• Tidak ada hasil yang ditemukan

PANDUAN PEMETAAN SATUAN KREDIT KOMPETENSI KURIKULUM 2013 PENDIDIKAN KESETARAAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PANDUAN PEMETAAN SATUAN KREDIT KOMPETENSI KURIKULUM 2013 PENDIDIKAN KESETARAAN"

Copied!
80
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

PANDUAN PEMETAAN

SATUAN KREDIT KOMPETENSI KURIKULUM 2013

PENDIDIKAN KESETARAAN

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN ANAK USIA DINI DAN

PENDIDIKAN MASYARAKAT

BALAI PENGEMBANGAN PENDIDIKAN ANAK USIA DINI DAN PENDIDIKAN MASYARAKAT

DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA 2019

(3)

ii

PANDUAN PEMETAAN SATUAN KREDIT KOMPETENSI KURIKULUM 2013 PENDIDIKAN KESETARAAN

Penyusun : Drs. Fauzi Eko Pranyono Bais Jajuli Sidiq, SP Daliyah, S.Pd.

Narasumber Ahli : Dr. Iis Prasetyo

Narasumber Teknis : Eko Ady Saputra, S.Pd.

Editor : Maya Veri Oktavia, S.Pd Ilustrator : Taufiq Ramadhan

Diterbitkan oleh : Balai Pengembangan Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Masyarakat Daerah Istimewa Yogyakarta

Tahun : 2019

(4)

iii

KATA PENGANTAR

Kurikulum pendidikan kesetaraan dikembangkan mengacu pada Kurikulum 2013 pendidikan dasar dan menengah hasil revisi berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 24 Tahun 2016. Proses adaptasi kurikulum 2013 ke dalam kurikulum pendidikan kesetaraan adalah melalui proses kontekstualisasi dan fungsionalisasi dari masing-masing kompetensi dasar, sehingga peserta didik memahami makna dari setiap kompetensi yang dipelajari.

Kurikulum 2013 pendidikan kesetaraan masih menggunakan bobot satuan kredit kompetensi (SKK) sebagai satuan untuk menghitung beban belajar peserta didik. Pada kurikulum lama beban belajar sudah didistribusi pada setiap tingkatan dan mata pelajaran, hal ini berbeda dengan kurikulum 2013 yang belum didistribusikan. Jumlah satuan kredit kompetensi dalam struktur kurikulum 2013 pendidikan kesetaraan disajikan utuh pada kelompok umum dan kelompok khusus.

Penyajian utuh ini diharapkan memberikan ruang dan peluang kepada satuan pendidikan agar luwes dalam menerapkan pembelajaran. Namun demikian pada prakteknya satuan pendidikan mengalami kesulitan dalam memetakan satuan kredit kompetensi pada setiap mata pelajaran dan tingkatan/setara kelas.

Oleh karena itulah disusun model pemetaan satuan kredit kompetensi ini, dengan harapan dapat membantu satuan pendidikan dalam menerapkan kurikulum 2013.

Yogyakarta, November 2019 Kepala BP PAUD dan Dikmas DIY,

Drs. Eko Sumardi, M.Pd.

NIP 196703091993031001

(5)

iv

(6)

v

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ……… iii

Daftar Isi ……….. v

BAB I PENDAHULUAN ……… 1

BAB II PEMETAAN SATUAN KREDIT KOMPETENSI ……… 5

A. Persiapan Implementasi Kurikulum 2013 ………. 5

B. Memetakan Satuan Kredit Kompetensi ……… 9

BAB III RANCANGAN IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN BERBASIS MODUL ………. 29

A. Pelaksanaan Pembelajaran Tatap Muka dan Tutorial 32 B. Pelaksanaan Pembelajaran Kombinasi Tatap Muka/Tutorial dengan Belajar Mandiri ……….. 33

C. Belajar Mandiri ………. 34

BAB IV MERANCANG PROGRAM KELOMPOK KHUSUS ………. 39

A. Program Muatan Pemberdayaan 40

B. Program Muatan Keterampilan 43

C. Menyusun Program Mata Pelajaran Pemberdayaan 44 D. Menyusun Program Mata Pelajaran Keterampilan

Wajib

51

E. Menyusun Program Mata Pelajaran Keterampilan Pilihan

56

(7)

vi

BAB V PENUTUP 61

Bahan Rujukan 62

Lampiran 63

1. Contoh Pemetaan Satuan Kredit Kompetensi Tiap Paket Kompetensi pada Paket A Setara SD

65

2. Contoh Pemetaan Satuan Kredit Kompetensi Tiap Paket Kompetensi pada Paket B Setara SMP

66

3. Contoh Pemetaan Satuan Kredit Kompetensi Tiap Paket Kompetensi pada Paket C Setara SMA

67

4. Contoh Konversi SKK ke dalam Jam Pelajaran Paket C Setara SMA (Konversi ke Tatap Muka Semua)

68

5. Contoh Konversi SKK ke dalam Jam Pelajaran Paket C Setara SMA (Konversi ke Tatap Muka dan Mandiri)

69

6. Contoh Konversi SKK ke dalam Jam Pelajaran Paket C Setara SMA (Konversi ke Tatap Muka, Tutorial dan Mandiri)

70

7. Contoh Jadwal Pembelajaran Paket C Setara SMA Jadwal Pembelajaran Paket C Ilmu-ilmu Sosial Tingkatan 5 Setara Kelas X Paket Kompetensi 5.1.

(Semua Tatap Muka)

71

8. Jadwal Pembelajaran Paket C Ilmu-ilmu Sosial Tingkatan 5 Setara Kelas X Paket Kompetensi 5.1.

(Tatap Muka dan Mandiri, belajar mandiri tidak ada di jadwal)

72

(8)

1

BAB I PENDAHULUAN

urikulum 2013 pendidikan kesetaraan tetap mempertahankan bobot Satuan Kredit Kompetensi (SKK) sebagai satuan untuk menghitung beban belajar peserta didik. Pada kurikulum lama pendidikan kesetaraan beban belajar sudah didistribusi pada setiap tingkatan dan mata pelajaran, sedangkan kurikulum 2013 belum terdistribusikan. Jumlah satuan kredit kompetensi dalam struktur kurikulum 2013 pendidikan kesetaraan disajikan utuh pada kelompok umum dan kelompok khusus.

Gambar 1. Perbedaan Struktur Kurikulum Lama dan Kurikulum 2013 Paket B Setara SMP

Penyajian utuh ini diharapkan memberikan ruang dan peluang kepada satuan pendidikan agar luwes dalam menerapkan pembelajaran. Namun demikian pada prakteknya satuan pendidikan

K

(9)

2

mengalami kesulitan dalam memetakan satuan kredit kompetensi pada setiap mata pelajaran dan tingkatan/setara kelas.

Kurikulum 2013 pendidikan kesetaraan belum bisa dilaksanakan jika satuan pendidikan belum menetapkan beban belajar setiap mata pelajaran pada setiap tingkatan, bahkan pada setiap paket kompetensi (semester). Mengapa bisa terjadi demikian?

Karena belum tahu berapa beban belajar setiap mata pelajaran sehingga satuan pendidikan belum bisa membuat jadwal pembelajaran sesuai dengan beban belajar.

Perlu diketahui bahwa beban belajar pada pendidikan kesetaraan berbeda dengan beban belajar pada sekolah. Beban belajar pendidikan formal dinyatakan dalam satuan jam pelajaran per minggu, sehingga lebih mudah dalam menyusun jadwal.

Sedangkan beban belajar pendidikan kesetaraan dinyatakan dalam satuan kredit kompetensi yang belum menggambarkan langsung dalam satuan jam pelajaran per minggu. Beban belajar pendidikan kesetaraan dinyatakan dalam Satuan Kredit Kompetensi (SKK) yang menunjukkan bobot kompetensi yang harus dicapai oleh peserta didik dalam mengikuti program pembelajaran, baik melalui pembelajaran tatap muka, tutorial, dan atau belajar mandiri.

Perlu pembaca ketahui bahwa pada kurikulum 2013 pendidikan kesetaraan, istilah semester diganti menjadi paket kompetensi. Penjelasan penggunaan istilah paket kompetensi akan dijelaskan lebih lanjut pada Bagian Dua, Rancangan Implementasi Pembelajaran Berbasis Modul.

Panduan ini bermaksud membantu satuan pendidikan dalam melakukan pemetaan satuan kredit kompetensi. Pemetaan satuan kredit kompetensi menjadi penting karena akan membantu mengetahui beban belajar setiap mata pelajaran sehingga satuan pendidikan bisa menyusun jadwal pelajaran mingguan. Hasil

(10)

3

pemetaan satuan kredit kompetensi dan jadwal pelajaran akan menjadi salah satu bagian atau lampiran dokumen 1 Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP dokumen I).

(11)

4

(12)

5

BAB II

PEMETAAN SATUAN KREDIT KOMPETENSI

A. Persiapan Implementasi Kurikulum 2013

Kurikulum 2013 pendidikan kesetaraan wajib segera diimplementasikan mulai tahun pelajaran 2019/2020 karena perangkat kurikulum sudah siap. Kewajiban mulai melaksanakan kurikulum 2013 pada pendidikan kesetaraan sejalan dengan Permendikbud Nomor 160 tahun 2014 tentang Pemberlakuan Kurikulum 2006 dan Kurikulum 2013, pada pasal 4 dinyatakan bahwa

”Satuan pendidikan dasar dan pendidikan menengah dapat melaksanakan Kurikulum Tahun 2006 paling lama sampai dengan tahun pelajaran 2019/2020.” Artinya seluruh satuan pendidikan dasar dan pendidikan menengah, termasuk pada program pendidikan kesetaraan, ada batas waktu paling lama melaksanakan kurikulum 2006, yaitu tahun 2019/2020. Oleh karena itu semua satuan pendidikan penyelenggara pendidikan kesetaraan harus segera melaksanakan kurikulum 2013.

Implementasi kurikulum 2013 dilaksanakan bertahap sejak setara kelas awal yaitu Paket A setara kelas IV SD, Paket B setara kelas VII SMP, dan Paket C setara kelas X SMA. Pemberlakuan kurikulum dilakukan bertahap, tidak serentak untuk semua rombongan belajar. Pada tahap awal satuan pendidikan melaksanakan dua kurikulum secara bersamaan. Rombongan belajar kelas awal melaksanakan kurikulum 2013 dan rombongan belajar kelas di atasnya melaksanakan kurikulum lama. Misalnya pada tahun pelajaran 2019/2020 Paket C Tingkatan 5 setara kelas X menggunakan kurikulum 2013, setara kelas XI dan setara XII masih menggunakan kurikulum lama. Sehingga selama tiga tahun secara bertahap satuan pendidikan akan lengkap melaksanakan kurikulum

(13)

6

baru. Jadi implementasi kurikulum baru tidak serentak untuk semua jenjang tingkatan atau setara kelas.

Bagaimana satuan pendidikan dan tutor melakukan persiapan implementasi kurikulum 2013 pendidikan kesetaraan?

Pertama, implementasi kurikulum 2013 harus memiliki dasar hukum yang jelas pada tingkat satuan pendidikan agar satuan pendidikan memiliki legal standing. Oleh karena itu harus ada penetapan atau keputusan satuan pendidikan berupa surat keputusan berdasarkan hasil lokakarya peninjauan kurikulum.

Lokakarya peninjauan kurikulum dapat diselenggarakan pada masa pergantian tahun pelajaran yang diikuti oleh seluruh tutor dan pemangku kepentingan di satuan pendidikan. Salah satu keputusan lokakarya adalah penggunaan kurikulum 2013 pada tahun pelajaran mendatang. Keputusan tersebut dimuat dalam notulen lokakarya.

Untuk melengkapi hasil lokakarya kemudian disusun standar kompetensi lulusan berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan nomor 20 Tahun 2016 tentang Standar Kompetensi Lulusan Pendidikan Dasar dan Menengah. Rumusan standar kompetensi lulusan yang disusun merujuk pada permendikbud tersebut dengan memilah sesuai dengan program yang diselenggarakan (Paket A, Paket B, dan atau Paket C).

(14)

7

Gambar 2. Lokakarya Peninjauan Kurikulum PKBM Sebelum Dimulai Tahun Pelajaran

Dalam lokakarya satuan pendidikan melakukan pemetaan Satuan Kredit kompetensi (SKK) untuk menghitung beban belajar setiap mata pelajaran. Hal ini harus dilakukan karena beban belajar kurikulum 2013 pendidikan kesetaraan disajikan secara utuh, tidak didistribusi per mata pelajaran. Menjadi tugas satuan pendidikan untuk mendistribusi SKK tersebut. Hasil distribusi SKK tersebut dimasukkan dalam dokumen 1 Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP Dokumen I).

Kedua, setiap tutor harus melakukan berbagai persiapan.

Persiapan yang dilakukan tutor yaitu menyiapkan perangkat pembelajaran sebagai lampiran dokumen kurikulum tingkat satuan pendidikan 2013 satuan pendidikan (KTSP Dokumen II). Perangkat pembelajaran tersebut adalah silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran. Sebelum menyusun perangkat pembelajaran tersebut tutor perlu memahami filosofi dan struktur kurikulum 2013

(15)

8

pendidikan kesetaraan. Berikutnya tutor wajib membaca silabus mata pelajaran dan modul. Setelah itu tutor melakukan analisis modul dengan tujuan agar dapat menetapkan materi pelajaran yang akan dibelajarkan, bentuk pembelajaran (tatap muka, tutorial dan atau mandiri) serta alokasi waktu yang diperlukan. Analisis modul ini menjadi penting sebagai dasar untuk menyusun RPP agar sesuai dengan pelaksanaan yang sesungguhnya. RPP yang disusun tidak sekedar untuk kepentingan pemenuhan borang akreditasi, melainkan benar-benar dilaksanakan dalam pembelajaran. Selanjutnya untuk memahami penyusunan perangkat pembelajaran dapat dibaca Panduan Penyusunan Perencanaan Pembelajaran yang disusun oleh BP PAUD dan Dikmas DIY Tahun 2019.

Gambar 3. Penyusunan Silabus dan RPP oleh Tutor Pendidikan Kesetaraan

(16)

9

Jika langkah-langkah di atas dilakukan, maka penetapan kurikulum 2013 memiliki dasar di tingkat satuan pendidikan, tidak serta merta melaksanakan Kurikulum 2013 pendidikan kesetaraan tanpa ada landasan. Jika dalam analisis modul, tutor mengalami kesulitan dalam penyusunan perangkat pembelajaran (silabus, RPP dan penilaian), satuan pendidikan secara mandiri atau bersama- sama dengan satuan pendidikan lainnya dan forum tutor pendidikan kesetaraan menfasilitasinya melalui kegiatan workshop/lokakarya/pelatihan.

B. Memetakan Satuan Kredit Kompetensi

Beban belajar pendidikan kesetaraan dinyatakan dalam bobot satuan kredit kompetensi bukan jam pelajaran seperti sekolah.

Seperti sudah dijelaskan di bagian pendahuluan bahwa bobot satuan kredit kompetensi dalam struktur kurikulum pendidikan kesetaraan masih disajikan secara utuh, belum diperinci pada setiap mata pelajaran. Padahal untuk menentukan beban belajar tiap mata pelajaran dan jadwal pembelajaran diperlukan informasi tentang besaran bobot satuan kredit kompetensi setiap mata pelajaran.

Karena itulah kegiatan memetakan satuan kredit kompetensi penting dilakukan untuk mengetahui jumlah bobot satuan kredit kompetensi dan beban belajar dalam satuan waktu (jam pelajaran).

Masih banyak satuan pendidikan nonformal penyelenggara pendidikan kesetaraan menyusun jadwal pembelajaran belum menggunakan perhitungan beban belajar satuan waktu (jam pelajaran) yang merupakan konversi dari satuan kredit kompetensi.

Sama halnya ketika SKK dicocokkan dengan alokasi waktu yang dirancang dalam silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), maka alokasi waktu yang dijadwalkan tidak sesuai. Oleh karena itu pemetaan satuan kredit kompetensi serta konversi ke satuan waktu (jam pelajaran) yang kemudian dituangkan dalam jadwal pelajaran perlu dilakukan agar proses kegiatan belajar dapat

(17)

10

dirancang dengan pasti, menggunakan pembelajaran tatap muka, tutorial dan atau mandiri.

Lebih dari itu informasi satuan kredit kompetensi setiap mata pelajaran juga diperlukan untuk mengisi kolom SKK setiap mata pelajaran pada laporan hasil belajar peserta didik (buku rapor). Jika satuan pendidikan nonformal belum memetakan satuan kredit kompetensi maka ia akan kesulitan untuk mengisi kolom SKK pada laporan hasil belajar.

Bobot satuan kredit kompetensi disusun berdasarkan pertimbangan beban belajar setiap mata pelajaran pada struktur kurikulum pendidikan formal. Pada umumnya mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan pada struktur kurikulum pendidikan formal memiliki beban belajar 2 jam pelajaran, sedangkan pada pendidikan kesetaraan, mata pelajaran tersebut dikonversi menjadi 1 satuan kredit kompetensi. Jika pada struktur kurikulum sekolah mata pelajaran Bahasa Indonesia memiliki beban belajar 4 jam pelajaran maka dikonversi menjadi 2 satuan kredit kompetensi. Ketentuan tersebut dijadikan patokan untuk memetakan satuan kredit kompetensi, walaupun pada kenyataan tidak musti menghasilkan angka yang setara separohnya.

1. Pemetaan Satuan Kredit Kompetensi Paket C Setara SMA Mari kita mulai memetakan satuan kredit kompetensi untuk setiap program pendidikan kesetaraan. Kita mulai dari Paket C.

Program Paket C memiliki struktur kurikulum sebagaimana ditampilkan dalam tabel berikut ini.

(18)

11

Tabel 1. Struktur Kurikulum Paket C Setara SMA

Tingkatan 5 Paket C memiliki muatan kurikulum setara Kelas X dan XI pada pendidikan formal, dan dibagi ke dalam empat paket kompetensi (PK) mulai dari Paket Kompetensi 5.1., 5.2., 5.3., dan 5.4. Sedangkan Tingkatan 6 memiliki muatan kurikulum setara kelas XII yang terdiri dari dua paket kompetensi yaitu Paket Kompetensi

Tingkatan 5 Setara Kelas X-XI

Tingkatan 6 Setara Kelas

XII Jumlah

1. Pendidikan Agama dan Budi Pekerti

2. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan 3. Bahasa Indonesia 4. Matematika 5. Sejarah Indonesia 6. Bahasa Inggris

Peminatan Matematika dan Ilmu Alam

7. Matematika 8. Biologi 9. Fisika 10. Kimia

Peminatan Ilmu-ilmu Sosial 11. Geografi

12. Sejarah 13. Sosiologi 14. Ekonomi

Peminatan Ilmu Bahasa dan Budaya

15. Bahasa dan Sastra Indonesia 16. Bahasa dan Sastra Inggris

17.

Bahasa Asing Lain (Arab, Mandarin, Jepang, Korea, Jerman, Perancis) 18. Antropologi

19. Pemberdayaan 20. Keterampilan

Jumlah Bobot SKK Ditempuh 80 42 122

Mata Pelajaran

Bobot Satuan Kredit Kompetensi (SKK)

26 14 40

Kelompok Umum

30 15 45

24 13 37

Kelompok Khusus

30 15 45

30 15 45

(19)

12

6.1 dan 6.2. Untuk mendistribusikan satuan kredit kompetensi yang secara utuh ke dalam setiap mata pelajaran dan paket kompetensi maka dapat dilakukan langkah-langkah sebagai berikut.

a. Langkah Pertama Memetakan Mata Pelajaran Kelompok Umum.

Tabel 2. Tingkatan 5 dan 6 Paket C Setara SMA

Berdasarkan tabel tersebut di atas dapat diketahui bahwa Tingkatan 5 memiliki 24 sel yang harus didistribusikan SKK, sedangkan kuota SKK yang tersedia dalam struktur kurikulum adalah sebesar 26 SKK. Artinya ketika didistribusikan pada semua mata pelajaran dan paket kompetensi akan tersisa dua SKK. Untuk mendistribusikan sisa dua SKK tersebut bisa diperhatikan terlebih dahulu struktur kurikulum SMA 2013 yang sudah direvisi (Permendikbud Nomor 36 Tahun 2018).

Berdasarkan Tabel 3 dapat diketahui bahwa terdapat dua mata pelajaran yang memiliki beban belajar yang paling tinggi dari pada yang lain, yaitu mata pelajaran Bahasa Indonesia dan Matematika yang memiliki beban belajar 4 jam pelajaran setiap minggu. Sisa 2 SKK dapat didistribusikan pada kedua mata pelajaran tersebut.

Persoalannya hanya tersisa dua sehingga tidak bisa dibagi merata pada semua paket kompetensi.

PK 5.1 PK 5.2 PK 5.3 PK 5.4 PK 6.1 PK 6.2

0 0 0 0 0 0 0 0

1. Pendidikan Agama dan Budi

Pekerti 0 0

2. Pendidikan Pancasila dan

Kewarganegaraan 0 0

3. Bahasa Indonesia 0 0

4. Matematika 0 0

5. Sejarah Indonesia 0 0

6. Bahasa Inggris 0 0

Bobot Satuan Kredit Kompetensi (SKK)

Tingkatan 6 Setara Kelas XII Setara Kelas XII

Mata Pelajaran

Setara Kelas X Setara Kelas XI

Kelompok Umum

Jumlah Tingkatan 5

Jumlah Tingkatan 6 Tingkatan 5 Setara Kelas X-XI

(20)

13

Pembelajaran pendidikan kesetaraan disajikan dalam sistem modular. Pada penjelasan merancang implementasi pembelajaran berbasis modul pada Bab berikutnya akan diketahui bahwa pada paket kompetensi ganjil peserta didik mempelajari 3 modul, sedangkan pada paket kompetensi genap mempelajari 2 modul.

Berdasarkan penjelasan tersebut maka sisa 2 SKK didistribusikan pada paket kompetensi ganjil, bisa di 5.1. atau 5.3. pada mata pelajaran Bahasa Indonesia dan Matematika.

Tabel 3. Struktur Kurikulum SMA

Pertimbangan memilih didistribusikan pada 5.1. atau 5.3.

diserahkan pada tutor yang bersangkutan mempertimbangkan kedalaman materi pada modul paket kompetensi yang bersangkutan.

Misalnya pada distribusi kali ini dipetakan pada paket kompetensi 5.3.

(21)

14

Pemetaan pada Tingkatan 6 juga dilakukan dengan cara yang sama. Berdasarkan Tabel 1 diketahui bahwa bobot SKK kelompok umum pada tingkatan 6 memiliki bobot 14 SKK. Sedangkan jumlah sel yang harus didistribukan sejumlah 12 sel, yaitu berasal dari 6 baris mata pelajaran dan dua kolom paket kompetensi. Dengan demikian masih tersisa 2 SKK, sisa SKK tersebut didistribusikan pada mata pelajaran Bahasa Indonesia dan Matematika pada paket kompetensi 6.1. Kenapa pada paket kompetensi 6.1.? Karena jumlah modul pada paket kompetensi 6.1 adalah sejumlah 3 modul dan pada paket kompetensi 6.2. peserta didik sudah persiapan Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN) dan Ujian Nasional (UN).

Berdasarkan penjelasan di atas maka diperoleh hasil pemetaan sebagaimana disajikan dalam Tabel 4 berikut ini.

Tabel 4. Hasil Pemetaan SKK Mata Kelompok Umum Paket C Setara SMA

PK 5.1 PK 5.2 PK 5.3 PK 5.4 PK 6.1 PK 6.2

6 6 8 6 26 8 6 14

1. Pendidikan Agama dan Budi

Pekerti 1 1 1 1 4 1 1 2

2. Pendidikan Pancasila dan

Kewarganegaraan 1 1 1 1 4 1 1 2

3. Bahasa Indonesia 1 1 2 1 5 2 1 3

4. Matematika 1 1 2 1 5 2 1 3

5. Sejarah Indonesia 1 1 1 1 4 1 1 2

6. Bahasa Inggris 1 1 1 1 4 1 1 2

Bobot Satuan Kredit Kompetensi (SKK)

Tingkatan 6 Setara Kelas XII Setara Kelas XII

Mata Pelajaran

Setara Kelas X Setara Kelas XI

Kelompok Umum

Jumlah Tingkatan 5

Jumlah Tingkatan 6 Tingkatan 5 Setara Kelas X-XI

(22)

15

b. Langkah Kedua Memetakan Mata Pelajaran Peminatan

Pada pembahasan ini diambil contoh kelompok peminatan Ilmu-Ilmu Sosial (dulu jurusan IPS). Bobot SKK kelompok peminatan Ilmu-ilmu Sosial (IIS) pada Tingkatan 5 sebesar 30 SKK dan Tingkatan 6 sebesar 15 SKK. Besarnya bobot SKK ini sama untuk kelompok peminatan lainnya yaitu Matematika Ilmu Alam dan Ilmu Bahasa dan Budaya. Sehingga satu contoh dapat diterapkan pada kelompok peminatan lainnya.

Sebelumnya kita perhatikan jumlah sel yang harus didistribusi SKK pada setiap tingkatan. Kelompok peminatan memiliki empat mata pelajaran, sehingga pada Tingkatan 5 harus ada 16 sel yang harus didistribusi SKK dan Tingkatan 6 terdapat 8 sel. Oleh karena itu 30 SKK pada Tingkatan 5 didistribusikan ke dalam 16 sel tersebut.

Jika masing-masing sel mendapatkan alokasi 2 SKK akan terdapat kekurangan 2 SKK, karena 16 X 2 = 32 sedangkan SKK tersedia 30 SKK.

Jika diperhatikan struktur kurikulum SMA (Tabel 5) semua mata pelajaran memiliki beban belajar yang berimbang. Sehingga untuk menentukan mata pelajaran mana yang dikurangi kuota SKK dilakukan diskusi dengan tutor berdasarkan pertimbangan kedalaman dan keluasan materi.

(23)

16

Tabel 5. Struktur Kurikulum Peminatan SMA

Berdasarkan hasil diskusi diperoleh, misalnya, pemetaan sebagaimana disajikan dalam Tabel 6 berikut ini.

(24)

17

Tabel 6. Hasil Pemetaan Kelompok Peminatan Paket C Setara SMA

c. Langkah Ketiga Pemetaan Mata Pelajaran Kelompok Khusus Perlu diperhatikan dalam memetakan kelompok khusus ini pada mata pelajaran keterampilan harus dipilah lagi menjadi keterampilan wajib dan keterampilan pilihan. Sehingga pada kelompok khusus terdapat tiga mata pelajaran yang harus didistribusikan pada setiap tingkatan, yaitu Pemberdayaan, Keterampilan Wajib dan Keterampilan Pilihan.

Pada Tingkatan 5 memiliki bobot 24 SKK, sementara jumlah sel yang harus didistribusikan adalah 12 sehingga setiap sel memiliki bobot 2 SKK. Sementara itu pada Tingkatan 6 memiliki bobot 13 SKK dengan jumlah sel 6 sehingga ada satu sel yang memiliki bobot 3 SKK lainnya 2 SKK. Berdasarkan penjelasan tersebut maka pemetaan

PK 5.1 PK 5.2 PK 5.3 PK 5.4 PK 6.1 PK 6.2 Peminatan Matematika dan

Ilmu Alam 6 8 8 8 30 8 7 15

7. Matematika 2 2 2 2 8 2 2 4

8. Biologi 1 2 2 2 7 2 1 3

9. Fisika 2 2 2 2 8 2 2 4

10. Kimia 1 2 2 2 7 2 2 4

Peminatan Ilmu-ilmu Sosial 8 6 8 8 30 8 7 15

7. Geografi 2 2 2 2 8 2 2 4

8. Sejarah 2 1 2 2 7 2 1 3

9. Sosiologi 2 1 2 2 7 2 2 4

10. Ekonomi 2 2 2 2 8 2 2 4

Peminatan Ilmu Bahasa dan

Budaya 6 8 8 8 30 8 7 15

7. Bahasa dan Sastra Indonesia 2 2 2 2 8 2 2 4

8. Bahasa dan Sastra Inggris 1 2 2 2 7 2 2 4

9.

Bahasa Asing Lain (Arab, Mandarin, Jepang, Korea, Jerman, Perancis)

1 2 2 2 7 2 1 3

10. Antropologi 2 2 2 2 8 2 2 4

Bobot Satuan Kredit Kompetensi (SKK)

Tingkatan 6 Setara Kelas XII Setara Kelas XII

Mata Pelajaran

Setara Kelas X Setara Kelas XI Jumlah Tingkatan 5

Jumlah Tingkatan 6 Tingkatan 5 Setara Kelas X-XI

(25)

18

satuan kredit kompetensi kelompok khusus dapat disajikan pada Tabel 7 berikut ini.

Tabel 7. Pemetaan Satuan Kredit Kompetensi Kelompok Khusus Paket C Setara SMA

Pemetaan satuan kredit kompetensi pada kelompok khusus lebih fleksibel, artinya tidak harus seperti contoh di atas. Misalnya beban belajar mata pelajaran Pemberdayaan tidak banyak bisa saja dikurangi menjadi 1 SKK dan dialihkan pada keterampilan wajib atau pilihan. Begitu juga sebaliknya. Berapa besar bobot SKK yang diperlukan sangat tergantung dari hasil analisis dan kebutuhan setiap satuan pendidikan yang memperhatikan kebutuhan peserta didik dan muatan lokal.

2. Pemetaan Satuan Kredit Kompetensi Paket B Setara SMP Pada dasarnya pemetaan satuan kredit kompetensi Paket B Setara SMP tahapannya sama dengan Paket C Setara SMA.

Perbedaannya adalah tidak ada kelompok peminatan pada Paket C Setara SMP dan perbandingan dengan struktur kurikulum SMP sangat berperan karena distribusi sel akan lebih bervariasi. Isian bobot SKK pada mata pelajaran untuk setiap paket kompetensi akan sangat dipengaruhi oleh struktur kurikulum SMP. Kenapa begitu? Karena muatan kurikulum Paket B sama dengan SMP sehingga beban belajar

PK 5.1 PK 5.2 PK 5.3 PK 5.4 PK 6.1 PK 6.2

6 6 6 6 24 7 6 13

11. Pemberdayaan 2 2 2 2 8 2 2 4

12. Keterampilan

a. Keterampilan Wajib 2 2 2 2 8 3 2 5

b. Keterampilan Pilihan 2 2 2 2 8 2 2 4

Jumlah Bobot SKK Ditempuh 18 20 22 20 80 23 19 42

Bobot Satuan Kredit Kompetensi (SKK)

Tingkatan 6 Setara Kelas XII Setara Kelas XII

Mata Pelajaran

Kelompok Khusus

Setara Kelas X Setara Kelas XI Jumlah Tingkatan 5

Jumlah Tingkatan 6 Tingkatan 5 Setara Kelas X-XI

(26)

19

harus didistribusikan seimbang dalam bobot SKK dengan beban belajar satuan waktu (jam pelajaran) pada struktur kurikulum SMP.

Tabel 8. Struktur Kurikulum Paket B Setara SMP

Pada tabel di atas disajikan struktur kurikulum Paket B Setara SMP yang menunjukkan bahwa bobot satuan kredit kompetensi pada setiap tingkatan belum terpetakan ke dalam setiap mata pelajaran.

Untuk memetakan mata pelajaran kelompok kita siapkan tabel sebagai berikut ini.

Tingkatan 3 Setara Kelas VII - VIII

Tingkatan 4 Setara Kelas IX Jumlah

1. Pendidikan Agama dan Budi Pekerti

2. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan 3. Bahasa Indonesia 4. Bahasa Inggris 5. Matematika

6. Ilmu Pengetahuan Alam 7. Ilmu Pengetahuan Sosial

8. Pemberdayaan 9. Keterampilan

Jumlah 80 38 118

Kelompok Khusus

24 11 35

Mata Pelajaran

Bobot Satuan Kredit Kompetensi (SKK)

Kelompok Umum

56 27 83

(27)

20

a. Langkah Pertama Memetakan Mata Pelajaran Kelompok Umum Tabel 9. Tingkatan 3 dan Tingkatan 4 Paket B Setara SMP

Menurut tabel di atas dapat diketahui bahwa pada Tingkatan 3 terdapat tujuh mata pelajaran pada kelompok umum (baris) dan empat paket kompetensi (kolom) sehingga jumlah sel terdapat 28 buah. Sementara itu bobot SKK yang disediakan adalah 56 SKK. Jika bobot SKK pada Tingkatan 3 didistribusikan secara merata maka setiap sel akan mendapatkan alokasi masing-masing sebesar 2 SKK.

Namun distribusi setiap mata pelajaran memperoleh 2 SKK ini belum logis jika dibandingkan dengan kedalaman dan keluasan materi setiap mata pelajaran. Untuk mendistribusikan secara proporsional maka perlu dilakukan pencermatan struktur kurikulum SMP. Mengapa harus dilakukan pencermatan dengan kurikulum SMP?

Karena Paket B adalah program pendidikan kesetaraan SMP yang mana muatan kurikulum sama dengan SMP. Memperhatikan struktur kurikulum SMP pada tabel 10 maka dapat disimpulkan bahwa tidak logis jika 56 SKK dibagi rata ke dalam 28 sel. Perlu dilakukan pemetaan satuan kredit kompetensi Paket B dengan memperhatikan struktur kurikulum SMP tersebut.

PK 3.1 PK 3.2 PK 3.3 PK 3.4 PK 4.1 PK 4.2

0 0 0 0 0 0 0 0

1. Pendidikan Agama dan Budi

Pekerti 0 0

2. Pendidikan Pancasila dan

Kewarganegaraan 0 0

3. Bahasa Indonesia 0 0

4. Bahasa Inggris 0 0

5. Matematika 0 0

6. Ilmu Pengetahuan Alam 0 0

7. Ilmu Pengetahuan Sosial 0 0

Kelompok Umum Mata Pelajaran

Bobot Satuan Kredit Kompetensi (SKK)

Tingkatan 3 Setara Kelas VII-VIII Tingkatan 4 Setara Kelas IX Setara Kelas VII Setara Kelas VIII Jumlah

Tingkatan 3

Setara Kelas IX Jumlah Tingkatan 4

(28)

21 Tabel 10. Struktur Kurikulum SMP

Berdasarkan struktur kurikulum SMP tersebut dapat disimpulkan bahwa mata pelajaran Bahasa Indonesia memiliki beban belajar tertinggi yaitu 6 jam pelajaran per minggu, disusul Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam masing-masing 5 jam pelajaran per minggu, Ilmu Pengetahuan Sosial dan Bahasa Inggris masing-masing 4 jam pelajaran per minggu, kemudian terakhir Pendidikan Agama dan Budi Pekerti serta Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan masing-masing 3 jam pelajaran per minggu.

Pada pendistribusian satuan kredit kompetensi Paket B, diberikan secara berimbang seperti perimbangan struktur kurikulum SMP. Walaupun bobot satuan kredit kompetensi Paket tidak persis proporsional seperti proporsi beban belajar struktur kurikulum SMP, namun paling tidak mendekati sehingga implementasi pembelajaran sesuai dengan beban belajar dan bobot SKK.

(29)

22

Cara yang sama dilakukan untuk memetakan satuan kredit kompetensi mata pelajaran kelompok umum pada Tingkatan 4.

Setelah dilakukan pemetaan maka hasilnya seperti disajikan pada Tabel 11 berikut ini.

Tabel 11. Pemetaan Satuan Kredit Kompetensi Paket B Setara SMP

b. Langkah Pertama Memetakan Mata Pelajaran Kelompok Khusus Pemetaan satuan kredit kompetensi kelompok khusus dilakukan dengan cara yang sama ketika melakukan pemetaan kelompok khusus pada Paket C. Perbedaannya pada Paket B Setara SMP bobot SKK pada tingkatan akhir yaitu Tingkatan 4 kurang 1 SKK jika didistribusikan pada setiap sel. Penentuan pengurangan ataupun pengalihan bobot SKK antar sel pada kelompok khusus sangat bergantung pada keputusan satuan pendidikan sesuai dengan program kelompok khusus yang akan diselenggarakan dengan memperhatikan beban belajar masing-masing mata pelajaran.

PK 3.1 PK 3.2 PK 3.3 PK 3.4 PK 4.1 PK 4.2

15 13 15 13 56 15 12 27

1. Pendidikan Agama dan Budi

Pekerti 1 1 1 1 4 1 1 2

2. Pendidikan Pancasila dan

Kewarganegaraan 1 1 1 1 4 1 1 2

3. Bahasa Indonesia 3 3 3 3 12 3 2 5

4. Bahasa Inggris 2 2 2 2 8 2 2 4

5. Matematika 3 2 3 2 10 3 2 5

6. Ilmu Pengetahuan Alam 3 2 3 2 10 3 2 5

7. Ilmu Pengetahuan Sosial 2 2 2 2 8 2 2 4

6 6 6 6 24 6 5 11

8. Pemberdayaan 2 2 2 2 8 2 2 4

9. Keterampilan

a. Keterampilan Wajib 2 2 2 2 8 2 1 3

b. Keterampilan Pilihan 2 2 2 2 8 2 2 4

Jumlah 21 19 21 19 80 21 17 38

Bobot Satuan Kredit Kompetensi (SKK)

Tingkatan 4 Setara Kelas IX Setara Kelas IX

Mata Pelajaran

Kelompok Khusus

Setara Kelas VII Setara Kelas VIII

Kelompok Umum

Jumlah Tingkatan 3

Jumlah Tingkatan 4 Tingkatan 3 Setara Kelas VII-VIII

(30)

23

3. Pemetaan Satuan Kredit Kompetensi Paket A Setara SD Pemetaan pada program pendidikan kesetaraan Paket A Setara SD tahapannya sama dengan Paket B di atas. Untuk mendistribusikan beban belajar satuan kredit kompetensi ke setiap mata pelajaran perlu memperhatikan struktur kurikulum Sekolah Dasar. Sebelumnya dicermati terlebih dahulu struktur kurikulum Paket A Setara SD sebagaimana bisa dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 12. Struktur Kurikulum Paket A Setara SD

Pemetaan satuan kredit kompetensi Paket A perlu lebih cermat karena besaran SKK pada setiap tingkatan harus didistribusikan ke tiga setara kelas di samping didistribusi ke setiap mata pelajaran. Tingkatan 1 didistribusikan ke setara Kelas 1, Kelas 2 dan Kelas 3 sedangkan Tingkatan 2 didistribusikan ke setara Kelas 4, Kelas 5 dan Kelas 6. Berbeda dengan pendistribusian Paket B dan Paket C yang mencapai empat paket kompetensi, Paket A dalam satu tingkatan disitribusikan ke dalam enam paket kompetensi sehingga

Tingkatan 1 Setara Kelas I - III

Tingkatan 2 Setara Kelas IV-VI Jumlah

1. Pendidikan Agama dan Budi Pekerti

2. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan 3. Bahasa Indonesia 4. Matematika

5. Ilmu Pengetahuan Alam 6. Ilmu Pengetahuan Sosial

7 Pemberdayaan 8 Keterampilan (okupasi)

Jumlah 102 117 219

Kelompok Khusus

31 35 66

Mata Pelajaran

Bobot Satuan Kredit Kompetensi (SKK)

Kelompok Umum

71 82 153

(31)

24

jika memperhatikan struktur kurikulum Sekolah Dasar akan memudahkan dalam mempertimbangkan besar satuan kredit kompetensi setiap mata pelajaran pada setiap tingkatan.

Oleh karena itu sebelum melakukan pendistribusian satuan kredit kompetensi dilakukan pencermatan struktur kurikulum Sekolah Dasar sebagaimana disajikan dalam tabel 13 berikut ini.

Tabel 13. Struktur Kurikulum Sekolah Dasar

Berdasarkan struktur kurikulum Sekolah Dasar pada tabel di atas diketahui bahwa mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam dan Ilmu Pengetahuan Sosial belum diajarkan pada kelas I, II dan III.

Dengan demikian pada Paket A Tingkatan I, kedua mata pelajaran tersebut juga tidak disajikan. Jika tidak melihat struktur kurikulum Sekolah Dasar bisa jadi pada pemetaan satuan kredit kompetensi mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam dan Ilmu Pengetahuan Sosial akan mendapatkan alokasi satuan kredit kompetensi. Inilah pentingnya mencermati struktur kurikulum Sekolah Dasar agar

(32)

25

pemetaan satuan kredit kompetensi Paket A sesuai dengan padanannya Sekolah Dasar.

Sebagai acuan, seperti sudah dijelaskan juga pada bagian sebelumnya, bahwa jika pada struktur kurikulum pendidikan formal alokasi waktu satu minggu mata pelajaran Bahasa Indonesia misalnya sebesar 8 JPL seminggu, maka dalam pemetaan satuan kredit kompetensi menjadi sebesar 4 SKK. Acuannya bobot SKK mata pelajaran pendidikan kesetaraan adalah sebesar setengah kali beban belajar pada pendidikan formal.

Dengan acuan tersebut dan memperhatikan struktur kurikulum Sekolah Dasar maka pemetaan satuan kredit kompetensi Paket A dapat disajikan pada Tabel 14 berikut ini.

(33)

26

Tabel 14. Pemetaan Satuan Kredit Kompetensi Paket A Setara SD

PK 1.1 PK 1.2 PK 1.3 PK 1.4 PK 1.5 PK 1.6 PK 2.1 PK 2.2 PK 2.3 PK 2.4 PK 2.5 PK 2.6

11 11 11 12 13 13 71 15 13 15 13 14 12 82

1. Pendidikan Agama dan Budi

Pekerti 2 2 2 2 2 2 12 2 2 2 2 2 2 12

2. Pendidikan Pancasila dan

Kewarganegaraan 2 2 2 3 3 3 15 2 2 2 2 2 2 12

3. Bahasa Indonesia 4 4 4 4 5 5 26 4 4 4 4 4 4 24

4. Matematika 3 3 3 3 3 3 18 3 3 3 3 3 2 17

5. Ilmu Pengetahuan Alam 0 2 1 2 1 1 1 8

6. Ilmu Pengetahuan Sosial 0 2 1 2 1 2 1 9

5 5 5 5 6 5 31 6 6 6 6 6 5 35

7 Pemberdayaan 2 2 2 2 3 2 13 2 2 2 2 3 2 13

8 Keterampilan

a. Keterampilan Wajib 2 2 2 2 2 2 12 2 2 2 2 1 1 10

b. Keterampilan Pilihan 1 1 1 1 1 1 6 2 2 2 2 2 2 12

Jumlah 16 16 16 17 19 18 102 21 19 21 19 20 17 117

Tingkatan 1 Setara Kelas I-III

Setara Kelas III Jumlah Tingkatan 1 Mata Pelajaran

Bobot Satuan Kredit Kompetensi (SKK)

Tingkatan 2 Setara Kelas IV-VI

Setara Kelas IV Setara Kelas V Setara Kelas VI Jumlah Tingkatan 2

Kelompok Khusus

Setara Kelas I Setara Kelas II

Kelompok Umum

(34)

27

Strategi pembelajaran pada Paket A dapat dilakukan dengan pendekatan tematik, terutama pada Tingkatan 1. Namun demikian dalam pemetaan satuan kredit kompetensi setiap mata pelajaran pada Tingkatan 1 tetap dialokasikan satuan kredit kompetensi, demikian pula pada Tingkatan 2. Jika pembelajaran dilakukan dengan pola tematik tidak akan berpengaruh pada pemetaan, karena nilai hasil belajar tetap disajikan untuk setiap mata pelajaran, bukan mata pelajaran tematik. Kemudian untuk menghitung beban belajar digabungkan semua mata pelajaran yang dilakukan pembelajaran tematik tersebut.

4. Konversi Bobot SKK Menjadi Jam Pelajaran

Bobot SKK belum menunjukkan beban belajar dalam satuan jam pelajaran. Oleh karena itu hasil pemetaan SKK perlu dikonversi ke dalam jam pelajaran sebelum digunakan untuk menyusun jadwal pembelajaran.

Satu SKK jika dilakukan pembelajaran tatap muka dikonversi menjadi satu jam pelajaran. Satu SKK jika dilakukan pembelajaran tutorial dikonversi menjadi dua jam pelajaran. Pembelajaran tatap muka dan tutorial dilaksanakan terjadwal dalam pertemuan di kelas.

Sedangkan satu SKK jika dilakukan belajar mandiri dikonversi menjadi tiga jam pelajaran. Belajar mandiri tidak dijadwalkan belajar di kelas, namun peserta didik belajar sendiri di mana pun ia berada.

Ketentuan di atas dilakukan jika pilihan pembelajaran tatap muka, tutorial dan mandiri dilaksanakan secara blok SKK untuk setiap mata pelajaran. Namun demikian pembelajaran lebih sering dilaksanakan secara kombinasi di antara ketiga pola pembelajaran tersebut. Maka untuk menghitung konversi basis yang digunakan adalah konversi berdasarkan pola pembelajaran tatap muka, yaitu satu SKK dikonversi menjadi satu jam pelajaran.

(35)

28

Pada Panduan Penyusunan Perencanaan Pembelajaran Kurikulum 2013 Pendidikan Kesetaraan disampaikan jika alokasi waktu yang dibutuhkan berdasarkan analisi modul ternyata lebih besar dari ketersediaan waktu yang ada maka beberapa langkah pembelajaran dilakukan dengan belajar mandiri.

Misalnya berdasarkan analisis modul mata pelajaran PPKn Paket C (1 SKK) membutuhkan waktu 10 jam pelajaran, sedangkan pembelajaran satu modul tersedia selama 6 minggu efektif sehingga alokasi waktu yang tersedia adalah 6 jam pelajaran. Maka harus ada kegiatan pembelajaran yang dilakukan belajar mandiri sebesar 4 jam pelajaran agar alokasi waktu sesuai dengan ketersediaan waktu.

Selanjutnya dalam menyusun jadwal perlu diperhatikan ketentuan bahwa satu jam pelajaran Paket C dilaksanakan selama 45 menit, Paket B selama 40 menit, dan Paket A selama 35 menit.

(36)

29

BAB III

RANCANGAN IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN BERBASIS MODUL

embelajaran pendidikan kesetaraan pada kurikulum 2013 dilaksanakan berbasis modul. Modul sebagai delivery system dapat dilakukan dengan cara belajar mandiri, karena modul disusun agar peserta didik dapat belajar mandiri. Namun demikian belajar mandiri tidak dilakukan secara penuh karena pembelajaran modul tetap memerlukan kegiatan tatap muka dan atau kegiatan tutorial. Artinya belajar mandiri menggunakan modul tidak bisa dilakukan 100% mandiri. Kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh peserta didik menggunakan modul melalui belajar mandiri, dan hanya datang saat ujian pendidikan kesetaraan atau ujian nasional merupakan pemahaman yang salah dan tidak dibenarkan.

Modul pendidikan kesetaraan sudah disusun oleh penulis yang ditunjuk Direktorat Pembinaan PendidiKan Keaksaraan dan Kesetaraan dengan penyelia dari Pusat Kurikulum dan Perbukuan Kemdikbud. Sejak tahun 2018 sudah tersedia modul untuk Paket A setara kelas IV, Paket B setara kelas VII, dan Paket C setara kelas X.

Artinya mulai tahun ajaran 2019/2020 satuan pendidikan sudah bisa mengimplementasikan K13 mulai kelas awal karena modul sudah tersedia. Modul pendidikan kesetaraan dapat diunduh di laman Rumah Belajar (https://belajar.kemdikbud.go.id/). Modul akan disediakan secara bertahap untuk rombongan belajar atau kelas di atasnya.

Setiap mata pelajaran pada satu tahun pelajaran tersedia sejumlah 5 (lima) modul, kecuali mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Paket B memiliki 6 (enam) modul.

P

(37)

30

Modul-modul tersebut didistribusikan pada dua paket kompetensi.

Satu paket kompetensi setara dengan satu semester pada pendidikan formal. Pada paket kompetensi atau semester ganjil melaksanakan pembelajaran tiga modul dan paket kompetensi atau semester genap dua modul. Mengapa pada paket kompetensi atau semester genap diberikan beban dua modul? Karena pada semester genap satuan pendidikan (PKBM/SKB) waktu efektif belajar berkurang karena kegiatan USBN dan Ujian Nasional. PKBM/SKB biasanya tidak hanya menyelenggarakan satu jenjang program pendidikan, tapi banyak yang menyelenggarakan Paket C, Paket B dan Paket A sekaligus sehingga kegiatan ujian akhir akan menyita waktu belajar efektif kelas di bawahnya.

Gambar pada halaman berikut ini memberikan ilustrasi pelaksanaan pembelajaran berbasis modul yang dilaksanakan pada Paket C Setara SMA mulai Tingkatan 5 setara Kelas X sampai dengan Tingkatan 6 setara Kelas XII.

(38)

31

Gambar 3. Alokasi Pembelajaran Modul ke dalam Paket Kompetensi atau Semester dalam Satu Tahun.

Peserta didik dapat melanjutkan modul berikutnya jika sudah memenuhi kriteria ketuntasan minimal yang dilakukan melalui proses penilaian hasil belajar. Penilaian hasil belajar pendidikan kesetaraan Kurikulum 2013 berbasis modul dilakukan melalui penilaian proses dan penilaian akhir modul. Penilaian proses terdiri dari penugasan dan atau latihan yang dapat diambil dari modul.

Sedangkan penilaian akhir modul berupa ujian modul. Soal ujian modul disusun oleh tutor pengampu mata pelajaran.

Nilai yang dicantumkan dalam rapor adalah nilai modul. Nilai modul untuk kompetensi dasar pengetahuan (KD 3.x) adalah nilai gabungan dari penugasan, latihan dan ujian modul. Sedangkan nilai modul kompetensi dasar keterampilan (KD 4.x) adalah hasil rerata nilai penugasan.

Penilaian hasil belajar menggunakan basis modul, tidak perlu melakukan ujian semester. Laporan hasil belajar (buku rapor) tidak menyajikan nilai semester melainkan menyajikan nilai modul.

Laporan hasil belajar (rapor) pendidikan kesetaraan kurikulum 2013 menyajikan capaian hasil belajar sikap spiritual, sikap sosial, pengetahuan dan keterampilan. Capaian hasil belajar pengetahuan dan keterampilan disajikan setiap modul, sedangkan capaian hasil belajar sikap spiritual dan sikap sosial disajikan setiap paket kompetensi (semester). Penyajian capaian hasil belajar pengetahuan dan keterampilan khusus mata pelajaran Pemberdayaan, Keterampilan Wajib dan Keterampilan Pilihan tidak disajikan setiap modul namun setiap paket kompetensi.

Pada paket kompetensi atau semester ganjil minggu efektif yang tersedia adalah 18 minggu efektif. Minggu efekif adalah minggu pelaksanaan pembelajaran tidak termasuk libur semester, ujian dan kegiatan lainnya di luar akademik/kurikuler. Karena pada semester

(39)

32

atau paket kompetensi ganjil terdapat 18 minggu efektif dan melaksanakan pembelajaran tiga modul, maka setiap modul memerlukan waktu belajar selama enam minggu efektif.

Pembelajaran berbasis modul dapat dilaksanakan melalui tiga pola pembelajaran, yaitu pembelajaran tatap muka, pembelajaran tutorial, dan belajar mandiri. Pola pembelajaran dapat dilakukan secara kombinasi di antara ketiganya.

A. Pelaksanaan Pembelajaran Tatap Muka dan Tutorial

Pelaksanaan pembelajaran tatap muka dan tutorial dilaksanakan secara terjadwal regular, sehingga peserta didik hadir di dalam kelas mengikuti pembelajaran. Pembelajaran tatap muka lebih berorientasi menyampaikan materi dengan menyesuaikan pendekatan saintifik yang menjadi ciri khas kurikulum 2013.

Sedangkan pembelajaran tutorial berorientasi pada pemecahan masalah yang sulit dan atau pembahasan materi atau soal. Karena itulah pembelajaran tutorial dalam konsep pendidikan kesetaraan tetap hadir di kelas (regular maupun daring).

Gambar 4. Ilustrasi Pelaksanaan Pembelajaran Berbasis Modul Pola Tatap Muka dan atau Tutorial

Misalnya mata pelajaran Bahasa Indonesia Paket C Setara SMA Tingkatan 5 Setara Kelas X memiliki bobot satuan kredit kompetensi sebesar 1 SKK, maka pelaksanaan pembelajaran tatap muka disediakan alokasi waktu 1 jam pelajaran (JPL) setiap minggu.

Sehingga dalam satu paket modul tersedia alokasi waktu sebanyak 1

(40)

33

JPL X 6 minggu efektif, yaitu 6 JPL. Jika dalam perencanaan pembelajaran ternyata dinyatakan bahwa pembelajaran modul Bahasa Indonesia memerlukan alokasi waktu 12 JPL, maka harus ada kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan secara mandiri. Pemilihan kegiatan pembelajaran yang dapat dilakukan secara mandiri dapat dilihat dari silabus atau merubah kegiatan pembelajaran tertentu menjadi kegiatan pembelajaran mandiri dengan merubah rumusan kalimat dalam silabus yang mencirikan pembelajaran mandiri.

B. Pelaksanaan Pembelajaran Kombinasi Tatap Muka/Tutorial dengan Belajar Mandiri

Pada contoh di atas pelaksanaan pembelajaran tatap muka atau tutorial tetap dilaksanakan selama enam kali pertemuan dalam satu modul walaupun dikombinasikan dengan belajar mandiri.

Kombinasi belajar mandiri dapat pula mengurangi jumlah jam pertemuan dalam satu modul. Perhatikan gambar pada halaman berikut ini.

Gambar 5. Ilustrasi Pelaksanaan Pembelajaran Berbasis Modul Pola Tatap Muka dan atau Tutorial Kombinasi Belajar Mandiri

Pada Gambar 4 pembelajaran dalam satu modul dilaksanakan dalam enam kali pertemuan dan diakhiri dengan ujian modul pada minggu ketujuh. Ketika belajar mandiri belum memenuhi disebabkan kurangnya alokasi waktu, maka dilakukanlah kombinasi belajar mandiri. Pada pola kombinasi sebagaimana diilustrasikan Gambar 5

(41)

34

jumlah pertemuan satu modul lebih sedikit dengan melakukan kombinasi belajar mandiri, dan bukan menambah beban belajar peserta didik di luar tatap muka atau tutorial. Model secama ini memang dirancang untuk mengurangi jumlah jam pertemuan.

Meskipun demikian, kegiatan pertemuan dalam bentuk tatap muka atau tutorial masih tetap dibutuhkan guna memberikan pemahaman dan atau pengayaan jika peserta didik kurang memahami saat melakukan belajar mandiri. Pola semacam inilah yang disebut penerapan modul sebagai delivery system pembelajaran.

Pola ini biasa dilakukan untuk melaksanakan pembelajaran secara bergantian. Misalnya, pada minggu pertama hari jam yang sama jadwal digunakan untuk mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan pada minggu kedua hari jam yang sama digunakan untuk mata pelajaran Sejarah Indonesia Paket C Tingkatan 5 Setara Kelas X. Pada minggu pertama mata pelajaran Sejarah Indonesia belajar mandiri, dan pada minggu kedua mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan belajar mandiri. Begitu seterusnya sampai habis waktu pembelajaran satu modul dan diakhiri ujian modul.

Hal tersebut dapat dilakukan karena kurikulum 2013 pendidikan kesetaraan tidak lagi mengenal ketentuan minimal prosentase pembelajaran tatap muka dan pembelajaran tutorial serta ketentuan maksimal prosentase belajar mandiri.

C. Belajar Mandiri

Selanjutnya, bagaimana belajar mandiri berbasis modul dilakukan? Pembelajaran pendidikan kesetaraan dengan menggunakan modul dapat dilakukan secara konvensional maupun dalam jaringan (daring) atau online. Belajar mandiri diawali dengan kontrak belajar dan diakhiri dengan ujian modul. Secara konvensional kontrak belajar dan ujian modul peserta didik datang

(42)

35

secara fisik ke satuan pendidikan. Secara daring peserta didik pada kontrak belajar dan ujian modul dilakukan melalui media internet.

Di antara kontrak belajar dan ujian modul dapat dilakukan kegiatan pembelajaran tatap muka dan atau tutorial. Pembelajaran tatap muka dilakukan untuk menyampaikan materi, sedangkan pembelajaran tutorial dilakukan untuk membahas materi yang sulit atau latihan soal. Jumlah atau frekuensi pembelajaran tatap muka dan tutorial disesuaikan dengan kebutuhan dan kesulitan yang dihadapi peserta didik.

Artinya belajar mandiri menggunakan modul tidaklah mungkin seratus persen mandiri atau sama sekali tidak ada pertemuan di satuan pendidikan baik konvensional maupun daring. Kontrak belajar dan ujian modul dilakukan dalam bentuk pertemuan. Bahkan, bisa juga dimungkinkan melakukan kegiatan belajar tatap muka dan atau tutorial di antara kontrak belajar dan ujian modul.

Gambar 6. Ilustrasi Pelaksanaan Pembelajaran Berbasis Modul Pola Belajar Mandiri

Belajar mandiri pada setiap modul memerlukan kegiatan pendahuluan berupa kontrak belajar antara peserta didik dan tutor.

Kegiatan kontrak belajar ini memerlukan kehadiran peserta didik di satuan pendidikan untuk menerima penjelasan dari tutor tentang apa yang harus dipelajari dan tugas atau tagihan yang harus diselesaikan. Pada gilirannya peserta didik menandatangani kontrak

(43)

36

belajar yang berupa kesepakatan antara peserta didik dan tutor untuk belajar modul dan menyelesaikan tugas dan atau tagihan.

Satuan pendidikan yang menerapkan pembelajaran daring, kontrak belajar dapat dilakukan secara daring yaitu melakukan pembicaraan daring dan peserta diminta untuk mengirim kembali form kontrak belajar melalui email.

Pada saat kontrak belajar disepakati perlu tidaknya kegiatan pembelajaran tatap muka dan atau tutorial sebelum dilaksanakan ujian modul. Jika disepakati, langkah selanjutnya adalah menentukan frekuensi dan jadwalnya. Kegiatan pembelajaran dan atau tutorial antara kontrak belajar dan ujian modul bisa dilakukan satu kali, dua kali, tiga kali sesuai dengan kebutuhan dan kesepakatan. Pada setiap pertemuan tatap muka atau tutorial mensyaratkan peserta didik untuk membaca modul sebagai wujud pelaksanaan belajar mandiri. Artinya pertemuan tidak akan efektif jika peserta didik tidak membaca modul terlebih dahulu. Dengan demikian, sebenarnya pertemuan antara kontrak belajar dan ujian modul cenderung berbentuk tutorial karena lebih berfungsi sebagai pembahasan materi yang sulit dan latihan soal. Jika ada yang belum dipahami maka tutor dapat melakukan kegiatan pembelajaran tatap muka.

Setelah peserta didik selesai belajar mandiri maka pada waktu yang telah ditentukan, mereka dapat mengikuti ujian modul. Jika hasil ujian modul mencapai batas minimal ketuntasan maka peserta didik diperbolehkan melanjutkan ke modul selanjutnya. Namun jika belum memenuhi kriteria maka peserta didik melakukan remidi secara mandiri atau dibawah bimbingan tutor, dan mengikuti ujian modul ulang.

Berdasarkan uraian di atas, maka belajar mandiri berbasis modul tetap dilakukan pertemuan di kelas atau satuan pendidikan, serta dapat dilakukan pembelajaran tatap muka dan atau tutorial.

(44)

37

Jadwal pembelajaran tatap muka dan tutorial tidak dijadwal mingguan namun menyesuaikan dengan kebutuhan.

Walaupun diilustrasikan satu modul diselesaikan dalam enam minggu, namun sebenarnya penyelesaian satu modul akan bergantung pada kecepatan setiap peserta didik. Implementasi ini memerlukan kemampuan tutor dalam mengelola dan melayani rombongan belajar karena kecepatan belajar tiap peserta didik tidak sama.

(45)

38

(46)

39

BAB IV

MERANCANG PROGRAM KELOMPOK KHUSUS

alah satu ciri khas kurikulum 2013 pendidikan kesetaraan adalah adanya program kelompok khusus yang dirancang berisi muatan pemberdayaan dan muatan keterampilan.

Kedua muatan tersebut menjadi mata pelajaran pemberdayaan serta mata pelajaran keterampilan wajib dan mata pelajaran keterampilan pilihan. Muatan kelompok khusus memiliki bobot beban belajar 30% SKK dari keseluruhan SKK tiap tingkatan.

Gambar 7. Program Kelompok Khusus Pendidikan Kesetaraan

Program muatan pemberdayaan memuat kompetensi untuk menumbuhkan keberdayaan, harga diri, percaya diri, sehingga peserta didik mampu mandiri dan berkreasi dalam kehidupan bermasyarakat. Sedangkan keterampilan merupakan memuat

S

(47)

40

pengembangan keterampilan yang dibutuhkan peserta didik dalam memasuki dunia kerja atau memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

Ditinjau dari konsep kecakapan hidup (life skills) muatan pemberdayaan berorientasi mengembangkan soft skills, sedangkan muatan keterampilan berorientasi mengembangkan hard skills atau vocational skills.

Gambar 8. Merancang Program Kelompok Khusus

A. Program Muatan Pemberdayaan

Pemberdayaan berarti memiliki daya atau kuasa untuk bertindak. Adapun maksudnya seseorang yang berdaya adalah memiliki kapasitas untuk bertindak dalam berhubungan dengan orang lain, menjalankan kelembagaan dan atau bekerjasama untuk mencapai sesuatu tujuan.

(48)

41

Program pemberdayaan memiliki dua arti strategis, yaitu pertama, sebagai kepemilikan kuasa atau kapasitas bertindak dalam diri subjek, kedua, sebagai subjek yang mandiri, berdaulat, dengan segala potensi dan kekuatan dimiliki dalam bertindak yang menentukan nasib hidup. Keberdayaan juga bisa diartikan secara strategis sebagai kemampuan atau kapasitas bertindak secara kolektif yang bersifat relasional dalam hubungan dan kerjasama dengan pihak atau orang lain.

Strategi penyelenggaraan program pemberdayaan yang mengedepankan keberdayaan peserta didik atau warga belajar dalam mengatasi masalah dan menjawab tantangan hidup, memasuki dunia kerja dan menumbuhkan kreativitas dan produktivitas kehidupan publik. Kapasitas pemberdayaan akan dikembangkan melalui proses pembelajaran dengan cara diskusi, merumuskan masalah, mengatasi masalah, menyampaikan pendapat dan pandangan yang bersifat menggerakkan dalam praktek mengatasi masalah dan menjawab tantangan dalam hidup.

Gambar 9. Kegiatan Mata Pelajaran Pemberdayaan

Bentuk pemberdayaan pada pendidikan kesetaraan terdapat tiga bentuk yaitu

1. Keberdayaan individual, dalam arti kapasitas individual dalam bertindak diperlukan agar peserta didik mampu dan berdaya

(49)

42

mengembangkan diri sejalan dengan tingkat perkembangannya dan kemajuan berlangsung di masyarakat. Muatan pemberdayaan ini diberikan baik dalam bentuk penguatan kapasitas diri maupun kemampuan mengenali struktur sekitar yang menghambat pengembangan diri dan sekaligus yang memberi peluang bagaimana menggunakannya, khususnya menggunakan kelembagaan yang ada, bagi penguatan-penguatan kapasitas dalam pengembangan diri.

2. Keberdayaan relasional, diperlukan untuk berkontribusi pada masyarakat sekitar dan dunia kerja. Keberdayaan dalam arti kapasitas bertindak secara relasional ini ditentukan bukan hanya oleh pribadi atau individu peserta didik, tetapi secara kontigen atau terbuka ditentukan oleh momentum berlangsungnya relasi atau hubungan sosial sebagai hasil dari tindakan kolektif.

3. Keberdayaan kolektif, bisa diartikan sebagai kemampuan membentuk keduanya, baik mengembangkan diri maupun secara kolektif dalam artinya yang progresif. Dalam praktek pemberdayaan ini ditekankan pembentukan diri sekaligus struktur atau kelembagaan melalui proses emansipasi dalam kepemimpinan kelompok.

Adapun tujuan pemberdayaan adalah:

1. Memiliki keberdayaan untuk mengatasi masalah

Peserta didik memiliki kemandirian dalam pengembangan diri untuk mengatasi masalah sosial dan ekonomi yang dihadapi dalam kehidupannya.

2. Memiliki keberdayaan untuk pengembangan kreativitas

Peserta didik mampu menumbuhkan keberdayaan kreativitas dalam mencipta solusi yang mendorong kemajuan masyarakat.

Memulihkan integritas kepribadian, mengembangkan identitas kewargaan dan kewarganegaraan, dan menumbuhkan nasionalisme sebagai warga negara Indonesia

Gambar

Gambar 1. Perbedaan Struktur Kurikulum Lama dan Kurikulum 2013  Paket B Setara SMP
Gambar 2. Lokakarya Peninjauan Kurikulum PKBM Sebelum Dimulai  Tahun Pelajaran
Gambar 3. Penyusunan Silabus dan RPP oleh Tutor Pendidikan  Kesetaraan
Tabel 1. Struktur Kurikulum Paket C Setara SMA
+7

Referensi

Dokumen terkait

31 Sehingga dapat disimpulkan lingkar pinggang yang digunakan sebagai pengukuran antropometri memiliki hubungan de ngan profil lipid yang merupakan faktor risiko

Jadi Sumbangan wakaf tanah produktif terhadap peningkatan sosio-ekonomi masyarakat Islam di Bandar Medan Sumatera Utara boleh diertikan bahawa bantuan atau

94.3% perubahan terhadap seharusnya di- tentukan oleh variabel bebas yakni variabel diklat, kemampuan kerja dan kinerja pega- wai pada Kantor Imigrasi Kelas I Pekanbaru sedangkan

Metode Penelitian Bagian metode penelitian menjelaskan secara rinci setiap kegiatan yang dilakukan untuk menjawab tujuan yang sudah diuraikan Sistematika Penulisan

Bila orang yang membunuh itu ditangkap, Hang Tuah tidak membenarkan diambil sebarang tindakan kerana katanya, Seri Akar Diraja juga ada salahnya dengan Sultan Melaka

Auditor yang akan melaksanakan audit pada e-business harus menyadari bahwa analisis data akan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam proses pengauditan yang

A gyakorlatban ez azt jelenti, hogy egy magas szintű gazdasági szabadsággal rendelkező demokratikus ország esetében nagyobb a valószínűsége annak, hogy nem válik

Namun, pada beberapa varietas kentang yang diuji selain Nadia, memberikan respon yang lebih baik pada saat diberikan perlakuan pupuk kandang sapi dibandingkan dengan perlakuan