19 BAB II
LANDASAN TEORI 2.1. Manajemen
Menurut Kinicki & William (2016) manajemen adalah proses untuk mencapai tujuan sebuah organisasi dengan efektif dan efesien melalui integrasi sekelompok orang secara bersama – sama melalui planning, organizing, leading, dan controlling sumber daya organisasi. Efisien disini berarti perusahaan menggunakan sumber daya yang ada, baik itu manusia, uang, bahan baku, dan semuanya dengan bijak dan biaya yang efektif. Begitupula efektif berarti menjadi sarana yang efektif untuk mencapai hasil akhir, pembuatan keputusan yang tepat, dan berhasil melaksanakannya sehingga dapat mencapai tujuan (goal) organisasi.
Sedangkan menurut Nickels, et al. (2016) Manajemen adalah suatu proses yang digunakan untuk mencapai tujuan (goals) suatu organisasi melalui planning, organizing, leading, controlling dan sumber daya organisasi lainnya.
Menurut Dessler (2015), management process dibagi menjadi lima fungsi, yaitu :
1. Planning
Menetapkan suatu tujuan dan standar; mengembangkan peraturan dan prosedur;
mengembangkan rencana dan forecasting di dalam suatu organisasi.
2. Organizing
Memberikan setiap bawahan tugas tertentu; mendirikan
departemendepartemen; mendelegasikan wewenang kepada bawahan;
20 membangun saluran kewenangan dan komunikasi kepada bawahan;
mengkoordinasikan pekerjaaan bawahan.
3. Staffing
Menentukan jenis orang yang harus dipekerjakan; merekrut calon karyawan;
memilih karyawan; menetapkan standar kinerja; kompensasi karyawan;
mengevaluasi kinerja; melakukan konseling kepada karyawan; memberikan pelatihan dan pengembangan karyawan.
4. Leading
Membuat setiap karyawan menyelesaikan pekerjaan mereka; menjaga moral;
memotivasi karyawan.
5. Controlling
Menetapkan standar seperti contoh kuota penjualan, standar kualitas, atau tingkat produksi; memeriksa untuk melihat bagaimana kinerja sebenarnya dibandingkan dengan standar perusahaan; mengambil tindakan korektif jika dibutuhkan.
2.2. Manajemen Sumber Daya Manusia
Sumber daya manusia yang handal dan kompeten merupakan hal yang wajib dimiliki oleh setiap organisasi atau perusahaan dalam mencapai tujuannya.
Sumber daya manusia yang handal dan kompeten dapat dimiliki oleh setiap organisasi atau perusahaan dengan manajemen sumber daya manusia yang baik.
Para ahli telah mengutarakan beberapa pengertian dari manajemen sumber daya
manusia, yaitu adalah sebagai berikut :
21 Menurut Dessler (2015) manajemen sumber daya manusia adalah proses mendapatkan, melatih, menilai, memberikan kompensasi karyawan, dan mengurus masalah hubungan kerja, kesehatan dan keamanan, serta keadilan diantara karyawan.
Menurut Kinicki & Williams (2016), manajemen sumber daya manusia terdiri dari kegiatan yang dilakukan manajer untuk merencanakan, menarik, mengembangkan dan mempertahankan tenaga kerja karyawan yang efektif.
Sedangkan, menurut Bohlarander dan Snell (2010), manajemen sumber daya manusia adalah ilmu yang mempelajari bagaimana memberdayakan karyawan dalam perusahaan, membuat pekerjaan, kelompok kerja, mengembangkan para karyawan yang mempunyai kemampuan, mengidentifikasi suatu pendekatan untuk dapat mengembangkan kinerja karyawan dan memberikan imbalan kepada mereka atas usahanya dan bekerja.
2.2.1. Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia
Kegiatan manajemen sumber daya manusia dalam sebuah perusahaan atau organisasi akan berjalan dengan lancar apabila fungsi-fungsi manajemen sumber daya manusia dapat berjalan secara menyeluruh dalam pelaksanaannya. Fungsi dari manajemen sumber daya manusia telah dikemukakan oleh beberapa ahli sebagai berikut.
Nickels et, al (2016) mengatakan bahwa lingkup manajemen sumber daya
manusia tidak hanya mengenai merekrut seseorang atau melakukan PHK terhadap
seseorang. Semua aktivitas dilakukan untuk mencapai tujuan organisasi yang ada
22 kaitannya dengan hukum yang berlaku dan memiliki pengaruh terhadap manajemen sumber daya manusia. Berikut adalah lingkup manajemen sumber daya manusia dalam mencapai tujuan (goals) organisasi atau perusahaan :
Sumber : Nickels et, al (2016)
Gambar 2. 1 Ruang Lingkup Manajemen Sumber Daya Manusia
Organizational Goals
Human resources management
Recruitment
Selection
Training and Development
Motivation Evaluation
Compensation and Benefits
Scheduling Employee-
union relations
Career Management
23 Sumber : Stephen P. Robbins & Mary Coulter (2009)
Gambar 2. 2 Proses Manajemen Sumber Daya Manusia
Menurut Stephen P. Robbins & Mary Coulter (2009), terdapat beberapa fungsi manajemen sumber daya manusia seperti yang terdapat pada Gambar 2.2 :
1. Human Resources Planning
Pada tahapan ini, manajer HR merencanakan bahwa perusahaannya memiliki jumlah karyawan dengan kapabilitas yang tempat di tempat dan waktu yang tepat. Melalui perencanaan, perusahaan dapat menghindari kelebihan dan kekurangan orang secara tiba-tiba.
2. Recruitment & Decruitment
Proses rekrutmen adalah proses mencari, menemukan, mengidentifikasi, dan
menarik pelamar kerja sesuai dengan kebutuhan posisi di perusahaan melalui
job analysis. Sedangkan, dekrutmen adalah proses mengurangi jumlah tenaga
kerja dalam suatu organisasi karena tujuan tertentu.
24 3. Selection
Proses seleksi adalah proses penyaringan pelamar kerja untuk memastikan bahwa calon karyawan yang dipilih adalah yang paling tepat.
4. Orientation
Proses orientasi adalah proses pengenalan mengenai organisasi dan pekerjaan untuk membantu karyawan baru beradaptasi.
5. Employee Training
Pelatihan karyawan adalah sebuah proses yang digunakan oleh divisi HRD untuk memberikan karyawan pengetahuan, kemampuan, dan mengembangkan karyawan agar dapat berfungsi lebih optimal dalam melakukan pekerjaannya.
6. Performance Management
Proses yang dilakukan untuk menetapkan standar kinerja karyawan yang digunakan untuk melakukan evaluasi kinerja karyawan dengan tujuan agar karyawan dapat mempertahankan performa terbaiknya.
7. Compensation and Benefits
Proses kompensasi dan benefit adalab proses pemberian hak kepada karyawan berupa upah dan benefit lainnya dengan tujuan untuk mempertahankan karyawan di perusahaan.
8. Career Development
Proses pengembangan karir adalah sebuah proses agar karyawan memiliki tanggung jawab lebih dan penghasilan lebih dari sebelumnya.
Menurut Dessler (2015), terdapat beberapa fungsi manajemen sumber
daya manusia, yaitu :
25 1. Melakukan job analysis, yakni menentukan job description dan job
specification dari masing-masing karyawan.
2. Merencanakan kebutuhan tenaga kerja (man power planning) dan melakukan rekrutmen terhadap calon karyawan.
3. Melakukan seleksi terhadap calon karyawan.
4. Melakukan orientasi dan melatih karyawan baru.
5. Mengelola kompensasi (gaji dan upah) dan benefit yang akan didapatkan karyawan.
6. Memberikan insentif bagi karyawan.
7. Melakukan penilaian kinerja karyawan.
8. Melakukan komunikasi dengan karyawan (wawancara, konseling, dan pendisiplinan karyawan)
9. Melakukan program pelatihan dan pengembangan bagi karyawan.
10. Membangun komitmen milik karyawan.
2.3. Variabel Penelitian 2.3.1.
TrainingMenurut Desser (2015), training adalah proses mengajar karyawan baru
atau karyawan saat ini keahlian dasar yang dibutuhkan untuk melakukan pekerjaan
mereka. Untuk menyesuaikan materi training terhadap kebutuhan karyawan, Divisi
Human Resources biasanya melakukan lima tahap analisa training process
menggunakan The ADDIE Model, yaitu:
26 1. Analyze the training needs
Mengidentifikasi secara spesifik keterampilan kerja apa yang dibutuhkan karyawan untuk meningkatkan kinerja dan produktivitas. Menganalisis peserta training untuk memastikan bahwa program training akan sesuai dengan tingkat Pendidikan, pengalaman, keterampilan spesifik mereka, dan sikap motivasi pribadi mereka. Biasanya pada tahap ini, performance appraisal karyawan adalah data yang menjadi acuan bahwa seseorang membutuhkan training.
2. Design the overall training program
Setelah mendapatkan hasil dari training need analysis, kemudian Divisi Human Resources memutuskan, menyusun, dan mempersiapkan isi program training, termasuk didalamnya modul pelatihan dan kegiatan yang akan dilakukan.
Perusahaan juga menentukan metode apa yang akan digunakan dalam memberikan training.
3. Develop the course
Mengembangkan design training yang telah dibuat menjadi lebih terperinci, serta memperkenalkan training kepada perwakilan peserta.
4. Implement the training
Menerapkan training yang telah direncanakan kepada kelompok peserta training yang sebenarnya.
5. Evaluate the training’s effectiveness
Penilaian mengenai tingkat keberhasilan training yang telah dilakukan.
27 Menurut Noe (2013), training merupakan upaya yang direncanakan perusahaan untuk memfasilitasi pembelajaran karyawan tentang kompetensi yang berhubungan dengan pekerjaan yang dilakukan karyawan.
Menurut Kinicki & Williams (2016), training adalah pembelajaran secara teknis dan operasional yang diberikan kepada karyawan agar karyawan dapat melakukan pekerjaan mereka secara lebi baik lagi.
Menurut Blanchard & Thacker (2010), training adalah aktivitas perusahaan yang memberikan karyawan pengetahuan dan kemampuan untuk bekerja dengan lebih sehingga bias memenuhi tuntutan perusahaan di masa yang akan datang.
2.3.2. Metode Training
Menurut Dessler (2015), ada beberapa metode training yang dapat diterapkan, antara lain:
1. On the job training
Metode training dimana karyawan belajar pekerjaan dengan benar-benar melakukan pekerjaan tersebut. Metode ini biasanya lebih efektif untuk melatih karyawan baru karena diberikan situasi nyata dalam bekerja dan diberikan coaching dan mentoring.
2. Apprenticeship training
Metode training dimana karyawan dapat menjadi pekerja yang terampil dengan melalui kombinasi pembelajaran formal dan jangka panjang on the job training.
Pelatihan dilakukan di dalam ruangan atau di dalam kelas (off the job training)
28 untuk memberikan pembekalan konsep dan materi, kemudian dilakukan on the job training untuk melihat hasilnya.
3. Informal training
Metode training secara tidak resmi seperti coaching, counselling, dan mentoring. Informal training biasanya dapat dilakukan dengan atasan atau dengan sesame rekan kerja.
4. Job instruction training
Metode training dengan membuat daftar masing-masing tugas dasar pekerjaan, beserta poin-poin kunci. Tujuan dari training ini adalah untuk memberikan pelatihan langkah-demi-langkah bagi karyawan.
5. Lectures training
Metode training yang dilakukan di dalam kelas dengan presentasi materi yang diberikan oleh pengajar.
6. Programmed training
Metode training yang sistematis untuk mengajarkan keterampilan kerja dengan mengajukan pertanyaan atau fakta, membiarkan orang merespons, dan memberi umpan balik langsung kepada peserta tentang keakuratan jawabannya.
7. Audio Visual-based training
Metode training yang menggunakan DVD, film, powerpoint, video conferencing, audio tapes, dan video taes.
8. Simulated training
Metode training dimana pelatihan disimulasikan seperti keadaan aslinya.
Biasanya pelatihan dilakukan dengan menggunakan virtual reality games,
29 online role play dengan foto dan video, step by step animated guide, dan menggunakan software pelatihan.
9. Computer-based training
Metode training dengan media komputer atau sistem DVD untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan karyawan.
2.3.3.
Training SatisfactionMenurut Dessler (2015), terdapat empat tujuan dari memberikan training kepada karyawan baru, yaitu :
1. Membuat karyawan baru merasa seperti diterima di rumah dan menjadi bagian dari perusahaan.
2. Memastikan bahwa karyawan baru memiliki informasi dasar agar dapat berfungsi dengan efektif, seperti akses e-mail, kebijakan HRD dan benefit, dan harapan dalam hal perilaku kerja.
3. Membantu karyawan baru memahami perusahaan dalam arti luas (masa lalu, budaya, strategi, dan visi perusahaan).
4. Membantu karyawan baru beradaptasi dengan budaya dan cara kerja perusahaan.
Menurut Schmidt (2007), training satisfaction adalah sejauh mana
karyawan menyukai atau tidak menyukai serangkaian kegiatan yang direncanakan
dan diselenggarakan untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap
yang diperlukan agar karyawan dapat secara efektif melakukan tugas atau pekerjaan
yang diberikan. Schmidt (2007) lebih lanjut mengatakan bahwa training
satisfaction dapat diukur nelalui kegiatan pelatihan formal dan terencana daripada
30 pelatihan informal dan insidentil. Dengan demikian, training satisfaction memungkinkan untuk mengevaluasi persepsi karyawan sehubungan dengan total pelatihan kerja mereka daripada pelatihan secara pribadi.
Menurut studi yang dilakukan oleh Tello, Moscoso, Garcia, dan Chaves (2006), training satisfaction seorang karyawan dapat diukur berdasarkan 12 items yang dibagi kedalam tiga dimensi training satisfaction, yaitu : (1) tujuan dan konten training, (2) metode dan konteks training, dan (3) kegunaan dan keseluruhan training. Studi ini telah diuji validitasnya menggunakan hakim ahli yang dibentuk oleh enam ahli dari berbagai universitas dan swasta perusahaan pelatihan. Para ahli mengevaluasi setiap item sehubungan dengan keterwakilan dan kegunaannya.
Berdasarkan berbagai definisi di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa definisi training satisfaction yang akan penulis gunakan dalam penelitian ini adalah definisi yang diutarakan oleh Schmidt (2007), yaitu sejauh mana orang menyukai atau tidak menyukai serangkaian kegiatan yang direncanakan dan diselenggarakan untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang diperlukan untuk secara efektif melakukan tugas atau pekerjaan yang diberikan.
2.3.4.
Organizational Citizenship BehaviorMenurut Kreitner & Kinicki (2008), organizational citizenship behavior
adalah perilaku karyawan yang melampaui tugas yang seharusnya dikerjakan di
perusahaan. Beberapa contoh yang dimaksud seperti pernyataan yang membangun
terkait divisi, ekspresi ketertarikan terhadap pekerjaan orang lain, saran untuk
31 perbaikan, menjaga properti perusahaan, masuk kerja tepat waktu, dan membantu pekerjaan orang lain demi keberhasilan tim.
Menurut Handayani (2018), organizational citizenship behavior adalah perilaku individu yang tidak wajib, tidak diakui secara langsung oleh sistem penghargaan di perusahaan, dan secara kumulatif mempromosikan fungsi efektif organisasi. Organizational citizenship behavior sebagai kontribusi kepada seorang individu dalam bekerja, melampaui kecanggihan dan penghargaan atas keberhasilan pekerjaan yang dijanjikan.
Menurut Williams & Anderson (1991) sebagaimana dikutip oleh Shareef
& Atan (2018) mengatakan bahwa organizational citizenship behavior terbagi menjadi dua konsep, yaitu OCB terhadap individu (OCBI) dan OCB terhadap perusahaan atau organisasi (OCBO). Beberapa contoh perilaku OCBI, antara lain : menyisihkan waktu untuk mendengarkan rekan kerja atau atasan, membantu rekan kerja atau atasan ketika membutuhkan bantuan, dan menunjukkan ketertarikan terhadap pekerjaan yang dijalani. Sedangkan beberapa contoh perilaku OCBO, antara lain : memiliki tingkat kehadiran kerja yang tinggi, menepati waktu istirahat kerja, menghormati peraturan di perusahaan, dan menjaga properti milik perusahaan.
Menurut Schemerhorn et al (2012), organizational citizenship behavior
adalah perilaku karyawan dimana karyawan melakukan usaha lebih dalam
pekerjaan mereka. Berdasarkan berbagai definisi di atas, penulis dapat
menyimpulkan bahwa definisi organizational citizenship behavior yang akan
32 digunakan penulis dalam penelitian ini adalah definisi yang diutarakan oleh Williams & Anderson (1991), yaitu organizational citizenship behavior terbagi menjadi dua konsep, yaitu OCB terhadap individu (OCBI) dan OCB terhadap perusahaan atau organisasi (OCBO). Beberapa contoh perilaku OCBI, antara lain : menyisihkan waktu untuk mendengarkan rekan kerja atau atasan, membantu rekan kerja atau atasan ketika membutuhkan bantuan, dan menunjukkan ketertarikan terhadap pekerjaan yang dijalani. Sedangkan beberapa contoh perilaku OCBO, antara lain : memiliki tingkat kehadiran kerja yang tinggi, menepati waktu istirahat kerja, menghormati peraturan di perusahaan, dan menjaga properti milik perusahaan.
2.3.5. Lima Dimensi Organizational Citizenship Behavior
Menurut Organ (1998), organizational citizenship behavior dapat diidentifikasi menjadi lima dimensi, yaitu:
1. Altruism
Perilaku membantu karyawan lain tanpa ada paksaan pada tugas - tugas yang berkaitan erat dengan operasi-operasi organisasional. Contoh perilaku karyawan altruism antara lain: secara sukarela membantu karyawan baru, membantu rekan kerja yang kelebihan beban, membantu pekerja yang tidak hadir, membimbing karyawan untuk menyelesaikan tugas-tugas sulit
2. Conscientiousness
Perilaku karyawan dimana karyawan melakukan kinerja yang melebihi standar
minimum dari pekerjaan yang seharusnya dilakukan. Contoh perilaku karyawan
conscientiousness antara lain: seperti mematuhi aturan dan peraturan
33 perusahaan, tidak mengambil istirahat ekstra, bekerja ekstra panjang hari untuk menyelesaikan tugas
3. Sportsmanship
Perilaku karyawan yang dimana karyawan memiliki kesediaan untuk mentolerir ketidaknyamanan yang tak terhindarkan dan pemaksaan pekerjaan tanpa mengeluh. Sikap sportmanship mengacu pada menghindari keluhan yang tidak perlu tentang kesulitan yang dihadapi di tempat kerja, bersikap positif dan toleran terhadap masalah yang dialami di tempat kerja
4. Courtesy
Perilaku meringankan masalah - masalah yang berkaitan dengan pekerjaan yang dihadapi orang lain. Contoh dari perilaku courtesy antara lain seperti memberikan pemberitahuan sebelumnya tentang jadwal kerja kepada seseorang yang membutuhkan, berkonsultasi dengan orang lain sebelum mengambil tindakan apa pun yang akan memengaruhi mereka
5. Civic Virtue
Perilaku karyawan yang menunjukkan partisipasi sukarela dan dukungan
terhadap fungsi-fungsi organisasi baik secara professional maupun sosial
alamiah. Contoh dari perilaku civic virtue antara lain dengan bebas dan terus
terang mengemukakan pendapat, menghadiri pertemuan, berdiskusi dengan
kolega tentang masalah organisasi, dan membaca komunikasi organisasi seperti
surat untuk kesejahteraan organisasi
34 2.3.6.
TurnoverMenurut Robbins & Judge (2015), turnover adalah pengunduran diri dari organisasi secara permanen yang bersifat sukarela (voluntary turnover) dan yang bersifat tidak secara sukarela (involuntary). Tingkat turnover yang tinggi akan berdampak pada peningkatan biaya perekrutan, seleksi, dan pelatihan.
Menurut Tett & Meyer (1993) dalam Shareef & Atan (2018), turnover karyawan adalah pemutusan hubungan kerja seorang karyawan dengan perusahaan tertentu.
Menurut Moreno-Jiménez et al (2012) dalam Shareef & Atan (2018), penyebab seseorang dapat memutuskan untuk meninggalkan tempat kerjanya adalah karena hasil dari faktor psikososial karyawan, kondisi tempat kerja, interaksi karyawan dengan sesame di tempat kerja, dan kombinasi acara di tempat kerja.
2.3.7. Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Turnover
Menurut Ghapanchi & Aurum (2011) sebagaimana dikutip dalam Naidoo (2016), terdapat lima faktor yang dapat menyebabkan turnover, yaitu:
1. Faktor individu
2. Faktor yang terkait dengan pekerjaan, seperti karakteristik pekerjaan, indikator demografi, dan orientasi karir
3. Faktor psikologis, seperti kepuasan kerja secara keseluruhan, kepuasan karir, kepuasan gaji, dan komitmen organisasional.
4. Faktor budaya dalam organisasi, seperti sosialisasi, diskriminasi umum,
diskriminasi etnis, budaya organisasi negatif, politik dan pertengkaran serta
35 praktik sumber daya manusia seperti keadilan distributive, kesempatan pelatihan, dan pasar tenaga kerja internal.
5. Faktor lingkungan, seperti konflik kerja, adanya alternatif pekerjaan, kemajuan teknologi dan ancaman keusangan professional.
2.3.8.
Turnover IntentionMenurut Takase (2010) dalam Shareef & Atan (2018), turnover intention adalah upaya atau kerelaan yang dilakukan karyawan untuk secara sukarela meninggalkan tempat kerja mereka.
Menurut Carmelia & Weisberga (2006) dalam Memon et al. (2017), turnover intention estimasi pribadi tentang kemungkinan untuk meninggalkan organisasi, yang merupakan tahap terakhir dari tiga tahap penarikan diri. Ketiga tahapan ini adalah : (1) pikiran untuk berhenti dari pekerjaan, (2) niat untuk mencari pekerjaan yang berbeda, dan (3) niat untuk berhenti.
Menurut Tett & Meyer (1993) dalam Shareef & Atan (2018), turnover intention adalah tahapan terakhir dalam urutan penarikan diri secara kognitif, dimana didalamnya termasuk pemikiran untuk berhenti dan mencari pekerjaan alternatif.
Menurut Robbins (2003), turnover intention adalah perilaku yang mengarah untuk meninggalkan organisasi, mencakup pencarian suatu posisi baru maupun meminta untuk berhenti.
Berdasarkan berbagai definisi di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa
definisi turnover intention yang akan digunakan penulis dalam penelitian ini adalah
36 definisi yang diutarakan oleh Robbins (2003), yaitu perilaku yang mengarah untuk meninggalkan organisasi, mencakup pencarian suatu posisi baru maupun meminta untuk berhenti.
2.4. Hubungan Antar Variabel
2.4.1. Pengaruh Training Satisfaction Terhadap Turnover Intention
Menurut Huang & Su (2016, dalam Memon et al, 2017), menyatakan bahwa adanya hubungan yang negatif antara kepuasan karyawan terhadap training dengan voluntary turnover pada pekerja di Taiwan. Sedangkan menurut Zheng &
Lamond (2010, dalam Memon et al, 2017), dengan menciptakan lingkungan pembelajaran yang berkualitas bagi karyawan, perusahaan dapat membuat karyawan merasa lebih dihargai, yang juga meningkatkan komitmen mereka untuk tetap di perusahaan.
Menurut penelitian yang dilakukan terhadap karyawan di Amerika Serikat bagian selatan oleh Owens (2006, dalam Memon et al, 2016), menyatakan bahwa adanya hubungan negatif antara training satisfaction terhadap turnover intention karyawan. Sedangkan Rahman & Nas (2013, dalam Memon et al, 2016) menyatakan bahwa adanya hubungan negatif antara training dengan turnover intentions terhadap pengajar di 16 universitas di Pakistan.
Menurut studi terhadap perusahaan di Saudi Arabia oleh Jehanzeb et al
(2013, dalam Jehanzeb, 2015), menyatakan bahwa adanya hubungan yang negatif
antara training dengan turnover karyawan. Sedangkan menurut Barlett (1999,
dalam Jehanzeb, 2015) ketersedian dalam program pelatihan dan pendidikan
37 memiliki dampak yang signifikan dalam meningkatkan job satisfaction dan mengurangi turnover intention karyawan.
Berdasarkan penelitian terdahulu dari hubungan antar variabel, maka terbentuklah hipotesis :
H1 : Training satisfaction berpengaruh negatif terhadap turnover intention.
2.4.2. Pengaruh Training Satisfaction Terhadap Organizational Citizenship
BehaviorMenurut Skarlicki & Latham (1997, dalam Memon et al, 2017), menemukan bahwa para ketua pelatihan serikat buruh di Kanada dapat meningkatkan organizational citizenship behavior (OCB). Sedangkan menurut penelitian yang dilakukan terhadap 152 responden dari perusahaan modal di China oleh Lam et al (2009, dalam Memon et al, 2017) ditemukan adanya dampak yang positif antara pelatihan formal dengan tingkat OCB pada karyawan. Selain itu, menurut Ahmad (2011, dalam Memon et al, 2017), persepsi karyawan terhadap training merupakan prediktor yang signifikan terhadap tingkat OCB karyawan di antara pekerja teknologi informasi komunikasi di Malaysia.
Menurut Bolino & Turnley (2003, dalam Rubel & Rahman, 2018),
program pelatihan dan pengembangan merupakan program andalan perusahaan
untuk memberikan benefit bagi karyawan, dalam hal ini akan meningkatkan
organizational citizenship behavior. Kemudian, berdasarkan studi yang dilakukan
terhadap 134 dosen di Pakistan oleh Noor (2009, dalam Rubel & Rahman, 2018),
program pelatihan dan pengembangan dapat meningkatkan organizational
38 commitment¸yang dimana akan meningkatkan organizational citizenship behavior.
Kemudian, menurut Wei, Han, & Hsu (2010, dalam Rubel & Rahman, 2018) pelatihan yang ekstensif dapat menuntun karyawan untuk meningkatkan OCB yang akan menguntungkan bagi perusahaan. Sedangkan, menurut Tang & Tang (2012, dalam Rubel & Rahman, 2018) menyatakan bahwa persepsi karyawan terhadap training memiliki peran yang signifikan terhadap organizational citizenship behavior.
Menurut Fletcher (2016, dalam Guan & Frenkel, 2018), pelatihan dapat meningkatkan work engagement karyawan dengan meningkatkan kemampuan teknis karyawan dan meningkatkan motivasi karyawan. Kemudian, menurut Bakker & Demerouti (2008, dalam Guan & Frenkel, 2018) menyatakan bahwa karyawan yang memiliki work engagement terhadap perusahaan, cendrung untuk siap berkorban secara kognitif, emosi, dan fisik kepada perusahaan, menunjukkan antusiasme dalam pekerjaan. Hal ini menurut Rich et al (2010, dalam Guan &
Frenkel, 2018) membuat karyawan untuk melakukan pekerjaan pekerjaan yang bukan merupakan tugas mereka untuk membantu perusahaan.
Berdasarkan penelitian terdahulu dari hubungan antar variabel, maka terbentuklah hipotesis :
H2 : Training satisfaction memiliki pengaruh positif terhadap organizational
citizenship behavior.
39 2.4.3. Pengaruh Organizational Citizenship Behavior Terhadap Turnover
Intention
Menurut Oren et al (2011, dalam Saraih et al, 2017) menyatakan bahwa adanya hubungan yang negatif antara organizational citizenship behavior terhadap turnover intention . OCB merupakan perilaku karyawan yang dapat memberikan keuntungan bagi perusahaan, sedangkan turnover intention (TI) merupakan tindakan pengunduran diri sebagai reaksi terhadap ketidaksukaan karyawan terhadap organisasi. Sedangkan menurut Sharma, Bajpai & Holani (2011, dalam Saraih et al, 2017), dapat dikatakan bahwa karyawan yang memiliki tingkat organizational citizenship behavior yang tinggi memiliki kecendrungan untuk meninggalkan tempat kerja lebih kecil dibandingkan karyawan yang memiliki tingkat organizational citizenship behavior yang rendah.
Menurut Khalid, et al (2009, dalam Memon et al, 2017), studi sebelumnya menyatakan bahwa adanya dampak negatif antara OCB dengan turnover intention karyawan. Karyawan yang memiliki tingkat OCB yang tinggi cendrung untuk tidak hanya menyelesaikan pekerjaan mereka, namun juga membantu pekerjaan di sekitar mereka. Mereka juga cendrung untuk lebih toleran terhadap gangguan di tempat kerja, lebih kooperatif, dan lebih aktif dalam kelompok sosial di tempat kerja. Karakteristik karyawan seperti ini memiliki sikap membangun dan keterikatan dengan organisasi.
Organizational citizenship behavior merupakan perilaku diskresioner
yang tidak dibatasi oleh organisasi; akan ada hubungan antara OCB dengan
turnover intention karyawan. Dalal (2005, dalam Barzoki & Rezaei, 2017)
40 melakukan meta analysis dan menemukan bahwa adanya hubungan negative antara OCB terhadap turnover intention karyawan. Arye & Chay (2001, dalam Barzoki &
Rezaei, 2017) menemukan adanya korelasi negatif (~-0.31) antara OCB dengan turnover intention. Sedangkan Chen et al (1998, dalam Barzoki & Rezaei, 2017) mengemukakan bahwa adanya hubungan yang tidak signifikan antara OCB dengan turnover karyawan (r = -0.28, p<0.01)
Berdasarkan penelitian terdahulu dari hubungan antar variabel, maka terbentuklah hipotesis :
H3 : Organizational citizenship behavior berpengaruh negatif terhadap turnover
intention.
41 2.5. Penelitian Terdahulu
Tabel 2. 1 Penelitian Terdahulu
No. Peneliti Judul Penelitian Tahun Temuan Penelitian Manfaat Penelitian 1. Mumtaz Ali
Memon, Rohani Sallaeh, Mohamed Noor Rosli
Baharom, Shahrina Md Nordin, Hiram Ting
The relationship between training satisfaction, organizational citizenship behavior, and turnover intention : A PLS-SEM approach
2017 Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui peran training satisfaction, sebagai prediktor dari organizational citizenship behavior dan turnover intention. Penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui peran OCB sebagai variabel
mediating antara training
satisfaction dan turnover intention.
Data penelitian diperoleh dari 409 karyawan yang bekerja di industri pertambangan minyak dan gas di Malaysia. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya dampak
Peneliti menggunakan
penelitian ini untuk refrensi
peneliti dalam menentukan
model penelitian dan
indikator dalam kuesioner.
42 positif yang signifikan antara
training satisfaction dengan OCB dan dampak negatif antara training satisfaction dengan turnover intention. Berkebalikan dari ekspektasi, OCB bukanlah prediktor dari turnover intention dan bukan sebagai vaiabel mediating.
2 Ummi, Naiemah Saraih, et al
Relationships between Organizational
Commitment, OCB, Organizational Justice and Turnover
Intention: Evidence from Educational Institution in Malaysia
2017 Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengukur peran
organizational commitment sebagai moderator dalam hubungan antara organizational justice dan
organizational citizenship behavior terhajadap turnover intention karyawan di Malaysia. Penelitian dilakukan menggunakan survey
Peneliti menggunakan penelitian ini untuk refrensi landasan teori dalam
variabel organizational
citizenship behavior dan
turnover intention.
43 kepada 175 responden di salah satu
lembaga Pendidikan di daerah Malaysia bagian utara. Penelitian ini disusun menggunakan metode analisis regresi untuk menganalisa hipotesis yang dikembangkan. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa adanya dampak negative antara organizational commitment dan organizational citizenship behavior terhadap turnover intention karyawan.
3 Ali Shaemi
Barzoki, Ali Rezaei
Relationship between perceived
organizational
support, organizational citizenship behavior,
2017 Studi ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara perceived organizational support, organizational citizenship behavior, dan organizational trust terhadap turnover intention karyawan.
Peneliti menggunakan penelitian ini untuk refrensi landasan teori dalam
variabel organizational
citizenship behavior dan
turnover intention.
44 organizational trust
and turnover intentions:
an empirical case study
Kuesioner dibagikan kepada 158 tenaga ahli di perusahaan
penggalian di Iran. 140 kuesioner diterima dan dianalisa. Studi ini dilakukan dengan menggunakan structured equation model (SEM).
Hal dari penelitian ini menunjukkan bahwa adanya hubungan yang negatif antara perceived organizational support,
organizational citizenship behavior, dan organizational trust terhadap turnover intention karyawan
4 Mumtaz Ali Memon, Rohanni Salleh, Mohammed Noor Rosli
Baharom
The link between training
satisfaction, work engagement
and turnover intention
2016 Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui hubungan kausal antara training satisfaction, work engagement, dengan turnover intention karyawan. Data
Peneliti menggunakan penelitian ini untuk refrensi landasan teori dalam
variabel training satisfaction
dan turnover intention.
45 dikumpulkan melalui kuesioner
yang dikirimkan melalui surat elektronik terhadap 409 pekerja di industri minyak dan gas. Penelitian dilakukan menggunakan structured equation model. Hasil dari
penelitian ini menunjukkan bahwa training satisfaction memiliki dampak positif yang signifikan terhadap tingkat work engagement dan dampak negatif terhadap turnover intention. Work
engagement juga memiliki peran yang signifikan dalam mediasi antara training satisfaction dengan turnover intention.
5 Khawaja Jehanzeb, Anwar Rasheed,
What Is the Role of Training and Job
2015 Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui hubungan
Peneliti menggunakan
penelitian ini untuk refrensi
46 Abu Bakar Abdul
Hamid
Satisfaction on Turnover Intentions?
antara effective training dan coworker support for training terhadap turnover intention karyawan. Penelitian dilakukan terhadap karyawan restoran fast food di Saudi Arabia. Kuesioner dibagikan kepada 350 karyawan, dimana 278 kuesioner dikumpulkan kembali dan 250 kuesioner
digunakan untuk analisis data. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa adanya hubungan positif yang signifikan antara effective training program dengan job satisfaction dan antara coworker support for training dengan job satisfaction. Selain itu, ditemukan bahwa ada hubungan negatif antara job satisfaction terhadap turnover
landasan teori dalam
variabel training satisfaction
dan turnover intention.
47 intention. Implikasi manajerial dari
penelitian ini adalah agar
manajemen restoran fast food untuk memberikan effective training program dan supportive working environment untuk mengurangi tingkat turnover karyawan.
6 Md. Rubel & Md.
H. Asibur Rahman
Effect of Training and Development on Organizational Citizenship
Behavior (OCB): An Evidence from Private Commercial Banks in Bangladesh
2018 Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara training and development terhadap organizational citizenship behavior.
Penelitian ini dilakukan kepada 141 responden karyawan dari 31 bank komersil di kota Dhaka. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa training and development memiliki dampak positif yang signifikan terhadap OCBO dan OCBI.
Peneliti menggunakan penelitian ini untuk refrensi landasan teori dalam
variabel training satisfaction dan organizational
citizenship behavior.
48 7 Xiaoyu Guan,
Stephen Frenkel
How perceptions of training
impact employee performance
2018 Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui hubungan antara training dari perusahaan terhadap job performance.
Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode survey terhadap 348 responden setingkat supervisor dari dua perusahaan manufaktur di China. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa training dapat meningkatkan task performance dan organizational citizenship behavior karyawan dengan meningkatkan work engagement karyawan.
Peneliti menggunakan penelitian ini untuk refrensi landasan teori dalam
variabel training
satisfaction.
49 2.6. Model Penelitian
Dalam penelitian manajemen sumber daya manusia ini, terdapat kerangka pemikiran yang menjadi landasan dalam penelitian ini. Model penelitian dalam penelitian ini diambil dari jurnal yang dibuat oleh Memon et al (2017), yakni sebagai berikut:
Sumber : Memon et al (2017)