• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBERDAYAAN PELAKU USAHA MIKRO KECIL MENENGAH (UMKM) MELALUI PEMBIAYAAN LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH. Muhammad Rafi i Sanjani

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEMBERDAYAAN PELAKU USAHA MIKRO KECIL MENENGAH (UMKM) MELALUI PEMBIAYAAN LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH. Muhammad Rafi i Sanjani"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBERDAYAAN PELAKU USAHA MIKRO KECIL MENENGAH (UMKM) MELALUI PEMBIAYAAN LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH

Muhammad Rafi’i Sanjani rafiberkah7789@gmail.com

Abstrak

Usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dalam menyerap tenaga kerja cukup besar. Namun peran UMKM tersebut dalam kenyataannya terkendala oleh beberapa hal, diantaranya permasalahan modal. Disinilah peran Lembaga Keuangan Syari’ah dengan pembiayaan berprinsip bagi hasil sangat diharapkan. Mengamati fenomena yang demikian maka perlu dikaji mengenai beberapa hal; pertama, pelaksanaan pembiayaan pada Lembaga Keuangan Syari’ah di Sumbawa yang dirasa ideal bagi usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Kedua, beberapa penghambat pelaksanaan pembiayaan pada Lembaga Keuangan Syari’ah di Sumbawa berkenaan dengan prinsip bagi hasil, dan ketiga, solusi untuk mengatasi penghambat pelaksanaan pembiayaan pada Lembaga Keuangan Syari’ah di Sumbawa berkenaan dengan prinsip bagi hasil yang ideal tersebut.

Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif deskriptif. Teknik pengumpulan data yaitu dengan menggabungkan tiga metode atau yang disebut dengan triangulasi antara lain wawancara, observasi dan dokumentasi. Pengolahan data akan dianalisis dan diolah secara deskriptif kualitatif.

Hasil Penelitian Usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) mampu menyerap tenaga kerja cukup besar. Namun peran tersebut dalam kenyataannya terkendala oleh beberapa hal, diantaranya permasalahan modal1. Disinilah peran Lembaga Keuangan Syari’ah dengan pembiayaan berprinsip bagi hasil sangat diharapkan. Mengamati fenomena yang demikian maka perlu dikaji mengenai beberapa hal; pertama, pelaksanaan pembiayaan pada Lembaga Keuangan Syari’ah di Sumbawa yang dirasa ideal bagi usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Kedua, penghambat pelaksanaan pembiayaan pada Lembaga Keuangan Syari’ah di Sumbawa berkenaan dengan prinsip bagi hasil, dan ketiga, solusi untuk mengatasi penghambat pelaksanaan pembiayaan pada Lembaga Keuangan Syari’ah di Sumbawa berkenaan dengan prinsip bagi hasil yang ideal.

Kata Kunci: UMKM, Bagi hasil, Lembaga Keuangan Syari’ah.

(2)

Pendahuluan

Hubungan antara Lembaga Keuangan Syariah (LKS) dan UMKM sangat penting untuk diperhatikan. Hal ini karena UMKM merupakan usaha yang dikelola oleh pengusaha kecil, dan dengan modal kecil, tetapi mempunyai kontribusi besar sebagai salah satu tiang penyangga perekonomian nasional. Di sisi lain, mereka adalah usaha yang rentan karena kurangnya akses terhadap permodalan, kecilnya daya produksi yang dihasilkan maupun pangsa pasar yang relatif sempit.

Permodalan adalah salah satu problema utama UMKM. Di sisi lainnya, Lembaga Keuangan Syariah (LKS), tidak hanya berorientasi pada pencarian profit semata, melainkan juga memiliki sisi kemanusiaan, yaitu melakukan pemberdayaan kepada para pelaku UMKM. Tulisan ini mendeskripsikan hubungan simbiosis mutualisme antara Lembaga keuangan Syariah dengan UMKM.

Beberapa hal yang hendak diangkat oleh tulisan ini adalah pengertian LKS, bentuk pemberdayaan yang dilakukan terhadap UMKM serta potensi kerjasama antara LKS dengan UMKM.

Pemberdayaan Usaha Mikro Kecil Menengah dan Koperasi dalam dimensi pembangunan nasional yang berlandaskan sistem ekonomi kerakyatan, tidak hanya ditujukan untuk mengurangi masalah kesenjangan antar golongan pendapatan dan antar pelaku ataupun penyerapan tenaga kerja. Lebih dari itu pengembangan UMKM mampu memperluas basis ekonomi dan dapat memberikan kontribusi yang signifikan dalam mempercepat perubahan struktural, yaitu dengan meningkatnya perekonomian daerah dan ketahanan ekonomi nasional. Pengembangan UMKM merupakan prioritas dan menjadi sangat penting.

Perkembangan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) yang cukup pesat mengisyaratkan adanya potensi yang besar. Hal ini akan menjadi kekuatan ekonomi yang tangguh jika dikelola dan dikembangkan dengan benar. Namun demikian, UMKM juga memiliki permasalahan diantaranya distribusi produk-produk yang dihasilkan, lemahnya manajemen usaha, serta akses pada sumber-sumber pembiayaan formal khususnya perbankan. Dengan berbagai hambatan yang dihadapi oleh UMKM tersebut, maka pemerintah dan pihak-pihak terkait, semestinya dengan cepat berperan aktif dalam mendorong sektor ini berkembang dengan lebih baik. Salah satu pihak yang diharapkan mempunyai peranan besar terhadap hal tersebut adalah lembaga keuangan syariah.

(3)

TINJAUAN PUSTAKA

Lembaga Keuangan Syariah & UMKM 1. Pengertian Lembaga Keuangan Syariah

Lembaga Keuangan Syariah adalah badan usaha yang kegiatannya dibidang keuangan yang didasarkan prinsip-prinsip syariah (Laksmana, 2009: 10) atau dengan kata lain bersumber dari ayat-ayat Al-Quran dan As-Sunnah yang berkaitan dengan etika bermuamalah dan transaksi ekonomi, baik dalam bentuk bank maupun non bank. Dalam Islam, tidak semua transaksi ekonomi dilarang, demikian juga sebaliknya, tidak semua transaksi ekonomi diperbolehkan. Hal yang terlarang dalam Islam, salah satunya ada- lah riba. Riba adalah penetapan kelebihan atau tambahan jumlah pinjaman yang dibebankan kepada si peminjam, atau dalam dunia perbankan diistilahkan dengan ‘bunga’.

2. Landasan Pelarangan Riba di Lembaga Keuangan Syariah (LKS)

Salah satu permasalahan yang dihadapi oleh lembaga keuangan, baik itu Bank maupun Koperasi Simpan Pinjam, selama ini hanya ‘menggantungkan’ keuntungan dari bunga. Bank manapun menetapkan berapa tinggi suku bunganya. Misalnya, sebuah perbankan menetapkan 10%, jika seorang peminjam menerima pinjaman 100 juta rupiah, maka ia harus mengembalikan 110 juta dalam satu tahun. Jumlah 10 juta ini lah yang dianggap sebagai riba dalam Islam. Larangan riba dapat dilihat dari ayat berikut ini: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat-ganda dan bertaqwalah kamu kepada Allah supaya kamumendapat keberuntungan.” (Q.S. Ali Imran: 130).

Pada ayat lainnya Allah berfirman; “Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa-sisa (dari berbagai jenis) riba jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba) maka ketahuilah, bahwa Allah dan rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak pula dianiaya.” (Q.S. Al Baqarah: 278-279)

Idealnya, segala transaksi yang tidak diperbolehkan dalam Islam tidak dilakukan dalam sistem perbankan ini. Bunga adalah salah satu sumber pemasukan utama bagi perbankan, dan bunga dalam kredit hukumnya haram. Pertanyaannya adalah bagaimana jika sebuah bank menghapus bunga dari sistem operasionalnya ? Dari mana mereka memperoleh penghasilan selain

(4)

dari cara tersebut ?

Dari permasalahan di atas Islam menawarkan sistem bagi hasil yang salah satunya disebut dengan mudharabah, yaitu akad pembagian keuntungan yang dilakukan antara pemberi modal dan penerima modal untuk usaha, dan pembagian dilakukan berdasarkan keuntungan usaha. Mudharabah ini secara bahasa artinya adalah kerjasama, dalam hal ini adalah kerjasama permodalan (Antonio, 2001: 95)

Praktek mudharabah merupakan praktek yang dilakukan oleh Rasulullah sebelum diangkat menjadi Nabi, sebagaimana yang ia lakukan bersama Siti Khadijah. Siti Khadijah menyumbang modal besar untuk melakukan perjalanan dagang Rasul, sedangkan Rasulullah sendiri menyumbang tenaga dan keahliannya dalam berdagang. Keuntungan dari keduanya dibagi secara bersama. Jika merugi, maka merugi secara bersama-sama, jika untung maka keuntungannya dibagi diantara keduanya. Inilah yang membedakan dengan sistem riba (Lewis & Algaoud, 2001: 14).

3. Fungsi Lembaga Keuangan Syariah

Keberadaan lembaga keuangan sangat dibutuhkan di berbagai tempat karena tidak hanya sebagai tempat menyimpan uang semata, melainkan juga sebagai tempat dimana modal terhimpun dan dapat diakses. Fungsi lembaga keuangan syariah sama seperti lembaga keuangan lainnya, yaitu;

a. Penghimpunan Dana

Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk tabungan. Dalam fiqh Islam dikenal dengan barang wadi’ah, dan dalam praktek yang dilakukan oleh lembaga keuangan syariah dalam bentuk Tabungan Wadiah. Tabungan Wadiah dapat digunakan oleh pengelola keuangan, untuk diinvestasikan pada usaha, dengan izin pemiliknya, atau biasa disebut dengan wadi’ah yad dhamanah. Pihak Lembaga Keuangan Syariah (LKS) sebagai pihak yang dititipi barang, dapat menggunakan barang tersebut untuk dikelola ke sektor yang lebih produktif. Wadi’ah dalam sistem Islam dapat berbentuk apa saja, baik dalam bentuk uang, emas, perak, dan berbagai barang yang berharga lainnya. Praktek wadi’ah dapat dijumpai dalam sejarah awal Islam, dan menurut para ulama hal ini diperbolehkan. Selain produk wadiah, penghimpunan dana oleh LKS dapat dilakukan dengan prinsip mudharabah dan ijarah. (Sholihin, 2010: 291). Bahkan pada prakteknya saat ini, mayoritas produk penghimpunan dana yang laku di masyarakat adalah produk yang menggunakan prinsip mudharabah. Hal ini disebabkan karena produk yang menggunakan prinsip mudharabah dianggap lebih menguntungkan karena memberikan bagi hasil untuk para penabung secara berkala. Berbeda dengan tabungan dengan prinsip wadiah yang hanya memberikan bonus yang belum tentu

(5)

ada di setiap waktu.

b. Penyaluran Dana ke Masyarakat

Setelah dana dari masyarakat dalam bentuk tabungan telah terkumpul, maka LKS kemudian menyalurkannya kembali kepada masyarakat yang membutuhkan. Dalam sistem perbankan Islam, idealnya dana tersebut disalurkan hanya kepada pihak yang memiliki usaha dan untuk pengembangan usaha. Sedangkan untuk kebutuhan non usaha, seperti untuk pembayaran SPP, maka akadnya hanya pinjam tanpa adanya bagi hasil ataupun bunga. Dalam sis- tem perbankan Islam simpan pinjam ini, sebagaimana telah disebutkan di atas, dinamakan dengan qirodh atau mudharabah. Selain itu, perbankan syariah juga melaksanakan pelayanan jasa lainnya, seperti wakalah, qardh al hasan, dan sebagainya.

c. Fungsi Sosial Kemasyarakatan

Yaitu menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk Zakat, Infaq atau Sedekah (Ziswaf), kemudian menyalurkannya ke- pada pihak yang membutuhkannya, tanpa mengharapkan keuntungan ataupun imbalan (Ikit, 2015: 47). Lembaga keuangan Islam, sebagaimana aturan perundang-undangan, berhak menghimpun dana zakat, infaq, dan shodaqoh dari masyarakat untuk disalurkan kepada pihak yang membutuhkannya. Perannya hampir sama den- gan pihak ‘amil’, dimana ketentuannya mendapatkan hak 1/5 dari jumlah dana ziswaf yang dihimpun. Fungsi sosial inilah sebagai salah satu pembeda LKS dengan lembaga keuangan perbankan umum.

4. Pengertian UMKM

UMKM adalah singkatan dari Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Sehingga UMKM terdiri dari tiga bentuk usaha berdasarkan skalanya, yaitu meliputi; Usaha Mikro, Usaha Kecil dan Usaha Menengah. Berikut adalah pengertian dari ketiganya didasarkan Undang-undang ;

a. Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. Kriteria aset: Maksimal 50 Juta, kriteria Omzet: Maksimal 300 juta rupiah.

b. Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini. Kriteria asset: 50 juta - 500 juta, kriteria Omzet: 300 juta - 2,5 Miliar rupiah.

(6)

c. Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perseorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. Kriteria aset: 500 juta - 10 Miliar, kriteria Omzet: >2,5 Miliar - 50 Miliar rupiah(UU No. 20 Tahun 2008).

Pemberdayaan UMKM

Lembaga Keuangan Syariah dapat menjadi lembaga keuangan yang memiliki fungsi untuk melakukan pemberdayaan. Pemberdayaan, merupakan istilah khas dalam dunia NGO (Non Government Organization) atau dikenal dengan LSM. Dalam istilah asing (bahasa Inggris) dinamakan dengan empowerment, yang secara sederhana didefinisikan dengan penguatan potensi manusia, baik individu maupun masyarakat, agar memperoleh inisiatif dan kendali lebih besar terhadap bidang kehidupan mereka sendiri (Wrihatnolo &Dwidjowijoto, 2007: 180). Dalam obyek pemberdayaan, hal ini adalah UMKM.

UMKM memiliki karakteristik sendiri yang berbeda dengan perusahaan berskala luas. Mereka pada umumnya memiliki karakter mandiri tanpa memiliki relasi luas, atau berada di bawah naungan grup usaha. Karakteristik lain dari UMKM adalah menggunakan teknologi rendah atau sederhana, bahkan usaha mikro sering menggunakan teknologi manual.

Keunikan UMKM dibandingkan dengan perusahaan berskala luas, yaitu pangsa pasar yang lebih sempit. Orientasinya hanya terfokus pada pasar lokal atau lokasi sekitarnya. Modal usaha UMKM sangat terbatas dan akses ke bantuan permodalan juga relatif susah didapatkan, padahal mereka pada umumnya juga sangat membutuhkan modal untuk mengembangkan usahanya. Mereka membutuhkan banyak bahan dan alat yang mampu meningkatkan jumlah komoditas yang mereka hasilkan.

Dengan demikian, kelebihan memberikan modal kepada sektor UMKM adalah;

1. Faktor kemanusiaan adalah hal yang penting untuk diperhatikan. Bahwa UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) pada umumnya adalah pihak yang benar-benar membutuhkan bantu-an permodalan dan seharusnya diberikan perhatian lebih intensif.

2. Mereka bergerak di bidang riil, baik berupa barang maupun jasa. Pinjaman yang mereka perlukan tidak untuk usaha non riil, seperti spekulasi bursa saham. Pembiayaan sektor riil sangat penting, karena sektor inilah kekayaan negara dalam arti sesungguhnya.

(7)

pada umumnya lebih menghormati akad (perjanjian) pinjam meminjam daripada umumnya para pengusaha besar.

Disini Usaha pemberian modal kepada UMKM lewat lembaga keuangan mikro memiliki peran tidak hanya sebatas lembaga profit semata, melainkan juga sebagai tugas kemanusiaan, yaitu menguatkan pihak yang lemah melalui pinjaman usaha kepada mereka.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Unter Iwes Kabupaten Sumbawa Besar. Jenis penelitian yang digunakan disini adalah Penelitian ini dilakukan menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan sosiologis dan normatif yakni bermaksud mendeskripkan peranan lembaga keuangan syariah dalam memberdayakan para pelaku Usaha Mikro Kecil Menegah (UMKM) melalui pembiayaan dengan prinsip bagi hasil.

Jenis dan sumber data yang akan digunakan dan dianalisis dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer yaitu data yang diperoleh langsung, diamati, dan dicatat (Marzuki, 1986: 56). antara lain penjelasan karyawan lembaga keuangan syari’ah dan pemilik usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Penjelasan yang diberikan berisi tentang persepsi mereka terhadap pemberdayaan yang dilakukan oleh Lembaga Keuangan Syari’ah kepada usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) melalui pembiayaan dengan prinsip bagi hasil.

Data sekunder yaitu mencakup dokumen-dokumen resmi, buku-buku, peraturan perundang- undangan, dan bahan dari kepustakaan dengan mengumpulkan berbagai literatur serta data dokumen. Data ini digunakan untuk keperluan memperjelas data primer yang telah penulis dapatkan dari lapangan. Data ini bersumber dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, Keputusan menteri Koperasi dan Usaha kecil dan Menengah Nomor:91/Kep/M. KUKM/IX/2004 tentang Petunjuk pelaksanaan Kegiatan Usaha Koperasi Jasa Keuangan Syariah, yang bertindak sebagai peraturan pelaksana sebelum adanya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro.

Teknik pengolahan dan analisis data dilakukan dengan menggunakan teknik analisa deskriptif (description analysis). Hal ini berkaitan dengan upaya penulis mencermati, menganalisis, mendeskripsikan secara mendalam dan komprehensif data yang telah diperoleh melalui dokumentasi permasalahan, wawancara dan studi kasus penerapan pemberian pembiayaan dengan prinsip bagi hasil pada usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM).

(8)

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Lembaga keuangan (financial institutions) adalah suatu perusahaan yang usahanya bergerak di bidang jasa keuangan. Ini berarti bahwa kegiatan yang dilakukan oleh lembaga ini akan selalu berkaitan dengan bidang keuangan, berupa penghimpunan dana, menyalurkan, dan/ atau jasa-jasa keuangan lainnya. Lembaga ini memiliki fungsi sangat penting, terutama sebagai lembaga intermediasi diantara para pemilik modal dengan pihak lain yang membutuhkannya. Selain lembaga keuangan yang telah ada, maka dalam perkembangannya hadir pula lembaga keuangan yang dalam menjalankan usahanya berdasarnya prinsip syariah, disebut sebagai Lembaga Keuangan Syari’ah. Lembaga Keuangan Syariah (LKS) berarti badan yang bergerak di bidang keuangan yang dilandaskan pada ajaran Islam yang bersumber pada al Qur’an dan As Sunnah.

Praktek ini sudah terdapat pada sejarah awal Islam, dan asas moralitas Islam dikembangkan dalam bentuk LKS. Sehingga, tujuan dari LKS tidak semata Profit Oriented, melainkan terdapat unsur-unsur keislaman dan kemanusiaan di dalamnya. Lembaga Keuangan syariah sebagian besar pembiayaannya diperuntukkan kepada sektor usaha, dan punya kemampuan untuk menjangkau usaha mikro. Kehadiran lembaga keuangan inilah yang memfasilitasi arus peredaran uang, sehingga uang dari masyarakat dapat dikumpulkan melalui berbagai bentuk produk penghimpunan dana sebelum disalurkan kembali kepada pihak yang membutuhkan dalam bentuk pembiayaan, baik yang bersifat sosial maupun bisnis.

Lembaga Keuangan Syari’ah pada penelitian ini difokuskan pada Baitul Maal wat Tamwil (BMT). Baitul Maal wat Tamwil (BMT) yaitu suatu lembaga yang terdiri dari dua istilah, yaitu baitul maal dan baitul tamwil (Nurul Huda dan Mohamad Heykal, 2010 : 363). Baitul maal lebih mengarah pada usaha-usaha penghimpunan dan penyaluran dana yang non profit, seperti zakat, infaq dan shodaqoh. Adapun baitul tamwil sebagai usaha penghimpunan dan penyaluran dana komersial. Dahulu Baitul Maal wat Tamwil (BMT) merupakan salah satu unit usaha pada sebuah koperasi yang menginginkan salah satu unit usaha adalah jasa keuangan mikro dengan berprinsip syariah. Saat ini dengan hadirnya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro, maka Baitul Maal wat Tamwil (BMT) dapat berdiri sendiri dengan badan hukum berbentuk koperasi.

Baitul Maal wat Tamwil (BMT) juga merupakan lembaga ekonomi rakyat kecil yang berupaya mengembangkan usaha-usaha produktif dan investasi dalam rangka meningkatkan

(9)

kegiatan ekonomi pengusaha kecil dengan berdasarkan prinsip syari`ah dan prinsip koperasi (Ahmad Hasan Ridwan, 2004: 5). . Berbeda dengan bank yang jenis usahanya lebih luas sehingga segmentasi yang dilayani juga lebih besar.

Peran Lembaga Keuangan Syariah

Lembaga keuangan syariah sebagai lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan pembiayaan dan jasa-jasa lain dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang beroperasi disesuaikan dengan prinsip-prinsip syariah. Lembaga keuangan syariah yang ada antara antara lain Baitul Maal wat Tamwil (BMT). Baitul Maal wat Tamwil (BMT) terdiri dari dua istilah, yaitu baitul maal dan baitut tamwil.

Baitul maal dapat diartikan sebagai usaha-usaha pengumpulan dan penyaluran dana zakat, infaq, dan shodaqoh. Sedangka baitut tamwil dapat diartikan sebagai pengembangan investasi dalam meningkatkan kualitas usaha ekonomi mikro dengan mendorong kegiatan menabung dan pembiayaan usaha ekonomi. Usaha-usaha tersebut merupakan bagian yang tak terpisahkan dari BMT sebagai lembaga pendukung kegiatan ekonomi masyarakat kecil yang berlandaskan syariah. Adapun peran umum BMT adalah melakukan pembinaan dan pendanaan yang berdasarkan sistem syariah (Sudarsono, 2008 : 120). BMT adalah Lembaga Keuangan Mikro Syariah yang dioperasikan dengan prinsip bagi hasil.

Penyaluran dana-dana yang bersumber dari dana-dana Baitul Maal harus bersifat spesifik, terutama dana yang bersumber dari zakat, karena dana dari zakat ini sarana penyalurannya sudah ditetapkan secara tegas dalam al-Qur’an yaitu kepada delapan ashnaf antara lain: faqir miskin, amilin, mu’alaf, fisabilillah, gharamin, hamba sahaya, dan musafir. Sedangkan dana di luar zakat dapat digunakan untuk pengembangan usaha orang orang miskin, pembangunan lembaga pendidikan, masjid maupun biaya-biaya operasional kegiatan sosial lainnya. Ada tiga prinsip yang dapat dilaksanakan oleh BMT (dalam fungsinya sebagai Baitut Tamwil), yaitu (1) prinsip bagi hasil, (2) prinsip jual beli dengan keuntungan, (3) prinsip non-profit.

Lembaga Keuangan Syariah tidak jauh berbeda dengan perbankan syariah, Lembaga Keuangan Syariah merupakan lembaga intermediasi sebagaimana bank pada umumnya, akan tetapi bergerak di industri kecil dan menengah.

Lembaga Keuangan Syariah dapat terasa sangat penting sebagai pembangunan ekonomi daerah. Adapun manfaat Lembaga Keuangan Syariah sebagai berikut:

(10)

1. Mengembangkan peran pelaku usaha mikro dan kecil 2. salah satu pilar ekonomi daerah secara lebih tepat

3. Menciptakan rasa tanggung jawab bersama di antara pelaku usaha 4. Menciptakan kader pemimpin di antara para pelaku usaha

5. Menumbuhkan rasa memiliki dan disiplin Menciptakan pelaku usaha yang tangguh dan berkualitas

6. Biaya untuk melakukan analisis pembiayaan bagi lembaga keuangan akan menjadi lebih murah

Permasalahan dan tantangan Baitul Mal wat Tamwil (BMT)

Lembaga keuangan syariah Baitul Mal wat Tamwil (BMT) dalam operasionalnya sering menghadapi permasalahan atau tantangan terkait kemampuan sumber daya yang dimiliki (sumber daya insani, aset infrastruktur). Studi awal melalui indepth interveiw dan focus group discussion (FGD) menunjukkan paling tidak empat permasalahan. Permasalahan yang dihadapi microfinance syariah, yaitu aspek sumber daya insani (SDI), aspek infrastruktur, aspek pasar dan aspek manajemen.

Aspek sumber daya insani (SDI) terkait pengembangan sumber daya insani yang mengalami dualisme intelektual antara para ulama dengan para sarjana muslim yang disebabkan oleh dikotomi sistem pendidikan syariah dengan pendidikan umum. Aspek infrastruktur berkaitan fasilitas /infrastruktur dalam microfinance syariah. Aspek pasar berkaitan dengan persaingan dan pemahaman masyarakat terhadap microfinance syariah. Serta aspek manajemen.yaitu aspek yang berkaitan dengan ketentuan hukum serta sistem pengawasan atau pembinaan. Aspek-aspek tersebut selajutnya diidentifikasikan berdasarkan permasalahan, solusi yang terdiri dari masing-masing sub aspek dan strategi dalam penguatan kelembagaan microfinance syariah.

Selain itu tantangan lain yang harus dihadapi oleh lembaga keuangan syariah dalam hal ini Baitul Mal wat Tamwil (BMT) adalah pengembangan lembaga keuangan syariah nampaknya secara mainstream masih menggunakan pendekatan Islamisasi lembaga keuangan konvensional dengan berasaskan pada kaidah maslahat. Sehingga sampai saat ini lembaga keuangan syariah tidak akan mampu melepaskan diri dari permasalahan fundamental seperti kerangka sistem yang berbasis pada bunga, ketidakstabilan standar mata uang dan pola pikir permissive akibat lingkungan kehidupan yang belum ideal.

(11)

Solusi Baitul Mal wat Tamwil (BMT)

Adapun alternatif solusi yang dapat dilakukan dalam hal penguatan microfinance syariah antara lain:

a. Solusi SDI

1. Training intensif untuk SDI dan penggerak microfinance syariah, sehingga SDI mempunyai kelebihan dan kemampuan yang handal dalam menjalankan microfinance syariah.

2. Seleksi komprehensif atas SDI microfinance syariah sehingga menghasilkan SDI yang benar-benar siap untuk bekerja di bidang microfinance syariah.

3. Perekrutan dengan prestasi sejak kuliah khususnya untuk sumber daya insani yang berkompeten dalam microfinance syariah.

b. Solusi Infrastruktur

1. Melakukan upgrading system/jaringan melalui pemberian kesempatan dan kewenangan untuk mengelola potensi-potensi ekonomi serta memberikan kemudahan bagi lembaga keuangan konvensional untuk melakukan konversi menjadi lembaga microfinance syariah. 2. Menciptakan produk dan layanan yang inovatif dengan cara mengikuti tren perkembangan

lingkungan bisnisnya, sehingga tidak ketinggalan inovasi produknya agar bisa merebut pasar/ menarik minat masyarakat untuk memakai jasa lembaga microfinance syariah, misalnya produk yang akomodatif terhadap keperluan nasabah dan kompetitif dalam dunia perbankan (bagi hasilnya tinggi jika menyimpan uang).

3. Meningkatkan kerjasama melalui asosiasi yang bertujuan untuk memperkuat keberadaan lembaga microfinance syariah serta untuk wadah sharing permasalahan atau strategi dalam memperkuat lembaga microfinance syariah.

c. Solusi Pasar

1. Edukasi masyarakat melalui beberapa forum keagamaan (pengajian, majelis taklim) terkait dengan produk-produk dan keberadaan microfinance syariah sehingga masyarakat diharapkan bisa mengenal lebih dalam lembaga microfinance syariah serta memanfaatkan jasanya.

2. Promosi produk atau keberadaan lembaga microfinance syariah melalui berbagai media (media koran, selebaran/ leafleat, ataupun media online).

(12)

nasabah dari lembaga microfinance syariah, misalnya berupa kesempatan untuk ibadah umrah.

d. Solusi Manajemen

1. Peningkatan kapasitas (kemampuan) manajemen melalui beberapa pelatihan manajerial seperti aspek ekonomi dan manajemen keuangannya sehingga mampu membawa lembaga microfinance syariah menjadi lebih berkembang.

2. Memperluas cakupan sumber dana dengan cara memperoleh kepercayaan dari masyarakat terlebih dahulu sehingga mereka mempunyai kemauan untuk menaruh dananya pada lembaga microfinance syariah yang mempunyai prinsip amanah (trust), contohnya melalui ketokohan dalam masyarakat.

3. Peningkatan SOP pelayanan diharapkan akan menjadikan lembaga microfinance syariah menjadi lebih tertata dan teratur.

Kesimpulan

Lembaga keuangan mikro yang kuat tentunya akan berdampak positif pada pengembangan usaha mikro kecil dan menengah di daerah khususnya sumbawa. Beberapa jenis lembaga keuangan yang sebelumnya berbasis konvensional mulai bertransformasi menjadi lembaga keuangan berbasis syariah, untuk meraih jumlah pasar yang lebih besar. Transformasi lembaga keuangan menjadi berbasis syariah mengandung nilai positip jika konsep syariah (bagi hasil) benar dijalankan dan bukan menerapkan konsep interest (bunga bank) yang dikemas dalam platform syariah.

Ada beberapa aspek yang dijadikan dasar dalam penguatan lembaga microfinance syariah yang terdiri dari 4 aspek yaitu; aspek SDI, aspek Infrastruktur, aspek pasar, dan aspek manajemen serta masing-masing aspek mempunyai beberapa spesifik permasalahan dan solusinya.

Pendekatan sistem ekonomi Islam dalam lingkup mikro adalah baitul mal wat tamwil, mensyaratkan uang mengalir lancar di sektor riil dengan pelaku UMKM. Sehingga menghasilkan sistem keuangan Islam yang akan menjadi rahmat bagi seluruh umat.

(13)

DAFTAR PUSTAKA

Antonio, M.S. (2001). Bank Syariah: Dari Teori Ke Praktik. Jakarta: Gema Insani Press. Chapra, M.U. (2000). Sistem Moneter Islam. Jakarta: Gema Insani Press.

Ikit. (2015). Akuntansi Penghimpunan Dana Bank Syariah. Yogyakarta: Deepublish.

Laksmana, Y. (2009). Tanya Jawab Cara Mudah Mendapatkan Pembiay- aan Di Bank Syariah. Jakarta: Elex Komputindo.

Lewis, M. K. & Algaoud, L. M. (2001). Perbankan Syariah: Prinsip, Pratik, dan Prospek. Jakarta: Serambi.

Sholihin, A.I. (2010). Buku Pintar Ekonomi Syariah. Jakarta: Gramedia Solihin, A.I. (2008). Ini Lho, Bank Syariah. Jakarta: Hamdalah.

Sudarsono, Heri. 2008. Bank Dan Lembaga Keuangan Syariah Deskripsi Dan Ilustrasi.

Ekonisia: Yogyakarta.

Wrihatnolo, R.R. & Dwidjowijoto, R. N. (2007). Manajemen Pemberdayaan. Jakarta: Elex Media Komputindo.

Muhammad, I.A.J. (2009). Tafsir Ath Thabari Vol. IV. Jakarta: Pustaka Azzam

Adiwarman A. Karim. (2001). Ekonomi Islam, Suatu Kajian Kontemporer. Jakarta: Gema Insani Press

Adiwarman A. Karim. (2004). Bank Islam: Analisa Fikih dan Keuangan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Ahmad Hasan Ridwan. (2004). BMT & Bank Islam Instrumen Lembaga Keuangan Syari`ah. Bandung: Pustaka Bani Quraisy.

Ascarya. (2011). Akad & Produk Bank Syariah. Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2011. Kasmir. (1998). Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. Jakarta: Rajawali Press, 1998.

Nurul Huda dan Mohamad Heykal. (2010). Lembaga Keuangan Islam: Tinjauan Teoritis dan Praktis. Jakarta: Kencana.

Suharsimi Arikunto. (2002). Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi kebakaran hutan dan lahan setiap bulan di wilayah Sumatera Selatan dengan menggunakan nilai KBDI selama periode kejadian El Niño

Dari hasil penelitian yang penulis peroleh bahwa Global Wakaf Jawa Tengah dalam pemanfaatan dana wakaf tunainya tidak hanya bersifat pemanfaatan yang konsumtif namun juga

Karakter tanaman utama yang berkorelasi nyata dengan keragaan tanaman ratun adalah tinggi tanaman utama, total klorofil daun, bobot basah brangkasan, bobot kering brangkasan,

(4) Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap air tanah berupa Kawasan sempadan mata air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c terdapat di Kecamatan

Mengidentifikasi perlunya tindakan segera yang dilakukan oleh bidan atau dokter untuk dikonsultasikan atau ditangani bersama anggota tim kesehatan lain sesuai

Undangan Ibadah Perayaan Natal : Melalui Majelis Jemaat, Majelis Jemaat KIBAID dengan penuh sukacita mengudang anggota jemaat untuk hadir dalam ibadah Perayaan Natal yang

Bapak/Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta yang dengan keikhlasan dan kemuliaan hati telah memberikan bekal ilmu kepada penulis selama

Berdasar hasil penelitian dan pembahasan yang dilakukan peneliti, maka dapat disimpulkan bahwa terapi musik dapat menurunkan tingkat depresi pada lansia Hal ini didukung oleh