1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sustainable Development Goals (SDGs) merupakan seperangkat tujuan, sasaran, dan indikator pembangunan berkelanjutan yang bersifat universal. Menurut United Nations Development Programme (UNDP), SDGs merupakan kelanjutan dan perluasan dari Millennium Development Goals (MDGs) yang telah digunakan oleh banyak negara sejak 2001 hingga akhir 2015. Tujuan SDGs salah satunya adalah tujuan di bidang kesehatan, dimana dalam tujuan ketiga disebutkan agar menjamin kehidupan yang sehat dan kesejahteraan bagi setiap orang. Indonesia, juga mempunyai beberapa indikator yang ditargetkan diantaranya adalah adanya akses pelayanan kesehatan yang berkualitas, dan terjangkau (UNDP, 2015).
Selain adanya indikator SDGs tersebut, mulai tahun 2015, Indonesia memberlakukan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), dimana masyarakat Indonesia harus siap menghadapi ketatnya persaingan perdagangan bebas di antara negara-negara ASEAN, termasuk bidang kesehatan. Oleh karena itu, membutuhkan suatu kebijakan komprehensif untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan (Kemenkes RI, 2017).
Kebijakan yang komprehensif tersebut salah satunya dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan, bahwa setiap orang berhak memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu dan terjangkau (Kemenkes RI, 2009).
Kebijakan mengenai pelayanan yang aman, bermutu dan terjangkau juga dituangkan dalam sasaran pokok Rencana Strategis Kementrian Kesehatan RI tahun 2015-2019 melalui kebijakan Program Indonesia Sehat dimana salah satu sasarannya pokok diantaranya adalah peningatan akses dan mutu pelayanan kesehatan dasar, dengan Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) sebagai ujung tombak pelaksanaannya (Kemenkes RI, 2016c).
Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai
derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya (Kemenkes RI, 2014).
Indonesia, sejak tahun 2009 sampai dengan tahun 2013, mempunyai laju pertambahan Puskesmas yang rendah yaitu 3-3,5%. Hal ini dapat dilihat dari jumlah Puskesmas pada tahun 2009 sebanyak 8.737 buah (3,74 per 100.000 penduduk), pada tahun 2013 telah menjadi 9.655 buah (3,89 per 100.000 penduduk) dengan kesiapan untuk melakukan pelayanan umum di Puskesmas baru mencapai 71%, kekurangsiapan tersebut terutama karena kurangnya fasilitas yang tersedia, kurang lengkapnya obat, sarana, alat kesehatan, tenaga kesehatan, dan belum memadainya kualitas pelayanan (Kemenkes RI, 2016b).
Kualitas pelayanan Puskesmas yang belum memadai juga dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya perkembangan tingkat pengetahuan masyarakat sehingga berdampak pada kebutuhan untuk meningkatkan kualitas pelayanan (Kemenkes RI, 2016a)
Kualitas pelayanan Puskesmas dapat dinilai dari multidimensional aspek.
Bitton et al., (2017) menyebutkan bahwa kualitas pelayanan puskesmas dipengaruhi oleh sistem, input, proses, output, maupun outcome sedangkan Peprah and Atarah, (2014) menyatakan bahwa kualitas layanan kesehatan yang diukur dengan kepuasan pasien penting dilakukan oleh penyediaan layanan kesehatan. Hal ini dianggap sebagai konsep integral bagi penyediaan layanan kesehatan apabila menginginkan kualitas yang lebih baik. Sehingga, untuk mencapai hal tersebut diperlukan informasi tentang kualitas pelayanan berdasarkan pengalaman pasien terhadap layanan kesehatan yang telah diterima kemudian hal ini akan membantu profesional kesehatan mengidentifikasi perbaikan layanan yang diperlukan.
Kualitas pelayanan kesehatan memiliki pengaruh terhadap kepuasan pasien.
hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Batbaatar et al., (2016) bahwa indikator kualitas pelayanan kesehatan memiliki pengaruh yang kuat dan positif pada kepuasan pasien. Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Lankarani et al., (2016) yang menyatakan bahwa kepuasan pasien menjadi indikator kualitas pelayanan dan efisiensi pelayanan kesehatan.
Kepuasan pasien akan menyebabkan kepercayaan pasien terhadap suatu layanan kesehatan serta akan berpengaruh terhadap perilaku positif pasien seperti tidak mau beralih ke fasilitas layanan kesehatan lainnya dan fasilitas layanan kesehatan tersebut akan direkomendasikan kepada orang lain (Naidu, 2009;
Kalaja, et al., 2016).
Provinsi Lampung pada tahun 2015, termasuk 10 besar provinsi yang memiliki rasio pertumbuhan Puskesmas rendah, meskipun rasio tersebut belum sepenuhnya menggambarkan kondisi yang sebenarnya mengenai aksesibilitas masyarakat terhadap pelayanan kesehatan namun hal tersebut dapat menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas pelayanan kesehatan (Kemenkes RI, 2016b).
Meskipun demikian, Pemerintah Provinsi Lampung terus melakukan upaya peningkatan kualitas pelayanan kesehatan. Pemerintah menargetkan sampai tahun 2019 seluruh puskesmas dapat terakreditasi seluruhnya. Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Lampung tahun 2016, terdapat 67 puskesmas dari 290 puskesmas telah terakreditasi dan tersebar di seluruh kabupaten/kota. Akreditasi terbagi empat tingkat kelulusan yakni terakreditasi dasar sebanyak 12 puskesmas, terakreditasi madya sebanyak 38 puskesmas, terakreditasi utama sebanyak 16 puskesmas dan 1 puskesmas terakreditasi paripurna (Dinkes, 2015).
Upaya peningkatan kualitas pelayanan puskesmas ini tentunya melibatkan peran serta seluruh pemerintah kabupaten/ kota. Provinsi Lampung pada tahun 2014 khususnya di Kabupaten Lampung Utara juga berhasil menghantarkan salah satu puskesmas sebagai puskesmas terbaik tingkat nasional, dan sampai bulan Oktober tahun 2017, kabupaten tersebut telah memiliki 13 puskesmas terakreditasi dari 27 puskesmas yang ada.
Biaya pengobatan seluruh puskesmas di Kabupaten Lampung Utara adalah gratis bagi seluruh masyarakat baik yang memiliki kartu BPJS atau tidak, hal ini dikarenakan ada komitmen pemerintah Kabupaten Lampung Utara untuk memberikan pelayanan gratis pada tingkat fasilitas kesehatan primer. Selain akses biaya gratis, di Kabupaten Lampung Utara juga telah memiliki program khusus yang memberikan kemudahan untuk menjangkau akses fasilitas pelayanan
kesehatan, sehingga di seluruh wilayah di kabupaten tersebut, masyarakat mudah menjangkau fasilitas layanan kesehatan.
Dinas Kesehatan Kabupaten Lampung Utara juga terus melakukan upaya perbaikan untuk meningkatkan kualitas pelayanan puskesmas dan kepuasan pasien, meskipun demikian prosentase pemanfaatan puskesmas sebagai sarana upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif selama 3 tahun terakhir belum ada kenaikan yang cukup signifikan. Pada tahun 2014 dan 2015 persentase kunjungan puskesmas berdasarkan jumlah penduduk sebanyak 52%, sedangkan pada tahun 2016 meningkat menjadi 54%. Artinya, baru setengah dari jumlah penduduk yang mau memanfaatkan pelayanan puskesmas.
Selain itu, saat melakukan studi pendahuluan bulan Oktober tahun 2017, beberapa pasien yang datang ke puskesmas terakreditasi masih mempunyai keluhan terhadap pelayanan puskesmas diantaranya, adanya perbedaan prosedur pelayanan yang diinformasikan kepada pasien, adanya perbedaan keramahan petugas kepada pasien yang sudah dikenal dengan pasien yang belum dikenal dan kurangnya perhatian petugas kepada pasien. Selain itu secara keseluruhan puskesmas adanya perbedaan kenyamanan ruang tunggu, proses pendaftaran serta proses pengambilan obat antara puskesmas terakreditasi dan tidak terakreditasi.
Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Faktor yang Mempengaruhi Persepsi Kualitas Pelayanan dan Kepuasan Pasien pada Puskesmas di Kabupaten Lampung Utara”
B. Keaslian Penelitian
Ada beberapa penelitian yang terkait dengan penelitian ini diantaranya sebagai berikut:
1. Penelitian yang dilakukan oleh Babatunde et al., (2013) dengan judul Primary Care Consumer’s Perception of Quality of Care and Its Determinants in North Central Nigeria. Penelitian tersebut menilai persepsi pasien terhadap kualitas layanan kesehatan dan faktor yang mempengaruhinya. Studi cross sectional digunakan dalam penelitian ini dengan sampel fasilitas layanan kesehatan primer milik pemerintah. Analisis data yang digunakan adalah Epi-Info dengan hasil Persepsi kualitas diukur berdasarkan beberapa domain yaitu memberikan salam kepada pasien,
menghormati pendapat pasien, waktu dokter selama bersama pasien, kepuasan selama perawatan yang diterima, dan ada tidaknya gangguan selama konsultasi. Kepuasan tertinggi berada pada domain ada tidaknya gangguan selama konsultasi sedangkan yang terendah adalah pada domain menghormati pendapat pasien. peran individu juga mempengaruhi persepsi kualitas pelayanan adalah usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan tingkat pendapatan. Perbedaan dengan penelitian yang dilakukan penelitian ini hanya mengukur determinan persepsi kualitas pelayanan sedangkan penelitian yang dilakukan adalah meneliti persepsi kualitas pelayanan dan kepuasan pasien.
Persepsi kualitas pelayanan diukur dengan model servqual meliputi dimensi tangibel, reliability, responsivness, assurance dan empathy. Selain itu pada penelitian yang dilakukan menggunakan analisis regresi linier multilevel.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Mohamed et al., (2015) tentang Patient’s Satisfaction with Primary Health Care Centers Services, Majmaah Kingdom of Saudi of Saudi Arabia. Penelitian ini menggunakan studi cross sectional dengan stratified random sampling. Analisis data menggunakan chi square.
Tingkat kepuasan dengan layanan yang diberikan oleh pusat PHC di Majmaah tinggi. Jenis kelamin, status perkawinan, dan pendapatan tidak berpengaruh pada tingkat kepuasan terhadap layanan yang diberikan oleh pusat-pusat layanan kesehatan primer. Namun, tingkat pendidikan berpengaruh terhadap kepuasan yakni semakin rendah berpendidikan merasa lebih puas terhadap layanan kesehatan daripada pasien yang berpendidikan lebih tinggi. Faktor kepuasan ini didorong oleh kebersihan, kompetensi staf, menghormati pasien dan melayani pasien dengan baik merupakan pendorong tingkat kepuasan pasien. Perbedaan dengan penelitian yang dilakukan adalah pada variabel penelitian dan analisis yang dilakukan. Variabel penelitian pada penelitian yang akan dilakukan dengan menambahkan status akreditasi puskesmas.
3. Penelitian yang dilakukan oleh Alotaibi et al., (2015) tentang Patient Satisfaction with Primary Health Care Service in Kuwait. Penelitian ini menggunakan pendekatan cross sectional dengan analisis Pearson chi-square test dan Mann–Whitney. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan pasien
meliputi faktor sosiodemografi dan proses pelayanan (mulai dari pendaftaran, waktu pelayanan, komunikasi provider, kenyamanan). Terdapat dua faktor yang secara statistik signifikan dapat mempengaruhi kepuasan pasien. Kedua faktor tersebut adalah jenis kelamin dan tingkat pendidikan. Kepuasan pasien lebih tinggi dikalangan laki-laki dari pada perempuan (P=0,002). Pada tingkat pendidikan, kepuasan pasien dengan pendidikan lebih tinggi secara keseluruhan kepuasan lebih tinggi di kalangan laki-laki daripada perempuan (P = 0,002), dan pasien yang mempunyai pendidikan yang lebih tinggi (P = 0.049). Selain itu, juga terdapat perbedaan yang signifikan berdasarkan jenis kelamin terhadap kepuasan dengan resepsionis, kepuasan dengan akses dan kepuasan dengan komunikasi petugas; dan untuk usia mengenai kepuasan terhadap akses. Namun tidak ada perbedaan yang signifikan pada status kewarganegaraan. Kepuasan pasien terhadap suatu layanan kesehatan dipengaruhi oleh multi faktor dan tidak bisa hanya satu faktor. Perbedaan dengan penelitian yang dilakukan adalah variabel dependen meliputi persepsi kualitas pelayanan dan kepuasan pasien dan analisis yang dilakukan menggunakan analisis regresi linier multilevel.
4. Penelitian yang dilakukan oleh Batbaatar et al., (2016) tentang “Determinant of Patient Satisfaction: A Systematic Review. Penelitian ini menggunakan metode sistematic review ditemukan bahwa dari beberapa studi yang diteliti, faktor yang mempengaruhi kepuasan pasien bervariasi, sehingga tidak dapat ditarik kesimpulan secara global. Faktor-faktor tersebut antara lain teknik pelayanan, interpersonal provider, kondisi fisik, akses pelayanan yang diukur dengan kenyamanan saat pelayanan, karakteristik organisasi, pelayanan yang berkelanjutan, outccome pelayanan. Hasilnya ditemukan bahwa indikator kualitas pelayanan kesehatan memiliki pengaruh yang kuat dan positif pada kepuasan pasien di seluruh studi. Indikator layanan tersebut antara lain, faktor interpersonal provider yang mempunyai pengaruh terkuat terhadap kepuasan pasien, selain itu faktor sosio demografi juga mempengaruhi kepuasan pasien pada layanan kesehatan. Hal ini mungkin menunjukan bahwa faktor sosiodemografi (usia, jenis kelamin, pendidikan, status sosial ekonomi, status perkawinan, agama, karakteristik geografis, keteraturan kunjungan, lama
menginap) selain mempengaruhi kepuasan pasien juga sebagai faktor antara yang mempengaruhi kualitas layanan kesehatan dan kepuasan kepuasan pasien. Keberagaman kerangka konsep mengenai pengukuran kepuasan pasien mengakibatkan pengukuran yang beragam. Perbedaan dengan penelitian yng dilakukan adalah teknik analisis data dan variabel dependennya yang hanya mengukur kepuasan pasien.
5. Penelitian yang dilakukan oleh Peprah and Atarah, (2014) tentang “Assesing Patient Satisfaction Using SERVQUAL Model: A Case of Sunyani Regional Hospital Ghana” penelitian ini menggunakan pendekatan cross sectional dengan teknik simpel random sampling dengan analisis deskriptif menghitung gap antara harapan dan pengalaman pada model servqual. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Karakteristik demografi seperti umur, jenis kelamin dan tingkat pendidikan sangat penting dalam menentukan dan menilai kepuasan pasien. Perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan adalah pada variabel penelitian dan teknik analisis data.
6. Penelitian yang dilakukan oleh Matin et al., (2016) tentang Measurement of quality of primary health services by servqual model: Evidence from urban health centers in West of Iran. Penelitian ini bertujuan mengevaluasi kualitas layanan kesehatan yang disediakan di pusat-pusat perkotaan di Provinsi Kermanshah, Iran Barat, di tahun 2015. Desain yang digunakan adalah cross sectional dan studi deskriptif dengan menggunakan Tes Wilcoxon yang digunakan untuk membandingkan nilai harapan subjek penelitian dan persepsi mereka. Analisis data dilakukan oleh Stata 12. Pengukuran kualitas layanan dengan model Servqual dengan lima dimensi kualitas dengan mengukur gap antara harapan dan pengalaman pasien terhadap layanan kesehatan. Perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan adalah pada variabel dependen nya yaitu tidak mengukur kepuasan pasien dan analisis yang akan dilakukan adalah analisis regresi multilevel.
7. Penelitian yang dilakukan oleh Birhanu et al., (2010) tentang Determinants of satisfaction with health care provider interactions at health centres in central Ethiopia: a cross sectional study. Penelitian ini menggunakan analisis regresi linier ganda. Hasil penelitian ini adalah 62,6% pasien puas dengan kunjungan
mereka. Persepsi empati, persepsi kompetensi teknis, komunikasi non-verbal, pemberdayaan pasien, tipe kunjungan dan frekuensi kunjungan, dan status pendidikan adalah prediktor utama yang berpengaruh terhadap kepuasan pasien dalam studi ini. Perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan adalah pada variabel penelitian dan analisis data yang akan dilakukan.
8. Penelitian yang dilakukan oleh Papanikolaou and Zygiaris (2014) yang berjudul Service Quality Perceptions in Primary Health Care Centres in Greece. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional dengan menggunakan model servqual. Analisis dilakukan dengan mengukur nilai kesenjangan antara harapan dan persepsi kualitas yang ada, One-Way ANOVA dilakukan untuk mendeteksi apakah ada kesenjangan yang berarti antara harapan dan persepsi yang dipengaruhi oleh jenis kelamin, umur dan tingkat pendidikan. Perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan adalah pada analisis data dan variabel penelitian. Variabel dependen pada penelitian ini hanya persepsi kualitas pelayanan yang diukur dengan menghitung gap pada model servqual, sementara pada penelitian yang akan dilakukan variabel yang diteliti berupa persepsi kualitas pelayanan dan kepuasan pasien yang diukur dengan skala likert kemudian nanti dianalisis dengan analisis regresi linier multilevel.
C. Novelty
Kebaruan dalam penelitian ini adalah terkait dengan faktor yang mempengaruhi persepsi kualitas pelayanan dan kepuasan pasien meliputi pendidikan, pendapatan, frekuensi kunjungan dan status akreditasi puskesmas dengan analisis data menggunakan analisis regresi linier multilevel dimana sebagai level pertamanya adalah level individu yang berupa pendidikan, pendapatan dan frekuensi kunjungan, sedangkan di level keduanya adalah status akreditasi puskesmas.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalahnya adalah sebagai berikut:
1. Apakah ada pengaruh pendidikan terhadap persepsi kualitas pelayanan?
2. Apakah ada pengaruh pendapatan terhadap persepsi kualitas pelayanan?
3. Apakah ada pengaruh frekuensi kunjungan terhadap persepsi kualitas pelayanan?
4. Apakah ada pengaruh status akreditasi puskesmas terhadap persepsi kualitas pelayanan?
5. Apakah ada pengaruh pendidikan terhadap kepuasan pasien?
6. Apakah ada pengaruh pendapatan terhadap kepuasan pasien?
7. Apakah ada pengaruh frekuensi kunjungan terhadap kepuasan pasien?
8. Apakah ada pengaruh status akreditasi puskesmas terhadap kepuasan pasien?
9. Apakah ada pengaruh kualitas pelayanan terhadap kepuasan pasien?
E. Tujuan Penelitian
Penelitian ini mempunyai tujuan sebagai berikut:
1. Tujuan Umum
Menganalisis faktor yang dapat mempengaruhi persepsi kualitas pelayanan dan kepuasan pasien pada Puskesmas di Kabupaten Lampung Utara.
2. Tujuan Khusus
a. Menganalisis apakah pendidikan mempengaruhi persepsi kualitas pelayanan.
b. Menganalisis apakah pendapatan mempengaruhi persepsi kualitas pelayanan.
c. Menganalisis apakah frekuensi kunjungan mempengaruhi persepsi kualitas pelayanan.
d. Menganalisis apakah status akreditasi puskesmas mempengaruhi persepsi kualitas pelayanan.
e. Menganalisis apakah pendidikan mempengaruhi kepuasan pasien.
f. Menganalisis apakah pendapatan mempengaruhi kepuasan pasien.
g. Menganalisis apakah frekuensi kunjungan mempengaruhi kepuasan pasien.
h. Menganalisis apakah status akreditasi puskesmas mempengaruhi kepuasan pasien.
i. Menganalisis apakah persepsi kualitas pelayanan mempengaruhi kepuasan pasien.
F. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis
Penelitian diharapkan mampu memberikan informasi tentang faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi kualitas pelayanan dan kepuasan pasien pada puskesmas
di Kabupaten Lampung Utara sehingga mampu menggali strategi yang tepat untuk menjaga dan meningkatkan kualitas pelayanan puskesmas demi terwujudnya kepuasan pasien.
2. Manfaat Praktis a. Bagi Institusi
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan masukan bagi institusi kesehatan tentang faktor yang dapat mempengaruhi persepsi kualitas pelayanan dan kepuasan pasien, sehingga jika faktor tersebut dapat digali, akan lebih mudah untuk mengevaluasi dan meningkatkan kualitas pelayanan, sehingga kepuasan pasien selaku pengguna layanan kesehatan dapat terwujud.
b. Bagi Peneliti
Penelitian ini mampu manambah wawasan bagi peneliti, sehingga apabila suatu saat nanti mengelola suatu layanan kesehatan baik di puskesmas ataupun layanan kesehatan lainnya, akan lebih mudah untuk menjaga dan meningkatkan kualitas pelayanan demi tercapainya kepuasan pasien.