• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH WORK LIFE BALANCE TERHADAP BURNOUT PADA PEGAWAI LEMBAGA PEMASYARAKATAN SUMATERA UTARA SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PENGARUH WORK LIFE BALANCE TERHADAP BURNOUT PADA PEGAWAI LEMBAGA PEMASYARAKATAN SUMATERA UTARA SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan"

Copied!
134
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH WORK LIFE BALANCE TERHADAP BURNOUT PADA PEGAWAI LEMBAGA PEMASYARAKATAN SUMATERA UTARA

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Ujian Sarjana Psikologi

DISUSUN OLEH:

LIA LESTARI SIREGAR 151301049

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2020

(2)
(3)
(4)

Pengaruh Work Life Balance terhadap Burnout pada Pegawai Lembaga Pemasyarakatan Sumatera Utara

Lia Lestari Siregar dan Zulkarnain ABSTRAK

Pegawai Lembaga Pemasyarakatan saat ini bukan hanya bekerja untuk pemerintah saja, tetapi juga dituntut untuk dapat menjadikan narapidana menjadi manusia seutuhnya dan tidak melakukan kesalahan lagi. Sementara bukan hanya kehidupan narapidana saja yang harus diatasi, tetapi juga kehidupan pribadi pegawai. Jika kondisi yang dihadapi tidak dapat dijaga maka akan menyebabkan konflik. Konflik yang dihadapi dapat menyebabkan stres dan jika dibiarkan akan menjadi burnout.

Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat pengaruh work life balance terhadap burnout pada pegawai Lembaga Pemasyarakatan Sumatera Utara. Subjek pada penelitian ini adalah Pegawai di bagian penjagaan Lembaga Pemasyarakatan Sumatera Utara yang berjumlah 266 orang dan diambil menggunakan metode quota sampling. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan pengumpulan data berdasarkan metode skala Likert, yaitu skala work life balance dan skala burnout.

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis regresi linier sederhana dan didapatkan hasil bahwa terdapat pengaruh negatif work life balance terhadap burnout pada pegawai Lembaga Pemasyarakatan (R2= 0.496; R=

0.704; sig= 0.000 p<0.05). Work life balance memberikan sumbangan sebesar 49.6%

terhadap burnout. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi work life balance yang dimiliki maka burnout semakin rendah pada pegawai. Implikasi dari penelitian ini adalah dapat membantu pegawai memahami burnout sehingga keseimbangan kehidupan kerja dapat terjaga. Pemahaman akan burnout memiliki keuntungan pada pegawai maupun lembaga yang terkait.

Kata Kunci: Work Life Balance, Burnout, Pegawai Lembaga Pemasyarakatan

(5)

The Influence of Work-Life Balance on Burnout among North Sumatera Penitentiary’s Employees

Lia Lestari Siregar and Zulkarnain ABSTRACT

Currently, penitentiary employees are not only working for the government but also are required to turn the prisoners into human beings entirely and not make mistakes anymore. But, the things matter is not only that, but the employees live themselves. If the conditions encountered can’t be maintained, it would cause conflict. Conflict could cause stress and if it’s neglected, it’ll turn to burnout. The purpose of this study is to see the influence of work-life balance on burnout among North Sumatra Penitentiary’s Employees. The subjects in this study were employees in the guards’ section of the North Sumatra Penitentiary, 266 people in total and were taken using the quota sampling method. This study uses a quantitative approach by collecting data based on work life balance scale and burnout scale. Analytical statistic was used simple regression analysis and the results showed that there was a negative influence of work-life balance on burnout among Penitentiary employees (R2= 0.496;

R= 0.704; sig= 0.000 p<0.05). Work life balance contributes 49.6% in improving burnout. It means that the higher of work-life balance, the lower the employee burnout. The implication of this research is that it could help employees understand burnout so that the balance of work life can be maintained. Understanding burnout has advantages for employees and related institutions.

Keywords: Work Life Balance, Burnout, Penitentiary Employees

(6)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur saya panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, dan karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul “Pengaruh Work Life Balance terhadap Burnout pada Pegawai Lembaga Pemasyarakatan Sumatera Utara”. Penelitian ini disusun guna memenuhi salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Strata 1 (S1) di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.

Keberhasilan dalam menyelesaikan penelitian ini tidak akan terwujud tanpa adanya bantuan, bimbingan, arahan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Kedua orangtua saya serta kedua kakak, abang, dan adik saya yang selalu mendukung, mendo'akan, dan memberikan motivasi kepada saya, baik dukungan materi maupun dukungan moral.

2. Bapak Zulkarnain, P.hd, Psikolog selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan dan juga saran yang sangat bermanfaat sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini.

3. Kak Liza Marini, M.Psi., psi selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan dan dukungan kepada penulis selama masa perkuliahan.

4. Pak Ferry Novliadi, M.Si dan Kak Sherry Hadiyani, M.Psi, Psikolog selaku dosen penguji yang telah telah bersedia menjadi dosen penguji saya dan telah memberikan

(7)

5. Seluruh Dosen Psikologi yang telah memberikan ilmu selama penulis belajar dan menjalani perkuliahan di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara. Terima kasih atas ilmu yang telah diberikan.

6. Kepada sahabat “Geng Cengeng” yaitu Arfa, Amal, Ami, Ayu, dan Sayi yang telah membantu saya mengerjakan dan mendukung saya dalam mengerjakan skripsi ini serta menghibur saya disaat saya sedang kesusahan menghadapi dunia perskripsian ini.

7. Seluruh sahabat-sahabat saya "CO a.k.a Cuteness Overload" yang selalu menemani dan memberikan semangat ketika saya sedang lelah mengerjakan skripsi saya, yaitu Adin, Amal, Amik, Ayuk, Tiwik, Arfa, Fara, Jena, Kimod, Marha, Sayi, Pam, dan Serik.

Terima kasih atas dukungan, nasehat, dan motivasi yang diberikan kepada saya. Terima kasih juga telah menemani hari-hari saya selama di kampus.

8. Teman- teman “Psibara” yang telah menemani saya selama masa perkuliahan sehingga kehidupan perkuliahan saya menjadi berwarna.

9. Teman-teman angkatan 2015, dan seluruh anggota PEMA Periode 2017/ 2018. Terima kasih atas kebersamaannya selama ini.

10. Pihak Lembaga Pemasyarakatan yang sudah memberikan izin kepada saya untuk mengambil data penelitian ini, yaitu Lapas Kelas IIB Padangsidimpuan, Lembaga Pembinaan Khusus Anak Kelas I Medan, Lapas Perempuan Kelas IIA Medan, Lapas Kelas IIB Panyabungan, Lapas Kelas I Medan, dan Rutan Negara Perempuan Kelas IIA Medan

Penulis berharap penelitian ini dapat berguna bagi para pembaca dan juga untuk menambah ilmu pengetahuan terutama di bidang Psikologi Industri dan Organisasi. Penulis menyadari masih terdapat kekurangan dalam penelitian ini. Oleh karena itu, penulis berharap

(8)

adanya kritik dan juga saran yang membangun dari para pembaca agar dapat membuat penelitian ini menjadi lebih baik lagi.

Medan, 17 Desember 2019

Penulis,

Lia Lestari Siregar

(9)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI... vi

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 6

1.3. Tujuan Penelitian ... 6

1.4. Manfaat Penelitian ... 6

1.4.1 Manfaat Teoritis ... 6

1.4.2. Manfaat Praktis ... 7

1.5. Sistematika Penulisan ... 7

BAB II. LANDASAN TEORI ... 8

2.1. Burnout ... 8

2.1.1.Pengertian Burnout ... 8

2.1.2. Dimensi Burnout ... 11

2.1.3.Efek Burnout ... 12

2.1.4. Faktor-Faktor munculnya burnout ... 13

2.2. Work Life Balance ... 14

(10)

2.2.1. Pengertian Work Life Balance ... 14

2.2.2. Dimensi Work Life Balance ... 16

2.2.3. Dampak Work Life Balance ... 17

2.3. Pengaruh Work Life Balance terhadap Burnout ... 20

2.4. Hipotesis Penelitian ... 22

BAB III. METODE PENELITIAN ... 23

3.1. Metode Penelitian ... 23

3.2. Identifikasi Variabel Penelitian ... 23

3.3. Definisi Operasional ... 23

3.3.1. Work Life Balance ... 23

3.3.2. Burnout ... 24

3.4. Populasi dan Sampel Penelitian ... 25

3.4.1. Populasi dan Sampel Penelitian ... 24

3.4.2. Teknik Pengambilan Sampel Penelitian ... 26

3.5. Metode Pengumpulan Data ... 27

3.5.1. Skala Work Life Balance ... 27

3.5.2. Skala Burnout ... 29

3.6. Validitas, Daya Diskriminasi Aitem, dan Reliabilitas Alat Ukur ... 30

(11)

3.6.1. Validitas Alat Ukur ... 30

3.6.2. Daya Diskriminasi Aitem ... 30

3.6.3. Reliabilitas Alat Ukur ... 31

3.7. Hasil Uji Coba Alat Ukur ... 31

3.7.1. Hasil Uji Coba Skala Work Life Balance ... 31

3.7.2. Hasil Uji Coba Skala Burnout ... 34

3.8. Prosedur Penelitian ... 35

3.8.1. Tahap Persiapan ... 35

3.8.2. Tahap Pelaksanaan ... 36

3.8.3. Tahap Pengolahan Data ... 36

3.9. Metode Analisis Data ... 36

3.9.1. Uji Normalitas ... 37

3.9.2. Uji Linearitas ... 37

BAB IV. ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN ... 38

4.1. Analisa Data ... 38

4.1.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian ... 38

4.2. Analisis Data Deskriptif ... 40

4.2.1. Deskripsi Gambaran Umum Skor Work Life Balance dan Burnout ... 40

4.2.2. Kategorisasi Data Penelitian ... 42

(12)

4.3. Hasil Uji Asumsi Penelitian ... 45

4.3.1. Uji Normalitas ... 45

4.3.2. Uji Linearitas ... 46

4.4. Analisis Data Inferensial ... 47

4.5. Pembahasan ... 50

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 54

5.1. Kesimpulan ... 54

5.2. Saran ... 55

5.2.1. Saran Metodologis ... 55

5.2.2. Saran Praktis... 55

DAFTAR PUSTAKA ... 56

LAMPIRAN... 61

(13)

DAFTAR TABEL

Tabel III.1 Jumlah Populasi dan Sampel Penelitian Krejcie dan Morgen ... 26

Tabel III.2 Blueprint Skala Work Life Balance Sebelum Uji Coba ... 28

Tabel III.3 Blueprint Skala Burnout Sebelum Uji Coba ... 29

Tabel III.4 Hasil Uji Reliabilitas Skala Work Life Balance ... 33

Tabel III.5 Blueprint Skala Work Life Balance Setelah Uji Coba ... 33

Tabel III.6 Hasil Uji Reliabilitas Skala Burnout ... 35

Tabel III.7 Blueprint Skala Burnout Setelah Uji Coba ... 35

Tabel IV.1 Penyebaran Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin ... 39

Tabel IV.2 Penyebaran Subjek Berdasarkan Usia ... 39

Tabel IV.3 Perbandingan Mean Empirik dan Mean Hipotetik ... 41

Tabel IV.4 Norma Kategorisasi Work Life Balance ... 42

Tabel IV.5 Kategorisasi Data Work Life Balance Pegawai Lapas ... 43

Tabel IV.6 Norma Kategorisasi Burnout ... 44

Tabel IV.7 Kategorisasi Data Burnout Pegawai ... 44

Tabel IV.8 Hasil Uji Normalitas ... 46

Tabel IV.9 Hasil Uji Linearitas ... 47

Tabel IV.10 Hasil Analisis Perhitungan Regresi ... 48

(14)

Tabel IV.11 Tabel Koefisien Determinan (R2) ... 49 Tabel IV.12 Koefisien Regresi Work Life Balance dengan Burnout ... 49

(15)

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran A Skala Penelitian Sebelum Uji Coba

Lampiran B Skala Penelitian Setelah Uji Coba

Lampiran C Uji Daya Diskriminasi Aitem Dan Uji Reliabilitas Lampiran D Hasil Uji Asumsi dan Hasil Analisa Korelasi Lampiran E Data Mentah Subjek Penelitian Work Life Balance Lampiran F Data Mentah Subjek Penelitian Burnout

Lampiran G Surat Pengambilan Data

(16)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Lembaga Pemasyarakatan atau disingkat dengan Lapas merupakan salah satu institusi penegak hukum yang masih ada di Indonesia sampai sekarang dan berada di bawah naungan Kementerian Hukum dan HAM. Berdasarkan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia No. 6 Pasal 1 Bab 1 dalam ketentuan umum menyatakaan bahwa Lembaga Pemasyarakatan merupakan tempat untuk melaksanakan pembinaan Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan. Petugas dari LAPAS adalah Pegawai Negeri Sipil yang melaksanakan tugas di bidang pemasyarakatan. Adapun tugas seorang penjaga tahanan LAPAS berdasarkan UU NO. 12 Tahun 1995 pasal 2 yaitu membentuk warga binaan pemasyarakatan agar menjadi manusia seutuhnya, menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan, dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab.

Lapas di Indonesia masih memiliki berbagai masalah yang cukup kompleks, misalnya kelebihan kapasitas, pengedaran narkoba di dalam Lapas sendiri, maupun kerusuhan yang terjadi dalam tahanan. Kasus peredaran narkoba dari dalam Lapas terjadi karena kurangnya integritas dari para penjaga Lapas. Selain itu para

(17)

lapas menjaga sebanyak 197 orang narapidana. Terdapat juga beberapa tahanan yang mendapatkan sel tahanan mewah dibandingkan dengan sel tahanan para narapidana lainnya (Tashandra, 2017).

Terdapat juga kasus adanya ketidaksetaraan jumlah sipir dengan warga binaan, dimana perbandingan yang ada sebesar 1:75. Namun ada juga perbandingannya sebesar 1:120. Jika situasinya sedang dalam keadaan aman memang tidak memiliki masalah, tetapi jika terjadi kerusuhan akan berdampak besar (Putri, 2018). Terjadi pengedaran narkoba di lingkungan Lapas dimana salah satu pelakunya adalah seorang sipir (penjaga Lapas) yang bertugas untuk menyebarkan narkoba melalui kabel portabel dan diberikan kepada narapidana (Alamsyah, 2019).

Lapas Sumatera Utara juga memiliki kasus yang sama yaitu perbedaan yang besar antara jumlah narapidana dan sipir. Lapas di Tanjung Gusta Medan memiliki kapasitas 750 yang dihuni 3.760 orang narapidana dan hanya dijaga oleh 15 orang sipir. Sementara itu di Lapas Pematang Siantar dihuni 3.000 narapidana dan hanya dijaga oleh 5 orang sipir (Liputan6, 2017). Berdasarkan data terakhir jumlah sumber daya manusia per- UPT pada Kanwil Lapas Kelas I Tanjung Gusta Medan tercatat ada sekitar 110 jumlah penjaga tahanan. Kasus yang terjadi juga banyak pegawai di Lapas mengeluhkan kekurangan sipir dikarenakan banyaknya peristiwa pelarian narapidana ataupun kerusuhan yang terjadi di lingkungan Lapas. Selain itu ada juga kasus penyebaran narkoba di lingkungan Lapas sehingga dilakukan pembukaan lowongan CPNS bidang sipir secara besar- besaran hingga 14.000 orang (Agus, 2017). Tercatat pelamar yang mendaftar untuk menjadi seorang Calon Pegawai

(18)

Negeri Sipil (CPNS) Kemenkumham sebanyak 2,43 juta di seluruh Indonesia (Gideon, 2017). Sedangkan pada tahun 2018 tercatat ada sebanyak 3,82 juta untuk seluruh instansi, sementara untuk Kemenkumham sendiri sebanyak 336.736 (Ramadhani, 2018).

Masalah yang dihadapi oleh petugas Lapas seperti yang telah dipaparkan dapat menyebabkan mereka mengalami stres kerja. Stres kerja yang dialami oleh pegawai jika dibiarkan terlalu lama akan menyebabkan burnout. Hal ini sesuai dengan pengertian burnout sendiri yaitu keadaan yang dialami individu diliputi dengan stres biasanya dialami oleh para profesional yang memiliki motivasi tinggi dan dihadapkan pada tuntutan pekerjaan yang tinggi (Aadmot & Raynes, 2001).

Dahulu burnout hanya dialami oleh para perawat saja, tetapi semakin berkembangnya zaman burnout banyak dialami oleh banyak jenis pekerjaan, misalnya guru, polisi, maupun pekerjaan lainnya, berkembang secara emosional dan merasa tidak lagi memiliki dampak positif bagi orang lain maupun pekerjaan (Aadmot &Raynes, 2001).

Menurut Dessler (1997) Burnout sering kali disebabkan karena terlalu banyak mengalami stres kerja, terutama saat stress tersebut dikombinasikan dengan tujuan yang sudah dibuat tidak tercapai. Individu yang mempunyai tujuan akan menjadi gigih, rajin, semangat, serta pantang menyerah. Tetapi, saat tujuan yang diinginkan tidak tercapai, individu tersebut akan merasa stres dan apabila terjadi dalam jangka panjang akan menjadi burnout (Dessler, 1997).

(19)

Burnout yang dialami oleh individu dapat berpengaruh pada kinerja kerja maupun kepuasan kerjanya. Penelitian Sukmana & Sudibia (2015) mengatakan bahwa burnout berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kinerja karyawan, artinya terjadinya peningkatan burnout pada karyawan dapat menyebabkan menurunnya kinerja. Penelitian lain yaitu Yusuf (2019) pada PNS bahwa burnout berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja para pegawai. Pegawai yang memiliki kelelahan emosional akan mengganggu pekerjaan mereka yang disebabkan oleh kuantitas kerja maupun masalah pribadi dari pegawai dan lainnya.

Burnout yang terjadi pada individu dapat menyebabkan banyak kerugian, untuk dirinya sendiri. Dampak yang terjadi saat burnout terjadi yaitu individu menarik diri, baik dari kolega maupun kliennya dan kemudian kurang mengembangkan rasa untuk berprestasi maupun motivasi pada pekerjaan (Rollinson, 2005). Penelitian Yeni & Niswati (2012) bahwa burnout memiliki pengaruh yang kuat terhadap motivasi kerja dimana apabila individu mengalami burnout maka akan menurunkan motivasi untuk berprestasi dalam kehidupan kerja.

Menurut Dessler (1997) korban burnout sering mengalami ketidakseimbangan dalam menjalani kehidupannya, baik itu kehidupan dalam pekerjan maupun kehidupan pribadinya. Hal ini dikarenakan individu terlalu fokus pada tujuan yang ingin dicapai sehingga semua energi yang ada dalam dirinya hanya disalurkan pada tujuan yang ingin dicapai terkait dengan pekerjaannya (Dessler, 1997). Keseimbangan kehidupan kerja disebut juga dengan work life balance, yang

(20)

artinya sejauh mana individu dapat meminimalkan konflik antara tuntutan pekerjaan maupun tuntutan di luar pekerjaan (McShane & Glinow, 2010).

Work life balance sangat penting bagi kehidupan individu yang sedang bekerja. Individu yang mampu menjaga keseimbangan kehidupan kerjanya dapat mengurangi tingkat burnout yang dialaminya. Begitu juga sebaliknya, apabila individu tidak dapat menjaga keseimbangan kehidupan kerjanya maka burnout akan meningkat. Hal ini sesuai dengan penelitian Junaidin, Aiyul, & Hardiyono (2019) bahwa work life balance berpengaruh negatif dan signifikan terhadap burnout.

Semakin tinggi nilai burnout yang dialami seorang karyawan maka level work life balance akan semakin rendah. Begitu pula sebaliknya, semakin rendah nilai burnout yang dialami karyawan maka level work life balance yang dialami karyawan juga semakin tinggi. Penelitian lain yang serupa juga dilakukan oleh Khairani (2018) bahwa work life balance berpengaruh negatif terhadap burnout. Semakin tinggi tingkat keseimbangan kehidupan kerja karyawan maka semakin rendah tingkat burnout yang dialami karyawan tersebut.

Berdasarkan pemaparan yang dijelaskan, maka peneliti tertarik untuk melihat pengaruh work life balance terhadap burnout pada Pegawai Lembaga Pemasyarakatan Sumatera Utara.

(21)

1.2. RUMUSAN MASALAH

Adapun masalah yang terdapat dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut : “Apakah terdapat pengaruh work life balance terhadap burnout pada Pegawai Lembaga Pemasyarakatan Sumatera Utara?”

1.3. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat pengaruh work life balance terhadap burnout pada pegawai Lembaga Pemasyarakatan Sumatera Utara.

1.4. MANFAAT PENELITIAN 1.4.1. Manfaat Teoritis

1. Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat berupa tambahan informasi dan ilmu pengetahuan serta hasil penelitian khususnya di bidang psikologi mengenai work life balance dan burnout pada pegawai Lembaga Pemasyarakatan.

2. Penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai referensi bagi yang ingin meneliti lebih lanjut mengenai work life balance dan burnout pada Pegawai Lembaga Pemasyarakatan.

(22)

1.4.2. Manfaat Praktis

Adapun manfaat praktis dari penelitian ini yaitu:

1. Penelitan ini diharapkan dapat berguna bagi para Pegawai Lembaga Pemasyarakatan dalam mengetahui seberapa besar pengaruh work life balance terhadap burnout pada diri mereka.

2. Manajemen Lembaga Pemasyarakatan dapat mengetahui tingkat work life balance yang dimiliki pegawai serta mampu membantu mencari solusi dalam menghadapi burnout yang terjadi pada pegawai.

1.5. SISTEMATIKA PENULISAN

Sistematika penulisan dalam penelitian ini disusun sebagai berikut:

 Bab I: Pendahuluan

Pada bab ini dijelaskan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian teoritis dan praktis, serta sistematika penulisan.

 Bab II: Landasan Teori

Pada bab ini dijelaskan definisi masing-masing variabel penelitian, aspek pembangun teori, faktor-faktor yang dapat mempengaruhi variabel, pengaruh antar variabel, serta hipotesa peneliti.

 Bab III: Metode Penelitian

pada bab ini dijelaskan metode penelitian yang digunakan peneliti, identifikasi variabel-variabel penelitian, defenisi operasional variabel penelitian, populasi

(23)

dan sampel penelitian, metode pengumpulan data, validitas reliabilitas alat ukur, prosedur pelaksanaan penelitian, serta metode analisis data.

 Bab IV : ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

Bab IV berisi tentang hasil penelitian yang meliputi gambaran umum subjek penelitian, analisis data deskriptif, hasil uji asumsi penelitian, analisis data inferensial, serta pembahasan dari hasil penelitian yang telah dilakukan.

 Bab V : KESIMPULAN DAN SARAN

Bab V berisi tentang kesimpulan dan saran mengenai penelitian yang dilakukan.

(24)

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. BURNOUT

2.1.1. Pengertian Burnout

Maslach, Leither, & Scahufeli (2001) mengemukakan bahwa burnout merupakan sindrom kelelahan, depersonalisasi, dan kurangnya rasa ingin berprestasi di tempat kerja. Burnout merupakan respon terhadap stres kronis yang ditandai dengan menurunnya tingkat produktivitas kerja, kelelahan fisik maupun emosional, dan kecenderungan untuk berpikir secara impersonal, bahkan pada diri sendiri (Jewell, 1998). Menurut Indraswari & Ningrum (2014) burnout merupakan kondisi yang mengarah pada kelelahan emosial, kurangnya motivasi, dan kurangnya prestasi pekerjaan yang dialami individu sebagai akibat dari stres pekerjaan dalam jangka waktu yang lama, kumulatif, dan kronis.

Menurut Dessler (1997) burnout merupakan melemahnya sumber daya baik dari fisik maupun mental yang disebabkan karena upaya yang berlebihan untuk mencapai tujuan terkait pekerjaan yang tidak realistis. Sementara menurut Rollinson (2005) burnout merupakan hasil stres kronis yang ditandai dengan perasaan lelah total, depersonalisasi, ketidaktertarikan, dan kurangnya pencapaian pribadi.

Menurut Yusuf (2019) burnout merupakan kondisi dimana individu merasa kehilangan energi baik secara fisik maupun psikis yang disebabkan oleh situasi kerja

(25)

(2013) menyatakan bahwa burnout merupakan keadaan dimana individu mengalami kelelahan fisik, mental dan emosional dikarenakan stress yang dialami dalam jangka waktu yang lama dalam situasi yang menuntut keterlibatan emosional yang cukup tinggi. Menurut Aadmot dan Bobbie (2001) burnout merupakan keadaan yang dialami individu diliputi dengan stres biasanya dialami oleh para profesional yang memiliki motivasi tinggi dan dihadapkan pada tuntutan pekerjaan yang tinggi.

Menurut Greenberg (1996) burnout merupakan sebuah sindrom yang ditandai dengan kelelahan disertai dengan perasaan ketidakmampuan secara pribadi sebagai akibat dari terlalu lama menghadapi stress. Burnout merupakan kelelahan yang dialami individu secara fisik dan psikis yang disebabkan oleh situasi kerja yang tidak mendukung serta tidak sesuai dengan kebutuhan dan harapan (Rizka, 2013).

Burnout merupakan suatu kondisi emosional yang dialami individu dimana terdapat rasa lelah baik secara fisik maupun mental akibat tuntutan pekerjaan yang meningkat (Yandri & Juliawati, 2017). Menurut Salama (2014) burnout merupakan istilah dalam kasus psikologis untuk pengalaman kelelahan dalam jangka panjang dan minat kerja menurun yang melibatkan perasaan, sikap, motif, harapan, dan dianggap sebagai pengalaman negatif yang mengacu pada situasi yang menimbulkan distress, ketidaknyamanan, maupun disfungsi.

Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa burnout merupakan suatu sindrom akibat dari stres kronis yang ditandai dengan kelelahan fisik maupun emosional sebagai akibat dari tuntutan pekerjaan yang tinggi maupun tidak tercapainya suatu tujuan yang diinginkan.

(26)

2.1.2. Dimensi Burnout

Maslach, Schaufeli, & Leiter (2001) mengungkapkan bahwa terdapat tiga dimensi dari burnout, yaitu:

1. Exhaustion

Merupakan keadaan saat individu mengalami kelelahan serta kejenuhan pada saat bekerja. Kelelahan yang terjadi bisa saja terjadi akibat banyaknya tuntutan pekerjaan yang diterima individu maupun tujuan yang sudah dibuat tidak bisa dicapai.

2. Depersonalization (cynicism)

Merupakan upaya yang dilakukan individu untuk membuat jarak dengan orang lain serta mengabaikan kemampuan unik yang dimiliki. Individu yang mengalaami hal ini juga mengembangkan rasa sinis dan ketidakpedulian terhadap orang lain sebagai akibat dari kelelahan yang dialami.

3. Inefficacy

Merupakan keadaan yang membuat individu mengurangi rasa ingin berprestasi di tempat kerja. Hal ini disebabkan berkurangnya keefektifan dalam menjalani pekerjaan sebagai akibat dari adanya rasa kelelahan maupun rasa ketidakpedulian terhadap orang lain.

(27)

2.1.3. Efek Burnout

Greenberg (1996) mengemukakan burnout memiliki efek baik terhadap pekerjaan maupun perusahaan tempat individu bekerja. Adapun efek yang disebabkan oleh burnout yaitu:

1. Poor job performance, tingkat stress dapat mempengaruhi kinerja dari pekerja, tidak hanya kinerja secara fisik tetapi bisa juga kinerja secara kognitif seperti pengambilan keputusan.

2. Medical ailments, individu yang terlalu lama mengalami stres dapat memunculkan berbagai penyakit, baik itu penyakit degeneratif (penyakit paru- paru, kanker, diabetes, jantung, stroke) maupun penyakit yang menular (pilek dan flu).

3. Behavioral problems, individu yang mengalami stress terlalu lama banyak menunjukkan perilaku bermasalah, seperti menyalahgunakan alcohol, menggunakan narkoba, dan merokok. Selain itu, individu yang mengalami stres sering menunjukkan perilaku yang bermasalah maupun melakukan tindakan kekerasan terhadap orang lain.

4. Psychological problems, individu yang mengalami stres sering memiliki masalah disfungsi seksual, depresi, konflik dengan keluarga, dan gangguan tidur.

(28)

2.1.4. Faktor Penyebab Munculnya Burnout

Berikut beberapa faktor- faktor yang dapat menyebabkan munculnya burnout yaitu (Greenberg, 1996):

1. Occupational demands

Pekerjaan yang menimbulkan stres cenderung melibatkan tugas tugas yang tidak terstruktur, lingkungan kerja yang tidak ramah maupun dalam pembuatan keputusan penting.

2. Conflict work life balance

Menjadi individu yang baik adalah yang mampu menghabiskan waktu bersama keluarga maupun kehidupan di luar pekerjaan lainnya serta menjalani pekerjaan dengan baik. Saat keduanya memiliki konflik maka stres yang tidak lazim akan terjadi.

3. Uncertainty

Banyak orang tidak menemukan kejelasan tugas mereka, tidak mengetahui apa yang diharapkan dari mereka, maupun membagi berbagai pekerjaan yang mereka miliki. Hal inilah yang tidak disukai dan dapat menimbulkan stres.

4. Overload and underload

Saat individu dihadapkan pada pekerjaan yang banyak dan tidak terbiasa dengan pekerjaan, hal itu dapat menyebabkan mereka mengalami stres serta kebosanan sebagai akibat dari pekerjaan tersebut.

(29)

5. Sexual harassment

Umumnya yang sering terkena pelecehan seksual adalah wanita, baik itu secara verbal maupun secara langsung. Tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa laki- laki juga bisa terkena pelecehan seksual.

2.2. WORK LIFE BALANCE

2.2.1. Pengertian Work Life Balance

Fisher, Bulger, & Smith (2009) mengemukakan bahwa work life balance merupakan sesuatu yang dilakukan individu dalam membagi waktu baik di tempat kerja maupun di luar pekerjan yang di dalamnya terdapat individual behavior yang dapat menjadi konflik maupun energi untuk individu itu sendiri. Work life balance merupakan sejauh mana individu dapat meminimalkan konflik antara tuntutan pekerjaan maupun tuntutan di luar pekerjaan (McShane & Mary, 2010). Menurut Maslichah & Hidayat (2017) work life balance merupakan bentuk keseimbangan yang terjadi pada individu dimana mampu melaksanakan tugas- tugas dan kewajiban dalam bekerja tanpa mengganggu kehidupan pribadi individu tersebut.

Kalliath & Brough (2008) mendefenisikan work life balance merupakan persepsi individu bahwa aktivitas kerja maupun non- kerja dapat menjadi kompatibel dan mendorong pertumbuhan sesuai dengan prioritas yang terjadi saat ini. Sementara menurut Ula, Susilawati, & Widyasari (2015) work life balance merupakan sejauh mana individu sama- sama merasa puas dalam peran yang dijalani, baik itu peran

(30)

dalam dunia pekerjaan maupun kehidupan pribadinya serta tidak terjadi konflik diantara keduanya.

Rizky & Afrianty (2018) menyatakan bahwa work life balance merupakan individu yang mampu menyeimbangkan antara kehidupan pekerjaan dengan kehidupan pribadinya dengan baik tanpa adanya konflik dari perannya tersebut.

Menurut Sania, Pio, & Rumawas (2016) work life balance merupakan keseimbangan antara kehidupan individu dalam menjalankan perannya sebagai manusia yang memiliki peran ganda, yakni peran dalam kehidupan kerja dan peran dalam kehidupan pribadi serta mampu mencapai dan menjaga keseimbangan tersebut dengan baik. Sementara menurut Hafid & Prasetio (2017) work life balance merupakan kemampuan individu yang digunakan untuk menyeimbangkan antara tuntutan dan kewajiban di tempat kerja dan kebutuhan pribadinya di luar tempat kerja.

Runtukahu & Rumokoy (2018) menyatakan bahwa work life balance merupakan faktor penting yang harus dimiliki setiap karyawan sehinga memiliki kualitas yang seimbang antara kehidupan kerja maupun kehidupan dalam keluarga.

Menurut Rahmawati (2016) work life balance merupakan proporsi yang seimbang antara waktu, emosi, dan sikap pada tuntutan pekerjaan yang diberikan dan kehidupan di luar pekerjaan individu, seperti kehidupan kerja, social, spiritual dan lainnya.

Cintantya & Nurtjahjanti (2018) mengemukakan bahwa work life balance merupakan kemampuan yang dimiliki individu dalam menyeimbangkan fungsinya

(31)

antara peran dalam pekerjaan maupun yang bukan pekerjaan sehingga dapat memenuhi kebutuhan dan berbagai aspek kehidupannya.

Berdasarkan defenisi yang dijelaskan, dapat disimpulkan bahwa work life balance merupakan sejauh mana individu dapat menyeimbangkan peran dalam bekerja dan peran dalam kehidupan pribadinya serta dapat meminimalkan konflik antara dua peran tersebut.

2.2.2. Dimensi Work Life Balance

Menurut Fisher, Bulger, & Smith (2009) terdapat empat dimensi work life balance, yaitu:

1. Work Interference With Personal Life

Dimensi ini mengacu pada sejauh mana tugas yang diberikan oleh perusahaan dapat berpengaruh pada kehidupan sehari- hari individu, misalnya individu menjadi lebih mudah stres saat tugas yang diberikan padanya terlalu banyak dan tidak dapat diselesaikan dalam waktu yang sudah ditentukan sehingga stres yang dialami dapat mengganggu aktivitas kehidupan sehari- hari individu tersebut.

2. Personal Life Interference With Work

Dimensi ini mengacu pada sejauh mana kehidupan sehari- hari individu dapat berpengaruh terhadap aktivitas kehidupan kerjanya, misalnya saat individu mengalami masalah yang tidak dapat diselesaikan di kehidupan sehari- harinya dapat menyebabkan stres sehingga dapat mengganggu segala aktivitas individu tersebut di tempat ia bekerja.

(32)

3. Personal Life Enhancement of Personal Work

Dimensi ini mengacu pada sejauh mana kehidupan sehari- hari individu dapat meningkatkan performa yang ditunjukkan dalam pekerjaannya, misalnya saat individu merasa bahagia di kehidupan sehari- harinya maka saat di tempat kerja suasana hati menjadi bahagia juga sehingga kinerja ataupun performa dapat ditingkatkan dengan maksimal dari sebelumnya.

4. Work Enhancement of Personal Life

Dimensi ini mengacu pada sejauh mana aktivitas yang dilakukan individu di tempat kerja juga dapat digunakan pada kehidupan sehari- harinya, misalnya keterampilan yang dimiliki individu di tempat kerja dapat juga digunakan pada kehidupan sehari- hari sehingga dengan adanya keterampilan tersebut dapat memudahkan individu dalam melakukan aktivitas sehari- harinya.

2.2.3. Dampak Work Life Balance

Menurut Lazar (2010) terdapat manfaat work life balance bagi perusahaan yaitu:

1. Mengurangi tingkat ketidakhadiran dan keterlambatan. Work life balance yang tinggi dapat menurunkan tingkat ketidakhadiran karyawan. Hal ini sesuai dengan penelitian Mohammad, Shah, Anwar, & Mahzumi (2016) bahwa terdapat hubungan antara work life balance dan ketidakhadiran karyawan, dimana semakin tinggi work life balance yang dimiliki karyawan maka akan menurunkan tingkat ketidakhadiran yang dimiliki karyawan

(33)

2. Meningkatkan produktivitas. Work life balance ternyata memiliki kaitan dengan produktivitas individu yang bekerja. Hal ini sesuai dengan penelitian Fadil & Logahan (2013) bahwa terdapat hubungan yang kuat dan signifikan antara work life balance dan produktivitas individu, dimana semakin tinggi work life balance yang dimiliki maka produktivitas kerja individu tersebut semakin tinggi pula.

3. Adanya komitmen dan loyalitas karyawan. Dengan adanya work life balance yang tinggi maka individu tersebut memiliki komitmen dan loyalitas yang tinggi pula. Berdasarkan penelitian Rahmawati (2016) bahwa work life balance memberikan pengaruh positif secara langsung terhadap loyalitas.

Semakin tinggi work life balance yang dimiliki individu maka semakin meningkat juga loyalitas yang dimiliki individu tersebut.

4. Berkurangnya turnover karyawan. Adanya work life balance dapat menurunkan tingkat turnouver karyawan. Berdasarkan penelitian Hafid &

Prasetio (2017) bahwa work life balance berpengaruh signifikan negatif terhadap turnover intention pada individu. Semakin tinggi work life balance yang dimiliki individu maka turnover intention pada individu akan semakin rendah.

Selain untuk perusahaan, terdapat juga manfaat work life balance bagi karyawan, yaitu:

1. Meningkatkan kepuasan kerja. Berdasarkan penelitian Wenno (2018) bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara work life balance dan

(34)

kepuasan kerja, dimana semakin tinggi work life balance yang dimiliki individu maka kepuasan kerjanya juga akan semakin tinggi. Begitu juga sebaliknya, semakin rendah work life balance yang dimiliki individu maka kepuasan kerjanya akan semakin rendah juga.

2. Semakin tingginya job security. Apabila individu dapat menjaga work life balance yang dimilikinya maka individu tersebut juga akan merasa aman pada pekerjaannya. Hal ini sesuai dengan penelitian Yu (2014) bahwa work life balance memiliki hubungan dengan job security dimana apabila individu memiliki work life balance yang tinggi maka individu tersebut merasa memiliki keamanan juga dalam bekerja.

3. Berkurangnya tingkat stres kerja. Penelitian Rizky & Afrianty (2018) bahwa terdapat hubungan yang negatif dan signifikan antara work life balance dan stres kerja dimana semakin tinggi work life balance yang dimiliki individu maka stres kerja yang dialami akan semakin rendah.

4. Semakin meningkatnya kesehatan fisik dan mental. Apabila individu memiliki work life balance yang tinggi maka individu tersebut dapat menjaga kesehatan fisik dan mentalnya. Hal ini sesuai dengan penelitian Isnaeni (2015) bahwa terdapat hubungan antara work life balance dengan kesehatan baik pada perempuan maupun laki- laki. Tetapi, kesehatan mental lebih tinggi pada perempuan dibandingkan dengan laki- laki.

(35)

2.3. PENGARUH WORK LIFE BALANCE TERHADAP BURNOUT

Setiap individu pasti memiliki tingkat stres yang berbeda- beda. Apabila individu tidak mampu mengatasi stres yang dialami maka akan menyebabkan individu tersebut mengalami burnout. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Dessler (1997) bahwa burnout sering kali disebabkan karena terlalu banyak mengalami stres kerja, terutama saat stres tersebut dikombinasikan dengan tujuan yang sudah dibuat tidak tercapai. Hal tersebut menyebabkan korban burnout sering mengalami ketidakseimbangan dalam menjalani kehidupannya, baik itu kehidupan dalam pekerjan maupun kehidupan pribadinya atau disebut dengan work life balance.

Work life balance merupakan sejauh mana individu dapat meminimalkan konflik antara tuntutan pekerjaan maupun tuntutan di luar pekerjaan (McShane & Mary, 2010).

Terdapat banyak penelitian yang mengemukakan bahwa terdapat pengaruh antara work life balance dan burnout. Individu yang memiliki level work life balance yang tinggi akan memiliki level burnout yang rendah, begitu juga sebaliknya.

Menurut Junaidin, Aiyul, & Hardiyono (2019) bahwa work life balance berpengaruh negatif dan signifikan terhadap burnout. Semakin tinggi nilai burnout yang dialami seorang karyawan maka level work life balance akan semakin rendah, begitu juga sebaliknya. Hal ini sesuai juga dengan Khairani (2018) bahwa work life balance memiliki pengaruh negatif terhadap burnout. Semakin tinggi tingkat keseimbangan kehidupan kerja karyawan maka semakin rendah tingkat burnout yang dialami

(36)

karyawan tersebut. Individu yang dapat menjaga keseimbangan kehidupan antara pekerjaan serta kehidupan di luar pekerjaan akan cenderung dapat mengatasi tingkat burnout yang dimiliki.

Level work life balance yang dimiliki individu memiliki pengaruh yang signifikan dengan burnout. Hal ini sesuai dengan Fredette (2016) dimana terdapat juga pengaruh yang signifikan secara statistik antara work life balance dan burnout.

Apabila individu memiliki level burnout yang tinggi maka work life balance akan akan rendah, begitu juga sebaliknya. Menurut Shanafelt, dkk (2015) work life balance dan burnout memiliki pengaruh yang kuat dan signifikan. Apabila keduanya sudah dimiliki individu dalam tingkat yang parah maka akan berpengaruh terhadap kinerja, kepuasan, keselamatan, dan juga individu tersebut memiliki kecenderungan untuk melakukan turnover pada perusahaan tempat ia bekerja.

Lestari, & Purba (2019) mengemukakan bahwa terdapat pengaruh antara work life balance dan burnout, dimana pengaruh antara keduanya memiliki arah yang negatif. Semakin tinggi work life balance pada individu maka burnout yang dialami akan semakin rendah. Begitu juga sebaliknya, semakin rendah work life balance pada individu maka burnout yang dialami semakin tinggi. Umene, dkk (2013) mengemukakan bahwa terdapat pengaruh antara work life balance dan burnout dimana semakin tinggi tingkat work life balance yang dialami individu maka tingkat burnout yang dimiliki akan semakin rendah, begitu juga sebaliknya. Hal itu dikarenakan perawat sering berinteraksi secara langsung dengan pasien dan juga

(37)

laporan harus diselesaikan dengan waktu yang sudah ditentukan dapat menambah stres perawat sehingga apabila dibiarkan dapat menyebabkan burnout.

Menurut Neumann, dkk (2018) work life balance memiliki pengaruh dengan burnout, dimana apabila individu mengalami burnout maka akan berpengaruh terhadap kehidupan sehari- harinya, baik itu kehidupan bersama keluarga maupun kehidupan dengan hal lainnya. Boamah & Laschinger (2015) mengemukakan bahwa apabila individu mengalami burnout yang tinggi maka akan mempengaruhi kehidupan di luar pekerjaannya serta dapat meningkatkan intensi turnover pada individu tersebut. Sehingga dapat disimpulkan bahwa work life balance berhubungan dengan burnout.

Berdasarkan hasil- hasil penelitian yang disebutkan diatas, hal tersebut sesuai dengan faktor- faktor penyebab munculnya burnout yang dikemukakan oleh Greenberg (1996) yaitu occupational demands, conflict between work and nonwork life, uncertainty, overloand and underload, dan sexual harassment. Salah satu faktor yang menyebabkan burnout adalah adanya konflik maupun ketidakseimbangan antara pekerjaan dengan kehidupan sehari- hari atau yang disebut dengan work life balance.

2.4. HIPOTESIS PENELITIAN

Berdasarkan uraian yang terdapat diatas, maka hipotesis penelitian ini adalah terdapat pengaruh negatif antara work life balance dan burnout pada Pegawai Lembaga Pemasyarakatan Sumatera Utara, dimana semakin tinggi tingkat work life balance yang dimiliki individu maka burnout akan semakin rendah.

(38)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1. METODE PENELITIAN

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini ialah pendekatan kuantitatif dengan metode analisis data regresi linier sederhana. Tujuan dari metode regresi linier sederhana ialah untuk mengetahui pengaruh satu variabel dengan variabel lain atau untuk mengetahui pengaruh dari variabel bebas terhadap variabel tergantung (Azwar, 2018). Hal ini berarti peneliti ingin melihat pengaruh work life balance terhadap burnout pada Pegawai Lembaga Pemasyarakatan Sumatera Utara.

3.2. IDENTIFIKASI VARIABEL PENELITIAN

Variabel yang diukur dalam penelitian ini yaitu:

Variabel tergantung (dependent variable) : Burnout

Variabel bebas (independent variable) :Work Life Balance

3.3. DEFENISI OPERASIONAL VARIABEL PENELITIAN 3.3.1. Work Life Balance

Work life balance merupakan kemampuan pegawai dalam menyeimbangkan perannya pada kehidupan pekerjaan maupun kehidupan pribadi serta mampu meminimalkan konflik antata kedua peran tersebut. Penelitian ini diukur menggunakan alat ukur berupa skala yang disusun berdasarkan dimensi work life

(39)

balance Fisher, Bulger, & Smith (2009) yaitu work interference with personal life, personal life interference with work, personal life enhancement of personal work, dan work enhancement of of personal life.

Tingkat work life balance dapat dilihat dari skor total yang diperoleh pada skala yang dibuat peneliti. Semakin tinggi skor skala work life balance yang diperoleh individu, maka individu tersebut semakin mampu menyeimbangkan kehidupan kerja dengan di luar pekerjaan. Begitu juga sebaliknya, semakin rendah skor skala work life balance, maka individu tersebut semakin tidak mampu menyeimbangkan kehidupan kerja dengan di luar pekerjaannya.

3.3.2. Burnout

Burnout merupakan keadaan yang dialami pegawai akibat stres berkepanjangan yang ditandai dengan kelelahan baik secara fisik maupun emosional akibat dari tuntutan pekerjaan yang terlalu tinggi maupun tujuan yang diinginkan tidak tercapai.

Penelitian ini diukur menggunakan alat ukur berupa skala yang disusun berdasarkan dimensi burnout Maslach, Schaufeli, & Leiter, (2001) yaitu exhaustion, depersonalization (cynicism), dan inefficacy.

Tingkat burnout dapat dilihat berdasarkan total skor yang diperoleh individu pada skala yang dibuat peneliti. Semakin tinggi skor yang diperoleh pada skala burnout maka semakin tinggi kecenderungan burnout pada diri subjek, sebaliknya semakin rendah skor yang diperoleh maka semakin rendah kecenderungan burnout dalam diri subjek.

(40)

3.4. POPULASI DAN METODE PENGAMBILAN SAMPEL 3.4.1. Populasi dan Sampel Penelitian

Penelitian ini menggunakan populasi untuk dijadikan subjek penelitian.

Populasi merupakan kelompok subjek yang akan dikenai generalisasi hasil penelitian (Azwar, 2018). Populasi memiliki karakteristik yang dapat diperkirakan dan diklasifikasikan sesuai dengan keperluan penelitian. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah pegawai yang bekerja pada bagian penjagaan di Lembaga Pemasyarakatan Sumatera Utara. Adapun populasi pada penelitian ini berdasarkan data terakhir yang diperoleh adalah sebanyak 700.

Mengingat adanya keterbatasan peneliti dalam menjangkau keseluruhan populasi maka peneliti hanya meneliti sebagian sebagian dari populasi yang dijadikan subjek penelitian atau yang disebut dengan sampel. Sampel merupakan sebagian dari populasi yang terpilih dan mewakili populasi tersebut (Yusuf, 2014). Penelitian ini menggunakan rumus yang dikemukakan oleh Krejcie dan Morgan untuk menentukan sampel yang akan digunakan. Berdasarkan tabel yang dibuat oleh Krejcie & Morgan di bawah, maka jumlah sampel yang akan digunakan oleh peneliti yaitu sebanyak 248 Pegawai Lembaga Pemasyarakatan.

(41)

Tabel III.1

Jumlah Populasi dan Sampel Penelitian Krejcie dan Morgan

3.4.2. Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel yang digunakan peneliti untuk mengambil sampel dari populasi dengan menggunakan metode probability sampling, yaitu setiap subjek maupun unit dalam populasi memiliki peluang yang besarnya sudah diketahui untuk terpilih menjadi sampel (Azwar, 2018). Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik sampling kuota, yaitu teknik pengambilan sampel yang dilakukan untuk menentukan sampel dari populasi yang mempunyai ciri- ciri tertentu sampai jumlah (kuota) yang diinginkan (Sugiyono, 2012). Pada penelitian ini, peneliti melakukan pengambilan

(42)

data kepada Lapas Sumatera Utara dengan cara memilih Lapas sesuai dengan kemampuan peneliti dalam pengambilan data.

3.5. METODE PENGUMPULAN DATA

Azwar (2018) menyatakan bahwa semua variabel yang digunakan dalam penelitian harus dikumpulkan datanya untuk diikutsertakan dalam analisis. Data yang akan dikumpulkan dalam penelitian ini diperoleh melalui prosedur pengukuran yaitu skala. Penelitian ini menggunakan dua skala, yaitu skala work life balance dan burnout dengan model skala Likert.

3.5.1. Skala Work Life Balance

Metode skala yang digunakan adalah metode skala Likert. Setiap item memiliki lima pilihan jawaban, yaitu SS (Sangat Setuju), S (Setuju), N (Netral), TS (Tidak Setuju), dan STS (Sangat Tidak Setuju). Nilai skala setiap pernyataan diperoleh dari dari jawaban subjek yang mendukung (favorable) dan tidak mendukung (unfavorable). Skor yang diberikan pada setiap jawaban favorable yaitu SS=5, S=4, N=3, TS=2, STS=1. Sedangkan skor yang diberikan pada setiap jawaban unfavorable yaitu SS=1, S=2, N=3, TS=4, STS=5.

Skala yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan dimensi work life balance (Fisher, Bulger, & Smith (2009) yaitu work interference with personal life,

(43)

work enhancement of of personal life. Skala work life balance dapat dilihat dari rincian blueprint pada tabel III.2.

Tabel III.2. Blueprint Skala Work Life Balance Sebelum Uji Coba

Dimensi Indikator Perilaku

Item

Jumlah Favorable Unfavorable

Work Interference With

Personal Life

Mampu

menyelesaikan

pekerjaan rumah saat banyak masalah terjadi di tempat kerja.

1, 21 7, 10, 14, 23 6

Personal Life Interference With Work

Mampu

menyelesaikan tugas yang diberikan pada saat menghadapi masalah di luar pekerjaan.

6, 11 2, 5, 18, 24 6

Personal Life Enhancement Of Personal Work

Menyelesaikan

pekerjaan tergantung pada suasana hati.

9, 15, 22 4, 13, 20 6

Work

Enhancement Of Personal Life

Keterampilan yang dikuasai di tempat kerja dapat diterapkan di luar pekerjaan.

3, 8, 16 12, 17, 19 6

Jumlah 10 14 24

(44)

3.5.2. Skala Burnout

Metode skala yang digunakan adalah metode skala Likert (Azwar). Setiap item memiliki lima pilihan jawaban, yaitu SS (Sangat Setuju), S (Setuju), N (Netral), TS (Tidak Setuju), dan STS (Sangat Tidak Setuju). Nilai skala setiap pernyataan diperoleh dari dari jawaban subjek yang mendukung (favorable) dan tidak mendukung (unfavorable). Skor yang diberikan pada setiap jawaban favorable yaitu SS=5, S=4, N=3, TS=2, STS=1. Sedangkan skor yang diberikan pada setiap jawaban unfavorable yaitu SS=1, S=2, N=3, TS=4, STS=5.

Skala yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan dimensi burnout (Maslach, Schaufeli, & Leiter, 2001) yaitu exhaustion, depersonalization (cynicism), dan inefficacy. Skala burnout dapat dilihat dari rincian blueprint pada tabel III.3.

Tabel III.3. Blueprint Skala Burnout Sebelum Uji Coba

Dimensi Indikator Perilaku

Item

Jumlah Favorable Unfavorable

Exhaustion Sering mengalami kelelahan pada saat bekerja

4, 8, 12, 17 11, 18 6

Depersonalization (cynism)

Sering melakukan pekerjaan sendiri di tempat kerja

1, 7, 10, 14 3, 16 6

Inefficacy Adanya penurunan kinerja di tempat kerja

2, 5, 9, 15 6, 13 6

Total 12 6 18

(45)

3.6. VALIDITAS, DAYA DISKRIMINASI AITEM, DAN RELIABILITAS ALAT UKUR

3.6.1. Validitas Alat Ukur

Validitas dilakukan untuk mengetahui seberapa jauh skala penelitian mampu menghasilkan data yang akurat yang sesuai dengan tujuan yang diukur. Pengukuran dikatakan memiliki validitas yang tinggi jika data yang diperoleh memberikan gambaran mengenai variabel yang diukur seperti dalam tujuan pengukuran.

Sebaliknya pengukuran dikatan memiliki validitas rendah jika data yang diperoleh tidak relevan dengan tujuan pengukuran (Azwar, 2018).

Uji validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas isi (content validity). Validitas isi adalah jenis validitas yang merujuk pada seberapa jauh aitem pada instrumen atau skala mampu mewakili setiap aspek dalam variabel yang akan diukur dan seberapa jauh aitem-aitem tersebut dapat mencerminkan indikator yang akan diukur. Teknik yang digunakan untuk menguji validitas isi pada penelitian ini adalah dengan professional judgment/expert judgement (Azwar, 2018).

3.6.2. Daya Diskriminasi Aitem

Menurut Azwar (2017) Daya diskriminasi aitem digunakan untuk melihat seberapa jauh aitem mampu membedakan antara individu atau kelompok individu yang memiliki atribut dan yang tidak memiliki atribut yang diukur. Daya diskriminasi item yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis faktor. Analisis faktor merupakan teknik analisa yang digunakan untuk menemukan hubungan

(46)

(interrelationship) antara sejumlah variabel yang awalnya saling independen satu dengan yang lainnya sehingga dapat dibuat satu atau beberapa kumpulan variabel yang lebih sedikit dari jumlah variabel awal. Korelasi antar variabel independen harus kuat, yaitu >0.5. Apabila terdapat aitem <0.5 maka aitem tersebut tidak dapat digunakan atau dinyatakan gugur (Santoso, 2017).

3.6.3. Reliabitas Alat Ukur

Hasil dari pengukuran dapat dipercaya hanya jika dalam beberapa kali pelaksanaan pengukuran dengan kelompok subjek yang sama mendapatkan hasil yang relatif sama, dan aspek yang diukur juga belum berubah. Koefisien reliabilitas berada pada rentang angka 0 hingga 1.00. Jika koefisien reliabilitas semakin mendekati angka 1.00 maka pengukuran semakin reliabel (Azwar, 2018). Uji reliabilitas skala ini menggunakan koefisien reliabilitas Alpha Cronbach, yang akan diuji melalui program SPSS for Windows 22.0 version.

3.7. HASIL UJI COBA ALAT UKUR

3.7.1. Hasil Uji Coba Skala Work Life Balance

Pada skala work life balance terdapat 24 aitem dan diuji cobakan sebanyak 24 aitem. Berdasarkan uji analisis faktor yang dilakukan, terdapat 12 aitem yang memiliki daya diskriminasi yang baik. Sementara untuk aitem <0,5 maka dinyatakan gugur. Uji analisis faktor pada setiap dimensi variabel work life balance mengacu

(47)

Dimensi work interference with personal life memiliki jumlah aitem sebanyak 6, yaitu aitem nomor 1, 7, 10, 14, 21, dan 23. Dari keenam aitem yang sudah dianalisa, terdapat tiga aitem yang memiliki daya beda baik yaitu aitem nomor 7, 10, dan 14. Nilai KMO yang diperoleh sebesar 0.628 (>0.5). Nilai MSA bergerak dari 0.546 sampai 0.681(>0.5). Kemudian nilai rotated component matrix bergerak dari 0.661 sampai 0.779 (>0.5).

Dimensi personal life interference with work memiliki jumlah aitem sebanyak 6, yaitu aitem nomor 2, 5, 6, 11, 18, dan 24. Dari keenam aitem yang sudah dianalisa, terdapat empat aitem yang memiliki daya beda baik yaitu aitem nomor 2, 5, 18, dan 24. Nilai KMO yang diperoleh sebesar 0.756 (>0.5). Nilai MSA bergerak dari 0.546 sampai 0.827 (>0.5). Kemudian nilai rotated component matrix bergerak dari 0.718 sampai 0.817 (>0.5).

Dimensi personal life enhancement of personal work memiliki jumlah aitem sebanyak 6, yaitu aitem nomor 4, 9, 13, 15, 20, dan 22. Dari keenam aitem yang sudah dianalisa, terdapat tiga aitem yang memiliki daya beda baik yaitu aitem nomor 13, 15, dan 22. Nilai KMO yang diperoleh sebesar 0.673 (>0.5). Nilai MSA bergerak dari 0.637 sampai 0.708 (>0.5). Kemudian nilai rotated component matrix bergerak dari 0.619 sampai 0.837 (>0.5).

Dimensi work enhancement of personal life memiliki jumlah aitem sebanyak 6, yaitu aitem nomor 3, 8, 12, 16, 17, dan 19. Dari keenam aitem yang sudah dianalisa, terdapat dua aitem yang memiliki daya beda baik yaitu aitem nomor 12, dan 19. Nilai KMO yang diperoleh sebesar 0.506 (>0.5). Nilai MSA bergerak dari

(48)

0.501 sampai 0.528 (>0.5). Kemudian nilai rotated component matrix bergerak dari 0.774 sampai 0.781 (>0.5).

Adapun keseluruhan aitem yang dinyatakan gugur yaitu aitem nomor 1, 3, 4, 6, 8, 9, 11, 16, 17, 20, 21, dan 23. Uji reliabilitas yang dilakukan pada 12 aitem memiliki nilai yang baik, yaitu sebesar 0.826.

Tabel III.4

Hasil Uji Reliabilitas Skala Work Life Balance

Reliability Statistics Cronbach's Alpha N of Items

.826 12

Tabel III.5

Blueprint Skala Work Life Balance Setelah Uji Coba

No

Dimensi Aitem Jumlah

Aitem Favorable Unfavorable

1. Work Interference With Personal Life

- 7, 10, 14 3

2. Personal Life Interference With Work

- 2, 5, 18, 24 4

3. Personal Life Enhancement Of Personal Work

15, 22 13 3

4. Work Enhancement Of Personal Life

- 12, 19 2

Total Keseluruhan 12

(49)

3.7.2. Hasil Uji Coba Skala Burnout

Pada skala burnout terdapat 18 aitem dan diujicobakan sebanyak 18 aitem.

Berdasarkan uji analisis faktor yang dilakukan, terdapat 12 aitem yang memiliki daya diskriminasi yang baik. Sementara untuk aitem <0.5 maka dinyatakan gugur. Uji analisis faktor pada setiap dimensi variabel burnout mengacu pada nilai KMO, nilai MSA, dan nilai Rotated component Matrix.

Dimensi exhaustion memiliki jumlah aitem sebanyak 6, yaitu aitem nomor 4, 8, 11, 12, 17 dan 18. Dari keenam aitem yang sudah dianalisa, terdapat empat aitem yang memiliki daya beda baik yaitu aitem nomor 4, 8, 12, dan 17. Nilai KMO yang diperoleh sebesar 0.629 (>0.5). Nilai MSA bergerak dari 0.572 sampai 0.743 (>0.5).

Kemudian nilai rotated component matrix bergerak dari 0.646 sampai 0.759 (>0.5).

Dimensi depersonalization (cynism) memiliki jumlah aitem sebanyak 6, yaitu aitem nomor 1, 3, 7, 10, 14, dan 16. Dari keenam aitem yang sudah dianalisa, terdapat empat aitem yang memiliki daya beda baik yaitu aitem nomor 1, 7, 10, dan 14. Nilai KMO yang diperoleh sebesar 0.659 (>0.5). Nilai MSA bergerak dari 0.663 sampai 0.689 (>0.5). Kemudian nilai rotated component matrix bergerak dari 0.658 sampai 0.769 (>0.5).

Dimensi inefficacy memiliki jumlah aitem sebanyak 6, yaitu aitem nomor 2, 5, 6, 9, 13, dan 15. Dari keenam aitem yang sudah dianalisa, terdapat empat aitem yang memiliki daya beda baik yaitu aitem nomor 2, 5, 9, dan 15. Nilai KMO yang diperoleh sebesar 0.779 (>0.5). Nilai MSA bergerak dari 0,703 sampai 0.845 (>0.5).

Kemudian nilai rotated component matrix bergerak dari 0.688 sampai 0.853 (>0.5).

(50)

Adapun keseluruhan aitem yang dinyatakan gugur yaitu aitem nomor 3, 6, 11, 13, 16, dan 18. Uji reliabilitas yang dilakukan pada 12 aitem memiliki nilai yang baik, yaitu sebesar 0.842.

Tabel III.6

Hasil Uji Reliabilitas Skala Burnout

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha N of Items

.842 12

Tabel III.7

Blueprint Skala Burnout Setelah Uji Coba

No

Dimensi Aitem Jumlah

Aitem Favorable Unfavorable

1. Exhaustion 4, 8, 12, 17 - 4

2. Depersonalization (cynism) 1, 7, 10, 14 - 4

3. Inefficacy 2, 5, 9, 15 - 4

Total Keseluruhan 12

3.8. PROSEDUR PENELITIAN 3.8.1. Tahap Persiapan

Tahap persiapan yang dilakukan dalam penelitian ini, yaitu membuat perencanaan alat ukur dan mencari informasi yang berkaitan dengan penelitian yang

(51)

dibuat. Pembuatan alat ukur terdiri dari skala work life balance dan burnout yang dibuat berdasarkan teori yang telah diuaraikan. Skala work life balance terdiri dari 40 aitem dan burnout terdiri dari 30 aitem. Skala dibuat berdasarkan karakteristik yang sesuai dengan karakteristik penelitian yang dibuat. Setelah selesai membuat skala, kemudian ditelaah lebih lanjut lagi oleh dosen pembimbing.

3.8.2. Tahap Pelaksanaan

Peneliti melakukan penelitian setelah alat ukur yang sudah dibuat telah disetujui oleh dosen pembimbing. Peneliti melakukan pengambilan data di beberapa Kantor Lembaga Pemasyarakatan Sumatera Utara. Langkah selanjutnya yaitu mendata jumlah pegawai yang terdapat pada setiap Lapas. Setelah mendapatkan jumlah pegawai, skala disebarkan berdasarkan jumlah subjek yang sudah ditentukan oleh peneliti.

3.8.3. Tahap Pengolahan Data

Setelah diperoleh data dari masing-masing subjek penelitian, maka untuk pengolahan data selanjutnya, diolah dengan menggunakan bantuan aplikasi komputer SPSS for windows 22.0 version.

3.9. METODE ANALISA DATA

Analisis data merupakah salah satu tahap dalam penelitian yang menentukan kesahihan hasil penelitian (Yusuf, 2014). Pada penelitian ini metode analisis yang

(52)

digunakan adalah teknik statistik parametrik yaitu analisis regresi linier sederhana, dengan menggunakan program SPSS for windows 22.0 version. Analisis regresi digunakan untuk memprediksi sejauh mana perubahan nilai variabel dependen, jika nilai variabel independen diubah atau di naik-turunkan.

3.9.1. Uji Normalitas

Uji normalitas adalah pengujian untuk mengetahui bahwa sampel yang dihadapi adalah berasal dari populasi yang terdistribusi normal. Uji normalitas yang digunakan pada penelitian ini menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov dengan program SPSS for windows 22.0 version. Apabila nilai signifikansi p > 0.05 maka data berdistribusi normal, sebaliknya jika nilai signifikansi p < 0.05 maka data tidak berdistribusi normal.

3.9.2. Uji Linearitas

Uji linearitas digunakan untuk mengetahui apakah data distribusi penelitian yaitu variabel bebas (work life balance) dan variabel tergantung (burnout) memiliki hubungan linier. Uji linearitas dilakukan dengan menggunakan bantuan program SPSs for windows 22.0 version. Variabel penelitian dikatakan memiliki hubungan yang linier apabila nilai signifikansi (linearity) p > 0.05, sebaliknya jika nilai signifikansi (linearity) p < 0.05 maka dikatakan tidak memiliki hubungan linier (Yusuf, 2014).

(53)

BAB IV

ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

Bab ini berisi uraian dan hasil penelitian secara keseluruhan sesuai dengan data yang telah diperoleh. Uraian pada bab ini dimulai dari gambaran umum subjek penelitian, analisa data deskriptif, analisa data korelasional, dan pembahasan.

4.1. ANALISA DATA

4.1.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian

Subjek penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah Pegawai Lapas Sumatera Utara yang berada pada bagian penjagaan. Adapun beberapa kantor Lapas Sumatera Utara yang didatangi untuk pengambilan data yaitu Lapas Kelas IIB Padangsidimpuan, Lembaga Pembinaan Khusus Anak Kelas I Medan, Lapas Perempuan Kelas IIA Medan, Lapas Kelas IIB Panyabungan, Lapas Kelas I Medan, dan Rutan Negara Perempuan Kelas IIA Medan yang berjumlah 266 orang. Berikut akan dipaparkan gambaran umum subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin dan usia.

(54)

Tabel IV.1

Penyebaran Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Jumlah Persentase (%)

Laki-Laki 222 83.46%

Perempuan 44 16.54%

Total Keseluruhan 266 100%

Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa subjek berjenis kelamin laki- laki pada penelitian ini berjumlah 222 orang (83.46%) dan subjek berjenis kelamin perempuan berjumlah 44 orang (16.54%). Sehingga dapat disimpulkan bahwa subjek laki- laki lebih banyak daripada subjek perempuan.

Tabel IV.2

Penyebaran Subjek Berdasarkan Usia

Usia Jumlah Persentase (%)

12-19 Thn 3 1.13%

20-39 Thn 241 90.60%

40-59 Thn 22 8.27%

Total Keseluruhan 266 100%

(55)

Penyebaran subjek pada penelitian ini terbagi menjadi tiga kelompok, yaitu kelompok remaja, dewasa awal, dan dewasa madya. Menurut Santrock (2015), rentang usia 12 sampai 19 tahun disebut masa remaja, rentang usia 20 sampai 39 disebut dewasa awal, dan rentang usia 40 sampai 59 disebut dewasa madya

Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa subjek yang berusia 12 sampai 19 tahun ada sebanyak 3 (1.13%), subjek yang berusia 20 sampai 39 tahun sebanyak 241 (90.60%), dan subjek yang berusia 40 sampai 59 tahun sebanyak 22 (8.27%).

Sehingga dapat disimpulkan bahwa subjek dewasa awal (usia 20-39 tahun) lebih banyak dibandingkan dengan yang lainnya.

4.2. Analisis Data Deskriptif

4.2.1. Deskripsi Gambaran Umum Skor Work Life Balance dan Burnout

Analisa deskriptif dilakukan untuk memberikan deskripsi mengenai data dari variabel yang diperoleh dari kelompok subjek penelitian. Analisis deskriptif dilakukan terlebih dahulu sebelum melakukan uji hipotesa agar peneliti mengetahui dan memahami realitas data dari variabel yang terlibat secara empirik (Azwar, 2017).

Mean empirik diperoleh dari hasil jawaban subjek penelitian dan mean hipotetik diperoleh berdasarkan rata-rata kemungkinan yang diperoleh subjek dari hasil jawaban pada skala yang diberikan, yaitu skala work life balance dan skala burnout serta subjek yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 266 orang.

Gambar

Tabel III.1
Tabel III.2. Blueprint Skala Work Life Balance Sebelum Uji Coba
Tabel III.3. Blueprint Skala Burnout  Sebelum Uji Coba
Tabel III.4
+7

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Adapun skripsi yang berjudul ”Analisis Work-Life Balance , Keinginan untuk Meninggalkan Organisasi, Kepenatan ( Burnout ), dan Kepuasan Kerja pada Dosen Universitas Atma

Pada penelitian ini diuji bagaimana pengaruh antara work-life balance , keinginan untuk meninggalkan organisasi ( turnover intention ), kepenatan karyawan ( employee burnout

Hasil dari penelitian ini memperlihatkan bahwa terdapat hubungan antara burn out dengan work-life balance, yang dijelaskan lebih detil bahwa sebagian besar dosen wanita

Atas dasar fenomena yang terjadi dan terdapatnya hasil yang terkontradiksi dari kedua penelitian yang telah dicantumkan diatas, maka peneliti mengambil judul “Pengaruh Work Life

Hasil dari penelitian ini memperlihatkan bahwa terdapat hubungan antara burn out dengan work-life balance, yang dijelaskan lebih detil bahwa sebagian besar dosen wanita

pada penelitian ini terdapat pengaruh antara work life balance terhadap

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji dan menganalisis pengaruh Turnover Intentions, Burnout, dan Work-Life Balance terhadap Kinerja Karyawan Koperasi Simpan Pinjam

Work Life Balance terhadap Kepuasan Kerja yang dimediasi Burnout Belrdasarkan hasil pelnellitian melnelmulkan bahwa telrdapat pelngarulh antara work lifel balancel telrhadap