• Tidak ada hasil yang ditemukan

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Pemerintahan. Disusun dan dusulkan oleh. SANTA Nomor Stambuk :

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Pemerintahan. Disusun dan dusulkan oleh. SANTA Nomor Stambuk :"

Copied!
109
0
0

Teks penuh

(1)

RELASI CIVIL SOCIETY DENGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENINGKATAN KUALITAS PENDIDIKAN DI MAMUJU (Studi Kerjasama Yayasan Karampuang Dengan DISDIKPORA Mamuju)

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Pemerintahan

Disusun dan dusulkan oleh SANTA

Nomor Stambuk : 105640127911

PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

2015

(2)

LEMBAR PERSETUJUAN

Judul Proposal Penelitian : Relasi Civil Society Dengan Pemerintah Daerah Dalam Peningkatan Kualitas Pendidikan Di Mamuju (Studi Kerjasama Yayasan Karampuang Dengan Disdikpora Mamuju).

Nama Mahasiswa : Santa

Nomor Stambuk : 105640 127911 Program Studi : Ilmu Pemerintahan

Menyetujui:

Pembimbing I, Pembimbing II,

Dr. Djaelan Usman, M.Si Rudi Hardi, S.Sos., M.Si

Mengetahui:

Dekan Ketua Jurusan

Fisipol Unismuh Makassar Ilmu Pemerintahan

Dr. H. Muhlis Madani, M.Si Andi Luhur Prianto, S.IP., M.Si

(3)

PENERIMAAN TIM PENILAI

Telah diterima oleh Tim Penilai Ujian Skripsi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar, berdasarkan Sk Rektorat Nomor: 0446/FSP/A.I-VIII/I/372016 THN 1437 H/2016 M Sebagai syarat guna memperoleh gelar sarjana dengan gelar sarjana dalam Program Studi Ilmu Pemerintahan

Di Makassar

Pada Hari Kamis, Tanggal 18 Februari 2016 TIM PENILAI

AnggotaPenguji :

1. Dr. Djaelan Usman, M.Si (……….)

2. Dr. Burhanuddin,S.Sos,. M.Si (………...)

3. A. Luhur Prianto, S.IP,. M.Si (……….)

4. Dra. Hj. Nurmaeta, MM (…………...……...) Dekan Fisipol Unismuh Makassar

Dr. H. Muhlis Madani, M.Si NBM : 696 063

Sekretaris

Drs. H. Muhammad Idris, M.Si NBM : 782 663

(4)

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH

Saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama Mahasiswa : Santa

Nomor Stambuk : 105640 127911 Program Studi : Ilmu Pemerintahan

Menyatakan bahwa benar karya ilmiah ini adalah penelitian saya sendiri tanpa bantuan dari pihak lain atau telah ditulis/dipublikasikan orang lain atau melakukan plagiat. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila di kemudian hari pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik sesuai aturan yang berlaku, sekalipun itu pencabutan gelar akademik.

Makassar, 19 April 2015 Yang Menyatakan,

Santa

(5)

ABSTRAK

SANTA 2016.Relasi Sivi Society Dengan Pemerintah Daerah Dalam Peningkatan Kualitas Pendidikan di Mamuju (Studi Kerja Sama Yayasan Karampuang Dengan DISDIKPORA Mamuju) (dibimbing oleh Jaelan Usman dan Rudi Hardi)

Dalam penelitian ini mengangkat permasalahan, yaitu Bagaimana bentuk Relasi Sivil Society dengan Pemerintah Daerah Kabupten Mamuju dengan mengambil studi kerja sama antara Yayasan Karampuang dengan Dinas Pendidikan Kabupaten Mamuju.

Didalam penelitian ini, penulis memakai metode deskriptif kualitatif dengan mengambil jumlah informan sebanyak sembilan orang yang mewakili unsur Pimpinan Yayasan Karampuang, Pimpinan Dinas Pendidkan Pemuda dan Olah Raga, Tokoh Pendidikan, Tokoh Agama, dan unsur komite sekolah. Adapun teknik pengumpulan data dalam penelitian ini anatara lain, observasi, wawancara, dokumentasi.

Hasil penelitian ini, menemukan bentuk kerja sama yang telah dilaksanakan Yayasan Karampuang dengan Dinas Pendidikan Pemuda dan Olah Raga dengan beberapa model hubungan, (a) model hubungan fasilitation, dalam bentuk melaksanakan kegiatan bersama pendataan SIPBM, program gerakan kembali bersekolah, pengembalian anak sekolah usia tujuh sampai delapan belas tahun sebanyak seribu orang. (b) model hubungan colaboration, dilakukan dalam bentuk pengembalian anak putus sekolah lebih dari seratus orang, kerja sama program PAUD SIOLA, Dinas Pendidikan Pemuda dan Olah Raga Mamuju melibatkan Yayasan Karampuang dalam Dewan Pendidikan dan setiap ada program Dinas Pendidikan Pemuda dan Olah Raga, Yayasan Karampuang selalu dilibatkan begitupun sebaliknya .melakukan hubungan kerja sama dengan Dinas Pendidikan Pemuda dan Olah Raga dalam berbagai bentuk. (c) model hubungan cooptation, dimana dalam bentuk mengontrol dana dan pengawasan forum tertentu.

Kata Kunci : Relasi, Peningkatan, Pendidikan

(6)

KATA PENGANTAR

“Assalamu Alaikum warahmatullahi Wabarakatuh”

Dengan memanjatkan rasa syukur yang sebesar-besarnya kehadirat Allah S.W.T, atas Rahmat dan Taufik-Nya jualah sehingga penulisan skripsi yang berjudul “Relasi Sivil Society Dengan Pemerintah Daerah Dalam Peningkatan Kualitas Pendidikan Di Mamuju (Studi Kerja Sama Yayasan Karampuang Dengan DISDIKPORA Mamuju). Skripsi ini merupakan tugas akhir yang diajukan untuk memenuhi syarat dalam memperoleh gelar sarjana Ilmu Pemerintahan pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar.

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak akan terwujud tanpa adanya bantuan dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga terkhusus kepada dosen pembimbing Bapak Dr.Jaelan Usma, M.Si sebagai Pembimbing I dan Rudi Hardi, S.Sos, M.Si sebagai Pembimbing II, yang dengan tulus membimbing penulis, melakukan koreksi dan perbaikan-perbaikan yang amat berharga sejak dari awal sampai selesainya skripsi ini. Gagasan-gagasan beliau merupakan kenikmatan intelktual yang tak ternilai harganya. Teriring Doa semoga Allah S.W.T menggolongkan upaya-upaya beliau sebagai amal kebaikan.

(7)

Selanjutnya pada kesempatan ini penulis tak lupa mengucapkan Penghargaan dan Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah memberikan bantuannya terutama kepada :

1. Bapak Dr. H. Irwan Akib, M.Pd, sebagai Rektor Universitas Muhammadiyah Makassar, yang telah membina Universitas ini dengan sebaik-baiknya.

2. Bapak Dr. H. Muhlis Madani, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, yang telah membina fakultas ini dengan sebaik-baiknya.

3. Bapak A. Luhur Prianto, S.IP,M.Si Selaku ketua jurusan Ilmu Pemerintahan fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, yang telah membina jurusan ini dengan sebaik-baiknya, beliau telah berperan sebagai orang tua akademik bagi saya.

4. Segenap Dosen fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar yang telah memberi bekal ilmu kepada penulis selama menempuh pendidikan dilembaga ini. Segenap staf tata usaha fakultas Ilmu Sosial dan ilmu Politik, yang telah memberikan pelayanan administrasi dan bantuan kepada penulis dengan baik.

5. Segenap pengurus dan anggota Komite Pemantau Legislatif (KOPEL) Indonesia, dan Secara khusus Syamsuddin Alimsyah selaku Direktur KOPEL, begitu banyak pemberian ilmu dan keteladanan yang senantiasa berikan.Terima kasih yang tak terhingga

6. Direktur Yayasan Karampuang beserta staf dan Kadis Pendidikan Pemuda dan Olah Raga Kab. Mamuju

7. Buat orang tuaku tercinta Hadani dan Hj.Rosma terima kasih atas segala bimbingan, kasih sayang yang tulus, jasa dan pengorbanannya sepanjang masa sehingga skripsi ini bisa saya kerjakan dengan baik, penghargaan, simpuh dan sujud serta doa semoga Allah SWT memberinya umur panjang, kesehatan dan selalu dalam lindungannya, dan kepada seluruh keluarga yang

(8)

senantiasa memberikan motivasi serta arahan-arahan selama penulis menempuh pendidikan sampai pada penyelesaian skripsi ini.

8. Buat Saudaraku-Saudaraku, dan secara khusus kepada Rusdianto,S.Ag yang senantiasa membina dan mengantarkan saya pada almamater Universitas Muhammadiyah Makassar.Saya ucapkan terima kasih yang tak terhingga.

9. Buat St. Zahra yang selalu menemani dan memotivasi dalam menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih atas semua pengorbanan yang diberikan.

10. Segenap rekan-rekan Pengurus Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Periode 2015-2016.Saya ucapkan terima kasih atas kebersamaannya dalam membangun Solidaritas Pergerakan.

11. Segenap Pengurus dan anggota HIPERMAJU, KPPMT, HIPMAR, HIPERMATA, yang kontribusinya dalam perjalanan karir kemahasiswaan penulis sungguh banyak. Terima kasih

Demi kesempurnaan skripsi ini, saran dan kritik yang sifatnya membangun sangat penulis harapkan.Semoga skripsi ini bermanfaat dan atas bantuan serta bimbingan semua pihak senantiasa mendapatkan pahala yang berlipat ganda dari Allah Subhanahuwataala. Amin Ya Rabbal Alamin.

Makassar, 29 Januari 2016

Santa

(9)

DAFTAR ISI

Halaman Judul ... i

Halaman Persetujuan ... ii

Halaman Pernyataan Keaslian Karya Ilmiah ... iii

Abstrak... ... iv

Kata Pengantar... . v

Daftar Isi... viii

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang M asalah... 1

B. Rumusan Masalah... 6

C. Tujuan penelitian ... 7

D. Manfaat penelitian ... 7

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Relasi Civil Society ... 8

B. Konsep Pemerintah Daerah ... 23

C. Konsep Peningkatan Kualitas Pendidikan... 28

D. Kerangka Fikir ... 35

E. Fokus Penelitian ... 38

F. Deskripsi Fokus Penelitian ... 38

BAB III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Lokasi Penelitian ... 40

B. Jenis dan Tipe Penelitian ... 40

C. Sumber Data... 40

D. Informan Penelitian ... 41

E. Teknik Pengumpulan Data... 42

F. Teknik Analisis Data ... 42

G. Keabsahan Data... 43

(10)

BAB IV. PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN

A. Deskripsi Obyek Penelitian... ... 45

1. Gambaran Umum Berdirinya Mamuju... 45

2. Profil Yayasan Karampuang... 49

3. Profil DISDIKPORA Kab. Mamuju... 55

B. Relasi Institusi... ... 70

1. Facilitation... .... 73

2. Collaboration... ... 78

3. Cooptation... . 83

C. Faktor Pendukung dan Penghambat... .... 87

BAB V. PENUTUP A. Kesimpulan... 95

B. Saran... .. 96

DAFTAR PUSTAKA... 98

(11)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Diskursus atas wacana civil society semakin mendapat ruang terhadap issu-issu penguatan dan pemantapan Demokratisasi di Indonesia pada dekade 1990-an.civil society diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dalam tiga cara, yaitu Masyarakat sivil, Masyarakat Warga/Kewargaan, dan Masyarakat madani.

Civil society merupakan konsep yang lahir dari pandangan yang melihat adanya hubungan sedemikian rupa antara masyarakat dan Negara. Pandangan tentang hubungan antara Masyarakat dan Negara mengalami evolusi dari masa ke masa. Terakhir berkembang pemikiran bahwa ada tiga pilar kekuasaan yang mengatur kehidupan manusia, yaitu State (Negara), Market ( Pasar), dan Civil Society. civil society dikonsepsikan sebagai Masyarakat yang bebas dari ketergantungan Negara dan pasar, percaya diri, swasembada, sukarela, dan taat akan nilai dan norma yang berlaku.

Bebas dari ketergantungan Negara dan pasar dimaksud sebagai suatu bentuk kebebasan dari Masyarakat untuk melakukan akativitas kemasyarakatan (sosial,pendidikan,budaya,politik, dan agama) tanpa adanya intervensi Negara dan pasar. Intervensi Negara terhadap Masyarakat di bolehkan jika terjadi ketidak adilan dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, aturan main dilanggar atau Undang-Undang tidak ditegakkan.

Sementara itu, Negara sebagai penanggungjawab utama dalam menciptakan kehidupan masyarakat yang cerdas,beriman, berilmu serta sejahtera,

(12)

sangat penting melaksanakan kerja ril dilapangan untuk memenuhi segala kebutuhan masyarakat. Dari sinilah Tanggungjawab Negara sangat dibutuhkan oleh Warganya.

Seperti publik ketahui Indonesia yang sebelumnya mengadopsi sistim pemerintahan yang tersentralisasi dan faktanya terasa lamban dalam mengakomodir hak-hak Masyarakat khususnya di Daerah seperti pada rezim Orde Baru dibawah kekuasaan Soeharto 32 tahun dan baru berakhir berkuasa 1998, yang kemudian telah menciptakan suatu sistem tata Pemerintahan baru yaitu Desentralisasi Pemerintahan, dimana adanya penyerahan urusan-urusan Pemerintahan dari Pusat kepada daerah untuk mengakselerasi pembangunan diberbagai sektor.

Sebagai langkah kongkrit tersebut Pemerintah Pusat memberi kewenangan kepada Daerah-daerah untuk menyelenggarakan Pemerintahan seperti menggali sektor-sektor Pendapatan Asli Daerah,penarikan retribusi Daerah dan pendapatan lainnya yang sah dalam rangka percepatan pemenuhan kebutuhan pembangunan di Daerah dan untuk mempercepat penanggulangan masalah- masalah di Daerah seperti keterbelakangan Pendidikan,Infrasturuktur, dan akses pelayanan Kesehatan dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Penulis melihat peran Pemerintah Daerah sebagai penyelenggara Pemerintahan khususnya di Daerah memiliki peran yang sangat strategis guna mengoptimalkan segala jenis kebutuhan masyarakat di Daerah yang selama ini tidak terpenuhi secara maksimal. Serta amanat konstitusi Negara bahwa tugas Negara memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan

(13)

Bangsa,melindungi seluruh tumpah darah Indonesia dan ikut melaksanakan ketertiban dunia. Fakta yang terjadi di hampir seluruh sektor Negara dianggap alpa dalam melaksanakan tanggungjawab kiepada hak-hak warganya.

Sebut saja sektor pendidikan yang berkualitas, Infrastruktur yang kurang,distribusi ekonomi yang timpang, dan masih banyak lagi sektor-sektor vital yang masyarakat di daerah tidak dapat merasakan hasil kemerdekaan. Meski usia kemerdekaan sudah tuju puluh tahun. Berangkat dari suatu analisis empiris atas fenomena atau masalah tersebut, dengan melihat apa yang terjadi di daerah, khususnya di Kabupaten Mamuju. Pemerintah Daerah masih memiliki pekerjaan rumah yang harus dituntaskan.

Seperti hasil observasi penulis di beberapa Kecamatan di wilayah Kabupaten Mamuju masih terdapat masyarakat atau anak tidak mampu mendapatkan keterampilan membaca dan menulis, sebut saja di Kecamatan Tapalang khususnya di Desa penulis yaitu Desa Labun Rano masih tampak beberapa anak atau masyarakat yang tidak pandai membaca dan menulis. Ada beberapa faktor mereka tidak bisa berubah, Pertama: Pemerintah Daerah, dalam hal ini Dinas Pendidikan yang terdekat tidak peka terhadap masyarakatnya.

Kedua: ada kemungkinan mereka yang sudah merasa dewasa, meski tidak pandai membaca dan menulis enggang belajar karena alasan malu dan tidak ada penangan khusus dari Dinas terkait.Dalam konteks inilah, maka penulis melihat ada ruang di Kabupaten Mamuju yang membutuhkan keterlibatan LSM sebagai pengejewantahan masyarakat sipil untuk bersam-sama Pemerintah Daerah

(14)

dalam hal ini Dinas Pendiidikan Pemuda dan Olahraga Kabupaten Mamuju untuk mencari formulasi cara menyelesaikan permasalahan yang dimaksud.

Berangkat dari uraian diatas, penulis menemukan di Kabupaten Mamuju telah terdapat satu Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang bernama Yayasan Karampuang telah secara kontinyu terlibat aktif dalam mengadvokasi sektor peningktan kualitas Pendidikan di Mamuju. Bahkan LSM yang berkantor di Jl.

Trans Mamuju tersebut, sejak kelahirannya tahun 2005 telah terbilang aktif bermitra dengan Pemerintah Daerah maupun Lembaga-Lembaga Non Pemerintahan lainnya seperti Unicef. Diantara Program yang pernah dilaksanaan seperti program pendidikan buta aksara, program kembali bersekolah, program keaksaraan fungsional, dan pendidikan kesetaraan dalam kurun waktu 2005-2014.

Berangkat dari pengalaman diatas, penulis ingin melihat lebih jauh bentuk kerja sama yang dilakukan dengan Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga untuk sektor Peningkatan Kualitas Pendidikan di Kabupaten Mamuju.Sebagai LSM yang sepak terjangnya dalam dunia sosial terbilang eksis dalam mengawal issu-issu kebijakan Pemerintah Daerah terkhusus yang menyangkut peningkatan kualitas sumber daya manusia di Kabupaten Mamuju.

Organisasi Yayasan Karampuang resmi didirikan pada tanggal 12 Juni 2005 di Kabupaten Mamuju, Provinsi Sulawesi Barat. Sejak didirikan hingga saat ini, Yayasan Karampuang terbilang cukup konsen membantu Pemerintah Daerah Kabupaten Mamuju dalam dunia pendidikan, pengentasan kemiskinan dan Kesehatan.

(15)

Latar belakang dari pendirian Yayasan Karampuang pada dasarnya adalah Lembaga Swadaya Masyarakat yang lahir dari nurani masyarakat sebagai wujud kemandirian dan merupakan wadah penyaluran aspirasi dalam memenuhi tuntutan pembangunan disegala bidang untuk kepentingan bersama. Ada 7 hal yang mendasar dalam Visi dan Misi Yayasan Karampuang. Kita berangkat dari Visinya yaitu : masyarakat sejahtera dan berdaya dalam pemamfaatan potensi sumber daya yang berwawasan lingkungan melalui pendekatan kemandirian lokal menuju masyarakat adil dan makmur.

Adapun Misinya terdiri dari 7 point. Point Pertama: menggambarkan tentang masyarakat wajib menjadikan nilai-nilai religius dan budaya lokal sebagai pedoman dan sumber kearifan dalam peningkatan kualitas dan tatanan kehidupan masyarakat. Kedua: meningkatkan kepedulian terhadap masyarakat dan lingkungan. Ketiga: mewujudkan demokratisasi akses masyarakat dalam mengembangkan SDM bagi masyarakat yang hidup dibawah garis kemiskinan dan memperkuat kearifan social budaya dan ekonomi pembangunan yang berwawasan lingkungan. Keempat: Meningkatkan aktifitas ilmiah yang dapat menunjang peningkatan kualitas SDM. Kelima: meningkatkan pengetahuan dan pemahaman terhadap hakikat ilmu hukum dan pendampingan masyarakat.

Keenam: memberdayakan potensi masyarakat dalam rangka pemberdayaan sumber daya alam yang berbasis ramah lingkungan. dan yang Ketujuh:

mengupayakan terbukanya peluang kerja yang luas melalui usaha-usaha produktif yang didukung oleh penyediaan sarana dan prasarana yang memadai dibangun atas pertimbangan keadilan, transparansi dan profesionalisme.

(16)

Atas dasar hipotesis-hipotesis diatas inilah, membuat penulis semakin meminati studi tentang peran Sivil Society (Masyarakat Sipil), dalam membangun hunbungan dengan Pemerintah. Khususnya apa yang telah dipraktikkan oleh Yayasan Karampuang sebagai salah satu kelompok Sivil Society di Daerah Kabupaten Mamuju. Secara konsen melakukan pendampingan atau kerja sama dengan pihak-pihak terkait khususnya Dinas Pendidkan Pemuda dan Olah Raga Kabupaten Mamuju, dalam hal ini konsen pada sektor Peningkatan kualitas Pendidikan di Mamuju.

Melalui penelitian inilah, penulis mencoba mengangkat judul peneliatian yaitu: Relasi Civil Society Dengan Pemerintah Daerah Dalam Peningkatan Kualitas Pendidikan di Mamuju (Studi kerja sama Yayasan Karampuang dengan Disdikpora di Mamuju)

B. Rumusan Masalah

Bertitik tolak dari uraian latar belakang diatas, maka dikemukakan rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana bentuk relasi (kerja sama) yang dilakukan Yayasan Karampuang dengan Dinas Pendidikan Pemuda dan Olah Raga dalam peningkatan kualitas pendidikan di Mamuju?

2. Apakah faktor pendukung dan penghambat kerja sama antara Yayasan Karampuang dengan Dinas Pendidikan Pemuda dan Olah Raga Kabupaten Mamuju?

(17)

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui relasi (kerja sama) yang dilakukan Yaysan Karampuang dengan Dinas Pendidikan Pemuda dan Olah Raga dalam peningkatan kualitas pendidikan di Mamuju.

2. Untuk mengetahui apakah faktor yang menghambat dan mendukung anatara Yayasan Karampuang dengan Dinas Pendidikan Pemuda dan Olah Raga dalam melakukan kerja sama peningkatan kualitas pendidikan di Mamuju.

D. Manfaat Penelitian

1. Secara teoritis, penelitian ini dapat menjadi referensi analisis teoritik para ilmuan sosial terhadap fenomena dan perkembangan masyarakat sipil yang ada di Indonesia.

2. Secara praktis, hasil penelitian ini dapat menjadi bahan bacaan bagi masyarakat setempat dan dapat menjadi data bagi Pemerintah setempat untuk keperluan penyelenggaraan pendidikan.

(18)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Relasi Civil Society

Defenisi Sivil Society ada yang menekankan kepada ruang, yaitu terdapatnya individu dan kelompok dalam masyarakat dapat saling berinteraksi dengan semangat toleransi.Dalam ruang tersebut, masyarakat dapat melakukan partisipasi dalam pembentukan kebijaksanaan publik dalam suatu negara. Lebih jauh hubungan atau relasi antara negara dan LSM sama sekali tidak dapat dipisahkan. Sedangkan berdasarkan sejarahnya hubungan antara LSM dan Pemerintah mengalami pasang surut, dari hubungan yang bersifat cooperative dan partnership hingga hubungan yang sifatnya conflictual. Idealnya bentuk relasi Negara dengan masyarakat sipil adalah sinergis, kolaboratif, dan partisipatif, dengan berdasarkan pada asas kebebasan, keadilan, dan persamaan hak. Dalam membicarakan tentang model hubungan LSM dengan Pemerintah James V.

Ryker dalam (Gafar Affan ,2006:208) menyebutkan lima model hubungan atau pola relasi antara LSM dengan pemerintah yaitu :

a. Autonomous/Benign Neglect.

Dalam pola relasi ini pemerintah tidak menganggap LSM sebagai ancaman, karena itu membiarkan LSM bekerja secara independen dan mandiri.

b. Facilitation/Promotion.

Pemerintah menganggap kegiatan LSM sebagai sesuatu yang bersifat komplementer. Pemerintahlah yang menyiapkan suasana yang mendukung bagi LSM untuk beroperasi. Tidak jarang pula pemerintah mendukung

(19)

dengan menyediakan fasilitas dana, peraturan dan pengakuan hukum serta hal-hal yang sifatnya administratif lainnya.

c. Collaboration/Cooperation

Pemerintah menganggap bahwa bekerjasama dengan kalangan LSM merupakan sesuatu yang menguntungkan. Karena dengan bekerjasama semua potensi dapat disatukan guna mencapai satu tujuan bersama.

d . Cooptation/Absorption.

Pemerintah mencoba menjaring dan mengarahkan kegiatan LSM dengan mengatur segala aktifitas mereka. Untuk itu kalangan LSM harus memenuhi ketentuan yang dikeluarkan pemerintah. Tidak jarang pemerintah melakukan kontrol secara aktif.

e. Containment/Sabotage/Dissolution

Pemerintah melihat LSM sebagai tantangan bahkan ancaman sehingga pemerintah mengmabil langkah tertentu untuk membatasi ruang gerak LSM atau bahkan membubarkan LSM yang dianggap melanggar ketentuan yang berlaku.

Dalam suasana reformasi saat ini, dengan kehidupan demokrasi yang berjalan lebih baik, sangat memungkinkan untuk menciptakan hubungan antara LSM dengan pemerintah yang sifatnya autonomous benign neglect, facilitation/

promotion, dan collaboration/ cooperation sekaligus. yang bersifat cooptation/

absorption atau containment/ sabotage/ dissolution seperti yang diterapkan pada masa orde baru.

(20)

Civil society secara terminologis dapat diartikan masyarakat sipil, masyarakat kewarganegaraan, masyarakat beradab, atau masyarakat berbudaya.

Jadi civil society dapat dipahami sebagai sebuah ruang (space) sebuah Negara, di mana di dalamnya hidup sekelompok individu dengan semangat toleransi yang tinggi dalam jalinan komunikasi dan interaksi yang sehat, serta terwujudnya partisipasi aktif masyarakat dalam pengambilan kebijakan publik. Ada juga yang memahami civil society sebagai asosiasi masyarakat yang beradab sukarela hidup dalam suatu tatanan sosial yang membedakan dengan jelas di mana letak urusan individu dengan urusan kolektif, dan terjadi mobilitas yang tinggi dalam masyarakat, dan terbangun atas dasar jiwa sukarela jaringan kerjasama antar seluruh elemen masyarakat. (Nasiwan, 2010: 158)

Sementara Hegel dalam (Patria dan Arief, 2009;134) menyebut masyarakat sipil sebagai masyarakat pra-politis, yang oleh para naturalis disebut Negara alamai. Bagi Hegel, masyarakat sipil merupakan kedaulatan dari ketidakberadaan, penderitaan,dan korupsi fisik serta etis. jadi berlawanan dengan konsepsi kaum naturalis. Menurut Hegel (dalam Patria dan Arief, 2009;134) masyarakat sipil ini diatur dan dikuasai oleh kapasitas intelektual super dari Negara, yang merupakan tatanan tertinggi dari etika dan moral manusia. Marx dan Engels kemudian mengubah pandangan Hegelian. Hegel mengartikan masyarakat sipil sebagai keseluruhan hidup Pra-Negara yang merupakan perkembangan dari hubungan-hubungan ekonomi yang mendorong dan menentukan struktur organisasi dan politik (Patria dan Arief, 2009;134).

(21)

Bagi Karl Marx dan Engels, masyarakat sipil dan Negara adalah merupakan sebuah antitesis. Engels berpendapat bahwa negara (tatanan politik) adalah elemen subordinat, dimana masyarakat sipil (kenyataan hubungan- hubungan ekonomi) adalah elemen yang menentukan. Jadi, struktur dan superstruktur (masyarakat sipil dan Negara) merupakan bentuk suatu dialektika antitesis dasar sistem marxis. Masyarakat sipil menguasai Negara, struktur menguasai superstruktur. keseluruhan hubungan-hubungan produksi ini menyokong struktur ekonomi dari masyarakat; merupakan fondasi nyata dari munculnya superstruktur yuridis dan politis serta sesuai dengan bentuk dari kesadaran sosial.

Dengan demikian, marx secara jelas meletakkan Negara dibawah masyarakat sipil. Masyarakat sipil yang menentukan Negara dan membentuk organisasi dan tujuan dari Negara dalam kesesuaian dengan hubungan produksi material pada tahapan tertentu dari perkembangan kapitalis. Hanya untuk dunia luar Negara-Bangsa tampak mengatur proses pembanguan, ketika Negara berhubungan dengan Negara lain, termasuk perang dan pembatasan ikatan Nasional (Nasionalisme). Gramsci ternyata berbeda dalam menafsirkan Negara dan masyrakat sipil seperti yang dilakukan oleh para marxis lainnya. Walaupun Karl Marx dan Gramsci mengklaim bahwa konsepnya tentang masyarakat sipil diperoleh dari Hegel, pada kenyataannya mereka menggunakan istilah itu dengan cara yang berbeda (Patria dan Arief, 2009;135).

Karl Marx mengatakan bahwa masyarakat sipil adalah totalitas hubungan-hubungan ekonomi (basis struktur). Gramsci, justru merujuknya pada

(22)

superstruktur (Patria dan Arief, 2009;134). Ringkasnya konsep Karl Marx tentang masyarakat sipil sebagai momen struktur dapat dipandang sebagai titik keberangkatan analisa Gramsci. Tetapi, teori Gramsci memperkenalkan sebuah penemuan yang cukup mendasar dalam tradisi Karl Marx.

Masyarakat sipil dalam konsep Gramsci tidak berada pada moment sruktur, melainkan pada superstruktur. Bagi Gramsci masyarakat sipil (civil society) adalah faktor kunci untuk memahami perkembangan kapitalis, meskipun oleh Karl Marx ia dipahami sebagai struktur (hubungan-hubungan produksi).

Disisi lain, Gramsci melihat itu sebagai superstruktur yang mewakili faktor aktif dan positif dari perkembangan sejrah. Ia merupakan hubungan-hubungan budaya dan ideologi yang kompleks, kehidupan intelektual dan spiritual, serta ekspresi politik dari hubungan-hubungan itu menjadi fokus analisa yang lebih daripada struktur.

Gramsci tentang civil society sesungguhnya membedakan antara lembaga publik Negara dengan masyarakat sipil yang terdiri dari semua organisasi swasta yang bersifat sukarela seperti, serikat kamar dagang, partai politik, gereja, organisasi masyarakat dan organisasi amal.Sebagaimana yang dikonsepsikan oleh Antonio Gramsci, dimana kelompok masyarakat sipil atau civil society dapat pula berbentuk organisasi sosial kemasyarakatan dan bahkan seperti dalam bentuknya yang yayasan sepanjang tidak bergantuk kepada negara itu adalah bagian dari civil society.

Sebagaimana yang di katakan Gramsci, kesatuan historis kelas penguasa itu direalisasikan dalam negara. Namun, negara juga dipengaruhi oleh perjuangan

(23)

kelas dan oleh perjuangan demokrasi rakyat sehingga, sebagaimana yang dikatakan Gramsci dalam catatannya mengenai hubungan berbagai kekuatan yang telah kita kemukakan sebelumnya, kehidupan negara adalah suatu proses pembentukan dan penggantian yang terus berlangsung akan keseimbangan yang tidak stabil. Jadi, meskipun kelas hegemoni itu berkuasa dalam Negara, mereka tidak dapat menjadikan negara semata-mata hanya untuk menerapkan kepentingan mereka sendiri terhadap kelas-kelas yang lain. Kehidupan suatu Negara mempunyai otonomi relatif dari kelas penguasa, karena ia adalah hasil dari keseimbangan dari berbagai kekuatan (Jaenuri dan Salahuddin, 2014;10).

Sementara itu menurut Adam Fergunson dalam (Gellner,1994;210) menyebut ada banyak jalan bagi manusia untuk menata eksistensi sosialnya.

Untuk waktu yang lama, manusia hidup dalam komunitas kecil yang akrab.

Dalam komunitas seperti ini, teknologi masih sederhana, demikian pula pembagian kerja.generalisasi yang dapat ditawarkan pada komunitas seperti itu adalah begini: dalam komunitas ini masalah menjaga tatanan dan keamanan mematahkan keinginan meningkatkan produksi, kendati ada gagasan perbaikan atau pengkatan kondisi material yang radikal dan berkelanjutan (yang secara inheren tidak mungkin).

Komunitas kecil seperti ini bisa egaliter, namun pada umumnya bisa partisipatoris sampai ketingkat dimana pembagian kerja politik juga tak dapat menjangkau kebebasan orang untuk berbicara tentang penyisihan proporsi besar komunitas dari kehidupan politiknya. Jadi,dalam pengertian yang terbatas, komunitas itu demokratis. Kita dapat mengatakan ini sejauh komunitas tersebut

(24)

benar-benar tak memiliki kapasitas organisasional untuk menjadi tidak egaliter secara radikal dan berlebihan.

Pada titik inilah pembicaraan tentang masyarakat sipil menjadi mungkin.

yang penting bukan saja pemisahan antara yang sosial dan yang ekonomi, namun keseimbangan kekuasaan antara keduanya. Sesuatu yang menyerupai Negara Utsmaniah juga benar-benar menyadari perbedaan antara para produser dan penjaga tatanan. Begitu pulah yang terjadi ada Negara-negara muslim pada umumnya. Namun akan sulit menyebutnya sebagai masyarakat sipil.

Dalam masyarakat-masyrakat seperti ini, jelas sekali siapa yang menjadi bosnya, yang membedakan masyarakat sipil (memakai istilah ini untuk menggambarakn seluruh masyarakat), atau suatu masyarakat yang mengandung masyarakat sipil (dalam pengertian yang lebih sempit), dari yang lainnya adalah bahwa dimas yarakat lain, tidak jelas siapa yang jadi bosnya. Masyarakat sipil dapat mengendalikan dan menentang negara. Masyarakat sipil tidak loyo dihadapan Negara.

Pengkritiknya yang paling berpengaruh Karl Marx. Sebenarnya masyarakat sipil itulah yang jadi bosnya, sedangkan kekuasan negara, atau bahkan menurut kemerdekaannya, hanyalah tampak depannya, sebuah topeng (Gellner,1994;210). Inilah pengertian lebih luas masyarakat sipil. Pengertian ini merujuk ke semua masyarakat yang istitusi-institusi non-politiknya tidak didominasi oleh institusi-institusi politik, dan juga tidak mencekik individu- individu.

(25)

Mana mungkin sekelompok orang yang, ex hypothesi, telah melepaskan senjatanya (kalau memang mereka pernah punya) dapat mengimbangi suatuisntitusi yang menurut defenisi memonopoli senjata dan kebiasaan menggunakannya. Bahkan persaingan apa lagi yang bisa terjadi antara kelompok- kelompok yang seperti itu, yang satu begitu terlatih dan lengkap peralatannya, sedang yang lain tak lengkap peralatannya dan tak diperenjatai. Mungkinkah ada keraguan mengenai hasil yang akan diperoleh. Absourditas macam apakah ini.

Mana mungkin pertanyaan seperti itu dilontarkan dengan sungguh-sungguh.

Pertanyaan ini tidak mengada-ada dan jawabannya belum jelas. Seperti kejadiannya di dunia Anglo-Saxon masyarakat sipil mengalahkan Negara, bukan saja sekali tetapi dua kali. Dalam dua abat berturut-turut, dalam dua perang saudara yang mengandung konsekuensi bagi sejarah manusia. Adalah para Roundhead yang menang dalam Perang Saudara, dan adalah orang-orang Amerika yang menang dalam perang kemerdekaan.

Masyarakat mengalahkan Negara ̶ yang ahli memaksa dan melakukan kekerasan par exellence dalam perang. Menurut Adam Fergunsong dalam (Gellner,1994;213) menegaskan bahwa jika Negara mengalahkan dan menaklukkan masyarakat sipil, disebuah dunia plural yang lebih luas dimana kekayaan Nasional dan pertumbuhannya sangat berharga, maka masyarakat sebagai satu keseluruhan yang membayar harganya. Masyarakat pada akhirnya harus mengoreksi dan membalik kemenangan yang membawa malapetaka itu, dalam rangka mencapai ratrapage ekonomi. Satu kontra yang ada dalam

(26)

masyarakat sipil adalah kontras anatara aktivitas ekonomi dan aktivitas sosial di satu pihak, dan sentralisasi aktivitas penjaga tatanan di lain pihak.

Hal yang lain, Antonio Gramsci membedakan antara lembaga-lembaga publik Negara dengan masyarakat sipil yang terdiri dari semua organisasi swasta yang bersifat sukarela seperti serikat dagang, partai politik, gereja, organisasi masyarakat dan organisasi amal. Menurut Gramsci dalam (Jainuri dan Salahudin, 2014;10), hegemoni dari kelas dominan dijalankan dalam masyarakat sipil dengan mengajak kelas-kelas yang berada dibawah untuk menerima nilai-nilai dan gagasan yang telah diambil oleh kelas yang dominan itu sendiri, dan dengan membangun jaringan kerja sama yang didasarkan atas nilai-nilai tersebut.

Langkah menuju sosialisme dilakukan dengan membangun hegemoni tandingan (counter-hegemony) oleh gerakan buruh dan ini memerlukan proses reformasi moral dan ideologi yang panjang.

Gramsci dalam (Jainuri dan Salahudin,2014;10) secara tegas mendefenisikan masyarakat sipil sebagai bentuk hubungan antara organisasi sosial seperti partai politik, gereja, organisasi masyarakat, sarekat dagang, masyarakat adat, sarekat buruh . Negara tidak termasuk pada hubungan tersebut, karena memiliki kekuatan kekerasan (koersif). Masyarakat sipil adalah suatu wadah perjuangan kelas dan perjuangan demokrasi kerakyataan. Masyarakat sipil adalah wadah disitu kelompok sosial dominan mengatur konsensus dan hegemoni.

Masyarakat sipil juga adalah suatu wadah dimana kelompok-kelompok sosial yang lebih rendah (subordinate) dapat menyusun perlawanan mereka dan

(27)

membangun sebuah hegemonia alternatif (counter-hegemony) dalam (Jainuri dan Salahudin,2014;11).

Selain merebut kekuasaan politik, masyarakat sipil juga harus meraih kepemimpinan dalam produksi. Hal ini semata-mata menhindari kekuatan kelompok borjuis dalam menguasai kepemimpinan produksi. Jika kelompok burjuis, maka dengan sendirinya akan menguasai kepemimpinan politik. Oleh karena itu, Gramsci melarang membedakan kepemimpinan produksi dan kepemimpinan politik. Dua kepemimpinan tersebuth harus disatu padukan dalam melakukan gerakan sosial. Dengan dua kepemimpinan itupula, kelompok sosial mampu melakukan hegemonik dengan efektif.

Gramsci dalam (Jainuri dan Salahudin,2014;11) menjelaskan bahwa masyarakat sipil lebih mudah menguasai Negara pada Negara yang memposisikan masyarakat sipil sebagai mitra. Berikut penjelasannya pada salah satu paragrap prison notebook yang dikutip Rogen Simon dalam (Jainuri dan Salahudin,2014;12). Di timur Negara adalah segalanya, masyarakat sipil adalah primordial dan lemah. Dibarat terdapat hubungan yang serasi antara Negara dan masyarakat sipil, dan ketik Negara mengalami goncangan maka stuktur masyarakat sipil segera menggantikannya.

Gramsci membedakan masyarakat sipil dengan masyarakat politik.

Defenisi masyarakat sipil adalah seperti yang disampaikan diatas. Masyarakat Politik adalah ditunjukkan untuk hubungan-hubungan antar Lembaga-lembaga Negara dalam menjalankan tugas dan fungsi masing-masing termasuk fungsi koersif.

(28)

Seperti yang dikutip Roger Simon dalam (Jainuri dan Salahudin,2014;13) bahwa Gramsci menggunakan istilah masyarakat politik bagi hubungan-hubungan koersif yang terwujud dalam berbagai lemabaga negara- angkatan bersenjata, polisi, lembaga hukum dan penjara, bersama-sama dengan semua departemen administrasi yang mengurusi pajak, keungan, perdagangan, industri, keamanan sosial, dan sebgainya, yang tergantung upaya akhir dari efektifitas monopoli negara dalam melakukan tindakan koersif. Selanjutnya, berdasarkan penjelasan tersebut, Roger Simon menyimpulkan, bahwa istilah masyarakat politik bukanlah pengganti istilah Negara. Namun, istilah itu hanya menunjuk pada hubungan-hubungan koersif yang terdapat pada aparat Negara.

Berdasarkan defenisi Gramsci tentang masyarakat sipil dan masyarakat politik seperti diatas, Roger Simon menekankan, kita jangan sampai memahamai perbedaan masyarakat sipil dan negara seolah-olah keduanya terpisah secara pisik dan menjadi wilayah yang tersendiri dengan batas-batas yang tegas. Pada dasarnya keduanya terbentuk dari berbagai hubungan sosial yang- dalam kasus negara-yang bersifat koersif menjelma kedalam berbagai organisasi. Gramsci mengatakan lembaga pendidikan termasuk universitas merupakan bagian dari masyarakat sipil.Lembaga pendidikan merupakan tempat bagi warga masyarakat untuk menimba ilmu.

Guru dan siswa berinteraksi dalam belajar mengajar. Mengingat lembaga pendidikan dan guru berada didalam struktur Negara. Dengan demikian, secara langsung maupun tidak langsung, meskipun terdapat perbedaan, masyarakat sipil

(29)

dan masyarakat politik tidak bisa dipahami bagian terpisah yang tidak memiliki hubungan dalam (Jainuri dan Salahudin,2014;14).

Pada kajian selanjutnya, Gramsci tampak tidak membedakan secara khusus antara masyarakat sipil dengan masyarakat politik. Hal ini tampak pada defenisi Negara yang di uraikan oleh Gramsci dalam (Jainuri dan Salahudin,2014;15) mengatakan Negara merupakan suatu kompleks dari aktivitas praktis dan teoritis dimana kelas penguasa tidak hanya mempertahankan dominasinya namun memperoleh persetujuan dari kelompok lain yang berada dibawah kekuasaannya. Defenisi tersebut memperkuat dan mempertegaskan hubungan masyarakat sipil dan masyarakat politik (Negara) sama pentingnya dalam posisi hegemoni dan di- hegemoni.

Meskipun Negara memiliki kekuatan koersif (dominasi) namun tetap membutuhkan legitimasi masyarakat sipil yang ditunjukkan melalui persetujuan terhadap tindakan Negara. Karena Negara memiliki kekuatan koersif, maka sangat mudah untuk menghegemoni masyarakat sipil dalam (Jainuri dan Salahudin,2014;16). Ditambah beberapa organisasi didalam masyrakat sipil yang merupakan penjelmaan masyarakat politik (Negara) seperti lembaga pendidikan dan ikatan profesi aparaturyang secara struktural dibawah kekuasaan Negara.

Kondidisi tersebut disebut oleh Roger Simon sebagai hegemoni Negara yang dilindungi oleh tamen koersif. Negara seperti ini disebut oleh Gramsci sebagai Negara integral.

Robert Bacock dalam (Jainuri dan Salahudin,2014;15) membedakan Negara integral yang dimaksudkan Gramsci dengan Negara totalitarianisme,

(30)

konsep Negara integral dapat dibedakan dengan konsep totalitarianisme. Tidak dapat unsur kesepakatan sukarela dalam totalitarianisme seperti yang terdapata dalam suatu negara integral, yang didalamnya kesepakatan tentang tujuan-tujuan dasar didasarkan pada seperangkat gagasan dan nilai, suatu falsama yang demikian oleh sebagian besar orang berdasarkan persetujuan yang aktif dan diberikan secara bebas.

Persetujuan tidak dimanipulasi dan tidak dihasilkan oleh ketakutan terhadap kekuatan koersif, Negarapun tidak berfungsi seperti yang terjadi pada Negara yang totalitarianisme. Suatu Negara integral tidak akan memenjarakan waraga masayarakatnaya berdasarakan kepentingan Politik Negara. Karena itu, Negara integral tepat disebut sebagai negara sosisal kerakyatan, dan atau demokrasi kerakyatan (Jainuri dan Salahudin,2014;15).

Sementara itu, civil society menurut Mohammad AS.Hikam adalah ruang, tempat warga negara berinteraksi didalam ruang publik secara bebas sebagai anggota yang equal, baik dalam transaksi ekonomi, politik, non-partai atau non-negara secara kultural.jadi, tidak ada politik kewarganegaraan yang tumbuh tanpa adanya civil society akan mendorong proses demokratisasi tanpa ada politik kewarganegaraan (Hikam,2000;14).

Lebih jauh Mohammad AS. Hikam mengatakan, Walau sekarang banyak tumbuh organisasi yang mengatasnamakan civil society, tetapi kalau didalam Organisasi itu tidak memberikan kesadaran Politik dan tidak memberikan kesadaran-kesadaran yang bersifat hak-hak dasar, itu bukan civil society. Oleh karena itu, sebesar apapun ataupun semegah apapun yang namanya organisasi

(31)

preman atau yang mirip dengan preman tidak dapat dimasukkan dalam elemen civil society, ketika memberikan kepada anggota-anagotanya kebesasan dan kemampuan untuk melakukan organisasi.

Tetapi begitu organisasi bisnis menjadi kolusif atau organisasi yang menyeponsori kerja-kerja politik, jelas tidak bisa lagi dianggap sebagai elemen civil society. Civil society tidak sama dengan masyarakat madani. Karena, konsep masyarakat madani itu seolah-olah ideal dan tidak perna salah. Sedangkan civil society itu salah melulu, dan harus melakukan koreksi terus menerus. Suatu saat civil society (uncivil society). Seperti Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) dari blegernya itu civil society, tapi karena monuvermya membuat fatwan politik yang mengukuhkan angotanya, itu menjadi uncivil society. ICMI sudah bertentangan dengan hakekat dari civil society, yaitu sebagai organisasi yang memberikan peluang kepada anggota-anggotanya terlepas dari primordialisme.

Menjadi bagian dari civil society harus selalu reflektif, setiap saat harus meninjau ulang apakah masih dalam koridor civil society atau tidak.

Jadi hubungan antara civil society dengan citizenship adalah citizenship sebagai ekspresi politik dari civil society. Civil society merupakan sesuatu wilayah di luar negara tetapi mempunyai elemen politik di dalamnya yang diejawantahkan dalam citizenship (Hikam,2000;15). Kalau tidak ada, berarti ada semacam kepincangan. Kalau mau melakukan gerakan citizenship, sebagai langkah pertama adalah membangun visi, yaitu memberikan kesadaran kepada masyarakat bahwa warga negara adalah pemilik negara. Gerakan ini dapat berupa civic education,

(32)

yang secara formal dapat dimulai dari taman kanak-kanak (TK) sampai perguruan tinggi.

Bagaimana dan di mana hak-hak dasar warga Negara harus diberikan.

Demikian juga pandangan agama terhadap konsep warga negara, misalnya dengan fiqh kewarganegaraan, menjadi penting sekali. Karena di dalam Islam konsep tentang kewarganegaraan itu masih debatable (Hikam, 2000;15).

Jadi bagaimana kita sebagai warga Negara ini mempunyai kemandirian.

Warga Negara adalah manusia mempunyai kedaulatan individu vis a vis Negara.

Tidak ada warga Negara yang harus tunduk kepada Negara. Sebagai warga Negara pekerjaannya mengontrol Negara. Ushulul fiqh tasharraful iman ala ra’iyah itu dapat direkonstruksi menjadi pegangan dalam pemberdayaan warga negara. Walau cara ini merupakan dalam pemberdayaan deduktif, tetapi harus menjadi satu proses Pendidikan bahwa pada akhirnya warga Negara mempunyai kemandirian dan hak-hak agama itu jangan menjadi tandingan, dengan selalu mencari dikotomi antara pemikiran islam dan barat tentang Hak Asasi Manusia.

Yang paling mudah, sebagaimana dikembangkan oleh Gus Dur, mencari titik persamaannya. Misalnya kulliyatul khams (lima hak-hak dasar manusia) memang ada pada point-point yang bertentangan dengan universa human right, tapi yang dicari adalah cukup persamaannya. Sedangkan orang modernis yang dicari selalu ada perbedaannya.

Gerakan kedua adalah pendampingan atau advokasi. Gerakan ini dapat berupa mendirikan lembaga-lembaga hukum atau apa saja yang memfokuskan persoalan hak-hak dasar Politik warga Negara. Kelanjutan dari gerakan ini adalah

(33)

pengembangan dari setiap hak-hak dasar tersebut. Misalnya tentang hak ekonomi, bagaimana mengembangkan rintisan-rintisan ekonomi yang membelah ekonomi masyarakat di bawah.

Gerakan ketiga, adalah elaborasi dan eksplorasi pada level ilmiahnya, yang serius dan ekstensif mengenai konsep kewarganegaraan di masa depan. Ini merupakan pekerjaan yang baru dan sulit, apalagi konsep kewarganegaraan dalam islam itu lebih sulit lagi. Gerakan penyadaran masyarakat, pendidikan pendampingakan, dan ilmiah harus di dalam sinergi sosial kapital. Ini disebabkan, untuk dikenal dunia luar, harus menjadi satu program yang bersifat sistemik dan dikemas dalamm sarana yang profesional (Hikam, 2000;16).

Gerakan-gerakan di atas, memang memerlukan keseriusan bukan cuma semusim saja. Memasuki milenium III kita harus mempunyai sesuatu, salah satu garapan itu adalah Politik Kewarganegaraan. Dalam bidang politik, gerakan ini dapat menjadi paket yang besar, karena tidak hanya pemikiran ilmiah dan konsen intelektual, tetapi mempunyai kemungkinan menjadi gerakan civil society dan politik kewarganegaraan. Civil society menjadi landasan masyarakat yang kuat dan mandiri, sementara kewarga-negaraan menjadi artikulasi di dalam masyarakat sipil (Hikam, 2000;17).

B. Konsep Pemerintah Daerah

Adapun arti Pemerintah Daerah secara Yuridis menurut Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dalam bagaian penjelasan poin 2 bahwa penyelenggaraan Pemerintahan Daerah diselenggarakan oleh DPRD

(34)

dan Kepala Daerah. DPRD dan Kepala Daerah berkedudukan sebagai mitra sejajar yang mempunyai fungsi yang berbeda.

Pemerintah Daerah adalah penyelenggara Pemerintahan Daerah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana di maksud dalam Undang-Undang Dasar 1945. Pemerintah daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah.

Berdasarkan pengertian Pemerintah Daerah di atas, sesungguhnya Pemerintah Daerah sebagaimana yang terkandung dalam Undang-Undang tersebut. Menunjuk pada penyelenggaraan Pemerintahan Daerah otonom secara keseluruhan, tidak hanya pada fungsi penyelenggaraan Pemerintahan yang di lakukan oleh Pemerintah Daerah saja, akan tetapi juga adanya peran serta dari DPRD sebagai sendi demokrasi.

Sebagaimana pasal 18 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan: “Pemerintah Daerah Provinsi, Daerah Kabupaten dan Kota memiliki DPRD yang anggota-anggotanya di pilih melalui Pemilihan Umum.

Penjelasan pasal 18 menegaskan di Daerah-Daerah yang bersifat otonom akan di adakan Badan Perwakilan Daerah, oleh karena itu di daerah pun pemerintahan akan bersendi asas dasar permusyawaratan.

Pemerintah merupakan suatu bentuk Organisasi dasar dalam suatu Negara. Tujuan dari pemerintah di katakan oleh Shafruddin dalam (Bambang,2009 : 25) yaitu Pemerintah harus bersikap mendidik dan memimpin

(35)

yang diperintah ia harus serentak oleh semangat yang diperintah, menjadi pendukung dari segala sesuatu yang hidup di antara mereka bersama, menciptakan perwujudan segala seuatu yang di ingini secara bersama oleh semua orang, yang di lukiskan secara nyata dan di tuangkan dalam kata-kata oleh orang yang terbaik dan terbesar.

Menurut Hamdi (2002 : 8) fungsi Pemerintah yakni melakukan pengaturan dan memberikan pelayanan. Pengaturan dalam arti menegaskan bingkai kesepakatan kehidupan kolektif, agar terdapat kepastian dan perilaku yang memberikan kemanfaatan pada kepentingan umum. Pelayanan terhadap hak-hak masyarakat berisi kegiatan untuk memudahkan masyarakat menikmati hidupnya yang patut atau pantas sesuai dengan nilai-nilai dan martabat kemanusiaannya. Pelayanan terhadap kewajiban masyarakat berisi kegiatan untuk memampukan masyarakat memahami kepatuhan kolektif yang semestinya di kembangkan, pelayanan ini kemudiaan sangat berkaitan dengan pembinaan.

Berdasarkan pengertian Pemerintah Daerah di atas, apabila dikaji dengan pengertian Pemerintah yang telah di uraikan sebelumnya, sesungguhnya Pemerintah Daerah, sebagaimana yang terkandung dalam Undang-Undang tersebut, mengandung pengertian pemerintahan dalam arti luas.

Hal tersebut di karenakan arti Pemerintahan Daerah pada ketentuan Undang- Undang di atas, menunjuk pada penyelenggaraan Pemerintahan Daerah otonom secara keseluruhan, tidak hanya pada fungsi penyelenggaraan Pemerintahan yang di lakukan oleh Pemerintah Daerah saja, tetapi juga adanya peran serta dari DPRD sebagai sendi Demokrasi. Pemerintah merupakan semua aparatur/alat perlengkapan negara dalam

(36)

rangka menjalankan segala tugas dan kewenangan Negara, baik kekuasaan Eksekutif, Legislatif, maupun kekuasaan Yudikatif.

Menurut Arif ( 2012: 8 ) Peran pemerintah daerah yaitu terbagi menjadi empat peran yaitu:

1. Peran Pemerintah sebagai regulator

Peran Pemerintah sebagai regulator adalah menyiapkan arah untuk menyeimbangkan penyelenggaraan peraturan (menerbitkan peraturan- peraturan dalam rangka efektifitas dan tertib administrasi). Sebagai regulator, pemerintah memberikan acuan dasar yang selanjutnya diterjemahkan oleh masyarakat sebagai instrumen untuk mengatur setiap kegiatan pelaksanaan dimasyarakat.

2. Peran Pemerintah sebagai dinamisator

Peran Pemerintah sebagai dinamisator adalah menggerakan partisipasi multi pihak tatkala stagnasi terjadi dalam proses pelaksanaan Pemerintahan (mendorong dan memelihara keamanan). Sebagai dinamisator, pemerintah harus berperan memberikan pengarahan yang intensif dan efektif kepada masyarakat. Pengarahan sangat di perlukan dalam memelihara ketentraman hidup bermasyarakat.

3. Peran Pemerintah sebagai fasilitator

Peran Pemerintah sebagai fasilitator adalah Pemerintah berusaha menfasilitasi atau menciptakan suasana yang tertib, nyaman dan aman, termasuk menfasilitasi tersedianya sarana dan prasarana, seperti memberikan bantuan pendanaan.

(37)

4. Pemerintah sebagai katalisator

Peran Pemerintah sebagai katalisator adalah pemerintah sebagai agen yang mempercepat pengembangan Masyarakat di Daerah dan kemudian bisa menjadi modal sosial untuk pengembangan sumber daya manusia.

Birokrasi Pemerintah di tingkat pusat di sebut kementrian Negara beserta jajarannya yang membantu fungsi kekuasaan eksekutif yaitu Presiden sebagai Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan dan mewujudkan fungsi Eksekutif sehari-hari adalah birokrasi Pemerintah, sehingga peranan birokrasi menjadi penting.

Hal tersebut sesuai dengan apa yang di kemukakan oleh Thoha dalam Sembiring (2012: 1), bahwa: peran birokrasi menjadi mengemuka karena di dalam Masyarakat sudah berkembang penguasa-penguasa Politik yang telah mendelegasikan urusan-urusan perencanaan dan pelaksanaan kebijakan pada birokrasi dan bahkan mengantunkannya pada infrastruktur birokrasi.

Posisisnya yang strategis dan mempunyai keahlian profesional dalam fungsinya, serta mekanisme perencanaan dan pelaksanaan kebijakan erat sekali, maka peranan birokrasi dalam “public policy” sangat penting.

Menurut Wilson dalam Syafiie ( 2002: 12) pemerintahan pada akhir uraiannya, adalah suatu pengorganisasian kekuatan, tidak selalu berhubungan dengan organisasi kekuatan angkatan bersenjata, tetapi dua atau sekelompok orang dari sekian banyak kelompok. Orang yang di persiapkan oleh suatu organisasi untuk mewujudkan maksud-maksud bersama mereka, dengan hal-hal yang memberikan keterangan bagi urusan-urusan umum kemasyarakatan.

(38)

C. Konsep Peningkatan Kualitas Pendidikan

Pendidikan merupakan consern setiap umat manusia; dalam masyarakat primitif pendidikan menjadi bagian dari kehidupan itu sendiri, orang tua memandang bahwa anak-anak mereka perlu dipersiapkan untuk hidup dalam masyarakat atau lingkungan yang menjadi tempat mereka hidup ( suharsaputra,2013:124).

Kondisi ini tentu saja mengandung makna bahwa adalah tidak mungkin anak manusia dibiarkan hidup dengan hanya potensi bawaan tanpa ada intervensi apapun dari orang dewasa. Disamping itu, potensi manusia untuk berfikir menjadikan sebagai mahluk yang mampu berubah dan beradaptasi dengan lingkungannya dalam melanjutkan dan mengembangkan kehidupannya.Agar masyarakat melanjutkan eksistensinya, maka kepada anggota mudanya harus ditekankan nilai-nilai, pengetahuan, keterampilan dan bentuk kelakuan lainnya yang diharapkan akan dimiliki setiap anggota.Tiap masyarakat meneruskan kebudayaannya dengan beberapa perubahan generasi muda melalui pendidikan, melalui interaksi sosial, dengan demikian pendidikan dapat diartikan sebagai sosialisasi (Suharsaputra,2013:124).

Oleh karena itu menurut Suharsaputra (2013:124) Pendidikan merupakan upaya manusia dalam bermasyarakat yang pelembagaannya telah memilah lingkungan Pendidikan ke dalam beberapa jalur atau lingkungan Pendidikan yang semuanya pada dasarnya merupakan komponen-komponen dari suatu lingkungan Masyarakat secara umum.

(39)

Hal ini sudah barang tentu memerlukan upaya-upaya untuk memosisikan Pendidikan sebagai suatu bagian penting kehidupan dlam keseluruhan budaya masyarakat, karena pendidikan tidak mungkin akan berhasil apabila hanya sebagian pihak yang memerankannya. Untuk menjadikan upaya membangun pendidikan kokoh, maka diperlukan pondasi yang kuat sebagai dasar pijak bagi pembangunan Pendidikan (Suharsaputra,2013:124). Dasar tersebut jlas perlu mengacu pada nilai-nilai yang berlaku dimasyarakat, baik nilai agama,moral, nilai budaya, maupun norma-norma serta aturan hukum yang mengikat semua pihak, serta memandang Pendidikan secara komprehensif, sehingga dapat dicapai kesesuaian dan kesamaan pandangan dalam upayapencapaian tujuan berbangsa dan bernegara melalui kegiatan pendidikan.

Dalam keadaan seperti maka kita,guru, perlu memahami lingkungan pendidikan sebagai bagaian yang dapat membantu dalam melaksanakan peran dan tugas sebagai pendidik dan pengajar di sekolah. Sementara Saharsaputra (2013) memberikan pengertian lingkungan pendidikan merupakan lingkungan yang secara efektif memberi pengaruh pada proses pendewasaan manusia dalam hidup dan kehidupannya (Saharsaputra,2013:124).secara umum lingkungan pendidikan atau pendidikan dapat dikelompokkan kedalam tiga komponen antara laian : (1) pendidikan formal adalah pendidikan yang kelembagaannya mengacu pada persekolahan (schooling) dari mulai Sekolah Taman Kanak-kanak sampai Perguruan Tinggi. Oleh karena itu umumnya pendidikan formal diidentikkan dengan Sekolah.

(40)

Dalam Undang-Undang Sisdiknas No. 20/ 2003,Pendidikan formal diartikan sebagai jalur Pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas Pendidikan Dasar, Pendidikan menengah, dan Pendidikan tinggi. (2) pendidikan informal dalam UU No 20 Tahun 2003 Pasal 1 ayat 13, Pendidikan informal diartikan sebagai jalur pendidikan keluarga dan lingkungan. Pengertian ini amat ringkas dan tidak memberi gambaran tentang apa dan bagaimana Pendidikan informal itu.

Menurut Coombs dalam ( Suharsaputra,2013:126) Pendidikan informal adalah Pendidikan yang diperoleh seseorang dari pengalaman sehari- hari dengan sadar atau tidak sadar, sejak seorang lahir sampai mati, didalam keluarga, dalam pekerjaan atau pergaulan sehari-hari. (3) Pendidikan non formal diartikan sebagai jalur Pendidikan diluar Pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang (UU No 20/2003 Pasal 1 Ayat 12).

Sementara itu Coombs dalam (Suharsaputra,2013:127) berpendapat bahwa Pendidikan non formal adalah Pendidikan yang teratur dengan sadar dilakukan tetapi tidak terlalu mengikuti peraturan yang tetap dan ketat sedangkan International Council for Educationl Development dalam (Suaharsaputra,2013:127) mengartikan Pendidikan non formal sebagai setiap kegiatan Pendidikan yang terorganisasi diluar sistem persekolahan yang mapan, apakah dilakukan secara terpisah atau sebagai bagian terpenting kegiatan yang lebih luas dilakukan secara sengaja untuk melayani anak didik tertentu dalam mencapai tujuan belajarnya.

(41)

Pendidikan merupakan consern setiap umat manusia dalam masyarakat primitif Pendidikan menjadi bagian dari kehidupan itu sendiri, orang tua memandang bahwa anak-anak mereka perlu dipersiapkan untuk hidup dalam masyarakat atau lingkungan yang menjadi tempat mereka hidup (suharsaputra,2013:124) dalam konteks ini paulu freire menyebut bahwa seyoyanya lembaga Pendidikan memiliki fungsi strategis seperti: (1) sebagai sarana pengembangan sumber daya manusia untuk pertumbuhan ekonomi, (2) sebagai sarana sosialisasi nilai dan rekonstruksi sosial, (3) sebagai sarana penyadaran dan pembangunan Politik (Prihantoro dkk,2007:xxiii).

Menurut Poul Freire dalam (Prihantoro dkk,2007:xiii) menjelaskan bahwa sistem Pendidikan yang pernah ada dan mapan selama ini dapat diandaikan sebagai sebuah “bank” (banking concept of education) dimana pelajar diberi ilmu pengetahuan agar kelak ia dapat mendatangkan hasil dengan lipat ganda. jadi anak didik adalah obyek investasi dan sumber deposito potensial.

Menurutnya mereka tidak berbeda dengan komoditi ekonomis lainnya yang lazim dikenal. Menharapka kualitas Pendidikan yang cara seperti demikian membutuhkan waktu yang panjang dan penuh ketidak pastian sebagaimana telah disinggung diawal bahwa salah satu tujuan atau fungsi Lembaga Pendidikan ialah untuk sebagai sarana sosialisasi nilai dan tempat penyadaran para individu.

Konsep Pendidikan Paulo Freire adalah konsep Pendidikan yang progresif dan kritis yang bergaya pembebasan. untuk mencapai kualitas Pendidikan yang baik maka freire smpai pada formulasi filsafat Pendidikan, yang dinamakannya sebagai pendidikan kaum tertindas. sebuah sistem pendidikan yang

(42)

ditempa dan dibangun kembali bersama dengan, dan bukan diperuntukkan bagi, kaum tertindas (Prihantoro dkk,2007:xiii). Menurut freire dalam (Prihantoro dkk,2007:xiii).Pendidkan yang baik haruslah model Pendidikan yang memerdekakan, bukan penjinakan sosial budaya

Ada beberapa model Pendidikan yang mesti dikembangkan untuk mendapatkan kualitas Pendidikan yang baik menurut Poulo Freire dalam (Prihantoro dkk,2007:195) antar lain adalah (1). Pendidikan yang humanis ialah suatu pendidikan yang berikan kebebasan yang luas untuk berfikir kritis, dan semakin banyakdilontarkan kritik, (2). Pendidikan dengan semangat pembebasan dimana, pola Pendidikan semacam ini tidak hanya dengan menggunakan proyektor dan kecanggihan sarana teknologi yang lainnya, yang ditawarkan kepada peserta didik yang berasal dari latar belakang apapun. Namun, sebagai sebuah praksis sosial, pendidikan berupaya memberikan bantuan untuk membebaskan manusia didalam kehidupan objektif dari penindasan yang mencekik mereka (Prihantoro dkk,2007:195).

Arti dasar dari kata kualitas menurut Dahlan Al-Barry dalam Kamus Modern Bahasa Indonesia adalah “kualitet”: “mutu”; baik buruknya barang seperti halnya yang dikutip oleh Quraish Shihab yang mengartikan kualitas sebagai tingkat baik buruk sesuatu atau mutu sesuatu.

Sedangkan kalau diperhatikan secara etimologi, mutu atau kualitas diartikan dengan kenaikan tingkatan menuju suatu perbaikan atau kemapanan.

Sebab kualitas mengandung makna bobot atau tinggi rendahnya sesuatu. Jadi

(43)

dalam hal ini kualitas pendidikan adalah pelaksanaan pendidikan disuatu lembaga, sampai dimana pendidikan di lembaga tersebut telah mencapai suatu keberhasilan.

Menurut Supranta kualitas adalah sebuah kata yang bagi penyedia jasa merupakan sesuatu yang harus dikerjakan dengan baik. Sebagaimana yang telah dipaparkan oleh Guets dan Davis dalam bukunya Tjiptono menyatakan kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan.

Begitupulah orang seringkali berbicara tentang kualitas pendidikan, tetapi yang sebenarnya adalah masih dirasakan kurang jelas pengertian soal itu.

Kualitas atau mutu (produk) adalah sesuatu yang dibuat secara sempurna tanpa kecuali. Produk yang bermutu memiliki nilai dan prestise bagi pemiliknya. Mutu bersinonim dengan kualitas tinggi atau kualitas puncak. Kualitas ini dapat diberikan pada suatu produk atau layanan yang memilki spesifikasi tertentu.

Dengan adanya manajemen Sekolah, dukungan kelas berfungsi mensingkronkan berbagai input tersebut atau mensinergikan semua komponen dalam interaksi (proses) belajar mengajar, baik antara uru, siswa dan sarana pendukung di kelas atau di luar kelas, baik dalam konteks kurikuler maupun ekstra-kurikuler, baik dalam lingkungan substansi yang akademis maupun yang non akademis dalam suasana yang mendukung proses belajar pembelajaran.

Kualitas dalam konteks “hasil” pendidikan mengacu pada hasil atau prestasi yang dicapai oleh sekolah pada setiap kurun waktu tertentu (apakah tiap akhir cawu, akhir tahun, 2 tahun atau 5 tahun, bahkan 10 tahun). Prestasi yang dicapai atau hasil pendidikan (student achievement) dapat berupa hasil test

(44)

kemampuan akademis, misalnya ulangan umum, UAN. Dapat pula prestasi dibidang lain seperti di suatu cabang olah raga, seni atau keterampilan tambahan tertentu. Bahkan prestasi sekolah dapat berupa kondisi yang tidak dapat dipegang (intangible) seperti suasana disiplin, keakraban, saling menghormati, kebersihan dan sebagainya.

Selain itu kualitas pendidikan merupakan kemampuan sistem pendidikan dasar, baik dari segi pengelolaan maupun dari segi proses pendidikan, yang diarahkan secara efektif untuk meningkatkan nilai tambah dan factor-faktor input agar menghasilkan output yang setinggi-tingginya.

Jadi pendidikan yang berkualitas adalah pendidikan yang dapat menghasilkan lulusan yang memiliki kemampuan dasar untuk belajar, sehingga dapat mengikuti bahkan menjadi pelopor dalam pembaharuan dan perubahan dengan cara memberdayakan sumber-sumber Pendidikan secara optimal melalui pembelajaran yang baik dan kondusif.

Pendidikan atau sekolah yang berkualitas disebut juga sekolah yang berprestasi, Sekolah yang baik atau Sekolah yang sukses, Sekolah yang efektif dan Sekolah yang unggul.

Sekolah yang unggul dan bermutu itu adalah sekolah yang mampu bersaing dengan siswa di luar sekolah. Juga memiliki akar budaya serta nilai-nilai etika moral (akhlak) yang baik dan kuat. Pendidikan yang berkualitas adalah pendidikan yang mampu menjawab berbagai tantangan dan permasalahan yang akan dihadapi sekarang dan masa yang akandatang. dari sini dapat disimpulkan bahwa kualitas atau mutu pendidikan adalah kemampuan lembaga dan sistem

(45)

pendidikan dalam memberdayakan sumber-sumber pendidikan untuk meningkatkan kualitas yang sesuai dengan harapan atau tujuan Pendidikan melalui proses Pendidikan yang efektif.

Pendidikan yang berkualitas adalah Pendidikan yang dapat menghasilkan lulusan yang berkualitas, yaitu lulusan yang memilki prestasi Akademik dan non- Akademik yang mampu menjadi pelopor pembaruan dan perubahan sehingga mampu menjawab berbagai tantangan dan permasalahan yang dihadapinya, baik di masa sekarang atau di masa yang akan datang (harapan bangsa).

D. Kerangka Fikir

Pendidikan yang berkualitas merupakan keinginan setiap orang, maupun Pemerintah, sebab menjadi salah satu indikator keberhasilan pembagunan, olehnya menjadi salah satu unsur prioritas dalam Undang-Undang dasar Negara.

Pentingnya hal tersebut maka sangat dibutuhkan relasi atau kerja sama dengan pihak-pihak diluar Pemerintah untuk mewujudkannya, dalam hal ini elemen civil society demi meningkatkaan kualitas Pendidikan di Mamuju.Dalam penelitian ini akan berangkat dari teori ralasi (kerja sama) menurut James V. Ryker dalam (Gaffar Afan , 2006:208) mengemukakan bahwa relasi (kerja sama) antara LSM dengan Pemerintah dapat dilihat dalam aspek :Pertama, Pemerintah menganggap kegiatan LSM sebagai sesuatu yang bersifat komplementer, dimana Pemerintah menyiapkan suasana yang mendukung bagi LSM untuk beroprasi (fasilitation/fromotion).

Kedua, Pemerintah menganggap bahwa bekerja sama dengan kalangan LSM merupakan sesuatu yang menguntungkan (collaboration/cooptation).

(46)

Ketiga, pemerintah mencoba menjaring dan mengarahkan kegiatan LSM dengan mengatur segala aktivitas mereka.untuk itu kalangan LSM harus memenuhi ketentuan yang dikeluarkan Pemerintah (cooptation/absorption). Dari relasi (kerja sama) tersebut diharapkan meningkatnya kualitas pendidikan. Untuk lebih jelasnya akan diperjelas dalam bagan berikut:

(47)

Gambar Kerangka Fikir

Relasi civil society dengan pemerintah

daerah dalam peningkatan kualitas pendidikan di mamuju

Peningkatan kualitas pendidikan

Meningkatnya Kualitas Pendidikan

Faktor penghambat a. Faktor sumber daya

manusia

Faktor pendukung a. Faktor kebijakan

pemerintah b. Faktor sarana dan

prasarana pola Relasi

1. Facilitation

a. Dalam bentuk penyediaan dana b. Dalam bentuk peraturan 2. Collaboration

a. Dalam bentuk dukungan non finansial b. Dalam bentuk pembentukan forum bersama 3. Cooptation

a. Dalam bentuk mengontrol dana

b. Dalam bentuk pengawasan forum peran tertentu

(48)

E. Fokus Penelitian .

Adapaun fokus penelitian ini berangkat dari Model relasi atau Pola Relasi anatara LSM dengan Pemerintah dengan menggunakan pendekatan Model Fasilitation, Collaboration, Cooptation, yang fokus pada rumusan masalah pertama, bentuk relasi (kerja sama) Yayasan Karampuang dengan Dinas Pendidikan Pemuda dan olahraga di Mamuju. Kedua, apakah faktor pendukung dan penghambat kerja sama dalam peningkatan kualitas Pendidikan di Mamuju.

F. Deskripsi Fokus Penelitian

Deskripsi fokus penelitian merupakan penjelasan atau defenisi dari segi istilah yang digunkan dalam pembahasan penelitian ini, antara lain:

1. Pola relasi yang dimaksud adalah model hubungan antara LSM dengan Pemerintah yang meliputi fasilitation, kolaboration, dan kooptation

2. Fasilitation yang dimaksud adalah Pemerintah menyiapkan suasana yang mendukung bagi LSM untuk beroperasi dalam bentuk : (a). Menyediakan dukungan dana, (b). Dalam bentuk dukungan peraturan

3. Colaboration yang dimaksud adalah kerja sama yang dilakukan dalam bentuk: (a). Dukungan non finansial, (b). Pembentukan forum bersama 4. Kooptation yang dimaksud adalah Pemerintah berusaha mengarahkan LSM

dalam bentuk: (a). Mengontrol pendanaan, (b). Memperluas program Pemerintah

5. Pemerintah Daerah yang dimaksud adalah dinas pendidikan pemuda dan olah raga mamuju

6. Civil Society yang dimaksud adalah Yayasan Karampuang

(49)

7. Relasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kerja sama Yayasan Karampuang Dan Dinas Pendidikan Pemuda Dan Olah Raga Mamuju

8. Relasi Yayasan Karampuang dan Dinas Pendidikan Pemuda dan Olah Raga dalam peningkatan kualitas Pendidikan adalah peningkatan kualitas pendidikan Formal dan Non Formal

9. Kualitas pendidikan yang dimaksud adalah adalah terpenuhinya tiga komponen dasar dalam kriteria penilaian umum bagi setiap peserta didik, yaitu kemampuan psikomotorik,koknitif, dan afektif serta dilihat dari hasil prestasi yang dicapai bagi setiap peserta didik dalam melewati ujian dan semacamnya.

10. Yayasan Karampuang adalah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang basis gerakannya konsen dibidang sosial, pendidikan, kesehatan, sejak kelahirannya 2005 di kabupaten Mamuju.

Referensi

Dokumen terkait

Penciptaan lembaga keuangan yang adil bagi pertumbuhan akses keluarga miskin pedesaan dipandang penting dan strategis untuk disikapi oleh pengambil kebijakan di

Mengacu pada fokus masalah, maka hipotesis penelitiannya adalah sebagai berikut (1) terdapat kontribusi yang signifikan dari perilaku kepemimpinan kepala sekolah

Dari keseluruhan hasil tangkapan yang diperoleh dapat dikatakan bahwa bagan rakit dapat dijadikan sebagai alat tangkap ikan hias karena mutu hasil tangkapannya masih dalam

bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 30 Peraturan Bupati Kebumen Nomor 27 Tahun 2021 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang berasal dari

Gambar 3.53 Perancangan Antar Muka - Pindahkan Produksi ke Pesanan Lain 109 Gambar 3.54 Perancangan Antar Muka - Ganti Jenis Produk pada Produksi yang sedang Berjalan

dr, Sp.F, MM, selaku Ketua Program Studi Magister Kedokteran Keluarga Minat Pendidikan Profesi Kesehatan Program Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta

Pelaksanaan tindakan dilakukan sebanyak dua siklus setiap siklusnya dilakukan empat kali pertemuan dengan melaksanakan empat tahap, yakni 1) perencanaan tindakan,

6) Dapat kontak dengan kulit sampai waktu penghilangan diinginkan, tetapi saat penghilangan dapat dengan mudah dilakukan (Thompson, 2004). Dasar salep yang digunakan