1 BAB I
PENDAHULUAN
1. 1 Latar Belakang
Kemajuan teknologi memberikan banyak kemudahan bagi penggunanya.
Pengguna smartphone umumnya memiliki aplikasi untuk kebutuhan navigasi dengan maksud dan tujuan tertentu. Beberapa tujuan yang diharapkan dari pemanfaatan aplikasi navigasi tersebut seperti untuk menunjukkan arah jalur/direction dari satu tempat ke tempat yang lain, mencari tujuan lokasi yang menarik, atau ingin mengetahui keberadaan objek benda, atau individu. Hal ini menjadi penting karena 90 persen individu melakukan kegiatan berada di dalam ruangan tertutup/gedung [1]. Ini akan berdampak pada munculnya beberapa layanan untuk strategi produk pada bidang retail, perhotelan, transportasi, kesehatan, manufaktur dan industri lainnya, dimana terdapat keperluan untuk mengetahui posisi sebuah objek manusia maupun benda yang ingin diketahui letak titik keberadaannya. Dari situasi tersebut nilai sebuah titik posisi menjadi suatu keharusan agar layanan informasi menjadi lebih tepat sasaran dan tujuan penggunaannya. Umumnya layanan seperti ini dikenal dengan istilah location based services (LBS).
LBS merupakan salah satu bidang penelitian dalam kajian ubiquitous atau pervasive computing. Secara khusus layanan ini dapat berupa aplikasi location- aware, yang membutuhkan informasi posisi untuk mengidentifikasi dan mengenali perilaku objek yang sedang dianalisis. Perangkat location-aware dapat melokalisasi dirinya sendiri atau menemukan dirinya sendiri [2]. Indoor Positioning atau localization merupakan lingkup dari location-aware computing untuk menentukan lokasi atau posisi sebuah objek berdasarkan referensi objek yang lain atau berdasar pada konteks tertentu (context-aware). Dalam hal navigasi dan penentuan posisi sebuah objek atau aset pada lingkungan ubiquitous computing, akurasi dan presisi posisi menjadi hal yang sangat penting untuk diperhitungkan [3].
2
Karena umumnya individu menghabiskan sebagian besar waktu dan mengerjakan tugas sehari-hari di lingkungan yang berada dalam ruangan atau tempat tertutup, maka indoor positioning system merupakan teknologi utama untuk menyelesaikan masalah penentuan lokasi dan mengidentifikasi objek dalam sebuah ruangan tertutup. Kemampuan GPS untuk mendapatkan akurasi dalam melokalisasi dan melacak objek sangat terbatas, karena adanya halangan-halangan seperti bangunan, pohon, cuaca yang dapat mengurangi akurasi sinyal yang diterima oleh GPS. Oleh karena itu, GPS lebih tepat diterapkan pada lingkungan terbuka (outdoor).
WLAN termasuk dalam kategori Wi-Fi dimana teknologi ini memiliki jangkauan terluas diantara teknologi Bluetooth, Zigbee dan Ultrawideband(UWB).
WLAN juga menjadi teknologi yang banyak digunakan dalam skenario indoor positioning karena sudah tersedia/melekat dalam infrastruktur gedung. Namun, terdapat kekurangan untuk memanfaatkan teknologi positioning pada modul WLAN. Pertama, dibutuhkan beberapa perangkat access point (AP) untuk setiap titik referensi. Kedua, portability rendah dimana untuk penempatan AP tidak fleksibel atau mengikuti kebutuhan jangkauan gedung. Ketiga, terdapat area yang memiliki kekuatan sinyal rendah. Yang terakhir, adanya ketergantungan daya listrik untuk setiap AP. Dari sisi akurasi yang diperoleh, penerapan WLAN fingerprint untuk keperluan positioning dengan kondisi gedung bertingkat diperoleh error rata-rata 4 hingga 7 meter dengan beberapa skenario pengujian, dan menggunakan algoritme kNN dan Naive Bayes [4] . Sehingga dapat dikatakan level akurasi yang diperoleh sangat rendah untuk sebuah lingkungan indoor.
Teknologi wireless short range (jarak pendek) lainnya seperti RFID, UWB yang dikembangkan untuk keperluan penentuan posisi memiliki masalah harga yang tinggi, konsumsi daya tinggi, modul tidak tersedia pada smartphone [5].
Sedangkan modul Zigbee meskipun low cost dan low energy namun tidak tersedia di smartphone seperti halnya modul bluetooth sehingga zigbee lebih cocok digunakan untuk keperluan aplikasi home automation.
Dengan semakin luasnya adopsi teknologi bluetooth pada suatu perangkat, seperti perangkat komputer, smartphone, headset, dan lain sebagainya, maka
3
bluetooth ini menjadi standard ubiquitous [6]. Perkembangan bluetooth saat ini sampai pada versi 4.0 atau yang dikenal dengan Bluetooth Low Energy (BLE)/Bluetooth Smart [7]. Dengan mengedepankan konsumsi daya rendah yang dimiliki dan portabilitas yang lebih fleksibel, teknologi BLE ini dapat menjadi alternatif untuk keperluan ubiquitous computing pada layanan berbasis lokasi.
Sebuah mobile system, navigasi menjadi kemampuan utama yang harus dimiliki.
Sebuah sistem navigasi tidak lepas dari kemampuan untuk melokalisasi (localization) dan path planning [8].
Telah banyak penelitian yang dilakukan untuk mengembangkan teknik penentuan posisi objek dengan beberapa platform teknologi Radio Frequency (RF). Pada penelitian ini, penentuan posisi objek dalam ruangan menggunakan teknologi BLE. Teknologi ini dipilih karena lebih mudah dalam pengembangan, konsumsi daya rendah, dan tidak memiliki ketergantungan terhadap daya listrik seperti pada WLAN. Seperti yang telah disebutkan di atas bahwa BLE memancarkan kuat sinyal berupa nilai RSSI dalam satuan dBm. Dalam penelitian ini, digunakan pendekatan dengan nilai RSSI tersebut. Dimana nilai RSSI ini sebagai indikator untuk menentukan lokasi target objek yang berada dalam ruangan. Nilai RSSI rentan terhadap perubahan lingkungan dan kondisi ruangan, sehingga pada penelitian ini dilakukan pengukuran dengan mengambil nilai RSSI terhadap empat orientasi / arah pengukuran yaitu barat, utara, timur dan selatan.
Terdapat dua pendekatan umum untuk penentuan posisi menggunakan teknik RSSI : sinyal pemodelan propagasi dan lokasi fingerprint. Pemodelan sinyal propagasi banyak digunakan untuk mengatasi permasalahan multipath fading. Pemodelan propagasi sinyal digunakan pada teknik penentuan posisi seperti trilateration dan triangulation [9]. Sedangkan pada penelitian ini mengabaikan efek multipath fading, dengan menggunakan teknik penentuan lokasi fingerprint atau penyesuaian pola / pattern matching, sehingga fingerprint tidak perlu memperhitungkan path loss model. Karena tiap grid pengukuran pada lokasi pengukuran telah memiliki nilai kuat sinyal, dan memiliki environment pengukuran yang sama pada saat fase positioning maupun fase kalibrasi/training Secara sederhana teknik fingerprint ini mengestimasi lokasi dengan
4
membandingkan antara realtime pengukuran kuat sinyal dengan kuat sinyal yang telah disimpan sebelumnya pada database. Pendekatan ini dimulai dengan pembuatan radio map terlebih dahulu, tanpa adanya perubahan environment pengukuran.
1. 2 Perumusan Masalah
Berdasarkan penjelasan pada bagian latar belakang, maka dapat dikatakan bahwa penerapan WLAN untuk keperluan penentuan posisi dengan teknik fingerprint menggunakan parameter kuat sinyal, masih memiliki tingkat akurasi yang rendah dan dapat ditingkatkan lagi. Selain itu, masih terdapat beberapa kelemahan pada perangkat WLAN, yaitu i) dibutuhkan perangkat access point (AP) untuk setiap titik referensi, ii) portability rendah dimana untuk penempatan AP tidak fleksibel atau mengikuti kebutuhan jangkauan gedung, iii) terdapat area yang memiliki kekuatan sinyal rendah, iv) adanya ketergantungan terhadap daya listrik untuk setiap AP.
1. 3 Keaslian Penelitian
Penelitian tentang indoor positioning dengan teknik fingerprint telah dilakukan oleh beberapa peneliti, dengan cara dan metode yang bertujuan untuk memperoleh akurasi keberadaan objek. Pada bagian ini akan dijelaskan hasil penelitian mengenai positioning dengan menggunakan bluetooth. Kajian dilakukan untuk memberikan informasi mengenai perbedaan dan kebaruan antara penelitian sebelumnya dengan penelitian yang dilakukan pada saat ini.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Kotanen dkk [10] menghasilkan sebuah system Bluetooth Local Positioning Application (BLPA). Dimana system ini memanfaatkan parameter Rx Power Level, kemudian dengan menggunakan model propagasi dikonversi dalam estimasi jarak. Dari hasil konversi akan dicari estimasi posisi secara 3D menggunakan perhitungan Extended Kalman Filtering (EKF), sehingga diperoleh kesalahan 3,76 meter. Untuk meningkatkan akurasi perlu pengukuran sinyal yang lebih presisi.
Penelitian oleh Pollard dan Zhou [11] melakukan pengukuran untuk mengestimasi posisi menggunakan parameter RSSI pada kondisi line-of-sight
5
(LoS) dengan model propagasi single-cell. Dari hasil percobaan diperoleh rata-rata error 1,2 meter.
Penelitian yang dilakukan Mahtab dan Soh [12], menyimpulkan bahwa terdapat beberapa parameter pada bluetooth yang dapat digunakan untuk keperluan localization antara lain, LQ (Link Quality), RSSI, Tx dan Rx Power Level. Pada kenyataannya, RSSI dan Tx Power selalu berubah-ubah karena dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, sedangkan LQ memiliki keterbatasan. Rx Power Level memberikan estimasi jarak lebih baik karena terdapat korelasi antara Rx Power level dengan distance.
Referensi Subhan dkk [13], menjelaskan konsep tentang indoor positioning menggunakan bluetooth dengan parameter Rx Power Level. Teknik yang digunakan adalah trilaterasi dengan hasil akurasi sebesar 5,87 meter, karena hasil estimasi banyak dipengaruhi oleh adanya halangan maka Subhan dkk mengusulkan metode menggunakan gradient filter. Dengan penambahan pengukuran dengan gradient filter untuk meningkatkan akurasi hingga 2.67 meter.
Sementara itu, Bekkelien [14] mengembangkan penelitian penentuan posisi dalam ruang tertutup menggunakan parameter RSSI dan metode fingerprint menggunakan aplikasi GPM (Global Positioning Module). Bentuk informasi posisi yang ditampilkan adalah dalam bentuk lintang dan bujur.
Menurut Bekkelien terdapat dua metode penentuan posisi dalam gedung menggunakan Bluetooth, yaitu triangulasi dan fingerprint. Metode fingerprint dipilih karena memberikan hasil yang lebih akurat dibandingkan dengan triangulasi. Fingerprint juga menunjukkan korelasi langsung antara RSSI dengan jarak (distance). Dalam penelitiannya digunakan beberapa metode untuk mencari estimasi posisi, yaitu k-NN, k-NN Regression dan Naive Bayes.
Diantara ketiga metode tersebut k-NN menunjukkan hasil yang terbaik yaitu akurasi hingga 1,5 meter.
Pada penelitian Zhu dan Chen [15] mengusulkan adanya pre-processing nilai data RSSI pada saat fase kalibrasi dengan menggunakan Gaussian Filter.
Kemudian pada saat fase online, untuk mengurangi fluktuasi sinyal ditambahkan distance weighted filter pada teknik trilaterasi. Selain itu untuk mengurangi
6
kesalahan koordinat target posisi maka digunakan algoritme kolaboratif yaitu deret Taylor. Dari hasil percobaan menunjukkan kemungkinan kesalahan lokasi kurang dari 1,5 meter.
Penelitian oleh Rida dkk [5], melakukan penelitian dengan algoritme Trilaterasi menggunakan BLE. Dari metode yang dipilih menghasilkan error rata- rata 0,5 – 1 meter dengan kondisi Non Line of Sight (NLoS). Dengan menggunakan tiga titik referensi, maka dapat menghasilkan posisi 2 dimensi. Jika posisi dari titik referensi diketahui, maka objek dapat diketahui dengan persamaan trigonometri.
Dari beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa para peneliti umumnya menggunakan parameter RSSI, Rx dan Tx Power Level yang diperoleh dari bluetooth klasik untuk keperluan positioning, dengan menggunakan beberapa teknik positioning yang umumnya digunakan. Dari parameter tersebut dapat dikonversi menjadi satuan jarak yang kemudian dapat digunakan untuk estimasi posisi. Untuk penggunaan BLE sendiri, teknik Trilaterasi digunakan oleh Rida dan Zhu beserta beberapa metode untuk peningkatan akurasi.
Beberapa perbandingan penelitian yang telah mengangkat topik indoor positioning dengan penelitian yang akan dilakukan dirangkum pada Tabel 1.1.
Tabel 1.1 Perbandingan dengan penelitian sebelumnya
No. Peneliti Metode Parameter Teknik Platform 1. Kotanen [10] Extended
Kalman Filtering
Rx Power Level
Distance Bluetooth
2. Pollard [11] LOS
Propagation model
RSSI Distance Bluetooth
3. Chowdury [16] Flat Earth Model, Friis
RSSI Distance BLE
4. Subhan, [13] Gradien Filter, Filtering Signal, kNN
Rx Power Level, RSSI
Trilateration, Fingerprint
Bluetooth
5. Bekkelien [14] kNN
Regression, Naïve Bayes
RSSI Fingerprint Bluetooth
6. Zhu [17] Gaussian Filter, RSSI Trilateration BLE
7 distance
weighted filter
7. Rida [5] Distance-based RSSI Trilateration BLE 8. Chawathe [18] Greedy
Algorithm
Cell-based Proximity Bluetooth
9. Forno [19] Ad hoc Network Power Level
Proximity Bluetooth
10. Palumbo [20] Min-Max RSSI Distance BLE
11. Diaz ITU
Propagation Model
RSSI Trilateration Bluetooth
12. Chen [17] Bayesian Fusion
RSSI Fingerprint Bluetooth
13. Jianyong [15] Gaussian Filter, Propagation Model
RSSI Distance BLE
14. Wang [21] Low-precision, High-precision Indoor Loc
RSSI Trilateration BLE
15. Penelitian yang akan dilakukan
Fuzzy kNN RSSI, Ranging
Fingerprint BLE
Perbedaan antara beberapa penelitian diatas dengan penelitian yang akan dilakukan yaitu penelitian ini akan menggunakan teknik fingerprint dengan parameter kuat sinyal (RSSI) yang ada pada BLE, dengan memberikan dua data skenario uji (stationary test dan walking test) untuk merepresentasikan kondisi umum objek. Dua skenario uji didasari dari latency yang dimiliki oleh BLE (6 ms) [22]. Dari hasil skenario uji akan diketahui seberapa besar pengaruh yang dihasilkan terhadap akurasi yang diperoleh. Informasi hasil prediksi posisi berupa koordinat posisi dengan penambahan informasi range yang dimiliki oleh BLE : immediate, near, far, unknown.
Algoritme yang digunakan pada teknik fingerprint ini adalah algoritme Fuzzy k Nearest Neighbors dan Naïve Bayes. Secara umum, penggunaan algoritme ini adalah pengembangan dari algoritme kNN, dimana algoritme kNN ini memiliki performa (akurasi dan presisi) yang lebih baik dari beberapa algoritme lainnya [23],[24] untuk keperluan penelitian positioning. Kelemahan dari algoritme kNN adalah kompleksitas waktu komputasi yang dibutuhkan, dimana
8
algoritme kNN ini membutuhkan waktu yang lebih besar dan akan meningkat dengan peningkatan jumlah titik sampel.
Tahap positioning pada penelitian ini, digunakan varian dari algoritme kNN yaitu fuzzy k-NN untuk memperbaiki hasil prediksi dari algoritme kNN.
Dimana algoritme fuzzy k-NN ini melakukan prediksi data positioning menggunakan basis nilai keanggotaan data positioning tiap kelas, kemudian diambil kelas dengan nilai keanggotaan terbesar dari data positioning sebagai kelas hasil prediksi. Kelebihan dari metode ini dibandingkan kNN, algoritme fuzzy KNN mampu mempertimbangkan sifat ambigu dari NN. Algoritme ini telah dirancang sedemikian rupa agar tetangga yang ambigu tidak memainkan peranan penting dalam klasifikasi. Selain itu sebuah instance akan memiliki derajat nilai keanggotaan pada setiap kelas sehingga akan lebih memberikan kekuatan atau kepercayaan suatu instance berada pada suatu kelas [25].
1. 4 Batasan Masalah
Penelitian yang dilakukan memiliki beberapa batasan masalah, antara lain :
a) Pengukuran kuat sinyal dilakukan pada ruangan dengan luas 10 m x 3 m x 2,5 m tidak bertingkat.
b) Pada penelitian ini mengabaikan efek propagasi sinyal.
c) Smartphone yang digunakan objek yaitu iPhone 4S.
1. 5 Tujuan Penelitian
Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah meningkatkan hasil akurasi pada metode localization/positioning dengan teknik fingerprint memanfaatkan teknologi Bluetooth Low Energy dengan menambahkan jumlah data pada database fingerprint berdasarkan empat orientasi pengukuran dan dua skenario uji yang merepresentasikan kondisi dasar objek/user pada umumnya yaitu diam dan bergerak. Untuk meningkatkan hasil estimasi posisi objek di dalam ruangan yang lebih signifikan, maka digunakan algoritme yang telah digunakan pada teknologi WLAN yaitu dengan algoritme kNN dan Naïve Bayes,
9
sedangkan algoritme Fuzzy k Nearest Neighbors merupakan pengembangan dari algoritme kNN untuk penambahan informasi proximity.
1. 6 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini secara umum diharapkan dapat digunakan sebagai pendukung teknis dalam pengembangan aplikasi bergerak dan pervasive khususnya pada pengembangan rekayasa perangkat lunak Location-Based Services(LBS) untuk keperluan monitoring objek, tracking object, asset tracking yang berada di dalam ruangan tertutup. Selain itu, dapat menjadi referensi bagi peneliti yang memiliki ketertarikan minat pada area penelitian indoor positioning dan navigasi.