• Tidak ada hasil yang ditemukan

OPTIMASI PENGGUNAAN BAMBU LOKAL SEBAGAI STRUKTUR RANGKA PADA BANGUNAN SEDERHANA RISKA JULIANA NASUTION

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "OPTIMASI PENGGUNAAN BAMBU LOKAL SEBAGAI STRUKTUR RANGKA PADA BANGUNAN SEDERHANA RISKA JULIANA NASUTION"

Copied!
207
0
0

Teks penuh

(1)

OPTIMASI PENGGUNAAN BAMBU LOKAL SEBAGAI STRUKTUR RANGKA PADA BANGUNAN SEDERHANA

PROPOSAL TUGAS AKHIR

diajukan untuk memenuhi persyaratan mencapai gelar Sarjana S1 pada Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara

RISKA JULIANA NASUTION 17 0404 036

BIDANG STUDI STRUKTUR DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2021

(2)
(3)
(4)

LEMBAR ASISTENSI TUGAS AKHIR

Nama : Riska Juliana

NIM : 17 0404 036

Judul TA : Optimasi Penguunaan Bambu Lokal Sebagai Struktur Rangka pada Bangunan Sederhana

Nama Pembimbing : Ir. M.Agung Putra Handana,S.T,M.T

No. Tanggal Keterangan Ttd / Paraf

1 12/03-2021  Perbaiki naskah sesuai dengan berita acara seminar proposal

2 17/03-2021

 Lengkapi latar belakang

 Perbaiki rumusan masalah dan batasan masalah

 Lengkapi tinjauan pustaka pada Bab 2

3 1/04-2021

 Perhatikan penggunaan EYD pada penulisan

4 12/04-2021

 Lengkapi teori pada tinjauan pustaka

 Tambah penelitian-penelitian terkait pada tinjauan pustka

 Perhatikan cara penulisan table dan gambar

5 28/04-2021  Sesuaikan deskripsi sub bab pada BAB 3 sesuai dengan flowchart.

(5)

6 20/07-2021

 Susun BAB 4 mengacu kepada metode penelitian yang telah dijelaskan pada BAB 3

 Hindari penggunaan bahasa tidak baku dan yang tidak sesuai EYD

7 27/07-2021  Periksa dan analisis hasil pengujian benda uji

8

06/082021  Buat rekapitulasi hasil pengujian dengan baik

 Perbaiki dan perhatikan cara pengepltoan grafik yang benar

9 09/08-2021

 Kesimpulan berisi hasil dari analisis

 Susun daftar pustaka dengan benar

 Perhatikan dan perbaiki abstrak

(6)

i

ABSTRAK

Bambu banyak digunakan untuk berbagai bentuk konstruksi bangunan, Pemilihan bambu sebagai bahan bangunan dapat didasarkan pada harganya yang rendah, serta kemudahan untuk memperolehnya. Bambu memiliki properti mekanikal yang baik. Rasio yang tinggi antara kekuatan berbading dengan berat dibandingkan dengan material konstruksi lainnya. Hal ini membuat bambu memiliki potensi untuk terus dikembangkan sebagai material konstruksi bukan hanya untuk bangunan yang sederhana namun untuk bangunan yang lebih kompleks. apakah bambu, khusus nya bambu lokal bisa digunakan sebagai struktur rangka pada konstruksi bangunan sederhana.

Bangunan bambu dianalisis dengan bantuan aplikasi SAP2000 dengan mengikuti Peraturan Beban minimum untuk perancangan bangunan gedung dan struktur lain SNI 1727:2013 untuk mengetahui gaya batang yang dialami struktur bangunan tersebut tersebut. Data Bambu siap pakai yang digunakan pada penelitian ini diambil dari penelitian sebelumnya yaitu penelitian Hasil penelitian M A P Handana dengan Bambu Betung ( Dendrocalamus Asper) yang berasal dari Deli Serdang bagian internode dengan kuat tekan 44,495 MPa dan Kuat tarik 134,2 MPa. Hasil dari analisis tersebut untuk mengetahui apakah bambu dengan kekuatan gaya tekan dan tarik segitu aman digunakan.

Batang main truss pada struktur bambu memiliki kuat tekan (P’) sebesar 27,40 kN dan beban tekan maksimum ialah sebesar (Pu) 25,21 kN di batang 320 dengan kombinasi 2 dan berstatus aman. Batang main truss pada struktur bambu memiliki kuat tarik(T’) sebesar 360,43 kN, dan beban tarik maksimum ialah sebesar (Tu) 7,15 kN di batang 685 dengan kombinasi 2 dan berstatus aman.

Batang Kolom pada struktur bambu memiliki kuat tekan (P’) sebesar 35,42 kN dan beban tekan maksimum ialah sebesar (Pu) 25,06 kN di batang 16 dengan kombinasi 2 dan berstatus aman. Batang Kolom pada struktur bambu memiliki kuat tarik (T’) sebesar 600,73 kN, dan beban tarik maksimum ialah sebesar (Tu) 1.43 kN di batang 33 dengan kombinasi 6 dan berstatus aman. Batang Ikatan Angin pada struktur bambu memiliki kuat tekan (P’) sebesar 16,89 kN dan beban tarik maksimum ialah sebesar (Pu) 11,54 kN di batang 229 dengan kombinasi 2

(7)

dan berstatus aman. Batang Ikatan Angin pada struktur bambu memilik kuat tarik (T’) sebesar 218,45kN, dan beban tarik maksimum ialah sebesar (Tu) 21,40 kN di batang 229 dengan kombinasi 2 dan berstatus aman. Sambungan yang digunakan adalah sambungan baut dengan diameter 15,88 mm, Dengan perkuatan sambungan ijuk. Struktur “Bangunan Bambu” aman saat dibebankan dengan beban mati, beban hidup, beban hujan, dan beban angin.

Kata kunci: bambu, bambu betung; struktur rangka, bangunan sederhana, kuat tekan, kuat tarik, analisis dimensi bambu, SAP2000, pembebanan bangunan

(8)

i

KATA PENGANTAR Assalammu’alaikum Wr. Wb.

Alhamdulillah, puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya. Shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhamad SAW yang senantiasa memberikan syafaat bagi umatnya, sehingga menjadi panutan dalam menjalankan setiap aktivitas kami sehari-hari karena sungguh sesuatu hal yang sangat sulit menguji ketekunan dan kesabaran untuk tidak pantang menyerah dalam menyesaikan penulisan ini.

Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan studi Program Studi Strata Satu (S1) Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik

“Optimasi Penggunaan Bambu Lokal Sebagai Struktur Rangka Pada Bangunan Sederhana”.

Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini tidak terlepas dari dukungan, bantuan, serta bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada beberapa pihak yang berperan penting yaitu :

1. Ayahanda Irsan Nasution dan Ibunda Wardah Lubis tercinta, dan yang telah banyak berkorban, memberikan motivasi hidup, kasih sayang, semangat dan nasihat dalam hidup penulis.

2. Kepada Kakak dan adik yang tercinta Ulfy Rahmadani Nasution, Ahmad Irfansyah Nasution, dan Ahmad Alfarizi Nasution yang selalu memberikan motivasi dalam pengerjaan skripsi ini.

3. Bapak Ir.Muhammad Agung Putra Handana,S.T.,M.T selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan yang sangat bernilai, masukan, dukungan serta meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam membantu penulis menyelesaikan Tugas Akhir ini.

(9)

4. Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan selaku Wakil Dekan I Fakultas Tenik Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Medis Sejahtera Surbakti, ST.MT.Ph.D selaku Ketua Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

6. Bapak Dr. Ridwan Anas, ST. MT selaku Sekretaris Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

7. Bapak Ir. Sanci Barus,M.T. selaku Dosen Penguji dan Pembanding, atas saran dan masukan yang diberikan kepada penulis terhadap Tugas Akhir ini.

8. Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan selaku Dosen Penguji dan Pembanding, atas saran dan masukan yang diberikan kepada penulis terhadap Tugas Akhir ini.

9. Bapak Dr.Ir.Muhammad Aswin, S.T., M.T. selaku Koordinator KBK Struktur Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

10. Bapak/Ibu seluruh staff pengajar Departemen Tenik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

11. Seluruh pegawai adminstrasi Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan bantuan selama ini kepada penulis.

12. Buat teman Tugas Akhir seperjuangan saya, Fitri Salsabila Lubis.

13. Buat teman-teman yang selalu membantu selama ini Desy Rahmadani, Eliza Khairini, Rizki Nur hikmah, Rizka Ilmyanti, Nurul Izzah, Sheika Azzahra

(10)

iii Lubis, Fatimah Zahara, Latifa Harianto, Indri Suryani Lubis, Devi Putri Murdianti, Fira anisha Azmi, Novrelda Anggriani, Bang juan,

14. Buat adik-adik 2020 yang telah membantu dalam pembuatan tugas akhir ini

15. Dan semua teman seangkatan 2017 yang selalu memberikan bantuan, dukungan dan semangat yang tidak dapat disebutkan satu persatu

Mengingat adanya keterbatasan yang dimiliki penulis, maka penulis menyadari bahwa laporan Tugas Akhir ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, segala saran dan kritik yang bersifat membangun dari pembaca diharapkan untuk penyempurnaan laporan Tugas Akhir ini.

Akhir kata, penulis mengucapkan terimakasih dan semoga laporan Tugas Akhir ini bermanfaat bagi para pembaca.

Medan, Penulis,

Riska Juliana Nasution 17 0404 036

(11)

DAFTAR ISI

ABSTARK i

KATA PENGANTAR ii

DAFTAR ISI v

DAFTAR TABEL viii

LAMPIRAN xii

DAFTAR GAMBAR xii

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Rumusan Masalah 3

1.3 Tujuan Penelitian 4

1.4 Batasan Masalah 4

1.5 Manfaat Penelitian 4

1.6 Sistematika Penulisan 5

1.7 Jadwal Penelitian 5

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bangunan 6

2.2 Struktur Atap 7

2.3 Struktur Rangka 8

2.3.1 Jenis Struktur Rangka 10

2.4 Sistem Pembebanan 11

2.4.1 Beban Mati 11

2.4.2 Beban Hidup 11

2.4.3 Beban Hujan 11

2.4.4 Beban Angin 11

(12)

vi

2.4.5 Kombinasi Pembebanan 11

2.5 Bambu 12

2.5.1 Morfologi Bambu 13

2.5.2 Jenis jenis Bambu 14

2.5.3 Sifat Bambu 17

2.6 Analisis Dimensi Kuat Tekan dan Tarik Struktur Rangka Bangunan Bambu

19

2.6.1 Analisis Dimensi Kuat Tarik Bambu 20

2.6.2 Analisi Dimensi Kuat Tekan Bambu 21

2.7 Sambungan bambu 23

2.7.1 Sambungan Baut 26

2.7.2 Analisis Desain Sambungan Baut 28

2.7.3 Sambungan Ijuk 35

2.8 Penelitian Terdahulu 36

BAB 3. METODE PENELITIAN

3.1 Flowchart Penelitian . 38

3.2 Studi Literatur 39

3.3 Pengambilan data 39

3.4 Data 39

3.5 Sistem Pembebanan dalam analisis 39 3.6 Perencanaan Dimensi Batang Tekan dan Tarik 41 3.7 Perencanaan dan Analisis Dimensi Kuat Tekan dan Tarik Struktur Rangka

Bangunan Bambu 41

3.7.1 Analisis Dimensi Kuat Tarik Bambu 42

3.7.2 Analisi Dimensi Kuat Tekan Bambu 42

(13)

3.8 Analisis Struktur Rangka Bangunan Bambu 42 3.9 Sistem Pendesaian dalam Analisis Bangunan Bambu 43

3.10 Analisa Struktur Bangunan Bambu 45

3.11 Perencanaan dan Analisis Dimensi Sambungan batang Struktur Rangka

Bangunan Bambu 46

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pengambilan data 51

4.2 Hasil Analisis Struktur Bangunan Bambu 52

4.3 Analisis Perencanaan Dimensi Batang Tekan 54

4.3.1 Batang Kolom 54

4.3.2 Batang Truss 56

4.3.3 Batang Ikatan Angin 57

4.3.4 Hasil Analisis Dimensi Tekan 59

4.4 Analisis Dimensi Batang Tarik 62

4.5 Hasil Analisis Struktur Bangunan Bambu 64

4.6 Hasil Analisis Struktur Bangunan Bambu dengan Pembebanan 65

4.6.1 Hasil analisis pembebanan di kolom 65

4.6.2 Hasil analisis pembebanan di Truss 83

4.6.3 Hasil analisis pembebanan di Ikatan Angin 121 4.7 Perencanaan dan Analiisis Sambungan pada Struktur di Bangunan Bambu

158

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan 166

5.2 Saran 167

DAFTAR PUSTAKA xiv

(14)

xii DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Rangka Batang Atap Kayu 2

Gambar 1.2 Struktur Bangunan yang mau di kerjakan 3

Gambar 2.1 Bentuk-bentuk konstruksi kuda-kuda 8

Gambar 2.2 Gaya – gaya pada konstruksi rangka 9

Gambar 2.3 Modul space frame 10

Gambar 2.4 Jenis Truss 10

Gambar 2.5 Bambu Apus 14

Gambar 2.6 Bambu Ater 15

Gambar 2.7 Bambu Andong 15

Gambar 2.8 Bambu Betung 16

Gambar 2.9 Bambu Hitam 16

Gambar 2.10 Bambu Talang 16

Gambar 2.11 Faktor Tekuk 24

Gambar 2.12 Potongan batang berpenampang ganda. 25

Gambar 2.13 Variasi Sambungan Sendi 27

Gambar 2.14 Sambungan bamboo orthogonal 27

Gambar 2.15 Sambungan siku dan Persendian 27

Gambar 2.16 Gambar Sambungan menggunakan pelat 28

Gambar 2.17 Menggunakan ITCR 28

Gambar 2.18 Menggunakan Rakitan 28

Gambar 2.19 Sambungan Saling Mengisi 28

Gambar 2.20 Sambungan Menggunakn DAS 29

Gambar 2.21 Menggunakan Konektor pin geser Herbert 29 Gambar 2.22 Menggunakan Konektor sisipan baja atau plastik 29

Gambar 2.23 Jenis Baut Sambungan 29

Gambar 2.24 Jenis irisan pada sambungan 30

Gambar 2.25 Faktor ujung serat Ceg 33

Gambar 2. 26 Sambungan ijuk 38

Gambar 3.1 Batang Tekan Tunggal, Daftar III PKK 44

Gambar 3.2 Panjang tekuk, Ik 45

(15)

Gambar 3.3 Batang Tekan Berganda 46

Gambar 3.4 Panjang tekuk, Ik 47

Gambar 3.5 Desain Struktur Bangunan Bambu Tampak Atas (Sketchup) 49 Gambar 3.6 Desain Struktur Bangunan Bambu (Sketchup) 49 Gambar 3.7 Desain Struktur Bangunan Bambu Atas (Autocad) 50 Gambar 3.8 Desain Struktur Bangunnan Bambu Depan (Autocad) 50 Gambar 3.9 Struktur Bangunan Bambu Tampak Samping (SAP2000) 50 Gambar 3.10 Struktur Bangunan BambuTampak Depan (SAP2000) 51 Gambar 3.1 1 Struktur Bangunan Bambu Tampak Atas (SAP2000) 51

Gambar 3.12 Penempatan Sambungan Baut 54

Gambar 4.1 Bagan balok kuat tekan dan kuat tarik pada tiap bagian rangka batang

Bangunan Bambu 67

Gambar 4.2 Tampak 3D desain rangka Struktur Kayu pada SAP2000 68 Gambar 4.2 Tampak 3D desain rangka ikatan angin pada SAP2000 68 Gambar 4.3 Tampak 3D desain rangka kolom pada SAP2000 69 Gambar 4.4 Tampak 3D desain rangka main truss pada SAP2000 69

Gambar 4.5 Sambungan 1 irisan 164

Gambar 4.6 Sambungan 4 irisan 166

Gambar 4.7 Sambungan 2 irisan 168

(16)

v

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Jadwal Penelitian 5

Tabel 2.1 Jenis Bambu di Indonesia 17

Tabel 2.2 Keberlakuan faktor koreksi untuk kayu gergajian 20

Tabel 2.3 Faktor efek waktu, λ 21

Tabel 2.4 Keberlakuan faktor koreksi untuk tiang dan pancang kayu bundar 21

Tabel 2.5 Faktor Temperatur, Ct 22

Tabel 2.6 Faktor kondisi perlakuan, Cct 22

Tabel 2.7 Keberlakuan faktor koreksi untuk sambungan baut 28

Tabel 2.8 Faktor layan basah, Cm 29

Tabel 2.9 Faktor tempertarur, Ct 29

Tabel 2.10 Faktor aksi Kelompok Cg 30

Tabel 2.11 Faktor Konversi Format, 𝐾𝐹 31

Tabel 2.12 Faktor Ketahanan, ɸ𝑇 32

Tabel 2.13 Faktor temperatur 32

Tabel 2.14 Nilai Ragam kelelan 1 irisan 33

Tabel 2.15 Nilai Ragam kelelan 2 irisan 33

Tabel 2.16 Kuat Tumpu Kayu, Fe 34

Tabel 3.1 Faktor efek waktu 43

Tabel 3.2 Kuat tumpu kayu, Fe 46

Tabel 3.3 Lateral acuan satu irisan, Z 47

Tabel 3.4 Lateral acuan dua irisan, Z 47

Tabel 3.5 Jarak minimum penempatan 49

Tabel 4.1 Rekapitulasi Dimensi batang Kolom 55

Tabel 4.2 Rekapitulasi Dimensi batang Truss 57

Tabel 4. 3 Rekapitulasi Dimensi batang Ikatan Angin 59

Tabel 4.4 Rekap Dimensi Batang tekan 60

Tabel 4. 5 Nilai Cp pada tiap bagian struktur rangka batang Bangunan bambu 61 Tabel 4. 6 Nilai Fc’ pada tiap bagian struktur rangka batang Bangunan bambu 62 Tabel 4. 7 Nilai kuat tekan terkoreksi P’ pada tiap bagian struktur rangka batang “Bangunan

(17)

Sederhana” dari bambu 62 Tabel 4.8 Nilai Ft’ pada tiap bagian struktur rangka batang “Bangunan Sederhana” dari

bambu. 63

Tabel 4.9 Nilai kuat tekan terkoreksi P’ pada tiap bagian struktur rangka batang Bangunan

bambu. 63

Tabel 4. 10 Rekapitulasi Kekuatan Sambungan di sambungan 4 irisan 83 Tabel 4. 11 Rekapitulasi Kekuatan Sambungan di sambungan 2 irisan 84

(18)

1

BAB I

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pemilihan bambu sebagai bahan bangunan dapat didasarkan pada harganya yang rendah, serta kemudahan untuk memperolehnya. Bambu banyak digunakan untuk berbagai bentuk konstruksi bangunan, khususnya untuk perumahan di daerah pedesaan, serta bangunan sederhana, sisa penggunaan limbahnya dapat dengan mudah diuraikan kembali oleh alam, sehingga bahan bambu merupakan bahan yang sangat ramah lingkungan.

Material bambu ini memiliki daya tahan yang sangat baik terhadap bahaya gempa. Ketika terjadi gempa dan mudah diperbaiki jika terjadi kerusakan, bangunan yang dibuat dari bambu tidak akan langsung roboh karena sifatnya yang elastis dan ringan, selain itu dapat memberi waktu lebih lama bagi penghuninya segera menyelamatkan dirinya. Pemakaian material bambu sebagai elemen struktur bangunan rumah tahan gempa masih merupakan solusi yang tepat jika dilihat dari segi ekonomi, kemudahan dan penyesuaian terhadap gaya yang diakibatkan oleh gempa jika dibandingkan dengan mater ial struktur yang lain (Sukawi, 2010).

Bambu memiliki properti mekanikal yang baik. Rasio yang tinggi antara kekuatan berbading dengan berat dibandingkan dengan material konstruksi lainnya. Hal ini membuat bambu memiliki potensi untuk terus dikembangkan sebagai material konstruksi bukan hanya untuk bangunan yang sederhana namun untuk bangunan yang lebih kompleks. Teknologi seputar bambu mulai berkembang, seperti munculnya joint-joint bambu yang menambah kekuatan bambu. Teknologi pengawetan bambu mulai berkembang, sehingga bambu dapat dijadikan material konstruksi yang lebih permanen.

Rangka batang merupakan konstruksi rangka pada bangunan yang saling dihubungkan dengan sendi pada ujungnya sehingga suatu bangunan membentuk segitiga sebagai pembuatan kuda-kuda konstruksi atap.

Konstruksi rangka batang kayu umum digunakan pada bangunan rumah tinggal, perkantoran, hingga jembatan. Setiap susunan rangka batang harus mempunyai satu kesatuan yang kokoh untuk memikul beban yang bekerja.

(19)

Kuda-kuda berfungsi sebagai penopang yang menyalurkan gaya tekan, sedangkan balok pada kuda-kuda sebagai penahan gaya tarik, dan menerima gaya tekan.

Gambar 1.1 Rangka Batang Atap Kayu

(A.G Tamrin, Teknik Konstruksi Bangunan Gedung Jilid 2)

Berdasarkan struktur bangunan yang membentuk ruang antara bagian bangunan yang menerima beban dan bagian bangunan yang tidak menerima beban (pembagi ruang), maka selanjutnya struktur bangunan gedung yang paling sederhana dapat diselidiki dan digolongkan..

Batang yang hanya memikul gaya tarik (batang tarik) secara umum dapat dirancang terhadap penampang melintang yang lebih kecil daripada batang yang memikul gaya tekan (batang tekan) yang besar gayanya sama. Luas penampang melintang batang tarik bergantung langsung pada besar gaya dan tegangan izin bahan yang digunakan, tetapi tidak bergantung pada panjang batang. Untuk batang tarik, luas penampang yang diperlukan = gaya tarik tegangan izin.

Untuk batang tekan, harus memperhitungkan adanya kemungkinan runtuhan tekuk (buckling) yang dapat terjadi pada batang panjang yang mengalami gaya tekan. Untuk batang tekan yang panjang, kapasitas pikul beban batang tekan berbading terbalik dengan kuadrat panjang batang.

Apabila batang tekan relatif pendek, dan masih di bawah panjang maksimum tertentu, maka tekuk bukan merupakan masalah sehingga luas penampang melintang hanya bergantung langsung pada besar gaya yang terlibat dan tegangan izin material, dan juga tidak bergantung pada panjang batang

(20)

3 tersebut. Implikasi umum mengenai hal ini adalah batang panjang (yang mempunyai kemungkinan mengalami tekuk) memerlukan luas penampang melintang lebih besar dari pada yang diperluan oleh batang pendek (yang tidak mempunyai kemungkinan tekuk).

Struktur rangka merupakan sistem struktur yang bentuk geometrik elemen struktural adalah garis lurus. Untuk bangunan sederhana, rangka bangunan dapat dibuat dari tiang-tiang kayu (kolom) yang saling dihubungkan oleh batang-batang datar (balok).

Pada penelitian kali ini saya mengusulkan untuk mengambil opsi apakah bambu, khusus nya bambu lokal bisa digunakan sebagai struktur rangka pada konstruksi bangunan sederhana. Struktur rangka yang akan dihitung dalam penelitian ini terlihat seperti gambar.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka diambil suatu rumusan masalah sebaagi berikut :

1. Hitunglah gaya – gaya batang dari struktur bamboo pada ‘Bangunan Sederhana” ?

2. Bagaimana merencanakan dimensi batang tekan dari komponen tekan struktur ?

3. Bagaiamana merencanakan dimensi batang tarik dari komponen tarik struktur ?

4. Bagaimana merencanakan Sambungan struktur bambu pada bangunan sederhana ?

Gambar 1.2 Struktur Bangunan yang mau di kerjakan

(21)

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui :

1. Perencanaan komponen batang tekan tungal dan ganda suatu bangunan bambu secara optimal sesuai dengan panduan yang berlaku.

2. Perencanaan komponen batang tarik tunggal dan ganda suatu bangunan bambu secara optimal sesuai dengan panduan yang berlaku.

3. Perencanaan sambungan batang pada struktur suatu bangunan bambu secara optimal sesuai dengan panduan yang berlaku.

1.4 Batasan Masalah

Dengan memperhatikan uraian diatas serta mengingat keterbatasan waktu, kemampuan, dan prasarana pendukung maka penulis membatasi permasalahan pada :

1. Pembebanan Struktur Sesuai SNI 1727 : 2013

2. Perencanaan batang tarik dan tekan serta sambungan Bangunan Bambu merujuk pada SIN 7973 : 2013

3. Sambungan di struktur rangka ini merujuk pada SIN 7973:2013

4. Data Bambu yang dipakai dalam penelitian ini diambil dari penelitian sebelumnya (M. A. P. Handana et al., 2020)

5. Penelitian menggunakan bantuan software SAP 2000

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian yang diharapkan antara lain:

a. Memberikan wawasan mengenai Bangunana Sederhana yang materialnya dari bambu

b. Mahasiswa atau pihak lain yang akan membahas tugas akhir dengan topik yang sama.

c. Pihak-pihak yang membutuhkan informasi dan mempelajari hal-hal yang dibahas dalam laporan tugas akhir.

(22)

5 1.6 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dalam tugas akhir ini disusun per bab, pada setiap bab terdiri dari beberapa bagian yang diurakan secara rinci. Sistematika penulisanpada masing-masing bab adalah sebagai berikut :

BAB I Pendahuluan

Pada bab ini dibahas tentang latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, manfaat penelitian, sistematika penulisan dalam tugas akhir yang digunakan, dan jadwal penelitian.

BAB II Tinjauan Pustaka

Pada bab ini dibahas tentang uraian dari literatur atau referensi yang menjadi acuan dalam penulisan tugas akhir yaitu materi tentang Bangunan, pembebanan bangunan, sambungan, bambu, jenis-jenis bambu, kadar air bambu, kuat tarik bamboo.

BAB III Metodologi Penelitian

Pada bab ini dibahas tentang tahapan-tahapan penelitian serta metode analisis data yang digunakan dalam menyelesaikan tugas akhir.

BAB IV Hasil dan Pembahasan

Pada bab ini berisikan pembahasan tentang analisis data dari hasil rasio perbandingan mutu bambu yang dipakai dengan gaya batang dialami struktur bangunan.

BAB V Kesimpulan dan Saran

Pada bab ini berisikan kesimpulan dan saran yang diperoleh dari bab-bab sebelumnya.

1.7 Jadwal Penelitian

Tabel 1.1 Jadwal Penelitian

NO Jenis Kegiatan Bulan

1 2 3 4 5 6 7 8 9

1 Studi literatur 2 Pengambilan data

3 Pengolahan data dan hasil 4 Analisis data dan kesimpulan 5 Publikasi seminar hasil

(23)

2.1 Bangunan

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Bangunan adalah struktur buatan manusia yang terdiri atas dinding dan atap yang didirikan secara permanen di suatu tempat. Bangunan memiliki beragam bentuk, ukuran, dan fungsi, serta telah mengalami penyesuaian sepanjang sejarah yang disebabkan oleh beberapa faktor, seperti bahan bangunan, kondisi cuaca, harga, kondisi tanah, dan alasan estetika. Bangunan mempunyai beberapa fungsi bagi kehidupan manusia, terutama sebagai tempat berlindung dari cuaca, keamanan, tempat tinggal, privasi, tempat menyimpan barang, dan tempat bekerja. Bangunan mungkin akan mengalami kerusakan saat pembangunan atau selama perawatan. Ada beberapa faktor penyebab kerusakan ini antara lain kebakaran, kecelakaan, dan bencana alam. Bangunan juga bisa runtuh karena pemeliharaan yang kurang baik atau teknik pembangunan yang tidak tepat.

Klasifikasi bangunan (Menurut PMK 248/PMK.06/2011) Bangunan Sederhana sederhana adalah bangunan dengan spesifikasi teknis sederhana, memiliki kompleksitas dan teknologi sederhana, dengan ciri utama tidak bertingkat atau memiliki jumlah lantai paling tinggi 2 (dua) lantai yang luas lantai keseluruhannya kurang dari 500 m2 (lima ratus meter persegi) dan masa penjaminan kegagalan bangunannya adalah selama 10 (sepuluh) tahun.

Klasifikasi bangunan sederhana ini memiliki standar luas bangunan yang tidak dapat diutilisasi sesuai fungsi utama bangunan, seperti luas ruang untuk lift, tangga, Air Handling Unit (AHU), koridor, pantry/dapur dan Dead Space akibat konstruksi serta akibat bentuk arsitektur bangunan, sebesar 20% (dua puluh persen) dari luas bangunan bruto.

Jenis bangunan dapat dibedakan menjadi :

a. Bangunan teknik sipil kering, antara lain meliputi: bangunan rumah, gedunggedung. monumen, pabrik, gereja, masjid dan sebagainya.

b. Bangunan teknik sipil basah, antara lain meliputi: bendungan, bangunan irigasi, saluran air, dermaga pelabuhan, turap-turap, jembatan dan sebagainya.

(24)

7 Untuk sekarang jenis bangunan dibedakan menjadi 3 bagian besar yang dikelola oleh Direktorat Jenderal meliputi Bangunan Gedung, Bangunan Air dan Jalan Jembatan. Jenis bahan yang digunakan dalam bangunan dapat berupa kayu, bata, beton atau baja.

Bentuk dasar kuda-kuda bangunan sederhana terdiri dari 2 macam : 1. Bentuk pelana

terdiri dari dua bidang miring simetris kiri dan kanan dengan kemiringan sudut yang sama. Paling sedikit ada dua buah kuda-kuda yang menyanggah beban atap diatasnya. Pada bentuk pelana kadang-kadang pada bagian sisi yang terluar sejajar kuda-kuda dibuat dari pasangan bata yang disebut sopi-sopi. Letak gordeng pada sopi-sopi dilandasi balok praktis dari beton atau alas yang diperkuat supaya stabil.

2. Bentuk perisai

terdiri dari empat bidang miring simetris dengan kemiringan sudut yang sama. Mempunyai sudut kemiringan pada pertemuan dua bidang miring yang disebut jurai. Berbentuk dua kuda-kuda saling bersilangan atau kalau salah kedua sisi sejajar lebih panjang, maka pada kedua sisi yang terpendek ada yang biasa disebut 1/2 kuda-kuda.

2.2 Struktur Atap

Konstruksi rangka atap adalah suatu bentuk konstruksi untuk menyangga konstruksi atap yang terletak diatas kuda-kuda. Konstruksi rangka atap umumnya dibuat dari bahan kayu yang menggunakan ukuran dimensi yang relatif sama. Baik penggunaan rangka atap bentang pendek (2 - 4 meter), bentang sedang (4 – 8 meter), dan bentang panjang (>8 meter).

Penopang rangka atap di susunan balok kayu yang membentuk segitiga disebut kuda-kuda. Konstruksi kuda-kuda kayu ialah susunan rangka batang untuk mendukung beban atap termasuk berat sendiri. Kuda-kuda kayu merupakan penyangga pada struktur atap dengan bentang maksimal 12 meter.

Kuda-kuda termasuk struktur framework (truss) dengan manggunakan material kayu yang berfungsi menerima beban dari atap.

(25)

Kuda-kuda dan struktur rangka atap dari bambu biasanya dibuat secara tradisional yang terdiri dari bubungan, gording dan balok kasau, menggunakan alat sambung tali ijuk dan pasak dengan kekuatan rendah.

Pada konstruksi kuda-kuda kayu untuk statiknya dianggap sebagai konstruksi statis tertentu yaitu ditumpu pada sendi dan rol. Bentuk rangka batang bermacam-macm sesuai dengan fungsi dan konstruksi.

Bentuk-bentuk konstruksi kuda-kuda:

Gambar 2.1. Bentuk-bentuk konstruksi kuda-kuda

2.3 Struktur Rangka

Struktur rangka merupakan sistem struktur yang bentuk geometrik elemen struktural adalah garis lurus. Konstruksi rangka batang sangat menguntungkan terutama untuk bangunan-bangunan yang berbentang panjang. Selain dapat meminimalkan berat struktur, juga cukup menarik dari segi arsitektur apabila didisain untuk itu. Untuk bangunan sederhana, rangka bangunan dapat dibuat dari tiang-tiang kayu (kolom) yang saling dihubungkan oleh batang-batang datar (balok).

Berdasarkan struktur bangunan yang membentuk ruang atau berdasarkan hubungan antara bagian bangunan yang menerima beban dan bagian bangunan yang tidak menerima beban (pembagi ruang), maka selanjutnya struktur bangunan gedung yang paling sederhana dapat diselidiki dan digolongkan.

Pada setiap penggunaan bahan bangunan harus dipertimbangkan ciri khas sebagai berikut :

(26)

9 1. Kemampuan tahan lama bagian bangunan tersebut

2. Kapan bagian bangunan dapat diganti karena rusak atau perkembangan teknologis

3. Kemampuan tahan lama non fisik (tidak laku lagi, membosankan).

Gambar 2.2 Gaya-Gaya pada Konstruksi rangka (Sumber:Daviel L.condek, Struktur,1998)

Apabila gaya kritis pada suatu batang telah diperoleh, maka masalahnya menjadi penentu bahan dan ukuran penampang melintang yang sesuai untuk batang yang panjangnya telah ditentukan, dan mempunyai titik hubung sendi pada kedua ujungnya serta mengalami gaya tarik atau tekan yang besarnya telah didapat. Biasanya tidak ada kesulitan dalam merancang batang tersebut.

Batang yang hanya memikul gaya tarik (batang tarik) secara umum dapat dirancang terhadap penampang melintang yang lebih kecil daripada batang yang memikul gaya tekan (sebut saja batang tekan) yang besar gayanya sama.

Luas penampang melintang batang tarik bergantung langsung pada besar gaya dan tegangan izin bahan yang digunakan, tetapi tidak bergantung pada panjang batang. Untuk batang tarik, luas penampang yang diperlukan = gaya tarik tegangan izin.

Untuk batang tekan, kita harus memperhitungkan adanya kemungkinan runtuhan tekuk (buckling) yang dapat terjadi pada batang panjang yang mengalami gaya tekan. Untuk batang tekan yang panjang, kapasitas pikul beban batang tekan berbading terbalik dengan kuadrat panjang batang.

Apabila batang tekan relatif pendek, dan masih di bawah panjang maksimum tertentu, maka tekuk bukan merupakan masalah sehingga luas penampang melintang hanya bergantung langsung pada besar gaya yang terlibat dan tegangan izin material, dan juga tidak bergantung pada panjang batang tersebut. Implikasi umum mengenai hal ini adalah batang panjang (yang

(27)

mempunyai kemungkinan mengalami tekuk) memerlukan luas penampang melintang lebih besar dari pada yang diperluan oleh batang pendek (yang tidak mempunyai kemungkinan tekuk).

A. Struktur Space Frame

Gambar 2.3 Modul space frame (Sumber: Wikipedia,2008) Space Frame merupakan struktur ruang yang berbentuk seperti rangka.

Konstruksi Space frame merupakan kontruksi ringan yang dibuat dengan bentuk dasar geometrikal yang dikembangkan dalam bentuk tiga dimensional.

Space Frame biasa digunakan sebagai konstruksi pada sistem struktur bagunan bentang lebar. Struktur Space Frame terbuat dari bahan alumunium atau light metal lainnya.

B. Struktur Truss

Truss merupakan sistem struktur yang terdiri dari satu atau lebih triangular units yang saling berhubungan. Terdapat dua jenis Truss yang pertama adalah Plane Truss yang sambungannya berbentuk dua dimensional dan Space Frame yang rangkanya berhubungan dalam satu joint yang berbentuk tiga dimensional.

Beberapa Jenis Truss: Bow string roof truss :

Gambar 2.4 Jenis Truss (Sumber: Wikipedia,2008)

(28)

11 2.4 Sistem Pembebanan

Persyaratan minimum yang digunakan sesuai dengan standar dari SNI 1727:2013 Pembebanan untuk Bangunan. Peraturan ini berisi ketentuan teknis untuk menghitung aksi nominal, definisi tipe aksi, serta faktor beban yang digunakan untuk menghitung besarnya aksi rencana. Pembebnan ini juga dapat digunakan untuk penilaian/evaluasi struktur bangunan yang sudah operasi.

2.4.1 Beban Mati

Beban mati adalah berat seluruh bahan konstruksi bangunan gedung yang terpasang, termasuk dinding, lantai, atap, plafon, tangga, dinding partisi tetap, finishing, klading gedung dan komponen arsitektural dan struktural lainnya serta peralatan layan terpasang lain termasuk berat derek dan sistem pengangkut material. (SNI 1727:2013)

2.4.2 Beban akibat beban sendiri

Berat sendiri adalah berat dari bangunan dan elemen-elemen struktural yang dipikulnya. Berat tersebut termasuk berat material dan bagian bangunan yang ditambah dengan non struktural yang dianggap tetap. (SNI 1727:2013) 2.4.3 Beban hidup

Beban hidup terjadi akibat penghuni dan pengguna suatu bangunan dan beban yang bersifat sementara yang tidak termasuk beban konstruksi dan beban lingkungan, seperti beban angina, beban hujan, beban gempa, beban banjir atau beban mati. (SNI 1727:2013).

2.4.4 Beban Angin

Beban yang bekerja pada suatu struktur, akibat pengaruh struktur yang memblok aliran angin sehingga menjadi tekanan. Beban angin terbagi dua yaitu tekanan angin horizontal dan tekanan angin vertikal. Tekanan angin yang ditentukan pada pasal ini diasumsikan disebabkan oleh angin rencana dengan kecepatan dasar (Vb) sebesar 90 hingga 126 km/jam dan diasumsi terdistribusi secara merata pada permukaan yang terekspos oleh angin (SNI 1725, 2016, p. 56).

2.4.5 Kombinasi Pembebanan

Kombinasi Pembebanan (Menurut SNI 7973 – 2013) Kombinasi beban yang dipakai :

(29)

1. Kombinasi 1 : 1,4D

2. Kombinasi 2 : 1,2D+ 1,6L + 0,5 (Lr atau R) 3. Kombinasi 3 : 1,2D+ 1,6 R + L

4. Kombinasi 4 : 1,2D + 1,6R+ 0,5 W 5. Kombinasi 5 : 1,2D +1,0W + L 0,5R 6. Kombinasi 6 : 0,9D + 1W

2.5 Bambu

Bambu merupakan tanaman yang sudah dikenal luas oleh masyarakat Indonesia. Khususnya bagi penduduk yang tinggal di pedesaan, tanaman bambu menjadi bagian yang tak terpisahkan dengan berbagai kegiatan sehari- hari masyarakat. Bambu banyak dimanfaatkan masyarakat sebagai bahan pembuatan perkakas dapur, bahan pembuatan aneka keperluan pertanian, bahan bangunan, bahan kerajinan dan lain-lain.

Bambu merupakan salah satu jenis rumput-rumputan yang termasuk ke dalam famili Gramineae dan merupakan bagian dari komoditas hasil hutan bukan kayu. Bambu adalah tumbuhan yang batangnya berbentuk buluh, beruas-ruas, berbuku-buku, berongga, mempunyai cabang berimpang dan mempunyai daun buluh yang menonjol. Bambu termasuk suku gramineae yang terbagi atas rimpang, pucuk, buluh, percabangan, daun dan perbungaan (Heyne, 1987)

Bambu sangat baik digunakan sebagai bahan konstruksi/bahan bangunan apabila memilki diameter buluh yang besar, berdinding tebal dan beruas pendek. Bambu berpotensial besar sebagai bahan substitusi kayu karena rumpunan bambu dapat terus berproduksi selama pemanenannya terkendali dan terencana. Bambu memiliki beberapa keunggulan dibanding kayu yaitu memiliki rasio penyusutan yang kecil, dapat dilengkungkan atau memiliki elastisitas dan nilai dekoratif yang tinggi.

Bambu merupakan tanaman cepat tumbuh dan mempunyai daur yang relatif pendek yaitu 3 – 4 tahun sudah bisa dipanen. Bambu sebagai salah satu bahan baku yang mudah dibelah, dibentuk dan mudah pengerjaannya, disamping itu harganya relatif murah dibandingkan bahan baku kayu.

(30)

13 2.5.1 Morfologi Bambu

Tanaman bambu umumnya tumbuh dengan membentuk rumpun, akan tetapi bambu dapat juga hidup secara soliter. Pada jenis-jenis tertentu, bambu memiliki percabangan yang sangat banyak dan membentuk perdu. Ada juga bambu yang memiliki kemampuan memanjat. Bambu yang tergolong besar dan tegak berasal dari spesies Bambusa sp., Dendrocalamus spp. dan Gigantochloa spp. Dalam kondisi normal, pertumbuhan bambu lurus ke atas dan ujung batang melengkung karena menopang berat daun.

Tinggi tanaman bambu berkisar antara 0,3 - 30 m. Dengan diameter batang 0,25 - 25 cm dan ketebalan dindingnya mencapai 25 mm. Batang bambu berbentuk silinder, terdiri dari banyak ruas/buku-buku dan berongga pada setiap ruasnya. Pada saat umur tanaman masih muda batang bambu masih lunak dan diselimuti semacam pelepah mulai dari pangkal hingga ujung batang. Setelah tanaman dewasa batang bambu keras dan pelepah tersebut mengering sehingga lepas satu per satu dari setiap ruas bambu.

Batang bambu terdiri atas dua bagian yaitu : a. Nodia (ruas/buku bambu)

Nodia adalah bagian terlemah terhadap gaya tarik sejajar sumbu batang dari bambu, karena pada nodia sebagain serat bambu berbelok.

Serat yang berbelok ini sebagian menuju sumbu batang, sedang sebagian lain menjauhi sumbu batang, sehingga pada nodia arah gaya tidak lagi sejajar semua serat (Morisco 1999). Secara umun nodia mempunyai kapasitas memikul bahan yang tidak efektif baik dari segi kekuatan ataupun deformasi. Meskipun demikian adanya nodia pada batang bambu mencegah adanya tekuk lokal yang sangat penting dalam perancangan bambu sebagai elemen tekan (kolom).

b. Internodia (antar ruas)

Internodia adalah daerah antar nodia, semua sel yang terdapat pada internodia mengarah pada sumbu aksial, sedang pada nodia mengarah pada sumbu transversal. Tiap-tiap jenis bamboo mempunyai jarak internodia yang berbeda-beda. Bagian internodia adalah bagian yang

(31)

paling kuat dari bambu, sehingga mempunyai kapasitas memikul bahan yang efektif.

2.5.2 Jenis-jenis Bambu (Dyah Ediningtyas, S.Hut, M.Si dan Ir. Victor Winarto, M.Si, 2012)

1. Bambu Apus

Bambu apus (Gigantochloa apus Bl. Ex (Schult.f) Kurz) dikenal juga dengan nama bambu tali, awi tali atau pring tali. Bambu ini umumnya membentuk rumpun rapat. Tinggi bambu apus dapat mencapai 20 m dengan warna batang hijau cerah sampai kekuning- kuningan. Batangnya tidak bercabang di bagian bawah. Diameter batang 2,5 - 15 cm, tebal dinding 3 - 15 mm dan panjang ruas 45 - 65 cm. Panjang batang yang dapat dimanfaatkan antara 3 - 15 m.

Jenis bambu ini diduga berasal dari Burma dan sekarang tersebar luas di seluruh kepulauan Indonesia. Bambu apus umumnya tumbuh di dataran rendah tetapi dapat juga tumbuh di pegunungan sampai ketinggian 1.000 m dpl. Bambu ini diperbanyak dengan rimpang atau potongan buluhnya.

Gambar 2.5 Bambu Apus (Gigantochloa apus Bl. Ex (Schult.f) Kurz) 2. Bambu Ater

Bambu ater (Gigantochloa atter (Hassk) Kurz ex Munro) mempunyai beberapa nama daerah antara lain awi temen, pring jawa, pring legi dan pereng keles. Batang bambu ater berwarna hijau sampai hijau gelap dengan diameter 5 - 10 cm dan tebal dinding batang 8 mm.

Panjang ruasnya antara 40 - 50 cm dan tinggi tanaman mencapai 22 m.

Pelepah batangnya mudah gugur. Ruas-ruas bambu ini tampak rata dengan garis putih melingkar pada bekas perlekatan pelepah buluh.

Jenis bambu ater banyak tumbuh di dataran rendah, tetapi dapat juga tumbuh baik di dataran tinggi pada ketinggian 750 m dpl.

(32)

15 Gambar 2.6 Bambu Ater (Gigantochloa atter (Hassk) Kurz ex Munro) 3. Bambu Andong

Bambu andong (Gigantochloa verticillata (Willd) Munro) atau (Gigantochloa pseudo arundinacea (Steud) Widjaya), dikenal dengan sebutan awi gombong, awi surat atau pring surat. Batang bambu andong berwarna hijau kekuningan dengan garis kuning yang sejajar dengan batangnya. Bambu ini membentuk rumpun tidak terlalu rapat, diameter batangnya sekitar 5 - 13 cm, panjang ruas rata-rata 40 - 60 cm dan ketebalan dinding batangnya 20 mm. Tanaman ini tingginya sekitar 7 - 30 m.

Gambar 2.7 Bambu Andong (Gigantochloa verticillata (Willd) Munro) 4. Bambu Betung

Bambu betung dikenal dengan nama ilmiah (Dendrocalamus asper (Schult. f.) Backer ex Heyne). Mempunyai beberapa nama daerah antara lain awi bitung, pring petung dan pereng petong. Jenis bambu ini mempunyai rumpun yang agak sedikit rapat. Warna batang hijau kekuning-kuningan. Ukurannya lebih besar dan lebih tinggi dari jenis bambu yang lain. Tinggi batang mencapai 20 m dengan diameter batang sampai 20 cm. Ruas bambu betung cukup panjang dan tebal, panjangnya antara 40 - 60 cm dan ketebalan dindingnya 1 - 1,5 cm.

(33)

Gambar 2.8 Bambu Betung (Dendrocalamus asper (Schult. f.) Backer ex Heyne)

5. Bambu Hitam

Bambu hitam (Gigantochloa atroviolacea Widj.) dikenal juga dengan sebutan bambu wulung, pring wulung, pring ireng atau awi hideung. Jenis ini disebut bambu hitam karena warna batangnya hijau kehitam-hitaman atau ungu tua. Rumpun bambu hitam agak jarang.

Pertumbuhannyapun agak lambat. Buluhnya tegak dengan tinggi 20 m.

Panjang ruas-ruasnya 40 - 50 cm, tebal dinding buluhnya 8 mm dan garis tengah buluhnya 6 - 8 cm.

Gambar 2.9 Bambu Hitam (Gigantochloa atroviolacea Widj.) 6. Bambu Talang

Bambu talang (Schizostachyum brachycladum Kurz.) sering juga disebut awi buluh, pereng bulu, buluh nehe, ute wanat atau bulo talang.

Rumpun bambu talang tumbuh rapat. Tinggi batangnya mencapai 15 m dan panjang ruasnya 32 - 50 cm dengan diameter 8 - 10 cm.

Gambar 2.10 Bambu Talang (Schizostachyum brachycladum Kurz.)

(34)

17 Tabel 2.1 Jenis Bambu di Indonesia (Krisdianto dkk, 2005)

Nama Ilmiah Nama Lokal

Bambusa Spinosa Bluemeana Bambu duri, bambu gesing, bambu greng, haur cucuk, pring greng Bambusa Bambos Cruce Bambu duri, pring ori

Bambusa Multiplex Raeusech Awi krisik, bambu cina, pring gendani, pring cendani, bambu pagar

Bambusa Vulgaris Schrad Bambu tutul, jajang gading, awi koneng Dendrocalamus Asper

(Schult, F) Black ex Heyne

Awi betung, bambu petung, deling peting, jajang betung, pring petung Gigantochloa Verticillite

(Willa) Munro

Andong gombong, awi gombong,awi hideung, bambu hitam, pring wulung, pereng sorat

Gigantochloa Nigrociliata (Bues) Kurz

Bambu lengka tali, awi tela, bambu lengka

Gigantochloa Apus Awi tali, bambu tali, deling apus, pring tali, pring apus

Gigantochloa Hasskarlina

(kurz) Back ex Heyne Awi lengka tali, awi tela Phyllostachuhys Aurea Pring unceu, bambu cina

Schizostashyum Blumei Nees Awi bunar, awi tamiyang, pring wuluh, buluh sumpitan

Schizostashyum Zollingeri

(Steud) Kurz Bambu perling, awi cakeutreauk Schizostachy

Branchycladium Kurz Awi bulu Tabel 2.1 Tabel Jenis Bambu di Indonesia

2.5.3 Sifat-Sifat Bambu A. Sifat Fisis Bambu 1. Kadar Air Bambu

Bambu termasuk zat higroskopis, artinya bambu mempunyai afinitas terhadap air,baik dalam bentuk uap maupun cairan. Kayu atau bambu mempunyai kemampuan mengabsorpsi atau desorpsi yang tergantung dari suhu dan kelembaban (I Gusti Lanang Bagus Eratodi, 2017). Menurut ISO 22157:2004 untuk mencari kadar air dalam bambu dapat menggunakan rumus :

(35)

dengan:

𝑀𝐶 = 𝑀 − 𝑀𝑜

𝑀𝑜

× 100%

MC = Kadar air (%)

M = Berat spesimen bambu awal (gram) Mo = Berat spesimen bambu akhir (gram)

2. Berat Jenis Bambu

Bambu mempunyai Berat jenis dan kerapatan, itu merupakan faktor-faktor yang akan menentukan sifat-sifat fisikanya dan mekanika. Berat Jenis bambu wajib untuk diketahui karena semakin besar berat jenis bambu maka kualitas bambu diyakini semakin bagus (I Gusti Lanang Bagus Eratodi, 2017) . Menurut ISO 22157:2004 untuk mencari berat jenis dalam bambu dapat menggunakan rumus :

𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐽𝑒𝑛𝑖𝑠 = 𝑚 𝑥106 𝑉 Dimana :

m = berat spesimen bambu akhir (gram) V = volume (mm3)

B. Sifat Mekanika Bambu (I Gusti Lanang Bagus Eratodi, 2017) antara lain:

1. Kuat tekan

Kekuatan bambu untuk menahan gaya tekan tergantung pada bagian ruas dan bagian antar ruas batang bambu. Kuat tekan dari batang bambu dapat dihitung dengan persamaan 1. Bagian batang tanpa ruas memiliki kuat tekan (8 - 45)% lebih tinggi dari pada batang bambu yang beruas.

dengan:

𝜎𝑡𝑘 = 𝑃

𝐴 (𝑁/𝑚𝑚2)

P = beban maksimum (N) A = luas bidang tekan (mm2)

(36)

19 2. Kuat tarik

Kekuatan bambu untuk menahan gaya tarik tergantung pada bagian batang yang digunakan dan besarnya dihitung dengan persamaan 2.

Bagian ujung memiliki kekuatan terhadap gaya tarik 12% lebih rendah dibanding dengan bagian pangkal.

dengan:

𝜎𝑡𝑟 = 𝑃

𝐴 (𝑁/𝑚𝑚2)

P = beban maksimum (N) A = luas bidang tarik (mm2)

2.6 Analisis Dimensi Batang Tarik dan Tekan

Analisis Dimensi Batang Tarik dan Tekan Dalam menganalisis dimensi batang tekan dan tarik bambu pada “Bangunan Sederhana” dari bambu dilakukan pendekatan dengan menggunakan SNI 7973:2013 “Spesifikasi desain untuk konstruksi kayu”. Hal ini dikarenakan belum adanya peraturan SNI atau ISO mengenai spesifikasi desain bambu. Spesifikasi dari SNI 7973:2013 memberikan persyaratan untuk desain dengan menggunakan metode sebagai berikut;

1. Desain Tegangan Izin (DTI)

2. Desain Faktor Beban Ketahanan (DFBK)

Analisis “Bangunan Sederhana” menggunakan konsep LRFD (Load Resistance Factor Design) dikarenakan konsep LRFD lebih mendekati kondisi sebenarnya. Dalam SNI 7973-2016, LRFD lebih dikenal sebagai DFBK.

Dalam SNI 7973:2016 “Spesifikasi desain untuk konstruksi kayu”

pendesainan dibagi terhadap 6 macam kayu yaitu:

1. Kayu gergajian

2. Kayu glulam struktural

3. Tiang dan pancang kayu bundar 4. I-joist kayu prapabrikasi

5. Kayu komposit struktural 6. Panel kayu struktural

Bambu memiliki penampang berbentuk lingkaran dan seperti tiang sehingga dilakukan pendekatan dengan desain tiang dan pancang kayu bundar, akan tetapi

(37)

dalam desain tiang dan pancang kayu bundar tidak ada desain batang tarik sehingga pendekatan ini hanya berlaku untuk batang tekan sedangkan batang tarik akan dilakukan pendekatan dengan kayu gergajian.

2.6.1 Analisis Desain Batang Tarik

Dalam desain kayu gergajian nilai desain acuan harus dikalikan dengan faktor-faktor koreksi yang ditetapkan di tabel 2.4

Hanya DTI

DTI dan DFBK Hanya DFBK

Faktor Durasi Beban Faktor Layan Basah Faktor Temperatur Faktor Ukuran Faktor Tusukan Faktor Konversi Format Faktor Ketahanan Faktor Efek Waktu

KF ϕ Ft’ =Ft x CD CM Ct CF Ci 2.7 0.8 λ

Tabel 2.2 Keberlakuan faktor koreksi untuk kayu gergajian - Faktor Layan Basa, CM

Nilai desain acuan kayu yang ditetapkan di sini berlaku pada kayu yang akan digunakan pada kondisi layan kering, di mana kadar air tidak melebihi 19%. Untuk kayu yang digunakan pada kondisi dimana kadar air kayu melebihi 19%, untuk periode waktu lama, nilai desain harus dikalikan dengan Faktor layan basah, CM = 1.0

- Faktor Ukuran, CF

Nilai desain lentur, tarik, dan tekan sejajar serat acuan untuk kayu dimensi yang tebalnya 50.8-101.6 mm yang dipilah secara visual harus dikalikan dengan faktor koreksi yang ditetapkan yaitu 1.0

- Faktor Tusukan, Ci

Nilai desain acuan harus dikalikan dengan faktor tusukan, Ci = 0.80 - Faktor Efek Waktu, λ

(38)

21 Faktor efek waktu, λ bervariasi terhadap kombinasi beban dan ditujukan untuk mendapatkan indeks reliabilitas target yang konsisten untuk skenario beban yang direpresentasikan dengan kombinasi beban yang berlaku.

Kombinasi beban yang berlaku dapat dilihat pada tabel berikut:

Kombinasi Beban λ

1.4 (D+F) 0.6

1.2 (D+F) + 1.6 (H) + 0.5 (Lr atau R) 0.6

1.2(D+F)+1.6(L+H)+0.5(Lr atau R) 0.7 apabila L adalah gudang 0.8 apabila L adalah hunian 1.25 apabila L adalah impak 1.2D + 1.6(Lr atau R) atau (L atau 0.8W) 0.8

1.2D + 1.6W + L + 0.5(Lr atau R) 1.0

1.2D + 1.0E + L 1.0

0.9D + 1.6W + 1.6H 1.0

0.9D +1.0E +1.6H 1.0

Tabel 2.3 Faktor efek waktu, λ

2.6.2 Analisis Desain Batang Tekan

Berdasarkan SNI 7973:2016 “Spesifikasi desain untuk konstruksi kayu” dalam mendesain tiang dan pancang kayu bundar kuat tekan harus dikalikan dengan faktor-faktor koreksi yang dapat dilihat pada tabel berikut:

Hanya DTI DTI dan DFBK Hanya DFBK

Faktor Durasi Beban Faktor Temperatur Faktor Kondisi Perlakuan Faktor Stabilitas Kolom Faktor Penampang Kritis Faktor Berbagi Beban Faktor Konversi Format Faktor Ketahanan Faktor Efek Waktu

KF ϕ Fc’ =Fc x CD Ct Cct CP Ccs Cis 2.4 0.9 λ

Tabel 2.4 Keberlakuan faktor koreksi untuk tiang dan pancang kayu bundar (SNI 7973, 2016, p.)

(39)

2

- Faktor Temperatur, Ct

Nilai desain acuan harus dikalikan dengan faktor temperatur, Ct, di dalam tabel 2.2 untuk komponen struktural yang akan mengalami pengeksposan tetap pada temperatur tinggi sampai 65⁰C

Nilai Desain Acuan

Kondisi Kadar Air Layang

Ct

T≤ 38⁰C 38⁰C<T≤ 52⁰C 52⁰C<T≤ 65⁰C

Ft, E, Emin

Basah atau

Kering 1,0 0,9 0,9

Fb, Fv, Fc

danFc⸥

Kering 1,0 0,8 0,7

Basah 1,0 0,7 0,5

Tabel 2.5 Faktor Temperatur, Ct ( SNI 7973, 2016, p.) - Faktor Kondisi Perlakuan, Cct

Nilai desain acuan berdasarkan pada kondisi kering udara. Apabila pengeringan kilang, kondisi pengukusan, atau digunakan boultonizing sebelum diberikan perlakuan maka nilai desain acuan harus dikalikan dengan faktor kondisi perlakuan, Cct

Kering udara

Kering Kilang

Kering Boulton

Pengukusan (normal)

Pengukuran (Marine)

1.0 0.9 0.95 0.8 0.74

Tabel 2.6 Faktor kondisi perlakuan, Cct (SNI 7973, 2016, p.53) - Faktor Stabilitas Kolom, Cp

Dalam SNI 7973:2016 “Spesifikasi desain untuk konstruksi kayu” faktor stabilitas kolom harus dihitung sebagai berikut:

1+( 𝐹𝑐𝐸 )

Cp = 𝐹𝑐∗

2𝑐

1+( 𝐹𝑐𝐸 ) 2

- √[ 𝐹𝑐] −

2𝑐

( 𝐹𝑐𝐸 ) 𝐹𝑐

𝑐

Fc* = nilai desain tekan acuan sejajar serat dikalikan dengan semua faktor koreksi kecuali CP

FcE = 0,822𝐸𝑚𝑖𝑛

𝑙𝑒 𝑑

c = 0,85 untuk pancang dan tiang kayu bundar Dimana:

(40)

23 Emin’ = Emin x Ct x 1.76 x 0.85

Emin = E[1-1.645 COVE] (1.03)/1.66

COVE = 0.15 untuk kayu yang dievaluasi secara mekanis - Faktor Penampang Kritis, Ccs

Faktor penampang kristis, Ccs, harus ditentukan sebagai berikut:

Ccs = 1.0 + 0.013 Lc

Dimana:

Lc = panjang dari ujung pancang terhadap penampang kritis, m

Peningkatan lokasi penampang kritis tidak boleh melampui 10% untuk setiap pancang dan tiang (Ccs ≤ 1.10). faktor penampang kritis, Ccs tidak tergantung ketentuan terhapad kolom tirus dan keduanya diizinkan dipergunakan untuk perhitungan desain (SNI 7973, 2016, p.53).

- Faktor Berbagi Beban, Cis

Faktor ini berlaku untuk tiang pancang majemuk yang dihubungkan dengan kepala pancang dari beton atau gaya ekuivalen terdistribusi pada elemen-elemen sehingga kelompok pancang terdeformasi sebagai elemen tunggal ketika mengalami beban yang dikenakan elemen (SNI 7973, 2016, p.54). Sedangkan konstruksi pada “Bangunan Sederhana” dari bambu diasumsikan kelompok tiang bambu menjadi elemen tunggal. Oleh karena itu, Cis = 1 untuk tiang tunggal.

2.7 Sambungan Bambu

Sambungan yang efektif sangat penting untuk structural integritas konstruksi berbingkai. Bambu karena bentuknya yang bulat, tubular, penyambungan dua atau semakin banyak anggota bambu membutuhkan pendekatan yang berbeda untuk yang diadopsi untuk, katakanlah, kayu solid. Meskipun begitu kekuatan yang relatif tinggi, rentan terhadap bambu menghancurkan, tertama pada ujung terbuka.

Ini juga ditandai dengan kecenderungan untuk berpisah; penggunaan paku, pasak, takik atau tanggam karena itu dapat mengakibatkan pengurangan kekuatan.

Jenis sambungan bambu a. Sambungan tradisional

(41)

Metode sambungan tradisional terutama mengandalkan cambukan atau mengikat, dengan atau tanpa pasak atau pasak. Sendi dasar

Jenisnya adalah:

- Sendi yang disambung : Dua batang (atau lebih) disatukan untuk membentuk lebih panjang anggota.

- Sendi orthogonal : dimana dua atau lebih banyak anggota bertemu atau menyeberang di sudut kanan.

Gambar 2.13 Variasi Sambungan Sendi (Satish Kumar, K. S. Shukla, 2002)

Gambar 2. 14 Sambungan bamboo orthogonal (Satish Kumar, K. S. Shukla, 2002)

- Sendi miring/Siku : Sendi siku terbentuk di mana dua atau lebih anggota bertemu atau menyeberang selain di sudut kanan.

- Melalui persendian : Anggota dengan diameter berbeda dapat digabungkan amelewati yang lebih kecil melalui lubang yang dibor di yang lebih besar.

(42)

25 Gambar 2.15 Sambungan siku dan Persendian

(Satish Kumar, K. S. Shukla, 2002) b. Sambungann Bambu yang lebih Moderen

1. Menggunakan pelat

Gambar 2.16 Gambar Sambungan menggunakan pelat (Satish Kumar, K. S. Shukla, 2002)

2. Sambungan ITCR

Gambar 2.17 Menggunakan ITCR (Satish Kumar, K. S. Shukla, 2002) 3. Arce / Rakitan Gabungan

Gambar 2.18 Menggunakan Rakitan (Satish Kumar, K. S. Shukla, 2002) 4. Sambungan yang saling mengisi

(43)

Gambar 2.19 Sambungan Saling Mengisi (Satish Kumar, K. S. Shukla, 2002) 5. Sambungan Mengunakan DAS

Gambar 2.20 Sambungan Menggunakn DAS (Satish Kumar, K. S. Shukla, 2002)

6. Menggunakan Konektor pin geser Herbert

Gambar 2.21 Menggunakan Konektor pin geser Herbert (Satish Kumar, K. S. Shukla, 2002)

7. Menggunakan Konektor sisipan baja atau plastik

Gambar 2.22 Menggunakan Konektor sisipan baja atau plastik (Satish Kumar, K. S. Shukla, 2002)

2.7.1 Sambungan baut.

Gambar2.23 Jenis Baut Sambungan

(44)

27 Alat sambung baut umumnya difungsikan untuk mendukung beban tegak lurus sumbu panjangnya. Kekuatan sambungan baut ditentukan oleh kuat tumpu kayu, tegangan lentur baut, dan angka kelangsingan (nilai banding antara panjang baut pada kayu utama dengan diameter baut). Ketika angka kelangsingan kecil, baut menjadi sangat kaku dan distribusi tegangan tumpu kayu di bawah baut akan terjadi secara merata. Semakin tinggi angka kelangsingan baut, maka baut mulai mengalami tekuk dan tegangan tumpu kayu terdistribusi secara tidak merata.

Baut umumnya terbuat dari baja lunak (mild steel) dengan kepala berbentuk hexagonal, square, dome, atau flat seperti pada Gambar. Diameter baut berkisar ¼” sampai dengan 1,25 “. Untuk kemudahan pemasangan, lubang baut diberi kelonggaran 1 mm. Alat sambung baut biasanya dipergunakan pada sambungan dua irisan dengan tebal minimum kayu samping 30 mm dan kayu tengah 40 mm dan dilengkapi cincin penutup.

Kekuatan sambungan baut ditentukan oleh:

1. Kuat tumpu kayu 2. Tegangan lentur baut

3. Angka kelangsingan (nilai banding antara panjang baut pd kayu utama dg diameter baut).

Gambar 2.24 Jenis irisan pada sambungan

Tegangan tumpu kayu maksimum terjadi pada bagian samping kayu utama. Berdasarkan jumlah dan susunan kayu yang disambung, jenis sambungan kayu dapat dibedakan atas : Sambungan irisan (menyambungkan dua batang kayu), sambungan dua irisan (menyambungkan tiga batang kayu) dan sambungan empat irisan (menyambungkan lima batang kayu) seperti pada Gambar.

(45)

2.7.2 Analisis Desain Sambungan Baut

Penulis menggunakan sambungan baut pada struktur kayu ini.

Berdasarkan SNI 7973:2013 mendesain sambungan baut pada kayu gergajian dari “Spesifikasi desain untuk konstruksi kayu” dalam mendesain sambungan nilai desain acuan harus dikalikan dengan faktor koreksi pada tabel beriku:

DTI DTI dan DFBK DFBK

Faktor Durasi Beban1 Faktor Layanan Basah Faktor Temperatur Faktor Aksi Kelompok Faktor Geometri3 Fakor Kedalaman Penetrasi3 Faktor Serat Ujung3 Faktor Pelat Logam Samping3 Faktor Diafragma 3 Faktor Ujung Paku3 Faktor Konversi Format Faktor Tahanan Faktor Efek Waktu

KF ɸ Beban Lateral

Pasak Z’ = Z x

(baut, sekrup kunci,

dll)

CD C

M Ct Cg 𝐶 - Ceg - Cdi Ctn 3,3

2 0,6

5 𝜆

Tabel 2.7. Keberlakuan faktor koreksi untuk sambungan baut (SNI 7973:2013) a. Faktor durasi beban, CD

Nilai desain acuan harus dikalikan faktor durasi beban, CD ≤1,6. Pengaruh faktor durasi beban tidak berlaku pada sambungan

b. Faktor Layan Basah, CM

Nilai desain acuan adalah untuk sambungan kayu yang dijaga hingga kadar air 19% atau kurang dan digunakan terus pada keadaan kering,

sebagaimana dalam kebanyakan struktur terlindungi. Untuk periode waktu lama, nilai desain harus dikalikan dengan faktor layan basah 𝐶𝑀 = 1.0

(46)

29 Tipe Pengencang Kadar Air

CM

Saat Fabrikasi Saat Layan Beban Lateral

Pasak (baut, sekrup kunci, sekrup kayu, paku, dan pantek.

≤19% ≤19% 1,0

>19% ≥19% 0,43

Berapapun >19% 0,7

Tabel 2.8. Faktor layan basah (SNI 7973:2013) c. Faktor Temperatur, Ct

Nilai desain acuan harus dikalikan dengan faktor temperatur, 𝐶𝑡, untuk sambungan yang akan terekspos temperatur tinggi terus menerus hingga mencapai 65⁰C.

Pada Kondisi Kelembapan

Layan1

Ct

T ≤ 38⁰C 38⁰C < T ≤ 52⁰C 52⁰C < T ≤ 65⁰C

Kering 1 0,8 0,7

Basah 1 0,7 0,5

Tabel 2.9. Faktor temperatur Ct (SNI 7973:2013) d. Faktor Aksi Kelompok, Cg

Nilai koreksi faktor aksi kelompok, menrurut National Design and Specification (NDS) untuk struktur kayu USA dapat dilihat pada Tabel dibawah ini.

As/A 1

M As Jumlah baut dalam satu baris

0,5

(in2) 2 3 4 5 6 7 8

5 0,98 0,92 0,84 0,75 0,68 0,61 0,55 12 0,99 0,96 0,92 0,87 0,81 0,76 0,70 20 0,99 0,98 0,95 0,91 0,87 0,83 0,78 28 1,00 0,98 0,96 0,93 0,90 0,87 0,83 40 1,00 0,99 0,97 0,95 0,93 0,90 0,87

(47)

64 1,00 0,99 0,98 0,97 0,95 0,93 0,91

1

5 1,00 0,97 0,91 0,85 0,78 0,71 0,64 12 1,00 0,99 0,96 0,93 0,88 0,84 0,79 20 1,00 0,99 0,98 0,95 0,92 0,89 0,86 28 1,00 0,99 0,98 0,97 0,94 0,92 0,89 40 1,00 1,00 0,99 0,98 0,96 0,94 0,92 64 1,00 1,00 0,99 0,98 0,97 0,96 0,95 Tabel 2.10. Faktor aksi kelompok Cg (SNI 7973:2013) e. Faktor Geometri, C𝑫

Faktor koreksi geometri (CD) adalah nilai terkecil dari faktor-faktor geometri harus memenuhi syarat jarak minimum makan nilai CD = 1,00.

 Jarak ujung (Copt = 7.D atau 4.D)

Bila Copt / 2 < C < Copt, Maka C∆ = C/Copt.

 Jarak dalam baris (aopt = 4.D)

Bila 3.D < a < aopt, Maka C∆ = a/aopt.

f. Faktor Serat Ujung, Ceg

Ketika pengencang tipe-pasak dimasukkan pada serat ujung dari komponen struktur utama, dengan sumbu pengencang sejajar serat kayu, niali desain lateral acuan, A, harus dikalikan dengan faktor serat ujung, Ceg = 0,67.

Gambar 2.25 Faktor ujung serat Ceg (SNI 7973:2013) g. Faktor Diafragma, Cdi

Faktor koreksi ini hanya berlaku untuk sambungan rangka kayu dengan plywood seperti pada struktur diafragma atau shearwall (dinding

(48)

31 geser). Ketika paku atau spikes digunakan pada konstruksi diafragma, nilai desain lateral acuan (Z) harus dikalikan dengan faktor diafragma Cdi = 1,1 h. Faktor Paku/Baut Miring, Ctn

Nilai desain lateral acuan (Z) untuk sambungan paku/baut miring harus dikalikan dengan faktor paku/baut miring, Ctn = 0,83.

i. Faktor Konversi Format, KF

Aplikasi Properti 𝑲𝑭

Komponen Struktur

𝐹𝑏 2.54

𝐹𝑡 2.70

𝐹𝑉, 𝐹𝑟𝑡, 𝐹𝑠 2.88

𝐹𝑐 2.40

𝐹𝑐⊥ 1.67

𝐸𝑚𝑖𝑛 1.76

Semua Sambungan (semua nilai desain) 3.32 Tabel 2.11. Faktor Konversi Format, 𝐾𝐹 (Hanya DFBK) (SNI 7973:2013) j. Faktor Ketahanan, ɸ𝑻

Aplikasi Properti Simbol Nilai

Komponen Strukturr

Fb Φb 0,85

Ft Φt 0,80

Fv, Frt, Fs Φv 0,75

Fc, Fc

˔

Φc 0,90

𝐸𝑚𝑖𝑛 Φs 0,85

(49)

Sambungan (semua) Φz 0,65 Tabel 2.12. Faktor Ketahanan, ɸ𝑇 (Hanya DFBK) (SNI 7973:2013) k. Faktor Efek Waktu, λ

Faktor efek waktu, 𝜆 bervariasi terhadap kombinasi beban yang berlaku terdapat pada tabel berikut :

Kombinasi Beban λ

1.4 (D+F) 0.6

1.2 (D+F) + 1.6 (H) + 0.5 (Lr atau R) 0.6

1.2(D+F)+1.6(L+H)+0.5(Lr atau R) 0.7 apabila L adalah gudang 0.8 apabila L adalah hunian 1.25 apabila L adalah impak 1.2D + 1.6(Lr atau R) atau (L atau 0.8W) 0.8

1.2D + 1.6W + L + 0.5(Lr atau R) 1.0

1.2D + 1.0E + L 1.0

0.9D + 1.6W + 1.6H 1.0

0.9D +1.0E +1.6H 1.0

Tabel 2.13. Faktor temperatur, 𝜆 (SNI 7973:2013) - Analisis Sambungan Baut

Nilai desain lateral acuan (Z) harus dikalikan dengan faktor koreksi yang berlaku untuk nilai desain lateral terkoreksi (Z’). Beban yang bekerja pada sambungan (Zu) tidak boleh melampaui nilai desain lateral terkoreksi (Z’) untuk sambungan.

𝑍𝑈 ≤ 𝑍 (2.12)

Keterangan :

𝑍𝑈 = Gaya tarik terfaktor 𝑍 = Tahanan tarik terkoreksi

 Nilai Ragam Kelelehan (Satu Irisan)

(50)

33 Tabel 2.14. Nilai Ragam kelelan 1 irisan (SNI 7973:2013)

 Nilai Ragam Kelelehan (Dua Irisan)

Tabel 2.15. Nilai Ragam kelelan 2 irisan (SNI 7973:2013)

Gambar

Tabel 2.2 Keberlakuan faktor koreksi untuk kayu gergajian  -  Faktor Layan Basa, C M
Tabel 2.4 Keberlakuan faktor koreksi untuk tiang dan pancang kayu bundar  (SNI 7973, 2016, p.)
Tabel 2.7. Keberlakuan faktor koreksi untuk sambungan baut (SNI 7973:2013)  a.  Faktor durasi beban, C D
Tabel C16.2-2 Desain Tegangan Ijin Terhadap Faktor Koreksi  Kekuatan Batas Rata-rata
+7

Referensi

Dokumen terkait

Namun dalam menuju masyarakat kota yang cerdas kendala yang didapatkan di lapangan adalah masih sulitnya masyarakat dalam memberikan informasi berupa laporan terkait permasalahan

 Di kawasan ini merupakan kawasan yang menguntungkan di gunakan untuk kawasan pusat perbelanjaan, karena di kawasan sekitar ada beberapa daerah untuk berbelanja, dan

Berdasarkan penelitian dilapangan, penulis mengamati bahwa kinerja BPD dari kemampuan dan hasil kerja dalam melaksanakan fungsinya yakni Responsivitas BPD yang baik

Berdasarkan hasil penelitain yang telah dila- kukan maka saran yang dapat diberikan adalah : (1) modul yang dikemabangkan harus disusun berda- sarkan karakteristik peserta

tahap analisis ini dilakukan dengan pengumpulan data yang akan digunakan dalam aplikasi pengolahan data karya ilmiah mahasiswa pada IIB Darmajaya adalah

Daging rajungan sebagaimana produk perikanan lainnya, pada perlakuan pemanasan dapat mengalami penurunan skor warna, diduga karena reaksi maillard ( browning ) antara

Tujuan Umum Mengetahui hubungan yang terjadi antara aktivitas fisik dan konsumsi kafein terhadap terjadinya resiko osteoporosis pada lansia di wilayah kerja puskesmas pucang..?. IR

Kegiatan usaha ini berusaha menangkap peluang usaha yan g ada mulai dari  penyediaan bibit tanaman Tin/Ara hingga olahan hasil tanaman, selain itu mini farm ini juga menggunakan