• Tidak ada hasil yang ditemukan

MEKANISME KONSINYASI ATAS GANTI RUGI DALAM PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "MEKANISME KONSINYASI ATAS GANTI RUGI DALAM PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM SKRIPSI"

Copied!
109
0
0

Teks penuh

(1)

MEKANISME KONSINYASI ATAS GANTI RUGI DALAM PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Akhir dan Memenuhi Syarat-Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Oleh :

AFRIANTO YUREZA NIM : 110200006

DEPARTEMEN HUKUM AGRARIA

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2016

(2)

MEKANISME KONSINYASI ATAS GANTI RUGI DALAM PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Akhir dan Memenuhi Syarat-Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Oleh :

AFRIANTO YUREZA NIM : 110200006

Disetujui Oleh :

Ketua Departemen Hukum Administrasi Negara

(Suria Ningsih, SH, M.Hum) Nip : 196002141987032002

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Affan Mukti, SH, M.Hum Zaidar, SH.M.Hum Nip : Nip :

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2016

(3)

ABSTRAK

MEKANISME KONSINYASI ATAS GANTI RUGI DALAM PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM

Konsinyasi diterapkan untuk pembayaran ganti rugi untuk pengadaan tanah dilakukan oleh Instansi Pemerintah untuk kepentingan umum, dengan catatan memang telah ada kesepakatan diantara kedua belah pihak: yang membutuhkan tanah dan pemegang hak atas tanah dan pemilik bangunan, tanaman dan/atau benda-benda yang ada di atas tanah tersebut. Adapun permasalahan dalam penelitian ini adalah pengaturan tentang pengadaan tanah untuk kepentingan umum, Bagaimana pengadaan tanah dengan konsinyasi atas ganti rugi dalam pengadaan tanah dan Bagaimana mekanisme konsinyasi ganti rugi atas tanah untuk kepentingan umum.

Adapun metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif dengan bentuk yuridis normatif, Sumber data penelitian yang dipakai adalah Bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan (Library Research). Analisis Data yang digunakan adalah secara kualitatif.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa Pengadaan tanah untuk kepentingan umum diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1961 tentang Pencabutan Hak-Hak Atas Tanah Dan Benda-Benda yang Ada Diatasnya, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah, Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum dan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nomor 5 Tahun 2012 Tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pengadaan Tanah. Hambatan- hambatan yang timbul dalam mekanisme ganti rugi atas tanah yang digunakan untuk pembangunan adalah ketidaksepakatan tentang besaran ganti kerugian karena keterbatasan dana dari pemerintah sehingga bentuk dan besaran ganti kerugian penetapannya tidak sesuai dengan harga pasar setempat (umum), hal ini dinilai tertalu rendah atau tidak wajar. Mekanisme konsinyasi yang diterapkan selama ini tidak memberikan solusi yang baik bagi pengadaan tanah di Indonesia, tetapi sebaliknya yang terjadi timbul ketegangan antara masyaraka dan pemerintah yang berujung kepada konflik. Penitipan uang melalui pengadilan ini pada dasarnya tidak dibenarkan oleh konstitusi dalam hal pengeluaran negara melalui lembaga konsinyasi. Konsinyasi ini juga dipandang menciptakan tindakkan sewenang-wenang pemerintah terhadap hak milik rakyat yang dibebaskan, padahal hak milik tersebut dijamin oleh konstitusi negara Indonesia.

.

Kata kunci : konsinyasi, ganti rugi, pengadaan tanah

(4)

KATA PENGANTAR

Bismillahrahmanirrahim

Puji dan syukur kehadirat Tuhan yang Esa atas limpahan rahmad, nikmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini sebagai tugas akhir untuk menyelesaikan studi dan mendapatkan gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Adapun skripsi ini berjudul: “Mekanisme Konsinyasi Atas Ganti Rugi Dalam Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum”.

Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada semua pihak yang banyak membantu, membimbing, dan memberikan motivasi. Untuk itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum, selaku Rektor Universitas Sumatera Utara dan sekaligus Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, M.Hum, selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Syafruddin, SH, MH, DFM, selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Dr. H. Ok. Saidin, SH. M.Hum, selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

5. Ibu Surianingsih, SH, M.Hum, sebagai ketua Departemen Hukum Administrasi Negara Universitas Sumatera Utara.

(5)

6. Bapak Affan Mukti, SH, M.Hum, selaku Dosen Pembimbing I yang banyak membantu penulis, dalam memberikan masukan, arahan-arahan serta bimbingan didalam pelaksanaan penulisan skripsi ini.

7. Ibu Zaidar, SH.M.Hum selaku Dosen Pembimbing II yang banyak membantu penulis, dalam memberikan masukan, arahan-arahan serta bimbingan didalam pelaksanaan penulisan skripsi ini.

8. Kepada Ayahanda tersayang dan Ibunda atas segala perhatian, dukungan, doa dan kasih sayangnya sehingga penulis dapat menyelesaikan studi di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

9. Seluruh Bapak dan Ibu staf pengajar di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmunya kepada penulis.

10. Kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini baik secara langsung maupun tidak langsung, yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih mempunyai banyak kekurangan di dalam penulisannya, oleh karena itu penulis berharap adanya masukan dan saran yang bersifat membangun untuk dimasa yang akan datang.

Demikianlah yang dapat penulis sampaikan, atas segala kesalahan dan kekurangan saya mohon maaf. Atas perhatiannya saya ucapkan terima kasih.

Medan, Juli 2016 Penulis

Afrianto Yureza 110200006

(6)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

Bab I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penulisan ... 6

D. Manfaat Penulisan ... 7

E. Keaslian Penulisan ... 7

F. Metode Penelitian ... 8

G. Sistematika Penelitian ... 10

BAB II PENGATURAN TENTANG PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM ... 12

A.

Pengertian Pengadaan Tanah Untuk kepentingan Umum

... 12

B.

Dasar Hukum Pengadaan Tanah

... 19

C.

Aspek Kepentingan Umum

... 26

D.

Prinsip-Prinsip Kepentingan Umum

... 34

BAB III PENGADAAN TANAH DENGAN KONSINYASI ATAS GANTI RUGI DALAM PENGADAAN TANAH ... 40

A. Penggantian Kerugian dalam Pelepasan Hak ... 40

B. Pembebasan Tanah ... 53

(7)

C. Bentuk ganti kerugian yang diberikan dan dasar hukumnya

dalam perhitungan ganti kerugian ... 59

D. Tinjauan Yuridis Konsinyasi... 70

BAB IV MEKANISME KONSINYASI GANTI RUGI ATAS TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM ... 75

A. Pengertian Konsinyasi ….... ... 75

B. Mekanisme Pengadaan Ganti Rugi dengan Konsinyasi... 78

C. Penyelesaian masalah ganti rugi dengan konsinyasi pembebasan tanah untuk pembangunan melalui konsinyasi ... 82

D. Hambatan-hambatan yang timbul dalam Pengadaan Ganti Rugi dengan Konsinyasi ... 86

BAB V PENUTUP ... 96

A. Kesimpulan ... 96

B. Saran ... 97 DAFTAR PUSTAKA

(8)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tanah merupakan hal penting bagi kehidupan manusia. Diatas tanah manusia mencari nafkah. Diatas tanah pula manusia membangun rumah sebagai tempat bernaung dan membangun berbagai bangunan lainnya untuk perkantoran dan sebagainya. Tanah juga mengandung berbagai macam kekayaan alam yang dapat dimanfaatkan manusia.1

Pengadaan tanah untuk kepentingan umum merupakan salah satu manifestasi dari fungsi sosial ha katas tanah. Pengadaan tana dipandang sebagai langkah awal dari pelaksanaan rakyat atau merata untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat atau masyarakat itu sendiri, baik yang akan digunakan untuk kepentingan umum kepentingan swasta. Pengadaan tanah untuk pembangunan hanya dapat dilakukan atas dasar persetujuan dari pemegang hak atas tanah mengenai dasar dan bentuk ganti rugi yanga diberikan kepada pemegang hak atas tanah itu sendiri.2

Pengadaan Tanah di Indonesia seringkali diwarnai dengan konflik, salah satunya mengenai ganti rugi. Konflik yang terjadi antara pemerintah dengan pihak yang berhak- dalam hal ini warga negara atau masyarakat yang memiliki hak milik atas tanah yang terkena Pengadaan Tanah atau masyarakat yang terkena

1 Adrian Sutedi, Implementasi Prinsip Kepentingan Umum dalam Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan, Sinar Grafika, Jakarta, 2007, hal. 45

2 Bernhard Limbong, Pengadaan Tanah untuk Pembangunan, Penerbit Margaretha Pustaka, Jakarta, 2011, hal 131

(9)

dampak pembangunan secara langsung dari Pengadaan Tanah seringkali disebabkan karena tidak tercapainya kata sepakat mengenai besaran maupun bentuk ganti rugi yang akan diberikan.3

Pada hakikatnya ganti rugi merupakan sebuah konsekuensi yang melekat pada pengadaan tanah itu sendiri. Dalam Perpres 36/2005 sebagaimana yang telah diubah dalam Perpres 65/2006 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, pada Pasal 1 ayat (3) menyebutkan bahwa Pengadaan tanah adalah setiap kegiatan untuk mendapatkan tanah dengan cara memberikan ganti rugi kepada yang melepaskan atau menyerahkan tanah, bangunan, tanaman, dan benda-benda yang berkaitan dengan tanah”. Selanjutnya pada Pasal 1 ayat (11) dijelaskan mengenai pengertian ganti rugi, yakni

‘penggantian terhadap kerugian baik bersifat fisik dan/atau non fisik sebagai akibat pengadaan tanah kepada yang mempunyai tanah, bangunan, tanaman, dan/atau benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah yang dapat memberikan kelangsungan hidup yang lebih baik dari tingkat kehidupan sosial ekonomi sebelum terkena pengadaan tanah.

Berdasarkan ketentuan pada Pasal 1 ayat (3 dan 11) di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam setiap Pengadaan Tanah selalu disertai dengan pemberian ganti rugi, baik ganti rugi yang bersifat fisik maupun non-fisik, dimana tujuan dari pemberian ganti adalah untuk menjamin kelangsungan kehidupan sosial dan ekonomi bagi masyarakat atau warga negara terkena Pengadaan Tanah.

3 Khaerul Rahmatsyah Inra Inzana, Tinjauan Aspek Ganti Kerugian dalam Pengadaan Tanah di Indonesia, melalui http://respublica06.blogspot.co.id/2013/10/tinjauan-aspek-ganti- kerugian-dalam.html, diakses tanggal 8 April 2016

(10)

Pembangunan yang diperuntukan bagi kepentingan umum dewasa ini menuntut adanya pemenuhan kebutuhan akan pengadaan tanah secara cepat.

Kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah dalam bentuk Perpres 65 Tahun 2006 yang merupakan penyempumaan dari Perpres 36 Tahun 2005 yang mengatur Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Demi Kepentingan Umum menjadi salah satu payung hukum bagi pemerintah dalam hal mempermudah penyediaan tanah untuk pembangunan tersebut. Melalui kebijakan tersebut, melalui mekanisme pencabutan hak atas tanah, pemerintah mempunyai kewenangan untuk mengambil tanah milik masyarakat yang secara kebetulan diperlukan untuk pembangunan bagi kepentingan umum.4

Kepentingan umum, termasuk kepentingan bangsa dan negara serta kepentingan bersama dari rakyat, hak-hak atas tanah dapat dicabut dengan memberi ganti rugi yang layak dan menurut cara yang diatur dengan undang- undang. Disamping mekanisme pencabutan hak atas tanah, UUPA sesuangguhnya juga menyebut istilah pelepasan hak atau penyerahan secara sukarela oleh pemegang ha katas tanahnya.5

Mekanisme musyawarah yang seharusnya menjadi sarana untuk mencari jalan tengah dalam menentukan besarnya ganti kerugian seringkali tidak mencapai kata sepakat dan karenanya dengan alasan kepentingan umum, maka pemerintah melalui panitia pengadaan tanah dapat menentukan secara sepihak besarnya ganti

4 Adrian Sutedi, Op.Cit, hal 225

5 Mustofa dan Suratman, Penggunaan Hak Atas Tanah untuk Industri, Penerbit Sinar Grafika, Jakarta, 2013, hal 181

(11)

rugi dan kemudian menitipkannya ke pengadilan negeri setempat melalui prosedur konsinyasi.6

Hal itulah yang kemudian menjadi permasalahan, bahwa konsinyasi yang diterapkan dalam Perpres ini berbeda dengan konsinyasi yang di atur dalam KUH Perdata, di mana dalam KUH Perdata konsinyasi dapat dilakukan jika sebelumnya terdapat hubungan hukum antara para pihak. Sedangkan dalam Perpres justru sebaliknya, konsinyasi diterapkan disaat kesepakatan antara para pihak tidak tercapai, tidak ada hubungan hukum sama sekali diantara para pihak tersebut.

Perbedaan dalam hal konsep penerapan konsinyasi inilah yang mengindikasikan bahwa Perpres No. 65 Tahun 2006 lebih memihak investor asing daripada nasib masyarakat yang tanahnya harus diambil untuk pembangunan yang seringkali mengatasnamakan kepentingan umum. Penerapan konsinyasi dalam Perpres ini sebagai alternatif penyelesaian konflik pengadaan tanah bisa jadi membawa dampak pada kesewenangwenangan pemerintah dalam hal penggusuran atau pengusiran secara paksa. Padahal alternatif terakhir yang dapat ditempuh adalah dengan pengajuan permohonan pencabutan hak atas tanah berdasarkan UU No. 20 Tahun 1961, dan bukannya dengan mengkonsinyasikan uang ganti rugi ke pengadilan negeri dan menganggap kewajibannya dalam pembebasan lahan sudah selesai, dan dengan serta merta melakukan pembangunan di lahan tersebut.7

6 Feronika Suhadak, Problematik Yuridis Pengadaan Tanah Untuk Jalan Tol, Artikel Jurnal Ilmu Sosial, Universitas Negeri Surabaya, 2012, hal 8

7 Abdulrrahman, Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, Bandung : Citra Aitya Bakti, 1994, hal. 66

(12)

Konsinyasi hanya bisa diterapkan untuk pembayaran ganti rugi untuk pengadaan tanah dilakukan oleh Instansi Pemerintah untuk kepentingan umum, dengan catatan memang telah ada kesepakatan diantara kedua belah pihak: yang membutuhkan tanah dan pemegang hak atas tanah dan pemilik bangunan, tanaman dan/atau benda-benda yang ada di atas tanah tersebut.8

Langkah konsinyasi diatur dalam UUNo 2/2012 tentang Pengadaan Lahan bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum. Konsinyasi atau ganti kerugian dari pemerintah yang dititipkan ke pengadilan negeri setempat, sesuai dengan Pasal 42. Konsinyasi berlaku bagi warga yang menolak ganti kerugian sesuai hasil musyawarah. Syarat utama untuk mekanisme ini adalah pembangunan ditujukan untuk kepentingan umum.

Berdasarkan ruang lingkup Perpres No. 65 Tahun 2006 jelas diketahui bahwa peraturan pengadaan tanah ini hanya berlaku bagi pengadaan tanah yang dilakukan oleh Instansi Pemerintah untuk kepentingan umum. Oleh karena itu konsinyasi hanya bisa diterapkan untuk pembayaran ganti rugi untuk pengadaan tanah dilakukan oleh Instansi Pemerintah untuk kepentingan umum, dengan catatan memang telah ada kesepakatan diantara kedua belah pihak yang membutuhkan tanah dan pemegang hak atas tanah dan pemilik bangunan, tanaman dan/atau benda-benda yang ada di atas tanah tersebut. Peraturan presiden ini telah melakukan terobosan, dalam hal upaya mengatasi berbagai kendala pengadaan tanah. Berkaitan dengan prosedur, peraturan presiden ini telah

8 Oloan Sitorus, Sinar Indonesia Baru, 6 Juli 1994, dalam Oloan Sitorus dan Dayat Limbong, Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum, Yogyakarta : Mitra Kebijakan Tanah Indonesia, 2004, hal. 59

(13)

memperkenalkan perusahaan penilai (appraisal) yang secara independen akan menetapkan harga tanah, yang selanjutnya akan digunakan sebagai acuan oleh Panitia Pengadaan Tanah. Sementara itu berkaitan dengan waktu, peraturan presiden ini telah memperkenalkan pembatasan waktu (90 hari) dan konsepsi konsinyasi (penitipan uang di Pengadilan Negeri setempat); sehingga perpaduan antara kinerja perusahaan penilai, batasan waktu, dan konsepsi konsinyasi akan dapat menghindarkan berlarut-larutnya pengadaan tanah, yang sekaligus untuk menghindari pencabutan hak atas tanah.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka penelitian dalam skripsi ini berjudul : “Mekanisme Konsinyasi Atas Ganti Rugi Dalam Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum.”

B. Perumusan Masalah

Adapun permasalahan yang diajukan dalam penelitian skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimanapengaturan tentang pengadaan tanah untuk kepentingan umum?

2. Bagaimana pengadaan tanah dengan konsinyasi atas ganti rugi dalam pengadaan tanah?

3. Bagaimana mekanisme konsinyasi ganti rugi atas tanah untuk kepentingan umum?

C. Tujuan Penulisan

Tujuan penelitian skripsi yang akan penulis lakukan adalah:

(14)

1. Untuk mengetahui pengaturan tentang pengadaan tanah untuk kepentingan umum.

2. Untuk mengetahui pengadaan tanah dengan konsinyasi atas ganti rugi dalam pengadaan tanah.

3. Untuk mengetahui mekanisme konsinyasi ganti rugi atas tanah untuk kepentingan umum.

D. Manfaat Penulisan

Kegiatan penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat, baik secara teoritis maupun secara praktis.

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan informasi bagi para akademisi dalam perkembangan ilmu pengetahuan tentang hokum jaminan dan kiranya dapat dijadikan bahan kajian lebih lanjut bagi para akademisi dan masyarakat umum serta kiranya dapat memberi manfaat guna menambah khasanah ilmu pengetahuan khususnya dalam ilmu hukum khususnya Konsinyasi Atas Ganti Rugi Dalam pengadaan tanah.

2. Manfaat Praktis

Pembahasan ini diharapkan dapat bermanfaat bagi para kreditur sebagai pihak yang memberikan fasilitas kredit agar lebih memperhatikan dan meningkatkan prinsip kehatian-hatian dan kiranya dapat menjadi masukan bagi para akademisi maupun praktisi.

(15)

D. Keaslian Penulisan

Adapun judul skripsi ini adalah Mekanisme Konsinyasi Atas Ganti Rugi Dalam Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum merupakan judul skripsi yang belum pernah ditulis sebelumnya, sehingga tulisan ini asli dalam hal tidak ada judul yang sama. Dengan demikian, keaslian skripsi ini dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

E. Metode Penelitian

Dalam suatu penelitian guna menemukan dan mengembangkan kejelasan dari sebuah pengetahuan maka diperlukan metode penelitian, karena dengan menggunakan metode penelitian akan memberikan kemudahan dalam mencapai tujuan dari penelitian maka penulis menggunakan metode penelitian yakni : 1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang diterapkan adalah memakai metode penelitian deskriptif dengan bentuk yuridis normatif (penelitian hukum normatif)9, yaitu penelitian yang mengacu kepada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagai pijakan normatif.

2. Sumber Data Penelitian

Pada penelitian yang berupa yuridis normatif, maka sumber-sumber data yang dikumpulkan berasal dari data kepustakaan yang ada dibedakan atas :

a. Bahan hukum primer, yaitu peraturan perundang-undangan di bidang hukum antara lain Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang

9 Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2013, hlm 163

(16)

Ketentuan Pokok-pokok Agraria (UUPA), Undang-undang Nomor 02 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum dan Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum dan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 05 Tahun 2012 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pengadaan Tanah.

b. Bahan hukum sekunder, yaitu buku-buku, makalah, jurnal, surat kabar, internet dan sebagainya.

c. Bahan hukum tertier, yaitu kamus-kamus hukum, ensiklopedia, indeks kumulatif dan lain sebagainya.

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara : penelitian kepustakaan (Library Research). Dalam hal ini mengumpulkan penelitian atas sumber-sumber atau bahan-bahan tertulis berupa buku-buku karangan para sarjana dan ahli hukum yang bersifat teoritis ilmiah yang berkaitan dengan masalah yang akan dibahas dalam penulisan skripsi ini.

4. Analisis Data

Metode pendekatan dalam penelitian skripsi ini adalah metode kualitatif yaitu analisis data yang tidak mempergunakan angka-angka tetapi berdasarkan atas peraturan perundang-undangan, pandangan-pandangan informan hingga dapat menjawab permasalahan dari penulisan skripsi ini.

(17)

Analisis secara kualitatif10 yakni dengan mengadakan pengamatan data-data yang diperoleh dan menghubungkan tiap-tiap data yang diperoleh tersebut dengan ketentuan-ketentuan hukum yang terkait dengan permasalahan yang diteliti.

G. Sistematika Penulisan

Skripsi ini diuraikan dalam 5 bab, dan tiap-tiap bab berbagi atas beberapa sub-sub bab, untuk mempermudah dalam memaparkan materi dari skripsi ini yang dapat digambarkan sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini merupakan gambaran umum yang berisi tentang Latar Belakang Masalah, Perumusan Masalah, Tujuan Penulisan dan Manfaat Penulisan, Keaslian Penulisan, Metode Penelitian, dan Sistematika Penulisan.

BAB II : PENGATURAN TENTANG PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM

Bab ini berisikan tentang Pengertian Pengadaan Tanah Untuk kepentingan Umum, Dasar Hukum Pengadaan Tanah, Aspek Kepentingan Umum dan Prinsip-Prinsip Kepentingan Umum.

BAB III : PENGADAAN TANAH DENGAN KONSINYASIATAS GANTI RUGI DALAM PENGADAAN TANAH

Bab ini berisikan tentang Penggantian Kerugian dalam Pelepasan Hak, Pembebasan Tanah, Bentuk ganti kerugian yang diberikan

10 Ibid, hal 10

(18)

dan dasar hukumnya dalam perhitungan ganti kerugian dan Tinjauan Yuridis Konsinyasi.

BAB IV : MEKANISME KONSINYASI GANTI RUGI ATAS TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM

Bab ini berisi tentang Pengertian Konsinyasi, Mekanisme Pengadaan Ganti Rugi dengan Konsinyasi, Penyelesaian masalah ganti rugi dengan konsinyasi pembebasan tanah untuk pembangunan melalui konsinyasi dan Hambatan-hambatan yang timbul dalam Pengadaan Ganti Rugi dengan Konsinyasi.

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

Merupakan bab penutup dari seluruh rangkaian bab-bab sebelumnya, yang berisikan kesimpulan yang dibuat berdasarkan uraian skripsi ini, yang dilengkapi dengan saran-saran.

(19)

BAB II

PENGATURAN TENTANG PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM

A. Pengertian Pengadaan Tanah Untuk kepentingan Umum

Saat ini, kebutuhan tanah sebagai capital asset semakin meningkat, sebab banyaknya pembangunan dibidang fisik baik dikota maupun didesa. Dan pembangunan seperti itu membutuhkan banyak tanah.Kebutuhan akan tersedianya tanah untuk keperluan pembangunan tersebut memberi peluang terjadinya pengambilalihan tanah bagi proyek, baik untuk kepentingan negara/ kepentingan umum maupun untuk kepentingan bisnis.11 Untuk itu pemerintah perlu mengeluarkan kebijakan agar pembangunan tetap terpelihara, khususnya pembangunan berbagai fasilitas untuk kepentingan umum. Dan untuk memperoleh tanah-tanah tersebut terlaksana melalui pengadaan tanah.12 Keterbatasan tanah dan banyaknya pembangunan menyebabkan pergesekan. Manakala disatu sisi pembangunan sangat memerlukan tanah sebagai sarana utamanya, sedangkan di sisi lain sebagian besar dari warga masyarakat juga memerlukan tanah sebagai tempat permukiman dan tempat mata pencariannya.13

Pengadaan Tanah adalah kegiatan menyediakan tanah dengan cara memberi ganti kerugian yang layak dan adil kepada pihak yang berhak. Dalam

11 Abdurrahman, Masalah Pencabutan Hak-Hak Atas Tanah dan Pembebasan Tanah di Indonesia, Edisi Revisi, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1991, hal 9

12 Bernhard Limbong, Op.Cit, hal 127

13 Mudakir Iskandar Syah, Dasar-dasar Pembebasan Tanah Untuk Kepentingan Umum, Jakarta, Jala Permata, 2007, hal 55

(20)

UU ini pengadaan tanah adalah untuk kepentingan Umum, artinya menyediakan tanah bagi pelaksanaan pembangunan guna meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran bangsa, negara, dan masyarakat dengan tetap menjamin kepentingan hukum pihak yang berhak. Pengadaan tanah untuk kepentingan umum diselenggarakan oleh Pemerintah.Pihak yang berhak wajib melepaskan tanahnya pada saat pelaksanaan pengadaan tanah untuk kepentingan umum setelah pemberian ganti kerugian yang layak dan adil atau berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Tanah yang selanjutnya dibangun sesuatu untuk kepentingan umum akan menjadi milik Pemerintah/Pemerintah Daerah atau menjadi mili BUMN apabila dipergunakan untuk kepentingannya.14

Secara sederhana dapat diartikan bahwa kepentingan umum dapat saja dikatakan untuk keperluan, kebutuhan atau kepentingan orang banyak atau tujuan yang luas. Namun demikian rumusan tersebut terlalu umum dan tidak ada batasannya.15 Kepentingan umum adalah termasuk kepentingan bangsa dan negara serta kepentingan bersama dari rakyat, dengan memperhatikan segi-segi sosial, politik, psikologis dan hankamnas atas dasar asas-asas Pembangunan Nasional dengan mengindahkan Ketahanan Nasional serta Wawasan Nusantara.16

Menurut John Salindeho arti atau istilah menyediakan kita mencapai keadaan ada, karena didalam mengupayakan, menyediakan sudah terselib arti

14 Lieke Lianadevi Tukgali, Fungsi Sosial Hak Atas Tanah Dalam Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum, Cetakan Pertama, Jakarta, Kertas Putih Communication, 2010, hal 73

15 Oloan Sitorus dan Dayat Limbong, Op.Cit, hal. 6

16 John Salindeho, Masalah Tanah dalam Pembangunan, Cetakan Kedua, Jakarta : Sinar Grafika, 1988, hal 40

(21)

mengadakan atau keadaan ada itu, sedangkan dalam mengadakan tentunya kita menemukan atau tepatnya mencapai sesuatu yang tersedia, sebab sudah diadakan, kecuali tidak berbuat demikan, jadi kedua istilah tersebut namun tampak berbeda, mempunyai arti yang menuju kepada satu pengertian (monosematic) yang dapat dibatasi kepada suatu perbuatan untuk mengadakan agar tersedia tanah bagi kepentingan pemerintah.17 Sedangkan menurut Imam Koeswahyono pengadaan tanah sebagai suatu perbuatan hukum yang dilakukan oleh pemerintah untuk mendapatkan tanah bagi kepentingan tertentu dengan cara memberikan ganti kerugian kepada si empunya (baik perorangan atau badan hukum) tanah menurut tata cara dan besaran nominal tertentu.18

Pembangunan pertanahan tidak lepas dari pemahaman tentang kepentingan umum. menurut John Salindeho belum ada definisi yang sudah dikentalkan mengenai pengertian kepentingan umum, namun cara sederhana dapat ditarik kesimpulan atau pengertian bahwa kepentingan umum dapat saja dikatakan untuk keperluan, kebutuhan atau kepentingan orang banyak atau tujuan sosial yang luas.

Oleh Karena itu rumusan demikian terlalu umum, luas dan tak ada batasnya, maka untuk mendapatkan rumusan terhadapnya, kiranya dapat dijadikan pegangan sambil menanti pengentalannya yakni kepentingan umum adalah termasuk kepentingan bangsa dan Negara serta kepentingan bersama dari rakyat, dengan memperhatikan segi-segi sosial, politik, psikologis dan hankamnas atas dasar

17 Ibid., hal 31

18 Imam Koeswahyono, Artikel, Melacak Dasar Konstitusional Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Pembangunan Bagi Umum, 2008, hal 1

(22)

azas-azas Pembangunan Nasional dengan mengindahkan Ketahanan Nasional serta wawasan Nusantara.19

Kegiatan perolehan tanah oleh pemerintah untuk melaksanakan pembangunan ditujukan kepada pemenuhan kepentingan umum. Kepentingan umum diselenggarakan untuk mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat. Dalam rangka pengadaan tanah, penegasan tentang kepentingan umum yang menjadi dasar pengadaan tanah perlu ditentukan secara tegas sehingga tidak menimbulkan multitafsir. Akan tetapi, menurut Jan Gijssel dan J.J.H Bruggink kepentingan umum merupakan suatu pengertian yang kabur atau pengertian yang tidak dapat dirumuskan secara konkrit (vage begrip).20 Akibatnya, setiap perumusan kepentingan umum dalam peraturan perundang-undangan tidak ada satu pun yang mampu memberikan pengertian yang jelas, spesifik serta terinci sesuai dengan hakikat istilah tersebut. Beberapa pakar hukum berupaya memberikan definisi yang mampu menjelaskan konsep kepentingan umum. Menurut Pound kepentingan umum adalah kepentingan-kepentingan dari negara sebagai badan hukum dan menjaga kepentingan-kepentingan masyarakat.21Sedangkan menurut Julius Stone kepentingan umum adalah suatu keseimbangan antara kepentingan individu, masyarakat, penguasa serta Negara.22

Kepentingan umum adalah termasuk kepentingan bangsa dan negara serta kepentingan bersama rakyat, dengan memperhatikan segi-segi sosial, politik,

19 John Salindeho, Op.Cit, hal 40.

20 Gunanegara, Rakyat Dan Negara Dalam Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan, Jakarta, Tata Nusa, 2008, hal 11

21 Adrian Sutedi, Op.Cit, hal 61

22 Bernhard Limbong, Op.Cit, hal 146

(23)

psikologis dan hankamnas atas dasar asas-asas pembangunan nasional dengan mengindahkan ketahanan nasional serta wawasan nusantara (Bernhard Limbong, 2011:147).23 Pengertian kepentingan umum secara implisit diatur dalam UUPA Pasal 18 yang ditegaskan bahwa: Untuk kepentingan umum, termasuk kepentingan bangsa dan negara serta kepentingan bersama dari rakyat, hak-hak atas tanah dapat dicabut, dengan memberi ganti kerugian yang layak dan menurut cara yang diatur dengan undang-undang.

Peraturan berikutnya yang memberikan definisi kepentingan umum adalah peraturan pelaksana Pasal 18 yaitu Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1961 ketentuan Pasal 1 yang pada dasarnya sama dengan rumusan ketentuan Pasal 18 UUPA: Untuk kepentingan umum, termasuk kepentingan bangsa dan negara serta kepentingan bersama dari rakyat, sedemikian pula kepentingan pembangunan, maka Presiden dalam keadaan yang memaksa setelah mendengar Menteri Agraria, Menteri Kehakiman dan Menteri yang bersangkutan dapat mencabut hak-hak atas tanah dan benda-benda yang ada di atasnya.

UUPA dan UU No. 20 Tahun 1961 mengatakan kepentingan umum dinyatakan dalam arti peruntukannya, yaitu untuk kepentingan bangsa dan negara, kepentingan bersama dari rakyat dan kepentingan pembangunan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan kepentingan umum adalah kepentingan tersebut harus memenuhi peruntukkannya dan harus dirasakan kemanfaatannya, dalam arti dapat dirasakan oleh masyarakat secara keseluruhan dan atau secara langsung.

23 Ibid, hal 147

(24)

Menurut Pasal 1 angka 3 Perpres No.36/2005 yang dimaksud dengan Pengadaan Tanah adalah setiap kegiatan untuk mendapatkan tanah dengan cara memberikan ganti kerugian kepada yang melepaskan atau menyerahkan tanah, bangunan, tanaman dan benda-benda yang berkaitan dengan tanah atau dengan pencabutan hak atas tanah.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pengadaan tanah menurut Perpres No.36/2005 dapat dilakukan selain dengan memberikan ganti kerugian juga dimungkinkan untuk dapat dilakukan dengan cara pelepasan hak dan pencabutan hak atas tanah. Sedangkan menurut Pasal 1 angka 3 Perpres No.65/2006, yang dimaksud dengan Pengadaan Tanah adalah setiap kegiatan untuk mendapatkan tanah dengan cara memberikan ganti kerugian kepada yang melepaskan atau menyerahkan tanah, bangunan, tanaman dan benda-benda yang berkaitan dengan tanah. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pengadaan tanah menurut Perpres No.65/2006 selain dengan memberikan ganti kerugian juga dimungkinkan untuk dapat dilakukan dengan cara pelepasan hak.

Maria Sumardjono menyatakan bahwa “kepentingan umum selain harus memenuhi “peruntukkannya” juga harus dapat dirasakan “kemanfaatannya”.

Pemenuhan unsur pemanfaatan tersebut agar dapat dirasakan oleh masyarakat secara keseluruhan dan/atau secara langsung. Selain itu, juga perlu ditentukan

“siapakah” yang dapat melaksanakan kegiatan pembangunan untuk kepentingan umum tersebut. Hal tersebut dilakukan untuk mencegah terjadinya penyelewengan dalam konsep kepentingan umum.24 Penyelenggaraan Pengadaan Tanah untuk

24 Oloan Sitorus dan Dayat Limbong, Op.Cit, hlm. 7

(25)

Kepentingan Umum memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pembangunan dan kepentingan masyarakat. Pemerintah dan/atau pemerintah daerah dalam hal ini sebagai pejabat yang bertanggung jawab menjamin tersedianya tanah untuk kepentingan umum. Pemerintah sebagai perpanjangan tangan rakyat memiliki wewenang untuk mengatur dan menjamin tersedianya tanah untuk kemudian dari pengadaan tanah tersebut manfaatnya dapat dirasakan oleh seluruh rakyat.25

Kepentingan umum dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 didefinisikan lebih mendetail dibandingkan definisi yang dicantumkan dalam peraturan pengadaan tanah sebelumnya. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 menguraikan bahwa kepentingan umum digolongkan menjadi tiga jenis yaitu kepentingan bangsa, negara dan masyarakat. definisi yang demikian telah disesuaikan dengan pengertian kepentingan umum yang terdapat di dalam UUPA dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1961. Unsur kemakmuran rakyat juga ditegaskan dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012. Walaupun definisi kepentingan umum telah diperjelas unsur-unsurnya, criteria kepentingan umum yang diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 jo. Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 tidak diadopsi dalam undang-undang ini.

Kegiatan yang digolongkan sebagai kepentingan umum menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 diatur dalam ketentuan Pasal 10.

Menurut Pasal 1 butir 2 UU No.12 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum pengertian Pengadaan Tanah

25 Aminuddin Salle, Hukum Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Hukum, Yogyakarta, Kreasi Total Media, 2007, hal 48

(26)

adalah kegiatan menyediakan tanah dengan cara memberi ganti kerugian yang layak dan adil kepada pihak yang berhak.

Kegiatan-kegiatan yang bersifat kepentingan umum di dalam peraturan pengadaan tanah dengan pencabutan hak belum menunjukkan adanya sinkronisasi. Padahal, peraturan pengadaan tanah merupakan jembatan bagi penerapan pencabutan hak Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1961.26 Oleh karena itu, kegiatan kepentingan umum di dalam peraturan pengadaan tanah sama dengan pencabutan hak. Dengan demikian, ketika pengadaan tanah tidak dapat dilaksanakan karena kesepakatan tidak tercapai, pemerintah dapat menempuh upaya pencabutan hak.27

B. Dasar Hukum Pengadaan Tanah

Dasar hukum yang digunakan sebagai sarana pengadaan tanah dan pengurusan/sertipikasi tanah instansi pemerintah meliputi:

1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

Untuk tidak merugikan kepentingan umum maka pemilikan dan penguasaan tanah yang melampaui batas tidak diperkenankan.28 Perbedaan dalam keadaan masyarakat dan keperluan hukum golongan rakyat di mana perlu dan tidak bertentangan dengan kepentingan nasional diperhatikan, dengan menjamin

26 Oloan Sitorus dan Dayat Limbong, Op.Cit, hal 10

27 Achmad Rubaie, Hukum Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum, Malang, Bayumedia Publishing, 2007, hal 49

28 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, Pasal 7

(27)

perlindungan terhadap kepentingan nasional diperhatikan, dengan menjamin perlindungan terhadap kepentingan golongan yang ekonomis lemah.29 Segala usaha bersama dalam lapangan agraria didasarkan atas kepentingan bersama dalam rangka kepentingan nasional, dalam bentuk koperasi atau bentuk- bentuk gotong royong lainnya.30 Untuk kepentingan umum, termasuk kepentingan bangsa dan Negara serta kepentingan bersama dari rakyat, hak- hak atas tanah dapat dicabut dengan memberi ganti kerugian yang layak dan menurut cara yang diatur dengan Undang-undang.31

2. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1961 tentang Pencabutan Hak-Hak Atas Tanah Dan Benda-Benda yang Ada Diatasnya

Dalam hal tersebut maka Menteri Agraria dapat mengeluarkan surat keputusan yang memberi perkenan kepada yang berkepentingan untuk menguasai tanah dan/atau benda-benda yang bersangkutan. Keputusan penguasaan tersebut akan segera diikuti dengan Keputusan Presiden mengenai dikabulkan atau ditolaknya permintaan untuk melakukan pencabutan hak itu.32 Jika telah dilakukan penguasaan atas dasar surat keputusan tersebut, maka bilamana kemudian permintaan pencabutan haknya tidak dikabulkan, yang berkepentingan harus mengembalikan tanah dan/atau benda-benda yang bersangkutan dalam keadaan semula dan/atau memberi ganti-kerugian yang sepadan kepada yang mempunyai hak.33 Biaya pengumuman tersebut

29 Ibid, Pasal 11 ayat (2)

30 Ibid, Pasal 12 ayat (1)

31 Ibid, Pasal 18

32 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1961 tentang Pencabutan Hak-Hak Atas Tanah Dan Benda-Benda yang Ada Diatasnya, Pasal 6 ayat (2)

33 Ibid, Pasal 6 ayat (3)

(28)

ditanggung oleh yang berkepentingan.34 Setelah ditetapkannya surat keputusan pencabutan hak tersebut setelah dilakukannya pembayaran ganti-kerugian kepada yang berhak, maka tanah yang haknya dicabut itu menjadi tanah yang dikuasai langsung oleh Negara, untuk segera diberikan kepada yang berkepentingan dengan suatu hak yang sesuai.35

3. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum

Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum dilaksanakan berdasarkan asas kemanusiaan, keadilan, kemanfaatan, kepastian, keterbukaan, kesepakatan, keikutsertaan, kesejahteraan, keberlanjutan dan keselarasan.36 Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum bertujuan menyediakan tanah bagi pelaksanaan pembangunan guna meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran bangsa, negara, dan masyarakat dengan tetap menjamin kepentingan hukum Pihak yang Berhak.37 Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah menjamin tersedianya tanah untuk Kepentingan Umum.38 Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah menjamin tersedianya pendanaan untuk Kepentingan Umum.39

Pihak yang Berhak wajib melepaskan tanahnya pada saat pelaksanaan Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum setelah pemberian Ganti Kerugian atau berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh

34 Ibid, Pasal 7 ayat (2)

35 Ibid, Pasal 9

36 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, Pasal 2

37 Ibid, Pasal 3

38 Ibid, Pasal 4 ayat (1)

39 Ibid, Pasal 4 ayat (2)

(29)

kekuatan hukum tetap.40 Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum diselenggarakan oleh Pemerintah.41 Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum diselenggarakan sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah, Rencana Pembangunan Nasional/Daerah, Rencana Strategis; dan Rencana Kerja setiap Instansi yang memerlukan tanah.42 Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum diselenggarakan melalui perencanaan dengan melibatkan semua pengampu dan pemangku kepentingan.43

Penyelenggaraan Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pembangunan dan kepentingan masyarakat.44 Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum dilaksanakan dengan pemberian Ganti Kerugian yang layak dan adil.45 Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum diselenggarakan melalui tahapan perencanaan, persiapan, pelaksanaan dan penyerahan hasil.46 Instansi yang memerlukan tanah membuat perencanaan Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum menurut ketentuan peraturan perundang-undangan.47 Perencanaan Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan atas Rencana Tata Ruang Wilayah dan prioritas pembangunan yang tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah, Rencana

40 Ibid, Pasal 5

41 Ibid, Pasal 6

42 Ibid, Pasal 7 ayat (1)

43 Ibid, Pasal 7 ayat (3)

44 Ibid, Pasal 9 ayat (1)

45 Ibid, Pasal 9 ayat (2)

46 Ibid, Pasal 13

47 Ibid, Pasal 14 ayat (1)

(30)

Strategis, Rencana Kerja Pemerintah Instansi yang bersangkutan.48 Instansi yang memerlukan tanah bersama pemerintah provinsi berdasarkan dokumen perencanaan Pengadaan Tanah melaksanakan pemberitahuan rencana pembangunan, pendataan awal lokasi rencana pembangunan dan Konsultasi Publik rencana pembangunan.49

4. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah;

Penggunaan dan pemanfaatan tanah pada pulau-pulau kecil dan bidang-bidang tanah yang berada di sempadan pantai, sempadan danau, sempadan waduk, dan atau sempadan sungai, harus memperhatikan kepentingan umum dan keterbatasan daya dukung, pembangunan yang berkelanjutan, keterkaitan ekosistem, keanekaragaman hayati serta kelestarian fungsi lingkungan.50 Pemanfaatan tanah dapat ditingkatkan apabila tidak mengubah penggunaan tanahnya.51 Peningkatan pemanfaatan tanah harus memperhatikan hak atas tanahnya serta kepentingan masyarakat.52

5. Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum

Pengadaan Tanah untuk kepentingan umum diselenggarakan melalui tahapan perencanaan, persiapan, pelaksanaan dan penyeraha hasil.53 Setiap Instansi yang memerlukan tanah bagi Pembanguna Untuk Kepentingan Umum

48 Ibid, Pasal 14 ayat (2)

49 Ibid, Pasal 16

50 Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah, Pasal 15

51 Ibid, Pasal 17 ayat (1)

52 Ibid, Pasal 17 ayat (2)

53 Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, Pasal 2

(31)

membuat rencana Pengadaan Tanah yag didasarkan padaRencana Tata Ruang Wilayah; dan Prioritas Pembangunan yang tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah, Rencana Stategis dan Rencana Kerja Pemerintah Instansi yang bersangkutan.54 Rencana Pengadaan Tanah dapat disusun secara bersama-sama oleh Instansi yang memerlukan tanah bersama dengan instansi terkait atau dapat dibantu oleh lembaga profesional yang ditunjuk oleh Instansi yang memerlukan tanah.55Pelaksanaan Pengadaan Tanah diselenggarakan oleh Kepala BPN.56 Pelaksanaan Pengadaan tanah dilaksanakan oleh Kepala Kantor Wilayah BPN selaku ketua pelaksana Pengadaan Tanah. 57

Pendanaan Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum dapat bersumber terlebih dahulu dari dana Badan Usaha selaku Instansi yang memerlukan tanah yang mendapatkan kuasa berdasarkan perjanjian, yang bertindak atas nama lembaga negara, kementerian, lembaga pemerintah nonkementerian, pemerintah provinsi, dan/atau pemerintah kabupaten/kota.58 Pendanaan Pengadaan Tanah oleh Badan Usaha dibayar kembali oleh lembaga negara, kementerian, lembaga pemerintah nonkementerian, pemerintah provinsi, dan/atau pemerintah kabupaten/kota melalui APBN dan/atau APBD setelah proses pengadaan tanah selesai.59 Proses Pengadaan Tanah yang belum selesai tetapi telah mendapat Penetapan Lokasi pembangunan atau Surat Persetujuan

54 Ibid, Pasal 3 ayat (1)

55 Ibid, Pasal 3 ayat (2)

56 Ibid, Pasal 49 ayat (1)

57 Ibid, Pasal 49 ayat (2)

58 Ibid, Pasal 117A ayat (1)

59 Ibid, Pasal 117 A ayat (2)

(32)

Penetapan Lokasi Pembangunan (SP2LP) atau nama lain yang dimaksudkan sebagai Penetapan Lokasi pembangunan, proses Pengadaan Tanah dapat diselesaikan berdasarkan tahapan sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden ini.60 Proses Pengadaan Tanah dimulai dari tahapan Pelaksanaan Pengadaan Tanah.61 Seluruh dokumen yang telah ada dalam rangka Pengadaan Tanah, berupahasil pengukuran, inventarisasi, dan identifikasi, hasil musyawarah terkait bentuk dan besaran ganti kerugian atas bidang tanah yang sudah disepakati sebelumnya dengan Pihak yang Berhak, pemberian ganti kerugian dan pelepasan hak; dan/atau dokumen terkait lainnya.62

6. Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nomor 5 Tahun 2012 Tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pengadaan Tanah

Pelaksana Pengadaan Tanah menetapkan keputusan tentang susunan keanggotaan pelaksana pengadaan tanah untuk setiap kegiatan pelaksanaan pengadaan tanah dan secretariat.63Penyiapan pelaksanaan pengadaan tanah dituangkan dalam rencana kerja paling kurang membuat agenda rapat pelaksanaan, menyiapkan administrasi yang diperlukan mengajukan kebutuhan anggaran operasional pelaksanaan pengadaan tanah, inventarisasi dan identifikasi, kendala-kendala teknis yang terjadi dalam pelaksanaan, merumuskan strategi dan solusi terhadap hambatan dan kendala dalam pelaksanaan, menyiapkan langkah koordinasi ke dalam maupun ke luar di dalam pelaksanaan, menetapkan Penilai, penilaian, musyawarah penetapan

60 Ibid, Pasal 123B ayat (1)

61 Ibid, Pasal 123B ayat (2)

62 Ibid, Pasal 123B ayat (3)

63 Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nomor 5 Tahun 2012 Tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pengadaan Tanah, Pasal 4 ayat (1)

(33)

ganti kerugian, pemberian/penitipan ganti kerugian, pelepasan objek Pengadaan Tanah dan pemutusan hubungan hokum, penyerahan bukti perolehan/penguasaan dari Pihak yang Berhak, membuat dokumen hasil pelaksanaan Pengadaan Tanah, penyerahan hasil Pengadaan Tanah.64

Dalam hal terdapat sisa dari bidang tanah tertentu sudah terdaftar yang terkena pengadaan tanah dan tidak lagi dapat difungsikan sesuai dengan peruntukan dan penggunaannya, bidang tanah tersebut diukur dan dipetakan secara utuh dan diberikan ganti kerugian atas dasar permintaan Pihak yang Berhak.65 Atas dasar permintaan Pihak yang Berhak dilakukan verifikasi oleh Pelaksana Pengadaan Tanah.66 Dalam hal hasil verifikasi menunjukan bahwa sisa tanah tidak lagi dapat difungsikan sesuai dengan peruntukan dan penggunaannya Instansi yang memerlukan tanah memberikan Ganti Kerugian.67

C. Aspek Kepentingan Umum

Memberikan batasan mengenai kepentingan umum bukanlah hal yang mudah mengingat penilaiannya sangat sebjektif dan terlalu abstrak untuk dipahami.68 Selain itu, istilah kepentingan umum merupakan suatu konsep yang sifatnya begitu umum dan operasionalnya sesuai dengan makna yang terkandung di dalam istilah tersebut.69 Akan tetapi, dalam rangka pengambilan tanah-tanah masyarakat, penegasan tentang kepentingan umum yang akan menjadi dasar dan

64 Ibid, Pasal 6 ayat (3)

65 Ibid, Pasal 11 ayat (1)

66 Ibid, Pasal 11 ayat (2)

67 Ibid, Pasal 11 ayat (3)

68 Achmad Rusyaidi, Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum dan Perlindungan HAM,. http://prp.Makasar.wordpress-Com/2009/02/13, diakses tanggal 2 Mei 2016

69 A.A. Ok. Mahendra, Menguak Masalah Hukum Demokrasi dan Pertanahan, Cet. 1, Penerbit Sinar Harapan, Jakarta, 1996, hal 279

(34)

kriterianya perlu ditentukan secara tegas sehingga pengambilana tanah-tanah dimaksud benar-benar sesuai dengan landasan hokum yang berlaku.70 Jika tidak dirumuskan atau diberikan criteria dengan harga, dikhawatirkan dapat menimbulkan penafsiran yang beragam.

Secara sederhana dapat diartikan bahwa kepentingan umum dapat saja dikatakan untuk pekerluan, kebutuhan atau kepentingan orang banyak atau tujuan yang luas. Namun demikian rumusan tersebut terlalu umum dan tidak ada batasannya.71 Kepentingan umum adalah termasuk kepentingan bangsa dan Negara serta kepentingan bersama dari rakyat, dengan memperhatikan segi-segi sosial, politk, psikologis dan hamkamnas atasa dasar asas-asas pembangunan nasional dengan mengindakan ketahanan nasional serta wawasan nusantara.72

Secara etimologis, sebagimana dijelaskan dalam Kamus Bahasa Indonesia, yang disusun oleh Tim Pusat Bahasa, frasa “kepentingan umum terdiri dari dua kata, yakni “kepentingan” dan “umum”. Kata “kepentingan” yang berasal dari akar kata “penting” mengandung pengertia sangat perlu, sangat utama (diutamakan), sedangkan kata “umum” mengandung pengertian “keseluruhan”

untuk siapa saja, khalayak manusia, masyarakat luas dan lazim.73

Pengertian menurut ilmu bahasa ini sudah barang tentu tisak dapat dijadikan pengertian yuridis dari frasa “kepentingan umum”, tetapi dapat dijadikan referensi untuk menemukan pengertian yangaa diinginkan sebab ilmu

70Abdurarahman, Op.Cit, hal 26

71 Oloan Sitorus dan Dayat Limbong, Op.Cit, hal 6

72 John Salindeho, Op.Cit, hal 40

73 Tim Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi keempat, Penerbit Puat Bahasa, Jakarta, 2008

(35)

hokum (yuridische kunde) di dalam proses pembentukannya tidak dapat berdiri sendiri dan berjalan sendiri lepas dari ilmu social yang lainnya, tetapi saling mendukung, berjalan bersama dengan ilmu pengetahuan lain, termasuk ilmu bahasa (etimologi).74

Kepentingan dalam arti luas diatikan sebagai “public benefit” sedangkan dalam arti sempit public use diartikan sebagai public access atau apabila public access tidak dimungkinka, maka cukup “if the entire public could use the product of the facility”.75

Roscou Pound mengemukakan tentang social interest (kepentingan masyarakat). Pendapat pound tentang social interest ini berasal dari pemikiran Rudolf Van Ihering dan Jeremy Bentham. Yang dimaksud oleh Pound dengan social interest ini adalah suatu kepentingan yang tumbuh alam masyarakat menurut keperluan di dalam masyarakat itu sendiri. Pound membagi tiga kataegori interest, antara lain : public interest (kepentingan umum), social interest (kepentingan masyarakat) dan private interest (kepentingan pribadi).76

Julius Stone dalam The Propinoe and Function of law, secara menyakinkan telah membuktikan bahwa apa yang disebut dengan public interest melebur dalam social atau individual interest atau dalam usaha Negara mencari keseimbangan di antara interest ini. Kedua analisis ini mengasumsikan kepentingan umum dalam pandangan ilmu social hukum: kepentingan umum

74 Bernhard Limbong, Op.Cit, hal 145

75 Maria S.W. Sumardjono, Kebijakan Pertanahan Antara Regulasi dan Implementasi, Penerbit Kompas, Jakarta, 2005, hal 200

76 Roscou Pound dalam Bernhard Limbong, Op.Cit, hal 146

(36)

adalah suatu keseimbangan antara kepentingan individu, masyarakat, penguasa serta Negara.77

JanGijssel sebagaimana dikutip Gunanegara berpendapat bahwa

“kepentingan umum tidak mudah dirumuskan, karena kepentingan umum itu merurpakan pengertian yang kabur (vage begrif) sehingga tidak mungkin diinstusionalisasikan ke dalam suatu norma hukum, yang apabila dipaksakan akibatnya akan menjadi norma kabur (vage normen).78 Hal senada pun diungkapkan J.J.H. Bruggink yang dikutip Gunanegara yang menyatakan bahwa kepentingan umum sebagai suatu pengertian yang kabut artinya suatu pengertian yang isinya tidak dapat ditetapkan secara tepat, sehingga lingkupnya tidak jelas.

Arti kepentingan umum hanya dikenali dengan cara menemukan kriteria-kriteria dari kepetningan umum itu sendiri, dengan memberikan kriteria kepentingan umu yang tepat, maka kepentingan umum dalam pengadaan tanah tidak lagi berkembang atau dikembangkan sesuai kepentingan Negara semata.79

Kepentingan umum dalah kepentingan yang harus didahulukan dari kepentingan-kepentingan yang lain dengan tetap memerhatkan proporsi proporsi pentingnya dan tetap menghormati kepentingan-kepentingan lain. Dalam hal ini, tidak berarti bahwa ada hierarki yang tetap antara kepentingan yang termasuk kepentingan umum dan kepentingan lainnya. Mengingat akan perkembangan masyarakat atau hukum maka apa yang pada suatu saat merupakan kepentingan umum, pasa saat lain bukan merupakan kepentingan umum. Makam merupakan

77 Julius Stone dalam Bernhard Limbong, Op.Cit, hal 146

78 Gunanegara, Op.Cit, hal 11

79 Ibid., hal 12

(37)

bidang kepentingan umum pada suatu saat nanti dapat digusur untuk kepentingan umum yang lain.

Seyogyanya, kepentingan umum dalam peraturan perundang-undangan tetap dirumuskan secara umum dan luas.80 Kepentingan umum adalah termasuk kepentingan bangsa dan Negara serta kepentingan bersama rakyat, dengan memperhatikan segi-segi social, politik, psikologis dan hankamnas atas dasar asas-asas pembangunan nasional dengan mengindahkan ketahanan nasional serta wawasan nusantara.81

Pengadaan tanah pada dasarnya merupakan suatu usaha menyediakan tanah dalam rangka pemenuhan kebutuhan tanah bagi pelaksanaan pembangunan Beberapa pengaturan yang berhubungan dengan aspek kepentingan umum dalam pengadaan tanah yaitu:

1. Kepentingan umum menurut Undang-undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum

Kepentingan Umum adalah kepentingan bangsa, negara, dan masyarakat yang harus pemerintah dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.82 Pihak yang Berhak wajib melepaskan tanahnya pada saat pelaksanaan Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum setelah pemberian Ganti Kerugian atau berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh

80 Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Revisi Ketiga, Penebit Liberty, Yogyakarta, 2007, hal 48

81 John Salindheo, Op.Cit, hal 40

82 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, Pasal 1 angka 6

(38)

kekuatan hukum tetap.83 Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum diselenggarakan melalui perencanaan dengan melibatkan semua pengampu dan pemangku kepentingan.84 Penyelenggaraan Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pembangunan dan kepentingan masyarakat.85 Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum dilaksanakan dengan pemberian Ganti Kerugian yang layak dan adil.86

Tanah untuk Kepentingan Umum digunakan untuk pembangunan:87 a. pertahanan dan keamanan nasional;

b. jalan umum, jalan tol, terowongan, jalur kereta api, stasiun kereta api, dan fasilitas operasi kereta api;

c. waduk, bendungan, bendung, irigasi, saluran air minum, saluran pembuangan air dan sanitasi, dan bangunan pengairan lainnya;

d. pelabuhan, bandar udara, dan terminal;

e. infrastruktur minyak, gas, dan panas bumi;

f. pembangkit, transmisi, gardu, jaringan, dan distribusi tenaga listrik;

g. jaringan telekomunikasi dan informatika Pemerintah;

h. tempat pembuangan dan pengolahan sampah;

i. rumah sakit Pemerintah/Pemerintah Daerah;

j. fasilitas keselamatan umum;

k. tempat pemakaman umum Pemerintah/Pemerintah Daerah;

l. fasilitas sosial, fasilitas umum, dan ruang terbuka hijau publik;

m. cagar alam dan cagar budaya;

n. kantor Pemerintah/Pemerintah Daerah/desa;

o. penataan permukiman kumuh perkotaan dan/atau konsolidasi tanah, serta perumahan untuk masyarakat berpenghasilan rendah dengan status sewa.

p. prasarana pendidikan atau sekolah Pemerintah/Pemerintah Daerah;

q. prasarana olahraga Pemerintah/Pemerintah Daerah; dan

83 Ibid, Pasal 5

84 Ibid, Pasal 7 ayat (3)

85 Ibid, Pasal 9 ayat (1)

86 Ibid, Pasal 9 ayat (2)

87 Ibid, Pasal 10

(39)

r. pasar umum dan lapangan parkir umum.

Pembangunan untuk Kepentingan Umum wajib diselenggarakan Pemerintah dan dapat bekerja sama dengan Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, atau Badan Usaha Swasta.88

2. Kepentingan umum menurut Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005

Kepentingan umum adalah kepentingan sebagian besar lapisan masyarakat.89Apabila tanah telah ditetapkan sebagai lokasi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum berdasarkan surat keputusan penetapan lokasi yang ditetapkan oleh Bupati/Walikota atau Gubernur, maka bagi siapa yang ingin melakukan pembelian tanah di atas tanah tersebut, terlebih dahulu harus mendapat persetujuan tertulis dari Bupati/ Walikota atau Gubernur sesuai dengan kewenangannya.90

Aspek kepentingan umum tentunya harus memenuhi peruntukannya dan harus dirasakan kemanfaatanya, dalam arti dapat dirasakan oleh masyarakay secara keseluruhan dan atau secara langsung. Manfaat yang akan diterima masyarakat secara langsung tentunya menyangkut mengenai fasilitas publik.

Pembangunan untuk kepentingan umum yang dilaksanakan Pemerintah atau Pemerintah daerah meliputi:91

1. Jalan umum dan jalan tol, rel kereta api (di atas tanah, dir yang atas tanah ataupun di ruang bawah tanah), saluran air minum/air bersih, saluran pembuangan air dan sanitasi;

88 Ibid, Pasal 12 ayat (1)

89 Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, Pasal 1 angka 5

90 Ibid, Pasal 4 ayat (3)

91 Ibid, Pasal 5

(40)

2. Waduk, bendungan irigasi, dan bangunan pengairan lainnya;

3. Rumah Sakit Umum dan Pusat-Pusat Kesehatan Masyarakat;

4. Pelabuhan, Bandar udara, Stasiun Kereta Api dan Terminal;

5. Peribadatan;

6. Pendidikan atau Sekolah;

7. Pasar Umum;

8. Fasilitas Pemakaman Umum;

9. Fasilitas Keselamatan Umum;

10. Pos dan Telekomunikasi;

11. Sarana Olaraga;

12. Stasiun Penyiaran Radio, Televisi dan Sarana Pendukungnya;

13. Kantor Pemerintahan, Pemerintahan Daerah, Perwakilan Negara, Perserikatan Bangsa-Bangsa dan atau Lembaga-lembaga Internasional di bawah naungan Perserikatan Bangsa-Bangsa;

14. Fasilitas Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya;

15. Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan 16. Rumah Sususn sederhana;

17. Tempat Pembuangan Sampah;

18. Cagar Alam dan Cagar Budaya;

19. Pertamanan;

20. Panti Sosial;

21. Pembangkit, transmisi, distribusi tenaga listrik.

3. Kepentingan umum menurut Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 Ketentuan Pasal 5 diatas diubah dengan adanya Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 sehingga jenis-jenis Kepentingan Umum meliputi:

1. Jalan umum dan jalan tol, rel kereta api (di atas tanah, dir yang atas tanah ataupun di ruang bawah tanah), saluran air minum/air bersih, saluran pembuangan air dan sanitasi;

2. Waduk, bendungan irigasi, dan bangunan pengairan lainnya;

3. Pelabuhan, Bandar udara, Stasiun Kereta Api dan Terminal;

4. Fasilitas Pembuangan Sampah;

5. Fasilitas keselamatan umum seperti tanggul penanggulangan bahaya banjir, lahar,dan lain-lain bencana;

6. Cagar alam dan cagar budaya;

7. Pembangkit, transmisi, distribusi tenaga listrik.

(41)

Berdasarkan kedua ketentuan hukum di atas terlihat bahwa dalam Peraturan Nomor 65 Tahun 2006 bidang-bidang yang termasuk kriteria kepetingan umum lebih sedikit dan menyempit dibandingkan dengan yang tercantum dalam Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005. Banyaknya kriteria Berdasarkan kedua ketentuan hukum di atas terlihat bahwa dalam Peraturan Nomor 65 Tahun 2006 bidang-bidang yang termasuk kriteria kepetingan umum lebih sedikit dan menyempit dibandingkan dengan yang tercantum dalam Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005. Banyaknya kriteria.

D. Prinsip-Prinsip Kepentingan Umum

Pembangunan nasional yang dilaksanakan dalam rangka memenuhi amanat Pembukaan UUD 1945, dari tahun ke than terus meningkat. Bersamaan dengan itu, jumlah penduduk terus bertambah dan sejalan dengan sekamin meningkatnya pembangunan dan hasil-hasilnya maka semakin meningkat dan beragam pula kebutuhan penduduk itu. Yang termasuk dalam kegiatan pembangunan nasional adalah pembangunan untuk kepentingan umum.

Pembangunan untuk kepentingan umum ini terus diupayakan pelaksanaannya seiring dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk sehingga Negara dapat mencapai tingkat kemakmuran yang lebih memadai. Penduduk yang semakin bertambah dengan tingkat kemakmuran yang semakin baik, tentunya membutuhkan berbagai fasilitas umum, seperti jaringan transportasi, fasilitas

(42)

pendidikan, peribadatan, sarana olah raga, fasilitas komunikasi, fasilitas keselamatan umum dan sebagainya.92

Pembangunan fasilitas-fasilitas umum seperti tersebut diatas, memerlukan tanah sebagai wadahnya. Pada saat persediaan tanah masih luas, pembangunan fasilitas umum tersebut tidak menemui masalah. Tetapi, persoalannya tanah merupakan sumebr daya alam yang sifatnya terbatas dan tidak pernah bertambah luasnya. Tanah yang tersedia sudah banyak yang dilekati dengan baik (tanah hak).

Sementara itu, tanah Negara sudah sangat terbatas persediannya.

Pada masa sekarang ini adalah sangat sulit untuk dilakukan pembangunan demi kepentingan umum di atas tanah Negara. Dan sebagai jalan keluar yang ditempuh adalah dengan mengambil tanah-tanah hak. Kegiatan mengambil tanah (oleh pemerintah dalam rangka pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum) inilah yang kemudian disebut dengan pengadaan tanah. Hal ini Perpres ini merupakana pembaharuan dari Perpres sebelumnya, yakni Perpres Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum.

Kegiatan pengadaan tanah ini sudah sejak lama dilakuakan bahkan sudak dikenal sejak zaman Hindia Belanda dahulu melalui Onteigenings Ordonnatie.

Undang-undang Pokok Agraria sendiri melalui Pasal 16, memberikan landasan hokum bagi pengambilan tanah hak ini dengan menentukan bahwa untuk kepentingan umum, termasuk kepentingan kepentingan bangsa dan Negara serta kepentingan bersama dari rakyat, hak-hak atas tanah dapat dicabut dengan

92 Bernhard Limbong, Op.Cit, hal 155

Referensi

Dokumen terkait

farhadi, M.Si : “Nah manfaatnya itu bisa untuk memotivasi anak didik kita, dengan menggunakan reward dan punishment hal tersebut merupakan strategi yang sesuai dan berguna

‫بسم الله الرحمن الرحي‬ Segala puji syukur selalu kita panjatkan kepada Allah yang senantiasa memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita sehingga atas rahmat

Penelitian dengan teknik observasi atau pengamatan dilakukan secara langsung di lapangan tepatnya di lokasi habitat bertelur burung Mamoa (Eulipoa wallecei) yang berada

Sebaik apapun penyampaian implementor kepada kelompok sasaran, jika tidak ditunjang dengan sumber daya yang memadai maka implementasi tidak akan berjalan

Yang manakah antara berikut, berkaitan dengan kepentingan sumber dalam rajah di atas. I Habitat

Tingginya perban- dingan % radioaktivitas pada sistim ekskresi (ginjal dan kandung kemih) terhadap organ organ lain menunjukkan sifat farmakokinetika yang

Penyebaran industri mutiara ini semakin meluas hampir keseluruh wilayah Indonesia, tidak hanya terbatas pada daerah yang merupakan habitat asli kerang mutiara tersebut, tetapi

Prinsip kerja dari percobaan ini adalah sejumlah tertentu sampel teh dilarutkan dalam air mendidih dan Natrium karbonat, kemudian diekstraksi dengan menggunakan diklorometan