• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONTROVERSI KEBANGKITAN CINA DALAM DUNIA INTERNASIONAL: DEFENSIF ATAU OFENSIF?

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KONTROVERSI KEBANGKITAN CINA DALAM DUNIA INTERNASIONAL: DEFENSIF ATAU OFENSIF?"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

DEPARTEMEN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS INDONESIA

KONTROVERSI

KEBANGKITAN CINA

DALAM DUNIA

INTERNASIONAL:

DEFENSIF ATAU

OFENSIF?

Binar Sari Suryandari

1006664685

(2)

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Selama sepuluh terakhir ini, fenomena kebangkitan Cina merupakan sebuah drama besar yang terjadi dalam dunia internasional. Kebangkitan dan perkembangan Cina di bidang ekonomi memang sebuah fenomena yang sangat luar biasa. Fenomena ini, tidak diragukan lagi, telah menjadi bahan pembicaraan bagi hampir seluruh masyarakat dunia. Sebelumnya Cina merupakan salah satu negara di Asia Timur yang sejak lama memang dapat dianggap sebagai negara maju. Tidak dapat dipungkiri bahwa kapabilitas Cina di Asia Timur merupakan salah satu yang terhebat bersama Jepang dan Korea Selatan. Namun demikian, pertumbuhan dan kebangkitan Cina yang luar biasa selama sepuluh tahun terakhir ini membuat Cina menjadi salah satu power yang diperhitungkan tidak hanya di kawasan Asia, tetapi juga dalam dunia internasional. Tak hanya itu, kebangkitan Cina ini pun seringkali dinilai dapat menggeser Amerika Serikat dari posisinya sebagai negara hegemon.

Walaupun kebangkitan Cina ini merupakan sebuah fenomena yang luar biasa, Cina berusaha menjelaskan kepada masyarakat dunia bahwa negaranya sama sekali tidak memiliki niat untuk menjadi negara hegemon dalam sistem internasional. Jenderal Chen Bingde, seorang kepala staf umum dari People’s Liberation Army mengatakan bahwa Cina tidak bermaksud untuk menantang dan melawan Amerika Serikat.1 Tak hanya itu, sejak tahun 2003 pun Cina telah

memperkenalkan dunia tentang istilah ‘peaceful rise’ yang tengah dilakoninya.2 ‘Peaceful rise’

atau ‘peaceful development’ ini pada dasarnya merupakan kebijakan Cina yang muncul sebagai bentuk respon dari istilah “China’s threat” dan tekanan dari Amerika Serikat.3

Niat dan intensi kebangkitan Cina yang dikemukakan oleh pemerintah Cina tersebut nyatanya tidak menghindarkan Cina dari anggapan-anggapan beberapa pihak yang merasa

1 “China 'will not match' US military power – general” yang diakses dari

http://www.bbc.co.uk/news/world-asia-pacific-13450316 pada 20 Desember 2011 pukul 19.17 WIB.

2 Sujian Guo, China's "Peaceful rise" in the 21st Century: Domestic and International Conditions (Burlington: Ashgate

Publishing Company, 2006), hlm. 1.

(3)

2 terancam akan perkembangan luar biasa yang tengah dilakukan oleh Cina tersebut. Hal ini memunculkan kontroversi dan pertanyaan terkait masa depan kondisi dunia internasional. Dalam makalah ini, penulis akan berusaha membahas tentang kebangkitan Cina dan anggapan beberapa pihak terkait fenomena tersebut. Penulis juga akan menganalisis kondisi masa depan dunia internasional dengan adanya perkembangan hebat yang saat ini tengah dijalankan oleh negara Cina.

1.2 Pertanyaan Permasalahan

Dalam makalah ini, pertanyaan yang berusaha dijawab adalah “Apakah fenomena

kebangkitan Cina yang tengah terjadi tidak berpotensi menimbulkan konflik sesuai dengan konsep ‘peaceful rise’ yang dikemukakannya?” Untuk menjawab pertanyaan tersebut, penulis

menggunakan perspektif realisme struktural yang didukung dengan data-data dan dianalisis menggunakan teori offensive realism dan asumsi tentang sistem internasional.

1.3 Kerangka Teori

a. Asumsi tentang Sistem Internasional4

John J. Mearsheimer mengemukakan adanya lima asumsi tentang sistem internasional. Asumsi-asumsi ini pada dasarnya merupakan penjelasan mengapa negara menginginkan

power. Lima asumsi tentang sistem internasional tersebut adalah :

1. Great powers merupakan aktor utama dalam politik dunia dan mereka beroperasi dalam sistem yang anarki.

2. Semua negara memiliki kapabilitas militer yang ofensif. Dengan kata lain, setiap negara memiliki power untuk dapat mengakibatkan kehancuran pada negara-negara lainnya.

3. Negara tidak dapat benar-benar yakin akan intensi atau niat dari negara lain. 4. Tujuan utama dari negara adalah untuk dapat survive.

5. Negara adalah aktor yang rasional, dengan demikian negara mampu melakukan strategi-strategi untuk memaksimalkan prospek mereka untuk meraih survivability.

4 John J. Mearsheimer, “Structural Realism”, dalam Dunne, Kurki, & Smith (ed.), International Relations Theories:

(4)

3 Dalam makalah ini, asumsi-asumsi ini akan digunakan untuk dapat menganalisis perkembangan kebangkitan Cina dalam dunia internasional. Namun demikian, asumsi utama yang digunakan dalam makalah ini adalah asumsi tentang sistem internasional yang kedua dan ketiga.

b. Offensive Realism

Teori Offensive realism ini pertama kali diperkenalkan oleh John J. Mearsheimer dalam karyanya The Tragedy of Great Power Politics pada tahun 2001. Teori ini berbeda dengan realisme struktural yang dikemukakan oleh Kenneth Waltz yang diklasifikasikan sebagai bentuk defensive realism oleh Mearsheimer. Teori yang dikemukakan oleh Mearsheimer ini pada dasarnya merupakan teori yang menjelaskan mengenai seberapa banyak sebuah negara membutuhkan power untuk menjamin survivability yang ingin dicapainya. Offensive realisme Mearsheimer mengatakan bahwa negara akan terus berusaha mencari dan mendapatkan power sebanyak-banyaknya. Power diperlukan oleh setiap negara dalam sistem internasional yang anarki ini untuk dapat menjamin keselamatan negaranya.5 Dalam realisme ofensif, great

powers akan selalu berusaha mencari kesempatan untuk meraih keuntungan dari satu sama

lain, dengan tujuan akhir menjadi negara hegemon.6 Pendekatan yang lebih agresif inilah

yang membedakan kajian Mearsheimer dengan apa yang telah dikemukakan oleh Waltz sebelumnya.

Dari penjelasan di atas dapat dilihat bahwa pada dasarnya realisme ofensif memiliki asumsi bahwa untuk dapat mempertahankan survivability yang dimilikinya, negara harus terus meningkatkan power-nya. Dalam hal ini, realisme ofensif merasa bahwa untuk dapat menjamin keselamatan negara seutuhnya, negara harus terus meraih power sebesar-besarnya dan berusaha menjadi negara hegemon dalam dunia internasional.7 Asumsi realisme ofensif

ini memang tergolong cukup agresif dan mengemukakan bahwa terdapat kemungkinan akan terjadinya kompetisi keamanan di antara negara dan perang antara great powers dapat saja terjadi.

5 John J. Mearsheimer, “The Tragedy of Great Power Politics”, dalam Paul R. Viotti dan Mark V. Kauppi, International

Relations Theory (New York: Longman-Pearson, 2010), hlm. 100-101.

6 John J. Mearsheimer, “Structural Realism”, Op. Cit., hlm. 83. 7 Ibid., hlm. 102.

(5)

4

BAB II PEMBAHASAN

Pada bagian ini, penulis akan membagi pembahasan menjadi tiga bagian. Bagian pertama akan membahas mengenai sifat perkembangan dan kebangkitan Cina yang sangat agresif. Dalam bagian ini, penulis akan memberikan beberapa data yang menggambarkan pergerakan agresif Cina dalam dunia internasional. Kemudian pada bagian kedua, penulis akan memaparkan anggapan-anggapan dari negara lain terkait perkembangan Cina yang luar biasa. Dalam bagian tersebut pula akan digunakan teori offensive realism untuk menjelaskan bagaimana keagresifan perkembangan Cina dan anggapan dari negara lain mengindikasikan adanya pursuit of hegemony dari Cina. Pada bagian ketiga, akan dikemukakan analisis penulis mengenai data-data yang telah disajikan serta anggapan-anggapan yang muncul. Dalam bagian ini pula akan digunakan asumsi tentang sistem internasional untuk membantu menganalisa fenomena yang terjadi.

2.1 Cina dan keagresifan kebangkitannya

Perkembangan Cina yang banyak disorot memang merupakan perkembangannya di sektor ekonomi. Namun demikian, tentu perkembangan pesat Cina di bidang ekonomi tersebut memiliki dampak pada sektor-sektor lain, termasuk militer. Hal tersebut tercermin dalam data di bawah ini8:

8 “Increased spending before and even during global economic crisis”, yang diakses dari

(6)

5 Grafik tersebut menunjukkan bagaimana Cina mengalami peningkatan yang luar biasa dalam bidang milliternya. Peningkatan yang dilakukan Cina sangat besar dan paling menonjol di antara negara-negara lain yang dituliskan dalam grafik tersebut (direpresentasikan dengan garis merah pada grafik). Amerika Serikat memang masih mendominasi pembelian alat-alat militer di dunia, namun peningkatan yang dilakukan Cina sangatlah luar biasa. Hal ini menempatkan Cina sebagai salah satu negara dengan peningkatan military expenditure tertinggi di dunia bersama Amerika Serikat.

9 10

Figur di atas menunjukkan peran Cina dalam distribusi dari military expenditure secara global pada tahun 2010. Tidak dapat dipungkiri bahwa Amerika Serikat tetap mendominasi belanja militer dunia, namun peran Cina pun dapat dianggap cukup berarti. Figur kedua pun membandingkan belanja militer yang dilakukan oleh Cina dan Amerika Serikat. Walaupun

9 “World Military Spending”, yang diakses dari http://www.globalissues.org/article/75/world-military-spending pada 22

Desember 2011 pukul 22.03 WIB.

10 “Chinese Military Modernization Program Continues Apace, Though Persistent Domestic Development Problems

Remain”, yang diakses dari http://strategic-discourse.com/2010/12/chinese-military-modernization-program-continues-apace-though-persistent-domestic-development-problems-remain/ pada 22 Desember 2011 pukul 23.07 WIB.

(7)

6 Amerika Serikat tetap berada di tingkat yang jauh dari apa yang Cina lakukan, tapi dapat terlihat bahwa Cina pun melakukan peningkatan dari tahun ke tahun yang cukup terlihat.

Selain dapat dilihat dari statistiknya, keagresifan Cina juga dapat dilihat melalui tindakan-tindakannya. Terdapat beberapa bukti yang menunjukkan strategi balancing atau soft balancing yang dilakukan Cina, salah satunya terlihat dalam kasus Irak pada tahun 2003. Cina yang memang tidak setuju dengan aksi militer yang dilancarkan oleh Amerika Serikat nyatanya

men-challenge Amerika Serikat secara lebih terang-terangan dibanding Rusia, Jerman, dan Prancis.11

Hal ini menunjukkan bahwa secara kebijakannya Cina terkesan lebih percaya diri, berani, lebih tegas. Keagresifan Cina juga terlihat melalui pembangunan angkatan militer Cina yang tengah dilakukannya. Pembangunan militer ini memiliki proyeksi power yang cukup signifikan. Hal ini dibuktikan melalui fakta bahwa saat ini Cina sedang membangun naval forces yang dapat memproyeksikan power hingga sampai ke 'Second Island Chain' yang terletak di Pasifik Barat.12 Dikatakan pula bahwa Cina sedang merencanakan untuk membangun 'blue water navy' yang dapat beroperasi di daerah Laut Arab dan Samudera Hindia.13

Pergerakan Cina yang agresif juga dapat ditinjau dari usaha dan manuvernya terkait isu di kawasan Asia Pasifik, yaitu di kawasan Laut Kuning dan Laut Cina Selatan. Pada akhir Juli 2010, Angkatan Laut Korea Selatan dan Amerika Serikat melakukan latihan angkatan laut bersama sebagai respon dari dugaan adanya penenggelaman kapal angkatan laut Korea Selatan oleh Korea Utara. Latihan ini direncanakan akan dilaksanakan di Laut Kuning yang berdampingan dengan batas laut Cina. Namun, protes keras dari Cina memaksa Amerika Serikat untuk memindahkan latihan tersebut hingga ke Laut Jepang.14 Pengusiran Cina terhadap Amerika Serikat ini terjadi

pula di kawasan sengketa Laut Cina Selatan. Pada Maret 2010, petugas Cina berkata pada para pembuat keputusan Amerika Serikat bahwa Amerika Serikat tidak lagi diperbolehkan untuk mencampuri urusan di Laut Cina Selatan, yang dianggap Cina sebagai 'core interest' seperti Taiwan dan Tibet.15 Pengusiran yang dilakukan oleh Cina terhadap Amerika Serikat di

11 Ian Clark, “China and the United States: a succession of hegemonies?” dalam International Affairs : 87 : I : 2011, hlm.

22.

12 John J. Mearsheimer, “The Gathering Storm: China’s Challenge to US power in Asia” dalam The Chinese Journal of

International Politics, Vol. 3, 2010, hlm. 384.

13 Ibid.

14 Michael Sainsbury, “Don’t Interfere with Us: China Warns US to Keep its Nose Out” dalam The Australian, Edisi 6

Agustus 2010.

(8)

7 kawasan tersebut menunjukkan sebuah keberanian Cina yang meningkat seiring dengan perkembangannya.

Manuver terbesar Cina yang sangat terlihat adalah pergerakannya di kawasan Laut Cina Selatan yang memang tengah diwarnai persengketaan selama bertahun-tahun. Pada dasarnya konflik di kawasan ini adalah konflik perebutan wilayah dan teritori. Cina merupakan salah satu negara yang sangat vokal dalam menyuarakan klaimnya terhadap wilayah Laut Cina Selatan. Bahkan diberitakan di Global Times, salah satu juru bicara Cina mengatakan bahwa Filipina yang dibantu oleh Amerika Serikat telah berusaha "mengambil daerah laut Cina" yang pada nyatanya belum dapat diputuskan demikian.16 Kepercayaan diri Cina ini nyatanya merupakan bentuk keagresifan Cina yang ditunjukkannya. Segala klaim yang diajukan oleh Cina terkait persengketaan ini dapat dinilai sangat berapi-api dan sangat vokal. Terlebih lagi keagresifannya dapat dilihat melalui klaim kawasan di Laut Cina Selatan yang ditunjukkan melalui gambar di bawah ini:17

16 Tom Allard, “Tension Rise on South China Sea Dispute”, yang diakses dari

http://www.smh.com.au/world/tensions-rise-on-south-china-sea-dispute-20111116-1nj4v.html pada 29 Desember 2011 pukul 23.38 WIB.

17 “Wen warns US on South China Sea dispute” yang diakses dari http://www.bbc.co.uk/news/world-asia-15790287

(9)

8 Gambar tersebut menjelaskan bahwa Cina melakukan klaim yang sangat luar biasa dalam persengketaan Laut Cina Selatan (direpresentasikan dengan garis berwarna merah). Jika diperhatikan, UNCLOS telah menetapkan zona ekonomi eksklusif yang direpresentasikan dengan garis warna biru. Namun kenyataannya, Cina mengemukakan klaimnya yang sangat agresif. Hal ini terlihat dari garis merah yang merupakan kawasan yan diklaim oleh Cina sebagai wilayah teritorinya. Garis berbentuk huruf ‘U’ yang sangat besar ini jelas mengindikasikan bagaimana manuver Cina yang sangat agresif terkait persengketaan di kawasan tersebut. Klaim semacam ini tidak pernah dilakukan oleh negara manapun, dan tentu saja hal ini merupakan sebuah tindakan luar biasa yang cukup mengkhawatirkan banyak pihak lainnya. Dari kasus ini, keagresifan Cina jelas sangat terlihat.

2.2 Anggapan dunia internasional akan kebangkitan Cina dan offensive realism

Pada bagian latar belakang, telah dikatakan bahwa Cina sebenarnya berusaha menanamkan pada dunia bahwa kebangkitannya tersebut tidaklah perlu dianggap sebagai ancaman karena pada dasarnya mereka tidak memiliki maksud demikian. Cina mengatakan bahwa kebangkitannya merupakan suatu hal yang memang dibutuhkan oleh Cina demi tercapainya kesejahteraan kondisi domestik negaranya. Hal ini dituangkan oleh Cina dalam ‘kertas putih’ pertahanan negaranya pada tahun 2010. Dalam ‘kertas putih’ tersebut, Cina mengatakan bahwa kebijakan pertahanan nasionalnya murni ‘defensif’, dan dengan kata lain mengatakan bahwa Cina tidak akan mengejar

hegemony.18 Namun demikian, nyatanya, hal ini tidak disambut baik oleh pihak-pihak lain dalam

dunia internasional. Walaupun perkembangan besar-besaran yang dilakukan oleh Cina ini ditutupi dengan topeng ‘peaceful rise’ yang diusung oleh Cina, mayoritas negara di dunia tetap merasa Cina merupakan sebuah ancaman dengan perkembangannya yang luar biasa tersebut.

Nyatanya apa yang dilakukan oleh Cina ini tetap dianggap sebagai sebuah ancaman bagi dunia internasional, terutama Amerika Serikat yang merupakan negara hegemon di masa ini. Cina memang masih menunjukkan keinginannya untuk menghindari konflik besar terkait dengan kebangkitannya. Namun demikian, pihak Amerika Serikat khawatir bahwa keinginan tersebut

18 David Axe, “China's 'Ripples of Capability': An Interview with Andrew Erickson”, yang diakses dari

http://defense.aol.com/2011/08/29/unchinas-ripples-of-capability-an-interview-with-andrew-eric/ pada 23 Desember 2011 pukul 20.17 WIB.

(10)

9 tidak akan terus bertahan. Kekhawatiran Amerika Serikat ini tentu diakibatkan oleh adanya peningkatan yang cukup signifikan dari militer Cina. Selain itu, Amerika Serikat juga menuding tidak adanya transparansi yang dilakukan Cina terkait dengan perkembangan besar-besaran yang dilakukannya tersebut.20 Kapabilitas Cina yang semakin membesar dan menguat di bidang militer ini, menurut The Pentagon, akan menimbulkan ketegangan dan kekhawatiran baik dalam skala regional maupun global.21

Australia pun yang selama ini merupakan negara yang cukup secure atau aman, mengemukakan kekhawatirannya terhadap kebangkitan Cina. Kekhawatiran ini dituangkan oleh pemerintah Australia dalam ‘Defense White Paper’-nya. Dalam buku putih pertahanannya tersebut pemerintah Australia menyatakan bahwa dengan adanya kebangkitan dari power lain (Cina), kedudukan Amerika Serikat akan diuji dan power relations antara negara-negara di dunia pun akan berubah. Dan ketika hal ini terjadi, aka nada kemungkinan akan terjadinya miskalkulasi yang dapat menyebabkan munculnya konfrontasi di antara power tersebut.22 Negara-negara tetangga Cina di kawasan Asia Pasifik pun tentunya sangat mengkhawatirkan kebangkitan Cina tersebut. Terdapat beberapa bukti kekhawatiran dari negara-negara seperti India, Jepang, dan Rusia, serta negara lain seperti Singapura, Korea Selatan, dan Vietnam akan perkembangan besar-besaran yang dilakukan oleh Cina. Sebagai contoh, India dan Jepang menandatangani sebuah ‘Joint Security Declaration’ pada Oktober 2008 yang sebagian besar dikarenakan kekhawatiran negara tersebut akan perkembangan power Cina.23

Terkait dengan manuver yang dilancarkan oleh Cina yang cukup agresif dalam persengketaan Laut Cina Selatan, pihak Filipina dan Amerika Serikat pada Maret 2011 lalu menandatangani sebuah deklarasi yang pada dasarnya bermaksud untuk memperkuat kerjasama di bidang pertahanannya.24 Anggapan lain nyatanya juga datang dari India dan Amerika Serikat

yang sejak Perang Dingin pada dasarnya tidak memiliki hubungan yang dapat dikatakan baik. Namun demikian, akibat adanya keagresifan Cina yang muncul seiring dengan

19 J.M., “China's military power: Modernisation in sheep's clothing “ yang diakses dari

http://www.economist.com/node/21527010 pada 24 Desember 2011 pukul 09.38 WIB.

20 Ibid. 21 Ibid.

22 Department of Defence, Australian Government, Defending Australia in the Asia Pacific Century: Force 2030, hlm. 33

yang diakses dari http://www.defence.gov.au/whitepaper/docs/defence_white_paper_2009.pdf, pada 28 Desember 2011 pukul 20.11 WIB.

23 David Brewster, “The India–Japan Security Relationship: An Enduring Security Partnership” dalam Asian Security, Vol.

6, No. 2 (2010), hlm. 95–120.

(11)

10 perkembangannya, kedua negara ini pun akhirnya memperbaiki hubungan di antara negara mereka. Bahkan kedua negara ini seolah telah menjadi ‘teman baik’ sebagian besar karena kekhawatiran mereka terhadap Cina.25 Keinginan Amerika Serikat untuk memperoleh dukungan dari negara lain dalam usahanya menjaga posisi dalam tatanan sistem internasional nyatanya juga terlihat melalui pergeseran hubungannya dengan Indonesia. Amerika Serikat mengemukakan bahwa negaranya melanjutkan kembali hubungannya dengan pasukan khusus Indonesia, terlepas dari sejarah kelam Indonesia mengenai diskriminasi HAM yang sangat dibenci oleh Amerika Serikat pada masa itu. Hal ini dilakukan oleh Amerika Serikat karena negaranya menginginkan Indonesia untuk berada di pihaknya seiring dengan semakin kuatnya Cina.26

Singapura yang terletak dekat dengan Selat Malaka yang sangat ramai dan sibuk, nyatanya juga merasa khawatir dengan kebangkitan Cina. Oleh karena itu, Singapura berkeinginan untuk meng-upgrade hubungannya yang memang sudah dekat dengan Amerika Serikat. Selaras dengan hal tersebut, Singapura bahkan membangun sebuah dermaga laut dalam (deep-water pier) di

Changi Naval Base-nya yang baru sehingga angkatan laut Amerika Serikat dapat mengoperasikan

kapal lautnya di kawasan Singapura jika memang dibutuhkan.27 Ternyata, tidak hanya Singapura, Jepang pun juga melakukan hal yang sama. Jepang membiarkan angkatan laut Jepang untuk tetap di berada di Okinawa karena Jepang pada dasarnya menginginkan negaranya tetap berada di bawah payung keamanan Amerika Serikat, terkait dengan kekhawatirannya akan keagresifan Cina.28

Tak hanya itu, bahkan media pun menyorot kebangkitan Cina ini sebagai bentuk ancaman bagi negara Barat. Kapabilitas Cina yang besar konon dikatakan dapat menggeser negara-negara Barat dari posisi mereka yang saat ini cukup aman dalam politik internasional. Cina juga diprediksi akan menggunakan pengaruh dari perkembangannya untuk membentuk ulang peraturan-peraturan yang ada dalam institusi internasional agar lebih menguntungkan kepentingannya dan negara-negara lain dalam sistem internasional akan menganggap Cina

25 John J. Mearsheimer, “The Gathering Storm: China’s Challenge to US power in Asia”, Op.Cit., hlm. 390.

26 Robert Dreyfuss, “Containing China is A Fool’s Errand. Yet Obama’s Deal with Indonesian Thugs is Aimed at Exactly

That” dalam The Nation, Edisi 23 Juli 2010.

27 “Singapore Changi Naval Base” yang diakses dari http://www.globalsecurity.org/military/facility/singapore.htm pada

3 Januari 2012 pukul 22.14 WIB.

28 “Japan Agrees to Accept Okinawa Base” yang diakses dari

(12)

11 sebagai ancaman terhadap keamanan mereka. Ketiadaan transparansi dalam militer dan hubungan keamanan Cina pun memperkuat ketidak-pastian dan kekhawatiran, hal ini juga akan meningkatkan potensi akan kesalahpahaman antar negara di dunia.30

Dari pernyataan kekhawatiran yang telah dikemukakan oleh beberapa pihak tersebut, tercermin bahwa pada dasarnya publik internasional tidak dapat percaya dengan apa yang diusung oleh Cina sebagai ‘peaceful rise’ tersebut. Nyatanya, beberapa pihak pun tetap merasa kebangkitan Cina ini sebagai sebuah ancaman global. Hal ini menunjukkan adanya asumsi bahwa dunia internasional merasakan kebangkitan Cina sebagai langkah yang ofensif. Kekhawatiran masyarakat internasional ini sebenarnya masuk akal dan sesuai dengan asumsi realisme ofensif yang dikemukakan oleh Mearsheimer. Pada bab sebelumnya telah dijelaskan bahwa pada dasarnya setiap negara akan terus mengejar power sebanyak-banyaknya untuk dapat meraih

survivability negaranya. Hal ini pulalah yang oleh pihak internasional dilihat sebagai usaha Cina

terkait kebangkitannya. Walaupun Cina berusaha menjelaskan maksud dan niatnya yang terkesan “peaceful” dan ketidak-inginannya mengejar status negara hegemon, hal ini bertentangan dengan realisme ofensif yang dikemukakan oleh Mearsheimer. Dalam hal ini, realisme ofensif menjelaskan bahwa Cina melakukan perkembangan negaranya secara besar-besaran tersebut untuk menjadi negeara hegemon agar keselamatannya terjamin.

Offensive realism dalam kasus ini tentu mengemukakan kebangkitan Cina sebagai salah satu

bentuk imitasi terhadap Amerika Serikat dan usaha untuk meraih posisi sebagai negara hegemon.31 Sesuai dengan yang dikatakan oleh Mearsheimer, posisi hegemon ini menjadi penting

dan krusial karena posisi tersebut merupakan garansi terbaik akan kelangsungan hidup dan keselamatan suatu negara. Keofensifan dan keagresifan Cina dalam kebangkitannya yang telah disebutkan pada bagian sebelumnya pun menunjukkan bagaimana Cina pada dasarnya berkembang dalam kerangka realisme ofensif. Tindakan dan statistik yang menunjukkan perkembangan Cina yang luar biasa sekaligus menunjukkan keagresifannya tersebut menjadi sebuah bukti kemungkinan adanya usaha Cina untuk menjadi negara hegemon.

29 G. John Ikenberry, “The Rise of China and the Future of the West” yang diakses dari

http://www.foreignaffairs.com/articles/63042/g-john-ikenberry/the-rise-of-china-and-the-future-of-the-west pada 23 Desember 2011 pukul 18.19 WIB.

30“US says China's military has seen secret expansion” yang diakses dari

http://www.bbc.co.uk/news/world-asia-pacific-10995111 pada 23 Desember 2011 pukul 19.01 WIB.

(13)

12 Walaupun Cina berusaha mengemukakan kebijakannya yang terkesan defensif, nyatanya dunia internasional tidak melihatnya demikian. Dunia internasional melihat perkembangan Cina sebagai suatu tindakan yang ofensif. Hal ini terutama ditunjukkan oleh Amerika Serikat yang merupakan negara hegemon yang ‘berkuasa’ pada masa ini. Baik secara implisit maupun eksplisit, Amerika Serikat menunjukkan bahwa negaranya menganggap kebangkitan Cina tersebut sebagai ancaman terhadap negaranya dan dunia internasional secara umum. Walaupun kapabilitas Cina masih di bawah Amerika Serikat saat ini, namun jika Cina terus berkembang secara pesat, Cina dapat saja menyusul Amerika Serikat dan menggesernya dari posisi hegemony. Hal inilah yang secara tidak langsung dikhawatirkan oleh pihak Amerika Serikat, karena pada dasarnya Amerika Serikat sadar akan asumsi realisme ofensif yang dapat menjelaskan kebangkitan Cina dalam kerangka yang agresif.

Anggapan dari negara-negara lain, terutama negara tetangga Cina di kawasan Asia yang telah disebutkan sebelumnya pun merupakan sebuah bentuk bukti kekhawatiran dunia terkait dengan perkembangan Cina yang terkesan agresif. Perilaku agresif Cina, yang telah dijelaskan pada bagian sebelumnya, nyatanya menuai keresahan bagi negara-negara di dunia terutama negara-negara di kawasan Asia. Anggapan negara-negara tersebut bahkan mengindikasikan bahwa negara-negara tersebut seolah sadar akan asumsi realisme ofensif yang tengah dijalankan oleh Cina dan negara-negara tersebut nyatanya berusaha menyelamatkan negaranya dengan mengikuti dan memperkuat hubungannya dengan Amerika Serikat. Koalisi pun menjadi terbentuk dan hal ini merupakan benefit baik bagi Amerika Serikat yang mendapatkan dukungan, maupun bagi negara-negara lainnya yang dapat memperoleh perlindungan dari Amerika Serikat.

2.3 Analisis kebangkitan Cina dan masa depan dunia internasional

Kebangkitan Cina ini memang mengundang banyak kontroversi di kalangan masyarakat dunia, terutama mendorong adanya pertanyaan terkait masa depan dunia internasional. Jika dilihat dari kerangka offensive realism, seperti yang telah dijelaskan dalam bagian sebelumnya, kebangkitan Cina ini akan terlihat sebagai suatu langkah agresif. Cina dinilai tengah berusaha mengejar posisi hegemony dalam tatanan sistem internasional. Sesuai dengan kerangka realisme ofensif, hal ini tentu dapat menyebakan terjadinya konflik. Terdapat potensi yang sangat besar akan timbulnya konflik di masa depan. Hal ini dikarenakan pada dasarnya tiap negara berusaha

(14)

13 meraih posisi hegemony tersebut. Amerika Serikat sebagai negara yang dianggap sebagai negara

superpower dan ‘pemegang’ posisi hegemony di masa ini tentu akan sangat merasa terganggu

dengan usaha Cina tersebut. Sebagai negara hegemon, Amerika Serikat secara alamiah tentu tidak menginginkan adanya kompetitor bagi negaranya. Oleh karena itu, terdapat kemungkinan akan terjadinya konflik atau bahkan perang antar great powers seperti yang diprediksikan oleh

offensive realist. Sesuai dengan offensive realism, perilaku Cina mengindikasikan keinginannya

untuk menjadi negara hegemon baik di tingkat regional atau bahkan global untuk mengamankan posisinya.

Tak hanya itu, negara-negara tetangga Cina tentu juga merasakan kekhawatiran akan kebangkitan Cina yang sangat luar biasa tersebut. Hal ini dapat dilihat melalui perilaku negara-negara Asia yang merasa terancam dan saat ini berusaha membentuk dan mengikuti koalisi yang dipimpin oleh Amerika Serikat sebagai pihak pemegang posisi hegemon yang terancam. Negara-negara tersebut tentu juga akan melakukan apapun untuk mencegah Cina meraih posisi

hegemony. Hal inilah yang melatarbelakangi negara-negara tersebut untuk bergabung dengan

Amerika Serikat untuk mem-balance kekuatan dan kapabilitas dari Cina. Dengan demikian, perang skala besar pun tidak dapat terhindarkan. Mearsheimer menambahkan bahwa kondisi ini dapat menyebabkan Amerika Serikat bertindak sama seperti apa yang dilakukannya terhadap Uni Soviet selama Perang Dingin.32 Amerika Serikat ingin mempertahankan posisinya sebagai negara

hegemon, karena hal itulah yang dapat menjamin keselamatan negaranya secara sepenuhnya. Oleh karena itu, Amerika Serikat akan berusaha untuk mencegah kebangkitan Cina yang lebih besar lagi serta berusaha melemahkan Cina hingga pada titik sebagaimana Cina tidak lagi dianggap sebagai ancaman terhadap kondisi hegemony-nya.33

Keagresifan Cina, menurut penulis, sangat terlihat melalui manuvernya di kawasan Asia Pasifik seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Hal ini terutama sangat terlihat pada persengketaan Laut Cina Selatan yang telah terjadi selama bertahun-tahun. Dalam kasus ini, pergerakan Cina dapat dilihat sangat ofensif dengan segala klaimnya di kawasan tersebut. Tingkat keberanian dan kepercayaan diri Cina pun juga semakin meningkat seiring dengan perkembangan yang terjadi pada negaranya. Cina nyatanya sangat vokal dalam menyuarakan seluruh klaimnya dan secara langsung mengusir pihak-pihak yang menurutnya mengganggu negaranya, seperti

32 Ibid., hlm. 90.

(15)

14 yang dilakukannya terhadap Amerika Serikat. Hal ini mengindikasikan kemajuan luar biasa dalam kapabilitas power Cina. Kasus ini paling tidak dapat menggambarkan bagaimana Cina bergerak dan berusaha menjadi regional hegemon di kawasan Asia Pasifik. Namun demikian, seperti yang telah disebutkan sebelumnya, Amerika Serikat tentu akan sangat terganggu dengan kemajuan Cina ini karena pada dasarnya negaranya tidak menginginkan adanya peer competitor sehingga kemungkinan balancing dari pihak Amerika Serikat yang didukung oleh negara-negara lainnya sangat mungkin terjadi. Hal inilah yang menurut offensive realism akan menyebabkan perang atau konflik besar antara great power.

Bagaimana dengan ketiadaan maksud dari Cina untuk menjadi negara hegemon seperti yang dikemukakan terkait dengan kebangkitannya? Hal ini dapat dijelaskan melalui asumsi dasar terhadap sistem internasional. Asumsi yang berperan besar dalam fenomena ini terutama adalah asumsi sistem internasional yang kedua dan ketiga. Seperti yang telah dituliskan pada bab sebelumnya, asumsi kedua mengatakan bahwa setiap negara memiliki kapabilitas militer yang ofensif terhadap negara lain dalam sistem internasional. Setiap negara yang melakukan

enhancement atau peningkatan kapabilitas militer memiliki potensi untuk dapat menghancurkan

negara-negara lainnya. Hal inilah yang ditakutkan oleh negara-negara lain di dunia, termasuk Amerika Serikat. Asumsi ini menjelaskan kekhawatiran negara-negara lain terhadap peningkatan kapabilitas militer yang dilakukan oleh Cina. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, walaupun kapabilitas militer Cina masih jauh di bawah Amerika Serikat, jika peningkatan terus dilakukan, bukan tidak mungkin terdapat potensi konflik dan kehancuran yang besar dalam tatanan sistem internasional.

Asumsi ketiga dalam sistem internasional menyebutkan bahwa tidak ada negara yang dapat benar-benar yakin akan maksud dan tujuan dari negara lain. Hal ini menjelaskan bahwa walaupun Cina selalu menjelaskan kebangkitannya ini dengan istilah ‘peaceful rise’, hal ini nyatanya tidak semata-semata membuat pihak lain percaya dan yakin akan maksud yang disampaikan oleh Cina tersebut. Oleh karena itulah, asumsi ini menjelaskan bahwa respon dari negara-negara dalam dunia internasional terkait kebangkitan Cina tersebut merupakan sebuah respon yang wajar. Cina mungkin memang menuangkan intensi, maksud, serta tujuan kebangkitannya dalam pidato-pidato dan dokumen-dokumen kebijakannya. Namun demikian, sesuai dengan yang dikatakan oleh Mearsheimer, pembuat kebijakan dapat saja berbohong dan tidak mengatakan maksud dan tujuan

(16)

15 yang sebenarnya. Hal inilah yang mungkin saja terjadi dalam fenomena ini, terutama didukung dengan pendapat pihak Amerika Serikat yang menganggap Cina tidak transparan terkait dengan kebangkitannya, seperti yang telah disebutkan pada bagian sebelumnya. Cina mungkin saja tidak mengemukakan maksud dan tujuan sebenarnya dari kebangkitan yang tengah negaranya lakukan. Mungkin saja Cina hanya menggunakan istilah ‘peaceful rise’ tersebut sebagai ‘topeng’ agar maksud dan tujuan sebenarnya tidak diketahui dan dunia internasional tidak perlu khawatir. Jika memang maksud dan tujuan Cina saat ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh pihak pemerintah negaranya, masyarakat internasional pun tidak akan dapat mengetahui maksud dan tujuannya di masa yang akan datang. Hal inilah yang perlu diwaspadai.

Dengan demikian, kebangkitan Cina ini pada dasarnya memunculkan respon-respon wajar dan masuk akal dari kalangan masyarakat internasional. Tidak dapat disangkal bahwa kebangkitan Cina memiliki dampak yang besar terhadap balance of power secara global. Kebangkitan Cina ini pun mengindikasikan adanya penyempitan power gap antara Cina dengan Amerika Serikat yang merupakan negara hegemon saat ini.35 Tak hanya itu, kebangkitan Cina yang terus meningkat secara pesat sangat mungkin dapat menyebabkan konflik di masa depan seperti yang telah disebutkan sebelumnya, karena pada dasarnya pergeseran balance of power di dunia berkemungkinan memiliki dampak buruk pada peace. Nyatanya, ‘peaceful rise’ yang diusungnya tidak semata-mata dapat dipercayai begitu saja oleh masyarakat dunia. ‘Peaceful rise’ yang diusung oleh Cina nyatanya tidak dapat benar-benar menjanjikan kondisi dunia yang damai di masa depan. Tidak ada negara yang secara sepenuhnya memahami maksud dari kebangkitan Cina tersebut. Terdapat potensi yang cukup besar akan terjadinya konflik di masa depan, apapun maksud yang dikemukakan oleh Cina.

34 Ibid., hlm. 79.

(17)

16

BAB III PENUTUP

Dari pembahasan yang telah dilakukan di bagian-bagian sebelumnya, dapat dilihat bahwa pada kenyataannya kebangkitan Cina yang tengah terjadi ini merupakan sebuah fenomena yang cukup dikhawatirkan oleh pihak-pihak lain dalam tatanan sistem internasional. Kebangkitan Cina dianggap sebagai sebuah ancaman yang cukup berarti bagi negara-negara di dunia internasional. Walaupun Cina terus berusaha menjelaskan kebangkitannya sebagai sebuah langkah yang damai dan tidak memiliki maksud untuk menantang pihak manapun, pihak-pihak dalam dunia internasional tetap merasa keamanan negaranya akan terancam jika Cina tetap melakukan perkembangan yang sepesat ini. Hal ini memungkinkan adanya perlawanan dari pihak-pihak yang terancam tersebut terhadap Cina dan kebangkitannya.

Sebagai kesimpulan, kebangkitan Cina ini berpotensi menciptakan konflik seperti yang telah disebutkan sebelumnya. Kebangkitan Cina tidak akan terjadi secara damai karena adanya pihak-pihak lain yang merasa terancam dengan eksistensi kebangkitan Cina tersebut. Asumsi tentang sistem internasional dan kerangka teori realisme ofensif dalam makalah ini menjelaskan akan kondisi dunia internasional di masa depan yang tidak mungkin ‘peaceful’ sesuai dengan yang dikemukakan dan dijanjikan oleh pihak Cina. Nyatanya, apapun maksud dari perkembangan Cina tersebut, fenomena ini tetap menuai kekhawatiran dan dapat berujung pada great power war di masa yang akan datang sesuai dengan asumsi realisme ofensif dalam hubungan internasional.

(18)

17

DAFTAR PUSTAKA

BUKU DAN JURNAL

Brewster, David. 2010. “The India–Japan Security Relationship: An Enduring Security Partnership” dalam Asian Security, Vol. 6, No. 2.

Clark, Ian. 2011. “China and the United States: a succession of hegemonies?” dalam International

Affairs : 87 : I.

Dunne, Tim, Milja Kurki, dan Steve Smith (ed.). 2010. International Relations Theories: Discipline

and Diversity. New York. Oxford University Press

Dreyfuss, Robert. 2010. ‘Containing China is A Fool’s Errand. Yet Obama’s Deal with Indonesian Thugs is Aimed at Exactly That’ dalam The Nation, Edisi 23 Juli 2010.

Guo, Sujian. 2006. China's "Peaceful rise" in the 21st Century: Domestic and International

Conditions. Burlington. Ashgate Publishing Company.

Mearsheimer, John J. 2010. “The Gathering Storm: China’s Challenge to US power in Asia” dalam The

Chinese Journal of International Politics, Vol. 3.

Sainsbury, Michael. 2010. “Don’t Interfere with Us: China Warns US to Keep its Nose Out”dalam The

Australian, Edisi 6 Agustus 2010.

Viotti, Paul R. dan Mark V. Kauppi. 2010. International Relations Theory. New York. Longman-Pearson.

Wong, Edward. 2010. “Chinese Military Seeks to Extend its Naval Power” dalam New York Times, Edisi 23 April 2010.

ARTIKEL INTERNET

--, “China 'will not match' US military power general” yang diakses dari http://www.bbc.co.uk/news/world-asia-pacific-13450316

--, “Chinese Military Modernization Program Continues Apace, Though Persistent Domestic

(19)

http://strategic-18 discourse.com/2010/12/chinese-military-modernization-program-continues-apace-though-persistent-domestic-development-problems-remain/

--, “Increased spending before and even during global economic crisis”, yang diakses dari http://www.globalissues.org/article/75/world-military-spending

--, “Japan Agrees to Accept Okinawa Base” yang diakses dari

http://www.upi.com/Top_News/US/2010/05/23/Japan-agrees-to-accept-Okinawa-base/UPI-72831274623169/

--, “Singapore Changi Naval Base” yang diakses dari

http://www.globalsecurity.org/military/facility/singapore.htm

--, “US says China's military has seen secret expansion” yang diakses dari http://www.bbc.co.uk/news/world-asia-pacific-10995111

--, “Wen warns US on South China Sea dispute” yang diakses dalam

http://www.bbc.co.uk/news/world-asia-15790287

--, “World Military Spending”, yang diakses dari http://www.globalissues.org/article/75/world-military-spending

Allard, Tom. “Tension Rise on South China Sea Dispute”, yang diakses dari

http://www.smh.com.au/world/tensions-rise-on-south-china-sea-dispute-20111116-1nj4v.html

Axe, David. “China's 'Ripples of Capability': An Interview with Andrew Erickson”, yang diakses dari http://defense.aol.com/2011/08/29/unchinas-ripples-of-capability-an-interview-with-andrew-eric/

Department of Defence, Australian Government, Defending Australia in the Asia Pacific Century:

Force 2030, hlm. 33 yang diakses dari

http://www.defence.gov.au/whitepaper/docs/defence_white_paper_2009.pdf

Ikenberry, G. John. “The Rise of China and the Future of the West” yang diakses dari http://www.foreignaffairs.com/articles/63042/g-john-ikenberry/the-rise-of-china-and-the-future-of-the-west

J.M., “China's military power: Modernisation in sheep's clothing“ yang diakses dari http://www.economist.com/node/21527010

Gambar

Figur  di  atas  menunjukkan  peran  Cina  dalam  distribusi  dari  military  expenditure  secara  global  pada  tahun  2010

Referensi

Dokumen terkait

Pernikahan merupakan salah satu moment yang sangat penting bagi semua orang seperti halnya pernikahan yang terjadi di daerah Tangerang yang dilakukan oleh

Dari analisis dan pembahasan sebelumnya, dapat ditarik kesimpulan bahwa Dari keempat bauran promosi yang dilakukan dengan tujuan menarik wisatawan asal Cina untuk berkunjung

dilihat dari distribusi SPL di perairan Laut Cina Selatan, suhu mulai menurun secara meluas di bandingkan di bulan sebelumnya yang terjadi pada bulan mei dan juni yang

Tindakan yang diambil Pemerintah Cina tersebut dilakukan berdasarkan pada norma internasional yaitu rezim climate change yang kemudian membentuk identitas Cina sebagai

Langkah pertama yang dilakukan yaitu pembuatan simplisia, bahan baku Daun Ketepeng Cina (Cassia alata L.) dipanen pada saat bagian tanaman tersebut mengandung

Bagian pembahasan ini akan dibahas mengenai segala hal tentang fenomena – fenomena yang terjadi pada larutan di dalam reaktor dari awal (sebelum terbentuk plasma) hingga plasma

Pembahasan Fenomena Toxic Relationship dalam Berpacaran Berdasarkan dari hasil penelitian yang telah dilakukan pada tabel 4.1 dapat dilihat dari kategorisasi fenomena toxic

: Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji α 5% 0,05 Pembahasan Penelitian yang telah dilakukan ini adalah menguji larutan daun ketepeng cina C.alata