• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

4.1.1 Keadaan Wilayah Gorontalo Kota

Gorontalo Kota adalah ibukota Provinsi Gorontalo, Indonesia. Kota ini memiliki luas wilayah 64,79 km² (0,53% dari luas Provinsi Gorontalo) dan berpenduduk sebanyak 180.127 jiwa (berdasarkan data Sensus Penduduk 2010) dengan tingkat kepadatan penduduk 2.719 jiwa/km². Kota ini memiliki motto “Adat Bersendikan Syara, Syara Bersendikan Kitabullah”

sebagai pandangan hidup masyarakat yang memadukan adat dan agama.

Secara geografis, Gorontalo Kota terletak antara 00° 28’ 17” – 00° 35’ 56” Lintang Utara dan 122° 59’ 44” – 123° 05’ 59” Bujur Timur. Batas-batas wilayahnya adalah sebagai berikut :

 Sebelah Utara berbatasan dengan Kec. Bulango Selatan, Kab. Bone Bolango

 Sebelah Selatan berbatasan dengan Teluk Tomini

 Sebelah Barat berbatasan dengan Kec. Telaga dan Batuda’a, Kab. Gorontalo

 Sebelah Timur berbatasan dengan Kec. Kabila, Kab. Bone Bolango.

Awalnya Gorontalo Kota hanya memiliki 3 kecamatan, namun sejak tahun 2003 Gorontalo Kota telah mengalami dua kali pemekaran sehingga bertambah menjadi 6 kecamatan.

Akhirnya pada tahun 2011 diadakan pemekaran kembali sehingga menjadi 9 kecamatan sampai saat ini. Kesembilan kecamatan tersebut terdiri atas 50 kelurahan, 459 RW dan 1.302 RT.

Adapun data lengkap 9 kecamatan dan 50 kelurahan tersebut adalah sebagai berikut :

1. Dumbo Raya, terdiri atas 5 kelurahan, yaitu: (1) Botu; (2) Bugis; (3) Leato Selatan; (4) Leato Utara; dan (5) Talumolo.

33

(2)

2. Dungingi, terdiri atas 5 kelurahan, yaitu: (1) Huangobotu; (2) Libuo; (3) Tomulabutao; (4) Tomulabutao Selatan; dan (5) Tuladenggi.

3. Hulonthalangi, terdiri atas 5 kelurahan, yaitu: (1) Donggala; (2) Pohe; (3) Siendeng; (4) Tanjung Kramat; dan (5) Tenda.

4. Kota Barat, terdiri atas 7 kelurahan, yaitu: (1) Buladu; (2) Buliide; (3) Dembe I; (4) Lekobalo; (5) Molosipat W; (6) Pilolodaa; dan (7) Tenilo.

5. Kota Selatan, terdiri atas 5 kelurahan, yaitu: (1) Biawao; (2) Biawu; (3) Limba B; (4) Limba U I ; dan (5) Limba U II.

6. Kota Tengah, terdiri atas 6 kelurahan, yaitu: (1) Dulalowo; (2) Dulalowo Timur; (3) Liluwo;

(4) Paguyaman; (5) Pulubala; dan (6) Wumialo.

7. Kota Timur, terdiri atas 6 kelurahan, yaitu: (1) Heledulaa; (2) Heledulaa Selatan; (3) Ipilo;

(4) Moodu; (5) Padebuolo; dan (6) Tamalate.

8. Kota Utara, terdiri atas 6 kelurahan, yaitu: (1) Dembe II; (2) Dembe Jaya; (3) Dulomo; (4) Dulomo Selatan; (5) Wongkaditi; dan (6) Wongkaditi Barat.

9. Sipatana, terdiri atas 5 kelurahan, yaitu: (1) Bulotadaa; (2) Bulotadaa Timur; (3) Molosipat U; (4) Tanggikiki; dan (5) Tapa.

4.1.2 Profil Singkat Polres Gorontalo Kota

Polisi Resort atau disingkat dengan POLRES adalah lembaga instansi Negara yang bernaung di Gorontalo Kota yang berperan aktif dalam administrasi pemerintahan, pembangunan dan pemasyarakatan yang khususnya melayani, melindungi dan mengayomi masyarakat yang di percaya dan selalu dekat dengan masyarakat, sebagai pemelihara keamanan dan ketertiban masyarakat di Gorontalo Kota.

(3)

Kantor Polres Gorontalo terdiri atas beberapa bagian, satuan fungsi dan seksi yaitu : Bag Ops, Bag Ren, Bag Sumda, Sat Intelkam, Sat Reskrim, Sat Sabhara, Sat Lantas, Sat Binmas, Sat Tahti dan bagian lain seperti Sium , Sikeur, Sipropam, Sitipol, serta 7 Polsek sebagai ujung tombak pelaksanaan tugas sehari-hari.

Lokasi Praktek Kerja Industri (PRAKERIN) berada di jalan P. Kalengkongan No. 31 Gorontalo Kota. Awalnya di Gorontalo Kota Tahun 1960 Kepolisian di kedua Daerah Gorontalo yaitu Kotamadya Gorontalo dan Kabupaten Gorontalo, hanya satu kantor berkedudukan di Gorontalo Kota tepatnya di Kelurahan Tenda yang sekarang di gunakan sebagai kantor Sat Lantas (Pengurusan SIM).

Kemudian pada tahun 1978 Kantor Polisi Gorontalo berpisah dua yaitu Kantor Polisi Kabupaten Gorontalo dengan istilah Komres 1906 Gorontalo dan kantor Polisi Kota Gorontalo dengan istilah Komres 1905 Gorontalo.

Komres 1905 Gorontalo di Pimpin oleh seorang Danres (Komandan Resort) An. Letkol Pol. Sam Parrangan dari Tahun 1978 S/d 1981, dengan membawahi 3 ( Tiga ) Sektor masing - masing sebagai berikut :

a. Komsek 1905-01 Kota Utara b. Komsek 1905-02 Kota Selatan c. Komsek 1905-03 Kota Barat

Pada tahun 1982 nama Komres 1905 Gorontalo diganti dengan nama Koresta 1505 Gorontalo (Komandan Resort Kota 1505 Gorontalo). Dipimpin oleh Letkol Pol. Bintoro Masduchy dari Tahun 1981 s/d 1984.

Pada tahun 1984 istilah Koresta 1505 Gorontalo diganti dengan nama Polresta Gorontalo (Kepolisian Resort Kota Gorontalo) dipimpin oleh Letkol Pol. Ali Hanafiah (bertugas 6 bulan).

(4)

Terakhir nama Polresta Gorontalo diganti dengan nama Polres Gorontalo dan berdasarkan Keputusan Kapolda Gorontalo nomor : Kep/203/VIII/2012 tanggal 31 Agustus 2012 Polres Gorontalo menjadi Polres Gorontalo Kota, serta membawahi 7 Polsek masing – masing :

- 3 Polsek Defenitif (Type Rural) yakni : a. Polsek Kota Utara

b. Polsek Kota Selatan c. Polsek Kota Barat

- 4 Polsek Persiapan (Type PraRural) yakni : a. Polsek Kota Timur

b. Polsek Kota Tengah c. Polsek Dungingi

d. Polsek Kawasan Pelabuhan Gorontalo.

 Tugas pokok dan fungsi Kepolisian Resort Gorontalo Kota.

Tugas Kepolisian Resort Gorontalo Kota

 Sium bertugas melaksanakan pelayanan administrasi umum dan ketatausahaan

serta pelayanan markas di lingkungan polres.

Fungsi Kepolisian Resort Gorontalo Kota

 Pelayanan administrasi umum dan ketatausahaan antara lain kesekretariatan dan kearsipan dilingkugan polres.

 Pelayanan markas antara lain pelayanan fasilitas kantor rapat angkutan, perumahan, protokuler untuk upacara, pemakaman

 Visi dan misi Kepolisian Resort Gorontalo Kota.

Visi Kepolisian Resort Gorontalo Kota.

(5)

Mewujudkan polres gorontalo sebagai pelindung, pengayom dan pelayanan masyrakat yang dipercaya dan selalu dekat dengan masyarakat, sebagai pemelihara keamanan dan ketertiban masyrakat serta mewujudkan keamanan dan ketertiban di wilayah Gorontalo Kota.

Misi Kepolisian Resort Gorontalo Kota.

 Memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat dengan prinsip cepat, tepat, tuntas dan transparan.

 Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat dengan tetap memperhatikan norma – norma dan nilai – nilai adat Gorontalo yang berlaku dalam masyarakat Gorontalo kota.

 Menegakan hukum secara profesional dan proposional serta independent

dengan menjunjung tinggi supremasi hukum dan hak asasi manusia demi tercapainya keadilan dan kepastian hukum.

 Meningkatkan nilai – nilai kebersamaan dengan koordinasi dan kerjasama

antara instansi dan komponen masyarakat secara sinergis dalam rangka mewujudkan kondisi yang aman dan tertib.

 Memberikan dukungan kepada masyarakat berupa bimbingan, penyuluhan

dan pengembangan potensi masyarakat untuk ikut serta berperan aktif dalam memelihara keamanan dan ketertiban dilingkungan dilingkungan masyarakat dalam rangka meningkatkan kesadaran hukum.

Adapun para perangakat pengurus tersebut antara lain :

 KAPOLRES GORONTALO KOTA AKBP. Pepen Supena Wijaya, S.IK.

 WAKAPOLRES

(6)

KOMPOL. S. Bagus Santoso.

 KASAT RESKRIM

IPTU. Adi Pradana AE. Amd.

 KANIT PPA

Abram J. Mamahani (Selaku penyidik di Unit Pelayanan Perempuan dan Anak).

 Selaku anggota Unit Pelayanan Perempuan dan Anak

_ Suryadin, SH. ( Brig. Pol. Kepala ) _ Syairulan. ( Brig. Polisi )

_ Nenang Mustafa. ( Brig. Pol. Satu )

4.2 Faktor – faktor penyebab terjadinya penganiayaan terhadap anak

Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa harus kita jaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat, dan hak-hak sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi. Dari sisi kehidupan berbangsa dan bernegara, anak adalah masa depan bangsa dan generasi penerus cita-cita bangsa, sehingga setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, berkembang, dan berpatisipasi serta berhak atas perlindungan dari tindak kekerasan dan diskriminasi. Termasuk juga anak-anak yang menjadi korban tindak pidana penganiayaan yang dilakukan oleh orang – orang yang tidak bertanggung jawab. Oleh sebab itu, sangat penting sekali bagi Pemerintah untuk melakukan perlindungan yang khusus bagi anak yang menjadi korban tindak pidana penganiayaan.

Seiring perkembangan zaman modern seperti sekarang anak tidak lepas dari kenakalannya, ini disebabkan oleh pergaulan si anak, sehingga dapat memicu dampak negatif pada anak itu sendiri, salah satu dampak negatif karena kenakalan anak itu pun menjadi korban penganiayaan terhadap anak itu sendiri.

(7)

Merujuk pada UU No. 23 Tahun 2002 yang mengatur tentang perlindungan hukum terhadap anak kemudian mencermati penganiayaan terhadap korban anak di Gorontalo Kota.

Maka hal ini sangat ironis apabila nantinya penganiayaan terhadap korban anak terjadi terus menerus dan hal ini sangat berdampak negatif terhadap anak itu sendiri salah satunya dapat menganggu psikogis si anak tersebut. Sehingganya permasalahan perlindungan hukum terhadap penganiyaan anak ini harus mendapatkan perhatian lebih khusus lagi oleh para penegak hukum di wilayah kota Gorontalo. Agar dampak negatif tersebut setidaknya dapat terminimalisir.

Sehingga dapat menurunkan tingkat kekerasan yang terjadi di Gorontalo Kota.

Faktor – faktor yang menyebabkan penganiayaan terhadap anak antara lain :

 Faktor Orang Tua

Pandangan keliru tentang posisi anak dalam keluarga, orang tua menganggap bahwa anak adalah seseorang yang tidak tau apa – apa. Dengan demikian pola asuh apapun berhak dilakukan oleh orang tua. Sangat kurangnya pengawasan dapat membuat anak berbuat layaknya tanpa tanggung jawab orang tua. Seperti halnya orang tua memperlakukan dan membimbing anak dengan perlakuan yang tidak sepantasnya, hal ini dapat memicu anak berbuat sesuka hatinya sehingga menjadi pemicu amarah orang lain, yang menyebabkan anak tersebut sebagai sasaran amarah sampai memukul dan menendang si anak, sehingga mengakibatkan anak tersebut mendapatkan kekerasan dari orang lain. Dari data yang saya temukan dilapangan dari tahun 2009 sampai dengan 2012 terdapat 18 orang anak yang mengalami penganiayaan diakibatkan oleh faktor orang tua karena melihat kondisi orang tuanya bersikap acuh tak acuh terhadap anaknya maka hal ini menyebabkan sikap anak menjadi semena – mena. Berlaku kasar kepada yang lebih tua sehingga menyebabkan orang lain marah dan sampai memukul, menendang dan menampar anak tersebut. Salah satunya adalah korban yang berinisial M umur 14 Tahun warga Kel.

(8)

Molosifat W Kec. Kota barat Kota Gorontalo. Kejadiannya berawal dari si M yang melempari batu ke salah seorang warga yang lewat, warga tersebut marah dan akhirnya memukul si M hingga menyebabkan luka dibagian wajah korban. Merasa tidak terima dengan perlakuan salah satu warga tersebut, orang tua korban pun melaporkannya ke Polres Gorontalo Kota dengan tuduhan penganiayaan terhadap anak. Melihat kasus diatas bahwa penganiayaan terhadap anak masih terus terjadi diakibatkan oleh ketidak pedulian orang tua kepada anak bahkan pola asuh yang salah di berikan terhadap anak tersebut.40

Berikut ini adalah daftar tabel jumlah kasus anak sebagai korban penganiayaan yang disebabkan oleh faktor orang tua :

Tabel 1: Data kasus anak sebagai korban penganiayaan yang disebabkan oleh faktor orang tua dari Tahun 2009 - 2012.

NO

Laporan Polisi Tahun

Kasus Anak Sebagai Korban Penganiayaan

GAR. Pasal

1. 2009 3 Pasal 351 KUH pidana tentang

penganiayaan dan UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

2.

2010 7

Pasal 351 KUH pidana tentang penganiayaan dan UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

3.

2011 3

Pasal 351 KUH pidana tentang penganiayaan dan UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

4.

2012 5

Pasal 351 KUH pidana tentang penganiayaan dan UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

JUMLAH 18

Sumber: Data dari Polres Gorontalo Kota bagian Unit Pelayanan Perempuan dan Anak-2013

40 Hasil data dan wawancara dengan Kanit UPPA Polres Gorontalo Kota Tanggal 3 Januari 2014

(9)

 Faktor Lingkungan

Lingkungan adalah tempat beradaptasi langsung bagi anak – anak. Kondisi lingkungan sosial juga dapat menjadi pencetus terjadinya kekerasan pada anak. Kondisi lingkungan sosial yang buruk, pemukiman kumuh, sikap acuh tak acuh terhadap tindakan anak, pandangan terhadap nilai anak yang terlalu rendah, lemahnya perangkat hukum, tidak adanya mekanisme kontrol sosial yang stabil dan nilai masyarakat yang terlalu individualistis.41 Hal inilah yang akan mendorong sikap anak menjadi terabaikan. Seperti halnya ada anggota masyarakat yang kesehariannya hanya mabuk – mabukan, berkata – kata kasar sehingga faktor inilah yang menyebabkan anak terpengaruh oleh hal – hal yang negatif. Dari data yang saya temukan dilapangan dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2012 terdapat 34 kasus penganiayaan terhadap korban anak yang diakibatkan oleh faktor lingkungan. Salah satunya seorang anak yang inisial R umur 13 Tahun bertempat tinggal di Kel. Dulalowo Kec. Kota Tengah, telah mencabuli seorang anak perempuan berinisial A. Karena keluarga si A merasa tidak terima dengan perlakuan si R maka keluarga si A marah dan pada akhirnya memukul si R hingga terdapat luka memar di bagian pipi dan punggung. Si R pun melaporkan kejadian tersebut ke Polres Gorontalo Kota dengan tuduhan penganiayaan terhadap korban anak.42

Berikut ini adalah daftar tabel jumlah kasus anak sebagai korban penganiayaan yang disebabkan oleh faktor lingkungan :

41Abu Huraerah. Kekerasan Terhadap Anak.Bandung: Nuansa Cendekia. 2012. Hlm. 50.

42 Hasil data dan wawancara dengan Kanit UPPA Polres Gorontalo Kota Tanggal 3 Januari 2014

(10)

Tabel 2: Data kasus anak sebagai korban penganiayaan yang disebabkan oleh faktor lingkungan dari Tahun 2009 - 2012.

NO

Laporan Polisi Tahun

Kasus Anak Sebagai Korban Penganiayaan

GAR. Pasal 1.

2009 8

Pasal 351 KUH pidana tentang penganiayaan dan UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

2.

2010 11

Pasal 351 KUH pidana tentang penganiayaan dan UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

3.

2011 10

Pasal 351 KUH pidana tentang penganiayaan dan UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

4.

2012 5

Pasal 351 KUH pidana tentang penganiayaan dan UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

JUMLAH 34

Sumber: Data dari Polres Gorontalo Kota bagian Unit Pelayanan Perempuan dan Anak- 2013

 Faktor Ekonomi

Tertekannya kondisi keluarga yang disebabkan himpitan ekonomi adalah faktor yang banyak terjadi. Kemiskinan, yang tentu saja masalah sosial lainnya yang diakibatkan karena struktur ekonomi dan politik yang menindas, telah melahirkan subkultur kekerasan. Karena tekanan ekonomi, orang tua mengalami depresi berkepanjangan, ia menjadi sangat sensitif bahkan mudah marah. Kondisi keuangan yang tidak stabil itulah membuat orang tua menuntut anaknya untuk bekerja, bahkan sampai menyakiti dan menyiksa anak tersebut. Peneliti melihat bahwa sekarang ini banyak anak – anak yang dijadikan tulang punggung untuk memenuhi kondisi ekonomi keluarganya. Dari data yang dihimpun di Polres Gorontalo Kota dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2012 terdapat 27 kasus penganiayaan terhadap anak yang diakibatkan oleh faktor ekonomi. Salah satu anak yang menjadi korban penganiayaan tersebut

(11)

adalah AN umur 11 tahun warga kel. Donggala kec. Kota selatan Kota Gorontalo. Kejadiannya bermula saat korban mengambil sebuah handphone milik tetangganya yang juga sebagai pelaku penganiayaan. Karena pelaku merasa tidak terima dengan si korban yang telah mencuri handphone maka si pelakupun memukul dan menendang si korban hingga pingsan. Keluarga si korbanpun melaporkan kejadian tersebut ke Polres Gorontalo Kota dengan tuduhan penganiayaan terhadap anak. Dapat dilihat dari kasus di atas bahwa masih ada anak yang menjadi korban akibat terhimpitnya kondisi ekonomi dalam keluarga, bahkan sampai mencuri untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Dari perlakuannya tersebut si anakpun sering mendapat kekerasan dari orang lain.43

Berikut ini adalah daftar tabel anak sebagai korban penganiayaan yang disebabkan oleh faktor ekonomi :

43 Hasil data dan wawancara dengan Kanit UPPA Polres Gorontalo Kota Tanggal 3 Januari 2014

(12)

Tabel 3: Data kasus anak sebagai korban penganiayaan yang disebabkan oleh faktor ekonomi dari Tahun 2009 - 2012.

NO

Laporan Polisi Tahun

Kasus Anak Sebagai Korban Penganiayaan

GAR. Pasal

1. 2009 2 Pasal 351 KUH pidana tentang

penganiayaan dan UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

2.

2010 9

Pasal 351 KUH pidana tentang penganiayaan dan UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

3.

2011 Tidak ada

Pasal 351 KUH pidana tentang penganiayaan dan UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

4.

2012 16

Pasal 351 KUH pidana tentang penganiayaan dan UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

JUMLAH 27

Sumber: Data dari Polres Gorontalo Kota bagian Unit Pelayanan Perempuan dan Anak-2013

 Disfungsi keluarga dan orang sekitar

Yaitu peran orang tua dan orang sekitar yang tidak berjalan dengan sebagaimana seharusnya. Adanya disfungsi peran ayah sebagai pemimpin keluarga dan peran ibu sebagai sosok yang membimbing dan menyayangi serta kurangnya pengawasan dari orang tua, guru sehingga anak tersebut berbuat semena – mena hingga mengakibatkan anak tersebut mengalami penganiayaan dari teman dan orang lain yang dikarenakan oleh kenakalan anak itu sendiri. Dari data yang diperoleh peneliti dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2012 di Polres Gorontalo Kota terdapat 20 kasus penganiayaan terhadap anak yang diakibatkan oleh disfungsi keluarga.

Kurangnya perhatian dari keluarga dan orang sekitar membuat sikap anak menjadi tak terkendali.

Salah satunya korban yaitu berinisial AR umur 16 Tahun Alamat Kel. Dembe Kec. Kota Barat Kota Gorontalo yang menjadi korban penganiayaan oleh salah seorang yang berinisial RB umur

(13)

22 Tahun yang juga warga Kel. Dembe. Kejadian bermula saat AR meminjam motor milik si RB dan janji akan dikembalikan secepatnya. Setelah selang beberapa jam kemudian akhirnya AR datang dan mengembalikan motor si RB tapi motor tersebut sudah dalam keadaan rusak, dengan emosi RB pun memukul AR hingga luka di bagian tangan, wajah dan telinga merasa tidak terima dengan perlakuan si pelaku, korban pun melaporkannya ke Polsek Kota Barat dan selanjutnya di arahakan ke Polres Gorontalo Kota untuk penanganan lebih lanjut.44

Berikut ini adalah daftar tabel anak sebagai korban penganiayaan yang disebabkan oleh disfungsi keluarga dan orang sekitar.

Tabel 4: Data kasus anak sebagai korban penganiayaan yang disebabkan oleh disfungsi keluarga dan orang sekitar dari Tahun 2009 - 2012.

NO

Laporan Polisi Tahun

Kasus Anak Sebagai Korban Penganiayaan

GAR. Pasal

1. 2009 4 Pasal 351 KUH pidana tentang

penganiayaan dan UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

2.

2010 3

Pasal 351 KUH pidana tentang penganiayaan dan UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

3.

2011 10

Pasal 351 KUH pidana tentang penganiayaan dan UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

4.

2012 3

Pasal 351 KUH pidana tentang penganiayaan dan UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

JUMLAH 20

Sumber: Data dari Polres Gorontalo Kota bagian Unit Pelayanan Perempuan dan Anak-2013 Perhatian terhadap anak di suatu masyarakat atau bangsa paling mudah dapat di lihat dari berbagi produk peraturan perundang –undangan yang menyangkut perlindungan hak-hak anak

44 Hasil data dan wawancara dengan Kanit UPPA Polres Gorontalo Kota Tanggal 3 Januari 2014

(14)

yang manakala penelusuran itu menghasilkan kesimpulan bahwa di suatu masyarakat telah memiliki perangkat peraturan perundang-undang yang memadai, maka perhatian yang selajutnya harus di arahkan pada pencari informasi mengenai penegakan peraturan Perundang-undangan itu. Penegakan hukum dalam perlindungan hak-hak anak ini terkait masalah politik sosial dan politik kesejahtraan anak yang berlaku atau di berlakukan di suatu masyarakat atau Negara tertentu pada satu pihak dan kondisi sosial kultur masyarakat di mana peraturan perundang- undangan yang menyangkut kesejahteraan anak dan perlindungan anak.

Berikut ini adalah tabel data keseluruhan kasus penganiayaan terhadap anak yang dihimpun dari Polres Gorontalo Kota bagian Unit Pelayanan Perempuan dan Anak dari Tahun 2009 sampai dengan Tahun 2012 :

Tabel 5: Data Kasus Keseluruhan Anak Sebagai Korban Penganiayaan Dari Tahun 2009 - 2012.

NO TAHUN

Kasus Anak sebagai

Korban aniaya JPU ADR

1.

2009 20 6 14

2.

2010 31 5 26

3.

2011 21 11 10

4.

2012 27 16 11

5. JUMLAH 99 60 75

Sumber: Data dari Polres Gorontalo Kota bagian Unit Pelayanan Perempuan dan Anak-2013 Dibawah ini beberapa uraian kejadian penganiayaan terhadap anak yang didapatkan dari data Kepolisian Resort Gorontalo Kota yang menangani masalah anak atau yang disebut dengan UPPA antara lain :

(15)

1.) Laporan polisi Tgl. 20 Desember 2009, dengan identitas korban laki – laki berinisial M, umur 13 Tahun dan tidak sekolah. Dan identitas pelaku laki – laki berinisial S, umur 21 Tahun, pekerjaan mahasiswa. Tempat dan uraian kejadian dipinggir jalan menuju rumah korban bahwa tersangka marah dan memukul korban karena korban telah mencabuli adiknya yang masih berumur 5 Tahun, sedangkan hubungan pelaku dengan korban hanyalah tetangga. Si korban pun melapor tersangka dengan tuduhan sebagai penganiayaan terhadap anak. Pelaku penganiayaan tersebut dijerat dengan Pasal 351 KUHPidana, sedangkan korban yang masih dibawah umur di atur dalam Undang – undang Perlindungan Anak No. 23 Tahun 2002, serta Undang – undang No. 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban sebagai wujud perlindungan hukum.

2.) Laporan polisi Tgl. 28 Desember 2010, identitas korban laki – laki berinisial ED, usia 15 Tahun, sebagai siswa disalah satu SLTP yang ada di Gorontalo Kota. Dan identitas si pelaku laki – laki atas nama IR, pekerjaan swasta. Uraian kejadian bahwa korban dituduh mencuri mangga oleh anak tersangka, karena tidak merasa mencuri korban pun adu mulut tiba – tiba datang tersangka langsung menampar dan mencekik leher korban, merasa tidak terima dengan perlakuan si tersangka maka si korban pun melaporkan kejadian tersebut ke Polres Gorontalo Kota. Pelaku penganiayaan tersebut dijerat pasal 351 KUHPidana tentang Penganiayaan, dan korban yang masih berusia 15 tahun diatur dalam Undang – undang Perlindungan Anak No. 23 Tahun 2002.

3.) Laporan polisi Tgl. 17 April 2010. Identitas korban laki – laki, umur 11 Tahun berinisial RD, pekerjaan pelajar. Identitas pelaku laki – laki aberinisial KA, umur 21

(16)

Tahun. Uraian kejadian terlapor langsung menendang korban sebanyak 2 kali dan mengena dibagian kaki kiri dari korban sehingga mengakibatkan kaki kiri korban memar dan bengkak. Pelakupun dijerat pasal 351 KUHPidana tentang Penganiayaan dan korban di atur dalam Undang – Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

4.) Laporan polisi Tgl. 20 Januari 2011, identitas korban perempuan berinisial SA, umur 17 Tahun, masih berstatus pelajar. Dan identitas si pelaku laki – laki aberinisial R umur 18 Tahun, dan masih sebagai siswa. Tempat dan uraian kejadian di ruangan kelas, bahwa si pelaku salah paham pada korban dan menuduh korban yang mengirim sms pada si pelaku sehingga memicu kemarahan si pelaku yang mengakibatkan si pelaku menonjok dan menampar korban di bagian wajah, sedangakan hubungan korban dan si pelaku hanya sebagai teman. Yang kemudian si korban melaporkan kejadian tersebut ke Polres Gorontalo Kota. Hal ini jika di tinjau dari KUH Pidana bahwa si pelaku dijerat pasal 351 tentang penganiayaan, dalam hal ini karena si pelaku masih anak – anak maka si pelaku tersebut masuk ke dalam Undang – undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Sedangkan si korban yang juga masih anak – anak maka layaknya mendapat perlindungan sebagaimana di atur dalam Undang – undang Perlindungan Anak No. 23 Tahun 2002. Dalam kasus ini di atur pula Undang – undang No. 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.

5.) Laporan polisi Tgl. 13 Maret 2012, identitas korban laki – laki berinisial ZM, umur 15 Tahun, masih berstatus pelajar. Dan identitas pelaku laki – laki berinisial AS, umur 26 Tahun, pekerjaan tukang bentor. Tempat dan uraian kejadian dipinggir jalan

(17)

saat korban pulang sekolah bahwa terlapor menampar korban sebanyak tiga kali dan menonjok punggung korban satu kali. Hubungan pelaku dengan si korban tidak ada.

Si korban pun melaporkan si pelaku dengan tuduhan penganiayaan terhadap anak.

Pelaku dijerat pasal 351 KUHPidana yang mengatur tentang Penganiayaan dan korban adalah anak – anak di atur dalam Undang – undang No. 23 Tahun 2002 yang mengatur tentang Perlindungan Anak.

6.) Laporan polisi Tgl. 22 Maret 2012, identitas korban Laki –laki berinisial R umur 6 Tahun, identitas pelaku laki – laki berinisial SM, umur 38 Tahun, pekerjaan pengemudi bentor. Uraian kejadian bahwa terlapor memukul korban dengan menggunakan sebatang kayu di bagian leher sebanyak 2 kali sedangkan si pelaku adalah ayah si korban tersebut. Pelaku dijerat pasal 351 KUHPidana tentang Penganiayaan dan korban masih berumur 6 Tahun diatur dalam Undang – undang Perlindungan Anak No. 23 Tahun 2002. Di atur juga dalam Undang –undang No. 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.45

Setelah kita melihat beberapa kasus di atas bahwa kehidupan anak terus ternoda oleh berbagai aksi kekerasan baik yang datang dari keluarga, teman dan lingkungan sekitar. Dari tahun ke tahun aksi kekerasan tersebut terus mengalami peningkatan. Tidak hanya mengalami perlakuan yang salah dari keluarga, teman dan orang lain, sosok anak ini pun kadang masih harus berhadapan dengan guru yang belum seluruhnya mampu menjadikan dirinya sebagai pendidik anak yang baik. Bahkan disektor publik, realitasnya bahkan lebih ironis, banyak anak- anak yang dipaksa bekerja untuk menambal kehidupan ekonomi keluarganya.

45 Hasil data dari Polres Gorontalo Kota bagian UPPA Tanggal 3 Januari 2014

(18)

4.3 Upaya Kepolisian Resort Gorontalo Kota dalam meminimalisir tingkat penganiayaan terhadap anak

Peran kepolisian dalam melindungi dan mengayom masyarakat sangatlah diperlukan untuk menjamin adanya ketertiban dan keamanan di dalam masyarakat itu sendiri. Seperti halnya peran kepolisian resort Gorontalo Kota dalam mengantisipasi adanya penganiayaan terhadap anak di Gorontalo Kota antara lain :

 Memberikan penyuluhan ke sekolah – sekolah yang dilaksanakan oleh pihak

kepolisian serta guru pengajar di sekolah tersebut yang mencakup aspek moral melalui pendidikan.

 Melakukan kordinasi yang terpadu dalam memberikan layanan kepada korban dengan

pihak kepolisian, dinas sosial, lembaga sosial yang di butuhkan dalam perlindungan anak.

 Memberikan arahan kepada pelaku – pelaku tindak penganiayaan terhadap anak

tersebut untuk tidak mengulangi lagi perbuatan mereka baik kepada anak itu sendiri maupun orang lain.

 Memberikan sanksi tegas bagi si pelaku agar tidak mengulanginya lagi dan memberi pelajaran kepada masyarakat khususnya dalam melindungi hak anak.

 Memberikan penanganan secara khusus bagi para pelaku tindak penganiayaan

terhadap anak.

Pencegahan dan penanganan penganiayaan terhadap anak merupakan upaya dalam rangka membangun peradaban bangsa yang menjunjung tinggi hak dan martabat manusia, penghormatan dan juga pemenuhan hak anak. Untuk mewujudkan usaha perlindungan terhadap anak tersebut diperlukan komitmen dan kepedulian pemerintah dan masyarakat.

(19)

Perlindungan anak secara yuridis merupakan upaya pencegahan agar tidak mengalami perlakuan yang salah baik secara langsung maupun tidak langsung demi menjamin kelangsungan hidup tumbuh kembangnya anak dengan wajar baik fisik, mental maupun sosial.46

4.4 Dampak Yang di Timbulkan oleh Penganiayaan Terhadap Anak

Berdasarkan hasil data yang didapatkan oleh peneliti di Polres Gorontalo Kota yang menangani masalah anak ada berbagai macam dampak penganiayaan terhadap anak yaitu :

1) Dampak kekerasan fisik, luka lebam dan memar akibat di pukul dengan tangan ataupun sebatang kayu. Kekerasan fisik yang berlangsung berulang - ulang dalam jangka waktu lama akan menimbulkan cedera serius terhadap anak, meninggalkan bekas luka secara fisik hingga menyebabkan korban meninggal dunia.

2) Dampak kekerasan psikis, mengakibatkan trauma yang berkepanjangan. Jenis kekerasan ini meninggalkan bekas yang tersembunyi yang tergolong dalam beberapa bentuk, seperti kurangnya rasa percaya diri, kesulitan membina persahabatan, perilaku merusak, menarik diri dari lingkungan, penyalahgunaan obat dan alkohol, ataupun kecenderungan bunuh diri.47

4.5 Dasar Hukum

Dasar hukum yang menjadikan seorang anak korban penganiayaan mengajukan perlindungan adalah :

 UUD 1945 Pasal 28B tentang kedudukan anak. “Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan kekerasan dan diskriminasi”.

46 Hasil wawancara dengan Kanit PPA Polres Gorontalo Kota Tanggal 21 November 2013.

47 Hasil data dari Polres Gorontalo Kota bagian Unit Pelayanan Perempuan dan Anak Tanggal 3 Januari 2014

(20)

 Pasal 351 KUHP yang mengatur tentang penganiayaan, ayat (1), yang tertulis bahwa

“penganiayaan dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya dua tahun delapan bulan atau denda sebanyak-banyaknya empat ribu lima ratus rupiah”.

 Undang – Undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak :

 Pasal 1 Ayat (1) “Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas)

tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan”. Ayat (2) “Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak – haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”.

 Pasal 4 terkait dengan Hak dan Kewajiban Anak “Setiap anak berhak untuk hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”.

 Pasal 18 “Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku tindak pidana berhak mendapatkan bentuan hukum dan bantuan lainnya”.

 Pasal 20 “Negara, pemerintah, masyarakat, keluarga, dan orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan perlindungan anak”.

 Undang – Undang Republik Indonesia No. 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak Pasal 1 ayat (4) yang tertulis bahwa “Anak yang menjadi korban tindak pidana yang selanjutnya disebut Anak Korban adalah anak yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang mengalami penderitaan fisik, mental, dan/atau kerugian ekonomi yang disebabkan oleh tindak pidana”.

(21)

 Undang – Undang No. 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban yaitu

“Segala upaya pemenuhan hak dan pemberian bantuan untuk memberikan rasa aman kepada korban yang wajib dilaksanakan oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) atau lembaga lainnya sesuai dengan ketentuan”.

Menurut Undang – undang Perlindungan Anak No. 23 Tahun 2002 bahwa para pihak kepolisian khususnya menangani masalah anak yaitu pada tingkat penyidikan dan pemeriksaan perkara Anak wajib diupayakan diversi. Diversi diupayakan untuk pengalihan perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses luar peradilan pidana, misalnya seorang anggota kepolisian memeriksa tidaklah harus menggunakan pakaian dinas polisi, hal ini untuk menghindari rasa takut pada sang anak apabila dilakukannya penyidikan.

Tidak dapat dipungkiri bahwa walaupun peraturan demi peraturan yang sudah diupayakan dalam hal ini sudah memperhatikan dari pada hak-hak anak secara khusus, tidaklah dapat melindungi hak-hak anak secara utuh dan baik, mengapa demikian, dikarenakan kurangnya perhatian dan kerja sama dari semua pihak baik dari pihak , masyarakat, pihak keamanan, dan pihak keluarga.

Perlindungan terhadap anak tidak bisa hanya dipandang sebagai persoalan politik dan legislasi ( kewajiban negara ). Perlindungan terhadap kesejahteraan anak juga merupakan bagian dari tanggung jawab orang tua dan kepedulian masyarakat. Tanpa partisipasi masyarakat, pendekatan legal formal saja ternyata tidak cukup efektif dalam melindungi anak. Komunitas lokal memiliki peran penting dalam merancang kebijakan dan program aksi perlindungan anak.

Kebijakan dan program aksi perlindungan anak berperan sebagai suatu lembaga dalam melindungi anak dari tindak kekerasan. Perlindungan anak terhadap segala bentuk kekerasan dapat kita cegah sedini mungkin yaitu dalam melakukan pembinaan, pengembangan dan

(22)

perlindungan anak, perlu peran masyarakat, baik melalui lembaga perlindungan anak, lembaga keagamaan, lembaga swadaya masyarakat, organisasi kemasyarakatan, organisasi sosial, dunia usaha, media massa, atau lembaga pendidikan. Peran serta dari masing-masing pihak sangat membantu dalam upaya preventif eksploitasi terhadap anak, hal ini mengingat bahwa anak merupakan penerus bangsa yang harus dilindungi hak-haknya.

Gambar

Tabel 1: Data kasus anak sebagai korban penganiayaan yang disebabkan oleh faktor orang tua  dari Tahun 2009 - 2012
Tabel 2: Data kasus anak sebagai korban penganiayaan yang disebabkan oleh faktor lingkungan  dari Tahun 2009 - 2012
Tabel 3: Data kasus anak sebagai korban penganiayaan yang disebabkan oleh faktor ekonomi  dari Tahun 2009 - 2012
Tabel 4: Data kasus anak sebagai korban penganiayaan yang disebabkan oleh disfungsi keluarga  dan orang sekitar dari Tahun 2009 - 2012
+2

Referensi

Dokumen terkait

Oleh karena itu, yang akan dilakukan judul penelitiannya adalah “Pengelolaan Evaluasi Pembelajaran oleh Kepala Madrasah dalam Upaya Meningkatkan Mutu Pendidikan di

peserta didik aktif dalam pembelajaran tersebut serta berusaha menjawab setiap pertanyaan-pertanyaan yang diaajukan oleh guru. Dari hasil penelitian menjelaskan bahwa

tidak terpenuhi, hal ini memiliki dampak terhadap kapasitas Para Penggugat dalam perkara a quo tidak jelas, maka gugatan haruslah dinyatakan TIDAK DAPAT DITERIMA.

disampaikan guru, dan diskusi, siswa dapat mempraktikkan gerak spesifik menahan (menggunakan kaki bagian dalam, dan kaki bagian luar) pada permainan sepak bola

Kebijakan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Bapak Eko Putro Sandjojo yaitu ada 4 Program Prioritas salah satunya adalah Badan Usaha Milik

Berdasarkan penuturan dari bapak Mailul bahwa kendala-kendala yang menghambat kelancaran proses penyelenggaraan program layanan bimbingan konseling Islam ialah

Jadi dalam penelitian ini fenomena yang akan diteliti adalah mengenai keadaan penduduk yang ada di Kabupaten Lampung Barat berupa dekripsi, jumlah pasangan usia

Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “Upaya Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa Pada Pokok Bahasan Getaran