……. IV - 19 4.1.3.1. Perhitungan RAB Kolom Precast……. IV - 19 4.1.3.2. Perhitungan RAB Balok Precast…….. IV - 19 4.1.3.3. Perhitungan RAB Plat Precast………. IV - 20 4.1.3.4. Perhitungan RAB Pek. Erection…….. IV - 20 4.1.3.5. Perhitungan RAB Pek. Grouting……. IV - 22 4.1.3.6. Perhitungan RAB Pek. Joint……...…. IV - 22 4.1.4. RAB Operasional Metode Precast ………... IV - 23 4.1.5. Waktu Pelaksanaan Pekerjaan……… IV - 27
vii
4.1.6. Waktu Pemakaian Peralatan……….. IV - 28
BAB V PENUTUP
5.1. Kesimpulan ………... V - 1 5.2. Saran ……….. V - 2
DAFTAR PUSTAKA ………. xiii LAMPIRAN ……… xvi
viii
DAFTAR TABEL
TABEL TEKS HALAMAN
Tabel 3.1 Durasi waktu pekerjaan metode konvensional III - 35 Tabel 3.2 Durasi waktu pekerjaan metode precast III - 38 Tabel 4.1 Analisa harga satuan pek. Beton K-350/ 1 m3 IV - 1 Tabel 4.2 Rekap Perhitungan Beton metode Konvensional IV - 5 Tabel 4.3 Analisa harga satuan pek. Bekiting/ 1 m2 IV - 6 Tabel 4.4 Rekap Perhitungan Bekisting metode Konvensional IV - 9 Tabel 4.5 Analisa Harga Satuan Pek. Pembesian/ 1 kg IV - 10 Tabel 4.6 Perhitungan Volume Pembesian Tul. Sengkang IV - 11 Tabel 4.7 Perhitungan Volume Pembesian Tul. Utama IV - 12 Tabel 4.8 Perhitungan Volume Pembesian Tulangan IV - 13
Sengkang Balok
Tabel 4.9 Pehitungan Volume Pembesian Tul. Utama Balok IV - 14 Tabel 4.10 Perhitungan Volume Pembesian Pelat IV - 15 Tabel 4.11 Rekap Perhitungan Besi Beton Metode Konvensional IV - 16 Tabel 4.12 RAB Operasional Metode Konvensional IV - 17
Tabel 4.13 Analisa Harga Satuan Pek. 1 bh Kolom IV - 19 Tabel 4.14 Analisa Harga Satuan Pek. 1 bh Balok G1A.2 Precast IV - 19 Tabel 4.15 Analisa Harga Satuan Pek. 1 bh Pelat S1.2 Precast IV - 20 Tabel 4.16 Harga Satuan Pek. Erection IV - 20
ix
Tabel 4.17 Analisa Harga Satuan Pek. Grouting/1m3 IV - 22 Tabel 4.18 Analisa Harga Satuan Pek. Joint Precast/ 1m3 IV - 22 Tabel 4.19 RAB Operasional Metode Precast IV - 23 Tabel 4.20 Rekap Biaya Operasional IV - 27 Tabel 4.21 Waktu Pelaksanaan Pekerjaan IV - 27 Tabel 4.22 Perbandingan Waktu Penggunaan Peralatan IV - 28
x
DAFTAR GAMBAR
Hal
Gambar 3.1 Flow chart Pengumpulan Data ... 3
Gambar 3.2 Denah Lokasi Proyek ... 9
Gambar 3.3 Pemasangan Scaffolding ... 18
Gambar 3.4 Pemasangan Kayu Dan Multipleks ... 18
Gambar 3.5 Pemotongan Dan Pembengkokan Besi ... 19
Gambar 3.6 Pemasangan Besi ... 20
Gambar 3.7 Pengecoran ... 21
Gambar 3.8 Pembuatan Dan Pengecoran Lantai Kerja ... 23
Gambar 3.9 Pekerjaan Bekisting Precast ... 24
Gambar 3.10 Pekerjaan Pembesian Precast ... 25
Gambar 3.11 Pekerjaan Pengecoran Precast ... 25
Gambar 3.12 Kabel Crane Di Pegang Oleh Pekerja ... 26
Gambar 3.13 Kabel Crane Dikaitkan Pada Komponen Pracetak ... 27
Gambar 3.14 Pengangkatan Crane Ke Komponen Pracetak ... 28
Gambar 3.15 Proses Erection Komponen Pracetak ... 29
Gambar 3.16 Proses Grouting Precast ... 30
Gambar 3.17 Sketsa Bart Chart Ms.Project ... 33
Gambar 3.18 Contoh Bart Chart Alur Lag Time ... 34
Gambar 3.19 Contoh Bart Chart Alur Lead Time ... 35
Gambar 4.1 Contoh Pembetonan Kolom ... 2
xi
Gambar 4.2 Contoh Pembetonan Balok ... 3
Gambar 4.3 Contoh Pembetonan Pelat ... 4
Gambar 4.4 Contoh Bekisting Kolom ... 7
Gambar 4.5 Contoh Bekisting Balok ... 8
Gambar 4.6 Contoh Pelat Beton ... 9
Gambar 4.7 Contoh Penampang Pembesian Kolom ... 11
Gambar 4.8 Sketsa Pembesian Balok ... 13
Gambar 4.9 Sketsa Pembesian Pelat ... 14
xii
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN 1. Gambar Denah Kolom, Balok dan Pelat LAMPIRAN 2. Tabel Perhitungan Volume Struktur LAMPIRAN 3. Time Schedule
LAMPIRAN 4. Network Planning Metode Konvensional LAMPIRAN 5. Network Planning Metode Precast LAMPIRAN 6. Rencana Anggaran Biaya
LAMPIRAN 7. Gambar Pelaksanaan Proyek
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala berkat dan karunia-Nya sehingga Tugas Akhir ini dapat kami selesaikan dengan baik. Tugas Akhir ini, merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan Studi S1 pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik, Universitas Bosowa Makassar.
Dalam penyusunan Tugas Akhir ini, kami menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan didalamnya baik dari segi isi maupun tata bahasa yang digunakan. Hal ini, dikarenakan keterbatasan kemampuan dan pengetahuan yang kami miliki. Oleh karena itu, kami mengharapkan segala bentuk bantuan baik berupa saran maupun koreksi yang membangun untuk perbaikan Tugas Akhir ini.
Pada kesempatan ini, kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas segala bantuan dan bimbingan yang telah diberikan dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini kepada :
1. Kedua Orang Tua Tercinta.
2. Ibu. DR. Hamsina, ST, M.Si selaku Dekan Fakultas Teknik Universitas Bosowa Makassar.
3. Ibu. Savitri Prasandi Mulyani, ST, MT selaku ketua Jurusan Teknik Sipil Universitas Bosowa Makassar.
ii
4. Bpk. Ir. Burhanuddin Badrun, M.Sp selaku pembimbing pertama dan Ibu Savitri Prasandi Mulyani, ST, MT selaku pembimbing kedua yang senantiasa memberi bimbingan selama penulisan Tugas Akhir ini.
5. Segenap Dosen dan Staf Pegawai Jurusan Teknik Sipil Universitas Bosowa Makassar.
6. Saudara - saudara dan teman - teman kelas extensi Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Bosowa Makassar, yang senantiasa mendoakan serta memberikan bantuan dalam menyusun tugas akhir ini.
7. Kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan tugas akhir ini.
Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa senantiasa akan membalas semua kebaikan yang telah diberikan kepada kami.
Penyusun menyadari sepenuhnya bahwa Tugas Akhir ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, dengan kerendahan hati penyusun mengharapkan saran, kritik, dan perbaikan yang konstruktif dan membangun agar lebih sempurna. Akhirnya, penyusun mengharapkan semoga laporanTugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.
Amin.
Makassar, Januari 2018
Penulis
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Semakin berkembangnya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, semakin berkembang pula metode pelaksanaan proyek bangunan gedung. Maka perlu adanya suatu studi untuk memperdalam dan memahami metode tersebut.
Pada saat ini dikenal oleh masyarakat ada dua metode pelaksanaan beton yaitu, metode precast dan metode konvensional.
Kedua metode tersebut banyak dipakai pada pembangunan proyek proyek gedung di Indonesia. Metode precast adalah bagian -bagian beton bertulang atau tak bertulang yang dicetak dalam kedudukan lain dari kedudukan akhirnya di dalam konstruksi, sedangkan konvensional pembuatan struktur beton yang dicetak dalam kedudukan yang sama dengan akhir dari pelaksanaan konstruksi.
Dalam ilmu manajemen proyek metode tersebut merupakan salah satu dari beberapa sumber daya proyek yang ada. Sumber daya proyek dikelompokkan menjadi 6 kelompok yaitu :
1. Manusia (Man)
2. Bahan bangunan (Material) 3. Mesin/ peralatan (Manchine) 4. Metode/ cara kerja (Method) 5. Modal uang (Money)
6. Pasar (Market)
Sumber daya tersebut di atas tidak tersedia melimpah sehingga merupakan kendala bagi pencapaian tujuan proyek.
Dengan semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi,
BAB I - 1
kendala - kendala tersebut dapat diatasi sehingga tercapai tujuan yang diinginkan. Selain sumber daya yang merupakan kendala, terdapat pula kendala - kendala untuk mencapai tujuan seperti : waktu, kondisi alam, kondisi sosial, dan sebagainya.
Beton adalah material konstruksi yang banyak dipakai di Indonesia, jika dibandingkan dengan material lain seperti kayu dan baja. Hal ini bisa dimaklumi, karena bahan-bahan pembentukannya mudah didapat di Indonesia, cukup awet, mudah dibentuk dan harganya relatif terjangkau.
Ada beberapa aspek yang dapat menjadi perhatian dalan sistem beton konvensional, antara lain waktu pelaksanaan yang lama dan kurang bersih, kontrol kualitas yang sulit ditingkatkan serta bahan - bahan dasar cetakan dari kayu dan triplek yang semakin lama semakin mahal dan langka. Sehingga mulai tergeser dengan beton precast. Sistem beton pracetak adalah metode konstruksi yang mampu menjawab kebutuhan di era modern ini. Pada dasarnya sistem ini melakukan pengecoran komponen di tempat atau dilokasi itu sendiri diatas permukaan tanah (pabrikasi), lalu diangkut dari cetakan dan disusun menjadi suatu struktur yang utuh (ereksi).
Keunggulan sistem ini, antara lain mutu yang terjamin, produksi cepat dan masal, pembangunan yang cepat, ramah lingkungan dan rapi dengan kualitas produk yang baik. Sistem pracetak telah banyak diaplikasikan di Indonesia, baik yang system dikembangkan di dalam negeri maupun yang didatangkan dari luar negeri. Sistem pracetak yang berbentuk komponen, seperti tiang pancang, balok jembatan, kolom, plat lantai.
Permasalahan mendasar dalam perkembangan sistem pracetak di Indonesia saat ini adalah :
1. Sistem ini relatif baru
BAB I - 2
2. Kurang tersosialisasikan jenisnya, produk dan kemampuan sistem pracetak yang telah ada.
3. Serta keandalan sambungan antar komponen untuk sistem pracetak terhadap beban gempa yang selalu menjadi kenyataan.
4. Belum adanya pedoman resmi mengenai tata cara analisis, perencanaan serta tingkat keandalan khusus untuk sistem pracetak yang dapat dijadikan pedoman bagi pelaku konstruksi.
Dalam pembahasan ini sangat berkaitan dengan judul studi penilitian yang akan dibahas oleh penulis yaitu : “Tinjauan Perencanaan Biaya Dan Waktu Pelaksanaan Menggunakan Metode Precast Dan Metode Konvensional”. Studi Kasus : Pembangunan Gedung Rusunawa Universitas Hasanuddin gowa”. Sehingga akan diperoleh suatu perbandingan yang nyata dari kedua metode tersebut, yang dipengaruhi oleh sumber daya proyek yang ada.
Perbedaan yang mendasar antara kedua metode adalah cara pengerjaan dan pembuatan betonnya. Akan tetapi belum diketahui alasan mendasar dari kedua metode tersebut digunakan dalam pelaksanaan suatu pembangunan proyek gedung. Dari kedua metode tersebut jelas ada segi keuntungan dan kerugiannya tergantung dari sumber daya proyek yang tersedia di lapangan.
Dengan berbagai alasan tersebut maka penulis mencoba mengkaji metode pelaksanaan precast dan konvensional, yang akan dilihat dari segi waktu dan biaya pelaksanaannya. Yang diharapkan dapat memberi kontribusi pendidikan maupun pandangan - pandangan dalam ilmu metode pelaksanaan proyek sipil pada khususnya dan memberi suatu sosialisasi pada masyarakat dengan adanya metode pelaksanaan precast.
BAB I - 3
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah penulisan ini adalah untuk membandingkan biaya dan waktu pelaksanaan beton dengan menggunakan metode precast dan konvensional, antara lain yaitu:
1. Bagaimanakah perbandingan biaya yang dibutuhkan untuk pelaksanaan proyek dengan menggunakan metode precast dan konvensional pada struktur pembangunan gedung rusunawa Universitas Hasanuddin Gowa.
2. Bagaimanakah perbandingan waktu yang dibutuhkan untuk pelaksanaan proyek dengan menggunakan metode precast dan konvensional pada struktur pembangunan gedung rusunawa Universitas Hasanuddin Gowa.
3. Bagaimanakah perbandingan proses pelaksanaan pekerjaan dengan menggunakan metode precast dan konvensional pada pembangunan gedung rusunawa Universitas Hasanuddin Gowa.
1.2.1 Maksud Penulisan dan Tujuan 1.2.2 Maksud Penulisan
Maksud penulisan ini adalah memberikan gambaran tentang perbandingan pelaksanaan beton dengan menggunakan metode precast dan konvensional ditinjau dari segi biaya dan waktu.
1.2.3 Tujuan / Manfaat
Tujuan penulisan ini adalah untuk membandingkan biaya dan waktu pelaksanaan beton dengan menggunakan metode precast dan konvensional. Diharapkan penulisan ini dapat memberikan manfaat, antara lain yaitu:
1. Mengetahui perbandingan biaya yang dibutuhkan untuk pelaksanaan proyek dengan menggunakan metode precast dan
BAB I - 4
konvensional, pada struktur pembangunan gedung rusunawa Universitas Hasanuddin Gowa.
2. Mengetahui perbandingan waktu yang dibutuhkan untuk pelaksanaan proyek dengan menggunakan metode precast dan konvensional, pada struktur pembangunan gedung rusunawa Universitas Hasanuddin Gowa.
3. Mengetahui perbandingan kinerja dari proses pelaksanaan pekerjaan beton pada pembangunan gedung dengan menggunakan metode precast dan konvensional.
1.4 Batasan Masalah
Agar tidak terjadi perluasan dalam pembahasan maka diberikan batasan-batasan secara teknis sebagai berikut :
• Selain dari komponen biaya dan waktu pelaksanaan pekerjaan tersebut, yang ditinjau adalah item pekerjaan struktur yaitu beton kolom, balok dan pelat.
1.5 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan ini disusun dalam 5 (lima) bab dengan rincian sebagai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN
Menjelaskan hal-hal yang mencakup latar belakang masalah, maksud dan tujuan penulisan, batasan masalah, metode penulisan, serta sistematika penulisan.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Membahas tentang teori dasar informasi pustaka yang relefan dengan topik yang dibahas, serta yang berhubungan langsung dengan analisis dan pembahasan pada tugas akhir ini.
BAB I - 5
BAB III : METODE PENELITIAN
Menjelaskan mengenai cara-cara pengambilan data, gambaran proyek secara umum dan data-data yang digunakan dalam penulisan tugas akhir ini.
BAB IV : ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
Menganalisis data-data yang diperoleh dari proyek serta pembahasan dari hasil perhitungan.
BAB V : PENUTUP
Bab ini merupakan penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran-saran dari seluruh pembahasan.
BAB I - 6
BAB II - 1 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Beton
Beton adalah campuran antara semen, agregat halus, agregat kasar, dan air, dengan atau tanpa bahan campuran tambahan yang membentuk massa padat. Dalam pengertian umum beton berarti campuran bahan bangunan berupa pasir dan kerikil atau koral kemudian diikat semen bercampur air. Sifat beton berubah karena sifat semen, agregat dan air, maupun perbandingan pencampurannya. Untuk mendapatkan beton optimum pada penggunaan yang khas, perlu dipilih bahan yang sesuai dan dicampur secara tepat. (http://id.wikipedia.org ).
Nawy (1985:8), Sejarah perkembangan beton adalah material konstruksi yang banyak dipakai di Indonesia, jika dibandingkan dengan material lain seperti kayu dan baja. Hal ini bisa dimaklumi, karena bahan - bahan pembentukannya mudah terdapat di Indonesia, cukup awet, mudah dibentuk dan harganya relatif terjangkau. Ada beberapa aspek yang dapat menjadi perhatian dalam sistem beton konvensional, antara lain waktu pelaksanaan yang lama dan kurang bersih, kontrol kualitas yang sulit ditingkatkan serta bahan - bahan dasar cetakan dari kayu dan triplek yang semakin lama semakin mahal dan langkah. Sistem beton pracetak adalah metode konstruksi yang mampu menjawab kebutuhan di era
BAB II - 2 modern ini. Pada dasarnya, sistem ini melakukan pengecoran komponen di tempat khusus di permukaan tanah (fabrikasi), lalu dibawa ke lokasi (transportasi ) untuk disusun menjadi suatu struktur utuh (ereksi). Keunggulan sistem ini, antara lain mutu yang terjamin, produksi cepat dan massal, pembangunan yang cepat, ramah lingkungan dan rapi dengan kualitas produk yang baik.
2.1.1 Pembetonan
Menurut Ervianto (2006), sebelum dilakukan pekerjaan plat lantai dan balok terlebih dahulu dilakukan pekerjaan kolom. Pada dasarnya sistem struktur dibedakan menjadi tiga jenis yaitu:
1. Struktur rangka kolom menerus dengan sambungan kaku.
2. Struktur rangka kolom kaku dengan pin joint sebagai alat sambungan pada balok.
3. Struktur rangka dengan pin joint sebagai alat sambung kolom dan unit lantai.
Pekerjaan pengecoran beton memiliki sifat tidak dapat mentolerir kesalahan sedikitpun karena akan menjadikan keterlambatan waktu bagi pihak kontraktor, sehingga menambah biaya konstruksi. Pelaksanaan pekerjaan beton di lapangan mengacu pada beberapa peraturan untuk menjamin kualitas beton dari hasil pengecoran, sebagai yang tercantum dalam dokumen kontrak. Peraturan-peraturan tersebut adalah :
BAB II - 3 1. Standar Indonesia
a) Peraturan Umum Bahan Bangunan Indonesia (PUBI) - 1982, NI-3.
b) Peraturan Standar Beton 1991 (SK.SNI T-15-1991-03).
c) Peraturan Pembebanan Indonesia untuk Gedung Tahun 1983.
d) Standar beton prategang /pracetak Indonesia.
2. ACI: American Concrete Institute, USA
a) SP4, Special publication 34-fromwork for concrete.
b) 347-recommendede practice for concrete formwork.
c) 318-building code requirements for reinforced concrete.
d) American society of testing material (ASTM).
2.1.2 Pemeliharan Beton
Material beton umumnya memiliki nilai yang cukup mahal baik biaya penulangan, pembetonan, pembekestingan, operasional atau upah tenaga kerja dan pemeliharaan beton yang telah jadi.
Semua ini haruslah ditangani, dirawat dan dipelihara dengan baik.
Dengan tahap-tahap pemeliharaan menurut SNI 2002 sebagai berikut ini :
1. Beton (selain beton kuat awal tinggi) harus dirawat pada suhu di atas 10oC dan dalam kondisi lembab untuk sekurang- kurangnya selama 7 hari setelah pengecoran.
BAB II - 4 2. Beton kuat awal tinggi harus dirawat pada suhu di atas 10o C dan dalam kondisi lembab untuk sekurang-kurangnya selama 3 hari pertama.
3. Perawatan dipercepat
a) Perawatan dengan uap bertekanan tinggi, penguapan pada tekanan atmosfer, panas lembab, atau proses lainya yang dapat diterima, dapat dilakukan untuk mempercepat peningkatan kekuatan dan mengurangi waktu perawatan.
b) Percepat waktu perawatan harus memberikan kuat tekan beton pada tahap pembebanan yang ditinjau sekurang- kurangnya sama dengan kuat rencana perlu pada tahap pembebanan tersebut.
c) Proses perawatan harus sedemikian hingga beton yang dihasilkan mempunyai tingkat keawetan paling tidak sama dengan yang dihasilkan oleh metode perawatan.
d) Bila diperlukan oleh pengawas lapangan, maka dapat dilakukan penambahan uji kuat tekan beton untuk menjamin bahwa proses perawatan yang dilakukan telah memenuhi persyaratan.
2.2 Beton konvensional
Beton konvensional menurut Ervianto (2006), beton konvensional adalah suatu komponen struktur yang paling utama
BAB II - 5 dalam sebuah bangunan. Suatu struktur kolom dirancang untuk bisa menahan beban aksial tekan. Beton konvensional dalam pembuatannya direncanakan terlebih dahulu, semua pekerjaan pembetonan dilakukan secara manual dengan merangkai tulangan pada bangunan yang dibuat. Pembetonan konvensional memerlukan biaya bekisting, biaya upah pekerja yang cukup banyak. Adapun keunggulan dari beton konvensional, yaitu :
1. Mudah dan umum dalam pengerjaan di lapangan 2. Mudah dibentuk dalam berbagai penampang 3. Perhitungan relatif mudah dan umum
4. Sambungan balok, kolom dan plat lantai bersifat monolit (terikat penuh).
Beton konvensional mempunyai kelemahan-kelemahan sebagai berikut:
1. Diperlukan tenaga buruh lebih banyak, relatif lebih mahal.
2. Pemakaian bekisting relatif lebih banyak
3. Pekerjaan dalam pembangunan agak lama karena pengerjaannya berurutan saling tergantung dengan pekerjaan lainnya.
4. Terpengaruh oleh cuaca, apa bila hujan pengerjaan pengecoran tidak dapat dilakukan.
BAB II - 6 2.2.1 Kolom
Kolom adalah batang tekan vertikal dari rangka struktur yang memikul beban dari balok. Kolom merupakan suatu elemen struktur tekan yang memegang peranan penting dari suatu bangunan, sehingga keruntuhan pada suatu kolom merupakan lokasi kritis yang dapat menyebabkan runtuhnya (collapse) lantai yang bersangkutan dan juga runtuh total (total collapse) seluruh struktur (Sudarmoko, 1996).
SK SNI T-15-1991-03 mendefinisikan kolom adalah komponen struktur bangunan yang tugas utamanya menyangga beban aksial tekan vertikal dengan bagian tinggi yang tidak di topang paling tidak tiga kali dimensi lateral terkecil.
Fungsi kolom adalah sebagai penerus beban seluruh bangunan ke pondasi. Bila diumpamakan, kolom itu seperti rangka tubuh manusia yang memastikan sebuah bangunan berdiri. Kolom termasuk struktur utama untuk meneruskan berat bangunan dan beban lain seperti beban hidup (manusia dan barang-barang), serta beban hembusan angin.
Kolom berfungsi sangat penting, agar bangunan tidak mudah roboh. Beban sebuah bangunan dimulai dari atap. Beban atap akan meneruskan beban yang diterimanya ke kolom. Seluruh beban yang diterima kolom didistribusikan ke permukaan tanah di bawahnya. Kesimpulannya, sebuah bangunan akan aman dari
BAB II - 7 kerusakan bila besar dan jenis pondasinya sesuai dengan perhitungan. Namun, kondisi tanah pun harus benar-benar sudah mampu menerima beban dari pondasi. Kolom menerima beban dan meneruskannya ke pondasi, karena itu pondasinya juga harus kuat, terutama untuk konstruksi rumah bertingkat, harus diperiksa kedalaman tanah kerasnya agar bila tanah ambles atau terjadi gempa tidak mudah roboh.
Struktur dalam kolom dibuat dari besi dan beton. Keduanya merupakan gabungan antara material yang tahan tarikan dan tekanan. Besi adalah material yang tahan tarikan, sedangkan beton adalah material yang tahan tekanan. Gabungan kedua material ini dalam struktur beton memungkinkan kolom atau bagian struktural lain seperti sloof dan balok bisa menahan gaya tekan dan gaya tarik pada bangunan.
Jenis-Jenis kolom Menurut Wang (1986) dan Ferguson (1986) jenis-jenis kolom ada tiga:
1. Kolom ikat (tie column) 2. Kolom spiral (spiral column)
3. Kolom komposit (composite column)
Dalam buku struktur beton bertulang (Istimawan dipohusodo, 1994) ada tiga jenis kolom beton bertulang yaitu :
1. Kolom menggunakan pengikat sengkang lateral. Kolom ini merupakan kolom beton yang ditulangi dengan batang tulangan
BAB II - 8 pokok memanjang, yang pada jarak spasi tertentu diikat dengan pengikat sengkang ke arah lateral. Tulangan ini berfungsi untuk memegang tulangan pokok memanjang agar tetap kokoh pada tempatnya.
2. Kolom menggunakan pengikat spiral. Bentuknya sama dengan yang pertama hanya saja sebagai pengikat tulangan pokok memanjang adalah tulangan spiral yang dililitkan keliling membentuk heliks menerus di sepanjang kolom. Fungsi dari tulangan spiral adalah memberi kemampuan kolom untuk menyerap deformasi cukup besar sebelum runtuh, sehingga mampu mencegah terjadinya kehancuran seluruh struktur sebelum proses redistribusi momen dan tegangan terwujud.
3. Struktur kolom komposit, merupakan komponen struktur tekan yang diperkuat pada arah memanjang dengan gelagar baja profil atau pipa, dengan atau tanpa diberi batang tulangan pokok memanjang.
Kolom Utama adalah kolom yang fungsi utamanya menyanggah beban utama yang berada diatasnya. Untuk rumah tinggal disarankan jarak kolom utama adalah 3.5 m, agar dimensi balok untuk menompang lantai tidak tidak begitu besar, dan apabila jarak antara kolom dibuat lebih dari 3.5 meter, maka struktur bangunan harus dihitung. Sedangkan dimensi kolom utama untuk bangunan rumah tinggal lantai 2 biasanya dipakai ukuran 20/20,
BAB II - 9 dengan tulangan pokok 8 d 12 mm, dan begel d 8-10 cm ( 8 d 12 maksudnya jumlah besi beton diameter 12mm 8 buah, 8 – 10 cm maksudnya begel diameter 8 dengan jarak 10 cm).
Kolom praktis adalah kolom yang berfungsi membantu kolom utama dan juga sebagai pengikat dinding agar dinding stabil, jarak kolom maksimum 3,5 meter, atau pada pertemuan pasangan bata, (sudut-sudut). Dimensi kolom praktis 15/15 dengan tulangan beton 4 d 10 begel d 8-20.
Kolom portal harus dibuat terus menerus dari lantai bawah sampai lantai atas, artinya letak kolom-kolom portal tidak boleh digeser pada tiap lantai, karena hal ini akan menghilangkan sifat kekakuan dari struktur rangka portalnya. Jadi harus dihindarkan denah kolom portal yang tidak sama untuk tiap-tiap lapis lantai.
Ukuran kolom makin ke atas boleh makin kecil, sesuai dengan beban bangunan yang didukungnya makin ke atas juga makin kecil.
Perubahan dimensi kolom harus dilakukan pada lapis lantai, agar pada suatu lajur kolom mempunyai kekakuan yang sama.
Prinsip penerusan gaya pada kolom pondasi adalah balok portal merangkai kolom-kolom menjadi satu kesatuan. Balok menerima seluruh beban dari plat lantai dan meneruskan ke kolom- kolom pendukung. Hubungan balok dan kolom adalah jepit-jepit, yaitu suatu sistem dukungan yang dapat menahan momen, gaya vertikal dan gaya horisontal. Untuk menambah kekakuan balok, di
BAB II - 10 bagian pangkal pada pertemuan dengan kolom, boleh ditambah tebalnya.
2.2.2 Balok
Secara sederhana, balok sebagai elemen lentur digunakan sebagai elemen penting dalam kosntruksi. (Sudarmoko, 1996), Balok mempunyai karakteristik internal yang lebih rumit dalam memikul beban dibandingkan dengan jenis elemen struktur lainnya.
Balok menerus dengan lebih dari dua titik tumpuan dan lebih dari satu tumpuan jepit merupakan struktur statis tak tentu. Struktur statis tak tentu adalah struktur yang reaksi, gaya geser, dan momen lenturnya tidak dapat ditentukan secara langsung dengan menggunakan persamaan keseimbangan dasar Fx= 0, Fy= 0, dan Fz= 0. Balok statis tak tentu sering juga digunakan dalam praktek, karena struktur ini lebih kaku untuk suatu kondisi bentang dan beban dari pada struktur statis tertentu, jadi ukurannya bisa lebih kecil. Kerugian struktur statis tak tentu adalah pada kepekaannya terhadap penurunan (settlement) tumpuan dan efek termal.
2.2.3 Plat Beton
Plat lantai beton bertulang umumnya dicor ditempat, bersama-sama balok penumpu dan kolom pendukungnya. Dengan demikian akan diperoleh hubungan yang kuat yang menjadi satu
BAB II - 11 kesatuan, hubungan ini disebut jepit - jepit. Pada plat lantai beton dipasang tulangan baja pada kedua arah, tulangan silang, untuk menahan momen tarik dan lenturan. Untuk mendapatkan hubungan jepit - jepit, tulangan plat lantai harus dikaitkan kuat pada tulangan balok penumpu.
Persyaratan pelat lantai yang dibuat dengan beton bertulang tercantum dalam buku SNI I beton 1991 yang meliputi ukuran ketebalan minimal pelat untuk lantai adalah 12 cm dan pelat untuk atap yaitu 7 cm. Pelat beton harus diisi tulangan baja lunak atau baja sedang yang ditumpuk silang dengan diameter minimum 8 mm. Pelat lantai yang mempunyai ketebalan lebih dari 25 cm wajib disokong tulangan baja rangkap di atas dan bawah.
Perhatikan jarak ideal tulangan pokok berkisar antara 2,5-20 cm atau 2 kali tebal pelat. Untuk melindunginya dari korosi, tulangan- tulangan baja tersebut juga harus terbungkus beton dengan ketebalan minimal 1 cm. Beton terbuat dari campuran semen, pasir, kerikil, air, dan admixture dengan perbandingan tertentu.
Fungsi plat lantai adalah :
1. Memisahkan ruang bawah dan ruang atas.
2. Sebagai tempat berpijak penghuni di lantai atas.
3. Untuk menempatkan kabel listrik dan lampu pada ruang bawah.
4. Meredam suara dari ruang atas maupun dari ruang bawah.
5. Menambah kekakuan bangunan pada arah horizontal.
BAB II - 12 Plat lantai harus direncanakan kaku, rata, lurus dan waterpas (mempunyai ketinggian yang sama dan tidak miring), agar terasa mantap dan enak untuk berpijak kaki. Ketebalan plat lantai ditentukan oleh beban yang harus didukung, besar lendutan yang diijinkan, lebar bentangan atau jarak antara balok-balok pendukung, bahan konstruksi dari plat lantai.
Pada plat lantai hanya diperhitungkan adanya beban tetap saja (penghuni, perabotan, berat lapis tegel, berat sendiri plat) yang bekerja secara tetap dalam waktu lama. Sedang beban tak terduga seperti gempa, angin, getaran, tidak diperhitungkan.
Bahan untuk plat lantai dapat dibuat dari : 1. Kayu
2. Beton dan 3. Baja.
2.3 Beton precast
Dalam SNI : 03-2487-2002 beton precast didefinisikan sebagai elemen atau komponen beton tanpa atau dengan tulangan yang dicetak terlebih dahulu sebelum dirakit menjadi bangunan. Masalah utama menggunakan komponen precast pada struktur gedung terletak pada pemilihan konektor yang tepat, yang mampu menyatukan seluruh komponen precast menjadi satu bangunan yang bersifat monoltik, sehingga mampu berprilaku seperti struktur beton
BAB II - 13 cast in situ, yaitu yang memenuhi criteria kuat, murah, mudah dipasang, waktu pelaksanaan kontruksi pendek, biaya ekonomis dan aman.
Beton pabrikasi tidak berbeda dengan beton biasa. Beton pabrikasi dapat diartikan sebagai suatu proses produksi elemen struktur bangunan pada suatu tempat atau lokasi yang berbeda dengan lokasi dimana elemen struktur tersebut akan digunakan.
Teknologi pracetak ini dapat diterapkan pada berbagai jenis material, yang salah satunya adalah material beton.
Pada elemen balok dapat diproduksi dengan berbagai bentang dan macam bentuk penampangnya. Penentuan bentuk penampang dari sebuah balok dipengaruhi oleh sistem yang akan digunakan, misalnya sistem sambungan antar balok dan plat lantai, sistem sambungan antar balok dengan kolom.
Elemen plat lantai merupakan elemen struktur yang langsung mendukung beban pengguni sebuah bangunan gedung, plat lantai harus sesuai dengan ketentuan dan peraturan yang berlaku.
Eksistensi plat lantai dalam bangunaan tinggi membutuhkan material hingga 50% dari kebutuhan total material elemen struktur. Oleh karena itu plat lantai merupakan elemen yang penting untuk dikaji guna mendapat metode pengadaan yang efisien.
Beton pabrikasi dihasilkan dari proses produksi dimana lokasi pembuatannya berbeda dengan lokasi dimana elemen struktur yang
BAB II - 14 akan digunakan, (Ervianto, 2006). Adapun keunggulan dari beton pabrikasi:
1. Kecepatan dalam pelaksanaan pembangunannya.
2. Dicapainya tingkatan fleksibelitas dalam proses perancangannya.
3. Pekerjaan di lokasi proyek menjadi lebih sederhana.
4. Mampu mereduksi biaya konstruksi.
Teknologi beton pracetak mempunyai kelemahan kelemahan sebagai berikut:
1. Kerusakan yang mungkin timbul selama proses transportasi
2. Dibutuhkan peralatan lapangan dengan kapasitas angkat yang cukup untuk mengangkat komponen konstruksi dan menempatkannya pada posisi tertetu.
3. Munculnya permasalaan teknis dan biaya yang dibutuhkan untuk menyatukan komponen-komponen beton pabrikasi.
4. Diperlukan gudang yang luas dan fasilitas curing.
5. Diperlukan perencanaan yang detail pada bagian sambungan.
6. Diperlukan lapangan yang luas untuk produksi dalam jumlah yang besar.
Oleh karena itu, pada kondisi tersebut tidak mudah untuk menentukan mana yang lebih ekonomis, menggunakan proses beton konvensional atau menggunakan beton pabrikasi. Berdasarkan alokasi biaya dapat ditunjukkan bahwa distribusi pemakaian biaya yang terbesar adalah anggaran untuk konstruksi bangunan. Oleh
BAB II - 15 sebab itu apabila ingin mereduksi biaya proyek maka harus dilakukan evaluasi pada bagian konstruksi. Salah satu metode yang mampu mereduksi pemakaian biaya konstruksi adalah dengan mengaplikasikan teknologi beton pabrikasi.
Menurut (Elly dan Supartono, 2000), struktur elemen pracetak memiliki beberapa keuntungan dibandingkan dengan struktur konvensional, antara lain :
1. Waktu pelaksanaan struktur merupakan pertimbangan utama dalam pembangunan suatu proyek karena sangat erat kaitannya dengan biaya proyek. Struktur elemen pracetak dapat dilaksanakan di pabrik bersamaan dengan pelaksanaan pondasi di lapangan.
2. Pengunaan material yang optimum serta mutu bahan yang baik merupakan salah satu alasan mengapa struktur elemen pracetak sangat ekonomis dibandingkan dengan struktur yang dilaksanakan ditempat (cast-in-situ) adalah penggunaan cetakan beton yang tidak banyak variasi dan biasa digunakan berulang- ulang, mutu material yang dihasilkan pada umumnya sangat baik karena dilaksanakan dengan standar-standar yang baku, pengawasan dengan sistem komputer yang teliti dan ketat.
3. Variasi untuk permukaan finishing pada struktur elemen pracetak dapat dengan mudah dilaksanakan bersamaan dengan
BAB II - 16 pembuatan elemen tersebut dipabrik, seperti warna dan model permukaan yang dapat dibentuk sesuai dengan rancangan.
4. Dengan sistem elemen pracetak, selain cepat dalam segi pelaksanaan, juga tidak membutuhkan lahan proyek yang terlalu luas serta lahan proyek lebih bersih karena pelaksanaan elemen pracetaknya dapat dilakukan dipabrik.
Menurut (Elly dan Supartono, 2000), struktur elemen pracetak memiliki beberapa kerugian dengan struktur konvensional, antara lain:
1. Tidak ekonomis bagi produksi tipe elemen yang jumlahnya sedikit.
2. Perlu ketelitian yang tinggi agar tidak terjadi deviasi yang besar antara elemen yang satu dengan elemen yang lain, sehingga tidak menyulitkan dalam pemasangan di lapangan.
3. Panjang dan bentuk elemen pracetak yang terbatas, sesuai dengan kapasitas alat angkat dan alat angkut.
4. Jarak maksimum transportasi yang ekonomis dengan menggunakan truk adalah antara 150 sampai 350 km, tetapi ini juga tergantung dari tipe produknya. Sedangkan untuk angkutan laut, jarak maksimum transportasi dapat sampai di atas 1000 km.
5. Hanya dapat dilaksanakan didaerah yang sudah tersedia peralatan untuk handling dan erection.
6. Di Indonesia yang kondisi alamnya sering timbul gempa dengan kekuatan besar, konstruksi beton pracetak cukup berbahaya
BAB II - 17 terutama pada daerah sambungannya, sehingga masalah sambungan merupakan persoalan yang utamayang dihadapi pada perencanaan beton pracetak.
7. Diperlukan ruang yang cukup untuk pekerja dalam mengerjakan sambungan pada beton pracetak.
8. Memerlukan lahan yang besar untuk pabrikasi dan penimbunan (stock yard).
Secara umum sistem struktur komponen beton pracetak dapat digolongkan sebagai berikut (Nurjaman, 2000) :
1. Sistem struktur komponen pracetak sebagian, dimana kekakuan system tidak terlalu dipengaruhi oleh pemutusan komponenisasi, misalnya pracetak pelat, dinding dimana pemutusan dilakukan tidak pada balok dan kolom/bukan pada titik kumpul.
2. Sistem pracetak penuh, dalam sistem ini kolom dan balok serta pelat dipracetak dan disambung, sehingga membentuk suatu bangunan yang monolit. Pada dasarnya penerapan sistem pracetak penuh akan lebih mengoptimalkan manfaat dari aspek fabrikasi pracetak dengan catatan bahwa segala aspek kekuatan (strength), kekakuan, kelayanan (serviceability) dan ekonomi dimasukkan dalam proses perencanaan.
a. Macam-macam struktur beton precast
Produk beton precast dapat dikategorikan menjadi lima kelompok (Wulfram I.Ervianto,2006), yaitu :
BAB II - 18 1) Komponen-komponen untuk kepentingan arsitektur yang
bersifat ornament.
2) Komponen beton untuk lalu-lintas.
3) Komponen-komponen struktur yang mendukung beban seperti tiang, balok, kolom, bantalan rel, pipa, plat lantai.
4) Komponen penutup atap yang harus kedap air dan tahan terhadap cuaca.
b. Prinsip precast half slab
Precast half slab memiliki prinsip sebagai berikut :
1) Memiliki kualitas terhadap mutu beton yang sama dengan metode pelat konvensional.
2) Precast half slab ini dapat dimanfaatkan sebagai working plat form untuk pelaksanaan pengecoran slab.
3) Sistem precast ini cocok untuk bangunan yang mengggunakan komponen yang sejenis atau yang berulang.
2.3.1 Kolom beton precast
1. Sistem prismatic colomns
Kolom ini biasanya hanya digunakan pada bangunan satu tingkat dimana balok di letakkan diatas kolom.
2. Bearing colomns
Kolom ini memiliki penompang untuk meletakkan balok.
BAB II - 19 3. T colomns
Biasanya digunakan untuk menyokong langsung lantai double T tanpa balok perantara.
2.3.2. Balok beton precast
Beton pracetak (Precast Concrete) adalah suatu metode percetakan komponen secara mekanisasi dalam pabrik atau workshop dengan memberi waktu pengerasan dan mendapatkan kekuatan sebelum dipasang.
Precast concrete atau beton pracetak menunjukkan bahwa komponen struktur beton tidak dicetak atau dicor ditempat komponen tersebut akan dipasang. Biasanya ditempat lain, dimana proses pengecoran dan curing-nya dapat dilakukan dengan baik dan mudah. Jadi komponen beton pracetak dipasang sebagai komponen jadi, tinggal disambung dengan bagian struktur lainnya menjadi struktur utuh yang terintegrasi. Karena proses pengecorannya di tempat khusus (bengkel frabrikasi), maka mutunya dapat terjaga dengan baik. Tetapi agar dapat menghasilkan keuntungan, maka beton pracetak hanya akan diproduksi jika jumlah bentuk typicalnya mencapai angka minimum tertentu, sehingga tercapai break event pointnya. Bentuk typical yang dimaksud adalah bentuk-bentuk yang repetitif, dalam jumlah besar, (Sudarmoko, 1996).
BAB II - 20 Bentuk balok tergantung pada sifat pembalokan, seperti :
1. Segi empat (Rectangular beam)
Bentuk ini digunakan apabila elemen lantai didukung diatas balok.
2. Ledger beams dan L beams
Bentuk ini merupakan penyempurnaan dari bentuk segi empat agar tingginya dapat dikurangi dan diberikan penopang pelat.
2.3.3. Plat lantai precast
Struktur beton plat lantai precast adalah system pembuatan pelat dengan metode seratus persen pracetak, beton dicetak terlebih dahulu kemudian dipasang di lokasi proyek. Proses produksi beton pracetak bisa dilakukan di area proyek atau pada lokasi terpisah dengan mempertimbangkan segi pengirimannya.
Ini bisa menjadi salah satu cara mempercepat waktu pelaksanaan prmbangunan.
2.4. Metode pelaksanaan beton konvensional dan beton precast 2.4.1 Metode pelaksanaan beton konvensional
Tahapan pelaksanaan Beton konvensional yaitu:
1. Penulangan pada beton konvensional, tulangan harus dirakit secara manual, tahapan dari penulangan itu sendiri adalah melaluidpemotongan/cutting,kpembengkokan/bending,perakitan
BAB II - 21 /assembling. Tulangan pada dunia sipil ada 2 macam yaitu tulangan polos dan tulangan ulir. Tulangan polos biasanya dipakai untuk sengkang sedangkan ulir dipakai sebagai tulangan utama. Tahapan penulangan ini banyak membutuhkan tenaga dan waktu yang banyak.
2. Bekisting digunakan sebagai cetakan untuk membuat elemen struktur pada bangunan, dalam pembuatan bekisting harus dibuat sebaik mungkin agar tidak terjadi keruntuhan, cetakan tidak lurus, dan sebagainya. Bahan yang digunakan biasanya dari papan kayu, polywood, chipboard, dan hardboard.
Polywood yang biasa digunakan adalah ¼, 3/8, ½, 5/8 dan ¾ inch yang tersedia dalam bentuk lembaran dengan lebar 4 ft dan panjang 8,10,12 ft. bahan-bahan lain yang biasa digunakan untuk membuat bekisting adalah aluminium, plastik, serat sintetis, polystyrene, batako, dan beton (Richardson,1986).
3. Pengecoran adalah tahap dimana membuat beton, pada tahap ini perlu diperhatikan untuk mendapatkan hasil beton dengan mutu baik, sesuai dengan yang direncanakan.
4. Bongkar Bekisting Pada tahap ini bekisting dibongkar setelah 28 hari, ini dilakukan untuk menjaga mutu beton agar tercapai.
BAB II - 22 2.4.2 Metode pelaksanaan beton precast
Tahapan-tahapan pelaksanaan konstruksi beton pracetak melalui beberapa tahap, yaitu:
1. Pembuatan beton pracetak
a. Pembuatan beton pracetak di pabrik Pembuatan beton pracetak dilakukan di luar dari lokasi proyek, sehingga tahapan ini tidak mempengaruhi waktu dari proyek, karena beton pracetak dibuat sebelum permintaan dari proyek.
b. Pembuatan beton pracetak di lokasi proyek Pembuatan beton pracetak berada di wilayah lokasi proyek tetapi di luar lokasi gedung yang akan di didirikan. Pembuatannya dapat dilakukan bersaman dengan pekerjaan persiapan dan pekerjaan pondasi.
2. Tranportasi komponen Pada tahapan ini yang perlu diperhatikan adalah jauh dekatnya jarak antar pabrik pembuat beton pracetak dengan lokasi proyek, sehingga dapat tiba di lokasi proyek tepat pada waktunya. Cara pengangkutan juga mempengaruhi kekuatan dari struktur pracetak.
3. Erection tepat tidaknya penggunaan beton pracetak juga ditentukan dari tersedianya alat pengangkat dan feasibilitynya (Libby, 1990). Ini akan mempengaruhi biaya dari proyek tersebut.
Pemilihan alat pengangkat dipengaruhi dari berbagai faktor, antara lain berat dari pracetak, tinggi bangunan, dan kondisi
BAB II - 23 lapangan (Singsomboon, 1997). Alat berat yang dapat dipakai untuk mengangkat elemen pracetak adalah mobile crane, derrick crane, tower crane, dan hydraulic crane. Sistem pengangkatan mempengaruhi keutuhan dari struktur pracetak.
4. Pemasangan pada tahapan ini yang perlu diperhatikan adalah ketepatan dalam pemasangan elemen pracetak dan pemilihan sambungan antar elemen pracetak.
2.4.3 Penilaian dalam Memilih Beton Konvensional dan Pabrikasi Dalam pemilihan beton konvensional dan pabrikasi kita perlu mempunyai suatu penilaian. Ada 4 (empat) landasan dasar penilaian yang menyebabkan sistem pracetak secara teknis lebih efisien dari pada sistem konvensional :
1. Efisiensi sistem struktur 2. Efisiensi bekisting
3. Efisiensi dari kontrol kualitas 4. Efisiensi dari jadwal pelaksanaan
(PCI Design Handbook – Precast and Prestressed Concrete, 4th edition)
Kecenderungan biaya konstruksi akhir - akhir ini menunjukkan adanya peningkatan yang cukup berarti. Bila dibandingkan dengan industri manufaktur, biaya konstruksi melesat jauh ke depan, yang antara lain disebabkan oleh tingginya upah
BAB II - 24 tenaga kerja lapangan dan proses konstruksi yang masih dilakukan secara tradisionil (Winter, 1979).
Aplikasi teknologi prafabrikasi (pracetak) dengan sendirinya akan mengurangi pemakaian jumlah tenaga kerja di lokasi proyek (Olegsby, Parker & Howell, 1989 dan Warszawski, 1990), yang tentunya akan berpengaruh pada pengurangan biaya produksi.
Selain penghematan biaya produksi, hal lain yang menonjol dari penggunaan beton pracetak adalah mutu pekerjaan dalam jumlah yang banyak menjadi lebih baik dan seragam.
Struktur beton pracetak dapat digunakan pada segala jenis tipe struktur bangunan. Setiap bangunan memiliki system struktur yang berbeda sesuai dengan fungsi dan kegunaan dari bangunan tersebut, misalnya sebagai penahan beban gravitasi, penahan panas (api), penahan suara, dan sebagainya untuk itu diberikan klasifikasi dari beberapa jenis bangunan sebagai berikut :
1. Perumahan.
2. Bangunan parker 3. Bangunan apartemen.
4. Jembatan
5. Bangunan perkantoran.
6. Bangunan industri.
(Elly dan Supartono, 2000)
BAB II - 25 2.4.4 Perbandingan Penggunaan Beton Konvensional dan Precast
1. Aspek biaya produksi
Aspek biaya produksi, biaya merupakan suatu komponen penting dalam suatu proyek konstruksi, karena berpengaruh pada cashflow proyek dan keuntungan proyek.
Hal yang penting dalam faktor produksi adalah penentuan prioritas, komponen yang akan terlebih dahulu dipabrikasi tentu harus disesuaikan dengan rencana kerja dan metode kerja yang direncanakan. Untuk mencapaikan kesesuaian pemilihan komponen yang harus diproduksi lebih dahulu maka dibutuhkan koordinasi antara pabrikator dengan instalator. Area produksi harus tertata dengan baik, mulai dari tempat penumpukan material dasar, proses pengecoran, proses perawatan beton serta penyimpanan komponen beton pracetak. Konsekuensi dari metode ini adalah harus menyediakan lahan kerja yang cukup luas karena lahan penumpukan bahan dan komponen beton pracetak yang diproduksi memiliki ukuran dan kuantitas yang besar.
2. Aspek biaya erection
Aspek biaya erection, proses penyatuan komponen bangunan yang berupa beton pabrikasi yang telah diproduksi dan layak (cukup umur) untuk disatukan menjadi bagian dari bangunan disebut dengan erection. Kegiatan ini adalah salah
BAB II - 26 satu faktor kunci keberhasilan dalam pembuatan sebuah bangunan beton pracetak.
3. Aspek biaya koneksi
Aspek biaya koneksi, proses penyatuan komponen komponen struktur beton pracetak menjadi sebuah struktur bangunan yang monolit merupakan hal yang amat penting dalam pengaplikasian teknologi beton pracetak. Cara penyatuan pracetak beton dibedakan menjadi dua. Pertama cara menyatukan beton dan yang kedua adalah cara penyatuan meterial baja tulangan. Proses penyatuan material beton dengan sambungan basah (in-situ concrete joint), sambungan kering (las, baut, pin, prestress), yang umum digunakan sambungan basah (in-situ concret joint) dan sambungan kering (las).
4. Aspek biaya pekerja
Aspek biaya pekerjaan biaya merupakan suatu komponen penting dalam suatu proyek konstruksi, karena berpengaruh pada cashflow proyek dan keuntungan proyek.
Salah satu elemenya adalah biaya beton yang cukup berpengaruh signifikan dikarenakan volume pekerjaan beton yang sangat besar terutama untuk proyek gedung bertingkat.
Biaya pekerjaan beton dapat dibedakan menjadi dua yaitu biaya material beton itu sendiri dan biaya operasional di
BAB II - 27 lapangan dimana semua komponen pembiayaan mulai dari material yang digunakan hingga upah tenaga kerja akan dibahas disini.
5. Aspek biaya operasional lapangan
Secara teori tujuan utama dari penggunaan beton precast adalah untuk mempercepat proses pelaksanaan di lapangan sehingga mampu menghemat pengeluaran operasional pekerjaan beton. Tetapi dalam pelaksanaan di lapangan penghematan biaya operasional tersebut belum dapat dicapai dengan maksimal, sebaliknya terjadi pembengkakan biaya operasional. Biaya operasional pekerjaan beton di lapangan terdiri dari beberapa komponen, antara lain :
a. Biaya peralatan, karena komponen beton plat lantai yang cukup jauh berbeda, tetapi pekerjaan beton pada kedua metode tersebut menggunakan alat bantu yang tidak jauh berbeda.
b. Biaya upah tenaga kerja / tukang perhitungan besarnya upah tenaga kerja untuk kedua metode tersebut sama, karena besaran upah tersebut sudah terdapat harga satuan untuk setiap m3 pekerjaan beton. Tenaga kerja yang meliputi pekerjaan, tukang, kepala tukang dan mandor.
BAB II - 28 2.5. Analisa Biaya dan Waktu
a. Pengendalian Waktu Proyek.
Lamanya waktu penyelesaian proyek berpengaruh besar dengan pertambahan biaya proyek secara keseluruhan. Maka dari itu dibutuhkan laporan progress harian/ mingguan/ bulanan untuk melaporkan hasil pekerjaan dan waktu penyelesaian untuk setiap item pekerjaan proyek. Kemudian, dibandingkan dengan waktu penyelesaian rencana agar waktu penyelesaian dapat terkontrol setiap periodenya.
b. Pengendalian Biaya Proyek.
Biaya-biaya konstruksi proyek perlu dikelompokkan agar dalam analisa perhitungan earned value. Menurut Asiyanto (2005), Biaya konstruksi memiliki unsur utama dan faktor yang perlu dipertimbangkan dalam kegiatan pengendalian. Unsur utama dari biaya konstruksi adalah biaya material, biaya upah dan biaya alat.
5. Hubungan Biaya Terhadap Waktu Pelaksanaan Proyek.
Biaya langsung akan meningkat bila waktu pelaksanaan proyek dipercepat, namun biaya langsung ini akan meningkat juga bila waktu pelaksanaan proyek diperlambat. Biaya tidak langsung tidak tergantung pada kuantitas pekerjaan, melainkan tergantung pada jangka waktu pelaksanaan proyek. Bila biaya
BAB II - 29 tidak langsung ini dianggap tetap selama umur proyek maka biaya kumulatifnya akan naik secara linier menurut umur proyek.
2.5.1. Rencana anggaran biaya
Bachtiar Ibrahim, Rencana anggaran biaya (RAB) adalah perhitungan besarnya biaya yang diperlukan untuk bahan dan upah serta biaya-biaya lain yang berhubungan dengan pelaksanaan bangunan atau proyek tersebut.
Pada dasarnya, menurut Mukomoko, J. A., (2007) terdapat 5 fungsi utama dari rencana anggaran biaya untuk mendirikan bangunan, antara lain :
1. Rencana anggaran biaya (RAB) sebagai penetapan jumlah biaya masing-masing bidang pekerjaan pada proses pendirian suatu bangunan. Rencana anggaran biaya memuat biaya-biaya secara terperinci yang meliputi pengadaan bahan bangunan, upah pekerja, serta biaya lain-lain seperti biaya perijinan dan biaya sarana prasarana.
2. Rencana anggaran biaya sebagai penentu total kebutuhan material bahan bangunan yang diperlukan. Penghitungan kebutuhan material ini didasarkan pada pengukuran volume pembuatan struktur bangunan.
3. Rencana anggaran biaya sebagai dasar pemilihan tenaga kerja yang digunakan. Rencana anggaran biaya menggambarkan
BAB II - 30 pekerjaan-pekerjaan konstruksi yang akan dilakukan dan tenaga kerja yang dibutuhkan untuk melakukan pekerjaan tersebut.
4. Rencana anggaran biaya sebagai penentu peralatan yang dipakai untuk mendukung kelancaran pembangunan konstruksi.
Rencana anggaran biaya juga memutuskan apakah peralatan tersebut perlu dibeli atau cukup disewa.
5. Rencana anggaran biaya sebagai pemantau penghematan kegiatan pelaksanaan pembangunan. Dari Rencana anggaran biaya juga dapat diketahui model pengeluaran anggaran biaya yang menghasilkan keuntungan.
2.5.2. Jadwal pelaksanaan
Menurut Soeharto (1995 : 197), waktu adalah lamanya atau durasi suatu kegiatan. Umumnya diukur dengan satuan jam, hari, minggu, bulan, dan tahun, serta dengan satuan yang lainnya. Yang menentukan berapa lama suatu proyek akan diselesaikan. Kurun waktu normal adalah kurun waktu yang diperlukan untuk melakukan kegiatan sampai selesai, dengan cara yang efisien tetapi diluar pertimbangan adanya kerja lembur dan usaha usaha khusus lainnya, seperti menyewa peralatan yang lebih canggih (Soeharto, 1995 : 214).
BAB II - 31 1. Waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan proyek jauh lebih singkat sebab dikerjakan di dua tempat yaitu pengecoran pracetak di pabrik sedangkan di lapangan hanya erection atau pemasangan saja.
2. Dengan waktu penyelesaian yang singkat maka gedung dapat dengan segera dimanfaatkan atau di operasikan lebih awal.
Dengan demikian secara ekonomi teknik akan diperoleh back periode dari investasi yang di tanam lebih cepat akibat percepatan cash in sehingga akan dapat menghemat biaya bunga.
2.5.2.1 Perencanaan Waktu dan Penyusunan Jadwal ( Time Schedule )
Perencanaan waktu adalah pengalokasian waktu dalam penjabaran perencanaan proyek menjadi urutan langkah – langkah pelaksanaan pekerjaan untuk mencapai sasaran.
Dengan perencanaan waktu diharapkan bisaditetapkan skala prioritas pada tiap tahap dan bila terjadi perubahan waktu pelaksanaan kegiatan, segera bisa diperkirakan akibatnya sehingga keputusanyang diperlukan bisa diambil.
Tujuan perencanaan waktu dalam penyelenggaraan proyek adalah untuk menekan tingkat ketidakpastian dalam
BAB II - 32 waktu pelaksanaan selama penyelenggaraan proyek. Dengan demikian diharapkan waktu yang tepat bisa ditentukan sehingga analisis biaya dan sumber daya bisa dilakukan. Manfaatlain dari perencanaan waktu ini adalah cara kerja yang efisien bisa diselenggarakan sehingga waktu penyelenggaraan juga menjadi efisien (Ervianto, 2005:161).
Menurut (Ervianto, 2005:162), time schedule dalam proyek kontruksi dapat dibuat dalam bentuk yaitu :
1. Kurva S 2. Bar chart
3. Network planning
4. Schedule harian, mingguan, dan bulanan
5. Pembuatan time schedule dengan bantuan software seperti Microsoft project.
2.5.3. Produktivitas
Produktivitas adalah bagaimana menghasilkan atau meningkatkan hasil barang dan jasa setinggi mungkin dengan memanfaatkan sumber daya secara efisien. Oleh karena itu, produktivitas sering diartikan sebagai rasio antara keluaran dan masukan dalam satuan tertentu, Menurut Hasibuan (1996:126).
BAB II - 33 Produktivitas adalah perbandingan antara output (hasil) dengan input (masukan). Jika produktivitas naik ini hanya dimungkinkan oleh adanya peningkatan efisiensi (waktu-bahan-tenaga) dan sisitem kerja, teknik produksi dan adanya peningkatan keterampilan dari tenaga kerjanya. Produktivitas adalah kuantitas pekerjaan per jam tenaga kerja dan secara umum produktivitas merupakan perbandingan antara output dan input.
Persentase produktivitas = Output x 100%...………(2.1) Input.
Pengertian produktivitas sangat berbeda dengan produksi.
tetapi produksi merupakan salah satu komponen dari usaha produktivitas, selain kualitas dan hasil keluarannya.Produksi adalah suatu kegiatan yang berhubungan dengan hasil keluaran dan umumnya dinyatakan denganvolume produksi, sedangkan produktivitas berhubungan dengan efisiensi penggunaan sumber daya (masukan dalam menghasilkan tingkat perbandingan antara keluaran dan masukan). Salah satu aspek penting didalam meningkatkan kemampuan serta pemanfaatan kemampuan dan pemanfaatan sumber-sumber yang relatif terbatas adalah menggunakan sumber - sumber tersebut seefisien mungkin.
Penggunaan sumber seefisien mugkin akan cenderung kearah peningkatan produktivitas tenaga kerja. Produktivitas tenaga kerja
BAB II - 34 adalah perbandingan antara hasil kerja yang dicapai dengan peran serta tenaga kerja persatuan waktu (Kusriyanto, 1986:2).
Dalam suatu proyek kontruksi salah satu hal yang menjadi faktor penentu keberhasilan adalah kinerja tenaga kerja yang akan mempengaruhi produktivitas. Produktivitas menggambarkan kemampuan tenaga kerja dalam menyelesaikan suatu kuantitas pekerjaan per satuan waktu. Produktivitas dalam bidang kontruksi secara luas didefinisikan sebagai output per hari tenaga kerja, sehingga dapat dirumuskan sebagai berikut :
P = 𝑉 ……… (2.2) 𝑇 𝑥 𝑛
Dimana :
P = Produktivitas tenaga kerja yaitu besarnya kuantitas pekerjaan yang dapat diselesaikan oleh seorang tenaga kerja setiap hari.
V = Kuantitas pekerjaan
N = Jumlah tenaga kerja yang digunakan 7 T = Durasi Pekerjaan
BAB III - 1 BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis penelitian
Suatu penelitian merupakan rangkaian proses yang kompleks dan terkait secara sistematik. Setiap tahapan merupakan bagian yang menentukan bagi tahapan berikut sehingga harus dibuat kerangka kegiatan penelitian agar dalam penyusunan dapat terlaksana secara cermat dan efisien.
Penelitian yang dilakukan bersifat studi kasus dan analisa, serta perbandingan yaitu dengan menyiapkan data berupa denah, analisa harga satuan, RAB, schedule dan detil rusunawa Universitas Hasanuddin Gowa untuk kekuatan struktur bangunan, menghitung biaya dan jadwal pekerjaan dengan cara konvensional, kemudian dibandingkan dengan kekuatan struktur, biaya dan jadwal dari rusunawa Universitas Hasanuddin Gowa yang telah dibangun dengan sistem struktur beton pracetak (cast in situ).
Jenis pekerjaan struktur beton dengan cara konvensional seperti kolom, balok dan pelat lantai. Desain struktur dan dimensi - dimensi yang digunakan untuk struktur beton konvensional sama dengan yang digunakan untuk struktur beton pracetak sehingga lebih sesuai saat perbandingannya.
BAB III - 2 Kemudian dilakukan perhitungan analisis harga satuan berdasarkan jenis-jenis pekerjaan dan komposisi masing-masing bahannya disesuaikan dengan harga pasaran yang berlaku saat ini.
Dari analisis harga satuan dan desain yang telah diperoleh kemudian digunakan untuk menghitung biaya-biaya pekerjaan yang terdiri dari beberapa tahap antara lain:
1. Pekerjaan kolom 2. Pekerjaan balok 3. Pekerjaan pelat
Untuk metode konvensional sudah jelas untuk tahapan pelaksanaannya yaitu bekisting, pembesian, dan pengecoran.
Tetapi untuk pelaksanaan dengan metode precast (semi pracetak) yang dimaksud oleh peneliti yaitu pelaksanaan pekerjaannya dilakukan dilapangan atau pabrikasi ditempat. Dimana tahap – tahap pelaksanaan pekerjaan dimulai dari pembuatan lantai kerja, pembuatan bekisting yang bisa digunakan berulang – ulang, pembesian, pengecoran menggunakan ready mix, setelah itu pemindahan beton dari cetakan, erection dan grouting.
Secara skematik metode penelitian dapat dilihat pada gambar 3.1 Diagram alir pola kerja urutan penyusunan laporan tugas akhir berikut ini :
BAB III - 3 Judul :
“Tinjauan perecanaan biaya dan waktu pelaksanaan menggunakan metode precast dan metode konvensional.”
Manfaat Penulisan :
Mengetahui perbandingan biaya yang dibutuhkan pada perencanaan pembangunan gedung
menggunakan metode konvensional dengan precast.
Mengetahui perbandingan waktu yang dibutuhkan pada perencanaan pembangunan gedung
menggunakan metode konvensional dengan precast.
Mengetahui perbandingan proses pelaksanaan metode konvensional dengan precast.
Pengumpulan Data Tinjauan Pustaka :
Dasar teori beton, pembetonan dan pemeliharaan beton
Dasar teori pelaksanaan metode konvensional dan precast.
Perencanaan biaya pelaksanaan metode precast dan konvensional.
Perencanaan waktu pelaksanaan metode precast dan konvensional.
Pemilihan dan pengoperasian peralatan konstruksi sesuai kebutuhan
Analisis anggaran biaya
Perbandingan penggunaan beton precast dan metode konvensional
Mulai
A
BAB III - 4 Gambar 3.1 Flow Chart Pengumpulan Data
Identifikasi Gambaran Umum Proyek :
Data Primer :
Hasil Survey Wawancara kepada pihak Owner (Spesifikasi Jenis Bahan Bangunan)
Dokumentasi
Data Sekunder :
Gambar Perencanaan
Rab ( Metode Precast)
Daftar Harga Satuan Bahan, Alat, dan Bahan
Analisis Harga Satuan
Deskripsi Proyek, Deskripsi Bangunan, Lokasi Proyek, Desain Bangunan
Time Schedule Analisis Data :
Membandingkan biaya yang dibutuhkan pada pelaksanaan pekerjaan metode precast dan metode konvensional
Membandingkan waktu yang dibutuhkan pada pelaksanaan pekerjaan metode precast dan metode konvensional
Membandingkan waktu pemakaian peralatan pada pelaksanaan pekerjaan metode precast dan metode konvensional
Membandingkan proses pelaksanaan pekerjaan pada metode precast dan metode konvensional
Kesimpulan dan Saran
Selesai Metode Konvensional :
Perhitungan Kebutuhan Pelat, Kolom, dan Balok :
- Beton - Besi - Bekisting
Metode Precast :
Perhitungan Kebutuhan Pelat, Kolom, dan Balok :
- Produksi - Erection - Grouting - Joint A
BAB III - 5 3.2. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan selama 14 (empat belas) hari berturut-turut berlokasi di tempat Rusunawa Universitas Hasanuddin Gowa, Jl. Poros Malino Gowa. Sementara waktu penelitian ini mulai dilakukan pada tanggal 22 Oktober 2015 – 04 November 2015.
3.3. Data dan Sumber Data 3.3.1. Data
Data - data yang dikumpulkan berupa data biaya material, kebutuhan material untuk harga satuan pekerjaan, upah pekerjaan, kebutuhan pekerja yang bervariasi untuk masing - masing pekerjaan. Data tersebut untuk menghitung analisis biaya dan waktu untuk sistem konvensional.
Untuk pembangunan dengan metode precast adalah langsung berupa harga satuan, RAB, jadwal pekerjaan yang sudah dilakukan saat pembangunan rumah susun. Data-data tersebut akan digunakan dalam analisis biaya dan waktu untuk metode precast. Data-data yang digunakan untuk perhitungan volume struktur metode konvensional dan metode precast diantaranya adalah gambar kontrak atau gambar kerja yang diperoleh dari kontraktor pelaksana, data spesifikasi beton konvensional disesuaikan dengan peraturan yang terdapat pada SNI–03-2847–