• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tim Editor. Tiny K, Mulhy, Risma, Rosni, Henri JURUSAN PENDIDIKAN SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Tim Editor. Tiny K, Mulhy, Risma, Rosni, Henri JURUSAN PENDIDIKAN SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR"

Copied!
135
0
0

Teks penuh

(1)

Tim Editor

Tiny K, Mulhy, Risma, Rosni, Henri

JURUSAN PENDIDIKAN SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR TAHUN AKADEMIK 2013-2014

(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT berkah hidayahnya, taufik, dan hikma-nya, penulis dapat menyelesaikan tulisan ini sebagai salah satu tugas mata kuliah Sosiologi Kependudukan.

Penulis menghatarkan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada Ayahanda Bapak H. Supriadi Torro., S.Pd.,M.Si Selaku dosen pembimbing mata kuliah ini dan berkat doa tulusnya, penulis mendapatkan kemudahan dalam menyelesaikan tugas Akademik tepat waktunya.

Kami tak lupa pula mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan baik moril maupun material hingga tulisan ini dapat diselesaikan.

Semoga Allah SWT berkenang menilai segala kebajikan sebagai amal jariah, memberikan rahmat dan pahala-Nya dalam menyelesaikan tulisan ini.

Diharapkan Makalah ini dapat memberikan informasi kepada kita semua tentang Citra Guru Profesional. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridohai segala usaha kita. Amin.

Makassar, Januari 2014

Tim Editor

(3)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...i DAFTAR ISI...ii

BAB I

PANDANGAN AHLI TENTANG KEPENDUDUKAN...1 BAB II

GAGASAN THOMAS MALTHUS TENTANG

KEPENDUDUKAN...12 BAB III

SOSIOLOGI KELAHIRAN...27 BAB IV

SOSIOLOGI KEMATIAN...53 BAB V

KEBIJAKAN KEPENDUDUKAN DARI WAKTU

KEWAKTU...74 BAB VI

KELUARGA BERENCANA DAN ALAT

KONTRASEPSI...101 BAB VII

PROSPEK LEMBAGA KEPENDUDUKAN DI ERA

OTONOMI DAERAH...127

(4)

BAB I

PANDANGAN PARA AHLI SOSIOLOGI TENTANG TEORI KEPENDUDUKAN

O L E H :

KELOMPOK V

IKE PUSPITA ARNADA 106704033 MARWINTANG 106704020 RISMAWATI AMIN 106704015

ASLINDAH 106704050

ARMIATI 106704008

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR

(5)

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

Penduduk adalah sekelompok manusia yang hidup bersama dalam satu wilayah tertentu yang relative lama dan pertumbuhan pertambahan penduduknya dapat dipengaruhi oleh angka kelahiran dan usia hidup manusian itu sendiri dan juga dapat ditunjang dengan adanya mobilitas social dan perkawinan yang terjadi yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat dalam wilayah tersebut.( Horton, Paul B. 1984)

Berbicara tentang masalah kependudukan maka orang yang pertama mengemukakan tentang teori kependudukan adalah seorang pendeta dan juga ahli politik ekonomi bangsa inggris yaitu Thomas Malthus yang pertama menerbitkan buku tentang teori kependudukan dengan judul bukunya yaitu β€œEssay On The Principle Of Population”

pada tahun 1978. Dimana dalam buku itu Malthus mengemukakan dua pokok pendapatnya yaitu:

1) Bahan makanan adalah penting untuk kehidupan manusia 2) Nafsu manusia tak dapat ditahan

Pendapat lain juga yang dikemukakan oleh Malthus bahwa pertumbuhan penduduk lebih cepat dibanding dengan bahan makanan yang sangat berpengaruh terhadap kehidupan manusia dan apa bila pertumbuhan penduduk lebih cepat di banding makanan maka akan sangat berakibat buruk bagi manusia dalam hal pemenuhan kebutuhannya.

Toeri yang dikemukakan oleh Malthus disini sangat berbeda dengan teori- toeri yang dikemukakan oleh ahli – ahli sesudah Malthus yaitu Kalr Marx dan Friedrich Engels,John Stuart Mill,Arsene Dumont,dan Emile Durkheim yang sangat tidak sepakat dengan teori Malthus yang secara tidak langsung ingin membatasi jumlah kelahiran yang sangat bertentang dengan hati nurani setiap manusia manusia. Ahli-ahli setelah Malthus berpendapat bahwa pembatasan terhadap jumlah kelahiran manusia sangat tidak manusiawi.

2. Pengertian Kependudukan

Demografi berasal dari kata Yunani demos – penduduk dan Grafien – tulisan atau dapat diartikan tulisan tentang kependudukan adalah studi ilmiah tentang jumlah, persebaran dan komposisi kependudukan serta bagaimana ketiga faktor tersebut berubah dari waktu ke waktu. studi kependudukan mempelajari secara sistematis perkembangan,

(6)

fenomena dan masalah-masalah penduduk dalam kaitannya dengan situasi sosial di sekitarnya.( Mantra,Ida Bagoes.2003)

Dalam mempelajari demografi tiga komponen terpenting yang perlu selalu kita perhatikan, cacah kelahiran (fertilitas), kematian (mortalitas) dan migrasi. Sedangkan dua faktor penunjang lainnya yang penting ialah mobilitas sosial dan tingkat perkawinan.

Ketiga komponen pokok dan dua faktor penunjang kemudian digunakan sebagai variabel (perubah) yang dapat menerangkan hal ihwal tentang jumlah dan distribusi penduduk pada tempat tertentu, tentang pertumbuhan masa lampau dan persebarannya. Tentang hubungan antara perkembangan penduduk dengan berbagai variabel (perubah) sosial, dan tentang prediksi pertumbuhan penduduak di masa mendatang dan berbagai kemungkinan akibat-akibatnya.

Berbagai macam informasi tentang kependudukan sangat berguna bagi berbagai pihak di dalam masyarakat.Bagi pemerintah informasi tentang kependudukan sangat membantu di dalam menyusun perencanaan baik untuk pendidikan, perpajakan, kesejahteraan, pertanian, pembuatan jalan-jalan atau bidang-bidang lainnya. Bagi sektor swasta informasi tentang kependudukan juga tidak kalah pentingnya. Para pengusaha industri dapat menggunakan informasi tentang kependudukan untuk perencanaan produksi dan pemasaran. (Wirosunarjo,Kartomo dan Eko Ganiator)

3. Aliran Marxist (Karl Marx dan Fried Engels)

Aliran ini tidak sependapat dengan Malthus (bila penduduk tidak dibatasi penduduk akan kekurangan makanan). Karl Marx dan Friedrich Engels (1834) adalah generasi sesudah Maltus. Paham Marxist umumnya tidak setuju dengan pandangan Maltus, karena menurutnya paham Maltus bertentangan dengan nurani manusia.Dasar Pegangan Marxist adalah beranjak dari pengalaman bahwa manusia sepanjang sejarah akan dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman. Beda pandangan Marxist dan Maltus adalah pada β€œNatural Resource” tidak bisa dikembangkan atau mengimbangi kecepatan pertumbuhan penduduk.Menurut Marxist tekanan penduduk di suatu negara bukanlah tekanan penduduk terhadap bahan makanan, tetapi tekanan terhadap kesempatan kerja (misalnya di negara kapitalis). Marxist juga berpendapat bahwa semakin banyak jumlah manusia semakin tinggi produk yang dihasilkan, jadi dengan demikian tidak perlu diadakan pembatasan penduduk.

Pendapat Aliran Marxist yaitu:

(7)

1) Populasi manusia tidak menekan makanan, tapi mempengaruhi kesempatan kerja.

2) Kemeralatan bukan terjadi karena cepatnya pertumbuhan penduduk, tapi karena kaum kapitalis mengambil sebagian hak para buruh

3) Semakin tinggi tingkat populasi manusia, semakin tinggi produktifitasnya, jika teknologi tidak menggantikan tenaga manusia sehingga tidak perlu menekan jumlah kelahirannya, ini berarti ia menolak teori Malthus tentang moral restraint untuk menekan angka kelahiran.

Menurut Marx, kemelaratan terjadi bukan disebabkan karena pertumbuhan penduduk yang terlalu cepat, tetapi karena kesalahan masyarakat itu sendiri seperti yang terdapat pada negara-negara kapitalis. Kaum kapitalis akan mengambil sebagian pendapatan dari buruh sehingga menyebabkan kemelaratan buruh tersebut.

Marx juga mengatakan bahwa, kaum kapitalis membeli mesin-mesin untuk menggantikan pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan oleh kaum buruh. Jadi penduduk yang melarat bukan disebabkan karena kekurangan bahan pangan, akan tetapi karena kaum kapitalis mengambil sebagian dari pendapatan kaum buruh yang dihasilkan. Jadi, menurut Marx dan Engels sistem kapitalis yang meneyebabkan kemelaratan tersebut, dimana kaum pemilik modal menguasai alat-alat produksi. Maka menurut Marx untuk mengatasi hal-hal tersebut maka struktur masyarakat harus diubah dari sistim kapitalis menjadi sistim sosialis.

Menurut Marx dalam sistem sosialis alat-alat produksi di kuasai oleh buruh, sehingga gaji buruh tidak akan terpotong. Buruh akan menikmati seluruh hasil kerja mereka dan oleh karena itu masalah kemelaratan akan dapat dihapuskan. Marx juga mengatakan bahwa semakin banyak jumlah manusia, semakin tinggi hasil produktivitasnya, jadi tidak perlu diadakan pembatasan pertumbuhan penduduk. Marx dan Engel menentang usaha-usaha moral restraint yang dicetuskan oleh Malthus.

Dalam hal ini pendapat Marx banyak yang menganutnya seperti halnya dengan Malthus. Setelah Perang Dunia II dunia dibagi menjadi tiga kelompok; pertama, negara- negara kapitalis yang umumnya cenderung membenarkan teori Malthus seperti Amerika Serikat, Ingris, Prancis, Australia, Canada, dan Amerika latin; kedua, negara yang menganut sistem sosial, seperti Uni Soviet, negara-negara Eropa Timur, Republik Rakyat Cina, Korea Utara dan Vietnam; ketiga, negara-negara nonblok seperti India, Mesir dan Indonesia.

(8)

Beberapa kritik yang telah dilontarkan terhadat teori Marx ini diantaranya adalah sebagai berikut: Marx menyatakan bahwa hukum kependudukan di negara sosialis merupakan antithesa hukum kependudukan di negara kapitalis. Menurut hukum ini apabila di negara kapitalis tingkat kelahiran dan tingkat kematian sama-sama rendah maka di negara sosialis akan terjadi kebalikannya yaitu tingkat kelahiran dan tingkat kematian sama-sama tinggi. Namun kenyatanya tidaklah demikian, tingakat pertumbuhan penduduk di negara Uni Soviet hampir sama dengan negara-negara maju yang sebagian besar merupakan negara kapitalis.(Novi hariyanti.2012)

4. Aliran Kontenporer a. John Stuart Mill

John Stuart Mill, seorang ahli filsafat dan ahli ekonomi berkebangsaan Inggris yang dapat menerima pendapat Malthus mengenai laju pertumbuhan penduduk melampaui laju pertumbuhan bahan makanan sebagai suatu aksioma. Namun demikian dia berpendapat bahwa pada situasi tertentu manusia dapat mempengaruhi perilaku demografinya.

Selanjutnya ia mengatakan apabila produktivitas seorang tinggi ia cenderung ingin memiliki keluarga kecil. Dalam situasi seperti ini fertilitas akan rendah. Jadi taraf hidup (standard of living) merupakan determinan fertilitas. Tidaklah benar bahwa kemiskinan tidak dapat dihindarkan (seperti dikatakn Malthus) atau kemiskinan itu disebabkan karena sistem kapitalis (seperti pendapat Marx) dengan mengatakan β€œThe niggardline of nature, not the injustice of society is the cause of the penalty attached to everpopulation (Week, 1992). Kalau suatu waktu di suatu wilayah terjadi kekurangan bahan makanan, maka keadaan ini hanyalah bersifat sementara saja. Pemecahannya ada dua kemungkinan yaitu : mengimpor bahan makanan, atau memindahkan sebagian penduduk wilayah tersebut ke wilayah lain.

Memperhatikan bahwa tinggi rendahnya tingkat kelahirann ditentukan oleh manusia itu sendiri, maka Mill menyarankan untuk meningkatkan tingkat golongan yang tidak mampu. Dengan meningkatnya pendidikan penduduk maka secara rasional mereka mempertimbangkan perlu tidaknya menambah jumlah anak sesuai dengan karier dan usaha yang ada. Di sampan itu Mill berpendapat bahwa umumnya perempuan tidak menghendaki anak yang banyak, dan apabila kehendak mereka diperhatikan maka tingkat kelahiran akan rendah.

(9)

b. Arsene Dumont

Arsene Dumont seorang ahli demogrfi bangsa Perancis yang hidup pada akhir abad ke-19. Pada tahun 1980 dia menulis sebuah artikel berjudul Depopulation et Civilization. Ia melancarkan teori penduduk baru yang disebut dengan teori kapilaritas sosial (theory of social capilarity). Kapilaritas sosial mengacu kepada keinginan seseorang untuk mencapai kedudukan yang tinggi di masyarakat, misalnya: seorang ayah selalu mengharapkan dan berusaha agar anaknya memperoleh kedudukan sosial ekonomi yang tinggi melebihi apa yang dia sendiri telah mencapainya. Untuk dapat mencapai kedudukan yang tinggi dalam masyarakat, keluarga yang besar merupakan beban yang berat dan perintang. Konsep ini dibuat berdasarkan atas analogi bahwa cairan akan naik pada sebuah pipa kapiler.

Teori kapilaritas sosial dapat berkembang dengan baik pada negara demokrasi, dimana tiap-tiap individu mempunyai kebebasan untuk mencapai kedudukan yang tinggi di masyarakat. Di negara Perancis pada abad ke-19 misalnya, dimana system demokrasi sangat baik, tiap-tiap orang berlomba mencapai kedudukan yang tinggi dan sebagai akibatnya angka kelahiran turun dengan cepat. Di negara sosialis dimana tidak ada kebebasan untuk mencapai kedudukan yang tinggi di masyarakat, system kapilaritas sosial tidak dapat berjalan dengan baik.

c. Emile Durkheim

Emile Durkheim adalah seorang ahli sosiologis Perancis yang hidup pada akhir abad ke-19. Apabila Dumont menekankan perhatiannya pada faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan penduduk, maka Durkheim menekankan perhatiannya pada keadaan akibat dari adanya pertumbuhan penduduk yang tinggi (Weeks, 1992). Ia mengatakan, akibat dari tingginya pertumbuhan penduduk, akan timbul persaingan diantara penduduk untuk dapat mempertahankan hidup. Dalam memenangkan persaingan tiap-tiap orang berusaha untuk meningkatkan pendidikan dan keterampilan, dan mengambil spesialisasi tertentu, keadaan seperti ini jelas terlihat pada kehidupan masyarakat perkotaan dengan kehidupan yang kompleks.

Apabila dibandingkan antara kehidupan masyarakat tradisional dan masyarakat perkotaan, akan terlihat bahwa pada masyarakat tradisional tidak terjadi persaingan dalam memperoleh pekerjaan, tetapi pada masyarakat industri akan terjadi sebaliknya.

Hal ini disebabkan ada masyarakat industri tingkat pertumbuhan dan kepadatan

(10)

penduduknya tinggi. Tesis dari Durkheim ini didasarkan atas teori evolusi dari Darwin dan juga pemikiran dari Ibn Khaldun. (Novi hariyanti.2012)

5. Kritikan Terhadap Teori Kependudukan

Menurut saya pendapat yang dikemukakan oleh aliran marxis yang mengatakan bahwa paham Maltus bertentangan dengan nurani manusia kurang tepat karena walaupun manusia berdasarkan pengalaman sepanjang sejarah akan dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman namun ketika jumlah penduduk tidak dibatasi dan tidak terkontrol, maka akan terjadi ledakan jumlah penduduk dan jumlah persediaan bahan makanan tidak akan mampu memenuhi itu semua. Jika sudah terjadi seperti itu tingkat kriminalitas dan premanisme akan meningkat akibat dari faktor perebutan makanan. Banyaknya orang yang menjadi pengangguran menjadi faktor pendorong yang sangat besar untuk seseorang berbuat kriminalitas dan premanisme demi untuk memenuhi kebutuhan pangan mereka masing-masing.

Menurut pendapat saya dalam aliran kontenporer setuju akan adanya pembatasan jumlah penduduk karna pertumbuhan penduduk yang meningkat dapat berpengaruh terhadap persedian bahan makanan seperti yang dikemukakan oleh malhtus dan juga akan berpengaruh terhadap tingkat persaingan dalam mendapatkan kedudukan dan persaingan dalam mempertahankan hidup. Akan tetapi dengan membatasi tingkat kelahiran atau pertambahan jumlah penduduk secara tidak langsung sudah melanggar hak asasi manusia yang mana sangat tidak sesuai dengan hati nurani yang pada dasarnya ingin mempunyai banyak keturunan.

DAFTAR PUSTAKA

Hariyanti, Novi .2012 dalam jurnal Teori Kependudukan

Horton, Paul B. 1984. Sosiologi, Jakarta: Erlangga

Mantra,Ida Bagoes.2003.Demografi Umum.Yokyakarta:Pustaka Pelajar

Wirosunarjo,Kartomo dan Eko Ganiator.1966 ”kebijakan Kependudukan”dalam Dasar- dasar Demografi.Jakarta:Lembaga Demografi

(11)

NAMA : MARWINTANG

NIM : 106704020

TTL : selayar, 11 juli 1992

ASAL DAERAH : SELAYAR

ALAMAT : jl. Btn nusa indah blok d6/ 1

NAMA : IKE PUSPITA ARNADA

NIM : 106704033

TTL : soppeng, 13september 1993

ASAL DAERAH : makassar

ALAMAT : jl. Kompleks permata sari b VI/3

NAMA : rismawati a

NIM : 106704015

TTL : Makassar, 26 juni 1990

ASAL DAERAH : makassar

ALAMAT : manuruki VII no. 12

BIODATA KELOMPOK

(12)

NAMA : ASLINDAH

NIM : 106704050

TTL : watampone, 14 oktober 1991

ASAL DAERAH : BONE

ALAMAT : jl.. kodam 3 paccerakkang

NAMA : ARMIATI

NIM : 106704008

TTL : takalar, 27 september 1990

ASAL DAERAH : TAKALAR

ALAMAT : jl. Wijaya kusuma raya no. 35

(13)

BAB II

GAGASAN TEORI MALTHUS TENTANG KEPENDUDUKAN

O L E H :

KELOMPOK I

NURUL AMALIAH 106704042 ISMAWATI 106704035 NURSINAR 106704027 MEGAWATI 106704045

HENRI 106704032

RENDI KAESAR 106704021

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR

(14)

A. PENDAHULUAN

Tingginya laju pertumbuhan penduduk di beberapa bagian di dunia ini menyebabkan jumlah penduduk meningkat dengan cepat. Di beberapa bagian di dunia ini telah terjadi kemiskinan dan kekurangan pangan. Fenomena ini menggelisahkan para ahli dan masing-masing dari mereka berusaha mencari faktor- faktor yang menyebabkan kemiskinan tersebut.

Pada masa pencerahan di Eropa seorang pendeta berkebangsaan Inggris Thomas Robert Malthus (1748-1834) mengembangkan sebuah pemikiran tentang dampak jumlah penduduk yang tidak terkendali bagi kehidupan umat manusia. Teori Malthus tentang kependudukan melihat bahwa perkembangan jumlah manusia lebih cepat dibandingkan perkembangan jumlah makanan, oleh karena itu untuk mencegah kepadatan penduduk yang akhirnya akan menyebabkan kemiskinan dan kemelaratan maka Malthus mengungkapkan bahwa harus dilakukan pembatasan jumlah penduduk yang dapat dilakukan dengan dua cara yaitu preventive check dan positive check.

Teori kependudukan Malthus ini banyak diadopsi oleh Negara-negara maju seperti Jepang, Inggris, Jerman, Amerika dan lain-lain. Di Indonesia sendiri pembatasan jumlah penduduk juga dilakukan dengan adanya kebijakan Keluarga Berencana (KB) dan juga disarankannya penggunaan alat-alat kontrasepsi seperti kondom, hal ini tentu sejalan dengan pemikiran Malthus namun ada beberapa hal dari cara-cara pembatasan penduduk tersebut yang tidak bisa diterapkan di Indonesia dan juga Negara-negara lain yang sangat menjunjung tinggi nilai-nilai agama, moral serta Hak Asasi Manusia (HAM) seperti aborsi dan pelegalan hubungan sesama jenis.

Selain aliran Malthusian juga berkembang aliran Neo-malthusian. Aliran ini memiliki konsep dasar dengan aliran Malthusian yaitu mereka percaya bahwa pertumbuhan penduduk pasti akan terjadi dan berdampak negatif pada manusia. Dua ilmuan yang mendukung aliran Neo-Malthusian yaitu Paul Ehrlich dan Garrett Hardin mengungkapkan tentang hubungan penduduk dunia dan kondisi lingkungan.

Teori Malthus kemudian mendapatkan kritikan dari ilmuan-ilmuan lainnya.

Kelompok Anti-Malthusian ini mengkritik ide-ide yang dikemukakan oleh Malthus salah satunya yaitu Malthus yang tidak setujudengan undang-undang kemiskinan (poor laws) karena tidak mempertimbangkan faktor ekonomi dan faktor demografi. Selain itu sikap pesimis dari Malthus ini juga dianggap tidak mempertimbangkan revolusi pertanian serta kemajuan teknologi komunikasi dan transportasi.

(15)

B. RUMUSAN TEORITIS MALTHUS

Pdt. Thomas Robert Malthus, FRS (lahir di Surrey, Inggris, 13 Februari1766 – meninggal di Haileybury, Hertford, Inggris, 23 Desember1834 pada umur 68 tahun), yang biasanya dikenal sebagai Thomas Malthus, meskipun ia lebih suka dipanggil "Robert Malthus", adalah seorang pakar demografiInggris dan ekonom politk yang paling terkenal karena pandangannya yang pesimistik namun sangat berpengaruh tentang pertambahan penduduk. Malthus dilahirkan dalam sebuah keluarga yang kaya. Ayahnya, Daniel, adalah sahabat pribadi filsuf dan skeptik David Hume dan kenalan dari Jean-Jacques Rousseau. Malthus muda dididik di rumah hingga ia diterima di Jesus College, Cambridge pada 1784. Di sana ia belajar banyak pokok pelajaran dan memperoleh penghargaan dalam deklamasi Inggris, bahasa Latin dan Yunani. Mata pelajaran utamanya adalah matematika. Ia memperoleh gelar magister pada 1791 dan terpilih menjadi fellow dari Jesus College dua tahun kemudian Pada tahun 1793 ia menjadi pengikut Jesus College dan asisten pendeta gereja Okewood sebuah biara atau kapel di Wotton. Saat ia bekerja di Wotton Malthus terlibat perdebatan sengit dengan ayahnya tentang kemampuan meningkatkan kekayaan ekonomi oleh orang-orang sudah lanjut.

Ayahnya berpendapat bahwa hal itu mungkin namun Malthus tetap skeptis. Perselisihan ini mendorong Malthus untuk membaca dan kemudian membuat beberapa tulisan tentang topik tersebut. Hasilnya adalah Essay on Population yang pertama kali diterbitkan tahun 1798.

Malthus menikah pada 1804 ia dan istrinya mempunyai tiga orang anak. Pada 1805 ia menjadi profesor Britania pertama dalam bidang ekonomi politik di East India Company College di Haileybury di Hertfordshire. Siswa-siswanya menyapanya dengan sebutan kesayangan "Pop" (yang dapat berarti "papa") "Populasi" Malthus. Pada 1818, ia terpilih menjadi Fellow dari Perhimpunan Kerajaan.

Esai tentang populasi yang dibuat Malthus ini tak lama kemudian menjadi terkenal, dan pada tahun 1805 ia mendapatkan pekerjaan sebagai Profesor Sejarah, Politik, Perdagangan dan Keuangan di New East India College dekat kota London. Perguruan tinggi ini terutama melatih para pengusaha dari Perusahaan Hindia Timur yang akan menduduki jabatan administratif di India. Posisi Malthus membuat dirinya sebagai salah seorang ahli ekonomi akademik yang pertama.

(16)

Sesudah Adam Smith, Thomas Malthus dianggap sebagai pemikir klasik yang sangat berjasa dalam pengembangan pemikiran-pemikiran ekonomi. Malthus menimba pendidikan di St. Johnβ€ŸsCollege, Cambridge, Inggris dan kemudian melanjutkan ke EastIndiaCollege. Sewaktu ia diangkat sebagai dosen pada EastIndiaCollege, untuk pertama kalinya ekonomi politik (political economy) diakui sebagai disiplin ilmu tersendiri.

Pemikiran-pemikiriannya tentang ekonomi politik dapat diikuti dari: Principles of Political Economy (1820) dan Definitions of Political Economy (1827). Selain itu, buku- buku lain yang ditulis Malthus cukup banyak, antara lain: Essay on the Principle of Population as it Affects the Future Improvement of Society (1798); dan An Inquiry into the Nature and Progress of Rent (1815).(Budi:2013)

Kelebihan penduduk (over population theory) yang dicetuskan oleh Thomas Robert Malthus mengembangkan pemikiran yang sudah dikembangkan oleh ayahnya, Daniel Malthus, mengenai hubungan antara penduduk dan pangan, diterbitkan pertama kali sebagai Essay on the Principle of Population (1798).

Tiga proposisi besar T.R. Malthus:

1. Penduduk dibatasi oleh sumber-sumber subsistensi/pangan.

2. Penduduk dengan sendirinya akan meningkat kalau sumber-sumber subsistensi meningkat, kecuali kalau ada penghambat.

3. Penghambat tersebut, dan penghambat yang menekan kekuatan perkembangan penduduk, serta penahan dampaknya pada tingkat subsistensi, semuanya dapat dipecahkan melalui ketahanan moral, kejahatan, dan kesengsaraan.

Pendapat Malthus yang terkenal: kalau tidak ada halangan maka penduduk akan tumbuh menurut deret ukur sedangkan sumber-sumber pangan hanya akan berkembang menurut deret hitung.Pemikiran pada jaman Malthus: diminishing returns (keadaan hasil yang makin berkurang) dari tanah, dalam keadaan statis (ceteris paribus).

Pandangan Malthus:

1. Selama sumber-sumber subsistensi jauh melebihi kebutuhan penduduk maka penduduk akan berkembang cepat untuk mencapai keseimbangan dengan sumbersumber subsistensi yang ada.

2. Kalau sumber-sumber subsistensi ditingkatkan maka penduduk dapat tumbuh lebih cepat lagi.

(17)

Teori Kependudukan Thomas Robert Malthus Dalam bukunya Deliarnov (2005), memaparkan bahwa Malthus dalam bukunya yang berjudul principles of population menyebutkan bahwa perkembangan manusia lebih cepat di bandingkan dengan produksi hasil-hasil pertanian untuk memenuhi kebutuhan manusia. Malthus salah satu orang yang pesimis terhadap masa depan manusia. Hal itu didasari dari kenyataan bahwa lahan pertanian sebagai salah satu faktor produksi utama jumlahnya tetap. Kendati pemakaiannya untuk produksi pertanian bisa ditingkatkan, peningkatannya tidak akan seberapa. Di lain pihak justru lahan pertanian akan semakin berkurang keberadaanya karena digunakan untuk membangun perumahan, pabrik- pabrik serta infrastruktur yang lainnya. Karena perkembangannya yang jauh lebih cepat dari pada pertumbuhan hasil produksi pertanian, maka Malthus meramal akan terjadi malapetaka terhadap kehidupan manusia. Malapetaka tersebut timbul karena adanya tekanan penduduk tersebut. Sementara keberadaan lahan semakin berkurang karena pembangunan berbagai infrastruktur. Akibatnya akan terjadi bahaya pangan bagi manusia. Salah satu saran Malthus agar manusia terhindar dari malapetaka karena adanya kekurangan bahan makanan adalah dengan kontrol atau pengawasan atas pertumbuhan penduduk. Pengawasan tersebut bisa dilakukan oleh pemerintah yang berwenang dengan berbagai kebijakan misalnya saja dengan program keluarga berencana. Dengan adanya pengawasan tersebut diharapkan dapat menekan laju pertumbuhan penduduk, sehingga bahaya kerawanan pangan dapat teratasi.

Kebijakan lain yang dapat diterapkan adalah dengan menunda usia kawin sehingga dapat mengurangi jumlah anak. Dalam bukunya Michael Todaro (1995) Malthus berpendapat bahwa pada umumnya penduduk suatu negara mempunyai kecenderungan untuk bertambah menurut suatu deret ukur yang akan berlipat ganda tiap 30-40 tahun. Pada saat yang sama karena adanya ketentuan pertambahan hasil yang semakin berkurang (deminishing return) dari suatu faktor produksi yang jumlahnya tetap maka persediaan pangan hanya akan meningkat menurut deret hitung.

Hal ini karena setiap anggota masyarakat akan memiliki lahan pertanian yang semakin sempit, maka kontribusi marjinalnya atas produksi pangan akan semakin menurun. Dari pernyataan Malthus tersebut dapat dijelaskan bahwa pertumbuhan pangan yang ada tidak akan dapat memenuhi kebutuhan hidup seluruh manusia karena keterbatasan lahan pertanian. Akan tetapi disini Malthus melupakan hal yang paling penting yaitu kemajuan teknologi. Dengan adanya teknologi maka dapat

(18)

meningkatkan produktivitas pangan. Tapi sekarang ini masalah yang sedang dihadapi adalah semakin banyaknya alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian, sehingga walaupun teknologi yang digunakan sudah cukup maju tapi dengan lahan yang semakin berkurang maka produktivitas juga mulai terganggu.

Namun Teori yang dikemukakan Malthus terdapat beberapa kelemahan antara lain:

ο‚· Malthus tidak yakin akan hasil preventive cheks.

ο‚· Ia tak yakin bahwa ilmu pengetahan dapat mempertinggi produksi bahan makanan dengan cepat.

ο‚· Ia tak menyukai adanya orang-orang miskin menjadi beban orang-orang kaya

ο‚· Ia tak membenarkan bahwa perkembangan kota-kota merugikan bagi kesehatan dan moral dari orang-orang dan mengurangi kekuatan dari Negara. (Rajagukguk:

2007)

C. PEMBATASAN PERTUMBUHAN PENDUDUK

Pada permulaan tahun 1798 lewat karangannya yang berjudul: β€œEssai on Principle of Populations as it Affect the Future Improvement of Society, with Remarks on the Specculations of Mr. Godwin, M.Condorcet, and Other Writers”, Malthus menyatakan bahwa penduduk (seperti juga tumbuhan dan binatang) apabila tidak ada pembatasan, akan berkembang biak dengan cepat dan memenuhi dengan cepat beberapa bagian dari permukaan bumi ini. Tingginya pertumbuhan penduduk ini disebabkan karena hubungan kelamin antar laki-laki dan perempuan tidak bisa dihentikan. Disamping itu Malthus berpendapat bahwa untuk hidup manusia memerlukan bahan makanan, sedangkan laju pertumbuhan bahan makanan jauh lebih lambat dibandingkan dengan laju pertumbuhan penduduk. Apabila tidak diadakan pembatasan terhadap pertumbuhan penduduk, maka manusia akan mengalami kekurangan bahan makanan. Inilah sumber dari kemelaratan dan kemiskinan manusia.

Untuk dapat keluar dari permasalah kekurangan pangan tersebut, pertumbuhan penduduk harus dibatasi. Menurut Malthus pembatasan tersebut dapat dilaksanakan dengan dua cara yaitu Preventive Checks, dan Positive Checks. Preventive Checksadalah pengurangan penduduk melalui kelahiran. Positive Checks adalah pengurangan penduduk melalui proses kematian. Apabila di suatu wilayah jumlah penduduk melebihi jumlah persediaan bahan pangan, maka tingkat kematian akan meningkat mengakibatkan

(19)

terjadinya kelaparan, wabah penyakit dan lain sebagainya. Proses ini akan terus berlangsung sampai jumlah penduduk seimbang dengan persediaan bahan pangan.

(Mantra:2003) Contoh:

Ledakan penduduk (population boom) di kolon baru Eropa, Amerika Utara, yang tanahnya sangat luas dan kaya akan sumber-sumber alam. Penduduk berkembang dengan amat pesat, menjadi tiga kali lipat dalam dua (2) abad, 111 juta orang pada tahun 1650 menjadi 330 juta orang pada tahun 1850.

1. Preventive check

Preventive check adalah pengurangan penduduk melalui penekanan kelahiran.

Preventive check timbul karena kemampuan penalaran manusia sehingga dapat meramalkan akibat-akibat yang akan terjadi di kemudian hari. Preventive check dibagi menjadi 2 yaitu:

a. Moral restraint (Pengekangan diri)

Moral restraint yaitu segala usaha mengekang nafsu seksual. (i) pengekangan nafsu seksual misalnya tidak kawin; (ii) penundaan perkawinan, bentuknya berupa : meningkatkan partisipasi wanita wanita muda dalam pendidikan yang lebih tinggi (SMA atau Perguruan tinggi) atau partisipasi dalam pekerjaan luar rumah (public).

b. Vice

Vice yaitu pengurangan kelahiran sepertimeliputi: aborsi (pengguguran kandungan), hubungan sesama jenis misalnya homoseksual (hubungan sesame jenis laki-laki) atau lesbian-seksual (hubungan sesama jenis perempuan), penggunaan alat kontrasepsi (kondom, pil KB, IUD/inplant, suntik KB, tubektomi dan vasektomi dan lain lainnya ), promiscuity (kawin kontrak, kumpul kebo) , adultery atau perzinahan.

2. Positive check

Positive checkadalah pengurangan penduduk melalui proses kematian. Apabila di suatu wilayah jumlah penduduk lebih besar daripada jumlah persediaan pangan maka dapat dipastikan akan terjadi kelaparan, wabah penyakit, dan lain sebagainya. Sehingga dapat dipastikan tingkat kematin akan semakin meningkat. Positive checkdibagi menjadi 2 yaitu:

a. Vice (kejahatan)

(20)

Vice yaitu segala jenis pencabutan nywa sesama manusia seperti manusia seperti pembunuhan anak-anak (infanticide), pembunuhan orang-orang cacat, dan orang tua.

b. Misery (kemelaratan)

Misery yaitu segala keadaan yang menyebabkan kematian seperti berbagai jenis penyakit dan epidemi, bencana alam, kelaparan, kekurangan pangan dan peperangan.

Teori kependudukan Malthus ini banyak diadopsi oleh negara negara yang tergolong maju misalnya : Amerika Serikat, Kanada, Jepang, Australis, Inggris, Perancis, Jerman, Swiss, Belanda dan negara negara Eropa Barat lainnya. Pemerintah Negara Negara tersebut dalam kependudukan menganut Kebijakan Anti Natalitas artinya pemerintah berusaha untuk menekan tingkat kelahiran secara ketat, oleh karena ini jumlah penduduk di negara-negara tersebut konstan bahkan jumlah penduduk cenderung mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Upaya-upaya pemerintah -negara negara tersebut antara lain:

1. Meningkatkan partisipasi pendidikan penduduk terutama wanita, peningkatan pendidikan akan membangun kesadaran keluarga kecil yang berkualitas;

disamping itu bagi wanita meningkatannya pendidikan berarti penundaan perkawinan.

2. Meningkatkan partisipasi angkatan kerja bagi wanita, keterlibatan wanita ke lapangan kerja atau publik menyebabkan wanita mempertimbangkan untuk mengasuh anak atau enggan untuk memiliki anak dan mangasuhnya.

3. Meningkatkan kesejahteraan penduduk, biasanya fertilitas penduduk berubah menurut variabel ekonomi yaitu fertilitas (tingkat kelahiran) penduduk akan menurun seiring dengan tingkat kesejahteraan yang meningkat. (Rusli:1983) D. ALIRAN NEO-MALTHUS

Pada permulaan abad ke 19 orang masih dapat mengatakan bahwa apa yang diramalkan malthus tidak mungkin terjadi. Tetapi sekarang beberapa orang percaya bahwa hal itu akan terjadi. Hal ini dapat dibuktikan bahwa setiap minggunya ada lebih dari satu juta bayi lahir di dunia ini, ini berarti satu juta lagi mulut yang harus diberi makan.

Selain aliran Marxisme dan Malthusian, aliran lain yang berkembang yaitu aliran Neomalthusian. Aliran Neomalthusian memiliki kesamaan konsep dasar dengan

(21)

Malthusian yaitu percaya bahwa pertumbuhan penduduk pasti akan terjadi dan berdampak negatif pada manusia walaupun tidak secara persis setuju dengan argumen argumen aliran Malthusian, beberapa argumen Malthus dianggap tidak rasional oleh karena itu aliran ini lebih ekstrim dalam melakukan tindakan tindakan untuk mengurangi jumlah penduduk, misalnya: aborsi, legalitas homoseksual, hukuman mati

Aliran Neomalthusian berusaha menyadarkan manusia dengan menggunakan fakta fakta tentang jumlah penduduk dunia yang terus bertambah serta mengungkapkan proyeksi jumlah penduduk dunia di masa mendatang dengan akibat yang ditimbulkan, misalnya : jumlah penduduk dunia yang akan mendekati 7 milyar (2015) dan jumlah penduduk akan terus meningkat hingga 12 – 15 milyar di tahun 2050. Paul Ehrlich dan Garrett Hardin dalam essaynya β€ŸThe Population Boomβ€Ÿ menjelaskan hubungan antara penduduk dunia dan kondisi lingkungan, antara lain : (1) jumlah penduduk dunia meningkat pesat dan semakin padat (2)pertambahan bahan pangan terbatas dan tidak secepat pertumbuhan penduduk sehingga dibeberapa wilayah dunia akan mengalami kelangkaan bahan makanan (3) lingkungan tempat tinggal manusia semakin rusak dan tercemar.

Beberapa ilmuan yang mendukung teori neomalthusian adalah kelompok ilmuwan yang tergabung dalam Rome Club (Club de Roma), salah satunya adalah Dannis L Meadows dkk yang melahirkan tulisan The Limits to Growth . Dalam buku The Limits to Growth menjelaskan hubungan pertumbuhan penduduk dunia dengan beberapa variabel lain yaitu produksi pertanian, penggunaan sumberdaya alam, produksi industri dan pulusi. Kelima variabel tersebut digambarkan dalam tiga tahapan yaitu increasing (kenaikan), stasioner (stabil) dan decreasing (penurunan), masing masing tahapan terjadi tidak bersamaan pada setiap variabel. Keadaan tersebut dapat dijelaskan bahwa saat jumlah penduduk mengalami kenaikan (tahap increasing) maka sumberdaya alam sudah mengalami penurunan (decreasing) yang signifikan, produksi pertanian dan industri mengalami kenaikkan (increasing) namun jumlahnya tidak dapat mengimbangi kenaikkan jumlah penduduk, sementara itu tingkat polusi secara konsisten meningkat dengan meningkatnya jumlah penduduk dan industri. (Rusli:1983)

E. KRITIK TERHADAP TEORI MALTHUS & NEO MALTHUS

Malthus tidak setuju undang- undang kemiskinan (poor laws) yang memberi bantuan kepada orang miskin.Malthus berpendapat bahwa bantuan kepada orang

(22)

miskin sama dengan meningkatkan sumber-sumber subsistensi orang-orang miskin, yang karenanya akan terdorong untuk mempunyai anak lebih banyak.

Malthus berpendapat jika orang miskin tidak dibantu maka perilaku mereka akan berubah dan mereka akan mengurangi jumlah anak mereka. (Nasution:2012)

Karena ketidaksetujuannya terhadap poor laws, Malthus dikritik oleh dua kubu:

1. Pertimbangan ekonomi: menekankan faktor-faktor seperti perkembangan teknologi, pembagian pekerjaan dan upah.

2. Pertimbangan demografi: terutama penemuan dan pemikiran mengenai perkembangan penduduk (population trends) dan fertilitas, yang berlawanan dengan proposisi klasik Malthus mengenai penduduk (terutama di Eropa).

Kelompok Anti-Malthusian berpendapat bahwa masalah jumlah penduduk dapat diatasi dengan lebih efektif melaui upaya pencegahan kelahiran.

Ilmuwan melakukan beberapa kritik tentang kelemahan ide dalam essai-nya, secara garis besar kritik terhadap ide Malthus tersebut adalah Malthus dalam esseinya belum memikirkan beberapa hal sebagai berikut:

a. Revolusi pertanian ( green revolution) seperti: bibit unggul, varitas baru, insektisida/obat-2 hama, pupuk dan perangsang tumbuh, managemen usaha, telah meningkatkan produksi pertanian/perikanan/peternakan secara berlipat ganda dalam waktu yang singkat,

b. Ditemukan tanah tanah baru (benua baru: Amerika dan Australia)dikemudian hari memberikan peluang bagi usaha petanian melakukan ekstensifikasi sekaligus intensifikasi di lahan lahan pertanian yang baru sehingga produksi total pangan dunia meningkat dengan cepat,

c. Kemajuan teknologi komunikasi dan transportasi memungkinkan pengiriman bahan pangan di wilayah wilayah yang menghadapi kelaparan dapat dengan cepat dilakukan sehingga kelaparan penduduk di suatu wilayah dapat dihindari secara cepat dan tepat.

d. Thomas Robert Malthus tidak mempertimbangkan keinginan pasangan pasangan suami istri (pasutri) dan pasanngan usia subur lain melakukan usaha pembatasan kelahiram dengan menggunakan kontrasepsi

e. Teori yang diungkapkan tidak mempertimbangkan perilaku fertilitas penduduk yaitu fertilitas (tingkat kelahiran) penduduk akan menurun seiring dengan tingkat kesejahteraan yang meningkat. (Rusli:1983)

(23)

F. PENUTUP

Orang yang pertama-tama mengemukakan teori mengenai penduduk adalah Thomas Robert Malthus yang hidup pada tahun 1776 – 1824. Kemudian timbul bermacam- macam pandangan sebagai perbaikan teori Malthus.Dalam edisi pertamanya Essay on Population tahun 1798 Malthus mengemukakan dua pokok pendapatnya yaitu :Bahan makanan adalah penting untuk kehidupan manusia, Nafsu manusia tak dapat ditahan.Malthus juga mengatakan bahwa pertumbuhan penduduk jauh lebih cepat dari bahan makanan. Akibatnya pada suatu saat akan terjadi perbedaan yang besar antara penduduk dan kebutuhan hidup. Dari teori Maltus tersebut banyak yang beranggapan bahwa teori maltus ini bersifat pesimistik, namun pada akhirnya teori ini memiliki banyak penganut paham maltus sehingga kebenaran akan teori ini seolah-olah benar adanya.

(24)

DAFTAR PUSTAKA

Budi, Agus. 2013. Teori Kependudukan Malthus.

http://agusbudipendidikanips.blogspot.com/2013/11/v- behaviorurldefaultvmlo.html. Diakses desember 2013

Mantra,Ida Bagoes. 2003. Demografi Umum. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Nasution, Ahmad Faisal. 2012. An Essay On The Principle Of Population.

http://wwwbiologikeren.blogspot.com/2012/12/teori-malthus.html. Diakses desember 2013

Rajagukguk,Omas Bulan. Pengantar Demografi. Disampaikan dalam Pelatihan Demografi bagi para Staf Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional, 12- 17 Pebruari 2007.

Rusli, Said. 1983. Pengantar Ilmu Kependudukan. Bogor: Lembaga Penelitian dan Penerangan Ekonomi dan Social.

Rusli, Said. 1983. Kepadatan Penduduk dan Peledakannya. Bogor: PN Balai Pustaka.

(25)

NAMA : NURUL AMALIAH

NIM : 106704042

TTL : majene, 15 desember 1992

ASAL DAERAH : mamuju

ALAMAT : jl. Bonnoduri 6 lr. 1

NAMA : ISMAWATI

NIM : 106704035

TTL : bone, 01 oktober 1991

ASAL DAERAH : BONE

ALAMAT : jl. Manuruki 2

NAMA : NURSINAR

NIM : 106704027

TTL : sinjai, 17 februari 1992

ASAL DAERAH : sinjai

ALAMAT : jl. Mamoa baru no. 14

BIODATA KELOMPOK

(26)

NAMA : MEGAWATI

NIM : 106704045

TTL : gowa, 29 desember 1991

ASAL DAERAH : gowa

ALAMAT : jl. Samata

NAMA : HENRI

NIM : 106704032

TTL : jeneponto, 19 juli 1992

ASAL DAERAH : jeneponto

ALAMAT : kumata II selatan no. 73

NAMA : RENDI KAESAR

NIM : 106704021

TTL : 16 oktober 1992

ASAL DAERAH : selayar

ALAMAT :

(27)

BAB III

SOSIOLOGI KELAHIRAN

OLEH

KELOMPOK IV :

MULIANTI 106704030

ELVIRAWATI 106704038

SYAHRINA SYAM 106704043

NUR WAHYUNI NINGSI 106704028 ALIF M. ARIFUDDIN 106704005 MUH. ILHAM SUKARDI 106704029

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR

(28)

A. PENDAHULUAN

Seluruh proses kelahiran, kematian dan migrasi penduduk merupakan bagian dari berfungsinya masyarakat manusia, yang peka terhadap pola struktur sosial dan memengaruhi sifat kehidupan sosial. Bersamaan dengan itu pula, perubahan yang terjadi dalam fertilitas, mortalitas dan migrasi mencerminkan perubahan yang lebih umum dalam masyarakat dan juga membentuk, mempercepat, ataupun menghambat perubahan unsur lain dalam sistem sosial. Pengkajian terhadap peran yang berubah-ubah dari proses kependudukan sebagai faktor penentu maupun sebagai akibat struktur sosial dan perubahan sosial, menciptakan landasan analisis sosiologis fenomena demografis. (J.Dwi Narwoko:2004)

Untuk mengenal pertalian antara kependudukan dan sistem sosial, diperlukan penyelidikan yang seksama atas unsur-unsur kependudukan dalam konteks dinamika masyarakat manusia. Salah satu cara untuk mengungkapkan antarhubungan dan kaitan pokok ini ialah menyelidiki betapa fertilitas, mortalitas dan migrasi dari waktu ke waktu berubah-ubah di antara berbagai masyarakat, yang menjalin menjadi satu variasi dan perubahan dalam kependudukan serta variabel sosial. Untuk mencapai tujuan ini, kita perlu menetapkan tempat proses perubahan yang terus menerus dan mengandung banyak hal, kekuatan sosial yang dinamis, yang mengubah dan membentuk kembali masyarakat manusia.

Jika berbicara mengenai fertilitas maka yang dimaksud adalah taraf kelahiran yang sesungguhnya berdasarkan jumlah kelahiran yang telah terjadi (lahir hidup). (Sembiring : 1985).

Pengertian ini agar dibedakan dengan kesuburan. Yang menyatakan kemampuan secara fisiologis untuk melahirkan. Jadi kesuburan menyattakan potensi, amat sulit ditentukan, sedangkan ferlititas mengenai kelahiran sesungguhnya seperti yang diukur dari statistik kelahiran. Kelahiran hanya mencakup kelahiran hidup, jadi bayi yang dilahirkan menunjukkan tanda-tanda hidup kendatipun hanya sebentar dan terlepas dari lamanya bayi itu dikandung. Mengukur tingkat kelahiran mempunyai kesulitan tersendiri karena tidak semua penduduk dapat melahirkan dan diantara yang dapatpun tidak semuanya pula ingin atau rela melahirkan.

Dan karena yang kita ingin ukur adalah kelahiran hidup dan ada tendensi dari para ibu untuk melupakan anaknya yang telah meninggal maka makin sulit pulalah mendapat data kelahiran yang menggambarkan keadaan sesungguhnya. Ditambah dengan

(29)

ketidaktahuan dari banyak ibu mengenai umurnya waktu dia melahirkan anaknya serta dapatnya seorang wanita melahirkan beberapa kali selama hidupnya dan beberapa diantaranya melahirkan kembar maka makin sulitlah mengukur tingkat kelahiran suatu penduduk, khususnya di negara-negara yang baru berkembang. Karena itu diciptakan banyak ukuran yang diharapkan dapat saling melengkapi atau dapat dipakai dalam situasi khusus.

B. PENGERTIAN KELAHIRAN

β€œMenurut Ida Bagoes (2003:145) bahwa istilah fertilitas adalah sama dengan kelahiran hidup (live birth), yaitu terlepasnya bayi dari rahim seorang perempuan dengan ada tanda-tanda kehidupan, misalnya berteriak, bernapas, jantung berdenyut, dan sebagainya.”

Apabila pada waktu lahir tidak ada tanda-tanda kehidupan disebut dengan lahir mati (still birth) yang di dalam demografi tidak dianggpa sebagai suatu kelahiran. Di samping istilah fertilitas ada juga istilah fekunditas (fecundity) sebagai petunjuk kepada kemampuan fisiologis dan biologis seorang perempuan untuk menghasilkan anak lahir hidup. (Ida Bagoes,2003:145)

Seorang perempuan yang secara biologis subur (fecund) tidak selalu melahirkan anak-anak yang banyak, misalnya dia mengatur fertilitas dengan abstinensi atau menggunakan alat-alat kontrasepsi. Kemampuan biologis seorang perempuan untuk melahirkan sangat sulit untuk diukur. Ahli demografi hanya menggunakan pengukuran terhadap kelahiran hidup (live birth). (Ida Bagoes,2003:145)

Pengukuran fertilitas lebih kompleks dibandingkan dengan pengukuran mortalitas, karena seorang perempuan hanya meninggal satu kali, tetapi ia dapat melahirkan lebih dari seorang bayi. Di samping itu seseorang yang meninggal pada hari dan waktu tertentu, berarti mulai saat itu orang tersebut tidak mempunyai resiko kematian lagi.

Sebaliknya seorang perempuan yang telah melahirkan seorang anak tidak berarti resiko melahirkan dari perempuan tersebut menurun.

Kompleksnya pengukuran fertilitas, karena kelahiran melibatkan dua orang (suami dan istri), sedangkan kematian hanya melibatkan satu rang saja (orang yang meninggal). (Ida Bagoes,2003:145-146)

Masalah yang lain yang dijumpai dalam pengukuran fertilitas ialah tidak semua perempuan mengalami resiko melahirkan karena ada kemungkinan beberapa dari mereka

(30)

tidak mendapatkan pasangan untuk berumah tangga. Juga ada beberapa perempuan yang bercerai, menjanda. Memperhatikan masalah-masalah di atas, terdapat variasi pengukuran fertilitas yang dapat diterapkan, dan masing-masing mempunyai keuntungan dan kelemahan.

Memperhatikan perbedaan antara kematian dan kelahiran seperti tersebut diatas, memungkinkan untuk melaksanakan dua macam pengukuran fertilitas yaitu dengan pengukuran fertilitas tahunan, dan pengukuran fertilitas kumulatif.

Menurut Ida Bagoes (2003:146) mengatakan bahwa :

β€œPengukuran fertilitas kumulatif adalah mengukur jumlah rata-rata anak yang dilahirkan oleh seseorang perempuan hingga mengakhiri batas usia subur.

Sedangkan pengukuran fertilitas tahunan (vital rates) adalah mengukur jumlah kelahiran pada tahun tertentu dihubungkan dengan jumlah penduduk yang mempunyai resiko untuk melahirkan pada tahun tersebut.”

C. PENGUKURAN FERTILITAS 1. Pengukuran Fertilitas Tahunan

1) Tingkat Fertilitas Kasar

Tingkat fertilitas kasar didefinisikan sebagai banyaknya kelahiran hidup pada suatu tahun tertentu tiap 1000 penduduk pada pertengahan tahun. Atau dengan rumus dapat ditulis sebagai berikut :

Dimana :

CBR = Crude Birth Rate atau Tingkat Kelahiran Kasar Pm = Penduduk pertengahan tahun

k = Bilangan konstan yang biasanya 1.000 B = Jumlah kelahiran pada tahun tertentu

Kelebihan dari pengukuran ini yaitu perhitungan sederhana dan data tersedia sedangkan kelemahannya perhitungan kasar, tidak memisahkan penduduk laki-laki dan perempuan yang masih kanak-kanak dan berumur 50 tahun ke-atas.

(http://marthapratama.files.wordpress.com/2012/03/perhitungan-fertlitas-mortaltas-dan- migrasi 1.pdf)

Contoh :

Pada tahun 1975 jumlah penduduk Indonesia pada pertengahan tahun sebesar 136.000.000 orang, sedangkan jumlah kelahiran pada tahun tersebut sebesar 5.834.400.

𝐢𝐷𝑅 = 𝐡

π‘ƒπ‘š Γ— π‘˜

(31)

Tingkat Fertilitas Kasar untuk Indonesia pada tahun 1975 dapat dihitung seperti di bawah ini :

𝐢𝐡𝑅 =136 .000.0005.834 .400 Γ— 1000 = 42,9

Ini berarti di Indonesia pada tahun 1975 tiap 1.000 penduduk terdapat 42,3 kelahiran.

Pada tahun 1980-an, tingkat Fertilitas Kasar di dunia berkisar antara 10 hingga 53 kelahiran tiap tahun tiap 1.000 penduduk. Tingkat fertilitas tertinggi dijumpai di negara- negara Afrika, Amerika Latin, dan Asia, dan yang terendah terdapat di negara Eropa (Tabel 10.1). pada periode tahun 1960-an 83 persen dari negara-negara yang sedang berkembang Tingkat Fertilitas Kasar lebih besar dari 35. (Palmore dalam Ida Bagoes, 2003:147)

Untuk Indonesia pada tahun 1982, tingkat Fertilitas Kasar besarnya 34 kelahiran per 1.000 penduduk. Pada periode tahun 1930-1970 taksiran mengenai besarnya Tingkat Fertilitas Kasar di Indonesia masih di atas 40 kelahiran per 1.000 penduduk. Alden Speare dalam Ida Bagoes (2003:148) menyatakan bahwa β€œdengan menggunakan teori kuasi penduduk stabil membuat taksiran besarnya Tingkat Fertilitas Kasar di Indonesia dari tahun 1931 hingga tahun 1971 mendapatkan kesimpulan bahwa selama 40 tahun Tingkat Fertilitas Kasar di Indonesia besarnya di atas 40.

Hal ini dapat dilihat dari beberapa taksiran tingkat fertilitas kasar di Indonesia dari tahun ke tahun. Pernyataan ini dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 10.1

Taksiran Tingkat Fertilitas Kasar di Indonesia tahun 1930-1971

Periode Tingkat Fertilitas Kasar

1930 47,4

1931-1936 47,2

1936-1941 47,1

1941-1946 42,8

1964-1951 43,8

1951-1956 48,9

1956-1961 47,7

1961-1966 45,5

1966-1971 43,8

Sumber Alden Speare (1976) dalam Ida Bagoes 2003

(32)

Dari tabel di atas dapatlah disimpulkan bahwa Tingkat Fertilitas Kasar di Indonesia sebelum PD II besarnya sekitar 47, kemudian pada masa PD II dan perang kemerdekaan Tingkat Fertilitas menurun menjadi sekitar 43. Pada saat itu suasana perang terasa sekali sehingga orang takut untuk menambah kelahiran. Baru setelah tahun 1950-an suasana menjadi aman kembali, terjadilah ledakan penduduk (baby boom). Peroide 1951- 1956 ditandai dengan angka Tingkat Fertilitas Kasar tertinggi, yaitu sebesar 48,9 kelahiran per 1.000 penduduk. Setelah tahun 1961 Tingkat Kelahiran Kasar mulai menurun.

Dampak kebijaksanaan demografi yang β€œpronatalis” pada jaman Orde Lama adalah tingginya angka kelahiran. Di lain pihak angka kematian sudah mulai menurun sehingga laju pertambahan penduduk alami terus meningkat. Sehubungan dengan hal tersebut Pemerintah Orde Baru memprioritaskan kebijaksanaan demografi dengan usaha penurunan kelahiran dengan mengimplementasikan Program Keluarga Berencana (KB).

Pelaksanaan program Keluarga Berencana mula-mula dilaksanakan di Pulau Jawa dan Bali dengan alasan bahwa kedua pulau ini menghadapi masalah demografi yang serius yang perlu mendapatkan penyelesaian dengan segera.

Perlu dicatat bahwa tujuan program KB tidak hanya menurunkan jumlah anak yang dilahirkan, tetapi merupakan upaya utama untuk ikut mewujudkan keluarga sejahtera. Menurut Undang-undang no.10 tahun 1992, keluarga berencana telah mendapatkan definisi yang baru dan semakin luas yaitu upaya peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui pendewasaan usia perkawinan, pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga, dan peningkatan kesejahteraan keluarga untuk mewujudkan keluarga kecil bahagia dan sejahtera. (Siswanto, 1996 dalam Ida Bagoes,2003:150)

Akibat pelaksanaan program ini terjadi penurunan angka kelahiran kasar dari 39,9 persen kelahiran per 1.000 penduduk pada tahun 1870 menurun menjadi 35,9 pada tahun 1976. Jadi selama 6 tahun terjadi penurunan fertilitas sebesar 10 persen. Pada tahun 2005 diperkirakan angka kelahiran kasar sebesar 19,5 kelahiran per 1.000 penduduk. (Ananta, 1989 dalam Ida Bagoes,2003:150)

Di samping penurunan angka kelahiran kasar, juga menjadi penurunan angka kematian kasar, maka mulai periode tahun 1980-1990 laju pertumbuhan penduduk menurun. Pada periode tahun 1971-1980 laju pertumbuhan penduduk Indonesia sebesar 2,3 persen, pada periode tahun 1980-1990 dan 1990-2000 laju pertumbuhan penduduk terus menurun, masing-masing menjadi 1,9 persen dan 1,3 persen.

(33)

Berikut disajikan tabel berdasarkan angka kelahiran di Indonesia menurut provinsi tahun 2007-2011 sebagai berikut.

Tabel 10.2

Angka Kelahiran Kasar (CBR) di Indonesia Menurut Provinsi Tahun 2007 – 2011 No

. Provinsi Tahun

2007 2008 2009 2010 2011

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

1 11. Nangroe Aceh Darrussalam

23.0 22.6 22.3 21.9 21.6 2 12. Sumatra Utara 23.4 22.9 22.5 22.0 21.6 3 13. Sumatra Barat 22.3 21.9 21.5 21.2 20.8

4 14. Riau 23.2 22.4 21.8 21.1 20.4

5 15. Jambi 21.4 21.0 20.7 20.3 20.0

6 16. Sumatra Selatan 21.4 21.0 20.6 20.3 19.9

7 17. Bengkul 21.4 21.0 20.6 20.0 19.8

8 18. Lampung 20.7 20.4 20.1 19.8 19.5

9 19. Bangka Belitung 20.1 19.6 19.2 18.9 18.5 10 21. Kepulauan Riau 26.9 26.7 26.5 26.3 26.1 11 31. DKI Jakarta 17.4 16.9 16.3 15.8 15.4 12 32. Jawa Barat 20.2 19.8 19.5 19.1 18.7 13 33. Jawa Tengah 17.5 17.1 16.8 16.5 16.2 14 34. DI.Yogyakarta 12.4 12.2 2.0 11.8 11.7 15 35. Jawa Timur 14.5 14.3 14.0 13.7 13.5

16 36. Banten 21.7 21.4 21.1 20.9 20.6

17 51. Bali 14.8 14.4 14.0 13.7 13.3

18 52. Nusa Tenggara Barat

25.5 24.7 24.0 23.3 22.6 19 53. Nusa Tenggara

Timur

26.5 26.0 25.4 24.9 24.5 20 61. Kalimantan

Barat

23.6 23.1 22.7 22.2 21.8 21 62. Kalimantan

Tengah

20.8 20.4 20.0 19.6 19.3 22 63. Kalimantan

Selatan

20.5 20.1 19.7 19.3 19.0 23 64. Kalimantan

Timur

20.9 21.9 21.4 20.9 20.5 24 71. Sulawesi Utara 16.3 16.0 15.7 15.4 15.2 25 72. Sulawesi

Tengah

22.3 21.8 21.4 20.9 20.4 26 73. Sulawesi Selatan 22.3 21.8 21.4 20.9 20.4 27 74. Sulawesi

Tenggara

26.6 25.9 25.3 24.7 24.1 28 75. Gorontalo 20.2 19.8 19.4 19.1 18.7 29 76. Sulawesi Barat 20.9 20.6 20.2 19.8 19.5

(34)

30 81. Maluku 24.6 24.3 24.0 23.8 23.5 31 82. Maluku Utara 24.0 23.7 23.5 23.3 23.0 32 91. Papua Barat 23.5 23.0 22.5 22.1 21.6

32 94. Papua 23.9 23.5 23.1 22.7 22.3

INDONESIA 19.8 19.4 19.1 18.8 18.5

(http://www.depkes.go.id/downloads/publikasi/data%20penduduk%20sasaran%20progra m.pdf)

2) Tingkat Fertilitas Umum

Tingkat Fertilitas Kasar yang telah dibicarakan sebagai ukuran fertilitas masih terlalu kasar karena membandingkan jumlah kelahiran dengan jumlah penduduk yang mempunya resiko hamil adalah perempuan dalam usia reproduksi (umur 15-49 tahun).

Dengan alasan tersebut ukuran fertilitas ini perlu diadakan perubahan yaitu membandingkan jumlah kelahiran dengan jumlah penduduk perempuan usia subur (15-49 tahun). Jadi sebagai penyebut tidak menggunakan jumlah penduduk pertengahan tahun tetapi jumlah penduduk perempuan pertengahan tahun umur 15-49 tahun. Tingkat fertilitas penduduk yang dihasilkan dari perhitungan ini disebut Tingkat Fertilitas Umum yang ditulis dengan rumus :

GFR = π‘—π‘’π‘šπ‘™π‘Žπ‘• π‘˜π‘’π‘™π‘Žπ‘•π‘–π‘Ÿπ‘Žπ‘› π‘π‘Žπ‘‘π‘Ž π‘‘π‘Žπ‘•π‘’π‘› π‘‘π‘’π‘Ÿπ‘‘π‘’π‘›π‘‘π‘’ π‘—π‘’π‘šπ‘™π‘Žπ‘• π‘π‘’π‘›π‘‘π‘’π‘‘π‘’π‘˜ π‘π‘’π‘Ÿπ‘’π‘šπ‘π‘’π‘Žπ‘› π‘’π‘šπ‘’π‘Ÿ 15 βˆ’ 49

π‘π‘Žπ‘‘π‘Ž π‘π‘’π‘Ÿπ‘‘π‘’π‘›π‘”π‘Žπ‘•π‘Žπ‘› π‘‘π‘Žπ‘•π‘’π‘›

Γ— π‘˜

Atau

Dimana :

GFR = Tingkat Fertilitas Umum B = Jumlah Kelahiran

Pf (15-49) = Jumlah penduduk perempuan umur 15-49 tahun pada pertengahan tahun.

(Ida Bagoes, 2003:151) Kelebihan dari pengukuran ini yaitu lebih cermat karena hanya memasukkan wanita berumur 15-49 tahun atau 15-44 tahun sebagai penduduk yang β€œexposed to risk”.

Sedangkan kekurangannya atau kelemahannya tidak membedakan resiko kelahiran dari berbagai kelompok umur : wanita 40 tahun dianggap mempunyai resiko yang sama

dengan wanita berumur 20 tahun.

𝐺𝐹𝑅 = 𝐡

𝑃𝑓 (15 βˆ’ 49)Γ— π‘˜

(35)

(http://marthapratama.files.wordpress.com/2012/03/perhitungan-fertlitas-mortaltas-dan- migrasi 1.pdf)

Contoh :

Pada tahun 1964 jumlah penduduk perempuan usia subur umur 15-49 tahun di Indonesia besarnya 30.351.000 jiwa, sedangkan jumlah kelahiran pada tahun tersebut sebesar 2.982.000 bayi. Tingkat Fertilitas Umum untuk Indonesia tahun 1964 dapat dihitung seperti berikut :

GFR = 2.982.000

30.351.000Γ— 1.000

= 98,25 kelahiran per 1000 perempuan usia 15-49 tahun

Lee-Jae Cho dalam Ida Bagoes (2003:152) bahwa pada tahun 1960 mengadakan estimasi mengenai besarnya Tingkat Fertilitas Umum pada beberapa negara di dunia mendapatkan bahwa negara dengan Tingkat Fertilitas Umum tertinggi terdapat di Sudan (234,8), dan Brunei (234,4), sedangkan yang terendah terdapat di Swedia (61,1), dan Jepang (62,2). Tingkat fertilitas umum tertinggi terdapat di negara-negara yang sedang berkembang dan terendah terdapat di negara-negara maju, misanya Eropa.

3) Tingkat Fertilitas Menurut Umur

Terdapat variasi mengenai besar kecilnya kelahiran antarkelompok-kelompok penduduk tertentu, karena tingkat fertilitas penduduk ini dapat pula dibedakan menurut : jenis kelamin, umur, status perkawinan, atau kelompok-kelompok penduduk yang lain.

Di antara kelompok perempuan usia reproduksi (15-49) terdapat variasi kemampuan melahirkan, karena itu perlu di hitung tingkat fertilitas perempuan pada tiap- tiap kelompok umur. Perhitungan tersebut dapat dikerjakan dengan rumus sebagai berikut :

Dimana:

𝐡𝑖 = π‘—π‘’π‘šπ‘™π‘Žπ‘• π‘˜π‘’π‘™π‘Žπ‘•π‘–π‘Ÿπ‘Žπ‘› π‘π‘Žπ‘¦π‘– π‘π‘Žπ‘‘π‘Ž π‘˜π‘’π‘™π‘œπ‘šπ‘π‘œπ‘˜ π‘’π‘šπ‘’π‘Ÿ 𝑖

𝑃𝑓𝑖 = π‘—π‘’π‘šπ‘™π‘Žπ‘• π‘π‘’π‘Ÿπ‘’π‘šπ‘π‘’π‘Žπ‘› π‘˜π‘’π‘™π‘œπ‘šπ‘π‘œπ‘˜ π‘’π‘šπ‘’π‘Ÿ 𝑖 π‘π‘Žπ‘‘π‘Ž π‘π‘’π‘Ÿπ‘‘π‘’π‘›π‘”π‘Žπ‘•π‘Žπ‘› π‘‘π‘Žπ‘•π‘’π‘› k = angka konstanta = 1.000

Kelebihannyanya yaitu ukuran lebih cermat, memperhitungan perbedaan resiko menurut kelompok umur, memungkinkan dilakukan studi fertilitas menurut Kohor (sekelompok orang yang mempunyai pengalaman waktu yang sama dari suatu peristiwa

𝐴𝑆𝐹𝑅𝑖 = 𝐡𝑖 𝑃𝑓𝑖 Γ— π‘˜

(36)

tertentu), dan dasar perhitungan untuk menghitung ukuran fertilitas lainnya. Sedangkan kelemahan pengukuran ini yaitu data terinci sehingga data sulit didapatkan.

(http://marthapratama.files.wordpress.com/2012/03/perhitungan-fertlitas-mortaltas-dan- migrasi 1.pdf)

Contoh :

Perhitungan tingkat fertilitas menurut umur untuk Jawa Tengah pada periode tahun 1971- 1976 (tabel 10.4).

Tabel 10.3

Perhitungan tingkat fertilitas menurut kelompok umur untuk Jawa Tengah pada periode tahun 1971-1976

Kelompok umur jumlah perempuan jumlah kelahiran tingkat fertilitas menurut umur (ASFR) per 1.000 perempuan

Kelompok umur

Jumlah perempuan

Jumlah kelahiran

Tingkat fertilitas menurut umur (ASFR)

per 1000 perempuan

1 2 3 4=3/2x1000

15-19 20-24 25-29 30-34 35-39 40-44 45-49

1.175.505 859.154 777.519 842.807 810.804 683.817 504.942

151.697 208.001 186.138 169.910 103.621 44.927 4.999

129,6 242,1 239,4 201,6 127,8 65,7

9,9

Jumlah ASFR 1.016,1

Sumber:Muryati, (1980) dalam Ida Bagoes 2003:153

Dari contoh perhitungan di atas terlihat bahwa tingkat fertilitas perempuan tinggi pada kelompok umur 20-34 tahun, dan terendah pada kelompok umur 45-49 tahun.

Di Indonesia penurunan kelahiran akibat dari pelaksanaan program Keluarga Berencana (KB) tidak hanya dilihat dari penurunan Tingkat Kelahiran Kasar (CBR) dapat pula dilihat dari penurunan Tingkat Kelahiran menurut kelompok umur (ASFR) seperti dilihat pada tabel berikut, dari tabel tersebut terlihat bahwa perempuan dari seluruh umur mengalami penurunan angka kelahiran, tetapi kelompok umur 15-19 mengalami penurunan tertinggi yaitu 54,2 persen selama 29 tahun.

(37)

Tabel 10.4

Tingkat Fertilitas Menurut Kelompok Umur (ASFR) Indonesia tahun 1971,1980,1990

Kelompok umur 1971 1980 1990 2000

15-19 20-24 25-29 30-34 35-39 40-44 45-49

155 296 273 211 124 55 17

166 218 232 177 104 46 13

71 178 172 128 73 31 9

44 114 122 95 56 26 12 Sumber: BPS, 1994, 2001b

Tingkat fertilitas menurut kelompok umur berdasarkan provinsi di Indonesia tahun 1980, 1990, dan 2000 hampir seluruhnya terjadi penurunan ASFR.

4) Tingkat Fertilitas menurut Urutan Kelahiran

Tingkat fertilitas menurut urutan kelahiran sangat sangat penting untuk mengukur tinggi rendahnya fertilitas suatu negara. Kemungkinan seorang istri untuk menambah kelahiran tergantung kepada jumlah anak yang telah dilahirkannya. Seorang istri mungkin menggunakan ala kontrasepsi setelah mempunyai jumlah anak tertentu, dan juga umur anak yang masih hidup. Tingkat fertilitas menurut urutan kelahiran dapat ditulis dengan rumus :

Dimana :

BOSFR = Birth Order specific Fertility Rate Bo i = jumlah kelahiran urutan ke I

Pf (15-49) = jumlah perempuan umur 15-49 pertengahan tahun

k = bilangan konstan = 1.000

Penjumlahan dari Tingkat Fertilitas menurut urutan kelahiran menghasilkan Tingkat Fertilitas Umum.

BOSFR= Boi

Pf(15-49)Γ—k

𝐺𝐹𝑅 = π΅π‘œπ‘–

𝑃𝑓(15βˆ’49) Γ— π‘˜

(38)

2. Pengukuran Fertilitas Kumulatif

Dalam pengukuran fertilitas kumulatif, kita mengukur rata-rata jumlah anak laki- laki dan perempuan yang dilahirkan oleh seorang perempuan pada waktu perempuan itu memasuki usia subur hingga melampaui batas reproduksinya (15-49 tahun).

3. Tingkat Fertilitas Total (Total Fertility Rates = TFR).

Tingkat fertilitas total didefinisikan sebagai jumlah kelahiran hidup laki-laki dan perempuan tiap 1.000 penduduk yang hidup hingga akhir masa reproduksinya dengan catatan :

1. Tidak ada seorang perempuan yang meninggal sebelum mengakhiri masa reproduksinya

2. Tingkat fertilitas menurut umur tidak berubah pada periode waktu tertentu.

Tingkat fertilitas total menggambarkan riwayat fertilitas dari sejumlah perempuan hipotesis selama masa reproduksinya. Hal ini sesuai dengan riwayat kematian dari tabel kematian penampang lintang (Cross sectional life table).

Dalam praktek tingkat fertilitas total dikerjakan dengan menjumlahkan tingkat fertilitas perempuan menurut umur, apabila umur tersebut berjenjang lima tahunan, dengan asumsi bahwa tingkat fertilitas menurut umur tunggal sama dengan rata-rata tingkat fertilitas kelompok umur lima tahunan, maka rumus dari tingkat fertilitas total atau TFR adalah sebagai berikut :

Dimana :

TFR = Total Fertility Rate

Θ§ = Penjumlah tingkat fertilitas menurut umur

ASFRi= tingkat fertilitas menurut umur ke I dari kelompok berjenjang 5 tahunan.

Kelebihannya pengukuran ini yaitu angka TFR dapat dijadikan ukuran kelahiran seorang wanita selama masa reproduksinya (15-49 tahun) dan telah memperhitungkan

masa subur tiap kelompok umur.

(http://marthapratama.files.wordpress.com/2012/03/perhitungan-fertlitas-mortaltas-dan- migrasi 1.pdf)

𝑇𝐹𝑅 = 5 𝐴𝑆𝐹𝑅𝑖

𝑖

(39)

Apabila kita melihat kembali tabel 10.4 didapat jumlah tingkat fertilitas meurut umur sebesar 1.016,1 maka besarnya tingkat fertilitas total adalah :

TFR = 5 Θ§ 𝐴𝑆𝐹𝑅𝑖

= 5 x 1.016,1

= 5.080,5

Ini berarti tiap 1.000 perempuan setelah melewati masa suburnya akan melahirkan 5.080,5 bayi laki-laki dan perempuan atau setipa perempuan Jawa Tengah pada periode 1971-1976 melahirkan 5,08 bayi laki-laki dan perempuan. Di antara pulau-pulau di Indonesia pada periode tahun 1961-1970, Jawa mempunyai tingkat fertilitas total terendah (5,2) dan Sumatera tertinggal (6,5), sedangkan untuk Kalimantan besarnya 5,7 ; Sulawesi 5,8; dan pulau-pulau lain besarnya 6,1 (Cho et.al, 1976). Di Indonesia pada tahun 1980 angka TFR besarnya 4,7 per seorang perempuan, dan angka ini terus menurun. Sebagai contoh angka TFR tahunan 1990 besarnya 3,3 dan pada tahun 2000 turun menjadi 1,9.

Angka TFR berdasarkan provinsi di Indonesia dapat pula dilihat pada tabel.

Tabel 10.5

Perkiraan Tingkat Fertilitas Total Berencana Wilayah di Indonesia Periode 1967-1970 dan 1971-1975

Wilayah Tingkat Fertilitas Total

1967-1970 1971-1975

Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah Yogyakarta Jawa Timur Jawa dan Bali Bali

Sumatera Kalimantan Sulawesi

4,9 5,8 5,4 4,7 4,7 5,2 5,7 6,6 6,1 6,2

4,8 5,6 4,9 4,5 4,3 4,9 5,2 6,1 5,6 5,9

Indonesia 5,6 5,2

Sumber :Sam Suharto dan Lee-Jay Cho dalam Ida Bagoes (2003:159)

Di Indonesia setelah tahun 1970-an, terjadi penurunan tingkat fertilitas total dari 5,6 pada periode tahun 1967-1970, menjadi 5,2 pada periode tahun 1971-1975. Penurunan

(40)

tingkat fertilitas pada periode kedua periode di atas juga terjadi pada beberapa wilayah di Indonesia.

Berdasarkan data di atas, selama periode 1967-1970 dan 1971-1975, Tingkat Fertilitas Total untuk Indonesia menurun 7 persen, dan untuk pulau Jawa dan Bali menurun 6 persen. Penurunan Tingkat Fertilitas Total di Indonesia antara lain dipengaruhi oleh keberhasilan program Keluarga Berencana di Indonesia.

D. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI FERTILITAS

Faktor-faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya fertilitas dapat dibagi menjadi dua yaitu aktor demografi dan faktor non demografi. Faktor demografi diantaranya adalah : struktur umur, struktur perkawinan, umur kawin pertama, paritas, disrupsi perkawinan, dan proporsi yang kawin. Sedangkan faktor non demgrafi antara lain : keadaan ekonomi penduduk, tingkat pendidikan, perbaikan status perempuan, urbanisasi dan industrialisasi. Variabel-variabel tersebut dapat berpengaruh secara langsung terhadap fertilitas, ada juga yang berpengaruh secara tidak langsung. (Ida Bagoes, 2003 : 167 )

Davis dan Blake (1956) dalam tulisannya berjudul : The Social Structure of Fertility:

An Analitical Framework, menyatakan bahwa faktor-faktor sosial mempengaruhi fertilitas melalui variabel antara.

Skema dari faktor sosial yang mempengaruhi fertilitas lewat variabel antara.

Dalam tulisan tersebut Davis dan Blake juga menyatakan bahwa proses reproduksi seorang perempuan usia subur melalui tiga tahap yaitu : hubungan kelamin, konsepsi, kehamilan dan kelahiran. Dalam menganalisa pengaruh sosial budaya terhadap fertilitas, dapatlah ditinjau faktor-faktor yang mempunyai kaitan langsung dengan ketiga proses di atas. Davis dan Blake (1956) menyebutkan 11 variabel antara yang dikelompokkan sebagai berikut.

1. Umur memulai hubungan kelamin.

2. Selibat permanen, yaitu proporsi perempuan yang tidak pernah mengadakan hubungan kelamin.

3. Lamanya masa reproduksi yang hilang karena :

a) Perceraian, perpisahan, atau tertinggal pergi oleh suami b) Suami meninggal dunia.

Variabel antara Fertilitas Faktor Sosial

Referensi

Dokumen terkait