• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Salak (Salacca zalacca) merupakan salah satu tanaman buah- buahan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Salak (Salacca zalacca) merupakan salah satu tanaman buah- buahan"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Salak (Salacca zalacca) merupakan salah satu tanaman buah- buahan yang sangat prospektif untuk dikembangkan di Indonesia, karena tanaman ini mampu beradaptasi dengan baik mulai dari dataran rendah sampai dataran tinggi.

Usaha perluasan areal salak di Bali terus dipacu baik oleh pemerintah maupun petani terutama di areal baru yang belum pernah ditanami salak atau sebagai pengganti tanaman salak yang tidak produktif lagi. Salak yang ditanam oleh petani merupakan campuran berbagai kultivar seperti salak Gondok, salak Kelapa, salak Nenas, salak Nangka, dan salak Boni. Propinsi Bali adalah salah satu pemasok komoditas buah salak baik dipasar lokal maupun pasar nasional yang dihasilkan dari beberapa wilayah kabupaten utamanya kawasan sentra produksi salak di Kabupaten Karangasem.

Produksi salak di Kabupaten Karangasem tahun 2012 mencapai 25.497 ton per tahun, dengan sentra produksi terutama di Kecamatan Bebandem, disamping juga kecamatan Selat, Rendang dan Sidemen. Kebun salak di Kecamatan Bebandem luasnya 1.815,0160 ha dengan jumlah populasi salak Gula Pasir yaitu 1.180.804 pohon dan populasi salak Bali 3.356.736 pohon. Produksi salak pada tahun 2011 adalah 12.735 ton (BPS Provinsi Bali, 2012). Sebagai wilayah kecamatan penghasil buah salak, salak varietas Gula Pasir adalah produk buah unggulan Kecamatan Bebandem, namun populasinya belum seluas salak Bali. Salak Gula Pasir adalah salah satu varietas salak yang mempunyai

(2)

keunggulan karena mempunyai citarasa yang sesuai dengan preferensi konsumen, baik dalam maupun luar negeri, rasa buah manis, daging buah tebal dan tidak melekat pada biji. Sebagai pengakuan keunggulannya, Pemerintah Republik Indonesia melalui Surat Keputusan Mentri Pertanian Republik Indonesia Nomor : 584/Kpts/Tp.240/7/94, tertanggal 23 Juli 1984 telah melepas salak Gula Pasir sebagai varietas Salak unggul nasional.

Meningkatnya populasi salak Gula Pasir secara drastis cendrung akan memunculkan masalah baru yaitu menurunnya pendapatan petani salak, karena harga buah saat panen menurun sebagai akibat bertambahnya pasokan buah salak di pasar. Kejadian tersebut terjadi utamanya saat panen raya, tetapi saat diluar panen raya, meskipun harga tinggi namun tidak dapat dinikmati oleh petani karena petani tidak mampu berproduksi. Keadaan tersebut jika tidak mampu dicarikan jalan pemecahannya niscaya gairah petani untuk menerapkan teknologi budidaya salak Gula Pasir yang baik dan benar tidak akan dapat terwujud serta dapat memicu alih fungsi lahan.

Ketersediaan buah salak Gula Pasir di pasaran sampai saat ini masih bersifat musiman. Pada Musim panen raya (on-season) yang berlangsung antara bulan Januari sampai Pebruari ketersediaan buah banyak sehingga harga jual relatif rendah hanya berkisar Rp. 10.000 sampai Rp. 15.000/kg. Hal ini menyebabkan munculnya berbagai opini serta keluh kesah masyarakat maupun petani salak, baik pada media surat kabar maupun media elektronik setiap musim panen raya. Sebaliknya di luar musim panen raya (off-season) buah salak Gula Pasir sangat jarang ditemukan di pasaran. Harga saat di luar musim panen raya,

(3)

jauh lebih tinggi yaitu berkisar antara Rp. 35.000 sampai Rp.45.000/kg (Bali Post,18 Pebruari 2013). Keadaan tersebut menyebabkan berkurangnya minat petani untuk mengelola kebun salak sesuai prinsip pengelolaan kebun berbasis agribisnis. Fluktuasi harga yang relatif tinggi petani dihadapkan oleh keadaan ketidakpastian, apakah usaha tani salak yang mereka usahakan mendapatkan keuntungan, ataukah akan menyebabkan kerugian. Dalam era pasar global, produk buah-buahan Indoensia belum banyak ambil peran dalam pasar dunia, tetapi disisi lain buah-buahan dari negara lain dapat dengan mudah masuk ke pasar Indonesia. Kondisi ini merupakan tantangan dan ancaman bagi produk buah-buahan lokal, baik karena kalah mutu serta ketertinggalan teknologi (Poerwanto, 2003). Antisipasi untuk menghindari tersingkirnya buah produksi dalam negeri dari buah impor, perbaikan mutu melalui alih teknologi budidaya spesifik lokasi dan rekayasa social perlu dilakukan sedini mungkin. Manipulasi tanaman serta rekayasa lingkungan sebagai faktor pertumbuhan salak Gula Pasir agar dapat berbuah di luar musim sangat diperlukan, sehingga buah dihasilkan baik kuantitas, kualitas serta kontinyuitasnya dapat dipenuhi sesuai permintaan pasar.

Keberhasilan memproduksi buah salak Gula Pasir agar dapat panen di luar musim berpeluang sangat besar. Rai et al. (2010), menyatakan bahwa secara alami salak Gula Pasir berbunga setiap 3 bulan sekali atau 4 kali dalam setahun, yaitu pada bulan Januari (musim pembungaan raya), April (musim pembungaan sela I), Juli (musim pembungaan gadu) dan Oktober (musim pembungaan sela II).

Dalam 4 musim pembungaan tersebut, panen buah atau produksi yang baik hanya

(4)

sekali dalam setahun yaitu pada panen raya (Desember sampai Pebruari) yang buahnya berkembang dari musim pembungaan Oktober (musim pembungaan sela II). Tiga musim pembungaan yang lain (pembungaan raya, sela I, dan gadu) bunganya gagal berkembang menghasilkan buah atau disebut kegagalan fruit-set.

Beberapa bunga ada yang berhasil menjadi buah, namun persentasenya sangat kecil sehingga buah yang di panen sedikit. Dinyatakan pula, bahwa pada keadaan lingkungan mendukung panen dapat terjadi dua kali setahun, yaitu panen raya (Januari – Pebruari) dari pembungaan Oktober dan panen gadu (Juli – Agustus) dari pembungaan April. Kegagalan fruit-set dipengaruhi oleh faktor lingkungan (eksternal) dan faktor fisiologis (internal) yang kurang mendukung. Faktor lingkungan yang dimaksud, yaitu : (1) rendahnya curah hujan dan hari hujan yang menyebabkan Kandungan Air Relatif (KAR) daun rendah sehingga mengganggu proses metabolism, dan (2) kandungan hara rendah sehingga tanaman kekurangan nutrisi yang ditunjukkan oleh kandungan N, P dan K daun rendah. Sedangkan faktor fisiologi (internal) yang menyebabkan ketidak berhasilan berkembangnya bunga menjadi buah, yaitu : (1) kandungan hormone auksin pada bunga (auksin endogen) rendah menyebabkan bunga mudah gugur, (2) bunga kekurangan fotosintat yang ditunjukkan oleh kandungan sukrosa, gula total, dan gula pereduksi pada bunga rendah karena persaingan yang tinggi dalam memperebutkan hasil fotosintetsis. Faktor hujan dan hari hujan yang rendah memang menurunkan persentase fruit-set, tetapi curah hujan yang tinggi ternyata juga menghasilkan fruit-set tidak lebih dari 52,49%, namun hal tersebut perlu dikaji. Pembungaan saat musim gadu, dengan curah hujan dan hari hujan yang

(5)

sedikit memberikan persentase fruit-set 20,53%, sedangkan pembungaan pada musim sela I dan sela II dengan curah hujan yang tinggi menghasilkan persentase fruit-set masing-masing 50,46% dan 52,49%. Pernyataan tersebut menunjukkan

bahwa, disamping ketersediaan air, diduga ada faktor lain yang berpengaruh terhadap keberhasilan fruit-set pada tanaman salak Gula Pasir.

Penyediaan air dalam berbudidaya tanaman adalah hal yang perlu diperhitungkan utamanya pada daerah-daerah yang sumber airnya dari air hujan.

Norma dan Sodiq (2008) menyatakan bahwa, curah hujan merupakan unsur iklim yang besar pengaruhnya terhadap budidaya tanaman terutama pada lahan kering dan tadah hujan. Lahan yang mempunyai berbagai macam tipe agroekosistem yang ada dapat ditanami sepanjang tahun asal air tersedia. Pola pertanaman dan intensitas pertanaman ditentukan oleh musim tanam (growing season) suatu lahan.

Menurut Fogi et al. (2002), bahwa adanya kekeringan di beberapa daerah yang pada musim kemaraunya panjang biasanya lahan pertanian diberokan.

Antisipasi dalam menghadapi perubahan iklim yang menyebabkan terjadinya kekeringan atau kebanjiran pada lahan pertanian adalah : (1) membuat rencana tanam dan pola tanam, mengevaluasi karakteristik curah hujan serta ketersediaan air irigasi, (2) menyiapkan benih varietas yang relatif toleran kekeringan, berumur sangat genjah atau tanaman alternatif yang lebih toleran kekeringan, (3) menyiapkan infrastruktur irigasi, (4) memanfaatkan sumber air alternatif dan menyusun serta menyiapkan program aksi pada musim hujan setelah kekeringan.

Sofyan et al. (2008) menyatakan bahwa, air bagi tanaman merupakan bahan untuk fotosintesis, tetapi hanya 0,1% dari total air yang digunakan untuk

(6)

fotosintesis. Air yang digunakan untuk transpirasi tanaman sebanyak 99%, dan yang digunakan untuk hidrasi 1%, termasuk untuk memelihara dan menyebabkan pertumbuhan lebih baik. Selama pertumbuhan tanaman dibutuhkan sejumlah air yang tepat. Kebutuhan air bagi tanaman dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu : (1) jenis tanaman dalam hubungannya dengan tipe dan perkembangannya, (2) kadar air tanah dan kondisi cuaca. Efisiensi pemanfaatan air irigasi melalui sistem irigasi mikro yang dipadukan dengan perkembangan fisiologis tanaman adalah prinsip pengelolaan air pada tanaman hortikultura.

Irigasi tetes adalah salah satu sistem pengelolaan air irigasi mikro yang dilakukan di lahan kering. Irigasi sistem ini dapat mengelola air sesuai dengan kebutuhan tanaman yakni tepat waktu, tepat jumlah, tepat cara. Pengelolaan air dengan tepat akan mampu memenuhi kebutuhan air bagi tanaman secara terukur, sehingga pertumbuhan fisiologis dapat berkembang maksimal.

Rai et al. (2009) menyatakan bahwa, pemberian air dengan irigasi tetes pada tanaman manggis dapat mengatasi pengaruh tidak menguntungkan dari pola curah hujan yang tidak menentu. Pemberian air irigasi merupakan salah satu alternatif yang dapat mengurangi pengaruh yang kurang menguntungkan tersebut, tetapi hal ini hanya dilakukan dengan mudah dan murah apabila di lokasi kebun atau di sekitar kebun terdapat sumber air untuk pengairan. Wilayah lahan kering di Indonesia masih sebagaian besar belum ada sumber air sehingga penyediaan air sepanjang musim agar tanaman dapat tersedia air saat dibutuhkannya, perlu dilakukan kombinasi antara teknik pemberian air atau penyiraman dengan tehnik penghematan pemanfaatan air oleh tanaman melalui usaha menekan laju

(7)

transpirasi dengan aplikasi perlakuan formulasi yang mampu menghambat kegiatan transpirasi (antitranspiran).

Antitranspiran adalah senyawa yang diaplikasikan pada permukaan daun tanaman untuk mengurangi transpirasi atau penguapan dari permukaan daun (Rai et al., 2009). Antitranspiran bagi tanaman dapat berfungsi untuk menghindari stress karena kehilangan air berlebihan dan sekaligus dapat melindungi tanaman dari serangan dan jamur. Selanjutnya dinyatakan pula perlakuan pemberian irigasi tetes pada tanaman manggis dapat meningkatkan secara nyata persentase buah yang daging/arilnya tidak terkena getah kuning, meningkatkan secara nyata persentase buah yang tidak bergetah kuning di luar kulit buah dan menurunkan persentase buah yang terkena getah kuning di luar kulit. Perlakuan irigasi tetes meningkatkan Kandungan Air Relatif (KAR) daun, meningkatkan kandungan Ca, daun dan Ca kulit buah serta meningkatkan kandungan gula pereduksi, gula total dan sukrosa daun pada fase muda, fase perkembangan buah cepat dan buah dewasa. Pemberian Antitranspiran chitosan pada tanaman manggis dapat meningkatkan secara nyata persentase buah yang tidak bergetah kuning di luar kulit buah , meningkatkan KAR daun, serta tidak menurunkan proses fotosintesis.

1.2 Rumusan Masalah

(8)

Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan sebelumnya maka rumusan masalah penelitian adalah sebagai berikut:

1. Apakah terjadi interaksi antara irigasi tetes dengan antitranspiran chitosan dalam menanggulangi terjadinya kegagalan pembentukan bunga menjadi buah (fruit-set) sehingga dihasilkan buah salak Gula Pasir di luar musim?

2. Apakah pemberian air irigasi tetes dapat meningkatkan keberhasilan bunga menjadi buah (fruit-set) pada tanaman salak Gula Pasir?

3. Apakah antitranspiran chitosan dapat meningkatkan keberhasilan bunga menjadi buah (fruit-set) pada tanaman salak Gula Pasir?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah :

1. Mengetahui interaksi irigasi tetes dengan antitranspiran chitosan terhadap keberhasilan pembentukan bunga menjadi buah (fruit-set) dan produksi salak Gula Pasir diluar musim.

2. Mengetahui pengaruh irigasi tetes terhadap keberhasilan bunga menjadi buah (fruit-set) pada tanaman salak Gula Pasir.

3. Mengetahui pengaruh Antitranspiran chitosan terhadap keberhasilan bunga menjadi buah (fruit-set) pada tanaman salak Gula Pasir.

1.4 Manfaat Penelitian

(9)

Manfaat penelitian ini adalah :

1. Hasil penelitian dapat memberikan sumbangan bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya pengelolaan air dengan irigasi tetes pada tanaman salak Gula Pasir di lahan kering.

2. Hasil penelitian dapat berguna bagi lembaga pemerintah dan pelaku usaha sebagai bahan penyusunan arah kebijakan pembangunan daerah di lahan kering khususnya bagi lahan pertanaman salak Gula Pasir di Kabupaten Karangasem.

3. Hasil penelitian dapat memberikan informasi kepada petani tentang manfaat pemberian irigasi tetes dan antitranspiran chitosan pada tanaman salak Gula Pasir.

Referensi

Dokumen terkait

Caranya pun sangat beragam, mulai dari menjiplak skripsi yang sudah ada di perpustakaan, ataupun mencari skripsi universitas lain untuk di jiplak, dan juga ternyata tidak

Hasil tersebut dapat dikatakan bahwa tidak adanya pengaruh variasi waktu homogenisasi 2, 4, 6 menit terhadap kestabilan ukuran partikel dan zeta potensial karena dari

Jika dari sisi negatif banyak hal tercatat antaranya buntut dari kasus pencurian pulsa yang masih mengambang, teknologi wimax atau LTe yang belum bisa juga dikomersialkan,

Iqbal ingin mencari suatu sistem pendidikan yang akan menjadikan kepribadian manusia tidak saja “berpengetahuan” tapi juga kreatif dan dinamis, karena bagi Iqbal tujuan pendidikan

Melihat hasil perhitungan pada Persamaan 5, maka pasangan roda gigi planetary yang digunakan harus dapat berfungsi untuk meningkatkan putaran poros fly wheel agar sesuai dengan

Dan juga mendukung penelitian Sumodiningkrat, (2000) bahwa keterlibatan fasilitator sebagai pelaku pemberdayaan dalam mengawal proses pemberdayaan merupakan sumber

Pencapaian keberhasilan kinerja untuk sasaran Meningkatnya kualitas Keluarga Kecil dan sejahtera, Meningkatnya Pembinaan Keluarga yang Ideal yang Sehat dan Sejahtera

LIABILITAS DAN EKUITAS.. Lampiran 1a Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 13/30/DPNP tanggal 16 Desember 2011i.