• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN PENELITIAN ANALISIS SENSITIVITAS ETIS MAHASISWA PENDIDIKAN EKONOMI UNIVERSITAS PANCASAKTI TEGAL. Oleh : Dewi Amaliah Nafiati, S.Pd., M.Si.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LAPORAN PENELITIAN ANALISIS SENSITIVITAS ETIS MAHASISWA PENDIDIKAN EKONOMI UNIVERSITAS PANCASAKTI TEGAL. Oleh : Dewi Amaliah Nafiati, S.Pd., M.Si."

Copied!
56
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN PENELITIAN

ANALISIS SENSITIVITAS ETIS

MAHASISWA PENDIDIKAN EKONOMI

UNIVERSITAS PANCASAKTI TEGAL

Oleh :

Dewi Amaliah Nafiati, S.Pd., M.Si.

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS PANCASAKTI TEGAL

2011

(2)

HALAMAN PENGESAHAN

1. Judul Penelitian : Analisis Sensitivitas Etis Mahasiswa Pendidikan Ekonomi Universitas Pancasakti Tegal

2. Bidang Penelitian : Pendidikan 3. Ketua Peneliti

a. Nama Lengkap : Dewi Amaliah Nafiati, S.Pd., M.Si. b. Jenis Kelamin : Perempuan

c. NIPY : 228512101978

d. Disiplin Ilmu : Pendidikan Ekonomi e. Jabatan : Asisten Ahli

f. Fakultas/Jurusan : KIP/Pendidikan Ekonomi g. Alamat : Jl. Halmahera KM 1. Tegal h. Telepon/Email : (0283) 357122

FKIP_UPS_Tegal@yahoo.co.id

i. Alamat Rumah : Perum. Griya Santika P7 RT.33/7 Tegal j. Telepon/Email : 08157654140

lianafiati@yahoo.co.id

4. Lokasi Penelitian : Universitas Pancasakti Tegal 5. Jumlah biaya yang diusulkan : Rp. 4.000.000,00

Tegal,1 Mei 2011 Mengetahui,

Dekan FKIP, Ketua Peneliti,

Dr. Hj. Sitti Hartinah. D.S., M.M. Dewi Amaliah Nafiati, S.Pd., M.Si. NIP. 19541117 198103 2 002 NIPY 228512101978

Menyetujui,

Ketua Lembaga Penelitian,

Siswanto,S.H., M.H. NIP 19641213 199203 1 002

(3)

PRAKATA

Dengan mengucapkan syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan petunjuk kepada peneliti sehingga dapat menyelesaikan laporan penelitian akademis. Judul dari penelitian akademis ini adalah Analisis Sensitivitas Etis Mahasiswa Pendidikan Ekonomi Universitas Pancasakti Tegal. Walaupun sederhana, namun besar harapan peneliti agar laporan akhir ini dapat dijadikan bahan kajian oleh sivitas akademika Universitas Pancasakti Tegal, untuk kepentingan penelitian lebih lanjut.

Penyelesaian penelitian ini melibatkan banyak pihak, berkenaan dengan hal tersebut ijinkanlah saya menyampaikan terima kasih yang tulus kepada:

1. Bapak Prof. Dr. H. Tri Jaka Kartana, M.Si. selaku Rektor Universitas Pancasakti Tegal yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan penelitian dan membiayai proses penelitian ini.

2. Bapak Siswanto, S.H., M.H., Kepala Lembaga Penelitian Universitas Pancasakti Tegal, yang dalam kesibukannya senantiasa menyempatkan waktunya untuk memberikan bimbingan kepada peneliti baik selama proses penelitian berlangsung, maupun sepanjang penyusunan laporan akhir ini. 3. Ibu Dr. Hj. Sitti Hartinah D.S., M.M., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan

Ilmu Pendidikan Universitas Pancasakti Tegal yang telah memberi kesempatan kepada peneliti untuk melakukan kegiatan penelitian.

4. Bapak Reviewer yang telah memberikan masukan, saran dan bimbingan sehingga penelitian ini dapat terselesaikan.

(4)

5. Teman-teman Dosen yang telah membantu dan memberi masukan tentang pelaksanaan dan hasil penelitian ini.

6. Mahasiswa Program Studi Pendidikan Ekonomi yang telah bersedia sebagai responden penelitian sehingga penelitian ini dapat berjalan dengan baik.

Akhirnya kepada semua pihak yang namanya tidak dapat disebutkan satu persatu, semoga Allah SWT selalu melimpahkan rahmat, hidayah-Nya kepada kita semua untuk senantiasa menimba ilmu yang bermanfaat dan menjadikan kita hamba-Nya yang selalu bersyukur. Dan akhirnya segala puji dikembalikan lagi kepada Allah SWT.

Tegal, 12 Juli 2011

(5)

ANALISIS SENSITIVITAS ETIS MAHASISWA PENDIDIKAN

EKONOMI UNIVERSITAS PANCASAKTI TEGAL, Dewi

Amaliah Nafiati.

ABSTRAK

Guru wajib untuk menjaga standar perilaku etis tertinggi mereka kepada organisasi di mana mereka bernaung, profesi mereka, masyarakat, dan diri mereka sendiri. Integritas dan kualitas etis seorang guru merupakan kualitas personal yang paling penting. Ketika perilaku etis hilang dari dalam diri guru, maka kredibilitas profesi guru ada dalam bahaya. Penelitian tentang sensitivitas etis pada mahasisiwa program studi kependidikan sangat jarang dilakukan, padahal program studi kependidikan dalam hal ini program studi pendidikan ekonomi bertujuan menciptakan pendidik/guru yang profesional di bidang ekonomi.

Tujuan yang ingin dicapai dengan dilakukannya penelitian ini adalah untuk menguji perbedaan sensitivitas etis pada mahasiswa Pendidikan Ekonomi FKIP-Universitas Pancasakti Tegal berdasarkan jenis kelamin dan berdasarkan kelompok semester.

Sampel untuk penelitian ini adalah sebagian mahasiswa program studi pendidikan ekonomi FKIP Universitas Pancasakti Tegal. Metode pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah metode non probability dengan purposive

sampling dengan kriteria mahasiswa pendidikan ekonomi semester akhir dan

awal. Analisis data penelitian menggunakan analisis Independent Samples T-Test. Pengujian melalui signifikansi t-value adalah membandingkan signifikansi t– value (t hitung) dengan probabilitas 5%.

Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan sensitivitas etis secara signifikan antara mahasiswa pria dan wanita pada Pendidikan Ekonomi, FKIP Universitas Pancasakti Tingkat sensitivitas etis pada mahasiswa Pendidikan Ekonomi, FKIP Universitas Pancasakti Tegal wanita lebih baik dibandingkan sensitivitas etis pada mahasiswa pria. Perbedaan sensitivitas etis secara signifikan juga terbukti pada mahasiswa Pendidikan Ekonomi, FKIP Universitas Pancasakti Tegal semester awal dan akhir. Tingkat sensitivitas etis pada mahasiswa Pendidikan Ekonomi, FKIP Universitas Pancasakti Tegal semester akhir lebih baik dibandingkan sensitivitas etis pada mahasiswa Pendidikan Ekonomi, FKIP Universitas Pancasakti Tegal semester awal.

Saran dari penelitian ini adalah bahwa cakupan etika dalam mata kuliah Pendidikan Ekonomi sangat penting. Hal ini dibuktikan dengan adanya perbedaan sensitivitas etis antara mahasiswa Pendidikan Ekonomi, FKIP Universitas Pancasakti Tegal semester awal yang belum memperoleh cakupan etika dalam mata kuliahnya dibandingkan mahasiswa Pendidikan Ekonomi, FKIP Universitas Pancasakti Tegal semester akhir yang telah mengambil mata kuliah bermuatan etika sehingga lebih etis dibandingkan yuniornya.

(6)

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii PRAKATA... iii ABSTRAK ... v DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL... viii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang... 1

B. Perumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Kontribusi Penelitian ... 5

BAB II TINJAUN PUSTAKA ... 7

A. Pengertian Etika... 7

B. Etika dalam Bidang Pendidikan Ekonomi... 12

C. Fungsi Kode Etik... 15

D. Sensitifitas Etis... 18

E. Hubungan Antara Sensitivitas Etis dan Sinisisme... 20

F. Pengertian Gender ... 22

G. Penelitian terdahulu... 24

H. Hipotesis... 24

BAB III METODE PENELITIAN... 26

A. Populasi dan Sampel Penelitian ... 26

B. Jenis dan Sumber data... 27

C. Variabel Penelitian... 27

(7)

E. Uji Validitas dan Reliabilitas Data... 28

F. Metode Analisis Data... 29

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 31

A. Hasil Penelitian... 31

B. Pembahasan...37

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 41

A. Kesimpulan... 41

B. Saran ... 42

C. Keterbatasan... 43

(8)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1. Life Cycle Stages... 8

Tabel 2.2. Moral Stages... 9

Tabel 3. 1. Sampel Penelitian... 26

Tabel 4.1. Tingkat Pengembalian Kuesioner ... 31

Tabel 4.2. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin... 32

Tabel 4.3. Karakteristik Responden Berdasarkan Semester... 32

Tabel 4.4. Uji Validitas Sensitivitas Etis... 33

Tabel 4.5. Uji Reliabilitas Data... 34

Tabel 4.6. Deskriptif Variabel... 35

Tabel 4.7. Hasil Uji-T Pada Mahasiswa Akuntansi Pria Dan Wanita... 36

(9)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sebagai anggota dosen yang mengajar di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Program studi Pendidikan Ekonomi Universitas Pancasakti Tegal menyatakan bahwa guru wajib untuk menjaga standar perilaku etis tertinggi mereka kepada organisasi di mana mereka bernaung, profesi mereka, masyarakat, dan diri mereka sendiri. Integritas dan kualitas etis seorang guru merupakan kualitas personal yang paling penting. Untuk merespon hal tersebut, American Assembly of Collegiate Schools of Business (1990) dan the National Commission on Fraudulent Financial Reporting (1987), sebagaimana dikutip oleh Ameen at al. (1996), merekomendasikan perlunya memberi penekanan yang lebih pada masalah-masalah etis dalam mengajar mata kuliah di perguruan tinggi. Kedua organisasi tersebut meyakini pentingnya mahasiswa dan kaum profesional untuk menjadi lebih sadar dan sensitif terhadap masalah-masalah etika. Kerr dan Smith (1995) juga menyatakan bahwa perilaku etis dan pendidikan merupakan hal yang kritis dalam masyarakat modern, dunia bisnis, dan profesi guru. Ketika perilaku etis hilang dari dalam diri guru, maka kredibilitas profesi guru ada dalam bahaya.

Bibit-bibit perilaku tidak etis di kalangan profesional sebetulnya sudah tumbuh bahkan sejak sebelum menjadi mahasiswa (sejak SMU ke bawah). Perilaku tersebut, disadari atau tidak, terpupuk oleh aktivitas keseharian dalam kuliah. Salah satu perilaku tidak etis dalam aktivitas keseharian rnahasiswa

(10)

adalah perilaku menyontek/menjiplak. Dengan mengutip Putka (1992), Kerr dan Smith (1995) menyebutkan bahwa perilaku menjiplak/menyontek yang dilakukan oleh murid SMU/mahasiswa meningkat dari 40% pada tahun 40-an menjadi 75% hingga saat ini. Lebih lanjut Putka (1992), sebagaimana dikutip oleh Kerr dan Smith (1992), mengemukakan alasan menjiplak/menyontek di kalangan murid SMU dan mahasiswa adalah menjiplak dan menyontek dalam SMU untuk mencari nilai tinggi, sedang menjiplak/menyontek dalam kuliah untuk mencapai karir.

Kerr dan Smith (1995) juga meminta mahasiswa untuk mendaftar masalah etika yang utama yang ada di lingkungan kuliah mereka. Hasilnya menunjukkan bahwa respons yang paling sering terjadi di lingkungan kuliah mereka adalah: 1) menyontek pada waktu ujian, 2) menyalin PR atau masalah kasus yang dikerjakan oleh mahasiswa lain, 3) berusaha meminta kepada dosen untuk memberi nilai yang tinggi, 4) memutuskan apakah akan melaporkan atau tidak mahasiswa lain yang menyontek, 5) tidak memberi kontribusi yang memadai di dalam tugas kelompok. Selain itu, Kerr dan Smith (1995) juga meminta mahasiswa untuk menilai tingkat penyontekan dalam ujian di antara murid sekolah SMU, mahasiswa secara keseluruhan. Hasilnya menunjukkan tingkat penyontekan di kalangan murid SMU sebesar 57%, mahasiswa secara keseluruhan 29%, dan mahasiswa akuntansi 19%.

Sierles et.al. (1980) meneliti frekuensi dan korelasi penjiplakan/penyontekan di antara mahasiswa kedokteran selama kuliah dengan perilaku tidak etis setelah menapaki jenjang karir. Hasil penelitian

(11)

Sierles et at. (1980) menunjukkan bahwa perilaku menyontek/menjiplak merupakan prediktor atas perilaku tidak etis dalam seting profesional selanjutnya. Termotivasi oleh penemuan Sierles et al. (1980), Ameen et al. (1996) melakukan survey yang bertujuan untuk mengetahui kemungkinan hubungan antara faktor gender dengan kesungguhan untuk menoleransi perilaku akademis yang tidak etis, yaitu perilaku menyontek/menjiplak. Penelitian mengenai hubungan antara gender dengan sensitivitas etis menurut Ameen et.al. (1996) diperlukan karena sejak akhir tahun 70-an jumlah mahasiswa akuntansi wanita meningkat dengan pesat. Selama periode tersebut makin banyak mahasiswa akuntansi wanita yang menjadi top performer di dalam kelas dan lebih terlibat dalam aktivitas-aktivitas yang berkaitan dengan akuntansi (organisasi akuntansi, graduate assistaniships, internships, dan sebagainya). Dalam penelitiannya tersebut, Ameen at al. (1996) menggunakan instrumen yang dikembangkan oleh Sierles et.al. (1980). Hasil penelitian Ameen et.al. (1996) tersebut menunjukkan bahwa mahasiswa akuntansi wanita lebih sensitif terhadap isu-isu etis dan lebih tidak toleran dibanding mahasiswa akuntansi pria terhadap perilaku tidak etis.

Beberapa penelitian mengenai hubungan gender dengan etika selama ini menunjukkan hasil yang tidak konsisten. Selain Ameen et.al. (1996), Ruegger dan King (1992), Galbraith dan Stephenson (1993), dan Khazanchi (1995) menyatakan bahwa antara gender dengan etika terdapat hubungan yang signifikan. Sedangkan, Sikula dan Costa (1994) serta Schoderbek dan

(12)

Deshpande (1996) menyatakan tidak ada hubungan yang signifikan antara gender dengan etika.

Dalam penelitian ini, peneliti ingin memperluas penelitian yang telah dilakukan oleh Arvita (2008) dengan menguji pada mahasiswa program studi Pendidikan Ekonomi FKIP Universitas Pancasakti Tegal. Penelitian tentang sensitivitas etis pada mahasisiwa program studi kependidikan sangat jarang dilakukan, padahal program studi kependidikan dalam hal ini program studi pendidikan ekonomi bertujuan menciptakan pendidik/guru yang profesional di bidang ekonomi. Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji respons antara mahasiswa pendidikan ekonomi pria dan wanita, mahasiswa pendidikan ekonomi dan mahasiswa non pendidikan ekonomi, dan antara mahasiswa pendidikan ekonomi pada kelompok semester yang berkaitan dengan pengalaman mereka ketika mempunyai kesempatan untuk melakukan berbagai aktivitas akademis yang tidak etis (misalnya perilaku menyontek/menjiplak). Dengan demikian penelitian ini penulis beri judul “Analisis Sensitivitas Etis Mahasiswa Pendidikan Ekonomi Universitas Pancasakti Tegal”

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Apakah terdapat terdapat perbedaan sensitivitas etis pada mahasiswa program studi Pendidikan Ekonomi FKIP-Universitas Pancasakti Tegal berdasarkan jenis kelamin?

(13)

2. Apakah terdapat perbedaan sensitivitas etis pada mahasiswa program studi Pendidikan Ekonomi FKIP-Universitas Pancasakti Tegal semester awal dan semester akhir?

D. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dengan dilakukannya penelitian ini adalah:

1. Untuk menguji perbedaan sensitivitas etis pada mahasiswa program studi Pendidikan Ekonomi FKIP-Universitas Pancasakti Tegal berdasarkan jenis kelamin.

2. Untuk menguji perbedaan sensitivitas etis pada mahasiswa program studi Pendidikan Ekonomi FKIP-Universitas Pancasakti Tegal semester awal dan semester akhir.

E. Kontribusi Penelitian

Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi: 1. Bagi penulis

Hasil penelitian diharapkan dapat menambah wawasan penulis mengenai perilaku etika pada mahasiswa FKIP khususnya mahasiswa program studi Pendidikan Ekonomi Universitas Pancasakti Tegal.

2. Bagi ilmu pengetahuan

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan ilmu pengetahuan terutama pada bidang kependidikan serta memberikan bukti empiris dan konfirmasi konsistensi dengan hasil penelitian sebelumnya.

(14)

3. Bagi Fakultas

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi fakultas dalam mempertimbangkan pentingnya muatan mata kuliah etika dalam kurikulum FKIP Universitas Pancasakti Tegal.

(15)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Etika

Dalam banyak hal, pembahasan mengenai etika tidak terlepas dari pembahasan mengenai moral. Secara etimologis,”kode etik” berarti pola aturan, tata cara, tanda, pedoman etis dalam melakukan suatu kegiatan atau pekerjaan. Dengan kata lain, kode etik merupakan pola aturan atau tata cara etis sebagai pedoman berperilaku. Etis berarti sesuai dengan nilai-nilai, dan norma yang dianut oleh sekelompok orang atau masyarakat tertentu. Suseno (1987) mengungkapkan bahwa etika merupakan filsafat atau pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan moral.

Mengutip pendapat Karl Barth, Madjid (1992) mengungkapkan bahwa etika (ethos) adalah sebanding dengan moral (mos), di mana keduanya merupakan filsafat tentang adat kebiasaan (sitten). Sitte dalam perkataan Jerman menunjukkan arti model (mode) tingkah laku manusia, suatu konstansi tindakan manusia. Karenanya secara umum etika atau moral adalah filsafat, ilmu atau disiplin tentang mode-mode tingkah laku manusia atau konstansi-konstansi tindakan manusia. Dengan mengkritik terlalu sederhananya persepsi umum atas pengertian etika yang hanya dianggap sebagai pernyataan benar dan salah atau baik dan buruk. Etika sebenarnya meliputi suatu proses penentuan yang kompleks tentang apa yang harus dilakukan seseorang dalam situasi tertentu. Proses itu sendiri meliputi penyeimbangan pertimbangan sisi dalam

(16)

(inner) dan sisi luar (outer) yang disifati oleh kombinasi unik dari pengalaman dan pembelajaran masing-masing individu.

Etika secara umum didefinisikan sebagai studi isi (conduct) yang sistematis yang didasarkan pada prinsip pengembangan moral, mencerminkan pilihan dan sebagai standar tentang sesuatu hal yang benar dan salah (Adams, 1994). Erikson dalam menciptakan model awal pengembangan moral dalam bentuk self-styled sebagai konsepsi sosiopsikologis siklus hidup. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1. Masing-masing tahapan pengembangan dalam siklus hidup individu dihadapkan dengan krisis psikologi yang spesifik. Resolusi masing-masing orang mengembangkannya melalui tahapan dalam siklus hidup (life cycle), perluasan masing- masing individu tentang krisis moral, sosial dan politis serta struktur sosial itu sendiri.

Tabel 2.1. Life Cycle Stages No. Stage Psychosocial Crises Psychological Strengths Radius of Significant Realtions

1 Infancy Trust vs Mistrust Maternal Person

HOPE 2 Early Childhood Autonomy vs Shame, Doubt Parental Persons WILL

3 Play Life Initiative vs Guilt Basic Family

PURPOSE 4 School Age Industry vs

Inferiority

Neighborhood, School COMPETENCE

5 Adolescence Identity and Repudiation vs Identity Diffusion

Peer Groups and Outgroups, Model

of Leadership

(17)

FIDELITY 6 Young Adulthood Intimacy and Solidarity vs Isolation Partners in Friendship, Sex, Competition, Cooperation LOVE

7 Adulthood Generativity vs Self- Absorption

Devided Labor and

Shared Household CARE

8 Old Age Integrity vs Dispair “Mankind”

“My Kind” WISDOM

Sumber: Ericson, 1987 dalam Arvianto, 2010

Sedangkan Kohlberg menyatakan pemikirannya tentang pengembangan moral yang didasarkan pada konsep pengembangan kognitif Piaget (Berkowski dan Ugras, 1992). Kohlberg menginterpretasikan tahapan siklus hidup Erickson menjadi bagian integral dari 6 tahapan moral. Adapun tahapan moral Kohlberg dapat dilihat pada Tabel 2 berikut:

Tabel 2.2. Moral Stages

No. Level Social

Perspective Stage Correlation to Erikson 1 Preconventional Personal Individual 1.Heteronomous Morality 2.Individualism, Instrumental Purpose and Exchange 3.Mutual Interpersonal Expectations Relationships and Interpersonal Conformity I II III, IV 2 Conventional Member of Society

4.Social Systems and Conscience

5.Social Contracts or

V, VI, VIII VII

(18)

Utility and Individual Right

3 Postconventional Prior to Society

6.Universal Ethical VII

Principled Principles

Sumber: Kohlberg, 1984 dalam Rustiana, 2003

1. Pada tahap Preconventional level

a. Punishment and Obedience Orientation: benar atau salah ditentukan dari konsekuensi fisik salah satu pilihan, hukuman dihindari.

b. Instrumental Concordance Orientation: kebutuhan seseorang sama dengan tindakan benar, mencari kesamaan tujuan dengan lainnya.

2. Pada tahap Conventional Level

a. Interpersonal Concordance Orientation: Perilaku menyenangkan bagi yang lain, image stereotip “good behavior.”

b. Society Maintaining Orientation: Perilaku sesuai dengan aturan tetap dan tuntutan sosial.

3. Pada tahap Postconventional Level

a. Social Contract Orientation: Perilaku didefinisikan dalam istilah pengujian hak dan persetujuan oleh masyarakat, sudut pandang hukum lebih ditekankan.

b. Universal Ethical Principle Orientation: Perilaku sesuai dengan hati nurani.

Dalam kaitannya dengan istilah profesi, kode etik merupakan tata cara atau aturan yang menjadi standar kegiatan anggota sebagai profesi. Chua dkk. (1994), dalam konteks etika profesi mengungkapkan bahwa etika profesional

(19)

juga berkaitan dengan perilaku moral. Perilaku moral di sini lebih terbatas pada pengertian yang meliputi kekhasan pola etis yang diharapkan untuk profesi tertentu. Gibson dan Mitchel (1995: 449) menegaskan bahwa a code of ethics

represents the profesional values of a profession translated into standards of conduct for the memberships.

Suatu kode etik menggambarkan nolai-nilai profesional suatu prifesi yang diterjemahkan ke dalam standar perilaku anggotanya. Into nilai profesional yaitu adanya sifat altruistis dari seorang profesional, artinya mementingkan kesejahteraan orang lain, dan lebih berorientasi pada pelayanan masyarakat umum. Jadi nilai profesional yang paling utama adalah keinginan untuk memberikan pengabdian kepada masyarakat.

Nilai profesional seperti di atas disebut juga dengan istilah asas etis, yaitu landasan-landasan berpijak sebagai penopang perilaku etis. Canadian Code of

Ethics, yang sering juga dikemukakan para ahli dengan istilah CCE (Chung,

1981) mengemukakan empat asas etis, yaitu: (1) respect for the dignity of

persons (menghargai harkat dan martabat manusia), (2) responsible caring

(kepedulian yang bertanggung jawab), (3) integrity in relationships (integritas dalam hubungan), dan (4) responsibilityto society (tanggung jawab kepada masyarakat).

Jika kode etik itu dijadikan standar aktivitas anggota profesi, kode etik tersebut sekaigus sebagai pedoman (guidilines). Bahkan sebagai pedoman bagi masyarakat dengan anggota profesi tersebut. Bias interaksi tersebut merupakan monopoli profesi, yaitu memanfaatkan kekuasaan dan hak-hak istimewa untuk

(20)

melindungi kepentingan pribadi yang bertentangan dengan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, dapat dipahami jika Oteng Sutisna (1986: 364) mendefinisikan kode etik sebagai seperangkat pedoman yang memaksa perilaku etis para anggota profesi. Perangkat pedoman ini lebih eksplisit, sistematis dan mengikat.

Konvensi nasional IPBI ke-1 mendefinisikan kode etik sebagai pola, ketentuan, aturan, tata cara yang menjadi pedoman dalam menjalankan tugas dan aktivitas suatu profesi. Pola, ketentuan, aturan tersebut seharusnya diikuti dan ditaati oleh setiap orang yang menyandang dan menjalankan profesi tersebut. Keharusan dalan definisi di atas memperkuat suatu penafsiran bahwa jika anggota profesi tidak berperilaku seperti apa yang tertera dalam kode etik maka konsekuensinya ia akan berhadapan dengan sanksi. Paling tidak sanksi dari masyarakat berupa lunturnya kepercayaan masyarakat kepada profesi itu bahkan sampai mengarah kepada hukuman pidana.

B. Etika dalam Bidang Pendidikan Ekonomi

Pendidikan Ekonomi merupakan salah satu program studi di FKIP Universitas Pancasakti Tegal yang memiliki tujuan mewujudkan sarjana Pendidikan Ekonomi yang profesional dan berwawasan Pancasila serta memiliki kompetensi sebagai berikut :

1. Menguasai kurikulum pendidikan dasar dan menengah yang berbasis kompetensi dengan aspek teknisnya.

(21)

2. Menguasai wawasan dan kesadaran sebagai warga negara, masyarakat dan bangsa Indonesia yang bekomitmen terhadap pengembangan demokrasi ekonomi dan ekonomi kerakyatan.

3. Menguasai wawasan keilmuan secara kritis, kreatif dan inovatif pada bidang kajian serta implikasinya bagi pengembangan pendidikan dan pembelajaran ekonomi dan koperasi.

4. Menguasai tata cara berkomunikasi dan berinteraksi dengan sejawat dan masyarakat secara sosial, emosional dan proporsional.

5. Menguasai cara melaksanakan dan memanfaatkan hal-hal penelitian dan pengabdian kepada masyarakat untuk keperluan pembelajaran dan profesi. (Evaluasi Diri PE, FKIP-UPS Tegal)

Berdasarkan tujuan tersebut terlihat bahwa program studi Pendidikan Ekonomi ingin mencetak sarjana pendidikan sebagai calon guru yang profesional dan memiliki kompetensi di bidang keguruan dan ekonomi. Disadari atau tidak, jabatan guru adalah jabatan profesional. Sebagai jabatan profesional, jabatan ini memiliki kode etik keguruan, yang menjadi pedoman pelaksanaan tugas kependidikan seorang guru. Kode etik inilah yang akan menjawab bagaimana seharusnya seorang guru berinteraksi dengan peserta didik, rekan sejawat, orang tua peserta didik, masyarakat, dan dengan pelaksanaan misi tugasnya itu sendiri. Jika seorang guru berpedoman pada kode etik guru dalam pelaksanaan tugas kependidikannya, maka bias dan masalah praktik profesional sangat mungkin dapat dihindari sehingga keselarasan antara kepentingan pribadi dengan kepentingan masyarakat sangat

(22)

mungkin dapat diwujudkan. Profesional dan kompeten berarti juga memiliki etika yang baik atau menjunjung kode etik guru.

Sebagai profesional, guru dalam menjalankan profesinya harus berdasarkan prinsip profesionalitas sebagaimana yang disampaikan dalam UU No. 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen. Prinsip-prinsip tersebut adalah : 1. memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme;

2. memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia;

3. memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas;

4. memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas; 5. memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan; 6. memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja; 7. memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara

berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat;

8. memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas keprofesionalan; dan

9. memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas keprofesionalan guru.

Untuk melaksanakan tugas profesionalnya, guru harus konsisten dengan kode etik seperti yang tertuang dalam UU No. 14 tahun 2005 pasal 43 bahwa untuk menjaga dan meningkatkan kehormatan dan martabat guru dalam pelaksanaan tugas keprofesionalan, organisasi profesi guru membentuk kode

(23)

etik. Kode etik berisi norma dan etika yang mengikat perilaku guru dalam pelaksanaan tugas keprofesionalan.

C. Fungsi Kode Etik

Kode etik dapat berfungsi ganda, yaitu sebagai perlindungan dan pengembangan bagi profesi, dan sebagai perlindungan bagi masyarakat pengguna jasa pelayanan suatu profesi. Fungsi kode etik seperti itu sudah sesuai dengan apa yang dikemukakan Gibson dan Mitchel (1995: 449), yang lebih menekankan pada pentingnya kode etik sebagai pedoman pelaksanaan tugas profesional anggota suatu profesi dan pedoman bagi masyarakat pengguna suatu profesi dalam meminta pertanggungjawaban jika ada anggota profesi yang bertindak di luar kewajaran sebagai seorang profesional.

Bigs dan Blocher (1986: 10) mengemukakan tiga fungsi kode etik, yaitu:

(a) to protect a profession from government inteference (melindungi suatu

profesi dari campur tangan pemerintah), (b) to prevent internal disgreements

within a profession (mencegah terjadinya pertentangan internal dalam suatu

profesi), (c) to protect practitioners in cases of alleged malpractice (melindungi para praktisi dari kesalahan praktik suatu profesi).

Banyak praktisi dan akademisi sepakat bahwa meningkatnya perilaku tidak etis adalah karena kurangnya perhatian terhadap etika dalam kurikulum pendidikan saat ini. Dengan demikian, perlunya pengkajian masalah etika dan moral diakui secara luas oleh para mahasiswa baik pendidikan ekonomi sebagai calon guru dan akuntansi sebagai calon akuntan. Efek Gender dan Disiplin Ilmu Terhadap Persepsi Etis Betz et.al. (1989), sebagaimana dikutip

(24)

oleh Ameen et.al. (1996) menyajikan dua pendekatan alternatif mengenai perbedaan gender dalam menentukan kesungguhan untuk berperilaku tidak etis dalam menjalankan profesinya, yaitu pendekatan sosialisasi gender (gender

socialization approach) dan pendekatan struktural (structural approach).

Pendekatan sosialisasi menyatakan bahwa pria dan wanita membawa nilai dan sifat yang berbeda dalam dunia kerja. Perbedaan nilai dan sifat berdasarkan gender ini akan mempengaruhi pria dan wanita dalam membuat keputusan dan praktik. Pria akan bersaing untuk mencapai kesuksesan dan lebih cenderung untuk melanggar aturan-aturan karena mereka memandang pencapaian prestasi sebagai suatu persaingan. Sementara wanita lebih menitikberatkan pada pelaksanaan tugas dengan baik dan hubungan kerja yang harmonis. Oleh karena itu wanita lebih mungkin untuk lebih patuh pada aturan-aturan dan kurang toleran terhadap individu-individu yang melanggar aturan-aturan.

Pendekatan struktural menyatakan bahwa perbedaan antara pria dan wanita disebabkan oleh sosialisasi awal terhadap pekerjaan dan kebutuhan-kebutuhan peran lainnya. Sosialisasi awal dipengaruhi oleh imbalan (rewards) dan biaya yang berhubungan dengan peran-peran dalam pekerjaan. Karena sifat dan pekerjaan yang sedang dijalani membentuk perilaku melalui struktur imbalan (rewards), pria dan wanita akan merespon isu-isu etika secara sama dalam lingkungan pekerjaan yang sama. Dengan demikian, pendekatan struktural memprediksi bahwa pria dan wanita dalam pekerjaan yang sudah ada atau dalam training untuk pekerjaan-pekerjaan khusus akan menunjukkan prioritas etis yang sama.

(25)

Beberapa penelitian yang telah dilakukan mendukung dua pendekatan di atas, yang dengan demikian menimbulkan kesimpulan bahwa penelitian mengenai hubungan gender dengan etika masih tidak konsisten. Ruegger dan King (1992), Galbraith dan Stephenson (1993), Ameen et.al. (1996), serta Khazanchi (1995) menyatakan bahwa antara gender dengan etika terdapat hubungan yang signifikan. Sedangkan, Sikula dan Costa (1994), Schoderbek dan Deshpande (1996), dan beberapa penelitian yang dikutip oleh Mason dan Mudrack (1996), yaitu Gomez-Meija (1983), Harris (1990), Lacy et.al. (1983), serta Posner dan Munson (1981) menyatakan tidak ada hubungan yang signifikan antara gender dengan etika.

Penelitian-penelitian yang membandingkan persepsi etis untuk mengetahui sejauh mana kesadaran etis mahasiswa antara disiplin ilmu pendidikan ekonomi dan ilmu akuntansi belum banyak dilakukan Profesi guru dan akuntan adalah profesi yang sangat erat hubungannya dengan masalah etika. Dimulai dan pertengahan abad 19 para anggota profesi-profesi tersebut membentuk asosiasi profesi, menetapkan standar profesional dan persyaratan kurikulum, mengadopsi kode etik, dan memantau prosedur regulasi dan lisensi di dalam negara (O’Clock dan Ok 1993).

Kesadaran beretika pada mahasiswa FKIP khususnya pendidikan ekonomi makin dirasakan urgensinya setelah terbitnya UU No. 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen di mana guru merupakan pekerjaan profesi yang membutuhkan sikap profesional sesuai dengan kompetensinya. Kesadaran beretika juga muncul pada mahasiswa akuntansi setelah diterbitkannya SK

(26)

Mendikbud No. 036 tahun 1994 di mana akuntansi dimasukkan dalam pendidikan profesi. Agoes (1996) menyatakan bahwa setiap profesi yang memberikan pelayanan jasa kepada masyarakat harus memiliki kode etik yang merupakan seperangkat prinsip-prinsip moral dan mengatur tentang perilaku profesional. Alasan yang mendasari diperlukannya kode etik sebagai standar perilaku profesional tertinggi pada setiap profesi adalah kebutuhan akan kepercayaan publik terhadap kualitas jasa yang diberikan profesi terlepas dari yang dilakukan secara perorangan. Kepercayaan masyarakat terhadap kuatitas jasa profesional akan meningkat jika profesi mewujudkan standar yang tinggi dan memenuhi semua kebutuhan. Dengan demikian, sebagai suatu profesi guru dan akuntansi harus memiliki kode etik.

D. Sensitivitas Etis

Riset di bidang pendidikan dan akuntansi telah difokuskan pada kemampuan para guru dan akuntan dalam membuat keputusan etika dan berperilaku etis. Bagaimanapun, faktor yang penting dalam penilaian dan perilaku etis adalah kesadaran para individu bahwa mereka adalah agen moral. Kemampuan untuk menyadari adanya nilai-nilai etika atau moral dalam suatu keputusan inilah yang disebut sensitivitas etika.

Keputusan atau tindakan yang berkaitan dengan masalah moral harus mempunyai konsekuensi buat yang lain dan harus melibatkan pilihan atau kerelaan memilih dari sang pembuat keputusan. Definisi ini jadi memiliki pengertian yang luas, karena keputusan seringkali memiliki konsekuensi bagi

(27)

pihak lain dan kerelaan untuk memilih hampir selalu merupakan pemberian, walaupun pilihan-pilihan itu seringkali memiliki resiko yang berat. Dalam beberapa hal, banyak keputusan dinilai sebagai keputusan moral hanya karena memiliki kandungan moral, padahal tidak demikian. Seperti yang dikatakan oleh Jones (1991:367), bahwa suatu keputusan dapat dinilai dari segi moral jika pada saat keputusan itu dibuat dengan memperhitungkan atau memasukkan nilai- nilai moral.

Sensitivitas etis merupakan kemampuan mahasiswa untuk menyadari nilai-nilai etika atau moral dalam suatu keputusan etis (Rustiana, 2003). Sensitivitas etis dikaitkan dengan kegiatan akademis mahasiswa selama dalam proses mendalami pengetahuan ekonomi serta direfleksikan dalam tindakan akademis yang berdampak pada perilaku etis setelah menjadi seorang guru dan akuntan. Ratdke (2000) mengemukakan bahwa sensitivitas etis merupakan gambaran atau proksi dari tindakan etis mahasiswa setelah lulus. Sensitivitas merupakan ciri-ciri tindakan yang mendeteksi kemungkinan lulusan dalam berperilaku etis. Apabila sebagai calon guru, mahasiswa telah berperilaku tidak etis maka kemungkinan setelah lulus akan berperilaku tidak etis. Hal ini perlu dideteksi sejak awal sebagai awal untuk mencegah perilaku tidak etis melalui cakupan atau muatan kurikulum etika dalam mata kuliah ekonomi, sehingga sebagai guru mampu bersaing dan bertindak secara profesional.

Keputusan etika menjadi rumit untuk dinilai terutama karena peraturan-peraturan yang ada tidak secara sempurna dapat menjadi sarana terwujudnya keputusan yang etis. Seringkali terjadi bahwa keputusan yang legal tidak selalu

(28)

etis. Keadaan yang bias ini seringkali menjadi pemicu adanya masalah-masalah etika.

E. Hubungan Antara Sensitivitas Etis dan Sinisisme

Peneliti juga ingin menguji hubungan antara sensitivitas etis dan sinisisme. Bertens (1993) mensinyalir bahwa etika bisnis masih diliputi kecurigaan, bahkan sinisisme. Menurut Webster‘s New World College

Dictionary (1995), sinisisme (cynisism) adalah (1) sikap yang mempercayai

bahwa seseorang termotivasi untuk mementingkan diri sendiri di dalam seluruh tindakan mereka; (2) sikap tidak yakin pada kebaikan dan seseorang. Sedang menurut Oxford Advanced Learner ‘s Dictionary of Current English (1986), sinisisme adalah sikap yang selalu menganggap tidak ada kebaikan di dalam segala hal dan tidak percaya pada kebaikan manusia.

Dalam arti pertama, orang yang sinikal (adjective dan sinsisme; orang yang menganut sinisisme) yakin bahwa seseorang akan cenderung melakukan apa saja untuk kepentingan diri sendiri, dan dengan demikian akan cenderung menabrak nilai-nilai etis dan menghalalkan segala cara. Satu contoh untuk arti yang pertama ini adalah pendekatan yang digunakan Betz (1989), sebagaimana dikutip oleh Ameen et al. (1996), untuk menjelaskan hubungan perbedaan gender dengan perilaku tidak etis dalam dunia bisnis. Salah satu pendekatan Betz (1989) tersebut adalah pendekatan sosialisasi gender (gender socialization

approach) yang menyatakan bahwa pria akan selalu berusaha mencapai

keberhasilan yang kompetitif dan lebih cenderung untuk melanggar aturan-aturan yang ada, karena mereka memandang prestasi sebagai suatu persaingan.

(29)

Sedangkan, dalam arti kedua orang yang sinikal akan selalu memandang bahwa setiap orang tidak ada yang baik dan akan selalu mencemooh dan mencibir orang lain yang berbuat baik. Contoh pernyataan sinikal berkaitan dengan arti ke dua yang dikemukakan Bertens (1993) misalnya, “ Jangankan mencari rejeki yang halal, mencari rejeki yang haram saja susahnya bukan main”, “Sekarang jaman edan, barang siapa yang tidak ikut edan tidak akan kebagian”. Sedangkan, pernyataan pernyataan sinikal yang digunakan oleh Sierles et.al. (1980) dan Ameen et.al. (1996) adalah: 1) orang yang mengatakan bahwa orang tidak pernah menyontek adalah orang yang hipokrit (munafik), 2) setiap orang pernah mencuri, menyontek, atau berbohong minimal sekali dalam hidupnya, 3) seseorang harus berbuat curang di dunia yang serba tidak jujur dan tidak adil ini. Pernyataan-pernyataan tersebut mencerminkan ketidakpercayaan pada kebaikan dan sesuatu yang balk, serta cenderung membenarkan hal-hal yang sebetulnya salah dan tidak baik.

Dari definisi sinisisme di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara sensitivitas etis dengan sinisisme. Seseorang yang mempunyai sensitivitas etis rendah akan cenderung lebih sinikal dan pada yang mempunyai sensitivitas etis tinggi. Sebaliknya, seseorang yang meyakini kebenaran pernyataan-pernyataan sinikal di atas dapat disimpulkan terbiasa berperilaku tidak etis dalam aktivitas-aktivitas mereka. Alasan yang mendasari kesimpulan di atas adalah karena di dalam pernyataan sinikal terkandung penilaku tidak etis. Sierles et.al. (1980) dan Ameen et.al. (1980) membuktikan bahwa

(30)

mahasiswa yang lebih toleran terhadap perilaku tidak etis akan bersikap lebih sinikal.

F. Pengertian Gender

Gender adalah penggolongan gramatikal terhadap kata benda yang secara garis besar berhubungan dengan dua jenis kelamin serta ketiadaan jenis kelamin atau kenetralan. Fakih (1996) menyatakan bahwa wanita secara fisik dianugerahi rahim, memproduksi sel telur, dan mempunyai alat untuk menyusui sehingga dapat mengandung dan melahirkan anak. Hal tersebut hanya dipunyai oleh wanita dan tidak mungkin dipunyai oleh pria. Pria mempunyai alat kelamin seperti penis, mempunyai jakal, memproduksi sperma, yang tidak dimiliki oleh wanita. Alat-alat tersebut secara biologis melekat pada manusia jenis perempuan dan laki- laki selamanya. Perbedaan-perbedaan antara pria dan wanita tersebut merupakan kodrat dari Tuhan dan tidak dapat saling dipertukarkan.

Perbedaan gender di antara pria dan wanita dibentuk oleh suatu proses yang sangat panjang. Pembentukan perbedaan tersebut dapat disebabkan oleh beberapa hal misalnya, melalui sosialisasi, budaya yang berlaku serta kebiasaan-kebiasaan yang ada. Perbedaan gender ini sebenarnya tidak menjadi masalah sepanjang tidak melahirkan ketidakadilan gender. Dalam kenyataannya, perbedaan gender telah menyebabkan berbagai ketidakadilan baik bagi pria maupun wanita. Ketidakadilan gender tersebut dapat berwujud dalam berbagai bentuk ketidakadilan, misalnya marginalisasi, proses pemiskinan ekonomi, subordinasi pengambilan keputusan, stereotyping dan

(31)

diskriminasi, pelabelan negatif, kekerasan, bekerja untuk waktu yang lebih lama dan memikul beban ganda (Glover et.al, 2002).

Secara umum, konsep gender berbeda dengan konsep sex (jenis kelamin). Gender yaitu sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan yang dikonstruksi secara sosial maupun kultural. Gender berarti perbedaan yang bukan biologis dan bukan kodrat dari Tuhan. Sedang sex merupakan kodrat dari Tuhan sehingga secara permanen berbeda. Gender adalah perbedaan perilaku antara pria dan wanita yang dikonstruksi secara sosial, yaitu perbedaan yang bukan ketentuan dari Tuhan melainkan diciptakan oleh manusia melalui proses sosial dan kultural yang panjang.

Mosse dalam Wijaya (2005) mendefinisikan gender sebagai seperangkat peran yang dimainkan untuk menunjukkan kepada orang lain bahwa seseorang tersebut feminim atau maskulin. Penampilan, sikap, kepribadian, tanggung jawab keluarga adalah perilaku yang akan membentuk peran gender. Peran gender ini akan berubah seiring waktu dan berbeda antara satu kultur dengan kultur yang lainnya. Peran ini juga berpengaruh oleh kelas sosial, usia dan latar belakang etnis.

Meningkatnya jumlah wanita yang memasuki dunia kerja dalam beberapa tahun terakhir mempengaruhi manajemen dalam pengelolaan diversifitas yang berkaitan dengan gender. Isu tentang perbedaan gender dalam

judgment etis relevan dalam bisnis, apalagi semakin banyaknya wanita masuk

dalam bisnis dan menempati posisi-posisi penting dalam perusahaan sebagai para pembuat keputusan. Pada sebagian besar organisasi ternyata perbedaan

(32)

gender masih mempengaruhi kesempatan (opportunity) dan kekuasaan (power) dalam suatu organisasi (Ratdke, 2000).

G. Penelitian terdahulu

Penelitian mengenai sensitivitas etis pernah dilakukan oleh Rustiana (2003) dengan subjek penelitian mahasiswa akuntansi di Universitas Atma Jaya Yogyakarta. Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan sensitivitas etis antara mahasiswa pria dan wanita. Penelitian tentang etika juga pernah dilakukan oleh Ludigdo & Machfoedz (1999) yang menemukan tidak terdapat perbedaan antara mahasiswa semester awal dengan semester akhir.

Yulianty dan Fitriany (2005) menemukan bahwa mahasiswa semester akhir cenderung berlaku etis dalam penyusunan laporan keuangan dibandingkan mahasiswa semester akhir. Arvianto Rianto (2008) menemukan bahwa tingkat sensitivitas etis pada mahasiswa akuntansi wanita lebih baik dibandingkan sensitivitas etis pada mahasiswa akuntansi pria dan tingkat sensitivitas etis pada mahasiswa akuntansi semester akhir lebih baik dibandingkan sensitivitas etis pada mahasiswa akuntansi semester awal.

H. Hipotesis

Dari landasan konseptual dan tinjauan pustaka yang telah diuraikan, dapat disusun beberapa hipotesis penelitian sebagai berikut:

(33)

Hipotesis nol :

1. Tidak terdapat perbedaan sensitivitas etis pada mahasiswa program studi Pendidikan Ekonomi FKIP-Universitas Pancasakti Tegal berdasarkan jenis kelamin.

2. Tidak terdapat perbedaan sensitivitas etis pada mahasiswa program studi Pendidikan Ekonomi FKIP-Universitas Pancasakti Tegal semester awal dan semester akhir.

Hipotesis Alternatif :

1. Terdapat perbedaan sensitivitas etis pada mahasiswa program studi Pendidikan Ekonomi FKIP-Universitas Pancasakti Tegal berdasarkan jenis kelamin.

2. Terdapat perbedaan sensitivitas etis pada mahasiswa program studi Pendidikan Ekonomi FKIP-Universitas Pancasakti Tegal semester awal dan semester akhir.

(34)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi penelitian ini menggunakan setting mahasiswa program studi pendidikan ekonomi FKIP Universitas Pancasakti Tegal. Sampel untuk penelitian ini adalah sebagian mahasiswa program studi pendidikan ekonomi FKIP Universitas Pancasakti Tegal.

Penentuan jumlah sampel ini didasarkan pada pendapat Gay dan Diehl (1992) yang menyatakan bahwa besarnya sampel minimum untuk sebuah penelitian adalah sebanyak 100 responden. Besarnya sampel dalam penelitian ini sudah memadai sesuai sampel yang ditentukan sebesar 100 responden secara proporsional.

Tabel 3. 1. Sampel Penelitian

Jenis Kelamin Prodi. PE, FKIP

Pria 50

Wanita 50

Metode pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah metode non

probability dengan purposive sampling dengan kriteria mahasiswa pendidikan

ekonomi tingkat akhir. Alasan tersebut didasarkan pada mahasiswa tingkat akhir telah mendapatkan mata kuliah yang bermuatan etika (mata kuliah bermuatan etika diperoleh pada semester atas seperti Internship, Profesi Kependidikan, Microteaching, PPL, Kompetensi Pengajaran Ekonomi,

(35)

Seminar Ekonomi) dan semester awal yang hanya memperoleh mata kuliah ekonomi dasar.

B. Jenis dan Sumber data

Penelitian ini menggunakan data primer yang dikumpulkan menggunakan kuesioner mengenai sensitivitas etis. Data primer merupakan data yang diperoleh dari sumber pertama baik individu atau perorangan seperti wawancara atau hasil pengisian kuesioner yang biasa dilakukan oleh peneliti (Sekaran, 2003).

C. Variabel Penelitian

Variabel penelitian ini adalah sensitivitas etis dengan 2 ( dua ) variabel dummy yaitu (1 ) pria dan ( 2 ) wanita, semester awal dan akhir.

D. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan dan pengukuran varibel sensitivitas etis menggunakan kuesioner yang dikembangkan oleh Ratdke (2000) yang terdiri dari 23 item yang telah dimodifikasi oleh Arvianto (2008). Jenis kelamin diukur dengan item tunggal. Skala untuk mengindikasikan tingkat untuk masing-masing aktivitas adalah 5 point skala Likert, yaitu:

1. Skor 1 untuk jawaban sangat tidak setuju 2. Skor 2 untuk jawaban tidak setuju

3. Skor 3 untuk jawaban ragu-ragu 4. Skor 4 untuk jawaban setuju

(36)

5. Skor 5 untuk jawaban sangat setuju

E. Uji Validitas dan Reliabilitas Data

1. Uji Validitas

Menurut Sekaran (2003) validitas menunjukkan ketepatan dan kecermatan alat ukur dalam melakukan dalam melakukan fungsi ukurnya. Sebuah item dinyatakan valid/sahih apabila r-hitung lebih besar dari r-tabel (Sugiyono, 2001).

Uji validitas dilakukan untuk mengetahui apakah suatu instrumen alat ukur telah menjalankan fungsi ukurnya. Menurut Sekaran (2003) validitas menunjukkan ketepatan dan kecermatan alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Untuk mengetahui konsistensi dan akurasi data yang dikumpulkan dari penggunaan instrumen dilakukan uji validitas dengan menggunakan korelasi produk momen. Suatu skala pengukuran disebut valid bila ia melakukan apa yang seharusnya dilakukan dan mengukur apa yang seharusnya diukur. Bila skala pengukuran tidak valid maka ia tidak bermanfaat bagi peneliti karena tidak mengukur apa yang seharusnya diukur atau melakukan apa yang seharusnya dilakukan. Pada penelitian ini validitas yang di uji adalah validitas konstruk (construct validity) dengan mengkorelasikan skor masing- masing butir dengan skor total. Skor total sendiri adalah skor yang didapat dari penjumlahan skor butir untuk instrumen tersebut. Uji validitas dalam penelitian ini menggunakan korelasi

(37)

2. Uji Reliabilitas

Untuk pengujian reliabilitas menggunakan cronbach alpha untuk menunjukkan sejauh mana suatu alat dapat dipercaya untuk mengukur suatu obyek, koefisien alpha yang semakin mendekati 1 berarti butir-butir pertanyaan dalam koefisien semakin reliabel. Sebuah faktor dinyatakan reliabel jika koefisien Alpha lebih besar dari 0,7 (Sekaran, 1992).

Pengujian reliabilitas adalah berkaitan dengan masalah adanya kepercayaan terhadap instrumen. Suatu instrumen dapat memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi (konsisten) jika hasil dari pengujian instrumen tersebut menunjukkan hasil yang tetap. Dengan demikian, masalah reliabilitas instrumen berhubungan dengan masalah ketepatan hasil. Uji reliabilitas dilakukan untuk mengetahui tingkat kestabilan suatu alat ukur. Pada penelitian ini, uji reliabilitas dilakukan dengan menggunakan pendekatan internal consistency reliability yang menggunakan Cronbach

Alpha untuk mengidentifikasikan seberapa baik item-item dalam kuisioner

berhubungan antara satu dengan yang lainnya.

F. Metode Analisis Data

Di dalam analisis data penelitian digunakan metode statistika. Seluruh perhitungan statistik dilakukan dengan menggunakan bantuan program statistik SPSS dengan analisis Independent Samples T-Test. Analisis Independent

Samples T-Test bertujuan membandingkan rata-rata dari dua kelompok yang

tidak berhubungan satu dengan yang lain, untuk mengetahui apakah kedua rata-rata tersebut mempunyai nilai yang sama atau tidak secara signifikan.

(38)

Analisis Uji-t digunakan dalam penelitian ini untuk menguji hipotesis pertama dan kedua. Pengujian melalui signifikansi t-value adalah membandingkan signifikansi t–value (t hitung) dengan probabilitas 5%.

Apabila hasil pengujian menunjukkan :

1. Probabilitas kesalahan kurang dari 5% maka Ho ditolak dan Ha diterima. Artinya ada perbedaan diantara kedua variabel yang diuji.

2. Probabilitas kesalahan lebih dari 5% maka Ho diterima dan Ha ditolak. Artinya tidak ada perbedaan diantara kedua variabel yang diuji.

(39)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Deskripsi Sampel Penelitian

Kuesioner yang didistribusikan sebanyak 100 buah. Kuesioner ini disebarkan kepada sebagian mahasiswa Pendidikan Ekonomi, FKIP Universitas Pancasakti Tegal yang termasuk semester awal dan akhir. Kuesioner yang kembali sebesar 100 kuesioner karena disebarkan secara langsung pada responden yang ditemui. Tingkat pengembalian kuesioner disajikan dalam tabel 4.1. berikut ini:

Tabel 4.1. Tingkat Pengembalian Kuesioner

Keterangan Jumlah

Kuesioner yang disebar 100

Kuesioner yang kembali 100

Response rate 100%

Kuesioner yang tidak kembali 0

Total kuesioner yang dianalisis 100 Sumber: Data Primer diolah, 2011

2. Karakteristik Responden

a. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Data responden berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat dalam tabel 4.2. di bawah ini.

(40)

Tabel 4.2. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Jumlah Persentase (%) Rata-rata sensitivitas etis

Pria 50 50 3,2758

Wanita 50 50 4,1277

Total 100 100

Sumber: Lampiran 3

Dari tabel 4.2 dapat diidentifikasi bahwa responden dalam penelitian ini berjumlah 100 mahasiswa yang terdiri dari pria dan wanita. Responden yang berjenis kelamin wanita berjumlah 50 orang (50%) dan responden yang berjenis kelamin pria berjumlah 50 orang (50%). Hal ini bertujuan sampel yang diperoleh proporsional.

Berdasarkan nilai rata-rata dapat diketahui bahwa mahasiswa pria memiliki sensitivitas etis sebesar 3,2758 yang lebih rendah dibandingkan mahasiswa wanita yang memiliki sensitivitas etis sebesar 4,1277.

b. Karakteristik Responden Berdasarkan Semester

Data responden berdasarkan semester dapat dilihat dalam tabel 4.3 di bawah ini.

Tabel 4.3. Karakteristik Responden Berdasarkan Semester

Semester Jumlah Persentase (%) Rata-rata sensitivitas etis

Awal 50 50 3,5989

Akhir 50 50 3,8762

Total 100 100

(41)

Dari tabel 4.3 dapat diidentifikasi bahwa responden dalam penelitian ini mahasiswa semester awal berjumlah 50 orang atau sebesar 50%, dan responden mahasiswa semester akhir berjumlah 50 orang (50%). Hal ini bertujuan sampel yang diperoleh proporsional. Berdasarkan nilai rata-rata dapat diketahui bahwa mahasiswa semester awal memiliki sensitivitas etis sebesar 3,5989 yang lebih rendah dibandingkan mahasiswa semester akhir yang memiliki sensitivitas etis sebesar 3,8762.

3. Uji Validitas dan Reliabilitas data

Uji validitas dalam penelitian ini menggunakan metode analisis faktor, sedangkan uji reliabilitas menggunakan cronbach alpha dengan alat bantu statistik SPSS. Hasil uji validitas dan reliabilitas sebagai berikut:

a. Uji Validitas

Tabel 4.4. Uji Validitas Sensitivitas Etis

Item variabel r-hitung r-tabel Keterangan

SE1 0,497 0,195 Valid SE2 0,388 0,195 Valid SE3 0,579 0,195 Valid SE4 0,714 0,195 Valid SE5 0,699 0,195 Valid SE6 0,687 0,195 Valid SE7 0,655 0,195 Valid SE8 0,799 0,195 Valid SE9 0,758 0,195 Valid SE10 0,611 0,195 Valid SE11 0,778 0,195 Valid SE12 0,821 0,195 Valid

(42)

SE13 0,690 0,195 Valid SE14 0,613 0,195 Valid SE15 0,737 0,195 Valid SE16 0,772 0,195 Valid SE17 0,680 0,195 Valid SE18 0,669 0,195 Valid SE19 0,582 0,195 Valid SE20 0,631 0,195 Valid SE21 0,622 0,195 Valid SE22 0,564 0,195 Valid SE23 0,671 0,195 Valid Sumber: Lampiran 1

Berdasarkan hasil uji validitas menggunakan analisis korelasi

product moment pearson diketahui bahwa r- hitung untuk variabel

sensitivitas etis lebih besar dari r-tabel. Sebuah item dinyatakan valid/sahih apabila r-hitung lebih besar dari r-tabel (Sugiyono, 2001). Dengan demikian semua item dalam penelitian ini valid/sahih.

b. Uji Reliabilitas

Tabel 4.5. Uji Reliabilitas Data

Variabel Alpha

Sensitivitas Etis 0,9462 Sumber: Lampiran 2

Berdasarkan hasil uji reliabilitas menggunakan cronbach alpha diketahui bahwa dimensi Sensitivitas Etis memiliki alpha sebesar 0,8172. Menurut Sekaran (2003) sebuah variabel dikatakan reliabel apabila alpha>0,6. Dengan demikian semua variabel dalam penelitian ini reliabel.

(43)

4. Analisis Deskriptif

Berdasarkan deskriptif data penelitian pada tabel 4.6. dapat diketahui bagaimana tingkat sensitivitas etis mahasiswa Pendidikan Ekonomi, FKIP Universitas Pancasakti Tegal. Hasil analisis deskriptif secara terperinci sebagai berikut:

Tabel 4.6. Deskriptif Variabel

Variabel Nilai Minimum Nilai Maksimum Rata-rata Deviasi standar Sensitivitas Etis 2,74 4,96 3,7609 0,5216 Sumber: Lampiran 5

Berdasarkan nilai rata-rata (means) diketahui sensitivitas etis mahasiswa akuntansi sebesar 3,7609 yang termasuk tinggi dengan standar deviasi sebesar 0,5216. Dengan demikian mahasiswa Pendidikan Ekonomi, FKIP Universitas Pancasakti Tegal memiliki sensitivitas etis yang tinggi.

5. Uji Hipotesis

a. Uji Hipotesis 1

Penelitian ini bertujuan mengetahui perbedaan sensitivitas etis pada mahasiswa akuntansi berdasarkan gender. Berikut ini hasil analisis perbedaan sensitivitas etis pada mahasiswa Pendidikan Ekonomi, FKIP Universitas Pancasakti Tegal berdasarkan gender menggunakan analisis

(44)

Tabel 4.7. Hasil Uji-T Pada Mahasiswa Akuntansi Pria Dan Wanita

Rata-rata sensitivitas

etis

T-hitung Signifikansi Keterangan

Mahasiswa Pria 3,2758 10,133 0,000 H1 diterima Mahasiswa Wanita 4,1277 Sumber: Lampiran 3

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui nilai signifikansi sebesar t-hitung sebesar 10,133 dengan probabilitas sebesar 0,000 diketahui bahwa nilai probabilitas kurang dari 0,05 (5%) sehingga Ho ditolak dan Ha diterima. Dengan demikian hipotesis yang menyatakan terdapat perbedaan sensitivitas etis pada mahasiswa Pendidikan Ekonomi, FKIP Universitas Pancasakti Tegal pria dan wanita diterima atau benar.

b. Uji Hipotesis 2

Penelitian ini juga bertujuan mengetahui perbedaan sensitivitas etis pada mahasiswa Pendidikan Ekonomi, FKIP Universitas Pancasakti Tegal berdasarkan tingkat semester. Berikut ini hasil analisis perbedaan sensitivitas etis pada mahasiswa akuntansi berdasarkan tingkat semester menggunakan analisis independent sample t-test disajikan dalam tabel di bawah ini:

(45)

Tabel 4.8 Hasil Uji-T Pada Mahasiswa Semester Awal dan Akhir

Rata-rata sensitivitas

etis

T-hitung Signifikansi Keterangan

Mahasiswa Semester Awal 3,5989 2,754 0,004 H2 diterima Mahasiswa Semester Akhir 3,8762 Sumber: Lampiran 4

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui nilai signifikansi sebesar t-hitung sebesar 2,754 dengan probabilitas sebesar 0,004 diketahui bahwa nilai probabilitas kurang dari 0,05 (5%) sehingga Ho ditolak dan Ha diterima. Dengan demikian hipotesis yang menyatakan terdapat perbedaan sensitivitas etis pada mahasiswa Pendidikan Ekonomi, FKIP Universitas Pancasakti Tegal semester awal dan akhir diterima atau benar.

B. Pembahasan

Berdasarkan analisis independent sample t-test diketahui bahwa terdapat perbedaan sensitivitas etis pada mahasiswa Pendidikan Ekonomi, FKIP Universitas Pancasakti Tegal pria dan wanita. Hasil ini konsisten dengan penelitian Rustiana (2003), Glover et al (2002), Ameen et al (1996) dan Radtke (2000). Hal yang mendasari pemikiran ini adalah alternatif penjelas mengenai perbedaan gender tentang perilaku tidak etis dalam bisnis. Pendekatan tersebut

(46)

adalah pendekatan sosialisasi gender (gender sosialization approach) dan pendekatan struktural (structural approach).

Pendekatan sosialisasi gender menjelaskan bahwa pria dan wanita membawa perbedaan nilai dan perlakuan dalam pekerjaannya. Pria dan wanita merespon secara berbeda tentang reward dan cost. Pria berusaha mencari kesuksesan kompetisi dan bila perlu melanggar aturan untuk mencapai kesuksesan, hal ini menunjukkan kecenderungan tidak etis. Wanita lebih menekankan pada pelaksanaan tugas serta cenderung taat pada peraturan dan kurang toleran dengan individu yang melanggar aturan.. Berdasarkan rata-rata (means) diketahui bahwa sensitivitas etis pria sebesar 3,2758 lebih rendah dibandingkan wanita sebesar 4,1277.

Beberapa temuan yang menemukan terdapat perbedaan sensitivitas etis berdasarkan gender yaitu Ameen et al (1996) meneliti sensitivitas etis pada mahasiswa akuntansi di Southeast dan Southwest Amerika berdasarkan gender. Hasil penelitian menunjukkan mahasiswa akuntansi wanita lebih sensitif tentang isu-isu etis dan tidak toleran dibanding dengan mahasiswa akuntansi pria tentang perilaku tidak etis dalam aktivitas akademis. Jadi mahasiswa akuntansi wanita menunjukkan tingkat sensitivitas etis yang lebih tinggi dibandingkan dengan mahasiswa akuntansi pria.

Penelitian Radtke (2000) ditujukan untuk menyelidiki apakah gender berpengaruh terhadap keputusan sensitivitas etis pribadi atau bisnis pada akuntan publik dan akuntan internal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada perbedaan respon sensitivitas etis antara akuntan pria dan wanita.

(47)

Berdasarkan analisis selanjutnya dengan menggunakan analisis

independent sample t-test diketahui bahwa terdapat perbedaan sensitivitas etis

pada mahasiswa semester awal dan akhir. Hasil ini konsisten dengan penelitian dengan penelitian Yulianty dan Fitriany (2005).

Hal yang mendasari pemikiran tersebut adalah mahasiswa yang memperoleh pengetahuan etika dalam mata kuliah cenderung mengetahui penilaian etis suatu keputusan. Berbeda dengan mahasiswa semester awal yang belum memperoleh cakupan etika pada mata kuliah di semester awal sehingga cenderung mengabaikan etika dalam pengambilan keputusan. Berdasarkan rata-rata (means) diketahui bahwa sensitivitas etis mahasiswa semester awal sebesar 3,5989 lebih rendah dibandingkan mahasiswa akhir sebesar 3,8762.

Berdasarkan hasil penelitian tersebut memperlihatkan bahwa mahasiswa Pendidikan Ekonomi, FKIP Universitas Pancasakti Tegal pada semester akhir cenderung berlaku lebih etis dibandingkan mahasiswa pada semester awal. Hal tersebut sesuai dengan tujuan yang diharapkan pada setiap mata kuliah yang bermuatan etika. Di samping itu, mahasiswa pada semester akhir di program studi Pendidikan Ekonomi, FKIP Universitas Pancasakti Tegal telah terbekali dengan mata kuliah PPL, di mana mahasiswa terjun langsung mengajar dan mendidik siswa di sekolah-sekolah mitra selama dua bulan. Hal tersebut sangat efektif dalam membentuk sikap etis mahasiswa Pendidikan Ekonomi, FKIP Universitas Pancasakti Tegal.

Beberapa temuan yang menemukan terdapat perbedaan sensitivitas etis berdasarkan semester yaitu Yulianty dan Fitriany (2005) menemukan bahwa

(48)

mahasiswa semester akhir cenderung berlaku etis dalam penyusunan laporan keuangan dibandingkan mahasiswa semester akhir. Namun hasil tersebut tidak konsisten dengan penelitian Ludigdo dan Machfoedz (1999) yang menemukan tidak ada perbedaan yang signifikan antara mahasiswa semester awal dan akhir, meskipun hasil tersebut menunjukkan bahwa mahasiswa akhir memiliki sensitivitas etis yang lebih baik dibandingkan mahasiswa awal. Hal yang mendasari hasil tersebut adalah kesamaan cakupan etika pada mata kuliah semester awal dan akhir sehingga tidak berbeda secara signifikan.

(49)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan sensitivitas etis pada mahasiswa pria dan wanita serta menguji perbedaan sensitivitas etis pada mahasiswa semester awal dan mahasiswa semester akhir. Berdasarkan hasil analisis data diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Terdapat perbedaan sensitivitas etis secara signifikan antara mahasiswa Pendidikan Ekonomi, FKIP Universitas Pancasakti Tegal pria dan mahasiswa Pendidikan Ekonomi, FKIP Universitas Pancasakti Tegal wanita. Hasil ini konsisten dengan penelitian Rustiana (2003), Ameen et al (1996), Radtke (2000) yang menemukan terdapat perbedaan sensitivitas etis secara signifikan pada mahasiswa akuntansi berdasarkan gender. Tingkat sensitivitas etis pada mahasiswa Pendidikan Ekonomi, FKIP Universitas Pancasakti Tegal wanita lebih baik dibandingkan sensitivitas etis pada mahasiswa Pendidikan Ekonomi, FKIP Universitas Pancasakti Tegal pria. 2. Terdapat perbedaan sensitivitas etis secara signifikan antara mahasiswa

Pendidikan Ekonomi, FKIP Universitas Pancasakti Tegal semester awal dan mahasiswa Pendidikan Ekonomi, FKIP Universitas Pancasakti Tegal semester akhir. Hasil ini konsisten dengan penelitian Yulianty dan Fitriany (2005) yang menemukan terdapat perbedaan sensitivitas etis secara signifikan pada mahasiswa akuntansi berdasarkan tingkat semester. Tingkat sensitivitas etis pada mahasiswa Pendidikan Ekonomi, FKIP Universitas

(50)

Pancasakti Tegal semester akhir lebih baik dibandingkan sensitivitas etis pada mahasiswa Pendidikan Ekonomi, FKIP Universitas Pancasakti Tegal semester awal.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian, penelitian ini diharapkan :

1. Dapat bermanfaat bagi pengembangan etika pada mahasiswa Pendidikan Ekonomi, FKIP Universitas Pancasakti Tegal serta sebagai tambahan litelatur pengetahuan di bidang akuntansi kependidikan.

2. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan kurikulum bidang Pendidikan Ekonomi dengan mempertimbangkan faktor perilaku etis sehingga mampu bersaing di dunia praktis.

3. Pentingnya cakupan etika dalam mata kuliah Pendidikan Ekonomi dibuktikan dengan adanya perbedaan sensitivitas etis antara mahasiswa Pendidikan Ekonomi, FKIP Universitas Pancasakti Tegal semester awal yang belum memperoleh cakupan etika dalam mata kuliahnya dibandingkan mahasiswa Pendidikan Ekonomi, FKIP Universitas Pancasakti Tegal semester akhir yang telah mengambil mata kuliah bermuatan etika sehingga lebih etis dibandingkan yuniornya.

(51)

C. Keterbatasan

Keterbatasan dalam penelitian ini antara lain :

1. Persepsi responden tergantung pada pemahaman butir pertanyaan yang tercantum dalam kuesioner sehingga kemungkinan terjadi perbedaan persepsi responden dengan pengukuran yang bersifat self reported sehingga kemungkinan terjadi liniency bias.

2. Literatur tentang sensitivitas etis program kependidikan masih sangat sedikit dan terbatas, sehingga penulis kesulitan mencari data pendukung untuk melengkapi penelitian ini.

(52)

DAFTAR PUSTAKA

Ameen, JC. Gulfrey dan Mc Millan JJ. (1996). “Gender Differences in Determining yhe Ethical Sensitivity of Future Accounting Profesionals”,

Journal of Business Ethics. Vol 15

Chua, F.C., M.H.B. Perera, dan M.R. Mathews, (1994). Integration of Ethics into Tertiary Accounting Programmes in New Zealand and Australia. Dalam Accounting Education for the 21st Century: the Global Challenge, Edited by Jane O. Burns dan Belvesd E.Needles Jr., Edition 1.Sn: International

Association for Accounting Education and Research.

Satori, Djaman, (2008). Profesi Keguruan. Jakarta: UT Indonesia. Fakih (1996). Gender dan Aspek Psikologis. Salemba empat:Jakarta

Fischer, Marilyn, dan K. Rosenzweig, (1995). Attitudes of Students and Accounting Practitioners Concerning the Ethical Acceptability of Earnings Managements. Journal of Business Ethics 14:433-444.

Glenn, Jr., James R., dan M.F. Van Loo, (1993). Business Students’ and Practitioners’ Ethical Decisions Over Time. Journal of Business Ethics 12:835-847.

Glover et al (2002). Gender Differences in Ethical Decision Making. Women in

Management Review. Vol 17:217-227.

Hiltebeitel, Kenneth M., dan Jones, S.K. (1992). an Assesment of ethics Instruction in Accounting Education. Journal of Business Ethics 11:37-46. Husada, Jan. (1996). “Etika Bisnis dan Etika Profesi dalam Era Globalisasi”

Makalah KNA-KLB IAI Semarang

Huss, H. Fenwick, dan D.M.Patterson, (1993), Ethics in Accounting: Values Education Without Introduction. Journal of Business Ethics 12:235-243. Khomsiyah, dan Nur Indriantoro. (1997). “Pengaruh Orientasi Etika Terhadap

Komitmen dan Sensitivitas Etika Auditor Pemerintah di DKI Jakarta”

Makalah dalam Simposium Nasional Akuntansi 1

Ludigdo dan Machfoedz, Mas’ud. (1999). “Persepsi Akuntan dan Mahasiswa tentang Etika Bisnis” Jurnal Riset Akuntansi Indonesia vol 2 no 1 juni

(53)

Machfoedz, Mas’ud. (1999). “Studi Persepsi Mahasiswa terhadap Profesionalisme Dosen Akuntansi Perguruan Tinggi” Jurnal Akuntansi dan Auditing

Indonesia vol 3 no 1 juni 1999

Nuryatno, Muh, dan Synthia Dewi, (2001). Tinjauan Etika Atas Pengambilan Keputusan Auditor Berdasarkan Pendekatan Moral. Media Riset Akuntansi,

Auditing & Informasi. Vol 1 No3.

Radtke, R.R (2000). “The Effect of Gender and Setting on Accountants’ Ethically Sensitive Decisions”. Journal of Business Ethics.

Rustiana. (2003). “Studi Empiris novice accountant: Tinjauan Gender,” Jurnal

Studi Bisnis. vol 1 no 2

Sekaran, Uma, (2003), “Research Methods for Business: A Skill Building

Approach”, second edition, John Willey dan Sons, Inc.,New York

Stevens, Robert E., OJ. Harris dan Williamson, (1993), “A Comparison of Ethical Evaluations of Business School Faculty and Students: A Pilot Study”,

Journal of Business Ethics. Vol 12

Sugiyono, E. Wibowo, (2001), Statistika Penelitian, Edisi I, Bandung : Alfabeta Ward, Suzanne Pinac, D. R. Ward, dan A.B. Deck, (1993). Certified Public

Accountants: Ethical Perception Skills and attitudes on Ethics Education.

Journal of Business Ethics 12:601-610.

Wijaya, Tony, (2005),”Pengaruh komputer anxiety terhadap keahlian penggunaan komputer,” Jurnal Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh. Vol. 6, No 1. Yulianty dan Fitriany, (2005).”Persepsi Mahasiswa Akuntansi Terhadap Etika

Penyusunan Laporan Keuangan. Simposium Nasional Akuntansi VIII. 15-16 September 2005.

Gambar

Tabel 4.4. Uji Validitas Sensitivitas Etis
Tabel 4.5. Uji Reliabilitas Data

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

7bi kuning 4alar kuning mempun&ai beberapa klon &ang mempun&ai +arna umbi kuning sampai oran&e kemera!-mera!an. 'arna oran&e pa%a ubi kuning

Kampung gusti Raya Blok K 12/A Taman Permata Indah, Jakarta Utara 17 PT.. RAWA GIRANG I/4

In León D, and Markel S (Eds), In Silico Technologies in Drug Target Identification and Validation, Boca Raton: CRC Press, Taylor and Francis Group, LLC, pp.. Introduction

Bahwa Tergugat/Pembanding/Pemohon Kasasi/Pemohon Peninjauan Kembali karena menurut hukum putusan Kasasi Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor : 164 K/TUN/2010

bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 26 Peraturan Gubernur Nomor 133 Tahun 2014 tentang Organisasi dan Tata Kerja Pusat Perencanaan dan Pengendalian Pendanaan Pendidikan

Penyuluhan dan pelatihan perawatan kesehatan gigi dan mulut kepada orang tua/pendamping sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) huruf a dan huruf b

Gambar 10 menunjukkan sistem aquisisi data kadar nitrogen cukup stabil dan mempunyai akurasi yang cukup tinggi dalam melakukan pengukuran pada satu titik pengukuran,

dengan siswa yang memperoleh Pembelajaran Konvensional ditinjau dari Kemampuan Awal Matematis (KAM); (2) Rata-rata peningkatan kemampuan berpikir kreatif siswa pada