• Tidak ada hasil yang ditemukan

EFEKTIVITAS EMPATHY TRAINING UNTUK MENINGKATKAN EMPATI PADA REMAJA AWAL PELAKU BULLYING

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "EFEKTIVITAS EMPATHY TRAINING UNTUK MENINGKATKAN EMPATI PADA REMAJA AWAL PELAKU BULLYING"

Copied!
214
0
0

Teks penuh

(1)EFEKTIVITAS EMPATHY TRAINING UNTUK MENINGKATKAN EMPATI PADA REMAJA AWAL PELAKU BULLYING. Tesis Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Psikologi Profesi. Program Studi Magister Psikologi Profesi Minat Utama Psikologi Klinis Anak. Diajukan oleh:. Putri Wahyuni 137029020. PROGRAM STUDI MAGISTER PSIKOLOGI PROFESI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2017. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(2) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(3) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(4) KATA PENGANTAR. Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan karunia dan kekuatan bagi penulis dalam penyelesaian tesis yang berjudul “Efektivitas Empathy Training Untuk Meningkatkan Empati Pada Remaja Awal Pelaku Bullying”. Tesis ini diajukan untuk memperoleh gelar Magister Psikologi Profesi di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara. Tesis ini dipersembahkan kepada orang tua tercinta, Ayahanda Alm. Jamaluddin, M.Ali dan Ibunda Hj. Ailidar, yang selama ini telah memberikan kasih sayang, doa dan dukungan baik secara materi dan moril serta kesabaran sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada suami tercinta, drg. Muhammad Qadri yang telah memberi perhatian, doa, dan dukungan baik secara materi dan moril selama penulis menyelesaikan pendidikan ini. Penulis menyadari bahwa tesis ini tidak akan terwujud tanpa bantuan dari banyak pihak, untuk itu penulis juga mengucapkan terima kasih kepada: 1. Bapak Zulkarnain, Ph.D, Psikolog selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara dan dosen pembimbing pertama. Terima kasih atas segala ilmu, bimbingan, perhatian, dan kesediaan Bapak dalam meluangkan waktu bagi penulis selama penyusunan tesis ini. Bimbingan melalui email merupakan terobosan yang memudahkan peneliti dalam proses bimbingan. 2. Ibu Raras Sutatminingsih, Ph.D., Psikolog selaku Ketua Program Studi Magister Profesi Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(5) 3. Ibu Ade Rahmawati, M.Psi, Psikolog selaku dosen pembimbing kedua yang juga telah meluangkan waktu dan pemikiran dalam proses penyusunan tesis ini. 4. Ibu Eka Ervika, M.Si, Psikolog selaku dosen penguji. Terima kasih karena telah bersedia meluangkan waktu untuk menguji dan memberikan masukan serta saran yang sangat berarti bagi penyempurnaan tesis ini. 5. Ibu Debby Anggraini, M.Psi., Psikolog selaku ketua Departemen Klinis Anak Magister Psikologi Profesi Universitas Sumatera Utara. 6. Seluruh Dosen Program Studi Magister Psikologi Profesi Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmu dan pendidikan kepada peneliti selama mengikuti pendidikan Magister Psikologi Profesi. 7. Seluruh staf dan Pegawai Sekretariat Program Studi Magister Psikologi Profesi Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara yang telah membantu saya selama ini. 8. Bapak Abdullah, S.Pd selaku kepala sekolah SMP “X” yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian di lingkungan SMP “X” dan Ibu Sawiyah, S.Pd yang telah banyak membantu peneliti selama melakukan penelitian. 9. Fatmawati, S.Psi., B.Psych (Hons), M.Sc selaku fasilitator dalam penelitian ini. Terimakasih atas waktu, tenaga, dan usaha atas pelaksanaan penelitian ini. 10. Seluruh subjek penelitian yang telah bersedia berperan serta dalam penelitian. Semoga pelatihan yang telah diberikan dapat membantu dan bermanfaat. 11. Zurratul Muna yang sungguh sangat luar biasa memberikan kasih sayang, doa, bantuan, perhatian, dan motivasi yang tiada henti-hentinya buat penulis.. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(6) 12. Sahabat-sahabat seperjuangan Magister Psikologi Profesi Kekhususan Psikologi Klinis Anak, Angkatan 2013; Muna, Kak Rety, Sara, Kak Stevie, Kak Dini, Bang Surya. Terima kasih atas kebersamaan, diskusi, dukungan dan semangat yang kita bagi bersama selama proses pendidikan ini berlangsung. 13. Pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah memberikan bantuan dalam penyelesaian tesis ini. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak kekurangan dalam tesis ini. Oleh karenanya penulis mengharapkan adanya masukan dan saran yang sifatnya membangun dari semua pihak, guna menyempurnakan tesis ini. Akhir kata, penulis berharap semoga Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan yang telah diberikan kepada penulis dan semoga tesis ini bermanfaat.. Medan, 9 November 2017 Penulis. Putri Wahyuni. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(7) DAFTAR ISI. Halaman HALAMAN JUDUL............................................................................................ i. HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................. ii HALAMAN PERNYATAAN ............................................................................ iii KATA PENGANTAR ........................................................................................ iv DAFTAR ISI ...................................................................................................... vii DAFTAR TABEL .............................................................................................. xii DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xv ABSTRAK ......................................................................................................... xviii. BAB I. PENDAHULUAN .............................................................................. 1. A. Latar Belakang Masalah .............................................................. 1. B. Rumusan Masalah ...................................................................... 11 C. Tujuan Penelitian ....................................................................... 11 D. Manfaat Penelitian ..................................................................... 12 E. Sitematika Penulisan ................................................................... 13. BAB II. LANDASAN TEORI ....................................................................... 14 A. Bullying ...................................................................................... 14 1. Pengertian Bullying ............................................................... 14 2. Bentuk-bentuk Bullying ........................................................ 16 3. Dampak Bullying ................................................................... 17 4. Pelaku Bullying ..................................................................... 20. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(8) 5. Karakteristik Pelaku Bullying ............................................... 21 6. Faktor-faktor yang Menyebabkan Seseorang Melakukan Bullying di Sekolah ............................................................... 22 B. Empati ......................................................................................... 26 1. Pengertian Empati ................................................................... 26 2. Komponen-komponen Empati ................................................ 27 3. Aspek-aspek Empati................................................................ 28 4. Perkembangan Empati ............................................................ 31 5. Karakteristik Individu yang Berempati Tinggi ....................... 32 6. Empati pada Pelaku Bullying .................................................. 32 C. Empathy Training ......................................................................... 33 1. Pengertian Empathy Training ................................................. 33 2. Tujuan Empathy Training ....................................................... 34 3. Teknik Empathy Training ....................................................... 35 D. Remaja........................................................................................... 36 1. Pengertian Remaja .................................................................. 36 2. Karakteristik Remaja Awal ..................................................... 37 3. Tugas Perkembangan Remaja ................................................. 42 4. Tahapan Penalaran Moral ....................................................... 43 E. Empathy Training untuk Meningkatkan Empati pada Remaja Awal Pelaku Bullying .................................................................. 45 F. Hipotesis ....................................................................................... 51 BAB III. METODE PENELITIAN ................................................................... 52. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(9) A. Jenis Penelitian .............................................................................. 52 B. Variabel Penelitian ........................................................................ 53 C. Definisi Operasional Variabel Penelitian ...................................... 54 1. Empati ..................................................................................... 54 2. Empathy Training ................................................................... 54 D. Populasi dan Subjek Penelitian ..................................................... 55 1. Populasi Penelitian .................................................................. 55 2. Subjek Penelitian..................................................................... 56 E. Rancangan Penelitian .................................................................... 56 F. Instrumen Penelitian dan Metode Pengumpulan Data .................. 57 1. Instrumen Penelitian................................................................ 57 2. Metode Pengumpulan Data ..................................................... 58 G. Prosedur Penelitian........................................................................ 59 1. Tahap Persiapan Penelitian ..................................................... 59 a. Penyusunan Skala Bullying ............................................... 59 b. Penyusunan Skala Empati ................................................. 60 c. Perizinan............................................................................ 62 d. Uji coba Skala Empati ....................................................... 62 e. Hasill uji coba Skala Empati ............................................. 64 f. Penyusunan norma kategorisasi skor Skala Empati .......... 66 g. Penyusunan modul empathy training ................................ 68 h. Uji coba dan evaluasi modul empathy training................. 78 i. Seleksi subjek penelitian ................................................... 78 j. Penyusunan rancangan eksperimen .................................. 79. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(10) 2. Tahap Pelaksanaan Penelitian ................................................. 80 H. Metode Analisa Data ..................................................................... 81. BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ................................... 83 A. Deskripsi Subjek Penelitian .......................................................... 83 B. Waktu dan Tempat Intervensi ....................................................... 83 C. Hasil Penelitian ............................................................................. 84 1. Deskripsi. Data. Penelitian. dan. Kategorisasi. Subjek. Penelitian ................................................................................. 84 2. Deskripsi dan Kategorisasi Data Penelitian Peraspek ............. 88 a. Aspek Self Empathy .......................................................... 88 b. Aspek Accepting Others .................................................... 90 c. Aspek Accurate Listening ................................................. 91 d. Aspek Perspective Taking ................................................. 93 3. Penjabaran Intervensi Empathy Training ................................ 95 a. Pertemuan I ....................................................................... 95 b. Pertemuan II ...................................................................... 97 c. Pertemuan III..................................................................... 98 d. Pertemuan IV .................................................................. 100 4. Hasil Analisis Data Kelompok .............................................. 101 5. Hasil Analisis Data Individual .............................................. 102 a. Subjek 1........................................................................... 103 b. Subjek 2........................................................................... 105 c. Subjek 3........................................................................... 108. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(11) d. Subjek 4........................................................................... 110 e. Subjek 5........................................................................... 113 f. Subjek 6........................................................................... 115 g. Subjek 7........................................................................... 118 h. Subjek 8........................................................................... 120 i. Subjek 9........................................................................... 123 j. Subjek 10......................................................................... 125 k. Subjek 11......................................................................... 128 l. Subjek 12......................................................................... 130 m. Subjek 13......................................................................... 133 n. Subjek 14......................................................................... 136 o. Subjek 15......................................................................... 138 D. Pembahasan ................................................................................. 141 E. Keterbatasan Penelitian ............................................................... 151. BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................... 152 A. Kesimpulan ................................................................................. 152 B. Saran ............................................................................................ 152. DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 156. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(12) DAFTAR TABEL. Halaman Tabel 1. Pretest post test control group design .................................................... 57 Tabel 2. Blue print Skala Empati sebelum uji coba .............................................. 62 Tabel 3. Blue print Skala Empati setelah uji coba ................................................ 66 Tabel 4. Blue print penomoran aitem yang baru Skala Empati ............................ 66 Tabel 5. Deskripsi data penelitian ......................................................................... 67 Tabel 6. Norma kategorisasi subjek penelitian ..................................................... 67 Tabel 7. Kategorisasi empati subjek penelitian..................................................... 68 Tabel 8. Rincian modul ......................................................................................... 69 Tabel 9. Hasil seleksi subjek penelitian berdasarkan skor skala ........................... 79 Tabel 10. Jadwal pertemuan empathy training ..................................................... 81 Tabel 11. Karakteristik subjek berdasarkan usia................................................... 83 Tabel 12. Karakteristik subjek berdasarkan pendidikan ....................................... 83 Tabel 13. Karakteristik subjek berdasarkan jenis kelamin.................................... 83 Tabel 14. Deskripsi data penelitian ....................................................................... 84 Tabel 15. Statistik deskriptif kelompok eksperimen dan kontrol ......................... 85 Tabel 16. Deskripsi skor pretest dan posttest variabel empati pada kelompok eksperimen ............................................................................................ 85 Tabel 17. Deskripsi skor pretest dan posttest variabel empati pada kelompok kontrol ................................................................................................... 87 Tabel 18. Deskripsi data hasil penelitian aspek self empathy ............................... 88 Tabel 19. Deskripsi skor posttest aspek self empathy pada kelompok eksperimen ............................................................................................ 89 Tabel 20. Deskripsi data hasil penelitian aspek self empathy ............................... 90. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(13) Tabel 21. Deskripsi skor posttest aspek accepting others pada kelompok eksperimen ............................................................................................ 91 Tabel 22. Deskripsi data hasil penelitian aspek accurate listening ...................... 91 Tabel 23. Deskripsi skor posttest aspek accurate listening pada kelompok eksperimen ............................................................................................ 93 Tabel 24. Deskripsi data hasil penelitian aspek perspective taking ...................... 93 Tabel 25. Deskripsi skor posttest aspek perspective taking pada kelompok eksperimen ............................................................................................ 94 Tabel 26. Statistik deskriptif kelompok eksperimen dan kontrol ......................... 101 Tabel 27. Hasil uji komparatif (Wilcoxon) kelompok eksperimen dan kontrol .... 102 Tabel 28. Rangkuman skor Skala Empati subjek 1............................................... 104 Tabel 29. Rangkuman skor Skala Empati subjek 2............................................... 106 Tabel 30. Rangkuman skor Skala Empati subjek 3............................................... 109 Tabel 31. Rangkuman skor Skala Empati subjek 4............................................... 111 Tabel 32. Rangkuman skor Skala Empati subjek 5............................................... 114 Tabel 33. Rangkuman skor Skala Empati subjek 6............................................... 116 Tabel 34. Rangkuman skor Skala Empati subjek 7............................................... 119 Tabel 35. Rangkuman skor Skala Empati subjek 8............................................... 121 Tabel 36. Rangkuman skor Skala Empati subjek 9............................................... 124 Tabel 37. Rangkuman skor Skala Empati subjek 10............................................. 126 Tabel 38. Rangkuman skor Skala Empati subjek 11............................................. 129 Tabel 39. Rangkuman skor Skala Empati subjek 12............................................. 131 Tabel 40. Rangkuman skor Skala Empati subjek 13............................................. 134 Tabel 41. Rangkuman skor Skala Empati subjek 14............................................. 139 Tabel 42. Rangkuman skor Skala Empati subjek 15............................................. 139. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(14) DAFTAR GAMBAR. Halaman Gambar 1.. Dasar teori pemberian empathy training untuk meningkatkan empati ............................................................................................ 51. Gambar 2.. Distribusi skor empati pada kelompok eksperimen ...................... 86. Gambar 3.. Distribusi skor empati pada kelompok kontrol ........................... 87. Gambar 4.. Kategorisasi subjek penelitian berdasarkan 4 aspek empati ...... 95. Gambar 5.. Perbandingan skor empati antara subjek 1 dengan mean kelompok empathy training ..................................................................................................... 103. Gambar 6.. Skor Skala Empati peraspek subjek 1 ..................................................................................................... 104. Gambar 7.. Perbandingan skor empati antara subjek 2 dengan mean kelompok empathy training ..................................................................................................... 106. Gambar 8.. Skor Skala Empati peraspek subjek 2 ..................................................................................................... 107. Gambar 9.. Perbandingan skor empati antara subjek 3 dengan mean kelompok empathy training ..................................................................................................... 108. Gambar 10.. Skor Skala Empati peraspek subjek 3 ..................................................................................................... 109. Gambar 11.. Perbandingan skor empati antara subjek 4 dengan mean kelompok empathy training. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(15) ..................................................................................................... 111 Gambar 12.. Skor Skala Empati peraspek subjek 4 ..................................................................................................... 112. Gambar 13.. Perbandingan skor empati antara subjek 5 dengan mean kelompok empathy training ..................................................................................................... 113. Gambar 14.. Skor Skala Empati peraspek subjek 5 ..................................................................................................... 114. Gambar 15.. Perbandingan skor empati antara subjek 6 dengan mean kelompok empathy training ..................................................................................................... 116. Gambar 16.. Skor Skala Empati peraspek subjek 6 ..................................................................................................... 117. Gambar 17.. Perbandingan skor empati antara subjek 7 dengan mean kelompok empathy training ..................................................................................................... 118. Gambar 18.. Skor Skala Empati peraspek subjek 7 ..................................................................................................... 119. Gambar 19.. Perbandingan skor empati antara subjek 8 dengan mean kelompok empathy training ..................................................................................................... 121. Gambar 20.. Skor Skala Empati peraspek subjek 8 ..................................................................................................... 122. Gambar 21.. Perbandingan skor empati antara subjek 9 dengan mean kelompok empathy training. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(16) ..................................................................................................... 123 Gambar 22.. Skor Skala Empati peraspek subjek 9 ..................................................................................................... 124. Gambar 23.. Perbandingan skor empati antara subjek 10 dengan mean kelompok empathy training ..................................................................................................... 126. Gambar 24.. Skor Skala Empati peraspek subjek 10 ..................................................................................................... 127. Gambar 25.. Perbandingan skor empati antara subjek 11 dengan mean kelompok empathy training ..................................................................................................... 128. Gambar 26.. Skor Skala Empati peraspek subjek 11 ..................................................................................................... 129. Gambar 27.. Perbandingan skor empati antara subjek 12 dengan mean kelompok empathy training ..................................................................................................... 131. Gambar 28.. Skor Skala Empati peraspek subjek 12 ..................................................................................................... 132. Gambar 29.. Perbandingan skor empati antara subjek 13 dengan mean kelompok empathy training ..................................................................................................... 134. Gambar 30.. Skor Skala Empati peraspek subjek 13 ..................................................................................................... 135. Gambar 31.. Perbandingan skor empati antara subjek 14 dengan mean kelompok empathy training. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(17) ..................................................................................................... 136 Gambar 32.. Skor Skala Empati peraspek subjek 14 ..................................................................................................... 137. Gambar 33.. Perbandingan skor empati antara subjek 15 dengan mean kelompok empathy training ..................................................................................................... 139. Gambar 34.. Skor Skala Empati peraspek subjek 15 ..................................................................................................... 140. Gambar 35.. Perbandingan mean (rerata) empati kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol ..................................................................................................... 142. Gambar 36.. Perbandingan mean skor pretest dan posttest ditinjau dari 4 aspek empati pada kelompok eksperimen ..................................................................................................... 142. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(18) EFEKTIVITAS EMPATHY TRAINING UNTUK MENINGKATKAN EMPATI PADA REMAJA AWAL PELAKU BULLYING Putri Wahyuni, Zulkarnain, dan Ade Rahmawati Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara ABSTRAK Salah satu bentuk kekerasan yang sering terjadi di sekolah adalah bullying sehingga mengakibatkan terbentuknya lingkungan sekolah yang kurang aman dan nyaman. Perilaku bullying dapat mengakibatkan berbagai permasalahan seperti terlibat dalam tindak kekerasan, perilaku antisosial, atau perilaku negatif lainnya. Penelitian ini bertujuan menguji efektifitas empathy training untuk meningkatkan empati pada remaja awal pelaku bullying. Empathy training dikembangkan berdasarkan 4 teknik empati yaitu self empathy, accepting others, accurate listening, dan perspective taking. Empathy training dilakukan pada siswa pelaku bullying di SMP “X” Kota Banda Aceh. Disain penelitian menggunakan between group/pretest-posttest control group design dan data dikumpulkan dengan Skala Empati. Hasil analisis data menunjukkan bahwa empathy training efektif untuk meningkatkan empati pada remaja pelaku bullying. Studi ini juga menunjukkan adanya penurunan perilaku bullying dan pelaku memiliki insight berupa kesadaran bahwa menjadi korban bullying ternyata sangat tidak menyenangkan. Implikasi penelitian ini adalah partisipan dapat mempertahankan insight yang telah didapatkan melalui empathy training, sehingga tidak lagi melakukan tindakan bullying dan dapat bersosialisasi dengan lebih baik dengan teman-temannya.. Kata Kunci : empathy training, empati, pelaku bullying. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(19) THE EFFECTIVENESS OF EMPATHY TRAINING IN ENHANCING THE EMPATHY AMONG EARLY ADOLESCENTS BULLIES. Putri Wahyuni, Zulkarnain, dan Ade Rahmawati Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara ABSTRACT. One of the most frequent forms of violence in schools is bullying, resulting the creation of a less secure and comfortable school environment. Bullying behavior can lead to many problems such as engaging in violence, antisocial behavior, or other negative behaviors. This study aimed to examine the effectiveness of empathy training to improve empathy in early adolescents bullies. Empathy training was developed based on four empathy techniques, namely self empathy, accepting others, accurate listening, and perspective taking. Empathy training was conducted among bullies students in SMP "X" Banda Aceh City. The study design used was between grouppretest-posttest control group design and data was gathered through Empathy Scale. The results of data analysis showed that empathy training was effective to increase empathy in early adolescents bullies. This study also indicated a decrease in bullying behavior and bullies has an insight in the form of awareness that being a victim of bullying is very unpleasant. The implication of this research was that participants can maintain the insight that has been obtained through empathy training, so that no longer do bullying and can socialize better with their friends.. Keywords: empathy training, empathy, bullies. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(20) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(21) BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan periode transisional panjang diantara masa kanak-kanak ke masa dewasa yang terjadi pada rentang kehidupan manusia (Papalia & Olds, 2008). Masa remaja disebut sebagai masa transisi dimana terjadinya banyak perubahan pada diri remaja tersebut seperti sisi biologis, kognitif, dan sosio-emosional. Perubahan tersebut terjadi secara simultan dengan perubahan lain yang terjadi di keluarga dan sekolah sehingga dapat menimbulkan permasalahan (Papalia & Olds, 2008).. Santrock (2007) mengatakan bahwa. permasalahan yang biasanya timbul adalah penggunaan alkohol, minuman keras, kenakalan, serta bentuk-bentuk lain dari perilaku yang dianggap maladaptif oleh orang dewasa. Permasalahan yang dialami remaja tersebut dapat berdampak pada munculnya permasalahan lain salah satunya adalah dalam hal kekerasan di sekolah (Hurlock, 1999). Aluede (2011) mengatakan di sekolah dapat terbentuk berbagai kekerasan seperti adanya kelompok-kelompok geng di sekolah, pencurian, penganiayaan, intimidasi, bullying, dan lain sebagainya. Ong & Linfor (2003) juga mengatakan bahwa salah satu bentuk kekerasan yang sering terjadi di sekolah adalah bullying. Selanjutnya Milsom & Gallo (2006) juga menekankan bahwa bullying terjadi pada laki-laki dan perempuan serta memuncak pada akhir masa kanakkanak/remaja awal. Selain itu Lines (2008) juga mengatakan bahwa perilaku. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(22) bullying dapat terjadi di banyak bidang kehidupan sosial, termasuk sekolah, keluarga, dan tempat kerja. Bullying bertambah setiap harinya dan terjadi di semua belahan dunia (Craig, et.al, 2009). Seperti di Amerika, bullying menjadi masalah yang umumnya terjadi di sekolah. Hasil penelitian yang dilakukan Wang, Iannotti, & Nansel (2009) terhadap 7.182 remaja tingkat 6 sampai 10 di Amerika pada tahun 2005 menunjukkan bahwa setidaknya 1 kali dalam rentang waktu 2 bulan sebanyak 20,8% siswa terlibat dalam physical bullying, 53,6% siswa terlibat dalam verbal bullying, 51,4% siswa terlibat dalam relational bullying, dan 13,6% siswa terlibat dalam cyberbullying. Penelitian cross-sectional juga dilakukan di Nigeria, Afrika Barat pada siswa tingkat 10 dan 11 yang menunjukkan bahwa lebih dari setengah sampel (56,8%) telah menjadi korban bullying dalam satu bulan terakhir (Adeosun, Adegbohun, Jejeloye, Oyekunle, Ogunlowo, & Pedro, 2015). Bullying tidak hanya terjadi di luar negeri saja, tetapi juga telah marak terjadi di Indonesia. KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia) mendata bahwa anak sebagai pelaku bullying di sekolah Indonesia mengalami kenaikan dari 67 kasus pada tahun 2014 menjadi 79 kasus pada tahun 2015 termasuk wilayah Aceh (News Republika, 2015). KPAI juga mendata bahwa kasus bullying menduduki peringkat teratas pengaduan masyarakat dimana pada tahun 2011 hingga Agustus 2014, tercatat sebanyak 369 pengaduan terkait masalah bullying. Jumlah itu sekitar 25% dari total pengaduan di bidang pendidikan sebanyak 1.480 kasus. Bullying yang disebut KPAI sebagai bentuk kekerasan di sekolah, mengalahkan tawuran pelajar, diskriminasi pendidikan, ataupun aduan pungutan liar (Setyawan,. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(23) 2014). KPAI juga mencatat secara nasional terjadi peningkatan jumlah anak yang menjadi pelaku bullying (Sulis, 2016). Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, Yayasan Sejiwa, dan LSM PLAN Indonesia pada tahun 2008 terhadap remaja di tiga kota besar, yakni di Jakarta, Surabaya dan Yogyakarta juga menemukan sekitar 67% dari 1500 remaja yang dijadikan responden pernah mengalami bullying di sekolahnya (Sejiwa, 2008). Begitu pula dengan penelitian yang dilakukan oleh Adilla (2009) terhadap remaja tingkat 8 di SMPN Jakarta juga menemukan bahwa hampir semua responden pernah melakukan tindakan bullying sesama pelajar. Perilaku bullying yang sering dilakukan adalah perilaku mengolok-olok (83,6%) dan membicarakan keburukan seseorang (76,5%). Beberapa tahun terakhir kasus bullying juga cukup marak diberitakan di media, misalnya kasus bullying yang terbukti dengan beredarnya video kekerasan oleh sejumlah siswa yang terjadi di salah satu sekolah dasar swasta di Kota Bukit Tinggi, Sumatera Barat. Dalam video yang diunggah di jejaring youtube tersebut tampak seorang siswi berpakaian seragam SD dan berjilbab sedang berdiri di pojok ruangan. Sementara beberapa siswa termasuk siswi lainnya secara bergantian melakukan pemukulan dan tendangan. Siswi yang menjadi korban kekerasan tersebut tampak tidak berdaya/pasrah dan menangis karena menerima perlakuan kasar teman-temannya tersebut. Terdapat juga siswa yang tertawa-tawa sambil menghadap kamera dan terdengar pula ungkapan dalam bahasa minang yang meminta agar aksi tersebut dihentikan di sela-sela penyiksaan (Setyawan, 2014). Hal tersebut menunjukkan bahwa siswi yang menjadi korban mendapatkan physical bullying berupa pemukulan dan tendangan dari teman-teman sekolahnya.. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(24) Lalu di Tangerang juga terjadi kasus bullying yang dialami anak berusia 6 tahun oleh teman sekolahnya pada pertengahan September 2015. Kasus bullying tersebut mengakibatkan trauma berat pada diri korban dan dari hasil pemeriksaan (medis) terbukti bahwa dirinya mengalami infeksi saluran kencing (Meisa, 2015). Kasus bullying lain terjadi di Lampung dan bahkan terjadi di kalangan murid taman kanak-kanak (TK). Seorang murid menjadi korban bullying teman sekolahnya. Ia kerapkali di-bully dengan cara diejek, dikerjai, dicuri barangnya, dan dipalak (Sulis, 2016). Kasus bullying juga sering terjadi di Aceh. Salah satunya adalah kasus bullying yang dialami remaja di Aceh Besar. Remaja tersebut sering mengalami tindakan bullying oleh teman-temannya selama 1 tahun terakhir sampai akhirnya pada tanggal 27 September 2015 meninggal dunia. Penyebab remaja tersebut meninggal karena dianiaya oleh empat siswa laki-laki di dalam ruang kelas pada 16 September 2015 yang menandakan bahwa dirinya mengalami. physical. bullying.. Penganiayaan. yang. dilakukan. temannya. mengakibatkan dirinya sering muntah dan buang air besar darah hingga kondisinya makin memprihatinkan dan dimasukkan ke rumah sakit (Bakri, 2015). Peneliti juga melakukan studi pendahuluan ke SMP “X” di kota Banda Aceh. Rata-rata anak yang menjalani sekolah di SMP “X” adalah anak dengan latar belakang sosial ekonomi menengah ke bawah. Salah satu guru yang diwawancarai di SMP “X” mengatakan bahwa sering terjadi pemanggilan orang tua ke sekolah dikarenakan perilaku siswa-siswi yang sudah tidak dapat ditangani lagi oleh pihak sekolah akan tetapi hal tersebut tidak menghilangkan perilaku negatif yang dilakukan oleh murid. Salah satu bentuk perilaku negatif yang dilakukan oleh murid adalah bullying. Di SMP “X” bullies sering mengejek. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(25) nama anak yang di-bully atau nama orang tua, mencemooh, menghina, memaki atau bahkan mengancam untuk mau melakukan sesuatu yang diperintahkan. Ong & Linfor (2003) mengatakan bahwa contoh dari verbal bullying adalah mengejek, menggoda, name-calling, dan mengancam sehingga dapat dikatakan bahwa mengejek nama anak yang di-bully atau nama orang tua, mencemooh, menghina, memaki atau bahkan mengancam untuk mau melakukan sesuatu yang diperintahkan adalah contoh dari verbal bullying. Selain itu siswa sebagai bullies juga sering memprovokasi untuk menjauhi atau mengucilkan korbannya yang menurut Ong & Linfor (2003) perilaku tersebut dinamakan dengan relational bullying. Lalu bullies juga sering melakukan aksi memukul, menendang, mengancam melalui gestur (menunjukkan mata yang sinis, melotot atau simbolsimbol tangan), merusak barang orang yang di-bully juga kerapkali ditemui di dalam lingkungan sekolah baik pada laki-laki maupun perempuan. Menurut Storey & Slaby (2013) perilaku atau aksi tersebut termasuk ke dalam bentuk physical bullying. Perilaku bullying yang dilakukan oleh bullies terhadap korbannya mengakibatkan terbentuknya lingkungan sekolah yang kurang aman dan nyaman untuk siswa baik yang menjadi korban ataupun yang menyaksikan serta guru (Aluede, 2011). Selain terbentuknya lingkungan yang kurang aman dan nyaman di sekolah, secara individual perilaku bullying yang dilakukan oleh bullies dapat mengakibatkan remaja sebagai korban merasa cemas, merasa tidak mampu melawan atau melarikan diri, mempengaruhi kualitas tidur, merasa tidak memiliki sumber bantuan, merasa mendapatkan serangan secara tidak terduga (uncertainty), terjebak secara emosional atau fisik, merasa malu dan direndahkan, kehilangan. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(26) identitas (karena direndahkan dengan name-calling), dan ketakutan (Rivers, Duncan, & Besag, 2007; Messias, 2014; Zhou, 2015). Bila bullying berlanjut dalam jangka waktu yang lama, dapat mengakibatkan timbulnya depresi dan masalah kesehatan mental lainnya (Bannink, Broeren, Jansen, Waart, & Raat, 2014). Pada kasus yang lebih ekstrim, bullying dapat mengakibatkan remaja berbuat nekat, seperti membunuh atau melakukan tindakan bunuh diri (committed suicide) (Kitagawa, 2014; Messias, 2014; Roh, 2015). Perilaku bullying juga berdampak negatif pada diri pelaku. Lines (2008) mengatakan bahwa untuk pelaku bullying sendiri, ia juga dapat disebut sebagai “korban” yang perlu mendapatkan penanganan. Rivers, Duncan, & Besag (2007) mengatakan jika didiamkan tanpa penanganan anak atau remaja yang sudah terbiasa melakukan tindakan bullying akan memiliki kecenderungan untuk terlibat dalam tindak kekerasan, perilaku antisosial, atau perilaku negatif lainnya saat mereka beranjak dewasa. Sebuah penelitian membuktikan bahwa 60% remaja yang menjadi pelaku bullying di kelas 6-9 jika tidak ditangani sejak dini akan terlibat setidaknya 1 tindakan kriminal pada usia 24 tahun (Olweus, 1993). Banyaknya fenomena bullying yang terjadi dalam institusi pendidikan karena ada beberapa karakteristik siswa yang membuatnya rentan menjadi pelaku bullying yaitu suka mendominasi orang lain, suka memanfaatkan orang lain untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan, sulit melihat situasi dari sudut pandang orang lain, hanya peduli dengan kebutuhan dan kesenangan mereka sendiri, cenderung melukai remaja lain ketika tidak ada orang dewasa di sekitar mereka, dan memandang teman yang lebih lemah untuk dijadikan korban. Lalu Lines (2008) juga mengatakan pelaku bullying cenderung menggunakan kesalahan,. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(27) kritikan dan tuduhan yang keliru untuk memproyeksikan ketidakcakapan mereka kepada targetnya, tidak mau bertanggung jawab atas tindakannya, dan haus akan perhatian. Pelaku bullying juga tidak mampu membuat atau mempertahankan relasi yang lebih intim seperti pacaran, kurang kepedulian terhadap orang lain, secara emosional tidak dewasa, sering “moody”, cepat marah, tidak memiliki perasaan bersalah atau menyesal, kepekaan sosial yang rendah, kurang mampu bekerja sama, dan kurangnya empati (Rigby, 2002). Selain itu pelaku bullying memiliki tubuh yang lebih besar dan kuat dari rata-rata anak seusianya, agresif, impulsif, memiliki tingkat empati yang rendah dan biasanya kurang kepedulian pada orang lain (Rigby, 2007). Beberapa penelitian tersebut menunjukkan bahwa pelaku bullying memiliki empati yang kurang. Warden & Mackinnon (2003) mengatakan anak dengan perilaku pro sosial memiliki skor empati lebih tinggi dibandingkan anak sebagai pelaku bullying. Seseorang yang memiliki empati yang tinggi secara emosional akan mampu mengantisipasi dampak negatif yang timbul dari perilaku mereka sendiri terhadap orang lain sehingga akan mempertimbangkan perilaku mereka sebelum bertindak. Lain halnya dengan pelaku bullying yang memiliki empati yang rendah, dimana ia kurang mampu mengantisipasi dampak negatif dari perilaku yang ditimbulkannya sehingga cenderung mengulangi perilaku bullying-nya. Murphy & Banas (2009) juga mengatakan bahwa pelaku bullying memiliki empati yang kurang terhadap korbannya sehingga ia kurang mampu mengerti apa yang dirasakan oleh korbannya. Selain itu pelaku bullying juga memandang kekerasan sebagai hal yang baik atau positif sehingga terus mengulang perilaku bullying-nya. Penelitian tersebut didukung dengan penelitian yang disampaikan oleh Miller & Eisenberg. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(28) (1988) dan Jollife & Farrington (2004) bahwa terdapat hubungan antara rendahnya empati dengan banyaknya perilaku antisosial termasuk bullying. Hubungan tersebut ditemukan paling kuat pada remaja dan dewasa muda. Secara spesifik, empati dapat mengurangi perilaku agresif melalui dua komponen. Komponen pertama dari empati adalah kognitif yaitu kemampuan seseorang untuk mengambil perspektif orang lain sehingga dapat menghargai perspektif orang lain dan dapat mengerti atau memiliki toleransi terhadap posisi orang lain (Davis, 1994). Selain itu dengan kemampuan tersebut, seseorang dapat menganalisa alasan dan motif orang lain dalam bertindak sehingga akan dapat lebih mengerti dan menerima perilaku orang tersebut. Hal tersebut mengakibatkan seseorang akan mengurangi perilaku agresifnya terhadap orang lain. Selanjutnya Davis (1994) mengatakan komponen kedua dari empati adalah afektif. Dengan komponen afektif, seorang pelaku agresif dapat merasakan rasa sakit yang dirasakan korban sehingga dapat menimbulkan stres emosional. Lalu untuk mengurangi stres emosional yang dirasakannya maka pelaku agresif akan mengurangi perilaku agresifnya. Peneliti lain juga setuju bahwa pelaku bullying memiliki “cold cognition” (pemikiran yang dingin) yang menunjukkan bahwa pelaku bullying kurang mampu untuk memahami perasaan orang lain (Kaukiainen, etc, 1999). Hal tersebut menunjukkan bahwa pelaku bullying memiliki empati yang kurang terhadap korbannya. Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Velki (2012) terhadap siswa yang berusia 10 sampai dengan 16 tahun juga menunjukkan bahwa terdapat perbedaan level empati yang signifikan pada pelaku bullying, korban bullying, dan siswa yang tidak terlibat dalam bullying. Dimana pelaku bullying memiliki tingkat. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(29) empati yang lebih rendah dibandingkan korban bullying dan siswa yang tidak terlibat dalam bullying. Penelitian yang dilakukan Gini, Albiero, Benelli, & Altoe (2006) juga menunjukkan bahwa rendahnya tingkatan respon empati remaja berhubungan dengan keterlibatan remaja dalam perilaku mem-bully orang lain. Rivers, Duncan, & Besag (2007) mengatakan bahwa salah satu penanganan atau intervensi yang dapat diberikan untuk mengurangi perilaku bullying maka perlu diberikan program intensif untuk membantu pelaku bullying memahami sepenuhnya mengenai konsep empati dengan orang lain terutama korbannya. Ozkan (2009) juga mengatakan bahwa salah satu cara untuk mengurangi perilaku bullying dengan cara meningkatkan level empati pada diri pelaku bullying. Terdapat beberapa program empathy training yang telah diterapkan pada pelaku bullying. Program “cyberprogram 2.0 on “face-to-face” bullying, cyberbullying, and empathy” yang ditujukan pada 176 remaja di Spanyol dengan usia 13 sampai 15 tahun bertujuan untuk menurunkan perilaku bullying dengan cara meningkatkan level empati. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa pada kelompok eksperimen terjadi penurunan bullying dan cyberbullying dengan ditingkatkannya level empati. Akan tetapi hal tersebut tidak terjadi di kelompok kontrol (Garaigordobil & Valderrey, 2015). Selanjutnya empathy building program digunakan untuk mengurangi perilaku bullying juga diterapkan pada 172 remaja yang berusia 13-14 tahun yang menunjukkan bahwa subjek yang termasuk ke dalam kelompok eksperimen dilaporkan mengalami penurunan perilaku bullying secara signifikan dibandingkan kelompok kontrol terutama pada subjek perempuan (Stanbury, Bruce, Jain, & Stellern, 2009). Sahin (2012) juga meneliti efektifitas empathy training sebagai intervensi untuk mengurangi. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(30) bullying pada anak kelas 6 SD. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa perilaku bullying pada kelompok eksperimen menurun secara signifikan jika dibandingkan dengan kelompok kontrol. Selain itu juga didapatkan bahwa terjadi peningkatan level empati secara signifikan di kelompok eksperimen dibandingkan kelompok kontrol. Sullivan (2000) juga merekomendasikan empathy training untuk meningkatkan empati pada pelaku bullying sehingga pada akhirnya dapat menurunkan perilaku bullying. Macklem (2003) mengatakan khusus untuk membantu pelaku bullying dibutuhkan pembelajaran emosi dari dalam diri mereka sendiri dan orang lain agar mereka dapat lebih sadar sudut pandang orang lain. Happ dan Melzer (2014) mengatakan bahwa untuk meningkatkan empati, pelaku bullying diminta untuk dapat membayangkan apa yang orang lain rasakan pada situasi tertentu. Pelaku diminta untuk menempatkan diri pada posisi korban ketika di-bully sehingga pelaku dapat lebih merasakan dampak negatif dari bullying yang dilakukannya secara lebih akurat. Pada akhirnya para pelaku bullying yang telah mendapatkan intervensi empathy training dapat berempati dengan cara sadar dan paham terhadap perasaan (emosi) dan pikiran orang lain yang menjadi korban bullying (Davidson, Neale, & Kring, 2006). Cara ini akan mengubah persepsi pelaku bullying mengenai perilaku bullying dan juga mengurangi perilaku bullying (Happ & Melzer, 2014). Miller & Eisenberg (1988) selanjutnya mengatakan bahwa rendahnya intelegensi dapat menyebabkan rendahnya empati. Hal tersebut dikarenakan seseorang yang memiliki intelegensi yang rendah akan memiliki kemampuan yang rendah dalam memanipulasi konsep abstrak (simtom. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(31) dari rendahnya fungsi otak) sehingga dalam penelitian ini salah satu karakteristik subjek penelitian yang ditetapkan adalah memiliki intelegensi normal. Berdasarkan pemaparan fenomena, hasil studi pendahuluan, serta studi literatur yang dilakukan, salah satu cara dalam menurunkan tingkat bullying adalah meningkatkan empati melalui empathy training. Penelitian ini berfokus terhadap pelatihan untuk meningkatkan empati pada remaja awal yang ditujukan untuk meningkatkan kemampuan bereaksi terhadap perasaan orang lain dengan suatu respons emosional yang sama dengan perasaan-perasaan orang lain. Dengan ditumbuhkannya kemampuan empati, diharapkan pelaku bullying khususnya remaja menjadi lebih mampu merasakan emosi dari orang yang menjadi korban tindakan bullying yang dilakukannya.. B. Rumusan Masalah Berdasarkan fenomena latar belakang masalah, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah empathy training efektif untuk meningkatkan empati pada remaja awal pelaku bullying.. C. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang masalah penelitian di atas maka tujuan penelitian ini adalah untuk menguji efektivitas empathy training dalam meningkatkan empati pada remaja awal pelaku bullying.. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(32) D. Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Manfaat teoritis penelitian a. Penelitian ini diharapkan menjadi masukan dan sumber informasi bagi disiplin ilmu psikologi terutama di bidang psikologi pendidikan, khususnya mengenai gambaran efektivitas empathy training pada remaja dan memberikan gambaran kasus bullying yang terjadi pada siswa di sekolah khususnya di Banda Aceh. b. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan dasar pengetahuan dan masukan bagi peneliti lain yang ingin melakukan penelitian lanjutan mengenai empathy training dan bullying serta bagi peneliti yang ingin meneliti mengenai jenis masalah perilaku lainnya. 2. Manfaat praktis penelitian a. Penelitian ini diharapkan dapat membantu siswa pelaku bullying untuk meningkatkan empati mereka sehingga dengan perubahan tersebut dapat menjadi pencegahan dan penanganan terhadap perilaku bullying yang mereka lakukan dan pada akhirnya dapat menciptakan hubungan interpersonal yang lebih baik dengan teman maupun orang di sekitarnya serta dapat menciptakan suasana belajar yang aman dan nyaman. b. Penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi pada orangtua dan sekolah mengenai fenomena bullying dan salah satu upaya pencegahan dan penanganan yang dapat diberikan agar perilaku bullying berkurang adalah dengan meningkatkan empati pelaku bullying.. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(33) c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi atau bahan pertimbangan bagi para terapis yang ingin menerapkan empathy training pada siswa pelaku bullying. E. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan tesis ini terdiri dari lima bagian, yaitu: Bab I:. Pendahuluan Bab ini menguraikan tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.. Bab II :. Landasan Teori Bab ini menguraikan landasan teori yang mendasari variabel penelitian.. Bab III :. Metode Penelitian Bab ini berisi penjelasan mengenai variabel penelitian, defenisi operasional, subjek penelitian, metode pengumpulan data, prosedur penelitian dan metode analisa data.. Bab IV :. Hasil penelitian dan pembahasan Bab ini berisi mengenai hasil pelaksanaan intervensi serta pembahasan.. Bab V :. Kesimpulan dan saran Bab ini berisi kesimpulan penelitian dan saran baik untuk penelitian selanjutnya maupun saran praktis untuk subjek.. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(34) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(35) BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Bullying 1. Pengertian Bullying Besag (1989) mengatakan bahwa bullying adalah perilaku yang dapat didefinisikan sebagai serangan berulang secara fisik, psikologis, sosial maupun lisan oleh mereka yang dalam posisi berkuasa pada mereka yang tidak berdaya untuk menolak dengan tujuan menimbulkan kesusahan (distress) pada korban dan menimbulkan keuntungan pada mereka sebagai pelaku. Olweus (1993) juga mengatakan bullying merupakan suatu bentuk kekerasan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok anak dengan niat menyakiti atau mengganggu anak lain yang tidak dapat membela dirinya sendiri. Bullying terjadi ketika satu atau lebih individu terlibat dalam perilaku overt, agresif, permusuhan, kekerasan, menyakitkan, dan terus-menerus, yang disengaja dan dirancang untuk melukai dan menciptakan ketakutan dan kesusahan dalam satu atau lebih orang yang tampaknya tidak dapat mempertahankan diri dan memberikan beberapa tingkat kepuasan pada pelaku bully. Olweus (1993) menguraikan beberapa unsur yang terkandung dalam pengertian bullying yaitu; (1) niat untuk menyakiti (secara fisik, sosial, psikologis, emosional) atau menakut-nakuti, (2) terus-menerus diulang, (3) langsung (fisik dan verbal) atau tidak langsung (sosial dan relasional) perilaku dan (4) terjadi ketidakseimbangan kekuasaan. Hal senada juga disampaikan oleh Rigby (2002) bahwa bullying melibatkan keinginan untuk menyakiti, adanya tindakan. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(36) menyakiti,. ketidakseimbangan. kekuatan,. (biasanya). terjadi. pengulangan,. penyalahgunaan kekuatan dan kekuasaan, kepuasan pem-bully ditandai dengan kesenangan ketika melakukan tindakan agresif dan korban merasa tertindas. Storey & Slaby (2013) juga mengatakan bahwa bullying adalah bentuk pelecehan emosional atau fisik yang memiliki tiga karakteristik yaitu disengaja (adanya niat pem-bully untuk menyakiti seseorang), diulang (seoarang pem-bully sering menargetkan korban yang sama lagi dan lagi), adanya kekuatan tidak seimbang (seoarang pem-bully memilih korban yang ia anggap rentan). Selanjutnya Ong & Linfor (2003) juga mengatakan bahwa bullying adalah sebuah pola yang disengaja, negatif, menyakitkan, adanya tindakan agresif yang bermaksud untuk menggeser keseimbangan kekuatan fisik, emosional, dan sosial. Perilaku termotivasi oleh kebencian terhadap korban yang dimaksudkan untuk menimbulkan penderitaan secara emosional, fisik, atau menimbulkan kerusakan barang milik korban. Hal tersebut dapat dilakukan melalui intimidasi, pelecehan, penghinaan dengan mengejek, kekerasan atau acaman kekerasan. Kebencian pada pelaku bullying timbul karena terdapat permusuhan, perbedaan dalam ras, agama, gender, orientasi seksual dan adanya kecacatan pada diri korban. Lalu Donnelan (2006) juga mengatakan bahwa bullying terjadi ketika seseorang dengan sengaja menyakiti, melecehkan atau mengintimidasi orang lain. Lines (2008) selanjutnya menyatakan bahwa perilaku bullying adalah intimidasi melalui fisik, psikologis, sosial, verbal atau emosional secara terus-menerus oleh seorang individu atau kelompok. Contoh bullying seperti memukul atau “namecalling” yang membuat seseorang merasa marah, sakit hati atau kesal.. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(37) Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa bullying merupakan suatu bentuk perilaku mengganggu, menyakiti, melecehkan atau mengintimidasi yang dengan sengaja dilakukan dan secara berulang-ulang oleh seseorang atau sekelompok orang yang dalam posisi berkuasa terhadap orang lain yang dianggap lemah atau rentan, dan bertujuan untuk menimbulkan kesusahan (distress) atau untuk melukai korban secara fisik, psikologis, atau sosial sehingga korban mengalami kesulitan dalam membela dirinya sendiri. Kepuasan pem-bully ditandai dengan kesenangan ketika melakukan tindakan agresif dan korban merasa tertindas.. 2. Bentuk-bentuk Bullying Storey & Slaby (2013) mengatakan bahwa terdapat tiga tipe utama dari bullying yaitu; a. Verbal bullying seperti berteriak dan name calling. Coloroso & Barbara (2006) mengatakan bahwa dari ketiga jenis bullying, bullying dalam bentuk verbal adalah salah satu jenis yang paling mudah dilakukan, kerap menjadi awal dari perilaku bullying yang lainnya serta dapat menjadi langkah pertama menuju pada kekerasan yang lebih jauh. Ong & Linfor (2003) menyebutkan bahwa contoh dari verbal bullying adalah mengejek, menggoda, name-calling, dan tindakan mengancam. b. Physical bullying. Bullying secara fisik yang termasuk jenis ini adalah memukuli, mencekik, menyikut, meninju, menendang, menggigit, mencakar, serta meludahi anak yang ditindas hingga ke posisi yang menyakitkan, merusak serta menghancurkan barang-barang milik anak. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(38) yang tertindas. Kendati bullying jenis ini adalah yang paling tampak dan mudah untuk diidentifikasi, namun kejadian bullying secara fisik tidak sebanyak bullying dalam bentuk lain. Anak yang secara teratur melakukan bullying dalam bentuk ini kerap merupakan anak yang paling bermasalah dan cenderung beralih pada tindakan-tindakan kriminal yang lebih lanjut (Coloroso & Barbara, 2006). c. Relational bullying digunakan untuk mengasingkan atau menolak seorang teman atau bahkan untuk merusak hubungan persahabatan. Bullying secara relasional adalah pelemahan harga diri si korban secara sistematis melalui pengabaian, pengucilan, pengecualian atau penghindaran. Perilaku ini dapat mencakup sikap-sikap yang tersembunyi seperti pandangan yang agresif, lirikan mata, helaan nafas, bahu yang bergidik, cibiran, tawa mengejek dan bahasa tubuh yang kasar. Bullying secara relasional mencapai puncak kekuatannya di awal masa remaja, saat terjadi perubahan-perubahan fisik, mental, emosional dan seksual. Ini adalah saat ketika remaja mencoba untuk mengetahui diri mereka dan menyesuaikan diri dengan teman-teman sebaya. Ong & Linfor menyebut relational bullying ini sebagai psychological bullying.. 3. Dampak Bullying Dampak bullying dapat dibedakan menjadi tiga yaitu: a. Dampak bagi korban bullying Hasil penelitian yang dilakukan oleh Beckman (2013) menunjukkan bahwa perilaku bullying mengakibatkan timbulnya masalah kesehatan. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(39) psikosomatik pada korban. Masalah psikosomatik mengacu pada timbulnya masalah pada kondisi fisik yang disebabkan oleh keadaan psikologis seperti misalnya sakit perut, sakit kepala, dan merasa pusing. Hafen, Laursen, Nurmi, & Aro (2013) juga menunjukkan bahwa bullying berpengaruh pada penolakan terhadap sekolah dan rendahnya nilai akademik. Selain itu bullying juga berdampak pada timbulnya kejenuhan terhadap sekolah dan timbulnya masalah perilaku dan emosional lain. Selain itu Wolke, Lereya, Fisher, Lewis & Zammit (2014) & Wolke & Lereya (2015) menunjukkan bahwa bullying dapat mengakibatkan timbulnya gejala deperesi dan bunuh diri pada korban (usia 10 tahun sampai 18 tahun). Pada usia 18 tahun-50 tahun bullying dapat mengakibatkan timbulnya agorafobia, generalised anxiety, panic disorder, depresi, inflammation (tingginya kadar C-reactive protein (CRP)), adanya pengalaman psikotik seperti halusinasi dan delusi, serta memiliki hubungan pertemanan yang kurang baik. b. Dampak bagi pelaku Wolke & Lereya (2015) mengatakan bahwa pada pelaku yang berusia anak-anak sampai 17 tahun bullying dapat mengakibatkan timbulnya masalah perilaku delinquent, penyesuaian sekolah yang buruk, dan kekerasan dalam hubungan relasi yang lebih akrab seperti pacaran. Pada usia 18 tahun-50 tahun bullying dapat mengakibatkan timbulnya peningkatan resiko kekerasan, pelanggaran lalu lintas, kenakalan, agresivitas, impulsif, psikopati, serta terlibat dalam urusan kepolisian atau pengadilan dan tuntutan pidana yang serius. Selain itu pelaku bullying juga. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(40) terkait dengan penggunaan obat-obatan terlarang dan minuman keras. Pada usia yang lebih dewasa, pelaku bullying akan sulit dalam mempertahankan pekerjaan dan cenderung menjadi pengangguran. Pelaku bullying juga akan kesulitan dan memiliki masalah dalam mempertahankan hubungan pertemanan. Para pelaku bullying ini memiliki kebutuhan kuat untuk mendominasi orang lain dan kurang berempati terhadap targetnya. Apa yang diungkapkan tersebut sesuai dengan yang dikemukakan oleh Coloroso & Barbara (2006) bahwa siswa akan terperangkap dalam peran pelaku bullying, tidak dapat mengembangkan hubungan yang sehat, kurang cakap untuk memandang dari perspektif lain, tidak memiliki empati, serta menganggap bahwa dirinya kuat dan disukai sehingga dapat mempengaruhi pola hubungan sosialnya di masa yang akan datang. Dengan melakukan bullying, pelaku akan beranggapan bahwa mereka memiliki kekuasaan terhadap keadaan. Jika dibiarkan terus menerus tanpa intervensi, perilaku bullying ini dapat menyebabkan terbentuknya perilaku lain berupa kekerasan terhadap anak dan perilaku kriminal lainnya. c. Dampak bagi siswa lain yang menyaksikan bullying (bystanders) Jika bullying dibiarkan tanpa tindak lanjut, maka para siswa lain yang menjadi penonton dapat berasumsi bahwa bullying adalah perilaku yang diterima secara sosial. Dalam kondisi ini, beberapa siswa mungkin akan bergabung dengan penindas karena takut menjadi sasaran berikutnya dan beberapa lainnya mungkin hanya akan diam saja tanpa melakukan apapun dan yang paling parah mereka merasa tidak perlu menghentikannya (Wolke & Lereya, 2015). UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(41) 4. Pelaku Bullying Storey & Slaby (2013) mengatakan anak-anak mem-bully dalam berbagai cara. Sebagian besar anak-anak mem-bully melalui agresi fisik langsung (misalnya, memukul, mendorong, mencubit, atau melempar benda) atau agresi verbal langsung (misalnya, berteriak, mengancam) untuk mengambil mainan, membuat seseorang melakukan sesuatu terhadapnya, atau hanya untuk mengintimidasi atau mengganggu. Mereka juga dapat menggunakan bentukbentuk yang lebih halus atau tidak langsung dari agresi fisik, seperti menyembunyikan. mainan. favorit,. mengambil. barang. orang. lain,. atau. menghancurkan karya seni orang lain. Mereka mungkin menggunakan agresi relasional untuk mengabaikan atau mengasingkan anak lain dengan berbisik-bisik, atau menyebarkan desas-desus, atau mengatakan, "Anda tidak bisa bermain." Mereka mungkin mengisolasi target dengan melarikan diri dari korban. dan. mendorong korban agar tidak masuk dalam kelompok bermain. Anak-anak pembully mengidentifikasikan korban yang lemah, yang memiliki tidak banyak teman dan yang menanggapi bullying secara pasif. Pem-bully tahu bagaimana menyembunyikan perilaku bullying mereka dari orang dewasa atau dengan cepat menyalahkan korban dalam menanggapi pertanyaan orang dewasa. Selanjutnya Storey & Slaby (2013) mengatakan anak-anak pem-bully cenderung berteman dengan anak-anak lain yang juga pem-bully atau untuk mendorong anak-anak lain agar bergabung dalam permainan bullying mereka. Mereka mungkin menjadi pemimpin dalam kelompok sosial mereka, meskipun mereka juga cenderung kurang kooperatif dan memiliki keterampilan prososial yang kurang baik, seperti dalam hal membantu orang lain. Anak-anak pem-bully. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(42) dapat dengan mudah terlibat dalam pertengkaran dan perilaku disruptive yang dapat menyebabkan masalah dengan teman sekelas dan bahkan dikeluarkan dari sekolah. Jika tidak dikeluarkan, mereka dapat mengembangkan pola perilaku bullying yang lebih parah sampai ke SD, SMP, SMA dan seterusnya. Salah satu penanganan yang efektif pada anak-anak pem-bully adalah dengan mengembangkan keterampilan sosial, seperti kerja sama dan empati. Anak-anak yang terlibat dalam perilaku kerja sama akan membantu mereka agar lebih terlibat dalam kegiatan di kelompok anak seusianya. Anak-anak yang bisa berempati akan mengerti bahwa bullying adalah perilaku menyakitkan sehingga pada akhirnya mereka tidak begitu menyukai perilaku bullying dan bahkan akan membantu anak-anak yang menjadi korban bullying (Storey & Slaby, 2013).. 5. Karakteristik Pelaku Bullying Rigby (2002) mengatakan terdapat beberapa karateristik pada diri individu sehingga ia melakukan bullying, yaitu; a) Karakteristik afektif Karakteristik afektif yang dimiliki pelaku bullying adalah secara emosional tidak dewasa, tidak mampu membuat atau mempertahankan relasi yang lebih intim seperti pacaran, kurang kepedulian terhadap orang lain, sering “moody”, cepat marah, impulsif, tidak memiliki perasaan bersalah atau menyesal, kepekaan sosial yang rendah dan kurang mampu bekerja sama, dan kurangnya empati. b) Karakteristik kognitif Karakteristik kognitif yang dimiliki pelaku bullying adalah kurang memiliki pemahaman terhadap apa yang sedang dibicarakan, memiliki penilaian buruk. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(43) sehingga tidak bisa berpikir ke depan, memiliki memori selektif, kecenderungan paranoid, kurang mampu insight, sering berprasangka buruk, cepat dendam terhadap penghinaan ringan, tidak kreatif, memiliki kebutuhan kompulsif untuk mengendalikan orang lain, dan tidak bisa belajar dari pengalaman. c) Karakteristik kepribadian Karakteristik kepribadian yang dimiliki pelaku biasanya adalah agresif, suka menyindir, cepat marah, memiliki kedengkian, keji, jahat, licik, pandai menjilat, suka melecehkan atau meremehkan orang lain, tidak dapat dipercaya, pandai mengelak ketika disalahkan, narsis, serakah, suka berbuat curang, sombong, kejam, egois, tidak sensitif, pandai bersiasat, menipu, dan luar biasa energik (Rigby, 2002).. 6. Faktor-faktor yang Menyebabkan Seseorang Melakukan Bullying Olweus (1993) mengidentifikasikan tiga faktor penting yang memotivasi pem-bully untuk melakukan bullying, yaitu; 1) Adanya keinginan yang kuat untuk mengontrol orang lain; Hal ini adalah hal yang menjadi faktor utama anak mem-bully anak lain, karena hal ini menjadi dorongan langsung anak mem-bully anak lain. Mereka akan menargetkan anak yang secara fisik lebih kecil dari mereka, yang berpenampilan berbeda dari anak pada umumnya, atau anak yang terlihat sederhana diantara anak lainnya. Kebutuhan tersebut adalah alasan pem-bully untuk menargetkan agar korban tidak melawan kembali dan lebih tersakiti oleh perilaku dari pem-bully. Ketika korban menunjukkan ketakutan mereka, maka pem-bully akan merasa puas dan akan secara terus-menerus mem-bully anak tersebut.. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(44) 2) Faktor keluarga (pengalaman buruk di rumah yang menggiring anak untuk mau menyakiti anak lain); Penelitian menunjukkan bahwa pem-bully seringkali berasal dari keluarga yang kurang hangat dan kurang afeksi satu sama lainnya. Kebanyakan pem-bully memiliki orang tua yang tidak memberikan mereka contoh perilaku yang baik atau positif. Biasanya orang tua juga kurang memperhatikan (kurang disiplin dan terlalu permisif), terlalu keras, dan tidak konsisten. Hal tersebut mengakibatkan anak kurang mendapatkan supervisi sehingga anak sulit mempelajari mana perilaku yang diterima dan yang tidak. Anak juga cenderung menjadi pribadi yang impulsif, mudah frustasi, mudah marah, sulit untuk mematuhi peraturan dan melihat kekerasan sebagai hal yang baik. Orang tua pelaku bullying juga kurang mengajarkan cara untuk berempati, menghargai, berbuat baik pada orang lain, dan sensitif atau peka terhadap tindakan orang lain. Besag (1989) juga mengatakan bahwa gaya pengasuhan disiplin biasanya cenderung menghukum dengan menggunakan kekerasan. Gaya pengasuhan tersebut juga mengajarkan anak kurang berempati (mereka tidak berpikir atau memahami apa yang orang lain rasakan) dan dapat merusak kehangatan di dalam suatu hubungan. 3) Keinginan untuk mengambil uang atau menyuruh korban melakukan sesuatu untuknya. Hal tersebut adalah hal yang biasanya dilakukan ketika mem-bully orang lain. Penerimaan dari teman sebaya berpengaruh besar terhadap menetapnya perilaku bullying. Pem-bully mem-bullying karena mereka berpikir “bullying adalah hal yang keren” dan teman mereka melihat pem-bully sebagai seseorang yang kuat di lingkungan sekolah. Jika teman mereka tidak mendukung perilaku bullying, maka. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(45) bullying tidak akan berlanjut. Penelitian menunjukkan bahwa bullying juga dipengaruhi oleh pandangan budaya yang mengganggap menjadi kuat adalah hal yang baik dan diterima, walaupun harus menyakiti orang lain. Televisi, film, dan video games yang mempertontonkan manusia saling menyakiti berkontribusi terhadap terbentuknya bullying di sekolah.. Selanjutnya Ong & Linfor (2003) juga mengidentifikasikan beberapa faktor yang menyebabkan seseorang melakukan bullying di sekolah, yaitu; 1) Dinamika keluarga (bagaimana anggota keluarga berinterinteraksi satu sama lainnya) Dinamika keluarga adalah salah satu hal penting yang berpengaruh dalam pengajaran terhadap anak. Keluarga yang menggunakan bullying sebagai alat berhubungan atau berinteraksi mengajarkan anak bahwa bullying dapat diterima oleh orang lain dan cara seseorang untuk mendapatkan hal yang diinginkannya. Anak yang dibesarkan dalam keluarga yang terbiasa merendahkan, sarcasm, criticism, atau sering ditolak akan memiliki pandangan bahwa dunia atau lingkungannya kejam dan melihat bahwa “menyerang kembali” adalah satusatunya cara untuk menyesuaikan diri di lingkungan. Banks (1997) juga menyatakan bahwa telah banyak studi yang menunjukkan pelaku bullying dibesarkan dalam keluarga yang membiasakan hukuman fisik sebagai alat untuk menghukum anak. Selain itu anak-anak juga dibesarkan dalam keluarga yang kurang hangat, kurangnya keterlibatan orang tua, dan anak diajarkan bahwa dengan menyerang kembali secara fisik adalah cara untuk menangani masalah.. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(46) 2) Media Gambar dan pesan adalah cara lain yang mengakibatkan timbulnya bullying. Bullying dan kekerasan adalah hal yang sering dijadikan lelucon atau sebagai perilaku yang dapat diterima. Contoh media yang dapat menyebarkan bullying adalah “reality TV”, beberapa talk shows, “shock jocks” di radio, film-film terkenal, dan video games yang menggunakan embarrassment, humiliation, dan entertaiment merusak. Gambar kekerasan di media juga dapat mengakibatkan timbulnya kekerasan dan perilaku abusive di kehidupan nyata. 3) Norma peer (teman sebaya) Norma teman sebaya dapat secara aktif atau pasif dalam mempromosikan gagasan bahwa bullying bukan masalah besar sehingga biasanya teman sebaya akan diam dan membiarkan bullying terjadi. Keadaan tersebut membuat secara tidak langsung peer bersekongkol dengan pem-bully. Target yang dapat dijadikan korban biasanya akan mengabaikan dan menghindari pem-bully untuk melindungi diri mereka sendiri. Terkadang baik pem-bully dan bystander percaya bahwa bullying dapat mengajarkan korban bagaimana harus bersikap dalam norma peer. 4) Teknologi Melalui teknologi dunia maya pem-bully dapat melakukan aksi bullying. Dengan menggunakan internet untuk berkomunikasi dan bersosialisasi, pem-bully dapat mengirimkan gambar, pesan, kata-kata kotor yang menyakitkan dan mengancam. Pada saat tersebut pem-bully juga ingin mendapatkan perhatian dari bystander. 5) Budaya sekolah. Budaya sekolah dapat memberikan kontribusi atau menumbuhkan perilaku bullying jika komunitas sekolah memilih untuk mengabaikan tanda-tanda jelas. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(47) terkait bullying. Tindakan yang sengaja menyakitkan dapat dengan mudah mempengaruhi siswa dan keamanan di sekolah.. B. Empati 1. Pengertian Empati Empati secara harfiah diartikan sebagai kemampuan untuk merasakan apa yang orang lain rasakan (Zax & Cowen, 1972). Davis (1983) menyatakan bahwa empati merupakan suatu reaksi individu pada saat ia mengamati pengalaman orang lain. Selanjutnya Rogers (1985) mengatakan cara berempati dengan orang lain memiliki beberapa aspek termasuk menjadi sensitif secara berangsur-angsur untuk merasakan perubahan perasaan pada orang lain, seperti perasaan takut, sakit, marah, bingung, atau apa pun yang orang lain rasakan. Hal tersebut berarti menyamakan persepsi dengan orang lain tanpa membuat penilaian; ini juga berarti pemaknaan dari indera lain secara hampir tidak sadar. Keadaan demikian termasuk berkomunikasi melalui penginderaan dengan orang lain. Keadaan tersebut melatih keakuratan penginderaan seseorang terhadap orang lain dan dipandu oleh respon yang diterima orang tersebut. Eisenberg & Miller (1987) mendefinisikan bahwa empati sebagai bagian dari perasaan yang berasal dari keprihatinan akan kondisi emosi orang lain. Empati mencakup kemampuan merasakan perasaan yang sama akan berbagai macam emosi orang lain. Lalu Eisenberg & Fabes (1989) mengemukakan bahwa empati adalah kemampuan merasakan perasaan ini membuat seseorang yang berempati seolaholah mengalami sendiri peristiwa yang dialami oleh orang lain. Apabila ia seorang pelaku bullying, ia akan mampu mengendalikan diri untuk tidak melakukan. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(48) tindakan bullying karena ia menyadari melakukan tindakan bullying akan berdampak negatif pada korbannya. Pendapat senada juga dikemukakan oleh Koestner & Weinberger (1990) yang mengartikan empati sebagai kemampuan untuk menempatkan diri dalam perasaan atau pikiran orang lain tanpa harus secara nyata terlibat dalam perasaan atau tanggapan orang tersebut. Barlow & Durand (2005) mengartikan empati sebagai pemahaman simpati individu dari sudut pandang dunia. Lalu Trull (2005) menyatakan empati mengacu pada kepekaan terhadap kebutuhan, perasaan, dan keadaan orang lain sehingga orang tersebut merasa dimengerti. Davidson, Neale, & Kring (2006) mengatakan bahwa empati adalah kesadaran dan pemahaman terhadap perasaan dan pikiran orang lain. Selanjutnya Kring, Johnson, Davidson, & Neale (2010) mengatakan empati adalah kesadaran untuk menilai secara akurat terhadap emosi orang lain. Dari beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa empati merupakan kepekaan kesadaran dan pemahaman secara akurat seorang individu ketika mengamati pengalaman atau peristiwa yang dialami orang lain dalam hal kebutuhan, perasaan, pikiran, dan keadaan orang lain tanpa harus secara nyata terlibat dalam perasaan atau tanggapan orang tersebut.. 2. Komponen-komponen Empati Ada banyak bentuk reaksi yang mungkin terjadi setelah seseorang mengalami bermacam peristiwa. Para ahli membedakan respon empati menjadi dua komponen, yaitu kognitif dan afektif (Davis, 1983; Koestner & Weinberger, 1990). Davis (1983) menyatakan komponen kognitif dalam empati difokuskan pada proses intelektual untuk memahami perspektif orang lain dengan tepat, disini. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(49) diharapkan seseorang dapat membedakan emosi orang lain dan menerima pandangan mereka. Adapun komponen afektif merupakan kecenderungan seseorang untuk mengalami perasaan emosional orang lain.. Selanjutnya Mussen, John, & Kagan (1979) menyatakan ada tiga komponen empati yaitu; a. Kemampuan kognitif untuk membedakan perasaan b. Kemampuan untuk mengambil alih perspektif atau memahami pengalaman orang lain. c. Perasaan atau emosi yang timbul atau digerakkan dari dalam diri sendiri.. 3. Aspek-aspek Empati Rogers (1985) menyatakan bahwa dalam berempati dengan orang lain dibutuhkan kemampuan untuk dapat berempati terhadap diri sendiri (self empathy), penting untuk menunjukkan isyarat positif tanpa syarat (acceptance others), mendengarkan secara akurat (accurate listening), dan mampu melihat dari perspektif orang lain (perspective taking). Berikut penjelasan dari aspek empati menurut Rogers (1985); a) Self empathy Self empathy adalah kemampuan untuk dapat berempati terhadap diri sendiri. b) Acceptance others Acceptance others adalah penerimaan secara positif tidak bersyarat tanpa menghakimi orang lain, tetapi untuk menerima orang tersebut apa adanya baik sisi positif maupun negatifnya dan mengakui bahwa segala hal yang mereka. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(50) lakukan adalah ketentuan dari mereka sendiri. Menampilkan hal positif tanpa syarat terhadap orang lain adalah penting karena memberikan pemahaman bahwa orang tersebut juga penting seperti layaknya orang lain dan mereka lebih cenderung untuk berpikir bahwa “jika dia tidak menghakimi saya dan mengijinkan saya untuk diri saya sendiri, maka mungkin saya tidak menjadi orang yang aneh dan berpikir bahwa saya adalah saya”. Orang yang menerima hal positif tanpa syarat lebih mungkin menunjukkan hal tersebut terhadap diri mereka sendiri dan mulai lebih dapat berempati dengan diri mereka sendiri. c) Accurate listening Accurate listening adalah mendengarkan dengan sungguh-sungguh apa yang disampaikan oleh pembicara dan mampu mencerminkan perasaan dan pikiran dari pembicara secara akurat. Aspek ini merupakan aspek penting karena dengan accurate listening seseorang dapat berkomunikasi melalui indera dari perspektif orang lain dan membantu dirinya untuk memahami perasaan, pikiran, dan dapat memaknai diri mereka sendiri dan menjadi kesatuan dengan diri mereka sendiri. Hal tersebut pada akhirnya menyebabkan timbulnya kesadaran dan wawasan yang lebih luas. Selanjutnya dengan mendengarkan secara akurat dengan orang lain maka dapat menciptakan hubungan yang lebih baik dan mendalam. d) Perspective taking Perspective taking berarti kemampuan untuk memasuki dunia orang lain dan menyelami perasaan, pemikiran dan perkataan dari orang lain tersebut. Aspek ini penting karena dapat meningkatkan kemampuan untuk benar-benar memahami orang lain.. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(51) Davis (1983) menyatakan bahwa di dalam komponen kognitif dan komponen afektif masing-masing mempunyai dua aspek yaitu; komponen kognitif terdiri dari Perspective Taking (PT) dan Fantacy (FS), sedangkan komponen afektif meliputi Empathic Concern (EC) dan Personal Distress (PD). Keempat aspek tersebut mempunyai arti sebagai berikut: a. Perspective Taking (PT) Kecenderungan seseorang untuk mengambil sudut pandang psikologis orang lain secara spontan. Davis (1983) menekankan pentingnya kemampuan dalam perspective taking untuk perilaku non egosentrik, yaitu kemampuan yang tidak berorientasi pada kepentingan sendiri, tetapi pada kepentingan orang lain. Perspective taking berhubungan dengan reaksi emosional dan perilaku menolong pada orang dewasa. b. Fantacy (FS) Kemampuan seseorang untuk mengubah diri mereka secara imajinatif dalam mengalami perasaan dan tindakan dari karakter khayal dalam buku, film, atau cerita yang dibaca dan ditontonnya. Fantacy merupakan aspek yang berpengaruh pada reaksi emosi terhadap orang lain dan menimbulkan perilaku menolong. c. Empathic concern (EC) Perasaan simpati yang berorientasi pada orang lain dan perhatian terhadap kemalangan orang lain. Aspek ini juga merupakan cermin dari perasaan kehangatan yang erat kaitannya dengan kepekaan dan kepedulian terhadap orang lain.. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Model yang digunakan bersumber dari Tugas Akhir Sriati Monalisa Siahaan yang berjudul “Pemodelan Perpindahan Massa Pada Ekstraksi Lipid Kontinu Mikroalga Chlorella Vulgaris

Evaluasi dari hasil uji coba analisis spasial pada tugas akhir ini adalah informasi akses jalan pada wilayah indekos yang dicari sesuai kriteria berhasil dilakukan untuk dapat

dengan adanya teknologi, literasi media merupakan sesuatu yang sangat.. mungkin

Program dari gerakan UT Go Green adalah pengurangan penggunaan kertas sebagai sarana kerja, efisiensi penggunaan energy listrik, penghematan penggunaan air,

Pengaruh medan listrik berpulsa dan cahaya ultraviolet-C terhadap penurunan bakteri Escherichia coli pada biofilm yang optimum digunakan adalah pada kuatmedan listrik berpulsa 3,5

Variabel Loan to Deposit Ratio (LDR) secara parsial berpengaruh negatif yang signifikan terhadap CAR pada lima Bank Umum Swasta Nasional (BUSN) periode penelitian

– Mempengaruhi evaluasi kesesuaian marketing mix yang dirancang secara domestik untuk pasar luar

KET URUT SK KD INDIKATOR KOMPLEK SITAS DUKUNG DAYA INTAKE SISWA KATOR INDI- KD SK SMT MAPEL.. 1.6.2 Menentukan hasil operasi hitung melalui transaksi jual beli yang