Dakwah Habib Nizar Al Aydrus dalam melakukan syi’ar Islam bisa dikategorikan unik, sebab dakwah yang dilakukan tidak hanya terbatas pada sebatas pidato/ceramah, akan tetapi di dalamnya juga ada renungan untuk bertaubat bersama, sehingga masyarakat sangat antusias untuk mengikuti perjalanan dakwahnya, dengan harapan dapat memperbaiki diri dengan bertaubat kepada Allah, meskipun terkadang harus mengeluarkan biaya yang tidak sedikit karena kegiatan dakwah yang selalu berpindah-pindah. Figur Habib Nizar yang dianggap sebagai penyejuk hati begitu dielu-elukan dan dinanti-nanti kehadirannya. Saat ini jamaah Habib Nizar berjumlah ribuan, sehingga figur Habib Nizar memiliki magnet tersendiri bagi masyarakat
Pada penelitian ini, peneliti membuat beberapa fokus masalah yang diantaranya: 1) Apa tujuan dakwah yang dilakukan oleh Habib Nizar Al Aydrus pada jama’ah majelis dzikir At-Taubah di Desa Tanggul Wetan Kecamatan Tanggul Jember?, 2) Bagaimana metode dakwah yang digunakan oleh Habib Nizar Al Aydrus pada jama’ah majelis dzikir At-Taubah di Desa Tanggul Wetan Kecamatan Tanggul Jember ?, 3) Bagaimana media dakwah yang digunakan oleh Habib Nizar Al Aydrus pada jama’ah majelis dzikir At-Taubah di Desa Tanggul Wetan Kecamatan Tanggul Jember?
Tujuan penelitian ini adalah: 1) Untuk mendeskripsikan tujuan dakwah yang dilakukan oleh Habib Nizar Al Aydrus pada jama’ah majelis dzikir At- Taubah. 2) Untuk mendeskripsikan metode dakwah yang digun akan oleh Habib Nizar Al Aydrus pada jama’ah majelis dzikir At-Taubah. 3) Untuk mendeskripsikan media dakwah yang digunakan oleh Habib Nizar Al Aydrus pada jama’ah majelis dzikir At-Taubah di Desa Tanggul Wetan Kecamatan Tanggul Jember.
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan penelitian kualitatif. Dalam pengumpulan data peneliti menggunakan metode observasi, wawancara, dan dokumentasi. Analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif.
Keabsahan data menggunakan triangulasi sumber.
Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini : 1) tujuan dakwah Habib Nizar Al Aydrus pada jama’ah majelis dzikir at-Taubah terdiri dari tsalasah maqashid, antara lain: tahsilul ‘ilmi, tazkiyatun nafs dan attabligh watta’lim. 2) Metode dakwah yang digunakan oleh Habib Nizar dalam mensyiarkan dakwahnya antara lain: khutbah keliling, ceramah, berdzikir dan membaca rotibul haddad serta membaca shalawat. Selain itu, Habib Nizar tidak hanya menggunakan dakwah bil maqal tapi juga dakwah bil hal. 3) Media dakwah yang digunakan oleh Habib Nizar yaitu dimulai dari pemanfaatan jaringan ta’mir masjid yang kemudian menjadi majelis dzikir at-Taubah. Dari majelis dzikir ini media dakwah Habib Nizar meluas dengan menggunakan kajian-kajian keilmuan dan pendirian Pondok Pesantren al Mawarist an Nabawiyyah.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dakwah merupakan kata yang sudah tidak asing bagi umat Islam.
Dakwah merupakan salah satu cara dalam mensyi’arkan ajaran agama Islam kepada masyarakat. Syi’ar Islam identik dengan dakwah sebagaimana pernah dilakukan oleh Rasulullah SAW.
Konsep dakwah saat ini seperti bank concept of comunication, yang mengibaratkan masyarakat sebagai wadah kosong yang harus diisi dengan keyakinan, nilai-nilai moral, serta praktik-praktik kehidupan agar disimpan dan diingat serta bisa dikeluarkan pada saat dibutuhkan.2 Konsep yang demikian sama halnya dengan pola komunikasi yang bersifat linier-vertikal (searah), hanya pendakwah (da’i) yang aktif, sedangkan masyarakat (mad’u) hanya menjadi pendengar yang baik. Model dakwah demikianlah yang seringkali muncul pada saat ini.
Fenomena dakwah ini memang menjadi salah satu kegiatan penyebaran agama Islam yang populer. Khususnya dakwah bil lisan (ceramah). Berbagai media banyak digunakan oleh da’i guna menyampaikan pesan-pesan dalam Islam. Media tersebut antara lain media majelis ta’lim, media televisi, media radio, media sosial seperti you tube, whatsapp,
2 Muhyiddin Asep dan Ahmad Agus, Metode Pengembangan Dakwah (Bandung,: CV. Pustaka Setia, 2002), 197
BBM,dan facebook. Media dakwah yang dipilih seorang da’i ditentukan dari strategi dakwah yang digunakan oleh da’i tersebut.
Dakwah membutuhkan unsur-unsur perencanaan yang matang dengan menggunakan analisis Strength (keunggulan), Weakness (kelemahan), Opportunity (peluang), dan Threat (ancaman) disingkat SWOT.
Keunggulan dan kelemahan lebih bersifat internal yang terkait dengan keberadaan strategi yang ditentukan. Ketika strategi tersebut dihubungkan dengan da’i maupun mitra dakwah (eksternal) maka ia akan memunculkan ancaman maupun peluang.3
Tujuan da’i menggunakan strategi yang matang tentu saja bervariasi.
Meskipun tujuan tersebut bermuara pada syiar Islam. Namun, tidak menutup kemungkinan ada beberapa da’i yang ingin memunculkan eksistensi dirinya di hadapan jama’ah yang dihadapi.4 Sehingga terkadang esensi pesan yang ingin disampaikan tidak diperhatikan.
Setiap da’i membutuhkan media sebagai alat untuk berdakwah, salah satu media yang dapat digunakan yaitu majelis dzikir. Di Kabupaten Jember sendiri ada beberapa majelis dzikir yang digunakan sebagai media dakwah, seperti majelis dzikir At-Taubah, majelis dzikir Al-Amin, dan majelis dzikir Manaqib dan sebagainya. Dalam hal ini peneliti tertarik untuk meneliti majelis dzikir at-Taubah yang dipimpin oleh Habib Nizar Al Aydrus dan berlokasi di Kecamatan Tanggul Jember. Majelis dzikir at-Taubah yang mulai
3 Moh. Ali Aziz, Ilmu Dakwah(Jakarta: Kencana, 2009), 356
4 Hal ini terbukti setiap da’i memiliki ciri dan gaya berbeda agar mudah dikenal oleh masyarakat dan pesan-pesannya mudah dilaksanakan, misal Ust. Maulana di TRANS TV dengan kode
“jamaah...” sebelum menyampaikan pesan, Mama Dedeh dengan gaya tertawa khasnya dan lain sebagainya
dirintis sejak tahun 2008 ini sudah diikuti oleh kurang lebih 5000 orang, tidak hanya dari golongan orang dewasa, akan tetapi juga dari kalangan anak-anak, remaja, hingga orang tua.5 Kegiatan Majelis dzikir at-Taubah tidak hanya di daerah Tanggul saja, akan tetapi berpindah-pindah dari suatu daerah ke daerah lain. Beberapa tempat yang biasa dijadikan tempat berdakwah seperti Kecamatan Semboro, Umbulsari, Bangsalsari, Rambipuji, Ajung, Tempurejo, Sumberbaru dan sebagainya. Tidak hanya di daerah Jember, kegiatan dakwah ini juga sering bertempat di kota Lumajang, hingga ke daerah Madura.
Kegiatan majelis dzikir At-Taubah sudah menjadi rutinitas bagi jama’ahnya, kegiatan ini biasa dilakukan dua kali dalam satu bulan atau dua minggu sekali. Majelis dzikir pada umumnya diadakan setiap malam jum’at manis/legi atau malam jum’at pon, berbeda dengan majelis dzikir yang lainnya, majelis dzikir at-Taubah ini dilakukan setiap malam minggu, dengan tujuan agar setiap jama’ahnya tidak enggan untuk membawa anaknya ikut serta dalam kegiatan ini, dan ini juga bertujuan untuk menanamkan nilai spiritual untuk anak sejak dini. Acara dakwah yang dilakukan diawali dengan pembacaan sholawat bersama, kemudian membaca surat Al- Mulk, Rotibul Haddad, pembacaan al-Qur’an, lalu kembali membaca sholawat, dilanjutkan dengan membaca burdah, lalu beranjak pada acara inti yaitu mauidhoh hasanah (pidato/ceramah), lalu renungan dan yang terakhir do’a.6
Strategi dakwah Habib Nizar Al Aydrus dalam melakukan syi’ar Islam bisa dikategorikan unik, sebab dakwah yang dilakukan tidak hanya
5 Yang dikategorikan anak-anak dari usia 5 sampai 15 tahun
6 Hasil penelitian awal pada tanggal 29 Desember 2017
terbatas pada sebatas pidato/ceramah, akan tetapi di dalamnya juga ada renungan untuk bertaubat bersama, sehingga masyarakat sangat antusias untuk mengikuti perjalanan dakwahnya, dengan harapan dapat memperbaiki diri dengan bertaubat kepada Allah, meskipun terkadang harus mengeluarkan biaya yang tidak sedikit karena kegiatan dakwah yang selalu berpindah- pindah.7 Figur Habib Nizar yang dianggap sebagai penyejuk hati begitu dielu- elukan dan dinanti-nanti kehadirannya. Saat ini jama’ah Habib Nizar berjumlah ribuan, sehingga figur Habib Nizar memiliki magnet tersendiri bagi masyarakat. Oleh karena itu, dalam penelitian ini peneliti akan mengungkap lebih luas mengenai “Dakwah Habib Nizar Al Aydrus pada Jama’ah Majelis Dzikir At-Taubah di Desa Tanggul Wetan Kecamatan Tanggul Jember”
B. Fokus Penelitian
Fokus penelitian ini mengkaji tentang strategi dakwah Habib Nizar Al Aydrus, yang difokuskan dalam pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:
1. Apa tujuan dakwah yang dilakukan oleh Habib Nizar Al Aydrus pada jama’ah majelis dzikir At-Taubah di Desa Tanggul Wetan Kecamatan Tanggul Jember?
2. Bagaimana metode dakwah yang digunakan olehHabib Nizar Al Aydrus pada jama’ah majelis dzikir At-Taubah di Desa Tanggul Wetan Kecamatan Tanggul Jember ?
7 Hasil observasi awal peneliti dan wawancara peneliti dengan jamaah Habib Nizar, Bapak Sholihin, tanggal 29 Desember 2017
3. Bagaimana media dakwah yang digunakan oleh Habib Nizar Al Aydrus pada jama’ah majelis dzikir At-Taubah di Desa Tanggul Wetan Kecamatan Tanggul Jember?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mendeskripsikan tujuan dakwah yang dilakukan oleh Habib Nizar Al Aydrus pada jama’ah majelis dzikir At-Taubah di Desa Tanggul Wetan Kecamatan Tanggul Jember.
2. Untuk mendeskripsikan metode dakwah yang digunakan oleh Habib Nizar Al Aydrus pada jama’ah majelis dzikir At-Taubah di Desa Tanggul Wetan Kecamatan Tanggul Jember.
3. Untuk mendeskripsikan media dakwah yang digunakan olehHabib Nizar Al Aydrus pada jama’ah majelis dzikir At-Taubah di Desa Tanggul Wetan Kecamatan Tanggul Jember.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian atau kegunaan penelitian merupakan sesuatu yang diperoleh dari suatu penelitian yang dapat diambil nilai gunanya sebagai bentuk aplikasi dari hasil penelitian. Setiap penelitian diharapkan memiliki manfaat, dan manfaat tersebut bisa bersifat teoritis dan praktis.8 Adapun manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian adalah:
8 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R &D (Bandung : CV Alfabeta, 2009), 291
1. Manfaat teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khazanah bagi pengembangan keilmuan dan dapat menjadi suri tauladan di masa depan dan mendapatkan wawasan seputar strategi dakwah serta dapat digunakan sebagai masukan atau referensi literatur bagi calon-calon peneliti berikutnya.
2. Manfaat praktis a. Bagi Peneliti
Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan guna meningkatkan kualitas pemahaman bagi peneliti mengenai strategi dakwah Habib Nizar Al Aydrus pada jama’ah majelis dzikir At-Taubah di Desa Tanggul Wetan Kecamatan Tanggul,serta memberikan manfaat bagi seluruh pihak yang bersangkutan dalam mengembangkan penelitian mengenai strategi dakwah Habib Nizar Al Aydrus pada jama’ah majelis dzikir At-Taubah
b. Bagi Instansi
Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan kajian dan evaluasi bagi lembaga yang bersangkutan pada khususnya dan lembaga-lembaga lain pada umumnya, sehingga dapat menjadi masukan untuk proses pertimbangan lebih lanjut.
c. Bagi IAIN Jember
Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai tambahan literatur bagi lembaga IAIN Jember dan mahasiswa yang ingin
mengembangkan kajian tentang strategi dakwah Habib Nizar Al Aydrus pada jama’ah majelis dzikir At-Taubah di Desa Tanggul Wetan
d. Bagi Masyarakat
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan pendidikan kepada masyarakat tentang strategi dakwah Habib Nizar Al Aydrus pada jama’ah majelis dzikir At-Taubah di Desa Tanggul Wetan Kecamatan Tanggul.
E. Definisi Istilah
Pemberian definisi istilah dimaksudkan untuk mempermudah bagi peneliti dan pembaca dalam mengklasifikasikan istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian ini. Istilah-istilah tersebut, antara lain:
1. Dakwah
Secara etimologis, dakwah berasal dari bahasa arab, yaitu da’a, yad’u, da’wan, du’a, yang diartikan sebagai mengajak/menyeru, memanggil, seruan, permohonan, dan permintaan. Istilah ini sering diberi arti yang sama dengan istilah-istilah tabligh, amar ma’ruf dan nahi munkar, mau’izhoh hasanah. Tabsyir, indzhar, washiyah, tarbiyah, ta’lim, dan khotbah.9
Dakwah adalah proses penyampaian pesan keagamaan kepada umat manusia dari berbagai aspek kehidupan. Kehidupan manusia tersebut
9 M. Munir dan Wahyu Ilahi, Manajemen Dakwah (Jakarta: Kencana, 2006), 17
mencakup kehidupan material (duniawi) dan spiritual (ukhrawi) yang keduanya menggambarkan sifat manusia sebagai hamba Allah.10
2. Jama’ah
Secara bahasa jama’ah berasal dari bahasa arab yang memiliki arti berkumpul. Misalnya jama’ah pasar berarti perkumpulan orang yang ada di pasar. Jama’ah menurut istilah dapat diartikan sebagai pelaksanaan ibadah secara bersama-sama yang dipimpin oleh seorang imam.
Jama’ah adalah wadah bagi umat Islam dalam menjalankan ibadah, didalam jama’ah terdapat imam yang memimpin dan makmum. Jama’ah dalam hal ini adalah sekelompok orang yang berkumpul pada suatu tempat atau ruagan tertentu yang sedang terlibat dalam suatu kepentingan atau suatu pertemuan pengajian atau majelis.
3. Majelis Dzikir
secara etimologi kata “majelis” berasal dari kosa kata Bahasa Arab, berasal dari kata “jalasa” yang berarti duduk. Kata tersebut menempati isim makan menjadi “majlis” dan mempunyai arti tempat duduk atau tempat pertemuan.11
Sedangkan secara terminologi, majelis adalah pertemuan atau kumpulan orang banyak yang mempunyai maksud dan tujuan tertentu.Majelis juga dapat berupa lembaga masyarakat non pemerintah yang terdiri atas para ulama’ Islam, antara lain yang memberikan fatwa
10 Sofyan Hadi, Ilmu Dakwah(Jember: Tsaqiela Pustaka, 2010), 7
11 Ahmad Najieh, Kamus Arab-Indonesia (Surakarta: Insan Kamil. 2010), 73.
dan ada juga yang berupa lembaga pemerintah yang terdiri atas perwakilan-perwakilan rakyat dan sebagainya.12
Sedangkan pengertian dzikir menurut bahasa berasal dari kata
“dhakaro” yang artinya mengingatkan.13 Dzikir menurut syara’ adalah ingat kepada Allah dengan etika tertentu yang sudah ditentukan oleh Al- Qur’an dan Hadits dengan tujuan mensucikan hati dan mengagungkan Allah SWT.14 Sedangkan secara istilah adalah membasahi lidah dengan ucapan-ucapan pujian kepada Allah.
Berdasarkan definisi istilah di atas dapat dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan judul: “Dakwah Habib Nizar Al Aydrus pada Jama’ah Majelis Dzikir At Taubah di Desa Tanggul Wetan Kecamatan Jember”
adalah model dakwah Habib Nizar Al Aydrus dalam berdakwah dan media dakwah yang digunakan pada masyarakat Tanggul Wetan dengan menggunakan majelis dzikir At-Taubah sebagai medianya.
F. Sistematika Pembahasan
Untuk mempermudah dalam penyajian dan memahami isi dari skripsi ini, maka dibuatlah sistematika pembahasan sebagai berikut:
Bab I. Pendahuluan
Memuat komponen dasar penelitian yaitu latar belakang, fokus penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi istilah, dan sistematika pembahasan.
12 Dep. Dik. Bud, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1989), 645
13 Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia (Jakarta: Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Pentafsiran Qur’an. 1973) 134
14 Fatuhudin, Tentramkan Hati dengan Dzikir ( Surabaya: Delta Prima Press cet ke 1, 2010), 13
Bab II. Kajian Kepustakaan
Pada bagian ini berisi tentang ringkasan kajian terdahulu yang memiliki relevansi dengan penelitian yang akan dilakukan pada saat ini serta memuat tentang kajian teori.
Bab III. Metode Penelitian
Dalam bab ini membahas tentang metode yang digunakan peneliti, meliputi: lokasi penelitian, subjek penelitian, teknik pengumpulan data, dan tahap-tahap penelitian.
Bab IV. Hasil Penelitian
Pada bagian ini berisi tentang hasil penelitian yang meliputi latar belakang objek, penyajian data, serta analisis dan pembahasaan temuan.
Bab V. Kesimpulan dan Saran
Merupakan bab terakhir yang berisi kesimpulan dari penelitian dan saran-saran dari peneliti.
BAB II
KAJIAN KEPUSTAKAAN
A. Penelitian Terdahulu
Dari hasil penelusuran kami ditemukan beberapa penelitian terdahulu yang sejenis dengan penelitian kami yaitu:
Penelitian sebelumnya adalah skripsi mengenai aktivitas dakwah yang diteliti oleh Fikri Rivai (2010) dengan judul “ Aktivitas Dakwah KH. Najib Al-Ayyubi di Jama’ah Tabligh ”. Penelitian ini berfokus pada masalah yang diantaranya:
a. Bagaimana bentuk-bentuk aktivitas dakwah KH. Najib Al-Ayyubi di Jama’ah Tabligh?
b. Media apa yang digunakan dalam menyebarkan pesan dakwahnya?
Berdasarkan hasil penelitian yang berfokus pada masalah diatas dapat disimpulkan bahwa bentuk-bentuk aktivitas dakwah yang dilakukan oleh KH.
Najib Al-Ayyubi di Jama’ah Tabligh berupa dakwah bi al-lisan meliputi:
Bayan (ceramah) yang dilakukan ba’da sholat Maghrib, Isya, dan Subuh, dakwah bi al-qalam: Ta’lim wa Ta’alum Fadhail Amal karya Maulana Zakaria, dan dakwah bi al-haal berupa: Khuruj fi Sabilillah, Bersilaturraahmi, Jaulah, Khidmat dan Mengamalkan enam sifat sahabat.
Media yang digunakan dalam dakwahnya hanyalah menggunakan komunikasi langsung dan silaturrahmi, dan sebagai pusat sentral dakwahnya adalah
masjid. Karena dengan bersilaturrahmi akan melahirkan hubungan emosional yang besar dan selalu terjalin ikatan yang erat.15
Penelitian mengenai metode dakwah pada skripsi yang diteliti oleh M Khotib Nawawi tahun 2017 dengan judul “ Metode Dakwah Hi. Umar Jaya Kepada Jama’ah Pengajian Ibu-ibu (Studi kasus pada Majelis Ta’lim Nurul Falah Dusun Simpang Sari Desa Baru Ranji Lampung Selatan)”. Penelitian ini berfokus pada masalah sebagai berikut:
a. Apa sajakan Metode Dakwah Hi. Umar Jaya Kepada Jama’ah Pengajian Ibu-ibu Majelis Ta’lim Nurul Falah Dusun Simpang Sari Desa Baru Ranji Lampung Selatan ?
b. Bagaimana penerapan Metode Dakwah Hi. Umar Jaya Kepada Jama’ah Pengajian Ibu-ibu Majelis Ta’lim Nurul Falah Dusun Simpang Sari Desa Baru Ranji Lampung Selatan ?
Berdasarkan hasil penelitian yang berfokus pada masalah diatas dapat disimpulkan bahwa metode dakwah yang digunakan yaitu metode ceramah, tanya jawab, dan metode demontrasi/ praktek. Pada metode ceramah ada beberapa ciri khas Hi. Umar Jaya yakni dengan tutur kata yang sopan, halus, dan lembut dengan tujuan agar dapat menyampaikan materi dengan tegas dan benar dan tidak keluar dari al-Qur’an dan Sunnah dan mengetahui kondisi dan kebutuhan yang dibutuhkan jamaaah pada saat ini dengan harapan dapat mempermudah jama’ah dalam mengamalkan materi yang disampaikan.
15 Fikri Rivai, “Aktivitas Dakwah KH. Najib Al-Ayyubi di Jamaah Tabligh” (Skripsi, UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2010).
Metode tersebut diterapkan melalui Majelis Ta’lim Nurul Falah yang mengadakan kajian keIslaman secara umum.16
Penelitian mengenai metode dakwah pada skripsi yang diteliti oleh Nikmatul Maula (2015) dengan judul “Dzikir Istighosah sebagai Metode Dakwah pada Jama’ah Pengajian di Pondok Pesantren Al-Fadllu wal-Fadlilah Kaliwungu Kendal”. Penelitian ini difokuskan pada masalah sebagai berikut:
a. Bagaimana proses pelaksanaan Dzikir Istighosah sebagai Metode Dakwah pada Jama’ah Pengajian di Pondok Pesantren Al-Fadllu wal-Fadlilah Kaliwungu Kendal ?
b. Apa faktor penghambat dan pendukung Dzikir Istighosah sebagai Metode Dakwah pada Jama’ah Pengajian di Pondok Pesantren Al-Fadllu wal- Fadlilah Kaliwungu Kendal ?
Berdasarkan hasil penelitian yang difokuskan pada masalah di atas dapat disimpulkan bahwa metode dakwah dengan dzikir istighosah bertujuaan untuk mendekatkan diri kepada Allah SAW, sarana menambah iman, pengabdian dan pematangan cita-cita hidup, serta sarana pengendalian diri, pengendalian nafsu yang sering menjadi penyebab kejahatan. Dalam pelaksanaan dzikir istighosah terdapat hambatan dan pendukung baik dari jama’ah maupun dari sistem pelaksanaannya, hambatan yang sering terjadi meliputi: tempat yang kurang kondusif, pelaksanaanya yang kurang efektif, fasilitas yang kurang memadai, jama’ah yang ngantuk dan ngobrol sendiri dan gangguan sound system yang terkadang tidak terdengar jelas. Sedangkan
16 M Khotib Nawawi, “ Metode Dakwah Hi. Umar Jaya Kepada Jamaah Pengajian Ibu-ibu (Studi kasus pada Majelis Ta’lim Nurul Falah Dusun Simpang Sari Desa Baru Ranji Lampung Selatan)”, (Skripsi, IAIN Raden Intan, Lampung, 2017).
faktor pendukungnya meliputi: sarana meningkatkan keimanan, sarana silaturrahin antar jama’ah, dan kunjungan rutin wali santri.17
Penelitian mengenai dakwah pada skripsi yang diteliti oleh Siti Mulhamah pada tahun 2013) dengan judul “Tanggapan Jama’ah Terhadap Pengajian K.H. Asmuni (Guru Danau) di Kecamatan Danau Panggang Kabupaten Hulu Sungai Utara”. Penelitian ini berfokus pada masalah berikut:
1. Bagaimana pengajian K.H. Asmuni di Kecamatan Danau Panggang Kabupaten Hulu Sungai Utara mengenai metode, materi serta media dakwah?
2. Bagaimana tanggapan jama’ah terhadap pengajian K.H. Asmuni di Kecamatan Danau Panggang Kabupaten Hulu Sungai Utara?
Berdasarkan hasil penelitian yang difokuskan pada masalah diatas dapat disimpulkan bahwa pengajian agama K.H.Asmuni dilaksanakan pada sabtu malam sesudah sholat isyak di Danau Panggang dengan metode ceramah dengan menggunakan bahasa daerah, materi yang disampaikan bersumber dari Al-Qur’an dan Hadis Rasulullah SAW, dengan pokok materi tentang tauhid, fiqh, akhlak dan tasawuf yang sesuai dengan kondisi jama’ah, sedangkan media yang digunakan yaitu media lisan yang memakai pengeras suara (mikrofon) dan perlengkapannya. Jama’ah menyambut dengan positif, mereka sangat menyukai metode dan materi yang beliau gunakan dengan penyampain yang tegas dan berwibawa, ini terlihat dari keikutsertaan jama’ah
17 Nikmatul Maula, “ Dzikir Istighosah sebagai Metode Dakwah pada Jamaah Pengajian di Pondok Pesantren Al-Fadllu wal-Fadlilah Kaliwungu Kendal” (Skripsi, UIN Walisongo, Semarang, 2015).
dalam pengajian beliau serta partisipasi dalam penyiapan dan atau keperluan lainnya.18
18 Siti Mulhamah, “Tanggapan Jamaah Terhadap Pengajian K.H.Asmuni (Guru Danau) di Kecamatan Danau Panggang Kabupaten Hulu Sungai Utara”, (Skripsi, IAIN Antasari, Banjarmasin, 2013).
Ringkasan Penelitian Terdahulu N
O
Penulis Judul Rumusan
Masalah
Alat yang digunakan
Perbedaan Persamaan Hasil Penelitian 1
.
Fikri Rivai Aktivitas Dakwah KH. Najib Al-Ayyubi di Jama’ah Tabligh
1. Bagaimana bentuk-bentuk aktivitas dakwah KH.
Najib Al- Ayyubi di Jama’ah Tabligh?
2. Media apa yang digunakan dalam
menyebarkan pesan
dakwahny?
Metode penelitian kualitatif dengan observasi, wawancara dan
dokumentasi
1. Pada masalah yang diteliti penelitian terdahulu ini lebih fokus terhadap bentuk- bentuk aktivitas dakwahnya sedangkan penelitian yang saya teliti lebih fokus terhadap tujuan, dan metode dakwah yang digunakan.
1. Metode penelitian yang digunakan sama-sama menggunakan penelitian kualitatif dengan observasi, wawancara dan
dokumentasi
Aktivitas dakwah yang dilakukan oleh KH. Najib Al- Ayyubi di Jama’ah Tabligh berupa dakwah bi al-lisan meliputi: Bayan (ceramah) yang dilakukan ba’da sholat Maghrib, Isya, dan Subuh, dakwah bi al-qalam: Ta’lim wa Ta’alum Fadhail Amal karya Maulana Zakaria, dan dakwah bi al-haal berupa: Khuruj fi Sabilillah, Bersilaturraahmi, Jaulah, Khidmat dan
Mengamalkan enam sifat sahabat. Media yang
digunakan dalam dakwahnya hanyalah menggunakan komunikasi langsung dan silaturrahmi, dan sebagai pusat sentral dakwahnya adalah masjid. Karena dengan bersilaturrahmi akan melahirkan hubungan emosional yang besar dan
2 .
M Khotib Nawawi
Metode Dakwah Hi.
Umar Jaya Kepada Jama’ah Pengajian Ibu-ibu (Studi kasus pada
Majelis Ta’lim Nurul Falah Dusun Simpang Sari Desa Baru Ranji Lampung Selatan)”.
1. Apa sajakan Metode Dakwah Hi.
Umar Jaya Kepada Jama’ah Pengajian Ibu- ibu Majelis Ta’lim Nurul Falah Dusun Simpang Sari Desa Baru Ranji Lampung Selatan ? 2. Bagaimana
penerapan Metode Dakwah Hi.
Umar Jaya Kepada Jama’ah Pengajian Ibu- ibu Majelis Ta’lim Nurul Falah Dusun Simpang Sari
Metode penelitian pendekatan kualitatif
1. Penelitian terdahulu hanya fokus terhadap metode dakwah yang digunakan sedangkan saya fokus kepada tujuan, metode sekaligus media yang digunakan
1. Persamaan penelitian terdahulu dengan
penelitian saya adalah sama- sama meneliti tentang metode dakwah yang digunakan.
2. Menggunakan penelitian pendekatan kualitatif
Metode dakwah yang digunakan yaitu metode ceramah, tanya jawab, dan metode demontrasi/ praktek.
Pada metode ceramah ada beberapa ciri khas Hi. Umar Jaya yakni dengan tutur kata yang sopan, halus, dan lembut dengan tujuan agar dapat menyampaikan materi denga tegas dan benar dan tidak keluar dari Al-Qur’an dan Sunnah dan mengetahui kondisi dan kebutuhan yang dibutuhkan jamaaah pada saat ini dengan harapan dapat mempermudah jama’ah dalam mengamalkan materi yang disampaikan. Metode tersebut diterapkan melalui Majelis Ta’lim Nurul Falah yang mengadakan kajian keIslaman secara umum.
Ranji Lampung Selatan ? 3. Nikmatul
Maula
Dzikir Istighosah sebagai Metode Dakwah pada Jama’ah Pengajian di Pondok Pesantren Al-Fadllu wal- Fadlilah Kaliwungu Kendal
1. Bagaimana proses pelaksanaan Dzikir Istighosah sebagai Metode Dakwah pada Jama’ah
Pengajian di Pondok
Pesantren Al- Fadllu wal- Fadlilah
Kaliwungu Kendal ?
2. Apa faktor penghambat dan pendukung Dzikir
Istighosah
Metode penelitian kualitatif deskriptif
1. Penelitian terdahulu fokus pada proses pelaksanaan dan faktor penghambat pada saat berdakwah sedangkan penelitian saya lebih fokus terhadap tujuan, metode dan media yang digunakan dalam berdakwah
1. Persamaan penelitian terdahulu dengan
penelitian saya adalah sama- sama
menggunakan penelitian kualitatif
Metode dakwah dengan dzikir istighosah bertujuaan untuk mendekatkan diri kepada Allah SAW, sarana menambah iman, pengabdian dan pematangan cita-cita hidup, serta sarana pengendalian diri,
pengendalian nafsu yang sering menjadi penyebab kejahatan.
Dalam pelaksanaan dzikir istighosah terdapat hambatan dan pendukung baik dari jama’ah maupun dari sistem pelaksanaannya, hambatan yang sering terjadi meliputi:
tempat yang kurang kondusif, pelaksanaanya yang kurang efektif, fasilitas yang kurang memadai, jama’ah yang ngantuk dan ngobrol sendiri dan gangguan sound system yang terkadang tidak terdengar jelas. Sedangkan faktor
Dakwah pada Jama’ah
Pengajian di Pondok
Pesantren Al- Fadllu wal- Fadlilah
kaliwungu Kendal ?
meningkatkan keimanan, sarana silaturrahin antar jama’ah dan kunjungan rutin wali santri.
4. Siti Mulhamah
Tanggapan Jama’ah Terhadap Pengajian K.H. Asmuni (Guru
Danau) di Kecamatan Danau Panggang Kabupaten Hulu Sungai Utara
1. Tanggapan Jama’ah Terhadap Pengajian K.H.
Asmuni (Guru Danau) di Kecamatan Danau Panggang Kabupaten Hulu Sungai Utara
Metode penelitian pendekatan kualitatif
1. Penelitian terdahulu fokus terhadap tanggapan jamaah sedangkan penelitian saya fokus terhadap tujuan, metode dan media yang digunakan untuk berdakwah
1. Sama-sama menggunakan metode penelitian kualitatif
Pengajian agama K.H.Asmuni dilaksanakan pada sabtu malam sesudah sholat isyak di Danau Panggang dengan metode ceramah dengan menggunakan bahasa daerah, materi yang disampaikan bersumber dari Al-Qur’an dan Hadis Rasulullah SAW, dengan pokok materi tentang tauhid, fiqh, akhlak dan tasawuf yang sesuai dengan kondisi jama’ah, sedangkan media yang digunakan yaitu media lisan yang memakai pengeras suara (mikrofon) dan
menyambut dengan positif, mereka sangat menyukai metode dan materi yang beliau gunakan dengan penyampain yang tegas dan berwibawa, ini terlihat dari keikutsertaan jama’ah dalam pengajian beliau serta partisipasi dalam penyiapan dan atau keperluan lainnya.
Sumber : diolah dari penelitian terdahulu
B. Kajian Teori 1. Dakwah
a. Pengertian Dakwah
Dalam buku ensiklopedi Islam, kata dakwah adalah kata dasar atau masdar. Kata kerjanya adalah da’a, yang mempunyai arti memanggil, menyeru, atau mengajak. Setiap gerakan yang bersifat menyeru atau mengajak, dan memanggil orang untuk beriman dan taat kepada perintah Allah SWT. Sesuai garis kaidah, syariat, dan akhlak Islamiyah.19
Kata Dakwah jika di tinjau dari etimologi atau Bahasa berarti mengajak, menyeru, memanggil. Sedangkan Dakwah secara terminologi adalah usaha-usaha menyerukan dan menyampaikan kepada perorangan manusia dan seluruh umat manusia di dunia ini dan yang meliputi al-amar, al-ma’ruf dan an-nahi al-munkar dengan berbagai cara dan media yang diperbolehkan akhlak dan membimbing pengalamannnya dalam kehidupan bermasyarakat dan kehidupan bernegara.20
Dakwah juga berarti suatu usaha aktif untuk meningkatkan taraf dan tata hidup manusia sesuai dengan ketentuan Allah dan RasulNya.21 Selain itu Dakwah merupakan suatu kegiatan untuk
19 Anas Ismail Abu Daud, Ensiklopedi Dakwah Bekal Juru Dakwa (Jakarta: Palapa Alta Utama, 2015),280
20 Samsul Munir Amin, ilmu dakwah (Jakarta : Amzah, 2009), 3
21 Nur Amien Fattah, Metode Dakwah Wali Songo (Pekalongan : T.B Bahagia, 1985), 18
menyampaikan dan mengajarkan serta mempraktekkan ajaran Islam di dalam kehidupan sehari-hari.22
Dakwah baik sebagai sebuah konsep atau aktivitas hendaknya mengacu kepada kebutuhan sasarannya. Hal ini diharapkan sebagai upaya memperoleh hasil yang maksimal dari tujuan dakwah, yaitu terciptanya tatanan kehidupan sosial dalam masyarakat yang lebih baik secara spiritual dan material.
Berdasarkan pengertian di atas baik secara etimologi maupun terminologi, maka dakwah dapat diartikan sebagai ajakan melalui perkataan, tulisan maupun tindakan menuju jalan yang kebenaran yaitu agama Islam, maka dari itu perlu suatu proses demi tercapainya tujuan dakwah.
b. Dasar Hukum Berdakwah
Adanya dakwah sangat penting dalm Islam, antara dakwah dan Islam tidak dapat dipisahkan yang satu dengan lainnya. Sebagimana diketahui, dakwah merupakan suatu usaha untuk mengajak, menyeru dan mempengaruhi manusia agar selalu berpegang teguh pada ajaran Allah SWT guna memperoleh kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.23 Setiap muslimpun mempunyai tugas untuk menyebarkan dakwah Islam di dunia, dan setiap perbuatan itu ada dasar hukumnya.
Hal ini berdasarkan firman Allah:
22 Faizah dan Lalu Muchsin Efendi, Psikologi Dakwah (Jakarta : Prenada Media, 2006), 6
23Samsul Munir Amin, ilmu dakwah (Jakarta : Amzah, 2009), 50
Artinya: “serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhan-mu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”. (QS. An- Nahl: 125)
Kata ud’u yang diterjemahkan dengan seruan dan ajakan adalah fi’il amr yang menurut kaidah ushul fiqh setiap fi’il amr adalah perintah dan setiap perintah adalah wajib dan harus dilaksanakan, selama tidak ada dalil lain yang memalingkan dari kewajiban itu kepada sunnah atau hukum lain. Jadi, melaksanakan dakwah hukumnya wajib karena tidak ada dali-dalil lain yang memalingkannya dari kewajiban itu dan hal ini disepakati oleh para ulama.24
Hanya saja terdapat perbedaan pendapat ulama tentang status kewajiban itu apakah fardlu ain atau fardlu kifayah. Dengan demikian dakwah bisa menjadi fardlu’ain apabila di suatu tempat tidak ada seorangpun yang melakukan dakwah dan dakwah bisa menjadi fardlu kifayah apabila di suatu tempat sudah ada orang yang melakukan dakwah dan orang itu memiliki kemampuan dan keahlian dalam berdakwah. Demikian juga, ketika jumlah da’i masih sedikit, sementara tingkat kemungkaran sangat tinggi dan kebodohan
24 Samsul Munir Amin, ilmu dakwah (Jakarta : Amzah, 2009), 51
merajalela, maka dakwah menjadi wajib’ain bagi setiap individu sesuai dengan kemampuannya.
Di sisi lain, Rasulullah SAW telah bersabda:
ع اوغلب )ىراخب هاور( ةيا ولو ىن
Artinya :“ Sampaikanlah dariku walaupun hanya satu ayat.” (HR.
Al-Bukhari)
Perintah allah untuk menyeru kepada sekalian manusia merupakan perintah untuk berinteraksi melalui informasi dan komunikasi. Alqur’an adalah sumber informasi mengenai keagamaan (islam) dari Tuhan kepada umat manusia sebagai pemeluk islam.
demikian pula sabda Rasulullah SAW yang memerintahkan untuk menyampaikan sesuatu yang berasal dari Rasul, walaupun hanya satu ayat kepada orang lain. Ini menunjukkan bahwa Rasulullah SAW memerintahkan untuk menyebarkan informasi yang berasal dari beliau.
Firman Allah yang lain:
Artinya: “kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh pada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitabberiman, tentulah itu lebih baik dari mereka, di antara
mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik”. (QS. Ali Imran: 110)
Pada ayat di atas ditegaskan bahwa umat Muhammad (umat Islam) adalah umat yang terbaik di bandingkan umat-umat yang sebelumnya. Kelebihan di atas disebabkan umat Islam memiliki tiga ciri sekaligus tugas pokok yaitu:
1) Beramar ma’ruf ( mengajak kepada kebaikan) 2) Bernahi munkar ( mencegah kemungkaran)
3) Beriman kepada Allah untuk landasan utama bagi segalanya.
Firman Allah dalam surat At-Taubah ayat 71, yang berbunyi:
Artinya: “dan orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan sebagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan sholat, menunaikan zakat dan mereka taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah: sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. (QS.At-Taubah: 71)
Tugas dakwah adalah tanggung jawab bersama diantara kaum muslimin, oleh karena itu harus saling membantu dalam menegakkan dan menyebarkan ajaran Allah serta bekerja sama dalam memberantas kemungkaran (amar ma’ruf nahi munkar). Mengenai kewajiban
menyampaikan dakwah kepada masyarakat penerima dakwah, para ulama berbeda pendapat mengenai status hukumnya.25
Pendapat pertama, menyatakan bahwa berdakwah itu hukumnya fardlu ain. Maksudnya setiap orang Islam yang sudah dewasa, kaya-miskin, pandai-bodoh, semuanya tanpa terkecuali wajib melaksanakan dakwah. Pendapat kedua, mengatakan bahwa berdakwah itu tidak fardli ain melainkan fardlu kifayah. Artinya apabila dakwah sudah disampaikan oleh sekelompok atau sebagian orang maka gugurlah kewajiban dakwah itu dari kewajiban seluruh kaum muslimin, sebab sudah ada yang melaksanakan walaupun oleh sebagian orang.
c. Tujuan Berdakwah
Gerakan dakwah pada dasarnya adalah seruan untuk berbuat kebaikan dan melarang perbuatan mungkar yang dilarang Allah SWT dan Rasul-Nya agar manusia mendapatkan kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Tujuan dakwah untuk mengajak kebaikan tersebut pastinya mempunyai arah dan tujuan yang jelas, sehingga bisa menjadi pedoman strategi gerak langkah dalam kegiatan dakwah tersebut.
Menurut Jamaluddin Kafie, tujuan dakwah perspektif psikologi dakwah dikelompokkan menjadi empat macam yaitu:
25Samsul Munir Amin, ilmu dakwah (Jakarta : Amzah, 2009), 51
1) Tujuan Utama
Tujuan utama dakwah adalah memasyarakatkan akhlak dan mengakhlakkan masyarakat, sesuai dengan misi besar Nabi Muhammad SAW. Akhlak akan menjadi landasan memimpin dalam tiga fungsi besar psikis manusia yaitu berpikir, berkehendak, dan perasaan. Akhlak seseorang akan membentuk akhlak masyarakat, negara, dan umat seluruhnya.
Sebagaimana hadits Rasulullah SAW:
قلاخءلاا مراكم ممتءلا تثعب امنا
Artinya: “Aku duutus di muka bumi ini untuk menyempurnakan akhlak”. (H.R. Ahmad)
2) Tujuan Hakiki
Tujuan hakiki dakwah adalah mengajak manusia untuk mengenal Tuhannya dan mempercayainya sekaligus mengikuti jalan petunjuk-Nya.
3) Tujuan Umum
Tujuan umum dakwah adalah menyeru manusia agar mengindahkan seruan Allah dan Rasul-Nya serta memenuhi panggilan-Nya, dalam hal yang dapat memberikan kebahagiaan hidupnya di dunia dan di akhirat kelak.
Sebagaimana hadits nabi:
سح ايندلا ىف انتا انبر
رانلا باذع انقو ةنسح ةرخلاا ىفو ةن
Artinya: “ ya tuhan kami! Berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan selamatkan kami dari siksa api neraka.
4) Tujuan Khusus
Tujuan khusus dakwah adalah berusaha bagaimana membentuk satu tatanan masyarakat Islam yang utuh fi silmi kafah.26
Tujuan dakwah dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu tujuan utama (umum) dan tujuan khusus (perantara).27 Tujuan utama merupakan garis pokok yang menjadi arah semua kegiatan dakwah, yaitu perubahan sikap dan perilaku mitra dakwah sesuai ajaran Islam.
perubahan sikap dIn perilaku seseorang perlu tahapan-tahapan bukanlah pekerjaan sederhana, tujuan pada setiap tahap itulah yang dinamakan tujuan perantara atau khusus.
Dengan demikian, tujuan utama dan tujuan perantara dakwah merupakan dua hal terkait yang tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lainnya. Tujuan utama merupakan muara akhir dari tujuan-tujuan perantara, sedangkan tujuan perantara merupakan sarana bagi tercapainya tujuan utama.
d. Unsur-unsur Dakwah
Unsur-unsur dakwah adalah komponen-komponen yang terdapat dalam setiap kegiatan dakwah, unsur-unsur dakwah tersebut adalah:
26Samsul Munir Amin, Ilmu Dakwah (Jakarta : Amzah, 2009), 67
27Moh. Ali Aziz, Ilmu Dakwah (Jakarta: Kencana, 2009), 350
1) Da’i (subjek dakwah)
Da’i adalah orang yang aktif melaksanakan dakwah kepada masyarakat, da’i ini ada yang melaksanakan dakwahnya secara individu dan ada juga yang berdakwah secara kolektif melalui organisasi.28
Subjek dakwah sangat menentukan keberhasilan kegiatan dakwah, maka subjek dakwah dalam hal ini da’i atau lembaga dakwah harus mampu menjadi penggerak dakwah yang profesional. Di samping profesional, kesiapan subjek baik penguasaan terhadap materi, maupun penguasaan terhadap metode, media dan psikologi sangat menentukan gerakan dakwah untuk mencapai keberhasilannya.29
Seorang da’i harus memulai dakwahnya dengan langkah pasti, diantaranya dengan memulai dari dirinya sehingga menjadi panutan yang baik bagi orang lain. Memerangi berbagai bentuk akhlak yang buruk dan berbagai kemungkaran dengan cara yang bijak, lalu berupaya untuk menggali keutamaan beriman dan kemuliaan akhlak.
2) Mad’u (objek dakwah)
Mad’u atau objek dakwah yaitu manusia sebagai menerima dakwah, baik secara individu atau kelompok yang
28 Wahidin Saputra, Pengantar Ilmu Dakwah (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), 8
29Samsul Munir Amin, Ilmu Dakwah, 13
beragama Islam maupun tidak, dan dari latar kehidupan yang berbeda atau dengan kata lain manusia secara keseluruhan.
Muhammad Abduh membagi mad’u menjadi tiga golongan yaitu:
a. Golongan cerdik cendekiawan
Golongan cerdik cendekiawan ialah yang cinta kebenaran dan dapat berfikir secara kritis dan cepat dapat menangkap persoalan.
b. Golongan awam
Golongan awam yaitu orang yang kebanyakan belum dapat berfikir secara kritis dan mendalam, serta belum dapat menangkap pengertian-pengertian yang tinggi.
c. Golongan yang berbeda dengan dua golongan tersebut
Yakni mereka senang membahas sesuatu tapi hanya dalam batas tertentu saja, dan tidak mampu membahasnya secara mendalam.30
3) Maddah (materi dakwah)
Materi dakwah merupakan nilai-nilai yang disampaikan dalam berdakwah yang bersumber pada ajaran pokok Islam yaitu Al-Qur’an dan hadits.31 Pada dasarnya meteri dakwah tergantung pada tujuan yang hendak dicapai dalam berdakwah.
30 M. Munir dan Wahyu Ilahi, Manajemen Dakwah (Jakarta: Kencana, 2006), 23
31 Hafi Anshori, Pemahaman dan Pengalaman Dakwah (Surabaya: Al-Ikhlas, 1993),60
Materi dakwah diklasifikasikan menjadi tiga hal pokok,32 yaitu:
a. Masalah akidah, yaitu serangkaian ajaran yang menyangkut sistem keimanan atau kepercayaan terhadap Allah SWT.
b. Masalah syariah, yaitu serangkaian ajaran yang menyangkut aktivitas manusia muslim di dalam semua aspek hidup dan kehidupannya. Hal mana yang boleh dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan, mana yang halal dan haram, dan lain sebagainya. Dalam hal ini juga menyangkut hubungan manusia dengan Allah dan hubungan manusia dengan sesamanya.
c. Masalah akhlak, yaitu menyangkut tata cara berhubungan baik secara vertikal dengan Allah SWT maupun hubungan secara horisontal dengan sesama manusia dan seluruh makhluk- makhluk Allah.
4) Thariqah (metode dakwah)
Seorang da’i dalam melaksanakan aktivitas dakwahnya harus memiliki cara-cara atau strategi menyampaikan pesan-pesan dakwah agar tercapai tujuannya. Thariqah dakwah pada garis besarnya dibagi menjadi tiga,33 yaitu:
a. Dakwah qouliyah (oral) yaitu dakwah yang berbentuk ucapan atau lisan dan dapat didengar oleh mitra dakwah (dakwah bil lisan), dakwah qouliyah ini meliputi:
32Ibid, 146
33Moh. Ali Aziz, Ilmu Dakwah, 165
1) Khutbah ceramah retorika yaitu penyampaian dakwah secara lisan didepan bebrapa orang. Bentuk thariqah ini antara lain, ceramah agama, pengajian khutbah, mauidhoh hasanah, dan lain sebagainya.
2) Mujadalah (diskusi) yaitu penyampaian dakwah dengan topik tertentu dan dengan cara pertukaran pendapat diantara beberapa orang dalam satu pertemuan.
3) Tanya jawab yaitu penyampaian dakwah dengan cara da’i memberikan pertanyaan atau memberi jawaban terhadap persoalan-persoalan yang diajukan satu pihak atau kedua pihak.
b. Dakwah kitabiyah (tulisan) yaitu penyampaian dakwah melalui tulisan, thariqah kitabiyah (bil qolam) ini biasa disalurkan melalui media massa, buku-buku, atau kitab-kitab agama, gambar, lukisan dan lain sebagainya.
c. Dakwah amaliyah (dakwah bil hal) yaitu penyampaian dakwah dengan kata-kata lisan maupun tulisan, tetapi tindakan yang nyata, dakwah bil hal ini bisa berupa uswatun hasanah, perkawinan dan sebagainya.
5) Wasilah (media dakwah)
Media dakwah adalah media atau instrumen yang digunakan sebagai alat untuk mempermudah sampainya pesan
dakwah kepada mad’u.34 Penggunaan media dakwah yang tepat akan menghasilkan dakwah yang efektif, sesuai perkembangan zaman penggunaan media atau alat-alat modern bagi pengembangan dakwah merupakan suatu keharusan untuk mencapai efektifitas dakwah.
Media dakwah jika dilihat dari cara penyampaiannya dapat digolongkan menjadi lima golongan besar,35 yaitu:
a) Lisan yaitu dakwah yang dilakukan dengan lidah atau suara.
Termasuk dalam bentuk ini adalah khutbah, pidato, ceramah, kuliah, diskusi, seminar, musyawarah, nasihat, pidato-pidato radio, ramah tamah dalam anjang sana, obrolan secara bebas setiap ada kesempatan dan lain sebagainya.
b) Tulisan yaitu dakwah yang dilakukan dengan perantara tulisan, misalnya buku, majalah, surat kabar, buletin, risalah, kuliah tertulis, pamflet, pengumuman tertulis, spanduk dan sebagainya.
c) Lukisan yaitu gambar-gambar hasil seni lukis, foto, film cerita dan sebagainya. Bentuk terlukis ini banyak dipakai untuk menggambarkan suatu maksud ajaran yang ingin disampaikan kepada orang lain seperti halnya komik-komik bergambar.
34 Wahidin Saputra, Pengantar Ilmu Dakwah (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), 9
35 Hamzah Ya’qub, Publistik Islam Teknik Dakwah dan Leadership (Bandung: Diponegoro, 1992),47-48
d) Audio visual yaitu suatu cara penyampaian yang sekaligus merangsang penglihatan dan pendengaran. Bentuk ini dilaksanakan dalam televisi, wayang, sandiwara, ketoprak, wayang dan lain sebagainya.
e) Akhlak yaitu suatu cara penyampaian secara langsung ditunjukkan dalam bentuk perbuatan yang nyata, misalnya menjenguk orang sakit, bersilaturrahmi, pembangunan masjid atau sekolah.
2. Majelis Dzikir
a. Pengertian Majelis Dzikir
Secara etimologi kata “majelis” berasal dari kosa kata Bahasa Arab, berasal dari kata “jalasa” yang berarti duduk. Kata tersebut menempati isim makan menjadi “majlis” dan mempunyai arti tempat duduk atau tempat pertemuan.36
Sedangkan secara terminologi, majelis adalah pertemuan atau kumpulan orang banyak yang mempunyai maksud dan tujuan tertentu.
Majelis juga dapat berupa lembaga masyarakat non pemerintah yang terdiri atas para ulama’ Islam, antara lain yang bertugas memberikan fatwa dan ada juga yang berupa lembaga pemerintah yang terdiri atas majelis-majelis perwakilan rakyat dan sebagainya.37
36 Ahmad Najieh, Kamus Arab-Indonesia (Surakarta: Insan Kamil, 2010), 73
37 Dep. Dik. Bud, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1989), 645
Struktur organisasi majelis merupakan sebuah organisasi kemasyarakatan non formal yang senantiasa menanamkan akhlak luhur dan mulia, meningkatkan kemajuan dan keterampilan jama’ahnya, saat memberantas kebodohan umat Islam agar dapat memperoleh kehidupan yang bahagia dan sejahtera serta di ridhoi oleh Allah SWT.
Sedangkan pengertian dzikir menurut Bahasa berasal dari kata
“dhakaro” yang artinya mengingat.38 Dzikir menurut syara’ adalah ingat kepada Allah dengan etika tertentu yang sudah ditentukan oleh Al-Qur’an dan Hadits dengan tujuan mensucikan hati dan mengagungkan Allah SWT.39 Sedangkan secara istilah adalah membasahi lidah dengan ucapan-ucapan pujian kepada Allah.
Menurut Syaikh Ahmad Fathani mengatakan dzikir asal mulanya diartikan bersih (As-shafa), wadahnya adalah penyempurnaan (Al- wafa) dan syaratnya adalah hadir di hadiratNya (hudhur), harapannya adalah amal shaleh, dan khasiatnya adalah terbukanya tirai rahasia atas kedekatannya kepada Allah SWT.40
Secara definitif dzikir diformulasikan sebagai berikut:
1. Menurut pendapat Imam Al-Ghazali41, dalam kitabnya Ihya’
Ulumuddin mengatakan bahwa dzikir untuk mendapatkan ilmu
38 Muhammad Yunus, Kamus Arab Indonesia (Jakarta: Yayasan Penyelenggara Penerjemah/Pentafsiran Al-Qur’an, 1973), 134
39 Fatihuddin, Tentramkan Hati dengan Dzikir (Surabaya: Delta Prima Pres, 2010), 13
40 Ismail Nawawi, Risalah Dzikir dan Do’a:Penerobos Tirai Rahasia Ilahi (Surabaya: Karya Agung, cetakan pertama 2008 ), 104
41 Abu Hamid Muhammad bin Muhammad, Ihya Ulumuddin, (tt:tp), 204- 426
ma’rifat didasarkan atas argumentasi tentang peranan dzikir itu sendiri bagi hati. Selanjutnya dijelaskan hati manusia itu tak ubahnya seperti kolam yang didalamnya mengalir bermacam- macam air. Dzikir kepada Allah adalah hiasan bagi kaum sufi yang merupakan syarat pertama bagi orang yang menempuh jalan Allah. Dzikir dapat membuka tabir alam malakut, yakni dengan datangnya malaikat. Dzikir merupakan pembuka alam ghaib, penarik kebaikan, penjinak was-was dan pembuka kewalian.
Dzikir juga bermanfaat untuk membersihkan hati.
2. Imam Athaillah Al-Iskandari42 dalam kitabnya Al-Hikam dikatan dzikir menurut ajaran thariqat haruslah dilakukan menurut penglihatan hati atau batin dan timbul dari pemikiran yang paling dalam, selanjutnya dikatakan tidak akan terjadi dzikir kecuali timbul dari pemikiran dan penglihatan batin.
3. Pendapat lain yang diungkapkan oleh Ibnu Qadamah dalam kitabnya Minhajul Qashidin.43 Mengatakan bahwa “tidak ada ibadah yang lebih utama bagi lidah setelah membaca Al-Qur’an selain dari dzikrullah yaitu dengan mengingat Allah dan menyampaikan segala kebutuhan melalui do’a yang tulus kepada Allah”.
Adapun dzikir menurut al-Qur’an dan al-Hadits adalah segala macam bentuk mengingat Allah SWT dengan cara membaca tahlil,
42 Imam Athaillah al Iskandari, al Hikam, (1995), 507-508
43 Ibid, 105
tasbih, tahmid, taqdis, takbir, hasbalah, qira’atul qur’an maupun membaca do’a-do’a yang maa’tsur dari Rasulullah SAW.44
Seperti yang tercantum dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits yang menunjukkan bahwa kita diperintahkan untuk berdzikir kepada Allah antara lain sebagai berikut:45
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, berzdikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya diwaktu pagi dan petang.
Selain ayat Al-Qur’an diatas perintah dzikir juga dijelaskan pada surat Ali-Imran: 191 dan Al-Ahzab: 34
Artinya: (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan Kami, Tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha suci Engkau, Maka peliharalah Kami dari siksa neraka”.
44 Zainul Muttaqin dan Ghazali Mukri, Do’a dan Dzikir (Yogyakarta: Mitra Pustaka cet ke 5, 1999), 7
45 Ibid, 106-108
Artinya: Dan ingatlah apa yang dibacakan di rumahmu dari ayat-ayat Allah dan Hikmah (sunnah nabimu). Sesungguhnya Allah adalah Maha lembut lagi Maha mengetahui.
Dzikir dapat dikatakan juga dengan segala bentuk mengingat Allaah dan menyebutnya dengan mengerjakan segala rupa bentuk berbuatan yang taat kepada Allah SWT.
Dengan demikian majelis-majelis yang diadakan untuk membahas soal agama, dapat juga dinamakan majelis dzikir.
Sebagaimana yang telah dijelaskan Atha’: majelis-majelis yang dibentuk untuk membahas soal halal dan soal haram, dipandang juga majelis dzikir, karena majelis-majelis itu dapat mengingat dan menyadarkan kita.46 Menurut Riski Joko Sukmono, aktivitas dzikir yang dilakukan secara bersama-sama dalam pengajian agama Islam disebut dengan majelis dzikir.47
Jadi majelis dzikir adalah tempat/kumpulan orang banyak yang mempunyai maksud dan tujuan tertentu hanya untuk mengingat Allah, mensucikan hati serta mendekatkan diri kepada Allah SWT.
b. Keutamaan Majelis Dzikir
Majelis dzikir merupakan tempat yang paling bersih, mulia, bermanfaat dan tinggi derajatnya, merupakan tempat yang paling bernilai dan agung merunut Allah SWT. Dan majelis dzikir adalah
46 Teungku Muhammad Hasby Ash Shiddiqy, Pedoman Dzikir dan Do’a (Semarang: PT. Pustaka Riski Putra,2002), 4
47 Risku Joko Sukmono, Psikologi Dzikir (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008), 1
suatu tempat yang didalamnya mempunyai beberapa keutamaan.
Keutamaan dari majelis dzikir adalah:
a. Tempat penenang hati dan tambahnya iman
Beberapa nash syar’i menjelaskan tentang keutamaan majelis dzikir sebagai tempat penenang hati, bertambahnya iman dan sucinya jiwa manusia.
Dalam al-Qur’an surat ar-Ra’d ayat 28 Allah berfirman:
Artinya: (yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.
Umar bin Hubaib Al-Khathami r.a berkata: “iman itu bisa bertambah dan bisa berkurang”. Ia ditanya, “bagaimana bertambah dan berkurangnya iman?” ia menjawab “jika kita berdzikir kepada Allah SWT, memuji-Nya dengan membaca tahmid dan mensucikan-Nya dengan membaca tasbih, maka iman bertambah.
Jika kita lalai dan lupa kepada Allah, maka iman akan berkurang”.
b. Majelis dzikir merupakan taman-taman syurga di dunia
Diriwayatkan oleh Imam Ahmad, At Tirmidzi dan lainnya meriwayatkan dari Anas bin Malik bahwa Rasulullah SAW bersabda yang artinya, “jika kalian lewat ditaman surga, maka mengembalalah”, para sahabat bertanya, “apakah taman-taman surga itu?” Rasulullah menjawab, “kelompok-kelompok dzikir”.
Yang disebut kelompok-kelompok dzikir pada hadits diatas adalah majelis-majelis dzikir.
c. Majelis dzikir juga merupakan majelisnya para malaikat
Tidak ada majelis bagi mereka di dunia kecuali majelis yang di dalamnya ada dzikir kepada Allah.48
Setiap majelis memiliki bentuknya masing-masing, dan setiap orang akan mendapatkan hasil yang sesuai dengan karakter majelis yang ia masuki.
d. Majelis dzikir juga membuat seseorang aman dari penderitaan dan penyesalan pada hari kiamat.
e. Majelis dzikir merupakan tempat turunnya ketenangan dan rahmat dari Allah.
f. Majelis dzikir juga merupakan salah satu cara efektif untuk menjaga lisan dari perbuatan ghibah, mengadu domba, berbohong, serta perbuatan keji dan batil lainnya.49 Jika manusia biasa berdzikir kepada Allah SWT, maka dia akan selalu mengingat perintah-perintah Allah SWT dan membicarakan hal yang baik dan bermanfaat. Sebaliknya jika manusia tidak bisa berdzikir kepada Allah SWT, maka dia akan membicarakan hal-hal yang tidak baik.
48 Ismail Nawawi, Risalah Dzikir dan Do’a:Penerobos Tirai Rahasia Ilahi (Surabaya: Karya Agung, cetakan pertama 2008 ), 124
49 Abdul Razzaq Asy-Shadr, Berdzikir Cara Nabi, Merengkuh Puncak Pahala Dzikir, Tahmid,Tasbih, Tahlil dan Hamdalah (Jakarta: Hikmah, 2007), 28
Banyak sekali manfaat yang diperoleh seseorang jika mengikuti majelis dzikir. Karena majelis dzikir merupakan tempat yang paling bersih, mulia, bermanfaat dan tinggi derajatnya, merupakan tempat yang paling bernilai dan agung menurut Allah SWT.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Dan Jenis Penelitian
Penelitian ini mempunyai maksud dan tujuan. Guna mengurai tujuan tersebut, maka perlu dijabarkan hal-hal yang terkait dengan pendekatan dan jenis penelitian yang digunakan.50 Melihat fokus dari diadakannya penelitian yang dijabarkan di depan, maka peneliti dalam skripsi inimenelusuri Dakwah Habib Nizar Al Aydrus pada Jama’ah Majelis Dzikir At-Taubah di Desa Tanggul Wetan Jember
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan jenis penelitian lapangan dengan pendekatan kualitatif deskriptif. Penelitian kualitatif deskriptif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian, misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dengan cara deskriptif dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu metode ilmiah.51 Dikatakan deskriptif karena data yang terkumpul berbentuk kata-kata, gambar dan bukan angka-angka.52
Pemilihan pendekatan penelitian kualitatif untuk mengetahui langsung dari pelaku di tempat penelitian, dengan upaya memahami situasi tertentu,
50 Silahkan buka dalam Norman K. Denzin and Yvonna S. Lincoln, Handbook Of Qualitative Research,dalam Dariyatno, cs (ed), Handbook Of Qualitative Research, (Yogyakarta: Pustaka, 1997), 265
51 Lexy J.Moleong, Metodologi Penelitian kualitatif, (Bandung; PT. Remaja Rosda Karya, 2006), 6
52 Denim, Menjadi Peneliti Kualitatif, (Bandung: Rineka Cipta,2002), 51
kemudian mencoba mendalami hingga sampai pada kesimpulan dalam penyajian data berbentuk deskriptif.
Jenis penelitian yang digunakan yaitu studi kasus. Studi kasus menjadi pilihan dalam penelitian ini, sebab kasus tentang dakwah Habib Nizar Al Aydrus merupakan kasus khusus dan hanya terjadi di Kecamatan Tanggul Wetan. Selain itu Habib Nizar mampu memiliki Majelis Dzikir At-Taubah dengan jumlah jama’ah yang kurang lebih 5000 jama’ah.53
B. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian menunjukkan dimana penelitian tersebut hendak dilakukan.54 Adapun lokasi penelitian tentang “Dakwah Habib Nizar Al Aydrus pada Jama’ah Majelis Dzikir at-Taubah di Desa Tanggul Wetan”.
Alasan peneliti memilih judul ini karena keadaan masyarakat yang kental akan kegiatan keagamaan seperti menghadiri Majelis Dzikir At-Taubah yang dipimpin oleh Habib Nizar yang ada di Kecamatan Tanggul Wetan, Kabupaten Jember.
C. Subjek Penelitian
Adapun untuk menentukan subjek penelitian atau informan dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling yaitu pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu. Dengan menggunakan purposive sampling sangat diharapkan data yang dikumpulkan bisa lengkap.
53 Wawancara dengan Habib Nizar, pada tanggal 18 Maret 2018
54 Tim Penyusun, Pedoman Penulisan Karya Ilmiyah, (Jember, IAIN Jember Press, 2015), 74