• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III PERJANJIAN JUAL PUTUS DALAM UNDANG-UNDANG HAK CIPTA. A. Peralihan Hak dalam Perjanjian Jual Putus dalam Undang-Undang Hak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB III PERJANJIAN JUAL PUTUS DALAM UNDANG-UNDANG HAK CIPTA. A. Peralihan Hak dalam Perjanjian Jual Putus dalam Undang-Undang Hak"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

35 BAB III

PERJANJIAN JUAL PUTUS DALAM UNDANG-UNDANG HAK CIPTA

A. Peralihan Hak dalam Perjanjian Jual Putus dalam Undang-Undang Hak Cipta

1. Perjanjian jual putus

Perjanjian jual putus merupakan perjanjian yang dapat ditemukan dalam Undang- Undang Hak Cipta. Perjanjian jual putus ini merupakan perjanjian yang dilakukan untuk mengalihkan hak atas suatu ciptaan kepada pihak pembeli. Jual putus adalah perjanjian yang mengharuskan pencipta menyerahkan ciptaannya melalui pembayaran lunas oleh pihak pembeli sehingga hak ekonomi atas ciptaan tersebut beralih seluruhnya kepada pembeli tanpa batas waktu, atau dalam praktik dikenal dengan istilah sold flat. Perjanjian jual putus yang dilakukan oleh pencipta dan pihak pembeli ini menimbulkan akibat hukum dari perjanjian tersebut. Adapun adanya perjanjian jual putus dalam Undang-Undang Hak Cipta juga harus memenuhi unsur- unsur perjanjian itu sendiri. Namun sebagai suatu perjanjian, jual putus juga memiliki unsur-unsur tersendiri yang membedakannya dengan perjanjian yang lain.

Berdasarkan pengertian jual-beli putus yang diatur dalam penjelasan Pasal 18 Undang-Undang Hak Cipta tersebut maka unsur-unsur yang harus ada dalam jual-beli putus yakni:1

a. Adanya konsensus yang dituangkan dalam perjanjian.

1 Erna Tri, “Akibat Hukum Perjanjian Jual Beli Hak Cipta Dengan Sistem Jual Putus”, Jurnal Widya Pranata Hukum, Volume 1, Nomor 2, September Tahun 2019, hal., 155.

(2)

36 Adanya kesepakatan antara pencipta dan pembeli atas suatu karya cipta yang menjadi suatu objek perjanjian jual putus. Dimana yang menjadi objek perjanjian jual putus adalah pengalihan hak ekonomi dan adanya pembayaran yang dibayarkan oleh pembeli kepada pencipta.

b. Pencipta menyerahkan ciptaannya.

Dalam jual-beli putus ada kewajiban pencipta menyerahkan ciptaannya, maksudnya menyerahkan hak komersial atau hak ekonomi kepada pembeli.

Hak cipta yang merupakan benda bergerak tidak berwujud mengikuti ketentuan peralihannya yang diatur dalam ketentuan KUH Perdata terkait dengan peralihan atas benda tidak berwujud. Menurut Pasal 613 ayat (1) KUH Perdata, bahwa penyerahan benda tidak berwujud dilakukan dengan cara membuat sebuah akta autentik atau akta dibawah tangan dengan mana hak- hak atas kebendaan itu dilimpahkan kepada orang lain sebagai syarat mutlak dalam perjanjian jual-beli putus disyaratkan bahwa adanya penyerahan ciptaan dari penjual selaku pencipta kepada pembelinya. Penyerahan ini sebagai konsekuensi dalam perjanjian jual-beli putus yang menimbulkan hak dan kewajiban dari kedua belah pihak yaitu penjual dalam hal ini pencipta dan pembeli dalam hal ini yang menerima peralihan atas nilai komersial dari ciptaan. Kewajiban penjual adalah menyerahkan ciptaan secara keseluruhan dan kewajiban pembeli adalah membayar lunas, sedangkan hak penjual adalah menerima pembayaran lunas dan hak pembeli adalah menikmati nilai komersial atas ciptaan tersebut.

c. Pembayaran lunas dari pihak pembeli.

(3)

37 Pembayaran lunas ini dimaksudkan sebagai pembayaran dari ciptaan tersebut yang dibayarkan hanya sekali saja sebagai tanda bahwa ciptaan tersebut telah dibeli dari si penjual dalam hal ini si pencipta. Itulah mengapa perjanjian ini dikatakan sebagai perjanjian jual-beli putus, kata putus ini menunjuk pada pembayaran hanya sekali dan tidak ada lagi pembayaran lainnya dalam pemanfaatan komersial dari ciptaan tersebut.

d. Adanya peralihan hak ekonomi.

Hak ekonomi atas ciptaan tersebut beralih seluruhnya kepada pembeli.

Penyerahan disini adalah pada hakekatnya bukan penyerahan kepemilikan atas hak moral, akan tetapi penyerahan untuk menikmati atau mengeksploitasi nilai komersial yang dimiliki oleh pencipta.

Perjanjian jual putus sebagaimana dijelaskan di atas, merupakan perjanjian yang objeknya merupakan benda bergerak tidak berwujud sehingga penyerahannya dilakukan menggunakan akta autentik. Yang diserahkan dalam perjanjian jual putus merupakan hak ekonomi atas sebuah karya. Hak cipta berisikan hak ekonomi dan hak moral. Hak ekonomi adalah hak untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas ciptaan.

Sedang hak moral adalah hak yang melekat pada diri pencipta atau pelaku yang tidak dapat dihilangkan atau dihapus tanpa alasan apapun, walaupun hak cipta telah dialihkan.

Hak cipta itu termasuk dalam ruang lingkup hak kebendaan. Namun dalam pengalihan hak ekonomi ini tidak seperti jual-beli pada umumnya yang adanya sifat droit de suite. Hal ini yang membedakan perjanjian jual putus dengan perjanjian lainnya karena hak ekonomi yang dialihkan dalam perjanjian jual putus akan kembali

(4)

38 kepada pencipta dalam jangka waktu yang ditentukan dalam Undang-Undang Hak Cipta.

2. Pembatasan dalam perjanjian jual putus

Perlindungan hukum terhadap hasil ciptaan dengan diperbaharui undang-undang mendukung berkembangnya hasil karya dari para pencipta di Indonesia. Oleh karena itu Undang-Undang Hak Cipta terus diperbaharui mengikuti perkembangan zaman.

Diawali UU Nomor 6 Tahun 1982 diperbaharui dengan UU Nomor 7 Tahun 1987.

Kemudian UU Nomor 7 Tahun 1987 ini juga dirasa tidak sesuai dengan tuntutan masyarakat dan diperbaharui lagi dengan UU Nomor 12 Tahun 1997. Undang-undang produk tahun 1997 hanya bertahan 5 tahun dan kembali direvisi pada tahun 2002 melalui UU Nomor 19 Tahun 2002. Dua belas tahun kemudian undang-undang ini juga harus direvisi untuk kesekian kalinya melalui Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.2 Didalamnya diatur juga mengenai perjanjian jual putus.

Sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, pengalihan hak ekonomi dari hak cipta diatur dalam Pasal 16 Undang-Undang Hak Cipta yang menyatakan bahwa hak cipta dapat beralih melalui perjanjian.

Pengalihan hak cipta melalui perjanjian tertulis ini dilakukan dalam perjanjian jual- beli. Dimana masing-masing pihak terkait dalam melaksanakan perjanjian harus memenuhi asas-asas dan unsur-unsur perjanjian yang ada dalam Kitab Undang- Undang Hukum Perdata.

2 H. O. K. Saidin, Op. Cit., 2015, hal., 62.

(5)

39 Dalam pengaturan hak cipta, ada beberapa perubahan yang ada dalam pergantian dari Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 menjadi Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Hal ini yang membuat pengaturan yang baru dalam pengalihan hak cipta dalam jual putus. Hak cipta dalam pengaturannya sebagai hak eksklusif dalam hal hak ekonomi dapat dialihkan. Pengalihan yang diatur dalam Pasal 16 ayat (2) Undang-Undang Hak Cipta menyatakan bahwa pengalihan hak cipta dapat dialihkan salah satunya melalui perjanjian. Perjanjian yang dilakukan untuk mengalihkan hak cipta adalah perjanjian jual-beli yang dikenal dalam Undang- Undang Hak Cipta dengan istilah jual putus. Sistem perjanjian jual putus dalam rangka pengalihan hak cipta sudah diperbaharui seiring direvisinya undang-undang yang mengatur tentang hak cipta itu sendiri. Undang-undang yang baru memberikan perlindungan yang lebih baik terhadap hak ekonomi para pencipta dengan membatasi pengalihan hak ekonomi dalam pengaturan jual putus.3

Dilihat dari undang-undang sebelumnya yakni Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 yang telah digantikan oleh Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, ada beberapa perubahan yang dapat dicermati, dalam hal ini ditekankan pada pengaturan jual putus hak cipta itu sendiri. Dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, diatur mengenai pembatasan pengalihan hak cipta yakni dalam Pasal 18 dan Pasal 30 Undang-Undang Hak Cipta. Pasal 18 Undang-Undang Hak Cipta yang menyatakan ciptaan buku, dan/atau semua hasil karya tulis lainnya, lagu dan/atau musik dengan atau tanpa teks yang dialihkan dalam perjanjian jual putus dan/atau pengalihan tanpa batas waktu, hak ciptanya beralih kembali kepada

3 Ibid., hal., 215.

(6)

40 pencipta pada saat perjanjian tersebut mencapai jangka waktu 25 (dua puluh lima) tahun. Sedangkan Pasal 30 Undang-Undang Hak Cipta menyatakan karya pelaku pertunjukan berupa lagu dan/atau musik yang dialihkan dan/atau dijual hak ekonominya, kepemilikan hak ekonominya beralih kembali kepada pelaku pertunjukan setelah jangka waktu 25 (dua puluh lima) tahun.

Dua pasal ini merupakan pengaturan baru (dibandingkan dengan undang-undang sebelumnya) yang cukup berdampak dalam pelaksanaan perjanjian jual-beli hak cipta. Pasal ini dibuat dalam rangka melindungi pencipta, lebih spesifik melindungi pencipta dalam perlindungan hak cipta sebagai hak subjektif dalam hak ekonomi.

Dapat dilihat bahwa terdapat adanya perbedaan pengaturan yang ada. Dimana dalam pengaturan yang lama terlihat memberatkan pihak pencipta dengan adanya jual-beli hak cipta yang dilakukan. Dikarenakan dengan sistem jual-beli yang ada saat itu, pencipta hanya menerima pembayaran satu kali di awal perjanjian. Hal ini disebabkan oleh pengaturan jual-beli hak cipta di undang-undang yang lama tidak mengatur mengenai jangka waktu seperti undang-undang yang berlaku saat ini. Pada undang- undang yang lama, tidak diatur jangka waktu pengalihan hak ekonomi yang menjadi objek jual putus tersebut. Sehingga banyak pencipta yang tidak bisa menikmati kenikmatan dari hak ekonomi dari hasil karyanya sendiri secara berkepanjangan.

Dengan adanya undang-undang yang baru, perlindungan yang lebih baik diberikan kepada pencipta dalam perlindungan hak ekonomi. Dengan adanya Pasal 18 dan Pasal 30 Undang-Undang Hak Cipta, pencipta diberi perlindungan untuk dapat menikmati hasil karyanya. Dengan dibentuknya peraturan yang baru, penerapannya juga akan berubah. Hal ini bisa dilihat dari jual-beli hak cipta itu sendiri. Dimana

(7)

41 dalam jual putus, jual-beli yang dilakukan tidak seperti jual-beli dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata pada umumnya. Namun disini Undang-Undang Hak Cipta memberikan jangka waktu sehingga dilihat mengubah esensi jual-beli itu sendiri.

B. Ketentuan Jual-beli dalam Undang-Undang Hak Cipta Tidak Tepat Penamaannya

1. Peralihan dalam jual-beli dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dibandingkan jual-beli dalam Undang-Undang Hak Cipta

Dalam perjanjian jual-beli terdapat dua pihak, pihak yang satu disebut penjual dan pihak lainnya disebut pembeli. Pihak penjual membutuhkan uang dan pembeli membutuhkan suatu barang, perjanjian seperti ini diatur dalam Buku III KUH Perdata, dimulai dari Pasal 1457 sampai dengan Pasal 1540. Terkait dengan perjanjian jual-beli itu, ketentuan undang-undang memberikan kebebasan kepada para pihak untuk menentukan syarat-syarat yang harus dipenuhinya.4 Dalam transaksi jual- beli berlaku hak dan kewajiban antara penjual dan pembeli yang pada intinya penjual memiliki kewajiban untuk menyerahkan barang sesuai dengan kesepakatan dalam jual-beli tersebut sedangkan haknya yaitu untuk menerima pembayaran-pembayaran sesuai dengan perjanjian jual-beli yang telah mereka buat.5

Hak kebendaan merupakan hak milik yang mutlak, yaitu dapat dipertahankan terhadap siapapun juga, dan hak kebendaan itu mempunyai sifat zaaksgevolg atau droit de suite (hak yang mengikuti). Artinya hak itu terus mengikuti bendanya

4 Ratna Artha, Hukum Perjanjian, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2014, hal., 4.

5 Deasy Soeikromo, “Pengalihan Hak Milik Atas Benda Melalui Perjanjian Jual Beli Menurut KUH Perdata”, Jurnal Hukum Unsrat, Volume 1, Nomor 3, September Tahun 2013, hal., 89.

(8)

42 dimanapun juga, (dalam tangan siapapun juga) barang itu berada. Hak itu terus saja mengikuti orang yang mempunyai atau memiliki benda tersebut.6

Pengertian hak milik dapat dilihat seperti yang disebutkan pada Pasal 570 KUH Perdata yang menyatakan bahwa hak milik adalah hak untuk menikmati suatu benda itu dengan sebebas-bebasnya, asal tak dipergunakan bertentangan dengan undang- undang atau peraturan umum yang diadakan oleh kekuasaan yang mempunyai wewenang untuk itu dan asal tidak menimbulkan gangguan terhadap hak-hak orang lain, kesemuanya itu dengan tak mengurangi kemungkinan adanya pencabutan hak itu untuk kepentingan umum, dengan pembayaran pengganti kerugian yang layak dan menurut ketentuan undang-undang.7 Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hak milik adalah hak yang paling utama apabila dibandingkan dengan hak-hak kebendaan yang lain, karena yang mempunyai hak dapat menikmatinya dengan sepenuhnya dan menguasainya dengan sebebas-bebasnya terhadap bendanya. Artinya pemegang hak milik dapat melakukan perbuatan hukum apa saja terhadap benda yang menjadi kepunyaannya.

Jual-beli menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata adalah suatu perjanjian bertimbal balik, pihak penjual berjanji untuk menyerahkan hak milik atas suatu barang, sedang pihak pembeli berjanji untuk membayar harga yang terdiri atas sejumlah uang sebagai imbalan dari perolehan hak milik tersebut.8

Setiap perbuatan hukum perdata yang bermaksud untuk mengalihkan hak milik, harus memenuhi ketentuan sebagaimana digariskan dalam Pasal 584 Kitab Undang-

6 Ibid., hal., 91.

7 Andi Hamzah, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Rineka Cipta, Jakarta, 2000, hal., 170.

8 R. Subekti, Op. Cit., 1996, hal., 2.

(9)

43 Undang Hukum Perdata. Dalam ketentuan tersebut dapat diketahui bahwa sebelum suatu penyerahan kebendaan, dengan tujuan untuk melakukan pemindahan hak milik dapat dilakukan, haruslah ada terlebih dahulu suatu peristiwa perdata yang bertujuan untuk mengalihkan hak milik tersebut, yang dituangkan dalam bentuk perjanjian, dapat diwujudkan dalam perjanjian jual-beli, tukar menukar maupun hibah. Pada penyerahan terhadap suatu barang dari hasil jual-beli ada ketentuan bahwa kewajiban menyerahkan suatu barang meliputi segala sesuatu yang menjadi perlengkapannya serta dimaksudkan bagi pemakaiannya yang tetap, beserta surat-surat bukti milik, jika itu ada sebagaimana tertuang dalam Pasal 1428 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.9

Dilihat dari pemaparan di atas mengenai jual-beli dan pengalihan hak milik dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, tidak ada ketentuan seperti yang ada dalam pengaturan pengalihan hak cipta dalam Undang-Undang Hak Cipta. Dimana dalam pengaturan Pasal 18 dan Pasal 30 Undang-Undang Hak Cipta menentukan bahwa hak cipta akan kembali kepada pencipta setelah jangka waktu 25 tahun. Hal ini merupakan perbedaan pengaturan yang ada dalam pengaturan pengalihan tersebut.

Perbedaan yang bisa dilihat diantara pengalihan hak milik dalam Kitab Undang- Undang Hukum Perdata dan Undang-Undang Hak Cipta adalah dalam pengaturan mengenai batas waktu. Dapat disimpulkan bahwa pengalihan yang ada dalam pengaturan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta bukanlah jual- beli yang ada seperti dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

2. Pengalihan dan pemanfaatan hak ekonomi dalam hak cipta

9 Deasy Soeikromo, Op. Cit., 2013, hal., 94.

(10)

44 Yang bisa dialihkan hanyalah hak ekonomi dari suatu hak cipta. Hak ekonomi ini dialihkan dalam rangka mendapatkan manfaat ekonomi yang ada pada suatu hak cipta. Pengalihan hak ekonomi dari pencipta kepada pihak lainnya dapat dilakukan dengan perjanjian. Perjanjian ini dibuat dengan ketentuan untuk mengalihkan hak ekonomi yang mana merupakan hak eksklusif yang dimiliki oleh pencipta, namun dengan adanya pengalihan melalui perjanjian, hak ini kemudian berpindah atau tidak melekat lagi kepada si pencipta hasil karya tersebut. Kegiatan eksploitasi karya atau hak cipta adalah upaya memperoleh keuntungan atau manfaat ekonomi dari sebuah karya cipta. Kegiatan ini bisa dilakukan sendiri oleh pencipta atau pemegang hak cipta. Hal ini merupakan hal yang sah dan mendapatkan perlindungan hak cipta.10

Undang-Undang Hak Cipta melindungi hak cipta atas suatu karya. Pasal 40 Undang-Undang Hak Cipta mengatur sejumlah ciptaan yang dilindungi di dalamnya.

Undang-Undang Hak Cipta antara lain melindungi buku, drama, karya seni terapan, dan lagu. Pada pembahasan kali ini, akan membahas tentang perlindungan hak cipta atas lagu.

Sebuah ciptaan lagu, agar mendatangkan manfaat ekonomi, tentu harus disebarluaskan kepada publik dan agar bisa disebarluaskan kepada publik tentu perlu terlebih dahulu direkam dan diperbanyak. Jika kegiatan ini tidak hendak dilakukan sendiri oleh pencipta lagu, ia tentu akan mendatangi dan mengalihkan haknya kepada perusahaan rekaman musik atau produser rekaman suara. Pengalihan hak atau pemberian izin dari pencipta lagu kepada produser rekaman suara bisa dilakukan

10 Otto Hasibuan, Hak Cipta di Indonesia: Tinjauan Khusus Hak Cipta Lagu, Neighbouring Rights, dan Collecting Society, Alumni, Bandung, 2008, hal., 151.

(11)

45 pencipta itu sendiri atau dikuasakan kepada penerbit musik. Pengalihan hak yang dilakukan oleh pencipta lagu kepada produser suara adalah hak ekonomi dalam hak cipta, jadi bukan hak moral karena hak moral tidak dapat dialihkan.11

Terkecuali pencipta lagu sekaligus sebagai pemilik perusahaan rekaman, pencipta lagu biasanya mendatangi produser rekaman suara dan menawarkan lagunya untuk direkam. Apabila produser rekaman tertarik dengan lagu yang ditawarkan pencipta, maka produser akan menerima lagu tersebut untuk direkam dan mengadakan perjanjian dengan pencipta lagu. Bentuk surat perjanjian antara pencipta lagu dan produser rekaman biasanya dibedakan berdasarkan honorarium pencipta lagu. Adapun perjanjian yang dilakukan antara lain yakni royalti dan jual putus.

Perjanjian jual putus yang dilakukan antara pencipta lagu dan produser dibedakan menjadi dua macam. Yang pertama yakni perjanjian jual putus sempurna, dimana dalam perjanjian ini pencipta menerima honorarium sekali saja. Yang selanjutnya, produser rekaman berhak atas pengeksploitasian lagu. Dan yang kedua yakni jual putus terbatas atau bersyarat. Dalam perjanjian jual putus terbatas, pencipta lagu juga hanya menerima honorarium sekali saja. Akan tetapi, hak produser untuk mengeksploitasi lagu dibatasi, misalnya pemakaian lagu hanya untuk satu atau dua kali saja. Setelah itu, pencipta lagu akan kembali mendapatkan hak untuk mengeksploitasi lagu ciptaannya kembali.12

3. Perubahan jual-beli dalam Undang-Undang Hak Cipta

11 Ibid., hal., 152.

12 Ibid.

(12)

46 Pengalihan hak ekonomi pada hak cipta melalui perjanjian jual putus diatur dalam Undang-Undang Hak Cipta. Pengaturan hak cipta terus diperbaharui seiring perkembangan zaman. Pembaruan dari pengaturan lama menjadi pengaturan yang baru tidak lain menyesuaikan dan mengikuti kebutuhan masyarakat. Pengaturan baru atau revisi undang-undang ini melahirkan regulasi yang baru dalam pelaksanaannya.

Termasuk juga dalam pengaturan Undang-Undang Hak Cipta yang diperbarui dengan perubahan zaman dan kebutuhan masyarakat, berbeda juga pengaturan dan pelaksanaannya di lapangan. Perubahan ini termasuk adanya perubahan ketentuan mengenai pengalihan hak ekonomi hak cipta melalui perjanjian, yakni perjanjian jual putus. Perjanjian jual putus dalam Undang-Undang Hak Cipta diatur dengan ketentuan baru mengenai pembatasannya. Pembatasan ini mengatur perihal pembatasan mengenai jangka waktu peralihan hak ekonomi yang dilakukan dalam perjanjian jual putus yang melepaskan hak ekonomi dari hak cipta seorang pencipta kepada pihak lainnya.

Pengaturan yang proporsional sangat diperlukan, agar fungsi positif dapat dioptimalkan dan dampak negatifnya dapat diminimalkan. Itulah salah satu alasan pemerintah untuk mengganti Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Pemerintah menyebutnya sebagai upaya sungguh-sungguh dari negara untuk melindungi hak ekonomi dan hak moral pencipta. Perubahan untuk melindungi hak ekonomi dan hak moral antara lain yakni perlindungan hak cipta dilakukan dengan waktu lebih panjang sejalan dengan penerapan aturan di berbagai negara sehingga jangka waktu pelindungan hak cipta di bidang tertentu diberlakukan selama hidup pencipta ditambah 70 (tujuh puluh) tahun

(13)

47 setelah pencipta meninggal dunia. Dan mengenai perlindungan hak ekonomi lebih spesifik yakni diberikannya perlindungan yang lebih baik terhadap hak ekonomi pencipta dengan adanya pembatasan pengalihan hak ekonomi dalam bentuk jual putus (sold flat).13

Undang-Undang Hak Cipta melindungi pencipta dalam halnya ada pengalihan hak ekonomi melalui jual putus (sold flat). Terlihat dari ketentuan Pasal 18 Undang- Undang Hak Cipta yang menyatakan ciptaan buku, dan/atau semua hasil karya tulis lainnya, lagu dan/atau musik dengan atau tanpa teks yang dialihkan dalam perjanjian jual putus dan/atau pengalihan tanpa batas waktu, hak ciptanya beralih kembali kepada Pencipta pada saat perjanjian tersebut mencapai jangka waktu 25 (dua puluh lima) tahun. Hal tersebut juga berlaku bagi karya pelaku pertunjukan berupa berupa lagu dan/atau musik yang dialihkan dan/atau dijual hak ekonominya, kepemilikan hak ekonominya beralih kembali kepada pelaku pertunjukan setelah jangka waktu 25 (dua puluh lima) tahun sebagaimana diatur dalam Pasal 30 Undang-Undang Hak Cipta.14

Perubahan Undang-Undang Hak Cipta ini dilakukan dalam rangka memberikan perlindungan yang lebih baik kepada pencipta. Perlindungan yang diberikan Undang- Undang Hak Cipta ini selain melindungi hak moral juga melindungi hak ekonomi.

Perlindungan hak ekonomi yang terlihat dalam pengaturan Undang-Undang Hak Cipta ini terlihat pada pembatasan waktu peralihan hak ekonomi itu sendiri. Undang- Undang Hak Cipta ini membatasi bahwa setelah jangka waktu dua puluh lima tahun

13 H. O. K. Saidin, Op. Cit., 2015, hal., 214.

14 Letezia Tobing, “Hal Baru yang Diatur di Undang-Undang Hak Cipta Pengganti Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002” (https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt54192d63ee29a/uu-hak- cipta-baru/, diakses pada tanggal 15 Maret 2020 pukul 19.12 WIB).

(14)

48 dilakukannya jual putus, hak ekonomi yang dilepaskan dari pencipta akan kembali lagi kepada pencipta dalam jangka waktu tersebut. Hak ekonomi yang kembali melekat pada pencipta menciptakan ruang untuk pencipta mendapatkan manfaat ekonomi dan memberi kebebasan kepada pencipta untuk mengeksploitasi hasil karya ciptaannya kembali.

Adapun perbedaan dan persamaan dapat dilihat dari unsur-unsur perjanjian itu sendiri. Adanya kesamaan dilihat dari unsur antara lain yakni adanya subjek hukum.

Subjek hukum haruslah ada dalam perjanjian jual putus sama halnya dengan perjanjian jual beli. Persamaan lain yang dapat ditemui yakni adanya peralihan hak suatu objek dari pihak satu ke pihak lainnya. Peralihan ini menimbulkan hak dan kewajiban bagi masing masing pihak sesuai denga kesepakatan. Dan kedua perjanjian ini haruslah mengikuti pengaturan mengenai syarat-syarat sahnya perjanjian.

Perbedaan yang ada dalam kedua perjanjian ini adalah mengenai peralihan kembali hak yang dialihkan kepada pihak yang menjual. Dimana dalam perjanjian jual beli peralihan hanya terjadi sekali. Sedangkan dalam perjanjian jual putus peralihan terjadi dua kali. Peralihan hak objek perjanjian akan kembali kepada penjual setelah jangka waktu yang ditentukan oleh Undang-Undang Hak Cipta yakni dua puluh lima tahun. Hal inilah yang menjadikan kedua perjanjian ini merupakan perjanjian yang berbeda walau ada persamaan di antara kedua perjanjian tersebut.

Walau bertujuan untuk melindungi pencipta, tentu Undang-Undang Hak Cipta ini merubah perjanjian jual putus. Awalnya perjanjian tersebut tanpa batas waktu, setelah adanya Undang-Undang Hak Cipta, pengalihan hak ekonomi dalam perjanjian jual putus menjadi terbatas yang merubah perjanjian itu sendiri. Perjanjian jual putus ini

(15)

49 menjadi suatu perjanjian yang berbeda dari perjanjian-perjanjian yang ada. Tidak seperti perjanjian jual-beli yang ada dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, perjanjian jual putus ini berbeda karena adanya batas waktu pengalihan hak yang menjadi objek jual-beli pada umumnya. Hal ini juga berlawanan dengan sifat droit de suite yang dimana harusnya hak kebendaan itu akan terus mengikuti dimanapun

benda itu berada. Dengan pengaturan yang ada, perjanjian jual putus ini memiliki suatu unsur yang berbeda dengan peraturan sebelumnya yang menjadikannya suatu perjanjian yang berbeda.

C. Penggolongan Perjanjian Jual Putus Berdasarkan Unsur-Unsur dalam Perjanjian

Dilihat dari batas jangka waktunya, perjanjian jual putus ini terlihat serupa dengan perjanjian sewa-menyewa. Sewa-menyewa adalah persetujuan untuk pemakaian sementara suatu benda yang mana perjanjian sewa-menyewa merupakan suatu kesepakatan antara para pihak, yakni pihak penyewa dan pihak yang menyewakan untuk pihak penyewa dapat memakai benda yang menjadi objek perjanjian dari pihak yang menyewakan untuk dinikmati pihak penyewa untuk sementara waktu.15

Terdapat keserupaan unsur antara perjanjian sewa-menyewa dengan perjanjian jual putus. Unsur tersebut adalah mengenai jangka waktu yang ada dalam perjanjian sewa-menyewa dan perjanjian jual putus. Dalam perjanjian sewa-menyewa, haruslah ada batasan waktu. Perjanjian sewa-menyewa tanpa batas waktu tidak diperbolehkan oleh undang-undang. Namun dengan adanya kesamaan unsur dalam dua perjanjian ini

15 N. E. Algra, Op. Cit., 1983, hal., 200.

(16)

50 bukanlah hal yang menjadikan perjanjian jual putus sebagai perjanjian sewa menyewa. Perjanjian sewa-menyewa memiliki karakteristik dari pengalihan benda serta kesepakatan mengenai jangka waktu oleh para pihak terkait. Perjanjian sewa- menyewa dilakukan hanya dalam suatu jangka waktu tertentu saja. Hak atas suatu objek yang ada dalam perjanjian setelah diserahkan kepada penyewa, akan kembali kepada pihak yang menyewakan dalam jangka waktu tertentu. Dalam perjanjian sewa-menyewa, ketentuan mengenai jangka waktu kembalinya hak suatu objek yang menjadi objek perjanjian merupakan konsensus atau kesepakatan antara pihak penyewa dan pihak yang menyewakan.

Berbeda dengan perjanjian jual putus, kembalinya hak ekonomi dalam hak cipta kepada penciptanya bukan merupakan suatu perjanjian antara para pihak yang ada dalam perjanjian tersebut, melainkan pembatasan jangka waktu yang ditentukan oleh undang-undang. Kembalinya hak ekonomi dari hak cipta yang menjadi objek perjanjian jual putus ini kembali kepada pencipta ini diatur dalam Pasal 18 dan Pasal 30 Undang-Undang Hak Cipta. Jangka waktu atau pengalihan sementara ini bukan berasal dari kebebasan para pihak dalam membuat perjanjian, melainkan pengaturan undang-undang yang membuat perjanjian jual putus dan perjanjian sewa-menyewa merupakan dua perjanjian yang berbeda.

Perjanjian jual putus merupakan sebuah perjanjian yang tidak ada dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Perjanjian jual putus merupakan pengalihan hak cipta yang dibatasi oleh ketentuan Undang-Undang Hak Cipta, dimana hak ekonomi yang menjadi objek perjanjian yang diserahkan akan kembali kepada pencipta selaku penjual dalam jangka waktu 25 tahun. Sedangkan jual-beli yang ada dalam Kitab

(17)

51 Undang-Undang Hukum Perdata tidaklah demikian, pengalihan barang hanya terjadi sekali yakni dalam proses levering. Pada jual-beli tersebut hak kebendaan memiliki sifat droit de suite yang mana hak kebendaan itu terus mengikuti bendanya dimana atau di tangan siapa benda itu berada. Hal ini yang membedakan perjanjian jual putus dan perjanjian jual-beli dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Perjanjian jual putus merupakan perjanjian yang tumbuh dan berkembang sesuai dengan keperluan yang ada dalam masyarakat. Sehingga dilihat dari unsur-unsur dalam perjanjian jual putus, perjanjian jual putus merupakan suatu perjanjian yang berbeda dari perjanjian sewa-menyewa maupun perjanjian jual-beli.

Referensi

Dokumen terkait

WAKIL KEPALA SEKOLAH KURIKULUM & HUMAS. HUSNUL

dan Kesadaran Merek Terhadap Keputusan Pembelian Tiket Maskapai Berbiaya Rendah Air Asia ”..

Sebuah chip ATmega16U2 (ATmega8U2 pada papan Revisi 1 dan Revisi 2) yang terdapat pada papan digunakan sebagai media komunikasi serial melalui USB dan muncul sebagai COM Port

PT Hadji Kalla (Toyota) Cabang Pinrang telah menerapkan Sistem Informasi Akuntansi Penjualan yang cukup baik, dengan digunakannya formulir, catatan, prosedur, laporan, sumber

Sehubungan dengan hal tersebut, maka peneliti menerapkan Model pembelajaran pemanfaatan lingkungan alam sekitar sekolah yang bertujuan untuk mengetahui peningkatan hasil

Pada tahap pemfokusan , potensi kemampuan analisis yang akan muncul terutama indikator mengor- ganisasi dan mengatribusi karena pada tahap ini siswa mengorganisasi

Koordinasi dengan seluruh Ketua Pengadilan Tindak Pidana Korupsi diseluruh Indonesia untuk menyamakan persepsi tentang upaya keberatan sebagaimana ketentuan Pasal 19

36 Perencanaan : proses perbuatan atau cara merencanakan sesuatu, merupakan suatu penyusunan kerangka kerja/gambaran dari apa yang dikerjakan. b) Perancangan