• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia sebagai negara hukum tentunya menjamin segala

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia sebagai negara hukum tentunya menjamin segala"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Negara Indonesia sebagai negara hukum tentunya menjamin segala perlindungan hukum bagi masyarakatnya1 dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia, yang mana terdapat fungsi dan tujuan negara2, adapun hal tersebut secara kongkret dan jelas dinyatakan dalam Undang-undang Dasar negara Republik Indonesia tahun 19453 (disebut juga dengan UUDNRI 1945), salah satunya adalah jaminan terhadap hak asasi manusia yang disebutkan pada Pasal 28, jaminan tersebut mencakup hak masyarakat Indonesia untuk hidup sejahtera secara lahir dan batin, serta setiap masyarakat berhak atas pekerjaan dan upah atas pekerjaannya, sebagaimana ketentuan dalam Pasal 28 D, yang mana disebutkan tentang hak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja.

Secara hukum, hubungan kerja merupakan suatu sistem, yang saling berkaitan antara segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama, dan sesudah masa kerja, dalam pelaksanaannya terdapat ketentuan hukum tentang secara umum diatur dalam Undang-undang Republik Indonesia No.13 Tahun 2003 Tentang ketenagakerjaan4, dalam undang-undang

1 Lihat Pasal 28D UUDNRI 1945, Di pasal 28D ayat 2 berbunyi : (2) Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja.

2 Ni’matul Huda. 2013. Pengantar Ilmu Negara. Jakarta. Penerbit Rajawali Pers. Hal.56

3 Lihat pasal 1 ayat 3 UUDNRI 1945, di pasal 1 tersebut berbunyi :

(1)Negara Indonesia ialah Negara kesatuan yang berbentuk Republik; (2) Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar ; (3) Negara Indonesia adalah negara hukum.

4 Undang-undang Republik Indonesia No.13 Tahun 2003 Tentang ketenagakerjaan Untuk selanjutnya disebut dengan UU ketenagakerjaan.

(2)

2

tersebut dijelaskan masing-masing pihak yang berperan dalam sistem hubungan kerja, diantaranya tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat, sedangkan pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain, serta Pemberi kerja adalah orang perseorangan, pengusaha, badan hukum, atau badan-badan lainnya yang mempekerjakan tenaga kerja dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain.

Pada proses pelaksanaannya setiap pekerja/buruh berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan, dalam mewujudkannya pemerintah menetapkan kebijakan pengupahan yang melindungi pekerja/buruh, yang diatur dalam Pasal 88 sampai Pasal 98 Undang-undang Ketenagakerjaan, dan diwujudkan dalam ketentuan tentang upah minimum, yang selanjutnya secara kongkrit diatur dalam Pasal 89 pada undang-undang ketenagakerjaan5, yang mana hal tersebut diatur dalam undang-undang bertujuan mewujudkan terjaminnya hak-hak maupun jaminan sosial dari para pekerja, namun dalam pelaksanaan ketentuan tentang standar upah minimum dalam

5 Lihat pasal 89 dan 90 UU Ketenagakerjaan, yang disebutkan : Pasal 89

(1) Upah minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88 ayat (3) huruf a dapat terdiri atas : a. upah minimum berdasarkan wilayah provinsi atau kabupaten/kota;

b. upah minimum berdasarkan sektor pada wilayah provinsi atau kabupaten/kota.

(2) Upah minimum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diarahkan kepada pencapaian kebutuhanhidup layak.

(3) Upah minimum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh Gubernur denganmemperhatikan rekomendasi dari Dewan Pengupahan Provinsi dan/atau Bupati/Walikota.

(4) Komponen serta pelaksanaan tahapan pencapaian kebutuhan hidup layak sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur dengan Keputusan Menteri.

(3)

3

pelaksanaannya kerap kali terdapat permasalahan hukum, yakni terjadinya suatu sengketa perselisihan hak.

Permasalahan hukum yang memicu timbulnya suatu perselisihan hak adalah ketentuan pada Pasal 90 UU ketenagakerjaan yang mengatur tentang kewajiban pengusaha yang tidak mampu membayar upah minimum sebagaimana ketentuan Pasal 89, yang mana dalam ketentuan tersebut mengatur suatu kaidah hukum dapat dilakukan penangguhan, namun kaidah tentang pelaksanaan penagguhan/penundaan pemberian upah tersebut secara tidak langsung menurut Penulis dapat memicu kerugian dari pihak pekerja/buruh, karena ketentuan tersebut saling bertentangan secara yuridis antara ketentuan Pasal 90 ayat (2) UU Ketenagakerjaan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945, karena adanya permasalahan terkait kaidah tersebut, sekaligus memicu timbulnya sengketa perselisihan hak, maka pasal-pasal tersebut diajukan uji materiil oleh Pemohon aktivis buruh bernama Sukarya dan Nurrofiqqoh, pada suatu lembaga Mahkamah Konstitusi.

Adapun isi putusan Mahkamah Konstitusi No.72/PUU–XIII/2015, pada amar putusan tersebut, disebutkan Penjelasan Pasal 90 ayat (2) Undang-Undang Ketenagakerjaan dinyatakan sepanjang frasa “…tetapi tidak wajib membayar pemenuhan ketentuan upah minimum yang berlaku pada waktu diberikan penangguhan” bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Maka dapat diartikan, Mahkamah Konstitusi memberi penegasan selisih kekurangan pembayaran upah minimum tetap wajib dibayarkan pengusaha selama masa penangguhan.

(4)

4

Secara substansi, isi dari putusan Mahkamah Konstitusi tersebut, mengakibatkan terjadinya suatu perubahan kaidah kaidah hukum, yakni dalam putusan Mahkamah Konstitusi tersebut dijelaskan dari sudut pandang pengusaha, penangguhan pembayaran upah minimum memberi kesempatan kepada pengusaha untuk mewajibkan membayar upah sesuai kemampuan pada kurun waktu tertentu. Sedangkan, daripada sudut pandang pekerja, penangguhan pembayaran upah minimum memberikan perlindungan kepada pekerja/buruh untuk tetap bekerja pada perusahaan tersebut sekaligus memberikan kepastian hukum mengenai keberlangsungan dalam hubungan kerja. Sehingga sesuai isi putusan Mahkamah Konstitusi tersebut, selisih upah minimum yang belum terbayar selama masa penangguhan tersebut, menurut Putusan Mahkamah Konsitusi di kategorikan sebagai utang pengusaha yang harus dibayarkan kepada pekerja/buruhnya. Hal ini bertujuan untuk memberi perlindungan dan kepastian hukum bagi pekerja/buruh agar mendapatkan penghasilan yang layak bagi kemanusiaan sekaligus memberikan tanggung jawab kepada pengusaha agar tidak berlindung di balik ketidakmampuan untuk memberikan upah kepada pekerja/buruh.

Kaidah hukum tentang penangguhan pembayaran upah minimum oleh pengusaha kepada pekerja/buruh tidak serta-merta menghilangkan kewajiban pengusaha untuk membayar selisih upah minimum selama masa penangguhan.

Maka, membayar upah lebih rendah dari upah minimum, merupakan bentuk pelanggaran Pasal 90 ayat (1) UU Ketenagakerjaan. Sebab, pada prinsipnya pembayaran upah minimum oleh pengusaha adalah kewajiban dan tidak dapat dikurangi. Pelanggaran terhadap ketentuan tersebut merupakan suatu bentuk

(5)

5

tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara dan/atau denda seperti diatur dalam Pasal 185 ayat (1) dan ayat (2) UU Ketenagakerjaan6.

Memang pada dasarnya Pasal 90 UU ketenagakerjaan mengatur tentang ketentuan yang tegas, mengenai Pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari upah minimum, yang mana hal tersebut secara tidak langsung merugikan pekerja/buruh, namun justru sebaliknya dalam Putusan Mahmakah Konstitusi No.72/PUU–XIII/2015 justru diberikan kelonggaran, apabila dalam proses masa penangguhan, Pengusaha berhak menangguhkan upah pekerjanya, dan masa penangguhan itu dianggap sebagai hutang Pengusaha terhadap Pekerjanya, sehingga adanya kelonggaran tersebut memicu terjadinya sengketa perselisihan hak antara pengusaha dengan pekerja.

Adapun dalam penelitian yang dilakukan oleh Penulis, akan berfokus pada suatu hasil analisis tentang adanya suatu implikasi atau akibat hukum terkait ketentuan-ketentuan pembayaran upah minimum pasca putusan Mahkamah Konstitusi No. 72/PUU-XIII/2015 Serta pasca di berlakukannya Undang-Undang No.11 Tahun 2020 Tentang Cipta kerja7, maupun dampak-dampaknya baik secara positif maupun negatif. Yang mana Penulis merasa khawatir hal tersebut pada pelaksanaanya akan menimbulkan suatu permasalahan, pasca diberlakukannya UU Cipta kerja tersebut akan berakibat adanya pertentangan norma yang berkaitan dengan pengaturan mengenai upah minimum serta penangguhannya

6 Lihat pasal 185 UU Ketenagakerjaan, yang berbunyi:

Pasal 185

(1) Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1) dan ayat(2),Pasal 68, Pasal 69 ayat (2), Pasal 80, Pasal 82, Pasal 90 ayat (1), Pasal 143, dan Pasal 160 ayat(4) dan ayat (7), dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 4(empat) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan palingbanyak Rp 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah).

(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan tindak pidana kejahatan.

7 Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja untuk selanjutnya disebut UU Cipta Kerja.

(6)

6

yang mana pertentangan hukum itu terjadi, ketika UU Ketenagakerjaan maupun Mahkamah Konstitusi No. 72/PUU-XIII/2015, mengatur adanya suatu toleransi penangguhan pembayaran upah minimum, namun dalam UU Cipta Kerja hal tersebut justru di hapus, yang mana hal tersebut digantikan dengan adanya suatu peraturan pemerintah, tentunya akibat adanya tumpang tindih hal tersebut tentunya akan memicu timbulnya suatu perselisihan hak.

Terlebih lagi pasca di berlakukannya UU Cipta Kerja terdapat kaidah-kaidah hukum yang baru, yang mana pada UU Cipta kerja, pengaturan mengenai upah minimum serta penangguhannya yang sebelumnya diatur pada UU Ketenagakerjaan, namun pada Pasal 81 ayat (68) UU Cipta Kerja, terkait ketentuan pelaksanaan upah minimum tetap berpedoman pada UU Ketenagakerjaan, sehingga ketentuan upah minimum pada dasarnya secara yuridis masih diatur pelaksanaannya pada UU Ketenagakerjaan, terkait penangguhan pembayaran upah minimum pada UU Cipta kerja pada dasarnya sudah dihapus, namun UU Cipta Kerja membuat pengecualian perihal upah minimum bagi usaha mikro dan kecil, yang mana upahnya ditentukan berdasarkan kesepakatan antara pengusaha dan pekerja/buruh di suatu perusahaan, yang perhitungannya sekurang- kurangnya sebesar 50 % dari rata-rata konsumsi masyarakat tingkat provinsi dan nilai upah yang disepakati minimal 25 % atas garis kemiskinan tingkat provinsi, yang mana menyesuaikan dengan data dari lembaga yang berwenang di bidang statistik, namun hal tersebut menurut Penulis justru menimbulkan ketidak pastian hukum maupun tidak mewujudkan adanya suatu bentuk perlindungan hukum, karena bentuk kesepakatan yang dibuat antara Pengusaha dengan tenaga kerja, dapat dimungkinkan memicu adanya bentuk-bentuk pelanggaran-pelanggaran

(7)

7

terhadap hak-hak tenaga kerja, yang mana Pengusaha tersebut berlindung dibalik suatu perjanjian / kesepakatan kerja.

Akibat adanya permasalahan hukum terkait pertentangan norma pada kriteria pertanggung jawaban pengusaha yang tidak mampu membayar upah minimum sesuai kriteria yang ditetapkan oleh UU Cipta Kerja, bagi para pekerjanya, serta dampak/implikasi hukumnya terhadap para pekerja/buruh, serta implementasinya pasca terbitnya Putusan Mahkamah Konstitusi No.72/PUU-XIII/2015 dan kaitannya dengan UU Cipta kerja yang telah diterapkan tersebut, maka Penulis tertarik untuk melakukan penelitian hukum bersifat normatif (doktrinal), yang berjudul: Implikasi Yuridis Pembayaran Upah Minimum Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi No. 72/PUU-XIII/2015 Serta Diberlakukannya Undang-Undang No.11 Tahun 2020 Tentang Cipta kerja

Tabel 1.A :

tentang orisinalitas penelitian ( Perbandingan dengan penelitian terdahulu) Nama Peneliti /

Fakultas/

Universitas

Judul Deskripsi Pembeda dengan Penelitian ini

Rival Nofiardi Fakultas Hukum Universitas Lambung mangkurat (2020)

PERLINDUNGAN

HUKUM TERHADAP

HAK ATAS UPAH

BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2020 TENTANG CIPTA KERJA

Dalam penelitian ini berfokus pada perlindungan hukum terhadap hak atas upah sebagaimana ketentuan Undang-undang No.11 tahun 2020 Tentang Cipta Kerja

Pada Penelitian ini, peneliti berfokus terhadap

pertanggungjawaban

hukum oleh

Pengusaha terkait pembayaran upah minimum dalam masa penangguhan pasca putusan Mahkamah

Konstitusi No.72/PUU–

XIII/2015, serta dampaknya akibat diberlakukannya UU Cipta Kerja.

(8)

8 Annisa Dwi

Septyanti Fakultas Hukum Universitas Pasundan Bandung (2019)

PERBUATAN MELAWAN HUKUM OLEH PT POS

BANDUNG DALAM

PENANGGUHAN UPAH MINIMUM TERHADAP

TENAGA KERJA

DIHUBUNGKAN

DENGAN BUKU III KUH PERDATA

Dalam Penelitian ini merupakan studi hukum empiris terkait bentuk perbuatan melawan hukum oleh PT POS Bandung dalam penangguhan upah minimum terhadap

tenaga kerja

dihubungkan dengan buku III Kuhperdata

Pada Penelitian ini, peneliti berfokus terhadap

pertanggungjawaban

hukum oleh

Pengusaha terkait pembayaran upah minimum dalam masa penangguhan pasca putusan Mahkamah

Konstitusi No.72/PUU–

XIII/2015, serta dampaknya akibat diberlakukannya UU Cipta Kerja.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut, Penulis dapat menentukan rumusan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana urgensi Pertanggung jawaban hukum bagi Pengusaha yang tidak mampu membayar upah minimum dalam masa penangguhan, sebelum adanya putusan Mahkamah Konstitusi No.72/PUU–XIII/2015?

2. Bagaimana implikasi yuridis ketentuan hukum kewajiban pengusaha terkait pembayaran upah minimum dalam masa penangguhan pasca putusan Mahkamah Konstitusi No.72/PUU–XIII/2015 maupun pasca berlakunya UU Cipta Kerja ?

C. TUJUAN PENELITIAN

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, Penulis dapat menentukan tujuan penelitian sebagai berikut :

(9)

9

1. Untuk mengetahui dan menganalisis pentingnya Pengaturan urgensi Pertanggung jawaban hukum bagi Pengusaha yang tidak mampu membayar upah minimum dalam masa penangguhan, sebelum adanya putusan Mahkamah Konstitusi No.72/PUU–XIII/2015.

2. Untuk mengetahui dan menganalisis akibat hukum / implikasi yuridis hukum kewajiban pengusaha terkait pembayaran upah minimum dalam masa penangguhan pasca putusan Mahkamah Konstitusi No.72/PUU–

XIII/2015, serta pasca berlakunya UU Cipta kerja.

D. MANFAAT PENELITIAN

Berdasarkan tujuan penelitian tersebut, Penulis dapat menentukan manfaat penelitian sebagai berikut :

1. Manfaat Secara Teoritis

Menambah wawasan dan pengetahuan khususnya di bidang ilmu Hukum perdata dalam lingkup hukum ketenagakerjaan terkait permasalahan pertanggung jawaban bagi Pengusaha, maupun implikasi atau dampak sebelum dan sesudah adanya putusan Mahkamah Konstitusi No.72/PUU–XIII/2015, maupun pasca diberlakukannya UU Cipta kerja, serta diharapkan penelitian ini membawa manfaat terkait upaya penanggulangan dan penyelesaian dalam permasalahan hukum kewajiban pengusaha membayar upah minimum pasca diterapkannnya UU Cipta Kerja.

(10)

10 2. Manfaat Secara Praktis

Bagi masyarakat umumnya, penelitian ini mampu memberi informasi terkait apa yang selama ini menjadi permasalahan hukum dalam perkara pertanggung jawaban bagi Pengusaha yang tidak mampu membayar upah minimum dalam masa penangguhan, serta dampaknya pasca diterapkannya UU Cipta Kerja termasuk kepada masyarakat yang berhubungan secara langsung dengan isu hukum yang dibahas dalam penelitian ini, misal : pekerja/buruh, pengusaha, termasuk peneliti lain yang menekuni hukum ketenagakerjaan.

Bagi pembuat kebijakan atau pemerintah, penelitian ini bermanfaat untuk dapat dijadikan bahan untuk menganalisis dan mengevaluasi solusi hukum yang tepat terkait kebijakan hukum beban kewajiban membayar upah mimimum, dalam masa penangguhan oleh Pengusaha, sehingga diharapkan memberi kontribusi yang baik dalam menyelesaikan masalah yang timbul maupun dalam menyusun kebijakan sehingga memiliki nilai kemanfaatan bagi seluruh pihak, serta hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan rujukan untuk menganalisis dan mengevaluasi suatu norma dalam suatu legislative review maupun dalam penyusunan suatu RUU Ketenagakerjaan terbaru oleh lembaga DPR sebagai lembaga legislatif, yang dapat bermanfaat untuk menemukan solusi hukum yang tepat dalam merumuskan suatu ketentuan hukum ketenagakerjaan di masa depan.

E. KEGUNAAN PENELITIAN

Adapun penelitian yang dilakukan oleh Penulis berguna sebagai bahan rujukan bagi masyarakat umum maupun pemerintah, khususnya bagi lembaga pemerintahan yang berwenang untuk menyusun suatu ketentuan peraturan

(11)

11

perundang-undangan, sekaligus penelitian ini akan bermanfaat bagi masyarakat khususnya akademisi, yang menekuni ilmu hukum perdata di bidang ketenagakerjaan, sehingga penelitian ini dapat bermanfaat sebagai rujukan untuk penelitian hukum yang dilakukan oleh orang lain di masa depan.

F. METODE PENELITIAN

1. Jenis Penelitian

Jenis Penelitian yang digunakan oleh Penulis dalam penelitian skripsi ini merupakan suatu penelitian hukum normatif. Penelitian yuridis normatif secara deduktif dimulai dengan analisa terhadap pasal-pasal dalam peraturan perundang- undangan yang mengatur terhadap suatu permasalahan. Penelitain hukum secara yuridis maksudnya, penelitian yang mengacu pada studi kepustakaan yang ada ataupun terhadap data sekunder yang digunakan. Bersifat normatif memaksudkan tentang hubungan antara suatu peraturan dengan peraturan lain dan penerapan dalam praktiknya. Pada penelitian ini penulis menelaah bahan hukum baik primer maupun sekunder maupun tersier untuk menjawab permasalahan yang menjadi fokus penelitian8.

Karena pada penelitian skripsi ini, Penulis mengkaji, adanya sebuah norma yang bertentangan dengan norma lainnya, yakni terkait permasalahan implikasi pembayaran upah minimum pasca terbitnya putusan Mahkamah Konstitusi No.72/PUU-XIII/2015 serta kaitannya dengan norma pada UU Cipta Kerja yang mengatur tentang upah, perjanjian kerja dan pemutusan hubungan kerja.

8Zainuddin Ali.2011. Metode Penelitian Hukum. Jakarta. Sinar Grafika.hal. 18

(12)

12 2. Metode Pendekatan

Metode pendekatan yang digunakan oleh Penulis dalam penelitian skripsi ini adalah:

a. Metode Pendekatan Perundang-undangan (statue approach)

Penelitian ini menggunakan pendekatan perundang-undangan, suatu pendekatan perundang-undangan merupakan pendekatan dengan meneliti berbagai aturan hukum yang menjadi fokus sekaligus tema sentral suatu penelitian9. Suatu penelitian normatif tentu harus menggunakan pendekatan perundang-undangan, karena yang akan diteliti adalah berbagai aturan hukum yang menjadi fokus sekaligus tema sentral penelitian. Untuk penulis harus melihat hukum sebagai sistem tertutup yang mempunyai sifat sebagai berikut:

a. Comprehensive artinya norma-norma hukum saling terkait antara satu dengan yang lain secara logis.

b. all inclusive bahwa kumpulan norma hukum tersebut menampung permasalahan hukum yang ada, sehingga tidak ada kekurangan hukum.

c. systematic bahwa di samping di samping bertautan antara satu dengan yang lain, norma tersebut tersusun secara hierarkis.

Berdasarkan paparan tersebut menurut Penulis dapat dilihat bahwa analisis hukum yang dihasilkan oleh suatu penelitian normatif yang menggunakan pendekatan statue approach, akan lebih akurat apabila dibantu oleh satu pendeketan lain atau lebih yang cocok, guna memperkaya

9 Johnny Ibrahim. 2005. Teori dan Metode Penelitian Hukum Normatif. Malang. Bayu Media. hal 248.

(13)

13

pertimbangan-pertimbangan hukum yang tepat guna menghadapi problem hukum yang dihadapi.

b. Metode Pendekatan Konseptual (conceptual approach)

Penelitian ini menggunakan metode pendekatan konseptual.

Pendekatan ini berdasar pada perspektif dan doktrin yang berkembang dalam ilmu hukum. pendekatan ini menjadi penting, sebab pemahaman terhadap pendapat yang berkembang dalam ilmu hukum dapat menjadi pijakan untuk membangun argumentasi hukum ketika menyelesaikan isu hukum yang dihadapi. Argumentasi tersebut akan memperjelas konsep dengan menerbitkan definisi hukum ataupun asas hukum yang relevan dari permasalahan tersebut pendekatan konseptual dilakukan manakala peneliti tidak beranjak dari aturan hukum yang ada. Hal itu dilakukan karena memang belum atau tidak ada aturan hukum untuk masalah yang dihadapi, dalam membagun konsep, seorang peneliti harus beranjak dari pandangan- pandangan atau doktrin yang berkembang dalam ilmu hukum10.

3. Jenis dan Sumber Bahan Hukum

a. Bahan hukum Primer

Bahan hukum primer yang digunakan oleh Penulis sebagai penunjang penelitian skripsi ini, merupakan bahan hukum yang mengikat berupa peraturan perundang-undangan serta putusan pengadilan yang terdiri dari :

10 Peter Mahmud Marzuki.2014. Penelitian Hukum. Jakarta. Prana Media Grup. Hal.177.

(14)

14

1. Undang-undang Republik Indonesia No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;

2. Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja.

3. Undang-Undang No.8 Tahun 2011 Tentang Mahkamah Konstitusi;

4. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI No:KEP.231/MEN/2003 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Penangguhan Upah Minimum;

5. Peraturan Pemerintah No.7 Tahun 2021 Tentang kemudahan, Perlindungan dan pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan menengah.

6. Putusan Mahkamah Konstitusi No.72/PUU–XIII/2015.

b. Bahan hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder, merupakan bahan hukum yang memberi penjelasan serta membantu Penulis untuk melakukan penelitian skripsi ini khususnya mengenai bahan hukum primer sebagai rujukan penelitian sebagaimana yang terdapat dalam Kumpulan pustaka yang bersifat sebagai penunjang dari bahan hukum primer yang terdiri atas : buku, jurnal, artikel, dan tesis.

(15)

15 c. Bahan hukum Tersier

Bahan hukum tersier merupakan bahan penelitian yang terdiri atas buku teks bukan hukum, maupun hasil wawancara terhadap pihak-pihak terkait yang digunakan sebagai pendukung hasil penelitian yang saling berkaitan dengan topik yang dibahas dalam penelitian. Adapun bahan hukum tersier yang digunakan penulis dalam penelitian skripsi ini adalah hasil wawancara terhadap perwakilan dari APINDO Malang yakni Bapak Agus Subyantoro,.S.H. dengan Bapak Samuel Molindo,.S.H.

d. Teknik Memperoleh Bahan Hukum

Teknik memperoleh bahan hukum dalam penelitian ini dilakukan oleh Penulis dengan cara studi dokumentasi, studi pustaka, serta bahan-bahan hukum berupa rujukan dari internet. Dalam penelitian ini untuk memperoleh bahan hukum melalui studi kepustakaan, berupa dokumen-dokumen maupun peraturan perundang-undangan berkaitan dengan topik yang dibahas dalam isu hukum pada penelitian skripsi ini, terkait hukum ketenagakerjaan, pertanggungjawaban pembayaran upah dan implikasi yuridis UU Cipta Kerja bagi tenaga kerja. Untuk memperoleh bahan hukum yang dibutuhkan Penulis melakukan penelusuran bahan hukum di perpustakaan pada Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang, Perpustakaan umum kota Malang, Serta melakukan penelusuran di Internet.

e. Teknik analisis Bahan Hukum

Bahan hukum diperoleh untuk penelitian ini didapat dari studi kepustakaan, aturan studi perundang-undangan, artikel, literatur, penelitian yang

(16)

16

sudah ada, berupa skripsi, tesis, jurnal. Dihubungkan dengan permasalahan yang ada, sehingga dapat disajikan dalam bentuk penulisan yang lebih sistematis untuk menjawab rumusan masalah yang dirumuskan. Penelitian ini menggunakan metode penafsiran secara gramatikal, ekstensif dan teleologis11. Suatu analisis yuridis normatif pada penelitian ini hakikatnya menekankan pada metode deduktif sebagai pegangan utama,dan metode induktif sebagai tata kerja penunjang.

Adapun tahap dari analisis yuridis normatif adalah: merumuskan asas hukum, merumuskan pengertian hukum, pembentukan standar hukum, dan perumusan kaidah hukum12.

f. Definisi Konseptual

1. Pengertian Tentang Upah Minimum

Upah Minimum adalah upah bulanan terendah yang terdiri atas upah pokok termasuk tunjangan tetap yang ditetapkan oleh gubernur sebagai jaring pengaman. Yang diatur berdasarkan kriteria pada tingkat provinsi, kota maupun kabupaten.

2. Pengertian Tentang Penangguhan

Penangguhan adalah suatu bentuk perbuatan hukum yang mana suatu subyek hukum orang (naturlijkpersoon) atau badan hukum (rechtpersoon) melakukan penundaan, atau sementara waktu tidak melakukan sesuatu, hingga syarat-syarat yang diperlukan terpenuhi.

11 Op.cit,Peter Mahmud Marzuki.

12 Loc.cit.Johny Ibrahim. hal. 164-166.

(17)

17 G. SISTEMATIKA PENULISAN

Sistematika penulisan adalah sistematika Laporan yang disesuaikan dengan sistematika dalam buku pedoman serta disesuaikan dengan penelitian skripsi ini, yaitu terdiri dari :

BAB I : PENDAHULUAN

Dalam bab I terdiri dari latarbelakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kegunaan penelitian, kerangka teori, dan metode-metode penelitian.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Dalam bab II berisi tentang teori-teori, pendapat para ahli, dan kajian pustaka lain yang terdapat dan dijadikan sebagai referensi bagi penulis untuk mendukung penelitian.

BAB III : PEMBAHASAN

Dalam bab III berisi tentang hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis yang dikaji secara sistematis massive berdasarkan tinjauan pustaka pada bab II.

BAB IV : PENUTUP

Dalam bab IV berisi kesimpulan dari pembahasan pada bab III, serta saran dan rekomendasi dari penulis yang diharapkan dapat bermanfaat bagi semua pihak

Referensi

Dokumen terkait

Distribusi responden berdasarkan perilaku Self Therapy terhadap kasus tonsilofaringitis, untuk perilaku yang baik, lebih banyak didapatkan pada mahasiswa klinik, sedangkan untuk

Hasil penelitian diketahui bahwa terdapat hubungan yang negatif antara konsep diri dengan kecenderungan bullying pada siswa SMK Negeri 10 Semarang yaitu konsep

Karena penipuan tersebut dapat membahayakan ketertiban dan kepentingan umum dan lagi pula perbuatan tersebut bertentangan dengan hukum dan norma yang berlaku dalam masyarakat

Menjadikan suatu aplikasi enkripsi dan untuk mempercepat dekripsi pesan dengan menggunakan metode CRT pada kriptografi

Singkatnya, bahwa bagi kaum rasionalisme idea tentang kebenaran, yang menjadi dasar bagi pengetahuannya diperoleh lewat berpikir secara rasional atau dengan kata lain

Berbeda dengan hukum internasional yang sangat memperjuangkan dan menyuarakan perlindungan terhadap tenaga kerja migran, ini terbukti dengan adanya konvensi-konvensi yang

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan rata-rata skor keterampilan metakognitif siswa antara kelas PBL dan kelas Jigsaw, terdapat perbedaan rata-rata

 Demokratisasi desa dipahami sebagai proses perubahan relasi kuasa bidang politik dan ekonomi yang ditandai oleh partisipasi aktif dan kritis masyarakat dalam.. pengambilan