• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Akad Wakalah Dalam Pembelian Objek Pada Akad Murabahah Di Koperasi Syariah Baituttamkim Kediri Lombok Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Analisis Akad Wakalah Dalam Pembelian Objek Pada Akad Murabahah Di Koperasi Syariah Baituttamkim Kediri Lombok Barat"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

38

Analisis Akad Wakalah Dalam Pembelian Objek Pada Akad Murabahah Di Koperasi Syariah Baituttamkim Kediri Lombok

Barat

Lalu Fahrizal Cahyadi

lalufahrizal.uinmataram@gmail.com Universitas Islam Negeri Mataram, Indonesia

Abstrak

Akad pembiayaan murabahah bil wakalah merupakan salah satu akad hybrid (multi akad) yang banyak digunakan oleh pihak koperasi/BMT. Penggunaan akad wakalah pada akad murabahah menjadi polemik dan problem, dimana objek akad yang akan dibeli dan secara prinsip harus menjadi milik koperasi/BMT tidak terjadi. Penggunaan akad wakalah pada akad murabahah (hybrid kontrak) menjadi kedok untuk dapat melegalkan akad pinjam meminjam (qardh) dengan keuntungan yang secara jelas masuk dalam unsur riba (tambahan) bukan menjadi unsur jual beli. Permasalahan ini menjadi topik peneliti dalam mengupas bagaimana akad wakalah menjadi cara (hilah) untuk melegalkan akad pinjam meminjam (qardh) di Baitutamkim kediri Lombok Barat. rumusan masalah yang peneliti angkat yaitu: 1. Bagaimana praktik akad wakalah dalam pembelian objek pada akad murabahah di Koperasi Syariah Baituttamkim Kediri Lombok Barat. 2. Bagaimana tinjauan Hukum Ekonomi Syariah terhadap akad murabahah tersebut?. Jenis Penelitian ini merupakan penelitian normatif emperis, dimana dalam hal ini, menggabungkan unsur hukum normatif yang kemudian didukung dengan penambahan data dan unsur emperisnya.

Hasil penelitian menyimpulkan bahwa, dalam praktik pembelian objek akad yang diwakilkan (wakalah) oleh pihak nasabah tidak direalisasikan dan dimanipulasi dengan apa yang tertera pada akad murabahah dan kebanyakan dialihkan kepada sesuatu hal lain untuk kepentingan nasabah sendiri. Secara prinsip objek yang diperjualbelikan dan menjadi hak milik koperasi adalah sesuatu yang tidak ada (nihil).

Kedua, dalam tinjauan Hukum ekonomi Syariah dan berdasarkan Pasa 20 KHES, akad tersebut dapat mengakibatkan akad fasad (rusak) dan menjadikan akad tersebut harus dibatalkan karena mengandung unsur manipulatif, riba yang tidak sesuai dengan tujuan syariah dan juga dapat merugikan kedua belah pihak.

Kata Kunci: Akad Wakalah, Akad Murabahah, Akad Murabahah bil wakalah, Pembelian Objek Akad Murabahah.

(2)

39 Pendahuluan

Salah satu Lembaga keuangan di tengah masayrakat dalam menghimpun dan menyalurkan dana kepada anggotanya selain perbankan adalah koperasi simpan pinjam. Koperasi simpan pinjam merupakan salah satu jenis koperasi berdasarkan fungsinya. Koperasi Syariah Baitutamkim kediri merupkan salah satu koperasi yang beroperasi di kecamatan kediri Lombok Barat yang beroperasional menggunakan sistem/prinsip syariah atau menggunakan akad-akad syariah.1

Koperasi syariah pada saat ini merupakan sektor ekonomi yang sangat berpengaruh bagi masyarakat dan tumbuh pesat, pertumbuhan itu selain disebabkan oleh munculnya inivasi produk sebagai akibat dari tuntutan dan harapan masyarakat.2 Awal mula berdirinya Koperasi Syariah Baituttamkim Kediri yaitu pada awal tahun 2012. Dalam operasinya, Koperasi syariah tersebut menyalurkan dana kepada masyarakat dengan menggunakan prinsip jual beli dan bagi hasil yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah, hal ini sesuai dengan tujuan koperasi, khususnya untuk memajukan kesejahteraan anggotanya dan masyarakat pada umumnya.

Sistem simpan pinjam di Koperasi Syariah Baituttamkim Kediri Lombok Barat lebih dominan menggunakan akad murabahah.3 Akad Murabahah yang diterapkan pada prakteknya menambahkan akad wakalah (diwakilkan) dalam pembelian objek akad.4 Tidak hanya di koperasi syariah baitutamkim kediri yang banyak menyertakan akad wakalah pada akad murabahah dalam pembelian objek akad tapi juga di Lembaga keuangan lainnya seperti perbankan syariah dan koperasi syariah juga banyak mempraktekkannya. Pembelian objek secara Wakalah (diwakilkan) kepada nasabah merupakan suatu hal yang diperbolehkan atau sah Berdasarkan fatwa DSN-MUI No.04/DSN-MUI/IV/2000 tentang murabahah pada poin 9 bahwa “jika bank (Lembaga keuangan lainnya) hendak

1 Inggrid Eka Pratiwi, Analisis Penerapan PSAK-102 Murabahah (Studi Kasus Pada Ksu BMT Rahmat Syariah Kediri), Vol 6, No. 1, Oktober 2014, hlm. 18-19

2 Sugiarto, Pengantar Bisnis, (Jakarta:PT Gramedia Pustaka Utama, 2006), hlm. 130.

3 Buk Rini, Wawancara, Gelogor, 24 Februari 2022.

4 Dimyauddin Djuwaini, Pengantar Fiqh Muamalah, (Yogyakarta:Pustaka Pelajar), hlm:

104-105

(3)

40 mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang dari pihak ketiga, akad jual beli murabahah harus dilakukan setelah barang secara prinsip menjadi milik bank (Lembaga keuangan lainnya)”. Penafsiran kalimat secara prinsip objek harus dimiliki terlebih dahulu oleh Lembaga merupakan pada poin 9 merupakan sebuah kewajiban yang harus dilakukan oleh pihak nasabah dan Lembaga. Kalimat Secara prinsip seharusnya dapat dijelaskan dan digambarkan oleh DSN-MUI sehingga praktek dan teori tidak bertentangan dengan prinsip syariah. Satu sisi nasabah membutuhkan sumber dana tersebut begitupun Lembaga yang mendapatkan keuntungan pada transaksi tersebut.

Akad wakalah dalam pembelian objek pada akad murabahah menjadi problematika dan hipotesa bahwa hal ini menjadi sesuatu hal yang prakteknya sama dengan pinjaman (qardh) yang keuntungannya diartikan sebagai bunga (unsur riba) di keuangan konvensional, atau kata lain akad ini manipulative menghalalkan sesuatu yang haram dengan cara menghalalkannya dari unsur riba menggunakan akad islami. Dalam teorinya, bahwa akad murabahah merupakan akad jual beli dimana terdapat salah satu rukun jual beli adalah objek yang diperjualbelikan harus berada ditangan penjual yang akan ditukarkan kepada pembeli.

Maka berdasarkan diatas maka peneliti membuat 2 rumusan masalah untuk dapat dijawab 1. Bagaimana praktik pembelian barang bil wakalah dalam akad murabahah di Koperasi Syariah Baituttamkim Kediri Lombok Barat? 2.

Bagaimana tinjauan hukum ekonomi syariah terhadap pembelian barang bil wakalah dalam akad murabahah di Koperasi Syariah Baituttamkim Kediri Lombok Barat?

Litelatur review

1. Akad Murabahah

a. Pengertian Akad Murabahah

Kata murabahah diambil dari bahasa Arab dari kata ar-ribhu yang berarti kelebihan dan tambahan (keuntungan). Sedangkan menurut istilah murabahah adalah salah satu bentuk akad jual beli yang dimana

(4)

41 kedua belah sudah mengetahui harga asal suatu barang dengan tambahan keuntungan (margin) yang telah disepakati.5

Murabahah adalah perjanjian jual beli atas barang tertentu, dimana penjual menyebutkan dengan jelas barang yang diperjual belikan, termasuk harga pembelian barang kepada pembeli, kemudian ia mensyaratkan atasnya keuntungan atau margin dalam jumlah tertentu.

Definisi lain murabahah adalah jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati. Dalam murabahah, penjual harus memberitahu harga pokok yang ia beli dan menentukan suatu tingkat keuntungan sebagai tambahannya.6

b. Landasan Hukum Akad Murabahah 1) Al-Qur‟an

a) Al-Qur‟an Surat An-Nissa‟:29:7

ٍضاَزَت ٍَْع ًةَراَجِت ٌَىُكَت ٌَْأ َّلَِإ ِمِطاَبْناِب ْىُكَنْيَب ْىُكَناَىْيَأ اىُهُكْأَت َلَ اىُنَيآ ٍَيِذَّنا اَهُّيَأ اَي ْىُكْنِي

Artinya:“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu”.

b) Al-Qur‟an Surat Al-Baqarah: 275:8

اَب ِّزنا َو َّز َح َو َعْيَبْنا ُ َّاللَّ َّم َحَأ َو Artinya:

“Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”

2) Hadist9

HR. Ibnu Majah:

ُس ٍَْع ,َىَّهَسَو ِويَهَع ُاللَّ ىَّهَص ِاللَّ َلْىُسَر َلاَق ُوْنَع ُاللَّ َيِضَر ِوُّزنا ِبْيَع

5 Muhammad Syafi‟i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktek, (Jakarta:Gema Insani Press, 2001), hlm. 101.

6Amir dan Amar, Bank Syariah Teori, Kebijakan, dan Studi Empiris di Indonesia, (Jakarta:Erlangga,2009), hlm. 67

7 QS. An-Nissa‟ (4) ayat 29.

8 QS. Al-Baqarah (2) ayat 275.

9 Arif Hariyanto, dkk, Restrukturisasi Pembiayaan Murabahah Analisis Yuridis Peraturan Bank Indonesia, Jurnal Lisan Al-Hal, Vol. 12, Nomor 2, Desember 2018, hlm. 337.

(5)

42 ْهِن َلَ ِتْيَبْهِن ِزْيِعَّشناِب ِّزُبْنا ُطْهَخَو ،ُتَضَراَقًُْناَو ،ٍمَجَأ ىَنِإ ُعْيَبْنَا :ُتَكَزَبْنا ٍَِّهْيِف ٌثَلاَث ٍبا هاور( ِعْيَب

وجاي Artinya:

Dari Suhaib ar-rumi r.a bahwa Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam bersabda: “Tiga hal yang didalamnya terdapat keberkahan: Jual beli secara tangguh, muqaradhah (mudharabah), dan mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah, bukan untuk dijual”. (HR. Ibnu Majjah).

3) Ijma‟

Mayoritas ulama membolehkan jual beli dengan cara murabahah, karena manusia sebagai anggota masyarakat selalu membutuhkan apa yang dihasilkan dan dimiliki orang lain.

Imam syaf‟I tanpa bermaksud untuk membela pandangannya mengatakan jika seseorang, menunjukkan komoditas kepada seseorang dan mengatakan, “kamu beli untukku, aku akan berikan keuntungan begini,begini”, kemudian orang itu membelinya, maka transaksi itu sah.

Imam malik mendukung pendapatnya dengan acuan pada praktek orang-orang madinah, yaitu ada consensus pendapat di madinah mengenai hukum orang yang membeli baju disebuah kota, dan mengambilnya kekota lain untuk menjualnya berdasarkan suatu kesepakatan berdasarkan keuntungan.

c. Rukun dan Syarat Akad Murabahah 1) Rukun Murabahah10

a) Pelaku b) Pembeli

c) Objek yang diakadkan (ma’qud’alaih) Adanya wujud barang yang diperjualbelikan.

d) Harga

e) Ijab dan Kabul.

10 Rizal Yahya, Akuntansi Perbankan Syariah Teori dan Prantek Kontemporer Berdasarkan PAPSI 2013,(Jakarta:Salemba Empat,2009), hlm. 141.

(6)

43 2) Syarat Akad Murabahah11

a) Jual beli murabahah harus dilakukan atas barang yang telah dimiliki.

b) Adanya kejelasan informasi mengenai besarnya modal dan biaya lain yang lazim dikeluarkan dalam jual beli pada suatu komuditas, semuanya harus diketahui oleh pembeli saat transaksi.

c) Adanya informasi yang jelas tentang keuntungan.

d) Dalam sistem murabahah, penjual boleh menetapkan syarat pada pembeli untuk menjamin kerusakan yang tidak tampak pada barang, tetapi lebih baik syarat seperti itu tidak ditetapkan karena pengawasan barang merupakan kewajiban penjual di samping untuk menjaga kepercayaan yang sebaik-baiknya.

d. Jenis-Jenis Akad Murabahah12

1. Murabahah berdasarkan pesanan

Dalam murabahah jenis ini, transaksi murabahah dengan pesanan dilakukan setelah produk yang dipesan pembeli diperoleh oleh penjual. Jadi skema akad murabahah adalah pembeli memesan barang terlebih dahulu. Kemudian penjual memproduksi atau membeli dari supplier, lantas dijual kepada pembeli dengan transparansi harga.

2. Murabahah tanpa pesanan

Jenis Murabahah ini termasuk jenis murabahah tanpa pesnanan.

Jenis akad ini merupakan transaksi murabahah dilakukan secara langsung tanpa menunggu pemesanan barang, karena produk telah tersedia.

e. Murabahah bil Wakalah

Murabahah bil wakalah adalah jual beli dengan sistem perwakilan (wakalah). Dalam jual beli sistem ini pihak penjual mewakilkan pembeliannya kepada nasabah, dengan demikian akad pertama adalah

11 Madani, Fiqh Ekonomi Syaraih: Fiqh Muamalah, (Jakarta: Kencana, 2013), hlm. 137.

12 Osman Muttaher, Akuntasi Perbankan Syariah, (Yogyakarta:Graha Ilmu,2012), hlm.

390.

(7)

44 akad wakalah setelah akad wakalah berakhir yang ditandai dengan penyerahan barang dari nasabah ke lembaga keuangan syariah kemudian pihak lembaga memberikan akad murabahah.

Sesuai dengan ketentuan Fatwa Dewan Pengawas Syariah No:

02/DSN-MUI/IV/2000 pasal 1 ayat 9: “ Jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang dari pihak ketiga, akad jual beli murabahah harus dilakukan setelah barang, secara prinsip, menjadi milik bank”. Sesuai dengan ketentuan Fatwa Dewan Pengawas Syariah akad murabahah bil wakalah dapat dilakukan dengan syarat jika barang yang dibeli oleh nasabah sepenuhnya sudah milik lembaga keuangan syariah, kemudian setelah barang tersebut dimiliki lembaga keuangan syariah maka akad muarabahah dapat dilakukan.13

Setelah barang tersebut di miliki pihak lembaga keuanga dan harga dari barang tersebut jelas maka pihak lembaga menentukan margin yang didapatkan serta jangka waktu pengambalian yang akan disepakati oleh pihak lembaga keuangan syariah dan nasabah.

f. Rukun dan Syarat Murabahah bil Wakalah

1) Dalam rukun murabahah bil wakalah sama dengan akad murabahah, namun perbedaan dalam akad murabahah bil wakalah terdapat wali dalam pembelian barang.

a) Pembeli b) Penjual

c) Barang yang dibeli

d) Harga barang, dalam hal ini harga barang harus diketahui secara jelas yaitu harga beli dan margin yang akad disepakati oleh kedua belah pihak. Sehingga kedua belah oihak akan melakukan keputusan harga jual dan jangka waktu pengangsuran.

e) Muwakil atau pemberi kuasa adalah pihak yang memberikan kuasa kepada pihak lain.

f) Wakil adalah pihak yang diberikan kuasa oleh muwakil dalam pembelian barang.

13 Fitri Nurul Fauziah, Ahmad Mulyati Kosim, Santi Lisnawati, Analisis Implementasi Akad Hybrid Contract Murabahah bil Wakalah di Bank BJB Syariah Kc Bogor Jabar, Jurnal Kajian Ekonomi Dan Bisnis Islam, Vol 4, Nomor 2, 2021, hlm. 155

(8)

45 2. Al-Wakalah

a. Pengertian Al-Wakalah

Perwakilan adalah al-wakalah atau al-wikalah. Menurut bahasa artinya al-hifdz, al-kifayah, dan al-tafwidh (penyerahan, pendelegasian, dan pemberian mandat).14 Al-wakalah atau al-wikalah menurut istilah berbeda-beda antara lain sebagai berikut:15

1) Menurut Sayyid Al-Bakri Ibnu Al-„Arif billah Al-Sayyid Muhammad Syatha Al-Dhimyati bahwa al-wakalah adalah: “Seseorang menyerahkan urusannya kepada yang lain di dalamnya terdapat penggantian”.

2) Menurut Hasbi Ash-Shiddiqy al-wakalah adalah: “Akad penyerahan kekuasaan, pada akad itu seseorang menunjuk orang lain sebagai gantinya dalam bertindak.

3) Menurut Idris Ahmad bahwa al-wakalah adalah, seseorang yang menyerahkan urusannya kepada orang lain yang dibolehkan oleh syara‟, supaya yang diwakilkan dapat mengerjakan apa yang harus dilakukan dan berlaku selama yang, mewakilkan masih hidup.

Berdasrkan definis-definisi diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan al-wakalah adalah penyerahan dari seseorang kepada orang lain untuk mengerjakan sesuatu, perwakilan berlaku selama yang mewakilkan masih hidup.

b. Rukun dan Syarat Al-Wakalah

1) Rukun-rukun al-wakalah sebagai berikut:16 a) Orang yang memberi kuasa (al-Muwakkil) b) Orang yang diberi kuasa (al-Wakil)

c) Perkara/hal yang dikuasakan (al-Taukil)

d) Pernyataan kesepakatan (Ijab dan Qabul)ilkan adalah:

2) Syarat al-wakalah sebagai berikut:17

14 Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah, (Jakarta:Rajawali Pers,2010), hlm. 231.

15 Ibid., hlm. 233.

16 Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta:Rajawali Pers,2010), hlm. 234.

17 Sobirin, Konsep Akad Wakalah Dan Aplikasinya Dalam Perbankan Syariah (Studi Kasus Bank BNI Syariah Cabang Bogor), Vol. 3, No. 2, September Tahun 2012, hlm. 10.

(9)

46 a) Syarat muwakil

Disyaratkan agar muwakil adalah orang yang memiliki kekuasaan untuk bertindak dalam apa yang diwakilkannya.

Apabila muwakil tidak memiliki otoritas untuk bertindak, seperti orang gila, dan anak kecil yang belum mumyis, maka penunjukan wakil olehnya tidak sah.

b) Syarat wakil

Wakil yang disyaratkan adalah orang yang berakal. Apabila dia adalah orang gila, orang idiot, atau anak kecil yang mumayi maka penunjukan sebagai wakil olehnya tidak sah.

c) Syarat muawakkal fih

Disyaratkan agar muwakkal fih adalah sesuatu yang diketahui oleh wakil.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa murabahah adalah akad jual beli dimana koperasi akan memberikan informasi kepada nasabah mengenai harga pokok ditambah dengan margin yang diinginkan oleh koperasi. Dalam Fatwa DSN MUI No. 02 tahun 2000 tidak ada tambahan ataupun penyebutan wakalah dalam akad murabahah, namun yang terjadi dalam bank syariah adalah adanya akad wakalah dalam murabahah yang sering dikenal dengan akad murabahah bil wakalah.

Wakalah dalam transaksi murabahah dapat meliputi namun tidak terbatas pada pemesanan obyek murabahah, pembayaran sebagian atau keseluruhan harga obyek murabahah dengan dana yang berasal dari nasabah dan/atau koperasi. Dalam hal para pihak ingin melaksanakan tugas wakalahnya, maka akad murabahah berlaku efektif setelah melakukan tugas wakalah. Hal ini hanya bisa dilakukan ketika obyek murabahah memerlukan waktu untuk mendaptkannya dan harus ditentukan jangka waktunya. Sebagai wakil, nasabah akan bertanggung jawab untuk membeli dan melakukan penyerahan atas barang secara langsung dari penyedia pada tanggal penyerahan atas barang secara langsung dari penyedia pada tanggal penyerahan sebagaimana disebutkan dalam pemberitahuan transaksi yang telah disetujui oleh koperasi. Nasabah tidak diperbolehkan mengadakan

(10)

47 perubahan, pengesampingan, atau pembatalan terhadap pembelian, dan tidak ada ketentuan manapun yang dijadikan dasar bagi nasabah untuk membatalkan pembelian tersebut tanpa persetujuan tertulis sebelumnya dari koperasi.

Sebelum membahas lebih dalam tentang murabahah.

Metode Penelitian

Metode penelitiaan merupakan uraian tentang bagaimana suatu penelitian dilakukan, yaitu dari tipe penelitian yang dilakukan hingga bagaimana cara menganalisis data dari penelitian yang dilakukan. Dengan demikian bahwa metode penelitian memberikan suatu solusi dalam hal melakukan kegiatan penelitian sehingga peneliti mengetahui dengan benar cara, langkah yang hendak dilakukan oleh peneliti.18

Pembahasan

Murabahah bil wakalah adalah jual beli dengan sistem perwakilan (wakalah). Dalam jual beli sistem ini pihak penjual mewakilkan pembeliannya kepada nasabah, dengan demikian akad pertama adalah akad wakalah setelah akad wakalah berakhir yang ditandai dengan penyerahan barang dari nasabah ke lembaga keuangan syariah kemudian pihak lembaga memberikan akad murabahah.

Sesuai dengan ketentuan Fatwa Dewan Pengawas Syariah No: 02/DSN- MUI/IV/2000 pasal 1 ayat 9: “ Jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang dari pihak ketiga, akad jual beli murabahah harus dilakukan setelah barang, secara prinsip, menjadi milik bank”. Sesuai dengan ketentuan Fatwa Dewan Pengawas Syariah akad murabahah bil wakalah dapat dilakukan dengan syarat jika barang yang dibeli oleh nasabah sepenuhnya sudah milik lembaga keuangan syariah, kemudian setelah barang tersebut dimiliki lembaga keuangan syariah maka akad muarabahah dapat dilakukan”.19

Setelah barang tersebut di miliki pihak lembaga keuanga dan harga dari barang tersebut jelas maka pihak lembaga menentukan margin yang didapatkan serta jangka waktu pengambalian yang akan disepakati oleh pihak lembaga keuangan syariah dan nasabah.

1) Rukun Murabahah bil Wakalah

18 Soetrisno Hadi, Metode Research jilid 1, (Yogyakarta : Psikologi UGM, 1993), hlm. 4.

19 Fitri Nurul Fauziah, Ahmad Mulyati Kosim, Santi Lisnawati, Analisis Implementasi Akad Hybrid Contract Murabahah bil Wakalah di Bank BJB Syariah Kc Bogor Jabar, Jurnal Kajian Ekonomi Dan Bisnis Islam, Vol 4, Nomor 2, 2021, hlm. 155

(11)

48 a) Dalam rukun murabahah bil wakalah sama dengan akad murabahah, namun perbedaan dalam akad murabahah bil wakalah terdapat wali dalam pembelian barang.

b) Pembeli c) Penjual

d) Barang yang dibeli

e) Harga barang, dalam hal ini harga barang harus diketahui secara jelas yaitu harga beli dan margin yang akad disepakati oleh kedua belah pihak. Sehingga kedua belah oihak akan melakukan keputusan harga jual dan jangka waktu pengangsuran.

f) Muwakil atau pemberi kuasa adalah pihak yang memberikan kuasa kepada pihak lain.

g) Wakil adalah pihak yang diberikan kuasa oleh muwakil dalam pembelian barang.

Menurut akad Murabahah bil wakalah, murabahah bil wakalah merupakan jual beli, dimana lembaga keuangan syariah mewakilkan pembelian barang/produk kepada nasabah, setelah produk tersebut didapatkan oleh nasabah kemudian nasabah memberikan barang/produk kepada pihak lembaga keuangan syariah, akad wakalah pun berakhir. Selanjutnya melanjutkan akad murabahah pada awal perjanjian.

Dalam ma’qud’alaih (objek transaksi, yakni harga dan barang) harus memenuhi beberapa persyaratan yaitu, objek transaksi tersebut harus ada ketika akad sedang dilakukan, tidak diperbolehkan bertransaksi atas objek yang belum jelas dan tidak hadir dalam waktu akad. Perihal itu akan menjadi masalah ketika harus dilakukan serah terima. Objek transaksi bisa diserah-terimakan waktu terjadinya akad atau dimungkinkan di kemudian hari, objek harus bisa diserah-terimakan, jika tidak, walaupun barang tersebut ada dan dimiliki oleh akid, maka transaksi dinyatakan batal.20 Menurut ketentuan dari Pasal 119 KHES yang menyebutkan bahwa:

20 Dimyauddin Djuwaini, Pengantar Fiqih Muamalah, (Yogyakarta:Pustaka Pelajar 2008), hlm: 114.

(12)

49 Pasal 119

“Apabila penjual hendak mewakilkan kepada pembeli untuk membeli barang dari pihak ketiga, akad jual beli murabahah harus dilakukan setelah barang secara prinsip sudah menjadi milik penjual”.

Pada pasal diatas disebutkan ketentuan untuk terlebih dahulu memiliki barang murabahah. Dengan artian, kuasa membeli barang murabahah yang diberikan oleh koperasi kepada anggota melalui akad wakalah harus lebih dulu selesai dan barang murabahah tersebut telah secara prinsip menjadi koperasi.

Berdasarkan pemaparan di atas, maka peniliti mengemukan yang belum terpenuhi yaitu rukun berupa objek yang belum terpenuhi, diantaranya yang belum terpenuhi yaitu: pertama penjual atau pihak yang memiliki barang syarat pihak penjual dalam hal ini yaitu barang yang diperjual belikan belum dimiliki oleh bank syariah, bank akan memindahkan kuasanya kepada nasabah untuk membeli barang tersebut. Kedua barang yang diperjualbelikan harus secara resmi menjadi milik sipenjual serta halal zat serta akadnya. Dalam hal ini rukun yang tidak terpenuhi yaitu barang tersebut belum menjadi milik bank, dan bank tidak memiliki adil dalam pembelian tersebut, bank hanya memberikan dana dalam bentuk realisasi pembiayaan, ini tentu menciderai rukun jual beli, karena seharusnya barang yang diperjual belikan harus resmi menjadi milik bank. Dalam praktik pembelian barang bil wakalah dalam akad murabahah yang diterapkan pada Baituttamkim yang ditinjau dari hukum ekonomi syariah belum sah dikarenakan belum sesuai dengan prosedur ketentuan hukum ekonomi syariah.

Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan yang telah peneliti lakukan mengenai pembelian barang bil Wakalah dalam akad Murabahah di Koperasi Syariah Baituttamkim Kediri Lombok Barat:

1. Praktik akad murabahah yang dilakukan oleh Baituttamkim yaitu: pertama, pihak nasabah harus mengetahui harga barang yang akan dibeli serta biaya yang dibutuhkan dalam pembelian barang. Artinya, nasabah melakukan survey terlebih dahulu harga barang yang akan dibeli. Kedua, nasabah mengajukan permohonan pembiayaan yaitu dengan mengisi formulir

(13)

50 permohonan pembiayaan terlebih dahulu dan syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk menjadi anggota BTLB (Baituttamkim Lubung Bersaing) yaitu, wanita (ibu-ibu) yang sudah menikah, masih bekerja, Photo Copy KTP, berdomisili di daerah BTLB, izin dari suami (Kepala Rumah Tangga) dan bersedia hadir pada waktu pertemuan 1x dalam seminggu untuk pertemuan. Ketiga, pihak koperasi memproses permohonan nasabah berupa produk yang ingin dibeli agar sesuai dengan keinginannya dan selanjutnya pihak koperasi mewakilkan ke nasabah untuk membeli produk tersebut dan memberikan dana sesuai dengan harga pokok yang ingin dibeli.

2. Praktik akad murabahah yang terjadi di Baituttamkim ditinjau dari Hukum Ekonomi Syariah belum sah dikarenakan tidak sesuai dengan rukun Murabahah dan Pasal 119 KHES.

Daftar Pustaka

Arif Hariyanto, dkk, Restrukturisasi Pembiayaan Murabahah Analisis Yuridis Peraturan Bank Indonesia, Jurnal Lisan Al-Hal, Vol.12, Nomor 2, Desember 2018.

Ahmad Rijali, Analisis Data Kualitatif, Jurnal Ahadharah, Vol. 17, No. 33, Juni 2018.

Inggrid Eka Pratiwi, Analisis Penerapan PSAK-102 Murabahah (Studi Kasus Pada Ksu BMT Rahmat Syariah Kediri), Vol. 6, No. 1, Oktober 2014.

Mohammad Anton Athoillah, Ekonomi Islam: Transaksi dan Problematianya, Ijtihad, Vol. 13, No. 2, Desember 2013, 271.

Sobirin, Konsep Akad wakalah Dan Aplikasinya Dalam Perbankan Syariah (Studi Kasus Bank BNI Syariah Cabang Bogor), Vol. 3, No. 2, September 2012.

Yogi Herlambang, Syafia Azyani, dkk, Konsep Keadilan Bagi Nasabah Dalam Akad Murabahah Bil Wakalah Di Bank Syariah, Vol. 3, No. Juli 2019.

Amir dan Amar, Bank Syariah Teori, Kebijakan dan Studi Empiris di Indonesia.

Jakarta: Erlangga, 2009.

Albi Anggito dan Johan Setiawan, Methodologi Penelitian dan Kualitatif. Jawa Barat: CV Jejak, 2018.

Abdurrahman Fathoni, Methodologi Penelitian dan Teknik Penyusunan Skripsi, Jakarta: Rineka Cipta, 2011.

Dimyauddin Djuwaini, Pengantar Fiqh Muamalah, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008.

Dr. Moh. Mufid, Lc., M.H.I, Filsafat Hukum Ekonomi Syariah, Kajian Ontologi, Epistemologi, dan Aksiologi Akad-Akad Muamalah Kontemporer cet. 1, Jakarta: Kencana, 2021.

(14)

51 Dr. Andri Soemitra, M.A, Hukum Ekonomi Syariah dan Fiqh Muamalah, Jakarta Timur: Kencana, 2019.

Fithruana Syarqawie, Fikih Muamalat, Banjarmasin: IAN Antasari Press, 2015.

Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, Jakarta: Rajawali Pers, 2010.

Hardani dkk, Metode Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif, Yogyakarta: CV Pustaka Ilmu Group, 2020.

Hengki Wijaya, Analisis Data Kualitatif Ilmu Pendidikan Teologi, Makassar:

Sekolah Tinggi Theologi Jaffary, 2018.

Muhammad Syaf‟i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktek, Jakarta: Gema Insani Press, 2001.

Madani, Fiqh Ekonomi Syariah dan Fiqh Muamalah, Jakarta: Rajawali Pers, 2014.

Osman Muttaher, Akuntansi Perbankan Syariah, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012.

Rizal Yahya, Akuntansi Perbankan Syariah Teori dan Praktik Kontemporer Berdasarkan PAPSI 2013, Jakarta: Salemba Empat, 2009.

Soetrisno Hadi, Metode Research Jilid 1, Yogyakarta: Psikologi UGM, 1993.

Umrati, Hengki Wijaya, Analisis Data Kualitatif Teori Konsep Dalam Penelitian Pendidikan, Makassar: Sekolah Tinggi Theologia Jaffary, 2020.

Harnia, Analisis Penerapan Murabahah Pada Pembiayaan Hunian Syariah Muamalat (Studi pada Bank Muamalat Makassar). Skripsi, FSH UIN Aluiddin Makassar 2012.

Syifa Awaliyah, Analisis Pelaksanaan Akad Pembiayaan Murabahah Pada BMT Bersama Kita Berkah (BKB) dan BMT At-Taqwa Pinang. Skripsi, FSH UIN Hidayatullah Jakarta.

Referensi

Dokumen terkait

permasalahan yang dikaji dalam makalah adalah bagaimana menghitung kebutuhan traksi minimum pada berbagai kondisi operasi kendaraan truk angkutan barang untuk.. melakukan

Penelitian ini menyimpulkan bahwa penambahan tepung kemangi sebanyak 1,25% (P4) dapat memperbai- ki kandungan kimia yaitu meningkatkan kadar protein, menurunkan kadar lemak dan

Agar program-demi program zakat produktif dapat berjalan efektif dan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara tepat, dibutuhkan upaya dan usaha dari

Layanan baru berbasis jaringan Metro Ethernet dengan teknologi MPLS. FASILITAS TELEKOMUNIKASI PT. Indosat memiliki berbagai sarana dan fasilitas untuk telekomunikasi Internasional

Pertumbuhan bobot mutlak (GR), laju pertumbuhan spesifik (SGR), bobot rataan, kelangsungan hidup (SR), dan biomassa benih ikan gurami yang diberi perlakuan hormon

Populasi penelitian ini terdiri atas 45 perusahaan yang sahamnya masuk jajaran LQ-45.Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling sehingga diperoleh 29 perusahaan