• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS DRUG RELATED PROBLEMS (DRPs) PADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK DI RUANG INTERNA WANITA RSUP H. ADAM MALIK MEDAN PERIODE SEPTEMBER NOVEMBER 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISIS DRUG RELATED PROBLEMS (DRPs) PADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK DI RUANG INTERNA WANITA RSUP H. ADAM MALIK MEDAN PERIODE SEPTEMBER NOVEMBER 2015"

Copied!
80
0
0

Teks penuh

(1)

1

ANALISIS DRUG RELATED PROBLEMS (DRPs) PADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK DI RUANG INTERNA

WANITA RSUP H. ADAM MALIK MEDAN PERIODE SEPTEMBER – NOVEMBER 2015

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH:

UNITA WULANDARI TANJUNG NIM 111501012

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2016

(2)

2

ANALISIS DRUG RELATED PROBLEMS (DRPs) PADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK DI RUANG INTERNA

WANITA RSUP H. ADAM MALIK MEDAN PERIODE SEPTEMBER – NOVEMBER 2015

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH:

UNITA WULANDARI TANJUNG NIM 111501012

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2016

(3)

3

PENGESAHAN SKRIPSI

ANALISIS DRUG RELATED PROBLEMS (DRPs) PADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK DI RUANG INTERNA

WANITA RSUP H. ADAM MALIK MEDAN PERIODE SEPTEMBER – NOVEMBER 2015

OLEH:

UNITA WULANDARI TANJUNG NIM 111501012

Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Pada Tanggal : 25 Juli 2016 Disetujui oleh:

Pembimbing I, Panitia Penguji

Drs. Saiful Bahri, M.S., Apt. Prof. Dr. Rosidah, M.Si., Apt.

NIP 195208241983031001 NIP 195103261978022001

Pembimbing II, Drs. Saiful Bahri, M.S., Apt.

NIP 195208241983031001

Dra. Nurminda Silalahi, M.Si., Apt. Marianne, S.Si., M.Si., Apt.

NIP 196206101992032001 NIP 198005202005012006

Yuandani, M.Si., Ph.D., Apt NIP 198303202009122004

Medan, Agustus 2016 Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara Dekan ,

Dr. Masfria, M.S., Apt.

NIP 195707231986012001

(4)

iv

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan karunia yang berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Analisis Drug Related Problems (DRPs) pada pasien Gagal Ginjal Kronik di Ruang Interna Wanita RSUP H. Adam Malik Medan Periode September – November 2015”. Skripsi ini diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi di Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Dr. Masfria, M.S., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi yang telah menyediakan fasilitas kepada penulis selama perkuliahan di Fakultas Farmasi. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Drs. Saiful Bahri, M.S., Apt., dan Ibu Dra. Nurminda Silalahi, M.Si., Apt., yang telah membimbing penulis dengan penuh kesabaran dan tanggung jawab, memberikan petunjuk dan saran-saran selama penelitian hingga selesainya skripsi ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Ibu Dr. Purnamawati, MARS., selaku Direktur SDM dan Pendidikan RSUP H. Adam Malik Medan yang telah memberikan izin melaksanakan penelitian di rumah sakit tersebut, kepada Ibu Prof. Dr. Rosidah, M.Si., Apt., selaku ketua penguji, Ibu Marianne, S.Si., MSi., Apt., Ibu Yuandani, M.Si., Ph.D., Apt., selaku anggota penguji yang telah memberikan saran untuk penyempurnaan skripsi ini, dan Ibu Dra.

Djendakita Purba, M.Si., Apt., selaku dosen penasehat akademik yang telah banyak membimbing penulis selama masa perkuliahan hingga selesai.

(5)

v

Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tiada terhingga kepada Ayahanda Maswir Tanjung dan Ibunda Ayu Witri Arwinta, serta adikku Fajar Fansuri Tanjung, Safani Trimasayu Tanjung dan Indah Pratiwi Tanjung, yang telah memberikan cinta dan kasih sayang yang tidak ternilai dengan apapun, pengorbanan baik materi maupun motivasi beserta doa yang tulus yang tidak pernah berhenti.

Penulis juga mengucapkan terimaksih kepada Abangda Devy Hermawan, serta seluruh keluarga yang selalu mendoakan dan memberikan semangat. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Abangda Didi Nurhadi Illian, S.Farm., Apt., yang sudah banyak membantu penulis belajar selama penelitian dan terimaksih kepada sahabatku Dwi, Cindy, Suli, Iti, Nana, Maal, Lisa, Aini, dan Dwi L, Ayu, Akhir dan teman-teman semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah banyak membantu hingga selesainya penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan skripsi ini masih belum sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi ilmu pengetahuan khususnya di bidang farmasi.

Medan, Agustus 2016 Penulis,

Unita Wulandari Tanjung NIM 111501012

(6)

vi

SURAT PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT

Saya yang bertandatangan dibawah ini :

Nama : Unita Wulandari Tanjung

Nomor Induk Mahasiswa : 111501012 Program Studi : S-1 Reguler

Judul Skripsi : Analisis Drug Related Problems (DRPs) Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik Di Ruang Interna Wanita RSUP H. Adam Malik Medan Periode September – November 2015

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi ini ditulis berdasarkan data dan hasil pekerjaan yang saya lakukan sendiri, dan belum pernah diajukan orang lain untuk memperoleh gelar kesarjanaan di perguruan tinggi lain, dan bukan plagiat karena kutipan yang ditulis telah disebutkan sumbernya didalam daftar pustaka.

Apabila di kemudian hari ada pengaduan dari pihak lain karena di dalam skripsi ini ditemukan plagiat akibat kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia menerima sanksi apapun oleh Program Studi Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, dan bukan menjadi tanggung jawab pembimbing.

Demikian surat pernyataan ini saya perbuat dengan sebenarnya untuk dapat digunakan jika diperlukan sebagai mana mestinya.

Medan, Agustus 2016 Yang Membuat Pernyataan

Unita Wulandari Tanjung 111501012

(7)

vii

ANALISIS DRUG RELATED PROBLEMS (DRPs) PADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK DI RUANG INTERNA WANITA RSUP H.

ADAM MALIK MEDAN PERIODE SEPTEMBER – NOVEMBER 2015 ABSTRAK

Drug Related Problems(DRPs)adalah kejadian yang tidak diinginkan pasien terkait terapi obat, dan secara nyata maupun potensial berpengaruh pada keberhasilan penyembuhan yang diinginkan pasien. Gagal ginjal kronik merupakan penyakit yang jumlahnya cukup tinggi di lndonesia dimana pertumbuhan penderita gagal ginjal kronik sekitar l0% per tahun.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besarnya angka kejadian DrugRelated Problems (DRPs) pada pasien gagal ginjal kronik di ruang interna wanita RSUP H.Adam Malik Medan periode September – November 2015.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptifmenggunakan desain pendekatan prospektif. Penelitian ini dilakukan dengan cara mengumpulkan data dari catatan rekam medis seluruh pasien gagal ginjal kronik di ruang interna wanita RSUP H.Adam Malik Medan periode September – November 2015.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 30 pasien yang memenuhi kriteria inklusi diperoleh total seluruh kasus DRPs sebanyak 29 kasus, dengan 23 kasus (79,31%) Indikasi tanpa obat, 0 kasus (0%) kategori obat tanpa indikasi, 0 kasus (0%) kategori obat salah, 2 kasus (6,90%) kategori dosis obat kurang, 2 kasus (6,90%) kategori dosis obat lebih, 0 kasus (0%) kategori reaksi obat merugikan, 2 kasus (6,90%)kategori interaksi obat.Angka kejadian Drug Related Problems (DRPs) cukup tinggi pada pasien gagal ginjal kronik di ruang interna wanita RSUP H.Adam Malik Medan periode September – November 2015 adalah pada kategori indikasi tanpa obat yaitu 23 kasus (79,31%).

Kata kunci:gagal ginjal kronik, drug related problems, rsup haji adam malik.

(8)

viii

DRUG RELATED PROBLEMS ANALYSIS (DRPs) ON CHRONIC RENAL FAILURE PATIENTS IN FEMALE INTERNA ROOM AT RSUP

H.ADAM MALIK MEDAN FROM SEPTEMBER - NOVEMBER 2015 PERIOD

ABSTRACT

Drug Related Problems (DRPs) are undesirable events that related to the patient's drug therapy, and actual or potential effect on the success of healing patients process. Chronic renal failure is a higher amount of disease in Indonesia around l0% per year. The aim of this study of Drug Related Problems (DRPs) on patients with chronic renal failure in female interna room at H.Adam Malik Medan Hospital from September to November, 2015 period.

This research used descriptive method using prospective design approach.

This research was conducted by collecting data from medical record of all patients with chronic renal failure in female interna room at H.Adam Malik Medan Hospital from September to November, 2015 period.

30 patients who met the inclusion criteria of DRPs had obtained 23 cases, with 23 cases (79.31%) Indications without drugs, 0 cases (0%) with no indication drug categories, 0 cases (0%) of drugs failed categories, 2 cases (6.90%) of drug doses categories, 2 cases (6.90%) of more drug doses categories, 0 case (0%) of adverse drug reactions categories, 2 cases (6.90%) of drug interaction categories.The incidence of Drug Related Problems (DRPs) are quite high in patients with chronic renal failure in female interna room of H. Adam Malik Medan Hospital from September to November 2015 period is Indications without drugs categories for 23 cases (79.31%).

Keywords:chronic renal failure, drug related problems, H. Adam Malik Medan Hospital.

(9)

ix DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

SURAT PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 5

1.3 Hipotesis ... 5

1.4 Tujuan Penelitian ... 6

1.5 Manfaat Penelitian ... 6

1.6 Kerangka Pemikiran Penelitian ... 7

BAB II.TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1 Drug Related Problems (DRPs) ... 8

2.1.1 Pengertian DRPs ... 8

2.1.2 Klasifikasi DRPs ... 9

(10)

x

2.2 Gagal Ginjal Kronik ... 12

2.2.1 Pengertian ... 12

2.2.2 Kriteria Penyakit Ginjal Kronik ... 13

2.2.3 Etiologi ... 14

2.2.4 Klasifikasi ... 15

2.2.5 Epidemiologi ... 16

2.2.6 Patofisiologi ... 16

2.2.7 Pendekatan diagnostik ... 17

2.2.8 Penatalaksanaan ... 19

BAB III METODE PENELITIAN ... 22

3.1 Jenis Penelitian ... 22

3.2 Waktu dan Lokasi Penelitian ... 22

3.2.1 Waktu ... 22

3.2.2 Lokasi Penelitian ... 22

3.3 Populasi dan Sampel ... 22

3.3.1 Populasi ... 22

3.3.2 Sampel ... 22

3.4 Definisi Operasional ... 23

3.5 Instrument Penelitian ... 24

3.5.1 Sumber Data ... 24

3.5.2 Teknik Pengumpulan Data ... 24

3.6 Analisis Data ... 25

3.7 Bagan Alur Penelitian ... 26

(11)

xi

3.8 Langkah Penelitian ... 27

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 28

4.1 Indeks Fungsi Ginjal ... 28

4.2 Klirens Kreatinin ... 29

4.3 Distribusi Terapi Obat Yang Diterima Pasien Gagal Ginjal Kronik ... 31

4.4 Gambaran Kejadian DRPs Subjek ... 34

4.4.1 Indikasi Tanpa Obat ... 21

4.4.2 Obat Tanpa Indikasi ... 39

4.4.3 Obat Salah ... 39

4.4.4 Dosis Obat Kurang ... 39

4.4.5 Dosis Obat Berlebih ... 40

4.4.6 Reaksi Obat Merugikan ... 41

4.4.7 Interaksi Obat ... 41

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 43

5.1 Kesimpulan ... 43

5.2 Saran ... 43

DAFTAR PUSTAKA ... 44

LAMPIRAN ... 46

(12)

xii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 Jenis – jenis DRPs dan penyebab yang mungkin terjadi ... 9

2.2 Penyebab paling sering dari penyakit Ginjal Stadium akhir ... 12

2.3 Penyebab Utama Penyakit Gagal Ginjal Kronik di AS ... 14

2.4 Penyebab Gagal Ginjal yang Menjalani Hemodialisis di Indonesia Th.2000 ... 14

2.5 Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik atas Dasar Derajat Penyakit ... 15

2.6 Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik atas dasar Diagnosis Etiologi ... 15

2.7 Rencana Tatalaksana Penyakit Ginjal Kronik Sesuai dengan derajat nya ... 19

4.1 Hubungan antara klirens kreatinin dan fungsi ginjal ... 28

4.2 Klirens kreatini pasien gagal ginjalkronik di ruang interna wanita RSUP H. Adam malik Medan ... 29

4.3 Distribusi Terapi Obat yang diterima Pasien Gagal Ginjal Kronik .. 31

4.4 Kategori Drug Related Problems (DRPs) ... 35

4.5 Analisis DRPs Kategori Indikasi Tanpa Obat ... 36

4.6 Analisis DRPs Kategori Dosis Obat Kurang ... 40

4.7 Analisis DRPs Kategori Dosis Obat Berlebih ... 41

4.8 Analisis DRPs Kategori Interaksi Obat ... 42

(13)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1.1 Skema Hubungan Variabel Bebas dan Variabel Terikat ... 7 3.1 Alur Pelaksanaan Penelitian ... 26 4.1 Grafik kejadian DRPs pada pasien Gagal Ginjal kronik di ruang

interna wanita RSUP H. Adam malik Medan ... 34 4.2 Grafik Kategori DRPs pada pasien gagal ginjal kronik di ruang

interna wanita RSUP H. Adam Malik ... 35

(14)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1 Rekapitulasi data pasien Gagal Ginjal kronik di ruang interna wanita RSUP H. Adam Malik Medan Periode september –

November 2015 ... 45

2 Rekapitulasi DRPs Pasien Gagal Ginjal Kronik Periode September – November 2015 ... 47

3 Lampiran data pengobatan pasien gagal ginjal kronik ... 52

4 Surat Judul dan Pembimbing II ... 61

5 Surat Ijin Penelitian dari Fakultas Farmasi ... 62

6 Surat Rekomendasi Persetujuan Etik Penelitian ... 63

7 Surat Ijin Penelitian di RSUP H. Adam Malik ... 64

8 Surat Selesai Penelitian ... 65

(15)

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Gagal ginjal kronik merupakan gangguan fungsi ginjal yang progresif dan irreversibel dimana kemampuan tubuh gagaluntuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit yang menyebabkan uremia.

Hal ini teriadi apabila laju filtrasi glomerular (LFG) kurang dari 60 milmenit.

Urutan etiologi terbanyak gagal ginjal kronis adalah glomerulonetritis (25%), diabetes melitus (23%), hipertensi (20%) dan ginjal polikistik (10%). Di lndonesia pertumbuhan penderita gagal ginjal kronik sekitar l0% per tahun. Berdasarkan data dari Pusat Nefrologi lndonesia insiden dan prevalensi 100-150/1 juta penduduk tiap tahun. Penatalaksanaan gagal ginjal kronik mengacu pada terapi konservatif (diet, kebutuhan kalori, kebutuhan cairan dan elektrolit), terapi simptomatik, dan terapi pengganti ginjal (hemodialisis, dialysis peritoneal, dan transplantasi ginjal di anjurkan untuk meningkatkan kesehatan pasien tersebut (Husna, 2010).

Pada survei yang dilakukan oleh Perhimpunan Nefrologi Indonesia (Pernefri) tahun 2008 di empat kota di Indonesia, dengan memeriksa kadar kreatinin serum 1200 orang, didapatkan prevalensi penyakit ginjal kronik cukup besar yaitu 12,5%

(Cahyaningsih, 2008).

Kejadian CKD di Indonesia diduga masihsangat tinggi. Secara klinis Chronic Kidney Diseases(CKD) adalah suatu proses perubahan patologis padafungsimaupun struktur ginjal, sehingga terjadipenurunan fungsi ginjal yang progresifdanumumnya berakhir dengan gagal ginjal dan kematian(Suwitra, 2009).

(16)

2

Pasien penyakit ginjal kronik, apapun etiologi penyakit ginjalnya, memerlukan pengobatan khusus yang disebut pengobatan atau terapi pengganti (TP). Setelah menetapkan bahwa TP dibutuhkan, perlu pemantauan yang ketat sehingga dapat di tentukan dengan tepat kapan TP tersebut dapat dimulai (Rahardjo, dkk., 2009)

Pasien dengan gagal ginjal kronik akan mengalami kerusakan fungsi ginjal yang parah dan kronik yang mengakibatkan pasien akan sulit untuk ditolong. Salah satu penanganan yang tepat untuk pasien gagal ginjal kronik adalah berupa terapi pengganti ginjal. Terapi pengganti ginjal yang sering dilakukan adalah Hemodialisis (Rahardjo, dkk., 2009)

Hemodialisis merupakan suatu metode berupa cuci darah dengan menggunakan mesin ginjal buatan. Prinsip dari hemodialisis ini adalah denganmembersihkan dan mengatur kadar plasma darah yang nantinya akan digantikan oleh mesin ginjal buatan. Biasanya hemodialisis dilakukan rutin 2-3 kali seminggu selama 4-5 jam. Hemodialisi di Indonesia dimulai pada tahun 1970 dan sampai sekarang telah dilaksanakan di banyak rumah sakit rujukan umumnya dipergunkan ginjal buatan yang kompartemen darahnya dalah kapiler – kapiler selaput semipermeabel. Kualitas hidup yang diperoleh cukup baik dan panjang umur yang tertinggi sampai sekarang 14 tahun. Kendala yang ada adalah biaya yang mahal (Rahardjo, dkk., 2009).

Anemia terjadi pada 80- 90% pasien penyakit ginjal kronik. Anemia pada penyakit ginjal kronik terutama disebabkan oleh defisiensi eritripoitin. Hal – hal lain yang ikut berperan terjadinya anemia adalah, defisiensi besi, kehilangan darah (misal perdarahan saluran cerna, hematuri), masa hidup eritrosit yang pendekakibat terjadinya hemolisis, defisiensi asam folat, penekanan sumsum

(17)

3

tulang oleh substansi uremik proses inflamasi akut maupun kronik (Suwitra, 2009)

Saat pasien menjalani suatu pengobatan beberapa memperoleh hasil yang tepat atau berhasil menyembuhkan penyakit yang diderita pasien. Namun tidak sedikit yang gagal dalam menjalani terapi, sehingga mengakibatkan biaya pengobatan semakin mahal sehingga berujung pada kematian. Penyimpangan- penyimpangan dalam terapi tersebut disebut sebagai Drug Related Problems (DRPs) (Cipolle, et al., 2012)

Drug Related Problems (DRPs) pada dasarnyaberbeda dengan kekeliruan dalam pengobatan. Sebuahkekeliruan dalam pengobatan jauh lebih berorientasikepada suatu proses pengobatan dari pada dampakdari pengobatan itu sendiri. Jika terdapat kesalahandalam suatu peresepan obat atau proses penyerahanobat, maka dianggap sebagai sebuah kesalahan dalampengobatan tanpa memikirkan dampak yang terjadipada pasien tersebut. Selain itu, suatu kesalahan dalampengunaan obat yang dilakukan oleh pasien tidakdianggap menjadi suatukesalahan dalam pengobatanitu sendiri, tetapi kesalahan dalam penggunaan obatitu sendiri dapat menjadi penyebab terjadinya DrugRelated Problems (DRPs)(Foppe van Mill, 2005).

Perkembangan teknologi farmasi dan kedokteranserta perubahan gayahidup mengubah tuntutanmasyarakat terhadap pelayanan kefarmasian yang lebih

menekankan praktek pengobatan yang aman, pencegahan kesalahan pengobatan, pelaporan dan pencegahanefek samping, evaluasi dan tindak lanjut pengobatan, pemberian informasi klinis praktis dan pelayanan kerumah pasien. Advokasi terhadap masyarakat tidak terbatas pada swamedikasi, melainkan juga pada saat

(18)

4

sakitdan harus ditolong di tempat pelayanan kesehatan. Pelayanan dalam farmasi klinik terutama muncul karena penggunaan obat. Penelitian terhadap masalah dalam terapi obat merupakan kajian yang cukup menarik dan penting(Herman, dkk., 2013).

Pelaksanaan fungsi farmasi klinis dan patient safetyserta komunikasi, informasi dan edukasi oleh apotekermembutuhkan peningkatan pengetahuan farmakoterapi,farmasi klinis termasuk drug related problem, patofisiologi dan komunikasi, dokumentasi riwayat pengobatan pasien, farmakokinetik klinik dan interaksi obat,theurapeutic drug monitoring, dan total parenteral nutrition serta studi kasusnya (Herman, dkk., 2013).

Akibat semakin banyaknya kasus DRPs, maka berkembanglah Pharmaceutical Care.Minesota Pharmaceutical Care Project melakukan penelitian terhadap 9399 pasien selama 3 tahun dan didokumentasikan oleh komunitas farmasi. Dari sejumlah pasien tersebut, 5544 pasien mengalami DRPs, 235 membutuhkan terapi obat tambahan, 15% menerima obat yang salah, 8%

mendapat obat tanpa indikasi yang tepat, 6% dosis terlalu tinggi dan 16% dosis terlalu rendah. Sedeangkan penyebab umum lainnya adalah reaksi obat merugikan sebanyak 21% (strand, et al., 1990).

Penelitian ini dilakukan di RSUP H. Adam Malik Medan karena rumah sakit ini merupakan rumah sakit kelas A. Rumah sakit ini merupakan rumah sakit pusat rujukan untuk wilayah pembangunan A yang meliputi Provinsi Sumatera Utara , Provinsi Aceh, Provinsi Sumatera Barat, dan Provinsi Riau.

Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik melakukan penelitian secara prospektif tentang analisis Drug Related Problems (DRPs) pada pasien Gagal Ginjal Kronik di ruang interna wanita RSUP H. Adam malik Medan. Penelitian

(19)

5

ini diharapkan menjadi bahan kajian bagi pihak rumah sakit, khususnya professional kesehatan dalam meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan kepada masyarakat.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan penjelasan diatas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah : Apakah DRPs kategori Indikasi tanpa obat, terapi obat tanpa indikasi, obat salah, dosis obat terlalu rendah, dosis obat terlalu tinggi, reaksi obat merugikan dan interaksi obat terjadi pada pasien Gagal Ginjal Kronik di ruang interna wanita RSUP H. Adam Malik Medan pada periode September – November 2015?

1.3Hipotesis

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka hipotesis penelitian ini adalah terjadi DRPs kategori Indikasi tanpa obat, terapi Obat tanpa indikasi, obat salah, dosis obat terlalu rendah, dosis obat terlalu tinggi, reaksi obat merugikan dan interaksi obat terjadi pada pasien Gagal Ginjal Kronik di ruang interna wanita RSUP H. Adam Malik Medan.

(20)

6 1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

a. Mengetahui adanya kejadian Drug Related Problems (DRPs) pada pasien gagal ginjal kronik di ruang interna wanita RSUP H. Adam Malik Medan periode September – November 2015.

b. Mengetahui jumlah kasus Drug Related Problems (DRPs) pada pasien gagal ginjal kronik di ruang interna wanita RSUP H. Adam Malik Medan periode September – November 2015.

c. Mengetahui kategori Drug Related Problems (DRPs) yang paling banyak terjadi pada pada pasien gagal ginjal kronik di ruang interna wanita RSUP H.

Adam Malik Medan periode September – November 2015 1.5 Manfaat Penelitian

Penelitian ini dilakukan guna memberikan manfaat sebagai berikut : a. Untuk peneliti, dapat menambah pengetahuan peneliti tentang DRPs.

b. Untuk pasien, dapat meminimalkan efek DRPs sehingga dapat meminimalkan terjadinya Medication error.

c. Untuk rumah sakit, diharapkan dari hasil penelitian dapat digunakan sebagai bahan masukan dan evaluasi bagi RSUP H. Adam Malik Medan mengenai pelaksanaan pengobatan gagal ginjal kronik dalam praktik di rumah sakit tersebut.

d. Sebagai bahan pertimbangan untuk peneliti selanjutnya dan bahan referensi bagi perpustakaan Farmasi USU Medan.

(21)

7 1.6 Kerangka Pemikiran Penelitian

Penelitian ini mengkaji tentang analisis Drug Related Problems (DRPs) pada pasien Gagal Ginjal Kronik di ruang interna wanita RSUP H. Adam malik Medan periode September – November 2015. Dalam penelitian ini obat – obat yang tercatat di status pasien Gagal Ginjal Kronik merupakan variabel bebas (independent variable) dan DRPs kategori indikasi tanpa obat, terapi obat tanpa indikasi, obat salah, dosis obat terlalu rendah, dosis obat terlalu tinggi, reaksi obat merugikan dan interaksi obat sebagai variabel terikat (dependent Variable).

Selengkapannya mengenai gambaran kerangka pikir penelitian ditunjukkan pada Gambar 1.1

Variabel bebas Variabel terikat

(Strand, et al., 1990).

Gambar 1.1 Skema hubungan variabel bebas dan variabel terikat Obat – Obat yang

tercatat dalam status Pasien

DRPs Kategori 1. Indikasi tanpa obat 2. Terapi Obat tanpa

indikasi 3. Obat Salah 4. Dosis obat terlalu

rendah

5. Dosis obat terlalu tinggi

6. Reaksi obat merugikan 7. Interaksi Obat

Analisis

(22)

8 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DRPs

2.1.1 Pengertian DRPs

DRPs adalah kejadian yang tidak diinginkan pasien terkait terapi obat, dan secara nyata maupun potensial berpengaruh pada out come yang diinginkan pada pasien. Suatu kejadiaan dapat disebut DRPs apabila terdapat dua kondisi, yaitu:

(a) adanya kejadiaan tidak diinginkan yang dialami pasien, kejadian ini dapat berupa keluhan medis, gejala, diagnosa penyakit, ketidakmampuan (disability) yang merupakan efek dari kondisi psikologis, fisiologis, sosiokultur atau ekonomi; dan (b) adanya hubungan antra kejadian tersebut dengan terapi obat (Strand, et al., 1990).

2.1.2 Klasifikasi DRPs

Terdapat 8 kategori besar klasifikasi DRPs menurut Strand, et al., yaitu : a. Pasien mempunyai kondisi medis yang membutuhkan terapi obat, pasien tidak

mendapatkan obat untuk indikasi tersebut.

b. Pasien mempunyai kondisi medis dan menerima obat yang mempunyai indikasi medis valid.

c. Pasien mempunyai kondisi medis tetapi mendapatkan obat yang tidak aman, tidak paling efektif, dan kontraindikasi dengan pasien tersebut.

d. Pasien mempunyai kondisi medis dan mendapatkan obat yang benar tetapi dosis obat tersebut kurang.

e. Pasien mempunyai kondisi medis dan mendapatkan obat yang benar tetapi dosis obat tersebut berlebih.

f. Pasien mempunyai kondisi medis akibat dari reaksi obat yang merugikan.

g. Pasien mempunyai kondisi medis akibat interaksi obat – oabt, obat – makanan, obat – hasil laboratorium.

h. Pasien mempunyai kondisi medis tetapi tidak mendapatkan obat yang diresepkan.

(23)

9

Adapun kasus masing- masing kategori DRPs yang mungkin terjadi dapat dilihat pada tabel 2.1

Tabel 2.1 Jenis – jenis DRPs dan penyebab yang mungkin terjadi DRPs Kemungkinan kasus pada DRPs

Butuh terapi obat tambahan a. Pasien dengan kondisi terbaru membutuhkan terapi obat yang terbaru

b. Pasien dengan kronik membutuhkan lanjutan terapi obat

c. Pasien dengan kondisi kesehatan yang

membutuhkan kombinasi farmakoterapi untuk mencapai efek sinergis atau potensiasi

d. Pasien dengan resiko pengembangan kondisi kesehatan baru dapat dicegah dengan pengggunaan obat profilaksis

Terapi obat yang tidak perlu a. Pasien yang mendapatkan obat yang tidak tepat indikasi

b. Pasien yang mengalami toksisitas karena obat atau hasil pengobatan

c. Pengobatan pada pasien pengkonsumsi obat, alkohol dan rokok

d. Pasien dalam kondisi pengobatan yang lebih baik diobati tanpa terapi obat

e. Pasien dengan multiple drugs untuk kondisi dimana hanya single drug therapy dapat digunakan

f. Pasien dengan terapi obat untuk penyembuhan dapat menghindari reaksi yang merugikan dengan

pengobatan lainnya Obat tidak tepat a. Pasien alergi

b. Pasien menerima obat yang tidak paling efektif untuk indikasi pengobatan

c. Pasien dengan faktor resiko pada kontraindikasi penggunaan obat

d. Pasien menerima obat yang efektif tetapi ada obat lain yang lebih murah

e. Pasien menerima obat efektif tetapi tidak aman f. Pasien yang terkena infeksi resisten terhadap

obatyang diberikan

Dosis obat terlalu rendah a. Pasien menjadi sulit disembuhkan dengan terapi obat yang digunakan

(24)

10

b. Pasien menerima kombinasi produk yang tidak perlu dimana single drug dapat memberikan pengobatan yang tepat

c. Pasien alergi

d. Dosis yang digunakan terlalu rendah untuk menimbulkan respon

e. Konsentrasi obat dalam serum pasien di bawah range terapeutik yang diharapkan

f. Waktu profilaksis (preoperasi) antibiotik diberikan terlalu cepat

g. Dosis dan fleksibilitas tidak cukup untuk pasien h. Terapi obat berubah sebelum terapeutik

percobaan cukup untuk pasien i. Pemberian obat terlalu cepat

Reaksi obat merugikan a. Obat yang digunakan merupakan risiko yang berbahaya bagi pasien

b. Ketersediaan obat menyebabkan interaksi dengan obat lain atau makanan pasien

c. Efek obat dapat diubah oleh substansi makanan pasien

d. Efek dari obat diubah inhibitor enzim atau induktor obat lain

e. Efek obat dapat diubah dengan pemindahan obat dari binding site oleh obat lain

f. Hasil laboratorium berubah karena gangguan obat lain

Dosis obat terlau tinggi a. Dosis terlalu tinggi

b. Konsentrasi obat dalam serum pasien di atas range terapeutik yang diharapkan

c. Dosis obat meningkat terlalu cepat

d. Obat, dosis, rute, perubahan formulasi yang tidak tepat

e. Dosis dan interval tidak tepat

Ketidakpatuhan pasien a. Pasien tidak menerima aturan pemakaian obat yang tepat (penulisan, obat, pemberian, pemakaian

b. Pasien tidak menuruti (ketaatan) rekomendasi yang diberikan untuk pengobatan

c. Pasien tidak mengambil obat yang diresepkan karena harganya mahal

d. Pasien tidak mengambil beberapa obat yang diresepkan karena kurang mengerti

e. Pasien tidak mengambil beberapa obat yang diresepkan secara konsisten karena merasa sudah sehat

(Cipolle, et al., 2012) Pharmaceutical Care Network Europe (The PCNE Classification V5.01)mengelompokkan masalah terkait obat sebagai berikut (Pharmaceutical

(25)

11 Care NetworkEurope., 2006) :

1. Reaksi obat yang tidak dikehendaki/ROTD (Adverse Drug Reaction/ADR)

Pasien mengalami reaksi obat yang tidak dikehendaki seperti efeksamping atau toksisitas.

2. Masalah pemilihan obat (Drug choice problem)

Masalah pemilihan obat berarti pasien memperoleh obat yang salahuntuk penyakitdan kondisinya. Masalah pemilihan obat antara lain: obat diresepkan tapiindikasi tidak jelas, bentuk sediaan tidak sesuai, kontraindikasi dengan obatyang digunakan, obat tidak diresepkan untuk indikasi yang jelas.

3. Masalah pemberian dosis obat (Drug dosing problem)

Masalah pemberian dosis obat berarti pasien memperoleh dosis yang lebihbesar atau lebih kecil daripada yang dibutuhkannya.

4. Masalah pemberian/penggunaan obat (Drug use/administration problem)

Masalah pemberian/penggunaan obat berarti tidak memberikan atau tidakmenggunakan obat sama sekali atau menggunakan yang tidakdiresepkan.

5. Interaksi obat (Interaction)

Interaksi berarti terdapat interaksi obat-obat atau obat-makanan yangbermanifestasi atau potensial.

6. Masalah lainnya (Others)

Masalah lainnya misalnya: pasien tidak puas dengan terapi, kesadaran yangkurang mengenai kesehatan dan penyakit, keluhan yang tidak jelas(memerlukan klarifikasi lebih lanjut), kegagalan terapi yang tidakdiketahuipenyebabnya, perlu pemeriksaan laboratorium.

(26)

12 2.2 Gagal Ginjal Kronik

2.2.1 Pengertian Gagal Ginjal Kronik

Gagal ginjal kronis merupakan suatu kondisi penurunan fungsi ginjal yang progresif, yang dapat menimbulkan kerusakan ginjal yang irreversible. Kondisi ini diperparah dengan munculnya berbagai komplikasi seperti gangguan cairan dan keseimbangan elektrolit (retensi natrium dan air, hipermagnesemia, hiperfosfatemia, hiperkalemia, hiperurisemia), asidosis metabolik, hipertensi, anemia, gagal jantung, mual dan muntah, pruritis, hiperlipidemia, koagulopati, dan infeksi (Sjamsiah, 2005; Suwitra, 2009; Tim penyusun c, 2006).

Pada banyak kasus, gangguan awal pada ginjal menimbulkan kemunduran yang progresif pada fungsi ginjal dan berkurangnya nefron lebih lanjut sampai pada suatu titik sehingga ia harus menjalani terapi dialysis atau transplantasi dengan ginjal yang masih berfungsi agar dapat bertahan hidup. Keadaan ini disebut penyakit ginjal stadium akhir (Guyton, dkk., 2012).

Penyebab paling sering dari penyakit ginjal stadium akhir (ESRD) adalah seperti yang ditunjukkan pada tabel 2.1

Tabel 2.2 Penyebab paling sering dari penyakit Ginjal Stadium akhir (ESRD)

Penyebab Persentase dari Total

Pasien ESRD

Diabetes mellitus 44

Hipertensi 26

Glomerulonfritis 8

Penyakit ginjal polikistik 2

Lain-lain/tidak diketahui 20

Berdasarkan Tabel 2.2 mencantumkan penyebab penyakit ginjal stadium akhir yang umum dijumpai. Pada awal tahun 1980-an, glomerulonefritis dengan semua bentuknya dipercaya sebagai pencetus paling sering yang menyebabkan

(27)

13

penyakit ginjal stadium akhir. Padatahun – tahun terakhir, diabetes mellitus dan hipertensi telah diketahui sebagai penyebab utama penyakit ginjal stadium akhir, yang bersama – sama menjadi penyebab gagal ginjal kronik kira – kira sebanyak 70 persen kasus (Guyton, dkk., 2012).

Sebagian besar obat yang larut air dieksresikan dalam jumlah tertentu dalam bentuk utuh melalui ginjal. Dosis obat– obat tersebut, terutama yang memiliki kisar terapetik sempit (narrow therapeutic window drugs) butuh penyesuaian yang hati–hati apabila diresepkan pada pasien dengan fungsi ginjal menurun (Baeur, 2006).

Akumulasi kadar obat dalam plasma dapat terjadi dan level toksik minimum dapat terlewati apabila dosis tidak dihitung berdasarkan fungsi ginjal pasien. Sebagian besar obat juga memiliki efek merusak ginjal (nefrotoksik), sehingga dosisnya juga harus disesuaikan pada pasien yang mengalami penurunan fungsi ginjal (Hewlet, 2004).

2.2.2 Kriteria Penyakit Ginjal Kronik

Kriteria Penyakit Ginjal Kronik antara lain :

1. Kerusakan ginjal (renal damage) yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa kelainan struktural atau fungsional, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG), dengan manifestasi : - kelainan patologis - terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam komposisi darah dan urin atau kelainan dalam tes pencitraan (imaging tests).

2. Laju filtrasi glomerulus (LFG) kurang dari 60 ml/menit/1,73m² selama 3 bulan dengan atau tanpa kerusakan ginjal. Pada keadaan tidak terdapat

(28)

14

kerusakan ginjal lebih dari 3 bulan dan LFG sama atau lebih dari 60 ml/menit/1,73m², tidak termasuk kriteria penyakit ginjal kronik.

2.2.3 Etiologi

Etiologi penyakit gagal ginjal kronik sangat bervariasi antara satu Negara dengan Negara lain. Terdapat penyebab utama dan insiden penyakit ginjal kronik di Amerika Serikat seperti yang di tunjukkan pada tabel 2.3

Tabel 2.3 Penyebab Utama Penyakit Gagal Ginjal Kronik di Amerika Serikat (1995-1999).

Sedangkan Perhimpunan Nefrologi Indonesia (Pernefri) tahun 2000 mencatat penyebab gagal ginjal yang menjalani hemodialiss di Indonesia, seperti pada tabel 2.4

Tabel 2.4 Penyebab Gagal Ginjal yang Menjalani Hemodialisis di Indonesia th.

2000

Penyebab Insiden

Glomerulonefritis 46,39%

Diabetes mellitus 18,65%

Obstruksi dan infeksi 12,85%

Hipertensi 8,46%

Sebab lain 13,65%

(Suwitra , 2009).

Penyebab Insiden

Diabetes mellitus - tipe 1 (7%) - tipe 2 (37%)

44%

Hipertensi dan penyakit

pembuluh darah besar 27%

Glomerulonefritis 10%

Nefritis interstitialis 4%

Kista dan penyakit bawaan

lain 3%

Penyakit sistemik (missal,

lupus dan Vaskulitis) 2%

Neoplasma 2%

Tidak diketahui 4%

Penyakit lain 4%

(29)

15 2.2.4 Klasifikasi

Klasifikasi penyakit ginjal kronik didasarkan atas dua hal yaitu atas dasar derajat (stage) penyakit dan dasar diagnosis etiologi. Klasifikasi atas dasar derajat penyakit dibuat atas dasar LFG yang dihitung dengan mempergunakan rumus Kockcorft-Gault sebagai berikut:

LFG (ml/menit/1,73m²) = (140-umur)x berat badan / 72x kreatinin plasma (mg/dl)*). *) pada perempuan dikalikan 0,85 (Suwitra, 2009)

Tabel 2.5 Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik atas Dasar Derajat Penyakit

Derajat Penjelasan LFG

(ml/mn/1.73m2) 1 Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau

> 90

2 Kerusakan ginjal dengan LFG↓ ringan 60-89

3 Kerusakan ginjal dengan LFG↓ sedang 30-59

4 Kerusakan ginjal dengan LFG↓ berat 15-29

5 Gagal ginjal < 15 atau

dialisis Tabel 2.6 Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik atas dasar Diagnosis Etiologi

Penyakit Tipe mayor (contoh)

Penyakit ginjal diabetes Diabetes tipe 1 dan 2 Penyakit ginjal non diabetes Penyakit glomerular

(penyakit otoimun, infeksi sistemik,obat, neoplasia Penyakit vascular

(penyakit pembuluh darah besar, hipertensi, mikroangiopati)

Penyakit Tubulointerstitial

(pielonefritis kronik, batu, obstruksi, keracunan obat)

Penyakit kistik (Ginjal polisiklik) Penyakit pada transplantasi Rejeksi Kronik

Keracunan obat

(siklosporin/takrolimus) Penyakit recurrent (glomerular)

Trsanplant glomerulopathy

(30)

16 2.2.5 Epidemiologi

Di Amerika Serikat, data tahun 1995-1999 menyatakan insidens penyakit ginjal kronik diperkirakan 100 kasus perjuta penduduk pertahun, dan angka ini meningkat sekitar 8% setiap tahunnya. Di Malaysia, dengan populasi 18 juta diperkirakan terdapat 1800 kasus baru gagal ginjal pertahunnya. Di negara-negara berkembang lainnya, insiden ini diperkirakan sekitar 40-60 kasus perjuta penduduk pertahun (Suwitra, 2009).

2.2.6 Patofisiologi

Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada penyakit yang mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang lebih sama. Pengurangan massa ginjal mengakibatkan hipertrofi struktural dan fungsional nefron yang masih tersisa sebagai upaya kompensasi, yang diperantarai oleh molekul vasoaktif seperti sitokin dan growth factors. Hal ini mengakibatkan terjadinya hiperfiltrasi, yang diikuti oleh peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat akhirnya diikuti oleh proses maladaptasi berupa sklerosis nefron yang masih tersisa. Proses ini akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi nefron yang progresif walaupun penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi. Adanya peningkatan aktivitas aksis renin-angiotensinaldosteron intrarenal ikut memberikan konstribusi terhadap terjadinya hiperfiltrasi, sklerosis dan progesifitas tersebut. Aktivitas jangka panjang aksis renin-angiotensinaldosteron, sebagian diperantarai oleh growth factor seperti transforming growth factor ß. Beberapa hal yang juga dianggap berperan terhadap terjadinya progresifitas penyakit ginjal kronik adalah albuminuria, hipertensi, hiperglikemia, dislipidemia (Suwitra, 2009).

(31)

17

Pada stadium yang paling dini penyakit ginjal kronik terjadi kehilangan daya cadang ginjal (renal reserve), pada keadaan mana basal LFG masih normal atau malah meningkat. Kemudian secara perlahan tapi pasti akan terjadi penurunan fungsi nefron yang progresif, yang ditandai dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 60%, pasien masih belum merasakan keluhan (asimtomatik), tapi sudah terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 30%, mulai terjadi keluhan pada pasien seperti nokturia, badan lemah, mual, nafsu makan kurang dan penurunan berat badan. Sampai pada LFG di bawah 30%, pasien memperlihatkan gejala dan tanda uremia yang nyata seperti anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan metabolisme fosfor dan kalsium, pruritus, mual, muntah dan lain sebagainya.

Pasien juga mudah terkena infeksi seperti infeksi saluran kemih, infeksi saluran napas, maupun infeksi saluran cerna. Juga akan terjadi gangguan keseimbangan air seperti hipo atau hipervolemia, gangguan keseimbangan elektrolit antara lain natrium dan kalium. Pada LFG dibawah 15% akan terjadi gejala dan komplikasi yang lebih serius, dan pasien sudah memerlukan terapi pengganti ginjal (renal replacement therapy) antara lain dialisis atau transplantasi ginjal. Pada keadaan ini pasien dikatakan sampai pada stadium gagal ginjal (Suwitra, 2009).

2.2.7 Pendekatan Diagnostik

Menurut Suwitra (2009) pendekatan diagnostik terdapat beberapa gambaran yaitu, Gambaran klinis pasien penyakit ginjal kronik meliputi:

a. Sesuai dengan penyakit yang mendasari seperti diabetes malitus, infeksi traktus urinarius, batu traktus urinarius, hipertensi, hiperurikemi, Lupus Eritomatosus Sistemik (LES),dll.

(32)

18

b. Sindrom uremia yang terdiri dari lemah, letargi, anoreksia, mual,muntah, nokturia, kelebihan volume cairan (volume overload), neuropati perifer, pruritus, uremic frost, perikarditis, kejang-kejang sampai koma.

c. Gejala komplikasinya antara lain hipertensi, anemia, osteodistrofi renal, payah jantung, asidosis metabolik, gangguan keseimbangan elektrolit (sodium, kalium, khlorida).

Gambaran laboratorium penyakit ginjal kronik meliputi:

a. Sesuai dengan penyakit yang mendasarinya.

b. Penurunan fungsi ginjal berupa peningkatan kadar ureum dan kreatinin serum, dan penurunan LFG yang dihitung mempergunakan rumus Kockcroft-Gault.

Kadar kreatinin serum saja tidak bisa dipergunakan untuk memperkirakan fungsi ginjal.

c. Kelainan biokimiawi darah meliputi penurunan kadar hemoglobin, peningkatan kadar asam urat, hiper atau hipokalemia, hiponatremia, hiper atau

hipokloremia, hiperfosfatemia, hipokalemia, asidosis metabolik.

d. Kelainan urinalisis meliputi proteinuria, hematuri, leukosuria.

Pemeriksaan radiologis penyakit GGK meliputi:

a. Foto polos abdomen, bisa tampak batu radio-opak

b. Pielografi intravena jarang dikerjakan karena kontras sering tidak bisa melewati filter glomerulus, di samping kekhawatiran terjadinya pengaruh toksik oleh kontras terhadap ginjal yang sudah mengalami kerusakan.

c. Pielografi antegrad atau retrograd dilakukan sesuai indikasi. Ultrasonografi ginjal bisa memperlihatkan ukuran ginjal yang mengecil, korteks yang menipis, adanya hidronefrosis atau batu ginjal, kista, massa, kalsifikasi.

d. Pemeriksaan pemindaian ginjal atau renografi dikerjakan bila ada indikasi.

(33)

19 2.2.8 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan penyakit gagal ginjal kronik meliputi : a. Terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya.

b. Pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid (comorbid condition).

c. Memperlambat perburukan fungsi ginjal.

d. Pencegahan dan terapi terhadap komplikasi

e. Terapi pengganti ginjal berupa dialysis atau transplantasi ginjal.

Perencanaan tatalaksana (action plan) Penyakit ginjal kronik sesuai dengan derajatnya, dapat dilihat pada tabel 2.7

Tabel 2.7 Rencana tatalaksana Penyakit Ginjal Kronik Sesuai dengan derajatnya.

Derajat LFG

(ml/mnt/1,73m2)

Rencana tatalaksana

1 ≥ 90 Terapi penyakit dasar, kondisi komorbid,

evaluasi pemburukan (progression) fungsi ginjal, memperkecil risiko kardiovaskular.

2 60-89 Menghambat pemburukan (progression)

fungsi ginjal.

3 30-59 Evaluasi dan terapi komplikasi

4 15-29 Persiapan untuk terapi pengganti ginjal

5 <15 Terapi pengganti ginjal

( Suwitra, 2009).

Terapi Nonfarmakologis:

a. Pengaturan asupan protein

b. Pengaturan asupan kalori: 35 kal/kgBB ideal/hari

c. Pengaturan asupan lemak: 30-40% dari kalori total dan mengandung jumlah yang sama antara asam lemak bebas jenuh dan tidak jenuh.

d. Pengaturan asupan karbohidrat: 50-60% dari kalori total e. Garam (NaCl): 2-3 gram/hari

f. Kalium: 40-70 mEq/kgBB/hari

g. Fosfor:5-10 mg/kgBB/hari. Pasien HD :17 mg/hari h. Kalsium: 1400-1600 mg/hari

i. Besi: 10-18mg/hari

j. Magnesium: 200-300 mg/hari

(34)

20 k. Asam folat pasien HD: 5mg

l. Air: jumlah urin 24 jam + 500ml (insensible water loss) Terapi Farmakologis:

a. Kontrol tekanan darah

- Penghambat EKA atau antagonis reseptor Angiotensin II → evaluasi kreatinin dan kalium serum, bila terdapat peningkatan kreatinin > 35%

atau timbul hiperkalemia harus dihentikan.

- Penghambat kalsium.

- Diuretik.

b. Pada pasien DM, kontrol gula darah → hindari pemakaian metformin dan obat- obat sulfonilurea dengan masa kerja panjang. Target HbA1C untuk DM tipe 1 0,2 diatas nilai normal tertinggi, untuk DM tipe 2 adalah 6%.

c. Koreksi anemia dengan target Hb 10-12 g/dl.

d. Kontrol hiperfosfatemia: polimer kationik (Renagel), Kalsitrol.

e. Koreksi asidosis metabolik dengan target HCO3 20-22 mEq/l.

f. Koreksi hiperkalemia.

g. Kontrol dislipidemia dengan target LDL,100 mg/dl dianjurkan golongan statin.

h. Terapi ginjal pengganti (Brenner, et al., 2000) Beberapa obat antihipertensi, terutama penghambat Enzim Konverting Angiotensin (AngiotensinConverting Enzim/ACE inhibitor), melalui berbagai studi terbukti dapat memperlambat proses pemburukan fungsi ginjal. Hal ini terjadi lewat mekanisme kerjanya sebagai antihipertensi dan antiproteinuria (Suwitra, 2009).

(35)

21

Anemia terjadi pada 80 -90% pasien penyakit ginjal kronik.Anemia pada enyakit ginjal kronik terutama disebabkan oleh defisiensi eritropoitin. Hal-Hal lain yang ikut berperan dalam terjadinya anemia adalah, defesiensi besi, kehilangan darah, misal (perdarahan saluran cerna, hematuria), masa hidup eritrosit yang pendek akibat terjadinya hemolisis, defesiensi asam folat, penekanan sumsum tulang oleh substansi uremik, proses inflamasi akut maupun kronik (Suwitra, 2009).

Penatalaksanaan terutama ditujukan pada penyebab utamanya, di samping penyebab lain bila ditemukan. Pemberian eritropoitin (EPO) merupakan hal yang dianjurkan. Dalam pemberian EPO ini, status besi harus selalu mendapat perhatian karena EPO memerlukan besi dalam mekanisme kerjanya. Pemberian transfusi pada penyakit ginjal kronik harus dilakukan secara hati-hati, berdasarkan indikasi yang tepat dan pemantauan yang cermat. Transfusi darah yang dilakukan secara tidak cermat dapat mengakibatkan kelebihan cairan tubuh, hiperkalemia, dan pemburukan fungsi ginjal. Sasaran hemoglobin menurut berbagai studi klinik adalah 11-12g/dl (Suwitra, 2009).

(36)

22 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif menggunakan desain pendekatan prospektif, yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara pendekatan, observasi, pengumpulan data dan faktor risiko yang akan dipelajari dan diidentifikasi lebih dahulu kemudian diikuti ke depan secara prospektif timbulnya efek (Notoatmodjo, 2010).

3.2 Waktu dan Lokasi Penelitian 3.2.1 Waktu

Waktu penelitian dilakukan pada bulan September – November 2015 3.2.2 Lokasi penelitian

Lokasi penelitian di ruang interna wanita RSUP H. Adam Malik Medan.

3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi

Populasi adalah seluruh pasien gagal ginjal kronik di ruang interna wanita RSUP H. Adam Malik Medan periode September – November 2015.

3.3.2. Sampel

Sampel yang dipilih pada penelitian ini harus memenuhi kriteria inklusi dan tidak memenuhi kriteria eksklusi.

Adapun yang menjadi kriteria inklusi adalah :

a. Rekam medik pasien dengan diagnosis gagal ginjal kronik yang ada di ruang interna wanita RSUP H. Adam malik Medan periode September – November 2015.

(37)

23 b. Kategori Gender (wanita)

c. Kategori Semua Usia

d. Pasien yang pulang dengan cara berobat jalan.

Kriteria eksklusi merupakan keadaan yang menyebabkan subjek tidak dapat diikut sertakan. Adapun yang menjadi kriteria eksklusi adalah data pasien exit, data pasien pulang atas permintaan sendiri, data pasien pindah ruangan dan data pasien yang tidak lengkap (tidak memenuhi informasi dasar yang dibutuhkan dalam penelitian).

3.4 Defenisi Operasional

Defenisi operasional dalam penelitian ini adalah :

a. Rumah sakit tempat penelitian dilaksanakan adalah Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan.

b. Gagal ginjal kronik adalah gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit yang menyebabkan uremia.

c. Pasien gagal ginjal kronik adalah pasien yang didiagnosa gagal ginjal dan mempunyai Laju Filtrasi Glomerulus < 15 ml/menit.

d. DRPs yang dianalisis mencakup Indikasi tanpa obat, Terapi Obat tanpa indikasi, Obat salah, Dosis obat terlalu rendah, Dosis obat terlalu tinggi, Reaksi obat merugikan dan Interaksi Obat.

e. Indikasi tanpa obat adalah adanya indikasi namun tidak ketersediaannya obat untuk diberikan sebagai terapi.

(38)

24

f. Terapi Obat tanpa indikasi adalah terapi obat yang diberikan tanpa adanya indikasi yang sesuai dari pemberian obat.

g. Obat salah adalah pasien mendapatkan obat yang tidak aman, tidak paling efektif dan kontraindikasi dengan kondisi pasien tersebut.

h. Dosis obat terlalu rendah adalah dosis yang lebih rendah dari yang telah di tetapkan dari buku standar.

i. Dosis terlalu tinggi adalah dosis yang lebih tinggi dari yang telah di teteapkan dari buku standar.

j. Reaksi obat merugikan adalah suatu reaksi yang tidak diharapkan dan berbahaya yang diakibatkan oleh suatu pengobatan.

k. Interaksi obat adalah situasi di mana suatu zat mempengaruhi aktivitas obat, yaitu meningkatkan atau menurunkan efeknya, atau menghasilkan efek baru yang tidak diinginkan atau direncanakan.

3.5 Instrumen Penelitian 3.5.1 Sumber data

Sumber data dalam penelitian ini yaitu berkas rekam medispasien gagal ginjal kronik di ruang interna wanita RSUP H. Adam Malik Medan periode September – November tahun 2015.

3.5.2 Teknik pengumpulan data

Pengambilan data dilakukan secara prospektif di ruang interna wanita RSUP H. Adam Malik Medan pada pasien yang mengalami Gagal Ginjal Kronik.

(39)

25

Waktu penelitian dilakukan pada bulan September – November 2015.

a. Mengelompokkan data rekam medis berdasarkan kriteria inklusi

b. engelompokkan data rekam medis pasien meliputi nomor rekam medis pasien, data pasien (usia, jenis kelamin, jumlah obat yang diterima, keluhan masuk rumah sakit, diagnosis, kompilkasi), data obat (nama obat, jumlah obat, jenis obat, dosis, aturan pakai, cara pemberian, dan lama pemberian), data vital sign (tekanan darah, suhu tubuh, pernapasan, dan nadi) dan hasil laboroturium .

c. Menyeleksi data berdasarkan ada tidaknya terjadi DRPs pada pasien gagal ginjal kronik.

3.6Analisis Data

Analisis data pada penelitian ini dilakukan dengan melihat kesesuaian kondisi vital pasien, hasil laboratorium serta terapi yang diberikan. Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif dan disajikan dalam bentuk tabel.

(40)

26 3.7 Bagan Alur Penelitian

Selengkapannya mengenai gambaran pelaksanaan penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.1.

Gambar 3.1Alur pelaksanaan penelitian Data rekam medis

Pengelompokan data berdasarkan kriteria inklusi

Analisis DRPs, meliputi:

a. Indikasi tanpa obat

b.Terapi Obat tanpa indikasi c. Obat salah

d.Dosis obat terlalu rendah e. Dosis obat terlalu tinggi f. Reaksi obat merugikan g.Interaksi Obat

Analisis Data

Penarikan kesimpulan

(41)

27 3.8 Langkah Penelitian

Langkah penelitian yang dilaksanakan :

a. Meminta izin Wakil Dekan I Fakultas Farmasi USU untuk mendapatkan izin penelitian di RUSP H. Adam Malik.

b. Menghubungi Direktur RUSP H. Adam Malik untuk mendapatkan izin melakukan penelitian dan pengambilan data dengan membawa surat rekomendasi dari Fakultas.

c. Melakukan penelitian di RUSP H. Adam Malik dengan mengambil data periode September – November 2015.

d. Menganalisis data dan informasi yang diperoleh sehingga di dapatkan kesimpulan dari penelitian.

(42)

28 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian menggunakan data-data dari rekam medik penderita gagal ginjal kronik atau sering disebutChronic kidney diseases (CKD) yang di rawat di RSUP H.

Adam Malik Medan periode September-November 2015. Dari 59 kasus pasien CKD yang di rawat di RSUP H. Adam Malik Medan periode September- November 2015, diambil 30 kasus (sebagai bahan penelitian), yang mempunyai data rekam medik lengkap. Data rekam medik yang lengkap yaitu yang mencantumkan jenis kelamin, umur, diagnosis utama, terapi (nama obat, dosis, aturan pakai, rute pemberian dan sediaan) serta data laboratorium berupa serum kreatinin.

4.1 Indeks fungsi ginjal

Tabel 4.1 Hubungan antara klirens kreatinin dan fungsi ginjal

Berdasarkan Tabel 4.1 dapat dilihat bahwa Klirens kreatinin lazim digunakan untuk mengukur fungsi ginjal. Kadar kreatinin berada dalam keadaan relatif konstan, sehingga menjadikannya sebagai penanda filtrasi ginjal yang baik. Kadar kreatinin yang dipergunakan dalam persamaan perhitungan memberikan pengukuran fungsi ginjal yang lebih baik, karena pengukuran klirens kreatinin memberikan informasi mengenai GFR. Kreatinin merupakan zat yang ideal untuk mengukur fungsi ginjal karena merupakan produk hasil metabolisme tubuh yang diproduksi secara konstan, difiltrasi oleh ginjal, tidak direabsorbsi, dan

Fungsi Ginjal Klirens kreatinin (mL/menit)

Normal 80-120

Gagal Ginjal ringan 20-50

Gagal Ginjal sedang 10-20

Gagal Ginjal berat <10

(43)

29

disekresikan oleh tubulus proksimal. Kreatinin serum laki-laki lebih tinggi daripada perempuan karena massa otot yang lebih besar pada laki-laki (Verdiansyah, 2016).

4.2 Klirens kreatinin

Tabel 4.2 Klirens kreatini pasien gagal ginjalkronik di ruang interna wanita RSUP H. Adam malik Medan periode September – November 2015.

Pasien Usia

(Tahun) BB (kg) Kreatinin serum (mg/dl)

Klirens Kreatinin (mL/menit)

1 65 80 4,2 16,86

2 54 50 13,54 3,74

3 56 50 5,0 9,91

4 42 57 7,54 8,76

5 55 50 5,2 9,64

6 53 55 22,27 2,48

7 30 47 20,5 2,97

8 20 55 11,48 6,78

9 62 60 16,68 3,31

10 61 55 7,33 6,99

11 46 50 6,56 8,45

12 55 60 3,63 16,58

13 54 75 16,2 4,70

14 57 48 8,12 5,79

15 45 58 7,54 8,62

16 52 50 8,61 9,98

17 53 55 5,62 9,98

18 52 70 8,42 8,63

19 48 55 8,17 7,31

20 85 65 10,47 2,90

21 55 50 7,44 6,74

22 57 47 10,36 4,44

23 44 50 6,11 9,27

24 44 45 23,64 2,15

25 42 55 16,18 3,93

26 63 45 6,21 6,59

27 48 45 14,93 3,27

28 42 48 25,58 2,17

29 53 55 6,59 8,57

30 68 43 13,04 2,80

Berdasarkan Tabel 4.2 berdasarkan klirens kreatininnya pasien gagal ginjal kronik di ruang interna wanita , terdapat 2 pasien yang yang mengalami gagal ginjal

(44)

30

sedang dan 28 orang mengalami gagal ginjal berat dengan hasil rata-rata klirens kreatinin <10 ml/menit dan harus menjalankan terapi pengganti ginjal yang umumnya dilakukan adalah hemodialisis.

Dari 30 pasien gagal ginjal kronik di ruang interna wanita RSUP H. Adam malik Medan periode September – November 2015, 28 diantaranya menjalani terapi pengganti ginjal yaitu hemodialisis dan 2 orang diantaranya tidak menjalani hemodialisis. Dilihat darihasil penelitian ini rentang umur pasien yang paling banyak menderita GGK adalahpasien dengan rentang usia 41 – 60 tahun berjumlah 22 pasien (73,3%). Hal ini sejalan dengan bertambahnya usia, fungsi ginjal akan semakin berkurang. Fungsi ginjal menurun sekitar 55% antara 35 – 80 tahun. Banyak fungsi yang mengalami kemunduran, contohnya laju filtrasi, ekskresi, dan reabsorpsi oleh ginjal. Reaksi asam basa terhadap perubahan metabolisme melambat, pembuangan sisa – sisa metabolisme protein dan elektrolit yang harus dilakukan ginjal menjadi beban tersendiri. Hal ini dikarenakan banyak jaringan yang hilang dari korteks ginjal, glomerulus, dan tubulus. Setelah 40 tahun, permukaan glomerulus akan berkurang secara progresif dan jaringan sklerotik akan bertambah. Selain itu, setelah umur 35 tahun, laju filtrasi Glomerulus (LFG) akan menurun Hingga 8 – 10 ml/menit/1,73m2/dekade.

Hal ini menyebabkan fungsi konsentrasi dan pengenceran menurun, keseimbangan elektrolit dan asam basa lebih mudah terganggu bila dibandingkan dengan usia muda. Terjadinya penyakit gangguan ginjal kronis tidak hanya disebabkan oleh menurunnya fungsi ginjal sebagai akibat dari bertambahnya usia.

Terdapat faktor – faktor yang dapat mempercepat terjadinya penurunan fungsi

(45)

31

ginjal, antara lain glomerulonefritis, diabetes mellitus,hipertensi,nefrosklerosis pielonefritis dan sebagainya ( Guyton, dkk., 2012).

4.3 Distribusi Terapi Obat yang diterima Pasien Gagal Ginjal Kronik Tabel 4.3 Distribusi Terapi Obat yang diterima Pasien Gagal Ginjal Kronik

Terapi Obat Pasien

(orang)

Persentase (%)

A. Analgetik

- Parasetamol 27 8,88

- Ketorolak 2 0,66

- Tramadol 1 0,33

Sub total 30 9,7

B. Gastrointestinal

- Ranitidin 13 4,28

- Antasida 2 0,66

- Omeprazol 12 3,95

- Sukralfat 4 1,32

- Lansoprazol 1 0,33

- Natrium Bikarbonat 5 1,64

Sub total 37 12,17

C. Antibiotik

- Seftriakson 22 7,24

- Meropenem 4 1,32

- Siprofloksasin 6 1,97

- Klindamisin 1 0,33

- Amikasin 2 0,66

- Gentamisin 1 0,33

- Vankomisin 1 0,33

- Eritromisin 1 0,33

- Levofloksasin 1 0,33

Sub total 42 13,81

D. Antihistamin

- CTM 2 0,66

- Setirizin 1 0,33

(46)

32

Sub total 3 0,97

E. Anti Hipertensi

- Kaptopril 7 2,30

- Telmisartan 16 5,27

- Valsartan 1 0,33

- Amlodipin 18 5,92

- Perdipin 2 0,66

- Furosemid 22 7,24

- HCT 2 0,66

- Bisoprolol 3 0,99

- Aspirin 3 0,99

- Isosorbit dinitrat 1 0,33

- Spironolakton 2 0,66

Sub total 77 25,32

F. Anti Emetik

- Metoklopramid 11 3,62

- Domperidon 2 0,66

Sub total 13 4,28

G. Hipolipidemik

- Fenofibrat 1 0,33

- Simvastatin 2 0,66

Sub total 3 0,99

H. Antidiabetik

- Novomiks 1 0,33

- Novorapid 10 3,29

- Levemir 3 0,99

- Humulin 3 0,99

Sub total 17 5,60

I. Anti Koagulan

- Heparin 1 0,33

- Enoksaparin sodium 1 0,33

Sub total 2 0,99

J. Pencahar

- Laksadin 4 1,31

- Dulkolaks 1 0,33

Sub total 5 1,64

K. Anti Anemia

(47)

33

- Asam Folat 5 0,64

- Vitamin B kompleks 2 0,66

- Solvitron 1 0,33

Sub total 8 2,63

L. Asam Amino

- Amino Fluid 2 0,66

- Klinimix 1 0,33

Sub total 3 0,99

M. Antidepresan

- Klobazam 1 0,33

- Amitriptilin 1 0,33

- Fluoksetin 2 0,66

Sub total 4 1,32

N. Suplemen

- Vitamin C 3 0,99

- Vitamin K 2 0,66

- KSR 5 1,64

Sub total 10 3,29

O. Terapi Suportif

- Larutan NaCl 0,9 % 28 9,21

- Larutan Ringer Laktat 1 0,33

- Larutan Dekstrosa 5% 1 0,33

- Larutan NaCl 3% 2 0,66

- Meylon + NaCl 8 2,63

- Substitusi Albumin 2 0,66

- KCl + NaCl 0,9% 1 0,33

Sub total 43 14,14

P. Anti Asma - Ventolin Nebul 2 0,66 Q. Ekspektoran - Gliseril guaiakolat 1 0,33 R. Vertigo - Betahistin Meisilat 1 0,33 S. Hemostatik - Asam traneksamat 6 1,97 T. Antiseptik Oral - Kenalog In orbase 1 0,33 U. Antipirai - Allopurinol 1 0,33 V. Anti Fungi

- Nistatin drop 1 0,33

- Ketokonazol 1 0,33

- Krim Tupepe 1 0,33

(48)

34

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

DRPs (+) DRPs (-)

Persentase

Pengelompokan DRPs

DRPs (+) DRPs (-)

- Krim Mikonazol 1 0,33

- Lotio Faberi + Hidrokortison 1 0,33

Sub total 5 1,64

Total 304 100

4.4 Gambaran Kejadian DRPs Subjek

Drug Related Problems (DRPs)merupakan suatu kejadian yang tidak diinginkan dari pengalaman pasien akibat terapi obat sehingga secara aktual maupun potensial dapat mengganggu keberhasilan penyembuhan yang diharapkan (Strand, et al., 1990).

Berdasarkan analisa terhadap lembar rekam medis pasien rawat inap di ruang interna wanita RSUP H. Adam Malik Medan Periode September – November 2015 , dari 30 pasien yang memenuhi kriteria inklusi diperoleh total pasien yang mengalami kasus DRPs (+) adalah 19 pasien (63,33%) dan 11 pasien (36,6%) tidak mengalami DRPs maka termasuk kedalam kategori DRPs (-). Seperti ditunjukkan pada Gambar 3.1.

(49)

35

Gambar 4.1 Grafik Kejadian DRPs pada pasien Gagal Ginjal di ruang interna wanita RSUP H. Adam malik Medan Periode September - November 2015.

Adapun angka kejadian masing – masing kategori yaitu indikasi tanpa obat sebanyak 23 kasus (79,3%), Obat tanpa indikasi (0%), Obat salah (0%), Dosis obat kurang sebanyak 2 kasus (6,90%), Dosis obat berlebih sebanyak 2 kasus (6,90%), Reaksi obat merugikan (0%), dan interaksi obat sebanyak 2 kasus (6,90%). Gambaran umum kejadian DRPs secara keseluruhan ditunjukkan pada tabel 4.4

Tabel 4.4 Kategori Drug Related Problems (DRPs)

Selain penjelasan berdasarkan tabel diatas, penelitian ini diperkuat dengan temuan data berupa kategori Drug Related Problems (DRPs) yang di tunjukkan pada Gambar 4.2

No Kategori DRPs Jumlah

Kasus

Persentase (%)

1 Indikasi Tanpa Obat 23 79,31

2 Obat Tanpa Indikasi 0 0

3 Obat Salah 0 0

4 Dosis Obat Kurang 2 6,90

5 Dosis Obat Berlebih 2 6,90

6 Reaksi Obat Merugikan 0 0

7 Interaksi Obat 2 6,90

Total 29 100

0 1020 3040 5060 70 8090

Indikasi Tanpa

Obat

Dosis Obat Kurang

Dosis Obat Berlebih

Interaksi Obat

Persentase

Kategori DRPs

(50)

36

Gambar 4.2 Grafik Kategori DRPs pada pasien gagal ginjal kronik di ruang interna wanita RSUP H. Adam Malik

4.4.1 Indikasi Tanpa Obat

Indikasi tanpa obat adalah kondisi medis yang membutuhkan terapi obat tetapi tidak mendapatkan obat untuk indikasi yang sesuai (Priyanto, 2009). Jumlah angka kejadian DRPs pada Indikasi Tanpa Obat adalah sebanyak 23 kasus.

Tabel 4.5 Analisis DRPs Kategori Indikasi Tanpa Obat Nomor

Pasien Gejala Pasien Pemberian Obat Indikasi tanpa obat

Persentase (%)

1

Demam T : 38,60C, badan lemas, muka pucat, kaki bengkak ( kadar asam urat 11,2mg/dl), Anemia penyakit kronik

Infus NaCl,

Ranitidin Parasetamol, Eritopoietin, Allopurinol

3,45 3,45 3,45

2 Demam, , badan

lemas

Infus NaCl, Ferriprox,

Heparin Parasetamol 3,45

3 Demam, mual,

Infus NaCl, Ceftriaxon, Ranitidin, Metoklopramid

Parasetamol 3,45

9

Badan lemas, Tekanan darah naik,

muka pucat, Anemia penyakit kronik

Infus NaCl ,Furosemid, NaCl3%,

meylon

Eritopoietin 3,45

10

Mual, Badan lemas, hipoglikemi KGD sewaktu (99 mg/dl), batuk berdahak

Ceftriaxon, Ciprofloxacin,

Ranitidin, Metoklopramid,

NaCl, Meylon, Ambroksol

Dekstrosa 5% 3,45

11 Badan lemas, tekanan

darah tinggi, Infus NaCl,

amlodipin, Insulin 3,45

(51)

37 Hiperglikemia (356,4

mg/dl)

valsartan, Asam Folat.

12

Badan lemas, tekanan darah tinggi, kadar asam urat (8,8 mg/dl), muka pucat (anemia)

Infus NaCl , Furosemid.

Allopurinol Eritopoietin

3,45 3,45

13

Badan lemas, Tekanan darah naik,

kolesterol, muka pucat (Anemia)

Larutan NaCl, Furosemid, Ceftriaxon, Bisoprolol, Simvastatin , Aspilet, ISDN

Eritopoietin 3,45

15

Badan lemas, muka pucat (Anemia), kadar asam urat (8,9 mg/dl)

Larutan NaCl, Ceftriaxon, Ciprofloxacin ,

Albumin.

Eritopoietin, Allopurinol

3,45 3,45

16 Badan lemas, muka pucat (Anemia)

Larutan NaCl, Ceftriaxon,

Furosemid . Eritopoietin 3,45

17

Badan lemas, tekanandarah naik, Hiperglikemia (279 mg/dl)

Larutan NaCl Furosemid,

Valsartan, Amlodipin.

Insulin 3,45

19

Badan lemas, tekanan darah naik, asam lambung meningkat, anemia penyakit kronik

Larutan NaCl, Ozid, Ceftriaxon,

Vitamin K, Furosemid, Sukralfat, Captopril

Dekstrosa 5%, Eritopoietin

3,45 3,45

20

Badan lemas, mual, Hipoglikemia (98,6 mg/dl), muka pucat (Anemia)

Larutan NaCl, Metoklopramid,

Ranitidin.

Dekstrosa 5%, Eritopoietin

3,45 3,45

23

Badan lemas, tekanan darah naik, demam, muka pucat (Anemia)

Larutan NaCl, Ceftriaxon,

Valsartan, Omeprazol, Amlodipin, Parasetamol

Eritopoietin 3,45

24 Badan lemas, mual, muka pucat (Anemia)

Larutan NaCl, Ceftriaxon, Metoklopramid,

Meylon.

Eritopoietin 3,45

26 Badan lemas,tekanan darah tinggi, anemia

Larutan NaCl,

Ceftriaxon, Eritopoietin 3,45

Referensi

Dokumen terkait

streaming dan main priority (terdiri dari daftar jenis trafik yang paling diutamakan). Hal tersebut bertujuan ketika jaringan dalam keadaan sibuk ataupun ketika

Ketika pendidik telah memiliki kompetensi, maka secara langsung akan berpengaruh pada proses peningkatan pendidikan, sehingga mampu melahirkan keluaran ( out put ) pendidikan

Griya Nia Hidroponik merupakan toko yang menjual peralatan hidroponik yang berada di salatiga. Saat ini Griya Nia Hidroponik belum memiliki website maupun

Untuk itu peneliti memaparkan simpulan sebagai berikut: 1.) Gambaran disiplin kerja guru di SMA Negeri 2 Sungai Ambawang sudah baik, sesuai dengan jadwal tugas dan waktu

dalam antenatal care akan meningkatkan tindakan pencegahan Tuberkulosis pada ibu.. hamil di Puskesmas Umbulharjo

Hasil pengujian menunjukkan bahwa tingkat kesuksesan pengenalan citra porno menggunakan metode ini sebesar 67.02% (dapat mengenali sebanyak 84 citra sebagai citra porno dari

Kondisi ekonomi pasca konversi hutan mangrove menjadi lahan tambak di Kabupaten Pangkajene Kepulauan Provinsi Sulawesi Selatan.. Kondisi ekonomi pasca konversi hutan

Dekomposisi beberapa tanaman penutup tanah dan pengaruhnya terhadap sifat-sifat tanah, serta pertumbuhan dan produksi jagung pada ultisol Lampung.Thesis.. Program