• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 4 KONSEP DESAIN Teori Publikasi Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, publikasi adalah: pub li ka si n pengumuman; 2 penerbitan;

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 4 KONSEP DESAIN Teori Publikasi Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, publikasi adalah: pub li ka si n pengumuman; 2 penerbitan;"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 4

KONSEP DESAIN

4.1 Landasan Teori/Metode

Ada beberapa teori yang relevan digunakan sebagai pendekatan dalam merancang komunikasi visual melalui media buku, antara lain:

4.1.1 Pengertian buku

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia:

bu•ku n 1 lembar kertas yang berjilid, berisi tulisan atau kosong; kitab; 2 beberapa helai kertas yang terjilid (berisi tulisan untuk dibaca atau halaman kosong untuk ditulisi – buku tulis).

Sedangkan menurut Oxford Dictionary, buku adalah:

1 hasil karya yang ditulis atau dicetak dengan halaman-halaman yang dijilid pada satu sisi; 2 hasil karya yang ditujukan untuk penerbitan.

4.1.2 Teori Publikasi

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, publikasi adalah:

pub•li•ka•si n  pengumuman; 2penerbitan;

primer jurnal dan publikasi berseri yg merupakan kumpulan makalah

dengan subjek yang sama atau publikasi yang disajikan pada konferensi atau

pertemuan yang sama;

me•mub•li•ka•si•kan v mengumumkan; menerbitkan; menyiarkan atau

menyebarkan buku majalah dsb;

(2)

Menurut buku What Is Publication Design, publikasi adalah:

1. the publishing of something, especially printed material for sale (penerbitan sesuatu, terutama materi cetak untuk dijual)

2. an item that has been published, especially in printed form (sesuatu yang telah dipublikasikan/diterbitkan, terutama dalam bentuk cetak)

3. the communication of information to the public (mengkomunikasikan informasi kepada publik)

Ada banyak kategori dan jenis dari publikasi, yang kesemuanya diarahkan pada audiens yang berbeda-beda, dari konsumen hingga korporat hingga perdagangan.

Majalah, surat kabar, dan buku, mungkin, adalah pilihan yang sudah jelas, namun dunia publikasi tidak berhenti sampai itu saja. Publikasi juga meliputi annual reports, katalog produk, newsletters, jurnal, dan sebagainya. (Lakshmi Bhaskaran, What Is Publication Design?)

Publikasi—baik buku, majalah, katalog, bahkan annual reports—juga memiliki elemen aspirasional. Kita mungkin tidak mampu membeli pakaian-pakaian nan glamor yang menghiasi halaman Vogue, namun kita masih tetap dapat mengikuti gaya hidup tersebut melalui tampilan dan rasa dari majalah tersebut. Buku, juga, dapat menghasilkan respons yang kuat, membawa kita ke tempat dan waktu yang lain, hanya melalui kekuatan kata-kata.

Karena itulah, buku sebagai media untuk mengkomunikasikan tentang arsitektur Art Deco ini juga berguna untuk menimbulkan elemen aspirasional. Meskipun kita yang hidup di zaman modern tidak sempat menikmati bangunan-bangunan tersebut di era keemasannya berdiri, namun bukan berarti kita tidak dapat tetap menikmati keindahan dari bangunan-bangunan tersebut.

Maka, meskipun hanya melalui huruf dan gambar, namun buku ini diharapkan mampu membuat pembaca seolah memang sedang berdiri di depan bangunan, melihat detail-detail bangunan tersebut dari dekat, dari tempat itu sendiri. Sehingga lembar halaman buku yang sifatnya 2D tidak hanya terasa rata namun memiliki aspek ‘ruang’.

(3)

Menurut Lakshmi Bhaskaran dalam buku What Is Publication Design? juga dikemukakan bahwa dalam dunia desain publikasi, ada 6 area kunci yang dapat mempengaruhi desain akhir:

1. format;

2. grid;

3. tipografi;

4. warna;

5. cover (sampul) atau masthead (judul dari sebuah koran atau majalah yang terletak di bagian atas/kepala dari bagian muka atau halaman editorial);

6. penggunaan gambar.

Dalam dunia publikasi, cara bagaimana sebuah publikasi tersebut dijual

memegang peranan penting. Contohnya, cara menjual majalah yang ditumpuk-tumpuk akan berarti hanya masthead-nya saja yang tampak dari rak. Ini akan mempengaruhi desainnya. Sama seperti buku. Seperti menurut Lakshmi Bhaskaran dalam buku What Is Publication Design?, “[…] Jika sebuah majalah bergantung pada masthead-nya untuk menarik perhatian, tempat terbatas yang terdapat pada kebanyakan toko buku berarti bahwa hanya bagian punggung (spine) buku yang tampak kepada konsumen. […]

Kebanyakan punggung buku akan menampilkan logo penerbit, juga judul buku, dimana keduanya harus jelas dan mudah untuk dibaca.”

Anatomi sebuah media publikasi meliputi:

1. Cover atau sampul;

2. Format;

3. Hirarki dan layout;

4. Grid;

5. Tipografi;

6. Gambar;

7. Warna;

8. Binding atau teknik jilid.

(4)

4.1.2.1 Sampul atau cover

Sampul sebuah buku adalah hal pertama yang akan dilihat oleh audiens dan, dalam banyak kasus, akan menentukan apakah seseorang akan

membuka sebuah buku/media publikasi tersebut dan melihat lebih jauh.

(Lakshmi Bhaskaran, What Is Publication Design?) Dalam kamus Encarta World English Dictionary:

cov·er n

1. something that hides, protects, or covers something, or is used to cover something (sesuatu yang menyembunyikan, melindungi, atau meliputi sesuatu, atau digunakan untuk menyampul sesuatu)

3. the protective binding, thick paper, or boards at the front and back of a book or magazine (sebuah jilid protektif, kertas tebal, atau karton di bagian depan dan belakang sebuah buku atau majalah)

Namun desain cover bukan hanya tentang tampilan bagus: sebuah cover yang didesain secara baik harus juga mengkomunikasikan, dengan jelas dan ringkas, tentang apa isi dari media publikasi tersebut.

Cover dari buku “BANDUNG ART.CHI.TAGE: Art Deco. Architecture.

Heritage.” ini menerjemahkan isi buku yang fokus pada detail bangunan, sekaligus unsur Art Deconya. Memang tidak secara lugas, namun didesain untuk menarik perhatian dan menggugah rasa penasaran. Jika dipajang di rak diantara buku-buku arsitektur lainnya yang sebagian besar selalu menampilkan foto bangunan pada covernya, buku ini akan menangkap perhatian karena covernya unik dan berbeda.

4.1.2.2 Format

Format mengacu pada manifestasi fisik dari sebuah publikasi. Secara singkat, format adalah cara bagaimana informasi direpresentasikan kepada

(5)

pembaca. Buku, majalah, brosur, katalog, dan report adalah sebagian dari format- format yang paling umum digunakan dalah desain publikasi. (Lakshmi Bhaskaran, What Is Publication Design?)

4.1.2.3 Hirarki dan Layout

Hirarki mengacu pada beberapa gaya tipografi berbeda yang digunakan oleh desainer untuk menuntun pembaca di dalam layout. Umumnya, semakin besar dan semakin dominan sebuah elemen, semakin tinggi posisinya dalam hirarki.

Pembaca harus dapat menemukan sebuah informasi spesifik dengan cepat dan mudah, dan sebuah hirarki visual yang efisien akan memungkinkan mereka melakukan hal ini. Desain yang baik adalah tentang menarik keseimbangan yang tepat antara kedua hal ini: mendesain sebuah layout yang kuat dan struktur hirarki yang jelas yang kedudanya mudah untuk diikuti dan dibaca—dan enak untuk dilihat.

Layout dari sebuah publikasi mengacu pada peletakan dari isi (content)—

teks dan/atau gambar—serta bagaimana elemen-elemen ini saling berhubungan satu sama lain dan publikasi tersebut secara keseluruhan. Saat berpikir tentang layout, seorang desainer harus hanya berpusat pada satu hal saja: isi. Adalah isi dan bagaimana sebuah publikasi akan digunakan yang akan, secara garis besar, menentukan layout-nya.

Berkenaan dengan layout, yang paling penting di dalamnya adalah sebuah sintaktik yang sesuai definisinya berkaitan dengan perpaduan, keseragaman, dan kesatuan sistem. Sintaktik penting untuk menjaga image sebuah rancangan dalam bentuk apapun. Sintaktik biasa disebut sebagai ‘benang merah’ rancangan desain.

Keseragaman ini dapat tercipta berkat dukungan dari grid.

Karena itu buku “BANDUNG ART.CHI.TAGE: Art Deco. Architecture.

Heritage.” ini harus memperhatikan dengan baik struktur hirarki, peletakan dan keseimbangan antara teks dengan gambar dalam layout, serta sistem yang sintaktik

(6)

dalam keseluruhan isi bukunya. Namun semua ini harus memperhatikan juga segi estetikanya dan tidak monoton.

4.1.2.4 Grid

Grid merupakan salah satu alat terpenting dalam desain publikasi. Akan sangat berguna untuk mencurahkan waktu dan usaha untuk melakukan

perancangan yang benar dari awalnya, karena grid yang terencana dengan baik akan mengurangi banyak pekerjaan nantinya.

Sebuah grid digunakan untuk memposisikan dan memuat berbagai elemen dalam sebuah desain, menjamin hasil yang lebih akurat dan matang. Menggunakan grid merupakan salah satu dari cara yang paling efektif untuk mengorganisir informasi yang banyak dalam sebuah halaman dan menjamin konsistensi visual dalam sebuah publikasi.

Menurut Sigit Santoso dalam Advertising Guide Book, grid yang baik harus fleksible dan fungsional sehingga mampu untuk menampung keanekaragaman perubahan layout serta menyediakan ruang yang cukup untuk binding dan trimming. Sedangkan margins adalah ruang kosong antara trim (di mana halaman dipotong) dengan bidang yang dicetak langsung (terutama teks dan gambar) dari halaman.

Sebuah grid sekunder juga dapat digunakan untuk memasukkan item-item isi yang spesial atau khusus. Namun perlu diingat bahwa perubahan ini harus hanya tampak pada sang desainer itu sendiri; pembaca tidak boleh menyadari bahwa desainer telah berganti grid.

Selanjutnya, memiliki sistem yang kuat akan membebaskan desainer untuk lebih berkonsentrasi pada solusi desain kreatif daripada memfokuskan pada sisi organisasionalnya. Namun, aturan dapat dan seringkali harus dilanggar. Selalu berpaku pada sebuah grid yang sangat ketat akan mengurangi proses kreatif dan

(7)

menghasilkan hasil yang tidak imajinatif dan tidak membangkitkan semangat—

beberapa solusi yang paling kreatif muncul ketika grid seluruhnya dikesampingkan.

Buku “BANDUNG ART.CHI.TAGE: Art Deco. Architecture. Heritage.”

harus memiliki grid yang kuat dan terencana dengan baik yang cukup fleksibel untuk menampung keanekaragaman perubahan layout ketika isi menuntut adanya perubahan ini. Grid yang kuat tidak berarti harus terpaku secara ketat hingga mengurangi proses kreatif dan menghasilkan hasil yang tidak imajinatif dan

‘exciting’.

4.1.2.5 Tipografi

Menurut Lakshmi Bhaskaran dalam buku What Is Publication Design?, tipografi mengacu pada cara bagaimana ide-ide tertulis diberikan sebuah bentuk visual, dan dapat secara radikal mempengaruhi bagaimana sebuah desain terlihat.

Typeface memiliki kepribadian, dan merupakan sebuah cara yang bagus untuk mengkomunikasikan emosi. Sebuah typeface dapat menjadi otoritif, relaks, formal, informal, keras, atau sederhana, sementara sebuah graphic typeface hampir

merupakan sebuah image dengan sendirinya.

Kebanyakan typeface memiliki family. Family sebuah type mengandung berbagai variasi dari sebuah typeface, termasuk beberapa berat (weight) dan lebar (width) yang berbeda serta italics. Hal ini memungkinkan seorang desainer untuk memvariasikan type-nya dengan secara bersamaan juga mempertahankan

karakteristik dari family tersebut—dan sehingga menjaga kontinuitas di dalam publikasi.

Menurut Danton Sihombing dalam buku Tipografi dalam Desain Grafis, tipografi dapat menciptakan suasana hati, mempertinggi kemampuan baca, dan memberikan kesan kepada komunikasi rancangan sebuah desain.

(8)

Dalam penggunaannya, tipografi harus memperhatikan 3 (tiga) aspek utama di dalamnya, yaitu:

o Kesesuaian (appropriateness) dengan pesan,

o Keselarasan (harmony) dengan elemen lainnya dalam desain, o Penekanan (emphasis) dengan tujuan memberi perhatian.

Menurut De Lange, “Serifs are used to guide the horizontal ‘flow’ of the eyes; The lack of serifs is said to contribute to a vertical stress in sans serifs, which is supposed to compete with the horizontal flow of reading.” Sedangkan menurut Colin Wheildon dalam bukunya Type and Layout: How Typography and Design Can Get Your Message Across or Get in the Way, “Body type must be set in serif type if the designer intends it to be read and understood. More than five times as many readers are likely to show good comprehension when a serif body-type is used instead of a sans serif body type." Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa penggunaan huruf serif dalam body text sebuah buku akan lebih memudahkan bagi pembaca.

Maka tipografi dalam buku ini menggunakan Futura dan Caslon, untuk memenuhi tiga aspek utama itu. Futura yang merupakan typeface pada masa Art Deco dan bersifat geometrikal, sesuai dengan topik Art Deco dan arsitektur itu sendiri. Sedangkan Caslon sebagai body text adalah huruf serif agar memudahkan bagi pembaca. Huruf Futura untuk headline berharmonisasi dengan baik dengan elemen lainnya, terutama unsure geometrikal dari foto dan elemen layout lainnya.

4.1.2.6 Images

Images atau gambar memainkan peranan penting dalam identitas visual dari publikasi apapun; penggunaan gambar dapat secara dramatis mengubah daya tarik

(9)

estetiknya, entah apakah itu sebagai elemen pendukung kepada sebuah teks utama atau sebagai kekuatan pendorong dibalik desain keseluruhan. Bagaimana sebuah gambar digunakan dalam sebuah publikasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti kepada siapa publikasi tersebut ditujukan dan apa fungsi dari gambar itu sendiri.

Bentuk image yang paling popular digunakan skarang ini adalah fotografi.

Image fotografi full-bleed memiliki efek yang kuat, meskipun tidak semua desainer memiliki kesempatan entah bidang maupun budget untuk menempatkan full-bleed images di dalam keseluruhan publikasinya. Sehingga, mereka harus menyeimbangkan pemakaian gambar yang mereka miliki dengan elemen-elemen lain di dalam sebuah halaman.

Penggunaan fotografi akan dibahas lebih lanjut pada bagian teori fotografi.

4.1.2.7 Warna

Warna adalah sebuah fenomena cahaya yang timbul karena penggabungan berbagai panjang gelombang elektromagnetik yang dipantulkan dari suatu objek ke mata manusia. Menurut Granes dalam bukunya The Art of Design and Colour, gejala warna pada objek yang dilihat manusia merupakan persepsi yang timbul dari sel-sel kerucut warna pada retina mata yang bereaksi.

Warna merupakan metode penyampaian pesan secara non-verbal yang paling efektif, karena sebelum otak manusia mempelajari aspek estetika suatu warna, askpek komunikasi di dalamnya telah lebih dahulu tertangkap. Menurut Leatrice Eisseman dalam buku Pantone: Guide to Communication with Color, warna mampu mendorong dan bekerja seiring dengan makna, simbolisasi dan konsep pemikiran yang abstrak.

Dalam pengaplikasiannya pada sebuah desain, warna memiliki 3 (tiga) fungsi utama, yaitu: fungsi psikologis (mempengaruhi kejiwaan), estetis (mempengaruhi keindahan) dan simbolis (mempengaruhi perlambangan). Namun dalam

kenyataannya pemahaman sebuah warna dapat berbeda-beda pada tiap orang,

(10)

tergantung dari faktor-faktor biologis (usia, jenis kelamin), psikologis (trend, sifat dasar), sosial dan budaya.

Berdasar efek yang ditimbulkannya, warna dibagi menjadi 6 (enam) kategori utama, yaitu: terang (memiliki nilai pantul tinggi); keras (hangat); lembut (dingin);

muda (pucat); medium; dan tua (memiliki nilai pantul rendah).

Menurut buku Color Index, warna-warna pada Art Deco tidak lagi berdasarkan alam namun lebih condong kearah yang lebih industrial, futuristik estetik. Warna-warna Art Deco dikarakterisasi dengan warna- warna yang menggambarkan nuansa urban dan eksistensi buatan manusia:

teal, abu-abu yang warm maupun cool gray, pink tersaturasi, dan violet.

Karena itulah, warna-warna dalam buku “BANDUNG ART.CHI.TAGE”

memiliki banyak dasar warna abu-abu, sesuai dengan warna pada masa Art Deco.

Warna-warna lainnya juga mengikuti nuansa warna Art Deco, meskipun dipilih dan disesuaikan kembali dengan nuansa ‘formal’ dan ‘mature’ dari tema dan targetnya.

4.1.1 Teori Fotografi

Dalam dunia fotografi arsitektur, ketika membuat sebuah set foto dari sebuah bangunan, ada beberapa jenis fotografi yang digunakan, yaitu fotografi eksterior, fotografi interior, dan detail abstrak.

Menurut Michael Harris dalam buku Architectural Photography, ada

beberapa jenis fotografi yang digunakan dalam menyusun set foto-foto dari sebuah bangunan, yaitu fotografi eksterior, interior, dan pengambilan gambar-gambar detail abstrak. Foto detail abstrak ini digunakan untuk mempresentasikan gaya dan kualitas dari sebuah bangunan dengan cara mengisolasi feature khas dari bangunan tersebut. Foto jenis ini juga dapat menambah dynamic impact pada media

publikasi. Foto detail abstrak seringkali diambil dengan cara memfoto gedung kearah atas dari bawah dengan angle yang ekstrem, atau dengan cara memiringkan kamera itu sendiri, atau gabungan dari keduanya.

(11)

Menurut Tracey Clark, “Black-and-white is an excellent way to highlight interesting textures and patterns. Nature photographs—especially those that focus on dramatic rock, soil, and wood textures-lend themselves well to black and white photography. Architecture also looks striking in black and white.” Fotografi hitam-putih (b/w) merupakan sebuah cara yang bagus untuk menonjolkan tekstur dan pattern yang menarik. Arsitektur juga tampak kuat dalam fotografi hitam- putih.

Foto-foto dalam buku “BANDUNG ART.CHI.TAGE” ini banyak menggunakan foto detail abstrak, serta foto hitam-putih.

4.2 Strategi Kreatif

Strategi-strategi yang akan digunakan dalam pemecahan visual meliputi:

4.2.1 Design Objective:

Menampilkan bangunan-bangunan arsitektur peninggalan kolonial di Bandung sebagai salah satu warisan arsitektur di Indonesia, khususnya adalah yang berlanggam Art Deco, secara menarik mewakili kemegahan dan keunikan yang terkandung di dalam setiap bangunannya.

4.2.2 Key Fact

o Bandung dijuluki dengan ‘Paris van Java’ dulunya adalah sebuah kota yang sangat indah dan asri

o Bandung juga dijuluki sebagai ‘Laboratorium Arsitektur Kolonial di Nusantara’ dan ‘Kota Museum Arsitektur’ karena memiliki begitu banyak warisan arsitektur peninggalan kolonial

(12)

o Banyak arsitek Barat yang datang ke Hindia Belanda pada masa kolonial yang akhirnya menetap di Bandung, yang pada akhirnya memberikan sumbangsih turut membangun arsitektur-arsitektur indah di Kota Bandung o Pada masa keemasannya, selama dalam kurun waktu 20 tahun dari tahun

1920-1940, kota Bandung sudah memiliki lebih dari 400 bangunan modern dengan berbagai gaya arsitektur, sebagian besar di antaranya Art Deco, karya sekitar 60 perancang bangunan (arsitek)

o Masa keemasan Bandung ketika sedang giat-giatnya membangun bertepatan dengan masa Art Deco, sehingga bangunan-bangunan yang banyak dibangun ketika itu adalah bercorak arsitektur Art Deco o Bangunan-bangunan peninggalan kolonial ini termasuk sebagai Benda

Cagar Budaya yang harus dilestarikan

o Dari jumlah yang besar ini telah banyak bangunan yang telah berganti fungsi, tetapi banyak juga yang telah hilang/dihancurkan

4.2.3 Communication Objective:

Mengajak dan menimbulkan ketertarikan target untuk lebih mengetahui tentang warisan arsitektur peninggalan Art Deco di Bandung, menunjukkan kepada target keindahan dari arsitektur-arsitektur ini bahwa mereka bukan hanya sekedar ‘bangunan kuno’ saja namun indah dan bernilai tinggi, serta meningkatkan kesadaran, kepedulian, dan kecintaan target terhadap topik tersebut.

4.2.4 What to say:

Banyak warisan penting peninggalan arsitektur kolonial bergaya Art Deco yang menarik, salah satunya yang terdapat di Bandung ini, yang sarat nilai historis dan

memiliki keunikan serta nilai arsitektur yang tinggi, karena itu harus dilestarikan melihat banyaknya arsitektur peninggalan yang telah hilang atau dihancurkan.

4.2.5 How to say:

Menampilkan data atau informasi mengenai masing-masing bangunan yang diilustrasikan dengan foto-foto maupun ilustrasi dari masing-masing bangunan selain

(13)

tampak keseluruhan juga dengan detail-detail bangunannya agar lebih jelas dan menonjolkan keunikan tiap-tiap bangunan itu sendiri, serta lebih memiliki kaitan emosional kepada pembacanya.

4.2.6 Key Words:

1. art deco 2. detail 3. geometris 4. megah/dramatik

4.2.7 Looks, mood, tone and manner:

o Menampilkan kesan arsitektur yang megah dan dramatis, dengan fokus pada detail-detail unik dari tiap bangunannya, namun meskipun

membahas tentang bangunan bersejarah dari masa lampau, dikemas secara modern agar sesuai dengan selera pembaca modern

o Menggunakan fotografi arsitektur untuk menonjolkan detail bagian atau elemen dari bangunan terkait untuk menonjolkan keunikan tiap-tiap bangunannya itu sendiri, memberikan gambaran kepada target akan bentuk bangunan secara keseluruhan melalui ilustrasi yang bertema arsitektur agar sesuai dengan tema buku arsitektur dan targetnya, serta menimbulkan kesan dramatik dan megah dari bangunan-bangunan itu sendiri

o Mengandung unsur geometrikal, sesuai dengan tema arsitektur yang banyak mengandung unsur geometris, didukung dengan unsur gaya Art Deco yang ada padanannya dalam dunia desain/visual meskipun tidak dominan atau hanya tersirat, untuk menambah konektivitas target dengan era ketika bangunan tersebut dibuat

(14)

4.2.8 Visual approach

1. Layout dengan penekanan tipografi dan grid yang bersih dengan garis grid yang bereskperimen pada garis geometrikal sesuai dengan topik arsitektur yang banyak memiliki garis-garis geometrikal

2. Fotografi arsitektur

3. Ilustrasi dengan kesan sketsa arsitektural

4. Skema warna yang banyak mengandung unsur hitam dan putih (dari foto) untuk menampilkan kesan dramatik dan menonjolkan detail, juga skema warna yang mengandung dasar dari warna Art Deco, disesuaikan dengan kesan serius dan ‘mature’ dari target

4.2.9 Rational benefit:

Memberi pengetahuan kepada target akan arsitektur peninggalan kolonial di Bandung.

4.2.10 Emotional benefit:

Menumbuhkan rasa kagum akan keindahan arsitektur dari bangunan-bangunan ini.

Menggugah rasa peduli dan empati terhadap subjek berupa keadaan bangunan-bangunan tersebut sekarang (misalnya jika ada bangunan yang akan dihancurkan). Menumbuhkan rasa ‘memiliki’ terhadap arsitektur-arsitektur ini sebagai salah satu warisan budaya.

4.2.11 Positioning

Sebuah buku bertema arsitektur yang mendokumentasikan arsitektur peninggalan Art Deco di Bandung dengan visual yang menarik.

4.2.11 Strategi Media

Sebuah buku berformat coffee-table book yang cukup besar dengan rincian item:

o Sistem grid o Cover

o Spread (tampilan halaman-halaman buku)

(15)

o Fotografi o Ilustrasi

o Dummy (mock-up) dari buku ukuran sebenarnya o Poster

o Seri koleksi postcard sebagai bonus dan media promosi o CD-ROM sebagai alternatif media

Referensi

Dokumen terkait

1) Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LKjIP) Pengadilan Agama Gresik telah disusun dan disampaikan tepat waktu. 2) LKjIP telah menyajikan

MI Ma’arif NU Penolih terletak di desa Penolih Rt 01 Rw 03 Kecamatan Kaligondang Kabupaten Purbalingga, adalah sebuah lembaga pendidikan yang dikelola dibawah

Saya sangat bersemangat untuk bisa memulai perjalanan 2-minggu ini dengan Anda sewaktu kita membaca bersama ayat-ayat Firman Tuhan setiap hari dan melihat apa yang Tuhan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh parameter kualitas air terhadap kolonisasi larva Chironomidae pada substrat buatan di perairan dataran banjir sungai Rungan,

Permukaan mm Toleransi Ukuran dalam mm 3.1 3.2 1 1 Box Bimetal Plat Heater Steel Steel 03.. See terminal detail drawings in the Tubular Heater Overview

α dari trimetil sitrat dapat diasilasi dengan stearoil klorida yang merupakan asil halide berantai panjang dalam pelarut dietil eter dengan menggunakan katalis trietil amin

untuk melanjutkan ke step berikutnya, anda tinggal klik disini untuk melanjutkan maka anda akan melihat tampilan untuk memilih user yang cocok untuk mengikuti test ini :...

Abstrak - Sistem temu kembali informasi (information retrieval system)merupakan sistem yang digunakan untuk menemukan informasi yang relevan dengan kebutuhan dari