• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Terkait dengan isu Social Development: Eradication of Poverty, Creation of

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Terkait dengan isu Social Development: Eradication of Poverty, Creation of"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Terkait dengan isu “Social Development: Eradication of Poverty, Creation of Productive Employement and Social Integrationyaitu “Promote equal access to all levels of education and skills development for persons with disabilities” (www.un- documents.net/ha-4c.htm poin 121-E), ada beberapa kebijakan dari pemerintah untuk meningkatkkan pengembangan masyarakat pada berbagai aspek salah satunya adalah mempromosikan kesetaraan akses pendidikan dan ketrampilan bagi kaum disabilitas.

Data Pemerintah terkait dengan jumlah anak berkebutuhan khusus yang ada di Jakarta mengalami peningkatan yang cukup signifikan, salah satunya menurut data Susenas pada Tahun 2012 pada jenjang pendidikan sekolah dasar yang mengalami distribusi penyandang disabilitas yang tinggi dibandingkan dengan jenjang pendidikan lainnya. Dengan kata lain, adanya program pemerintah mengenai pendidikan inklusif yaitu pendidikan yang memberikan aksesibilitas ruang yang baik yang dapat mewadahi anak-anak kaum disabilitas untuk memperoleh kesetaraan akses pendidikan di Jakarta.

Gambar1. Distribusi Penyandang Disabilitas Menurut JenisPendidikanBerdasarkan Data Susenas Tahun 2012

Sumber: Badan Survey Sosial Ekonomi Nasional, diakses tanggal 1 Oktober 2015 Kebijkan pendidikan inklusif merupakan “system penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya” (Permendiknas,Nomor 70 Tahun 2009 Tentang Pendidkan Inklusif).

(2)

Sesuai dengan Permendiknas No. 70 Tahun 2009 Pasal 2, pendidikan inklusif bertujuan:

1. Memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental dan sosial atau memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk memperoleh pendidikan yang bermutu sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya.

2. Mewujudkan penyelenggaraan pendidikan yang menghargai keanekaragaman, dan tidak diskriminatif bagi semua peserta didik.

Selama ini anak – anak yang memiliki perbedaan kemampuan (difabel) disediakan fasilitas pendidikan khusus disesuaikan dengan derajat dan jenis difabelnya yang disebut dengan Sekolah Luar Biasa (SLB). Secara tidak disadari sistem pendidikan SLB telah membangun tembok eksklusif bagi anak-anak berkebutuhan khusus. Tembok eksklusif tersebut selama ini tidak disadari telah menghambat proses saling mengenal antara anak-anak difabel dengan anak-anak non-difabel. Akibatnya dalam interaksi sosial di masyarakat kelompok difabel menjadi komunitas minor dari dinamika sosial di masyarakat.

Data dari pemerintah pada sensus penduduk tahun 2010 yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik Republik Indonesia di Provinsi DKI Jakarta menunjukkan bahwa kabupaten atau kota dengan penduduk kaum disabilitas umur dibawah dan sama dengan 10 tahun terbanyak ada di wilayah Jakarta Timur (tabel terdapat di bagian lampiran).

Kelima data ini merupakan sumber yang diambil dari Badan Pusat Statistik Indonesia. Kelima data ini juga merupakan indikasi awal untuk mengetahui jumlah penderita cacat (functional disability) atau ketidakmampuan seseorang melakukan aktivitas normal sehari-hari. Ada 5 (lima) kenormalan fungsi fisik dan psikis yang diukur berdasarkan sumber dari Badan Pusat Statistik Republik Indonesia, yaitu:

1. melihat 2. mendengar 3. berjalan

4. mengingat, berkonsentrasi, atau berkomunikasi 5. mengurus diri sendiri.

(3)

1.2 Rumusan Masalah

Di Indonesia, proses menuju pendidikan inklusif dimulai pada awal tahun 1960-an yang dipelopori oleh beberapa orang siswa tunanetra di Bandung dengan dukungan organisasi pada tunanetra sebagai satu kelompok penekan. Pada akhir tahun 1970-an pemerintah mulai menaruh perhatian terhadap pentingnya pendidikan integrasi dengan diterbitkannya Surat Keputusan Menteri Pendidikan nomor 002/U/1986 tentang Pendidikan Terpadu bagi Anak Cacat.

Pada tahun 2010 angka partisipasi murni Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) untuk jenjang pendidikan dasar baru mencapai 30%. Dengan demikian, jumlah ABK yang belum merasakan jaminan pendidikan masih cukup banyak, yaitu 70%. Hal ini juga disebabkan salah satunya karena minimnya kemudahan akses bagi para anak- anak berkebutuhan khusus untuk dapat belajar dengan nyaman di sekolah-sekolah reguler (sumber: data partisipasi ABK pada jenjang sekolah dasar oleh BPS tahun 2010).

Berdasarkan survey dan observasi yang dilakukan di lapangan pada beberapa sekolah inklusi yang ditunjuk oleh pemerintah di Jakarta Timur, terdapat 3 dari 5 kenormalan fungsi fisik dan psikis yang lebih menonjol untuk tingkat jenjang pendidikan SD yaitu:

1. Kesulitan Berjalan atau Naik Tangga 2. Kesulitan Melihat dan

3. Kesulitan Mengingat, Berkonsentrasiatau Berkomunikasi

Ketiga kenormalan fungsi fisik dan psikis inilah yang kemudian menjadi acuan desain aksesibilitas yang baik dan nyaman pada bangunan sekolah inklusi, khususnya untuk sekolah dasar yang ada di Jakarta Timur. Mengacu pada data dari Badan Pusat Statistik Indonesia bahwa kabupaten atau kota dengan penduduk kaum disabilitas umur dibawah 10 tahun terbanyak ada di Jakarta Timur, maka adanya sekolah inklusi di kawasan tersebut akan sangat membantu.Namun jumlah tersebut berbanding terbalik dengan kondisi sekolah inklusi yang ada di Jakarta Timur.

Masih banyak sekolah yang baru ditunjuk pemerintah untuk menerapkan pendidikan inklusif pada awal tahun 2014, hal ini membuat persiapan sekolah menjadi belum maksimal dan kondisi sekolah yang ditunjuk belum memenuhi standar ketentuan yang ada. Salah satunya terdapat di daerah Rawamangun, PuloGadung yaitu SDN 09 Rawamangun.

(4)

Tabel 1. Daftar Sekolah Inklusi di Pulo Gadung, Jakarta Timur Sumber: Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta, diakses tanggal 1 Oktober 2015

Selain itu terdapat beberapa kendala yang ditemukan, salah satunya adalah terkait dengan luasan ruang kelas dengan aksesibilitas pengguna kursi roda dan kapasitas siswa per kelas.

Hasil dari analisa menunjukkan bahwa terdapat selisih kebutuhan ruang yang cukup besar yaitu sekitar 18.25m2 pada ruang kelas. Selisih ruang tersebut yang dijadikan acuan untuk menambah kapasitas ruang kelas dengan membangun bangunan baru pada lahan kosong yang terdapat di bagian depan bangunan sekolah tersebut (Bab 4: Analisis Bentuk Massa Bangunan dan Kapasitas Ruang Kelas).

Terlepas dari masalah pelayanan kurikulum pendidikan formal yang harus dihadapi, bangunan-bangunan sekolah yang ada juga harus dibenahi agar setiap aspek penting terciptanya program pendidikan inklusif yang baik juga dapat terlaksana dan dapat dinikmati baik oleh anak-anak berkebutuhan khusus ataupun anak-anak normal lainnya.

Berdasarkan fakta diatas, maka rumusan masalah dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Bagaimana karakteristik pelajar berkebutuhan khusus dan hubungannya dengan ruang gerak pada sekolah inklusi?

2. Bagaimana menciptakan desain aksesibilitas sekolah inklusi yang dapat mewadahi karakteristik pelajar berkebutuhan khusus sehingga dapat diakses oleh pelajar berkebutuhan khusus maupun pelajar normal?

(5)

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk meningkatkan aksesibilitas yang tepat dan baik bagi ruang sekolah anak sehingga dapat diakses dengan mudah bagi anak berkebutuhan khusus maupun anak normal agar tercipta suasana belajar mengajar yang berkualitas.Beberapa tujuan penelitian yang akan dibahas lebih mendalam terkait dengan rumusan masalah diatas adalah:

1. Mengidentifikasi dan mengetahui karakteristik pelajar berkebutuhan khususserta ruang geraknya pada sekolah inklusi.

2. Mengidentifikasi dan menganlisa desain aksesibilitas pada sekolah inklusi yang dapat mewadahi dan memfasilitasi pelajar berkebutuhan khusus dan pelajar normal.

1.4 Ruang Lingkup

Adapun ruang lingkup materi studi yang akan dikaji dalam penyusunan laporan ini dibatasi mengenai identifikasi dan analisis aspek-aspek sebagai berikut:

Karakteristik Anak Berkebutuhan Khusus Terutama Pada Aspek Pergerakan dan Ruang Geraknya

Mengidentifikasi dan menganalisis karakteristik anak-anak berkebutuhan khusus serta kebutuhan ruang gerak mereka agar tercipta suasana belajar mengajar yang baik.

Aksesibilitas Pola Ruang Untuk Sekolah Inklusi

Mengidentifikasi dan Menganalisis bentuk bangunan sekolah-sekolah reguler dan pola ruang yang ada khususnya agar dapat diakses dengan baik dan mudah oleh pelajar berkebutuhan khusus maupun pelajar normal. Analisis bentuk bangunan sekolah juga berorientasi terhadap lingkungan sekolah, ruang gerak bagi pelajar berkebutuhan khususdan elemen material yang digunakan.

(6)

1.5 State Of The Art

Tabel 2.State of The Art

No. Judul dan Penulis Pembahasan Kesimpulan Tahun

1

Fenomena N. Jurnal ini Berdasarkan

Penyelengaraan Praptiningrum membahas kenyataandi

Pendidikan bagaimana lapangan,

Inklusif Bagi fenomena penyelenggaraan

Anak pendidikan sekolah inklusif

Berkebutuhan inklusif yang masih memiliki

Khusus, Jurnal terjadi di hambatan yang

Pendidikan Indonesia cukup berarti.

Khusus selama beberapa Tidak

Vol.7,No.2. tahun terakhir. didukungnya

November 2010 Kasus yang sarana dan

muncul seperti prasarana

minimnya fasilitas sekolah sarana dan kurikulum penunjang yang belum sistem matang menjadi pendidikan hal yang harus inklusif hingga diperhatikan.

terbatasnya Adanya pengetahuan dukungan dari dan ketrampilan semua pihak

guru. akan membuat

program pendidikan inklusif menjadi lebih baik.

(7)

No. Judul dan Penulis Pembahasan Kesimpulan Tahun

2 Proses Rona Fitria Hasil survey Terdapat

Pembelajaran yang telah beberapa solusi

Dalam Setting dilakukan pada permasalahan

Inklusi Di SDN 18 Kota tersebut,

Sekolah Dasar, Luar. diantaranya

Jurnal Ilmiah Pengumpulan metode

Pendidikan data yang pembelajaran

Khusus dilakukan yang dibuat lebih

Vol.1,No.1 berupa teknik kreatif dan

Januari 2012 observasi, inovatif,

teknik pengaturan wawancara dan tempat duduk dokumentasi. siswa yang Hasilnya sebaiknya merupakan bervariasi seperti analisa proses duduk

pembelajaran di berkelompok, sekolah inklusif dan bentuk berlangsung. bangunan Ada beberapa sekolah yang hambatan dapat menunjang seperti materi semua fasilitas pelajaran, agar dapat pengaturan diakses semua ruang kelas dan siswa.

tempat duduk.

(8)

No. Judul dan Penulis Pembahasan Kesimpulan Tahun

3 Inclusive Dr. Ankur Jurnal ini Dr. Ankur dan Education for Madan and Dr. membahas Dr. Neerja Children with Neerja Sharma tentang sistem mengungkapkan

Disabilties: pendidikan bahwa

Preparing inklusif yang menciptakan

Schools to Meet sangat didukung sebuah sekolah the Challenge, oleh pemerintah inklusif adalah Electronic lokal di India, tanggung jawab

Journal for namun masih bersama. Setiap

Inclusive banyak sekolah- aspek persiapan

Education sekolah yang dasar harus

Vol.3,No.1 belum dilakukan

(Fall/Winter menerapkan seperti membuat

2013) program materi

pendidikan pembelajaran inklusif. yang dapat Diharapkan diterima semua sekolah-sekolah golongan anak, reguler dapat guru

menerapkan pembimbing program inklusif yang berkualitas dengan inisiatif serta

dan inovasi infrastruktur mereka sendiri sekolah seperti lewat persiapan ramp, tangga, yang matang. pengaturan

tempat duduk, ruang bermain, dan lain lain.

(9)

No. Judul dan Penulis Pembahasan Kesimpulan Tahun

4 Accessibility for Dr. Robert D. Jurnal ini Ada beberapa People With Atkinson and membahas bangunan umum Disabilities, Daniel D. aspek apa saja yang belum

Journal of Castro yang dapat memiliki

Technology Vol membuat aksesibilitas

1,No.2, October aksesibilitas yang baik bagi

2008 para para kaum

penyandang disabilitas.

cacat terutama Pentingnya pada bangunan- peranan

bangunan umum arsitektur dan dapat diterapkan pemerintah dengan baik. untuk bersama- Beberapa aspek sama peduli dan yang dimaksud menerapkannya antara lain ruang pada bangunan gerak yang dan fasilitas bebas, akses umum.

masuk seperti Aksesibilitas ramp atau lift yang dimaksud untuk bangunan tidak hanya umum dan meliputi

pedestrian jalan bangunan atau yang aman dan infrastuktur fisik

nyaman. tetapi juga

semua bentuk pelayanan umum dapat dinikmati kaum disabilitas.

(10)

No. Judul dan Penulis Pembahasan Kesimpulan Tahun

5 Children with Ashima Das Konsep dasar Di dalam

Disabilities in Ph.D. and dalam sebuah sekolah Private Inclusive Ruth membangun berbasis

Schools in Kattumuri sekolah pendidikan

Mumbai: inklusif. inklusif, ada

Experiences and Terdapat beberapa

Challanges, penelitian konsep dasar.

Electronic terhadap 10 Ada 3 hal

Journal for anak kaum penting

Inclusive disabilitas diantaranya

Education dengan kisaran adalah “kaum

Vol.2,No.8 umur 7-15 disabilitas‟,

(Summer/Fall tahun dengan „pendidikan

2011) tujuan agar inklusi‟ dan

dapat „konsep

memahami pengembangan karakteristik diri‟. Ketiga hal

mereka ini menjadi

sehingga bahan penelitian tercipta yang kemudian sekolah menjadi

inklusif yang kerangka dasar menjawab sebuah sekolah kebutuhan baik inklusif yang

secara baik menurut

bangunan fisik Ashima Das hingga Ph.D. dan Ruth kurikulum Kattumuri.

pendidikan.

(11)

Kesimpulan:

Berdasarkan pembahasan diatas, dapat disimpulkan bahwa pada kenyataan yang terjadi di lapangan penyelenggaraan pendidikan inklusif pada beberapa sekolah yang ditunjuk oleh pemerintah masih memiliki beberapa hambatan seperti fasilitas atau sarana dan prasana sekolah yang kurang mendapat perhatian khusus terutama bagi pada penyandang cacat fisik serta metode pembelajaran yang harus disesuaikan bagi anak–anak berkebutuhan khusus.

Terdapat juga beberapa pertimbangan dalam mempersiapkan sebuah sekolah inklusi.Ada 3 hal penting yang harus diperhatikan dalam menciptakan sebuah sekolah inklusi yang baik menurut Ashima Das Ph.D. dan Ruth Kattumuri dalam jurnal yang berjudul “Children with Disabilities in Private Inclusive Schools inMumbai”,diantaranya adalah “kaum disabilitas”, “pendidikan inklusi” dan

“konseppengembangan diri”. Ketiga hal ini menjadi bahan penelitian yang kemudian menjadi kerangka dasar sebuah sekolah inklusif yang baik.

Selain dari materi dan metode pembelajaran yang harus disesuaikan, bangunan sekolah dan fasilitas yang ada di dalamnya juga harus dapat mewadahi anak-anak berkebutuhan khusus maupun anak-anak normal lainnya sehingga muncul sebuah desain aksesibilitas sekolah inklusi yang baik.

(12)

Gambar

Tabel 1. Daftar Sekolah Inklusi di Pulo Gadung, Jakarta Timur  Sumber: Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta, diakses tanggal 1 Oktober 2015
Tabel 2.State of The Art

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian yang dilakukan di TK AndiniSukarame Bandar Lampung betujuan meningkatkan kemampuan anak dalam mengenal konsep bilangan melalui media gambar pada usia

Ketersediaan informasi lokasi rumah sakit, fasilitas dan layanan yang tersedia di rumah sakit dan tempat kejadian dapat tersedia secara jelas dan terkini sehingga penentuan

Alhamdulillahirobbil’alamin segala puji syukur dan sembah sujud, penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat, hidayah, dan kasih sayang-Nya sehingga penyusun

H1: (1) Terdapat perbedaan produktivitas kerja antara karyawan yang diberi insentif dengan karyawan yang tidak diberi insentif (2) Terdapat perbedaan

7.4.4 Kepala LPPM menentukan tindakan perbaikan yang harus dilakukan pada periode Pelaporan Hasil Pengabdian kepada masyarakat berikutnya.. Bidang Pengabdian kepada masyarakat

Ketika orang-orang dari budaya yang berbeda mencoba untuk berkomunikasi, upaya terbaik mereka dapat digagalkan oleh kesalahpahaman dan konflik bahkan

Dengan cara yang sama untuk menghitung luas Δ ABC bila panjang dua sisi dan besar salah satu sudut yang diapit kedua sisi tersebut diketahui akan diperoleh rumus-rumus

Dari teori-teori diatas dapat disimpulkan visi adalah suatu pandangan jauh tentang perusahaan, tujuan-tujuan perusahaan dan apa yang harus dilakukan untuk