• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perngaruh Perlakuan Panas PWHT dan Preheat Pengelasan Dissimilar Material SA-106 Grade

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Perngaruh Perlakuan Panas PWHT dan Preheat Pengelasan Dissimilar Material SA-106 Grade"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Perngaruh Perlakuan Panas PWHT dan Preheat Pengelasan Dissimilar Material SA-106 Grade B dengan SA-312 TP316L Terhadap Sifat

Mekanik Material dan Luas HAZ pada Instalasi Pig System Tangki Curah Cair HSD dan Methanol

Moh Rizal Nuruddin 1*, Budi Prasojo S.T 2, MM Eko Prayitno 3

Program studi D-IV Teknik perpipaan, Jurusan Teknik Permesinan Kapal, Politenik Perkapalan Negeri Surabaya, Surabaya, Indonesia1*2,3

Email: rizal.nuruddin@student.ppns.ac.id1*; budiprasojo@ppns.ac.id2*; mm.eko@ppns.ac.id3*;

Abstract – In the HSD and methanol tank construction project there is a pig system that serves to clean slugs regularly, using stainless steel SA-312 TP316L material, in pipes using carbon steel SA-106 Grade B material, so that problems arise in the welding process, that is in PWHT and preheat processes that affect the mechanical properties of the material. The research method used is to conduct hardness and metalographic test to determine the value of hardness and extent of HAZ area in the material. From the hardness data obtained result, the highest hardness value is found in material “A” that doesn't get PWHT and preheat with a value of 249,9 HV, while the lowest value is found in material “C”that gets PWHT and preheat with a value of 154,7 HV. from metalographic test the highest HAZ width in material “C” that is 2,62 mm for carbon steel and 2,54 mm for stainless steel, while the lowest value on material “A” that is 2,06 mm for carbon steel and 2,01 mm for stainless steel. It can be concluded that PWHT and preheat can reduce the hardness value of a material but increase the width of the resulting HAZ area.

Keyword: Dissimilar Material, Pig System, Hardenss Test, Metalographic Test

Nomenclature

HAZ heat affected zone HSD High speed diesel PWHT Post weld heat treatment

1. PENDAHULUAN

Minyak dan gas sudah menjadi komponen yang penting dalam berbagai aspek kehidupan, sehingga menimbulkan pelonjakan kebutuhan minyak dan gas dunia. Maka dari itu pada era global sekarang ini makin marak sekali pembangunan kilang-kilang minyak untuk menanggulangi hal tersebut. Semua industri tidak akan luput dari sistem perpipaan untuk menunjang kegiatan industri tersebut. Perancangan sistem perpipaan harus benar-benar diperhitungkan untuk mencegah terjadinya hal yang tidak diperkenankan. Sistem perpipaan yang baik dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah satunya adalah proses pengelasan. Proses pengelasan yang baik juga dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah satunya adalah perlakuan panas yang dilakukan terhadap material yang akan disambung yang nantinya akan berdampak pada sifat mekanik material dan lebar HAZ yang dihasilkan.

Pada proyek pembangunan tangki timbun untuk penyimpanan HSD dan methanol terdapat sistem perpipaan yang berfungsi untuk

pendistribusian fluida. Pada sistem perpipaan tersebut memiliki pig system untuk pembersihan slug yang dilakukan secara rutin. Pig system yang dipasang memiliki perbedaan material antara pipa yang tersambung pada pig menggunakan material SA-106 grade B dan pig launcher yang menggunakan material SA-312 TP316L. Hal tersebut mengakibatkan terjadinya pengelasan dissimilar material yang dapat mengakibatkan timbulnya permasalahan pada proses pengelasan untuk pemilihan perlakuan panas PWHT dan preheat karena material tersebut memiliki perlakuan tersendiri sebelum dilakukan proses pengelasan. Untuk itu diperlukan analisa pengaruh perlakuan panas PWHT dan preheat terhadap sifat mekanik material dan lebar HAZ material. Dengan tujuan mengetahui pengaruh perlakuan panas PWHT dan lebar HAZ terhadap sifat mekanik dan lebar HAZ pada proses pengelasan dissimilar material. Sifat mekanik yang ditinjau dalam penelitian ini hanya mengacu pada nilai kekerasan material yang akan diuji dengan menggunakan metode pengujian hardness vickers dan pengujian metalografi makro untuk mengetahui lebar HAZ yang dihasilkan dalam proses pengelasan ini.

(2)

2. METODOLOGI PENELITIAN

Dalam penelitian ini penulis melakukan pengujian hardness vickers dan metalografi dengan berbagai variasi perlakuan panas PWHT dan preheat yang dilakukan terhadap material.

Maka dari itu perlu dilakukan identifikasi maupun persiapan material agar peneilitian berjalan sesuai dengan yang diharapkan oleh penulis. Berikut metode penelitian yang ditunjukkan pada diagram alir gambar 1 di bawah ini.

2.1 Langkah Penelitian

Beberapa Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan perlakuan panas PWHT dan preheat sebagai variasi yang akan dilakukan terhadap spesimen. Dari variasi tersebut nantinya akan dilakukan pengujian hardenss vickers dan metalografi untuk menganalisa nilai kekerasan dan lebar HAZ yang dihasilkan. Sifat mekanik material saling bersangkutan Kekerasan suatu bahan merupakan sifat mekanik yang paling penting, karena kekerasan dapat digunakan untuk mengetahui sifat sifat mekanik yang lain, yaitu strenght (kekuatan) [4]. Berikut tabel 1 yang akan

menunjukkan variasi dari penelitian yang akan dilakukan pada saat proses pengelasan.

Tabel 1 Variasi Penelitian Variasi PWHT Preheat

A - -

B - √

C √ √

D √ -

2.2 Persiapan Material

Sebelum pengelasan dilaksanakan, harus terlebih dahulu melakukan persiapan material yaitu pemotongan pipa dengan panjang 10 cm, setelah persiapan material selesai, dilanjutkan dengan pengelasan terhadap variasi yang sudah dijelaskan di atas, langkah selanjutnya adalah pemotongan material menjadi benda uji dilakukan dengan ukuran panjang 80 mm dan lebar 30 mm untuk pengujian metalografi, sedangkan untuk pengujian hardness material dipotong dengan ukuruan panjang 80 mm dan lebar 15 mm, dengan variasi lokasi pemotongan yang akan ditunjukkan pada gambar 2.

Gambar 2. Lokasi Pemotongan Spesimen

2.3 Pengujian Metalografi

Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui lebar HAZ yang dihasilkan dari berbagai variasi perlakuan panas PWHT dan preheat. Pengujian metalografi hanya dilakukan pada lokasi pemotongan 0˚ dan 180˚, karena dianggap perlu dilakukan analisa yang disebabkan oleh pengelasan dilakukan dengan menggunakan metode 6G uphill. Pengujian metalografi dilakukan dengan pengamatan menggunakan kamera agar mendapatkan hasil yang cukup optimal. Agar permukaan logam dapat diamati secara metalografi maka terlebih dahulu dilakukan persiapan berikut :

1. Pemotongan spesimen

Diusahakan bentuk spesimen datar sehingga memudahkan untuk pengamatan.

2. Mounting spesimen (bila diperlukan).

Mounting spesimen hanya dilakukan untuk material yang kecil atau tipis saja.Untuk Gambar 1. Diagram Alir Penelitian

90˚

270˚

180˚

(3)

material yang tebal tidak memerlukan mounting.

3. Grinding dan polishing

Grinding dan polishing bertujuan untuk membentuk permukaan spesimen yang benar-benar rata. Grinding dilakukan dengan menggosok spesimen pada hand grinding yang diberi kertas gosok dengan urutan grit paling kasar sampai grit yang halus. Sedangkan polishing dilakukan dengan menggosok spesimen diatas hand grinding yang dilengkapi kain woll dan diberi serbuk alumina dengan kehalusan 1 – 0,05 mikron.

4. Etsa (etching)

Proses etsa pada dasarnya adalah proses korosi yakni mengkorosikan permukaan spesimen yang telah rata karena proses grinding dan polishing menjadi tidak rata lagi. Ketidakrataan permukaan spesimen ini dikarenakan mikrostruktur yang berbeda akan dilarutkan dengan kecepatan yang berbeda sehingga meninggalkan bekas permukaan dengan orientasi sudut yang berbeda pula. Pada pelaksanaannya, etsa dilakukan dengan mencelupkan spesimen pada cairan etsa yang mana tiap jenis logam mempunyai cairan etsa (etching reagent) sendiri-sendiri. [5]

2.4 Pengujian Hardness

Pengujian Hardness dilakukan dengan menggunakan metode vickers dan menggunakan beban 500gf dengan indentor diamond piramida 136˚. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui nilai kekerasan yang dihasilkan dari proses pengelasan menggunakan variasi di atas.

Pengujian ini dilakukan di semua lokasi pemotongan untuk mendapatkan hasil yang optimal dan akurat. Berikut adalah hal yang harus diperhatikan ketika melakukan vickers:

1. Spesimen harus memenuhi persyaratan : a. Permukaan diharuskan rata dan halus.

b. Dapat ditumpu dengan baik dan permukaan uji harus horizontal.

2. Indentor yang digunakan adalah pyramid intan yang beralas bujur sangkar dengan sudut puncak antara dua sisi yang berhadapan adalah 136˚.

3. Pada dasarnya semua beban bisa digunakan, kecuali untuk plat yang tipis harus digunakan beban yang ringan.

4. Pada pelaksanaannya, pengujian kekerasan ini dilakukan dengan menekan indentor pada permukaan spesimen selama 10 – 30 detik.

5. Nilai kekerasan pengujian ini dinyatakan dalam satuan DPH (Vickers Diamond Pyramid Hardness) yang dihitung berdasarkan diagonal indentasi dengan Persamaan sebagai berikut :

DPH = { 2P sin (α/2) } / d2

=1,854P/d2 Untuk : α = 136˚

Dimana : P = Gaya tekan (kgf)

d = diagonal indentasi (mm) [6]

2.5 Analisis Data

Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini yaitu analisis terhadap data pengujian yang sudah dilakukan. Data tersebut digunakan sebagai pembanding variasi mana yang lebih optimal untuk pengelasan dissimilar material, yang ditinjau dari nilai kekerasan dan lebar HAZ yang dihasilkan. Langkah selanjutnya adalah pengambilan kesimpulan dari data hasil pengujian.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Pengujian Hardness

3.1.1 Hasil Pengujian Hardness pada Spesimen

“A”

Tabel 2. Nilai Uji Spesimen A

HAZ

Weld Metal

Base Metal (Stainless

Steel)

(Carbon

Steel) (Carbon Steel) (Stainless

Steel)

249,1 249,9 232,1 208,7 196,1 193,6

207,7 215,4 202,8 195 182,6 182,1

206,8 212,5 205,3 207,7 214,7 199,6

211,5 214,1 201,1 159 159,4 155,7

Dari hasil data di atas menunjukkan bahwa nilai kekerasan pada titik pengujian HAZ stainless steel nilai tertinggi terdapat pada lokasi pemotongan 0˚ dengan nilai 249,1 HV sedangkan nilai terendah pada lokasi pemotongan 180˚

dengan nilai 207,7 HV. pada titik pengujian HAZ carbon steel nilai tertinggi terdapat pada lokasi pemotongan 0˚ dengan nilai 249,9 HV Sedangkan nilai terendah pada lokasi pemotongan 270˚

dengan nilai 214.1 HV. Pada titik weld metal nilai tertinggi terdapat pada lokasi pemotongan 0˚

dengan nilai 232,1 HV nilai terendah pada lokasi pemotongan 270˚ dengan nilai 201,1 HV. Pada titik pengujian base metal carbon steel nilai tertinggi terdapat pada lokasi pemotongan 180˚

dengan nilai 214,7 HV sedangkan nilai terendah pada lokasi pemotongan 270˚ dengan nilai 159 HV. Pada titik pengujian base metal stainless steel nilai tertinggi terdapat pada lokasi pemotongan 180˚ dengan nilai 199,6 HV nilai kekerasan terendah pada lokasi pemotongan 270˚ dengan nilai 155,7 HV.

3.1.2 Hasil Pengujian Hardness pada Spesimen

“B"

Tabel 3. Nilai Uji Spesimen B

HAZ Weld

Metal

Base Metal (Stainless

Steel)

(Carbon

Steel) (Carbon Steel) (Stainless

Steel)

216,1 220,1 201,4 195,3 197,8 192,2

187 198,7 188,4 182,3 182,8 177,8

199,6 201,4 189,4 202,8 199,9 187,3

187,8 190 177,8 203,5 188,4 181,3

Dari hasil data di atas menunjukkan bahwa nilai kekerasan pada titik pengujian HAZ stainless

(4)

steel nilai tertinggi terdapat pada lokasi pemotongan 0˚ dengan nilai 216,1 HV sedangkan nilai terendah pada lokasi pemotongan 90˚ dengan nilai 187 HV. pada titik pengujian HAZ carbon steel nilai tertinggi terdapat pada lokasi pemotongan 0˚ dengan nilai 220,1 HV Sedangkan nilai terendah pada lokasi pemotongan 270˚

dengan nilai 190 HV. Pada titik weld metal nilai tertinggi terdapat pada lokasi pemotongan 0˚

dengan nilai 201,4 HV nilai terendah pada lokasi pemotongan 270˚ dengan nilai 177,8 HV. Pada titik pengujian base metal carbon steel nilai tertinggi terdapat pada lokasi pemotongan 270˚

dengan nilai 203,5 HV sedangkan nilai terendah pada lokasi pemotongan 90˚ dengan nilai 182,3 HV. Pada titik pengujian base metal stainless steel nilai tertinggi terdapat pada lokasi pemotongan 0˚

dengan nilai 192,2 HV nilai terendah pada lokasi pemotongan 90˚ dengan nilai 177,8 HV.

3.1.3 Hasil Pengujian Hardness pada Spesimen

“C”

Tabel 4. Nilai Uji Spesimen C

HAZ

Weld Metal

Base Metal (Stainless

Steel)

(Carbon

Steel) (Carbon Steel) (Stainless

Steel)

212,8 219,7 204,1 193,6 191,4 186

201,4 206,5 197,3 188,1 188,9 154,7

191,9 193,9 188,6 193,3 192,5 185,2

189,7 202,3 184,1 169,7 162,2 160,9

Dari hasil data di atas menunjukkan bahwa nilai kekerasan pada titik pengujian HAZ stainless steel nilai tertinggi terdapat pada lokasi pemotongan 0˚ dengan nilai 212,8 HV sedangkan nilai terendah pada lokasi pemotongan 270˚

dengan nilai 189,7 HV. pada titik pengujian HAZ carbon steel nilai tertinggi terdapat pada lokasi pemotongan 0˚ dengan nilai 219,7 HV Sedangkan nilai terendah pada lokasi pemotongan 180˚

dengan nilai 193,9 HV. Pada titik weld metal nilai tertinggi terdapat pada lokasi pemotongan 0˚

dengan nilai 204,1 HV nilai terendah pada lokasi pemotongan 270˚ dengan nilai 184,1 HV. Pada titik pengujian base metal carbon steel nilai tertinggi terdapat pada lokasi pemotongan 0˚

dengan nilai 193,6 HV sedangkan nilai terendah pada lokasi pemotongan 270˚ dengan nilai 162,2 HV. Pada titik pengujian base metal stainless steel nilai tertinggi terdapat pada lokasi pemotongan 0˚

dengan nilai 186 HV nilai kekerasan terendah pada lokasi pemotongan 90˚ dengan nilai 154,7 HV.

3.1.4 Hasil Pengujian Hardness pada Spesimen

“D”

Tabel 5. Nilai Uji Spesimen D

HAZ

Weld Metal

Base Metal (Stainless

Steel)

(Carbon

Steel) (Carbon Steel) (Stainless

Steel)

211,5 205,3 201,7 208 206,2 204,1

199,6 191,1 187,3 188,6 177,3 173,7

205,3 204,4 191,9 197,6 187 194,4

194,7 186,2 189,4 192,7 197 185,2

Dari hasil data di atas menunjukkan bahwa nilai kekerasan pada titik pengujian HAZ stainless

steel nilai tertinggi terdapat pada lokasi pemotongan 0˚ dengan nilai 211,5 HV sedangkan nilai terendah pada lokasi pemotongan 270˚

dengan nilai 194,7 HV. pada titik pengujian HAZ carbon steel nilai tertinggi terdapat pada lokasi pemotongan 0˚ dengan nilai 205,3 HV Sedangkan nilai terendah pada lokasi pemotongan 270˚

dengan nilai 186,2 HV. Pada titik weld metal nilai tertinggi terdapat pada lokasi pemotongan 0˚

dengan nilai 201,7 HV nilai terendah pada lokasi pemotongan 90˚ dengan nilai 187,3 HV. Pada titik pengujian base metal carbon steel nilai tertinggi terdapat pada lokasi pemotongan 0˚ dengan nilai 208 HV sedangkan nilai terendah pada lokasi pemotongan 90˚ dengan nilai 177,3 HV. Pada titik pengujian base metal stainless steel nilai tertinggi terdapat pada lokasi pemotongan 0˚ dengan nilai 204,1 HV nilai kekerasan terendah pada lokasi pemotongan 90˚ dengan nilai 173,7 HV.

3.2 Hasil Pengujian Metalografi Tabel 6 Hasil Pengujian Metalografi

Spesimen

Lebar HAZ

180˚

CS SS CS SS

A 2,06 2,01 2,06 2,02 B 2,21 2,15 2,26 2,16 C 2,62 2,51 2,6 2,54 D 2,19 2,17 2,2 2,16 Dari hasil di atas menunjukkan bahwa lebar HAZ yang dihasilkan pada spesimen “A”

memiliki nilai terendah dengan lebar 2,06 mm pada carbon steel dan 2,01 mm pada stainless steel pada lokasi pemotongan 0˚, sedangkan nilai tertinggi lebar HAZ dihasilkan oleh material “C”

dengan lebar 2,62 pada lokasi pemotongan 0˚

untuk nilai carbon steel dan 2,54 mm pada lokasi pemotongan 180˚ untuk nilai stainless steel. Pada spesimen “D” dan “B” memiliki lebar HAZ yang nilainya tidak mempunyai perbedaan signifikan diantara keduanya.

3.3 Analisa Pengaruh Perlakuan Panas PWHT dan Preheat terhadap Lebar HAZ dan Nilai Kekerasan Material

Dari data yang sudah dijelaskan di atas, didapatkan data bahwa lebar HAZ dan nilai kekerasan material dipengaruhi oleh perlakuan panas PWHT dan preheat, yaitu sebagai berikut:

1. Material “A” yang tidak mendapatkan perlakuan panas PWHT dan preheat cenderung memiliki nilai kekerasan yang lebih besar daripada material lain, yang dapat diartikan perlakuan panas PWHT dan preheat dapat menurunkan niai kekerasan suatu material.

2. Nilai kekerasan material yang diberikan perlakuan panas PWHT dan preheat pada carbon steel memiliki penurunan yang lebih signifikan daripada stainless steel yang berarti

(5)

bahwa material tersebut mempunyai ketahanan terhadap panas yang cukup kuat daripada material carbon steel.

3. Material dengan lokasi pemotongan 0˚ dan 180˚ memiliki nilai kekerasan yang lebih besar daripada lokasi pemotongan 90˚dan 270˚. Hal tersebut dikarenakan pada proses pengelasan menggunakan posisi pengelasan 6G uphill yang memungkinkan bahwa pada posisi start dan end weld cenderung lebih susah dikendalikan oleh para welder yang menyebabkan hal tersebut bisa terjadi.

4. Nilai kekerasan pada titik pengujian HAZ lebih besar daripada yang terdapat pada titik pengujian lain, hal ini dikarenakan terjadinya proses pengelasan yang menimbulkan panas, sehingga dapat berpengaruh pada daerah tersebut.

5. Lebar HAZ yang dihasilkan pada material carbon steel lebih besar daripada yang terdapat pada material stainless steel.

6. Lebar daerah HAZ pada material “A” yang tidak mendapatkan perlakuan panas PWHT dan preheat lebih sempit daripada material lain. Hal tersebut dapat disimpulkan bahwa lebar daerah HAZ dipengaruhi oleh perlakuan panas PWHT dan preheat yang dilakukan.

Nilai kekerasan yang lebih tinggi tidak menjadi jaminan material tersebut lebih bagus daripada material yang memiliki nilai kekerasan rendah, karena nilai kekerasan saling berkaitan dengan sifat mekanik lainnya. Semakin keras suatu material, maka akan menyebabkan material tersebut menjadi brittle. Berdasarkan ASME SECT II part A tensile strength yang dimiliki dari material SA-106 grade B yaitu sebesar 475 Mpa [1], dan untuk material SA-312 TP316L sebesar 485 Mpa [2], jika dikonversi menjadi kekuatan tarik adalah sebesar 116 HV dan 120 HV, Dapat disimpulkan bahwa nilai kekerasan material tersebut naik setelah dilakukannya pengelasan, tetapi nilai kekerasannya turun ketika perlakuan panas PWHT atau preheat dilakukan, bahkan ketika perlakuan tersebut dilakukan secara bersamaan pada suatu material nilai kekerasannya hampir mendekati dari nilai kekerasan awal yang dimiliki oleh material tersebut. Mengacu pada ASME B31.4 utuk pipeline material yang digunakan tidak boleh memiliki nilai kekerasan lebih dari sama dengan 35 HC [3] atau dikonversikan menjadi 340 HV, dari hasil pengujian yang dilakukan tidak ada material yang melebihi standar nilai kekerasan tersebut, itu berarti bahwa sebenarnya semua variasi yang dilakukan dapat diterima oleh standar yang digunakan.

4. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisa yang sudah dijelaskan pada bab sebelumnya dengan variasi perlakuan panas PWHT dan preheat terhadap sifat mekanik material dan luas daerah HAZ dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Dari hasil pengujian hardness vickers yang dilakukan pada material yang sudah diberikan perlakuan panas PWHT dan preheat dapat disimpulkan bahwa hal tersebut dapat berpengaruh terhadap kekerasan suatu material, dalam pengujian ini material yang diberikan perlakuan memiliki nilai kekerasan yang lebih rendah daripada yang tidak mendapatkan perlakuan tersebut atau bisa dikatakan bahwa perlakuan tersebut hampir dapat mengembalikan nilai kekerasan yang dimiliki material ke keadaan semula.

2. Dari hasil pengujian metalografi yang dilakukan pada material yang sudah diberikan perlakuan panas PWHT dan preheat dapat disimpulkan bahwa hal tersebut dapat berpengaruh terhadap lebar HAZ yang dihasilkan dari proses pengelasan, yaitu perlakuan tersebut dapat membuat lebar HAZ yang dihasilkan lebih besar daripada yang tidak mendapatkan perlakuan tersebut.

5. SARAN

Berdasarkan hasil penilitian yang dilakukan untuk mengetahui sifat mekanik dan lebar daerah HAZ pada pengelasan dissimilar material SA-106 Grade B dengan SA-316 TP316L, terdapat beberapa saran yang digunakan untuk pengembangan pada dunia industri maupun pada penelitian selanjutnya, antara lain:

1. Memperhatikan perlakuan panas PWHT dan preheat yang dilakukan pada proses pengelasan yang nantinya akan berdampak pada nilai kekerasan dan lebar HAZ suatu material yang tentunya tetap mengacu pada code dan standart.

2. Menggunakan metode pengujian lain seperti uji tarik (tensile test), uji takik (impact test), dan uji tekuk (bending test). untuk mengetahui pengaruh lain perlakuan panas PWHT dan preheat terhadap sifat mekanik material pada proses pengelasan material.

3. Menggunakan pengujian metalografi dengan pengamatan mikroskopis yang memiliki pembesaran yang lebih besar atau mikro agar bisa mengetahui struktur mikro yang terbentuk pada material tersebut ketika diberikan perlakuan panas PWHT dan preheat pada proses pengelasan sehingga tidak hanya mengetahui lebar HAZ yang terbentuk.

(6)

6. UCAPAN TERIMAKASIH

Penulis menyadari penyusunan Tugas Akhir ini tidak terlepas dari bantuan dan bimbingan berbagai pihak, oleh karena itu penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar- besarnya kepada:

1. Bapak Ir. Eko Julianto, M.Sc. FRINA selaku Direktur Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya.

2. Bapak George Endri Kusuma, ST., M.Sc.Eng sebagai Ketua Jurusan Teknik Permesinan Kapal, Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya dan dosen pembimbing penulis.

3. Bapak Dimas Endro Witjonarko, ST., MT.

sebagai Koordinator Program Studi Teknik Perpipaan, Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya.

4. Bapak Budi Prasojo, S.T., M.T sebagai dosen pembimbing I yang telah memberikan banyak bimbingan dan pengarahan selama pengerjaan tugas akhir dengan sabar

5. Bapak Ir.M.M Eko Prayitno,M.MT. sebagai dosen pembimbing II yang telah memberikan banyak bimbingan dan pengarahan selama pengerjaan tugas akhir dengan sabar

6. Kedua orang tua yang telah memberi banyak kasih sayang dan juga nasehat selama menempuh perkuliahan ini.

7. Keluarga besar Teknik perpipaan yang telah memberikan bantuan serta semangat kepada penulis.

5. DAFTAR PUSTAKA

[1] ASME Section II Part A, (2017). “Ferrous Material Specification (SA 106 to end), New York The America Welding Society of Mechanichal Engineers”.

[2] ASME Section II Part A, (2017). “Ferrous Material Specification (SA 312 to end New York The America Welding Society of Mechanichal Engineers”.

[3] ASME B31.4, (2017). “Pipeline Transportation Systems For Liquid Hydrocarbons and Other Liquids”.

[4] Modul Uji Bahan PPNS, (2019). “Uji Kekerasan”.

[5] Modul Uji Bahan PPNS, (2019). “Uji Metalografi”.

[6] Modul Uji Bahan PPNS, (2019). “Uji Kekerasan”.

Referensi

Dokumen terkait

Pemegang Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi yang ingin menjual mineral atau batubara wajib mengajukan izin sementara untuk melakukan pengangkutan dan penjualan Izin sementara

5) Menyadarkan masyarakat perlunya menghormati dan melestarikan budaya Islami yang telah diwariskan oleh masyarakat muslim mulai dari zaman salaf. Demikian juga

Pentingnya cakupan etika dalam mata kuliah Pendidikan Ekonomi dibuktikan dengan adanya perbedaan sensitivitas etis antara mahasiswa Pendidikan Ekonomi, FKIP

Untuk menghasilkan busur yang baik dan konstan,tukang las harus menjaga jarak ujung elektroda dan permukaan material dasar tetap sama.Adapun jarak yang paling baik adalah sama

Pada latar belakang penelitian ini telah dipaparkan, pemaknaan tunggal terhadap teks harus ditolak, ada makna-makna yang tertunda yang memiliki kemungkinan makna lain, seperti

Jika perusahaan sudah dapat mengontrol agar persepsi harga dan kualitas produk sesuai dengan apa yang diinginkan oleh konsumen, maka minat beli ulang produkpun akan meningkat.

Dukungan Saudi bagi rezim baru di Kairo secara proporsional terkait dengan ketidaksetujuan atas Ikhwanul Muslimin sebagai buntut dari pemilu 2012, ketika menjadi semakin jelas

Bu yüzden Şeyh “Ademi Kelime”de bununla ilgili olarak şöyle demiştir: “O, alem için yüzüğün kaşı (Fassı) gibidir.” … Vücut mertebeleri bütün varlığı cem