1
BAB I
PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG
Hiperealitas merupakan peristiwa atau suatu kondisi yang sering kita ketahui atau bahkan kita alami dalam kehidupan sehari – hari. Hiperrealitas sendiri merupakan ketidakmampuannya seseorang untuk membedakan keaslian dengan fantasy yang kemudian membentuk suatu keadaan baru dengan tercampurnya antara fantasi realita khususnya pada budaya pascamodern yang berteknologi tinggi. Hiperrealitas merupakan salah satu konsep yang dikemukakan oleh Jean Baudrillard untuk menjelaskan suatu keadaan yang mana banyak ditemukan individu yang melakukan representasi diri dengan membuat realitas semu menggunakan perantara media sosial.
Hal ini menjadikan memudarnya realitas sesungguhnya dengan realita buatan, hanya untuk sebuah pengakuan diri pada masyarakat luas, hal inilah yang menjadikan runtuhnya realitas itu sendiri. Dalam perkembangan zaman globalisasi seperti saat ini, banyak perubahan yang telah terjadi termasuk pada perubahan perilaku dan gaya hidup hanya untuk dijadikan kepentingan semata. Kelompok hierarki sosial secara vertikal, individu akan berupaya lebih giat meraih atau sekadar mempertahankan status pribadi mereka di mata khalayak sosial karena kebutuhan akan mendapatkan penghargaan, pengakuan diri atau aktualisasi diri mereka agar menjadi lebih besar porsinya.
Hiperealitas muncul dari teori simulasi dari Jean Baudrillard. Baudrillard
merupakan salah satu pemikir kunci yang terkait dengan postmodernitas dengan
gagasan gagasan simulasi suatu efek dimana masyarakat semakin berkurang tingkat
kesadaran mereka terhadap apa yang ‘real’ karena imaji yang disajikan oleh media.
2
Perkembangan dan transisi dalam bidang teknologi yang dialami oleh generasi milenial saat ini, banyak mempengaruhi dalam pengambilan tindakan individu untuk lebih fulgar (transparan) dalam mengekspos kehidupan pribadinya di media sosial, banyak individu yang lebih mementingkan citranya di media sosial agar senantiasa terlihat baik dan dapat dijadikan sebagai sorotan bagi individu lain.
Perilaku individu yang berdomisili di kota – kota besar dan maju menjadi memiliki ketertarikan hidup dan kebiasaan untuk hidup yang lebih mewah dengan harapan bisa diterima dimasyarakat luas baik dalam segi berpendapat, kemudian mengambil tindakan dan cara mereka menempatkan diri dalam suatu kelompok. Banyak individu yang melakukan representasi diri atas realita yang asli, yang menjadi persoalan adalah ketika suatu saat representasi itu sendiri yang mengklaim dirinya sebagai realitas dan mengendalikan realitas asli yang sesungguhnya.
Titik fokus gagasan postmodernisme Baudrillard terletak pada pengaruh kemajuan teknologi dalam proses reproduksi objek dalam masyarakat kini. Hiperrealitas atau realitas semu adalah realitas yang dihasilkan dan reproduksi objek dengan referensi objek yang tidak nyata (model). Kesadaran yang dibentuk oleh realitas semu adalah kesadaran dalam bentuk simulasi. Pemaknaan dunia dalam era simulasi didasari realitas semu melalui citra- citra yang dihasilkan oleh berbagai media informasi seperti televisi, dunia fantasi, shopping mall menjadi model yang membangun nilai, citra diri maupun makna dalam kehidupan sosial. (Demartoto , Argyo, 2009 : 14-15).
Efek Hiperealitas yang melebur bersama dunia maya tersebut juga meluas di era
dimana informasi dapat kita terima hanya dengan sentuhan ujung jari. Ide tentang sosial
kini telah digantikan oleh semacam simulasi yang disampaikan dalam media. Informasi-
3
informasi yang kita terima, tidak peduli seberapa butuhnya kita terhadap informasi tersebut tetap saja ditampung oleh manusia. Kita tidak pernah tahu mana yang benar dan mana yang salah, karena kebenaran dan kebohongan sudah tidak dapat dibedakan batasnya.
Kita hidup dalam dunia yang semakin kaya informasi dan semakin miskin makna.
Hiperealitas juga membuat orang-orang merasa telah melakukan sesuatu padahal mereka tidak melakukan apa-apa, seolah-olah empati dan peduli di media sosial hanya dengan sebuah hashtag (tagar). Padahal di dunia nyata, kita adalah sosok yang anti sosial. Semakin banyak teman di dunia maya maka membuat kita merasa orang-orang selalu ingin mengetahui kehidupan kita, bahkan juga tidak jarang ada perasaan dan pikiran bahwa mereka harus tahu tentang apa yang sedang kita lakukan.
Sosial media memiliki peranan penting dalam pembentukan tren gaya hidup saat ini. Hampir seluruh manusia saat ini memiliki media sosial, sangat jarang ditemukan manusia yang tidak ingin menampilkan versi terbaik dari dirinya di dalam media sosial yang mereka punya. Mulai dari tindakan ataupun atribut yang dikenakan dilakukan bukan dalam rangka untuk kebutuhan namun lebih kepada menyiar-nyiarkan hal tersebut di sosial media. Kondisi ini dialami oleh masyarakat kota-kota besar termasuk di Kota Malang.
Masyarakat kota Malang saat ini gemar melakukan kegiatan dan berbelanja barang
kemudian mengunggah kegiatannya di sosial media, yang mereka sebut sebagai konten di
sosial medianya. Hal ini kemudian berdampak pada individu lain yang melihat tampilan di
media sosial dari individu lain yang dominan bergaya dengan hidup mewah, akhirnya
memunculkan sikap perbandingan diri dengan orang lain hingga berada pada satu titik
muncul rasa ingin sama dengan orang lain.
4
Media sosial dalam hal ini merupakan tempat terjadinya proses simulasi berlangsung. Manusia didalam pascamodern ini menjadikan media sosial sebagai acuan dari kehidupan nyata. Sehingga apa yang ada pada media sosial dianggap sebagai hal yang nyata adanya. Munculnya konsep hiperrealitas yang terjadi belakangan ini dikarenakan begitu banyak sebuah perubahan dan transformasi yang dilakukan oleh individu dengan melakukan social climber (panjat sosial) yang merupakan usaha khusus dan tertentu yang dilakukan seseorang untuk bisa mendapatkan “tiket” yang dimaksudkan sebagai upaya pendakian sosial yang sengaja dilakukan sehingga bisa membawa mereka kepada kelas sosial dan status sosial yang lebih tinggi.
Postingan segala yang serba mewah mulai dari lokasi nongkrong ternama hingga beragam barang bermerek jadi postingan wajib. Tidak peduli apakah itu punya sendiri, pinjam atau hasil mengambil gambar di internet. Yang paling penting ialah eksis, selalu berkonten seriap harinya. Tak heran jika pamer jadi salah satu cara identik untuk menjadi individu yang lebih dianggap keberadaanya, mereka yang melakukan panjat sosial paling takut ketinggalan zaman dan rela makan enak di tempat mewah dan kemudian makan mie instan seminggu di rumah.
Akibat yang didapat jika memang harus menelan kenyataan isi kantong kian menipis pun tak jadi masalah, asalkan keinginan dan hasratnya buat mengikuti zaman tetap jalan. Bahkan lebih parah lagi mereka mengesampingkan kebutuhan primer seperti urusan perut lapar dan jika harus makan mie instan tak masalah, asalkan gaya hidup yang selangit terpenuhi, tetap tertutupi dan terlihat baik – baik saja di media sosial miliknya.
Kita sudah masuk pada era post-modernisme, di mana banyak masyarakat membeli
barang dan jasa bukan sekedar karena nilai kemanfataannya atau karena didesak kebutuhan
5
yang tidak bisa ditunda, melainkan karena dipengaruhi gaya hidup (life-style), demi sebuah citra diri. Konsumen khususnya dari kalangan pemilik status sosial menengah keatas lebih mempertimbangkan aspek eksistensi dan citra diri daripada kegunaan. Dimana tuntutan dari eksistensi ini lebih besar, seperti mengejar trend untuk dilihat up to date. Fenomena semacam ini juga dapat ditemui di kalangan Duta Hijab Radar Malang dimana individu yang tergabung dalam kalangan tersebut banyak yang yang tergiur untuk membeli produk fashion di pasar virtual atas dasar keinginan atau kegemaran karena dalih kemudahan dan ketenaran.
Fenomena ini seringkali disebut social climber yang memiliki pengertian yaitu perpindahan status sosial seseorang dari tingkat rendah menuju tingkatan yang lebih tinggi.
Adanya persepsi individu terkait kepemilikan kekuasaan “power” yang dimiliki setelah mendapatkan gelar atau jabatan yang lebih dan yang tidak biasa, menjadikan daya tarik lain yang menjadikan banyak individu melakukan social climber, agar dapat memiliki kemampuan untuk mempengaruhi orang lain. Sehingga apa yang ditampilkan mampu dipercayai dan mempengaruhi manusia lain, padahal hal tersebut bukanlah sebuah realitas dari pelaku. Banyak hal yang dilakukan oleh para pelaku social climber demi mendapatkan uang guna memenuhi kebutuhan kehidupan mereka dengan menampilkan symbol – symbol yang mereka anggap dapat merepresentasikan status sosial mereka (Wahyu Ria, 2017 : 88).
Kebiasaan orang yang memamerkan suatu kondisi atau barang tertentu, seperti
mengunggah konten makan di restoran mewah, liburan ke luar negeri, atau bergaul dengan
orang-orang yang terlihat glamor adalah beberapa contoh orang yang ingin panjat
sosial. Berbagai macam hal cara yang bisa dilakukan oleh masyarakat luas ketika mereka
merasa tidak puas akan status sosial yang mereka miliki pada saat ini.
6
Rasa ketidak-puasan yang dirasakan inilah menimbulkan pola pikir individu untuk mencari cara bagaimana untuk meningkatkan status sosial mereka dalam waktu yang tidak lama. Hal ini dilakukan karena ketidakpuasan individu dan sikap perbandingan diri dengan orang lain yang berfikir bahwa dengan memiliki status sosial yang tinggi maka akan menjadikan mereka dihargai dan lebih dianggap keberadaanya. Hingga munculah istilah hiperrealitas dan social climber sebagai dampak dari perilaku manusia yang dilakukan dan ditampilkan di media sosial sedemikian rupa dalam hal usaha – usaha menaikkan kedudukan sosial yang akhirnya menciptakan suatu kondisi dimana kepalsuan bersatu dengan keaslian dan tanpa disadari oleh public.
Social Climber atau panjat sosial yang merupakan salah satu dampak dari
kecanggihan teknologi (media sosial) secara tidak langsung telah melahirkan adanya fenomena panjat sosial. Panjat Sosial ini umumnya disebabkan dikarenakan adanya kecenderungan individu untuk membandingkan diri dengan orang lain, adanya keinginan untuk eksis/tenar dan ingin sama dengan orang lain. Meski dari luar seorang panjat sosial tampak atraktif dan mudah bersosialisasi dengan orang lain, sebenarnya mereka cenderung tidak percaya diri dan merasa dirinya kurang apabila dibandingkan dengan orang lain.
Panjat sosial merupakan gaya hidup yang tidak sesuai dengan kantong atau kondisi keuangan, secara sederhana panjat sosial merupakan seseorang yang ingin memiliki sosial yang lebih tinggi dari status sosial seberanya, melalui dunia maya atau media sosial.
Adapun motif dari dilakukannya panjat sosial diantaranya untuk mencari popularitas dan
berkeinginan untuk menjadi sosialita/tenar, sedangkan makna yang muncul umumnya
adalah untuk mengekspresikan diri.
7
Perilaku social climber marak dilakukan pada zaman yang semakin modern.
Penggunaan status simbol yang melekat pada kehidupan keseharian mereka demi menunjang penampilan mereka agar terlihat sebagai kalangan sosial atas. Perilaku social climber dikenal sebagai usaha yang dilakukan untuk mencitrakan dirinya sebagai orang
yang mempunyai status sosial tinggi. Selain karena standar sosial yang mereka miliki, upaya social climbing juga dimaknai bisa membantu mereka untuk mendapatkan posisi dan penerimaan yang lebih baik dalam dunia kerja. Berbagai cara dilakukan oleh manusia agar mampu diterima dikomunitas maupun dalam golongan masyarakat luas. Banyak diantara mereka yang berusaha menyesuaikan diri, baik dari cara berbicara, sikap atau perilaku bahkan gaya hidup (termasuk penampilan).
Jiwa social climber pada dasarnya dimiliki oleh setiap individu, namun dalam hal ini disetiap orang terdapat perbedaan tingkatan social climber yang mereka miliki, terdapat dua jenis social climber yaitu positif dan negatif. Social climber positif melakukan peningkatan diri dan prestasi agar ia mampu menempati status sosial yang ia inginkan, serta pengakuan dari masyarakat yang didapat olehnya merupakan hasil jerih payahnya.
Sedangkan social climber negatif cenderung melakukan berbagai hal dan menghalalkan berbagai macam cara untuk mendapatkan kedudukan sosial yang diinginkannya. Tipe ini biasanya tidak menghargai sebuah proses dan lebih menginginkan jalur instan.
Individu banyak yang mulai berlomba untuk mendapatkan perhatian dari orang lain
baik secara langsung maupun menggunakan media sosial, agar orang lain dapat melihat
sejauh mana status sosial yang mereka miliki. jangan heran jika akan banyak sekali orang
yang bertebaran diluar mengkonsumsi produk dengan merk ternama, nongkrong ditempat
yang mewah dan terkenal, serta banyak juga ditemukan di media sosial orang-orang
8
berlomba-lomba berfoto di tempat bagus lengkap dengan atribut yang dikenakan untuk menunjanag penampilan.
Hal ini kemudian menimbulkan suatu fenomena hiperrealitas bahwa mereka melakukan tindakan dengan menampilakn atau memunculkan pada layer media sosial hanya sekedar ingin menaikkan gengsinya, karena berhasil mengikuti tren masa kini, serta menginfokan sejauh mana kedudukan sosial mereka, terlepas hal itu benar ataupun tidak.
Begitu juga dengan makna yang kini tidak lagi menjadi kebutuhan psikis, tetapi menjadi alat pemenuhan Hasrat akan perbedaan dan kepuasan.
Kota Malang merupakan kota terbesar kedua di Jawa Timur setelah Kota Surabaya.
Transformasi gaya hidup banyak terjadi dengan cepat di Kota Malang, yang menampilkan tampilan dengan dandanan serba serbi kemewahan dan selalu trendy, baik dalam segi pendidikan, ekonomi ataupun budaya. Ajang pemilihan duta menjadi salah satu kompetisi yang banyak diminati oleh para generasi muda khususnya mahasiswa atau masyarakat di berbagai daerah di Indonesia.
Perguruan tinggi inilah umumnya menjadi cikal – bakal para generasi muda berkesempatan untuk memulai mencari dan mengembangkan potensi diri masing-masing, baik dalam bidang akademik maupun nonakademik termasuk di dalamnya yang berunsur estetika dan etika moral yang baik, berbudaya serta pengembangan bakat keahlian lain yang bersifat positif dan bertanggung jawab.
Hal ini mendorong terciptanya ajang pemilihan Duta baik dalam kampus maupun
diluar kampus. Kegiatan ini senantiasa dilakukan dan diterima baik oleh masyarakat karena
dirasa dapat mendukung untuk mewujudkan citra layanan pendidikan tinggi Indonesia
sebagai sistem yang mampu menghasilkan insan bermartabat, berbudaya dan
9
berkepribadian sehingga menjadi pendorong dalam peningkatan mutu pendidikan dan kebudayaan di Indonesia dan mendorong generasi muda untuk terus berprestasi. Salah satunya terdapat salah satu ajang tahunan di Kota Malang yang bernama Duta Hijab Radar Malang, terdiri dari perempuan berparas cantik dengan balutan hijab dan memiliki bakat yang berbeda antara sartu dengan yang lainnya.
Layaknya duta-duta lainnya, perempuan terpilih menjadi Duta Hijab Radar Malang akan melakukan tugas sebagai icon untuk membantu menyuarakan visi misinya, dalam konteks mengenakan hijab bukanlah suatu batasan dalam hal kebaikan apapun, turut ikut terlibat dalam acara pemerintahan, serta mengadakan event khususnya di bidang hiburan seperti fashion show, hijrah beauty festival, adapun bidang kewirausahaan yang dilakukan saat car free day di jalan ijen, serta juga ada kegiatan amal di bulan Ramadhan yang tentunya dalam naungan media Radar Malang.
Kegiatan ini mendukung untuk mewujudkan citra layanan pendidikan tinggi
Indonesia sebagai sistem yang mampu menghasilkan insan bermartabat, berbudaya dan
berkepribadian sehingga menjadi pendorong dalam peningkatan mutu pendidikan dan
kebudayaan di Indonesia dan mendorong generasi muda untuk terus berprestasi. Duta
Hijab Radar Malang juga diharuskan mencerminkan kepribadian yang baik dalam ucap
dan tingkah laku yang mesti betul-betul terjaga. Ajang pemilihan ini setiap tahunnya selalu
menjadi salah satu ajang yang paling diminati oleh banyak perempuan di kota Malang
bahkan luar kota Malang. Tentunya tidaklah mudah untuk dapat bergabung dalam keluarga
Duta Hijab Radar Malang ini, karena terdapat beberapa tahap penyeleksian yang harus
dilalui seperti test tulis terkait seputar ilmu keagamaan, pengetahuan umum dan serta
wawasan dalam berbahasa Asing.
10
Adapun juga penyeleksian tahap kedua dan ketiga berupa test wawancara serta test bakat yang harus dilalui oleh para calon anggota Duta Hijab Radar Malang ini. Ajang ini patut diperhitungkan karena sulitnya berbagai tahapan tes pelaksanaan dan persaingan antar peserta yang begitu ketat. Karena itu tidak jarang banyak peserta yang gagal dan mencoba kembali mengikuti ajang pemilihan ini di tahun berikutnya. Ada yang telah mengikuti sebanyak dua kali bahkan ada yang telah mencoba tiga kali, tapi banyak juga diantara mereka yang baru pertama kali mengikuti ajang ini dan beruntung hingga berhasil menjadi juara.
Citra yang melekat pada paguyuban Duta Hijab Radar Malang yakni senantiasa baik, perubahan juga banyak terjadi setelah mereka menjadi Duta Hijab Radar Malang, dalam segi internal maupun eksternal, mulai banyak endorse-an produk dari pihak yang mengajak bekerja sama hingga mampu menaikkan status ekonomi dan kedudukan mereka menjadi lebih terkenal. Hal ini tentunya didororong oleh tampilan profile masing – masing dari mereka yang ada di media Instagram, oleh karenanya mindset perempuan lain diluar sana berlomba – lomba juga ingin menjadi seperti mereka, melakukan perilaku social climber dengan harapan dapat mendapatkan benefit yang sama.
Gaya hidup dari seorang anggota Duta Hijab Radar Malang dianggap sebagai salah
satu bentuk dampak dari social climber yang kini menjadi konsumsi masyarakat luas, dari
tindakan social climber yang dilakukan sebelum tergabung menjadi anggota Duta Hijab
Radar Malang, banyaknya tuntutan yang mengharuskan mereka senantiasa show off dalam
hal apapun yang dilakukan kepada sosial media akhinya besar kemungkinan terjadi banyak
perubahan dan tanpa disadari membentuk hiperrealitas (realita palsu) yang didalamnya.
11
Adanya citra juga sebagai tanda yang tidak lagi membutuhkan realitas asli sebagai pengungkap kebenaran. Masyarakat luas menilai berdasarkan dari apa yang mereka lihat dari tampilan media sosial, yang mempengaruhi pikiran orang – orang dan cenderung membiak dalam pikirannya. Berdasarkan apa yang dilihat dan dipercaya oleh masyarakat luas, dapat dikatakan bahwa realitas media berhasil mengklaim dirinya sebagai realitas asli (sosial).
Social Climber umumnya dilakukan dari adanya rasa ketidak percayaan pada
kemampuan diri, merasa tidak ada yang bisa dibanggakan dalam diri, hingga muncul sikap membandingkan diri dengan manusia lain. Maka apabila terdapat seorang yang lebih berprestasi atau lebih tenar daripada kita memunculkan sikap perbadingan diri dengan orang lain. Mungkin memang hal tersebut perlu karena dapat dijadikan sebagai tolak ukur diri kita agar lebih baik lagi. apabila tidak sesuai dengan ekpetasi maka muncullah ketidakpuasan dalam benak manusia tersebut.
Hal ini dinilai untuk menjadi faktor individu untuk melakukan “social climber”
demi dapat bersaing strata di ranah sosial yang lebih tinggi dengan cara instant. Fenomena ini terjadi sebagai sebuah self presenting dengan menggunakan alat dokumentasi dan juga media sosial, media sosial yang ramai digunakan untuk panjat sosial adalah instagram dan facebook.
Penelaahan terhadap fenomena ini menunjukkan bahwa media sosial akan
memunculkan suatu hiperrealitas yang merupakan hasil dari rangkaian konsep teori
simlakra, simulakrum dan simulasi dari Jean Baudrillard, sebuah konsep dimana realitas
yang dalam konstruksinya tidak bisa dilepaskan dari produksi dan permainan tanda-tanda
yang melampaui realitas aslinya (Hyper-sign).
12
Hiperrealitas menciptakan suatu kondisi dimana kepalsuan bersatu dengan
keaslian, masa lalu berbaur dengan masa kini, fakta bersimpang siur dengan rekayasa, tanda melebur dengan realitas, dusta bersenyawa dengan kebenaran. Objek pemanjatan yang dilakukan oleh social climber ini ialah kelas sosial, yang dimana kelas sosial membentuk pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara hirarki atau bertingkat. Ketika media di elaborasikan dengan hiperrealis maka akan terjadi sebuah pendistorsian ingatan seseorang, hal yang seharusnya tidak ada akan menjadi ada dan sebaliknya.
Permasalahan social climber umumnya terjadi pada usia remaja, yang disebabkan oleh penanaman moral dalam latar belakangnya. Apabila moral yang diterapkan pada masa kecil remaja ini kurang ataupun berlebihan, makan seorang remaja akan lebih mudah menerima pengaruh dari dunia luar. Sedangkan secara psikologis manusia lebih mudah menerima hal – hal yang buruk. (Bintang Faisal, 2017).
Corak perilaku yang banyak dilakukan oleh masyarakat kontemporer merupakan rangkaian perilaku sosial yang ditampakkan oleh masyarakat hari ini. Gejala gejala ini merepresentasikan sebuah realitas sosial tersendiri di mana pemujaan atas konsumsi, kegilaan terhadap gaya hidup, serta benturan identitas sosial (status, citra, diri) adalah praktik budaya masyarakat. (Mahyuddin, 2019)
Fenomena makan cantik telah menjadi bagian dari gaya hidup masyarakat
perkotaan saat ini. Dalam melakukan makan cantik, memberitahukan kepada masyarakat
secara luas sangat perlu untuk dilakukan. Pelaku makan cantik menggunakan social media
untuk menyiar-nyiarkan kegiatan, karena makan cantik dan social media merupakan satu
kesatuan yang utuh. Hal ini dianggap karena social media merupakan ruang terbaik
13
terbentuknya hiperrealitas. Hiperrealitas dalam social media dapat terwujud karena soeial media dapat merepresentasikan hiperrealitas menjadi realitas palsu. Dalam pelaksanaanya makan cantik dianggap dapat merepresentasikan kelas atas sebagai pembentuk identitas.
(Herlinda, 2015)
Fenomena Social Climber kini semakin marak terjadi khususnya pada era globalisasi seperti saat ini, hampir semua orang berupaya melakukan panjat sosial demi memiliki “power” dan merepresentasikan hiperrealitas (realitas palsu), dimana hiperrealitas menyebabkan terjadinya pengaburan kelas yang pada akhirnya memberikan dampak adanya ketidak jelasan dari status kelas sosial seseorang yang di tampilkan pada social media. Dengan social climber ini, biasanya secara sengaja pelaku ingin memperlihatkan siapa dirinya, kemampuan ekonominya, dan atau kelas sosialnya terhadap masyarakat. maka peneliti melakukan penelitian tentang hiperrealitas social climber pada kalangan Duta Hijab Radar Malang.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang yang tersebut, rumusan masalahnya adalah bagaimana hipperrealitas social climber di kalangan Duta Hijab Radar Malang?
1.3 TUJUAN PENELITIAN
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui lebih lanjut tentang bagaimana hipperrealitas social climber yang terjadi di kalangan Duta Hijab Radar Malang.
1.4 MANFAAT PENELITIAN
Adapun manfaat-manfaat yang dapat diperoleh dalam penelitian ini adalah :
1.4.1 Manfaat Teoritis
14
Penelitian ini merupakan penelitian yang mengembangkan teori hiperrealitas oleh Jean Baudrillard guna memberikan tambahan referensi berkaitan dengan kehidupan sosial yang telah menjadi realita buatan.
1.4.2 Manfaat Praktis
1.4.2.1 Bagi Pihak Radar Malang
Diharapkan dapat bermanfaat dalam ruang interaksi sosial untuk tidak lagi melakukan representasi diri dengan membuat realitas semu menggunakan perantara media sosial, dengan hal ini diharapkan mampu meminimalisir kecenderungan perilaku social climber yang dilakukan, demi meminimalisir dan terhindarnya kemunculan hiperrealitas dalam kehidupan.
1.4.2.2 Bagi Prodi Sosiologi
Membangun relasi kerja sama dengan instansi yang berkaitan.
1.4.2.3 Bagi Peneliti Lain
Menjadi bahan referensi bagi peneliti lain untuk melakukan riset yang serupa 1.5 DEFINISI KONSEP
Definisi konsep dapat menjelaskan secara rinci suatu istilah yang ada dalam judul penelitian. Adapun beberapa konsep dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.5.2 Hiperrealitas (Realitas Buatan)
Menurut Jean Baudrillard hiperrealitas merupakan sebuah konsep dimana realitas
yang dalam kontruksinya tidak dapat dilepaskan dari produksidan permainan tanda – tanda
yang melampaui dari realitas aslinya (hyper-sign). (Baudrillard, 1983
)15
1.5.3 Social Climber (Panjat Sosial)
Panjat Sosial ini merupakan gaya hidup yang tidak sesuai dengan kantong atau kondisi keuangan, secara sederhana panjat sosial merupakan seseorang yang ingin memiliki sosial yang lebih tinggi dari status sosial seberanya, melalui dunia maya atau media sosial. Panjat sosial adalah istilah yang digunakan untuk menyebut seseorang yang memiliki ambisi tinggi untuk eksis dikalanagan dengan status sosial lebih tinggi. Konotasi negatif pada istilah ini, karena kebanyakan seseorang yang melakukan panjat sosial, memamerkan banyak hal yang sebenrnya tidak dimiliki. (Akbari Fatoni, Nurul, 2018 : 4).
1.5.4 Duta Hijab Radar Malang
Duta Hijab Radar Malang merupakan suatu ajang tahunan yang dilakukan setiap setahun sekali oleh pihak penyelenggara yang dinaungi oleh pihak Radar Malang, ajang ini memiliki tujuan sebagai ajang penggali potensi dan kemampuan diri, serta memperluas relasi dengan pejabat penting di kota Malang. Ikon Duta Hijab tidak hanya dinilai dari segi fisik namun dari segi akhlaq, cara mmbaca al-qur’an dan dapat melaksanakan amanah serta tanggung jawab. (http://psikologi.uin-malang.ac.id/?p=2707)
1.6 METODE PENELITIAN
1.6.1 Pendekatan dan Jenis Penelitian
Pada penelitian ini terdapat beberapa acuan penelitian yang digunakan
untuk melukan penelitian di lapangan. Terdapat tata cara dan aturan dalam
penulisan proposal penelitian ini. Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara
ilmiah untuk memperoleh data dengan tujuan dan kegunaan tertentu (Sugiono,
2013:3). Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan
pendekatan kualitatif untuk menjelaskan suatu fenomena dengan sedalam-
16
dalamnya. Pendekatan Kualitatif merupakan metode artistic, karena proses penelitian lebih bersifat seni (kurang terpola), dan disebut metode interpretive karena berdasarkan fakta – fakta yang ditemukan di lapangan dankemudian dikonstruksikan menjadi hipotesis atau teori.
Pendekatan kualitatif digunakan untuk mendapatkan data yang mendalam, suatu data yang mengandung makna. (Sugiono, 2015 : 9). Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis Deskriptif. Penelitian deskriptif memiliki tujuan untuk mendeskripsikan, mencatat,menganalisis dan mengintepretasikan kondisi yang sekarang ini yang terjadi atau ada. Dengan kata lain, penelitian deskriptif merupakan metode penelitian untuk mendeskripsikan dan mencari gambaran secara sistematis dalam mengumpulkan data yang dikumpulkan Ketika kegiatan penelitian sedang berlangsung. Penelitian dengan jenis deskriptif merupakan penelitian yang mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku umum. Maka dalam penelitian ini, peneliti akan mendiskusikan fenomena fakta dari adanya hiperrealitas pada kalangan Duta Hijab Radar Malang.
1.6.2 Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini terletak di Kota Malang, dengan pertimbangan Kota
Malang merupakan kota terbesar kedua di Jawa Timur setelah Kota Surabaya, Kota
Malang menjadi Kota Pendidikan atau Kota pelajar karena memiliki banyak
Universitas baik Negeri maupun Swasta, menjadikan banyak pendatang yang ingin
menuntut ilmu di Kota Malang. Tak heran semakin banyak jumlah mahasiswa yang
terus meningkat setiap tahunnya di Kota Malang. Hal ini tentunya juga diimbangi
17
oleh perkembangan kebijakan pemerintah kota Malang untuk meningkatkan branding Kota Malang menjadi lebih baik dan semakin maju, salah satunya dengan
menyelenggarakan ajang pemilihan kedutaan seperti pemilihan Duta Hijab Radar Malang.
1.6.3 Penentuan Subyek Penelitian
Subjek penelitian pada dasarnya adalah yang akan dikenai kesimpulan hasil penelitian. Subjek penelitian yaitu dimana terdapat beberapa narasumber atau informan yang dapat memberikan informasi tentang masalah yang berhubungan dengan penelitian yang akan dilakukan. Dalam penelitian kualitatif, subjek penelitian sering juga disebut dengan istilah informan. Informan adalah orang yang dipercaya menjadi narasumber atau sumber informasi oleh peneliti yang akan memberikan informasi
.Dalam melakukan penelitian, peneliti harus mengorbankan waktu lebih banyak dalam meneliti. Cermat dan tepat adalah cara yang perlu dilakukan oleh peneliti dalam menentukan subyek, salah memilih subyek maka hal tersebut dapat mempengaruhi keabsahan dan kevalidan data.
Pada penelitian ini subyeknya adalah individu yang tergabung dalam ajang kedutaan di Kota Malang, untuk mendapatkan data yang valid, berkualitas, dan obyektif maka sumber penelitian ini ditentukan secara purposive. Purposive merupakan Teknik penentuan subjek penelitian dengan pertimbangan tertentu (Sugiono, 2015 : 85). Dalam purposive, peneliti juga akan menentukan subyek penelitian berdasarkan beberapa kriteria yakni :
a) Tergabung dalam komunitas Duta Hijab Radar Malang sejak tahun 2017 hingga
tahun 2020
18
b) Berpartisipasi aktif dalam kegiatan yang diselenggarakan oleh Duta Hijab Radar
Malang.
c) Anggota Duta Hijab Radar Malang yang berdomisili di Kota Malang.
Berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan di atas, terdapat 4 orang subjek penelitian.
1.6.4 Sumber data
Penelitian ini menggunakan sumber data yang menjadi perhatian untuk memperoleh data yang diperlukan, maka sumber data yang digunakan untuk menyediakan informasi terdapat dua sumber yaitu:
1.6.4.1 Sumber data primer
Sumber data primer adalah sumber data yang diperoleh secara langsung dari sumber yang dapat dipercaya dan memberikan informasi yang berkaitan dengan judul peneliti. Data primer dalam penelitian ini yang berkaitan dengan masalah yang diangkat dalam penelitian ini yaitu Anggota Duta Hijab yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan dan berjumlah 4 orang.
1.6.4.2 Sumber data sekunder
Sumber data sekunder diperoleh dari dokumen kegiatan – kegiatan yang ada di
Kantor Radar Malang yang mendukung tentang lifestyle yang dilakukan oleh
Anggota Duta Hijab Radar Malang dan literatur serta hasil dari internet yang
mampu mendukung.
19
1.7 TEKNIK PENGUMPULAN DATA
1.7.1 Observasi
Menurut Sugiyono (2012) observasi merupakan kegiatan untuk mencari data yang dapat digunakan untuk memberikan kesimpulan dan diagnosis dari objek yang diteliti. Pengamatan yang dilakukan peneliti adalah mendatangi langsung ke lokasi penelitian, kemudian melakukan pendekatan – pendekan dengan subjek yang akan diteliti dan melakukan pengamatan secara mendalam. Observasi merupakan teknik pengumpulan data yang mempunyai ciri spesifik bila dibandingkan dengan teknik yang lain. Observasi tidak hanya dilakukan pada orang, melainkan juga pada obyek – obyek alam yang lain. Teknik Observasi digunakan bila, penelitian berkenaan dengan perilaku manusia, proses kerja, dan gejala – gejala alam.
Observasi dapat dibedakan menjadi Participant observation dan non participant observation. (Sugiono, 2015 : 145).
Penelitian ini dilakukan dengan teknik pengumpulan data observasi participant, dikarenakan peneliti terlibat dan turun langsung dalam melakukan
observasi kepada anggota Duta Hijab Radar Malang. Pada teknik ini peneliti
melakukan pengamatan terlebih dahulu yaitu dengan membaur dengan komunitas
dan mengakrabkan diri dengan calon subyek penelitian sembari menggali informasi
lebih dalam pada kegiatan – kegiatan yang dilakukan oleh anggota Duta Hijab
Radar Malang. Menjalin ikatan baik merupakan langkah awal yang harus dilakukan
untuk memudahkan menggali informasi yang dibutuhkan. Kemudian peneliti
meminta nomor hp dari subyek penelitian yang di nilai peneliti memenuhi syarat
20
kriteria dalam penelitian untuk dapat dilaksanakannya wawancara yang lebih dalam.
Observasi yang dilakukan diantaranya dalah dengan mengikuti acara tahunan yang baru saja dilakukan yaitu perayaan hari ulang tahun Duta Hijab Radar Malang yang 9 tahun. Peneliti turut hadir dan berpartisipasi dalam acara tersebut, dengan mengamati gesture dan perilaku yang dilakukan oleh tiap – tiap anggota Duta Hijab Radar Malang yang hadir pada acara tersebut. Peneliti menemukan beberapa individu melakukan interaksi secara nyata dengan sesame anggota, namun terdapat individu yang secara terus menerus membuat konten untuk menunjukkan aktivitas yang dilakukan dan kegiatannya di sosial media, seperti membuat snapgram ataupun live siaran langsung di Instagram. Kemudian peneliti membuat kategorisasi terhadap pemilihan subjek penelitian dan menjadi pengamat perilaku subyek penelitian dalam menyampaikan jawaban. Peneliti mencatat, menganalisis dan membuat kesimpulan dari perilaku subyek penelitian tersebut.
1.7.2 Wawancara (Interview)
Wawancara digunakan sebagai Teknik pengumpulan data apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang haarus diteliti, dan juga apabila peneliti ingin mengetahui hal hal dari responden yang lebih mendalam dan jumlah respondennya sedikit/kecil (Sugiono, 2015 : 137).
Wawancara merupakan teknik pengumpulan data dengan tujuan merefresensi.
Fenomena kali ini, peneliti memilih menggunakan jenis wawancara tidak
terstruktur atau terbuka. Peneliti berusaha mendapatkan informasi awal tentang isu
atau permasalahan yang ada pada obyek. (Sugiono, 2015 : 140).
21
Dalam wawancara, peranan pewawancara untuk memperoleh Kerjasama dengan responden sangat penting. Responden perlu diberi penjelasan tentang maksud dan tujuan penelitian dan responden mempunyai hak untuk tidak bersedia menjadi responden sebelum wawancara dilakukan.
Pelaksanaan wawancara dapat dilakukan melalui 2 cara yaitu : 1. Wawancara terstruktur
2. Wawancara tidak terstruktur
Wawancara terstruktur adalah Teknik pengumpulan data, bila peneliti telah mengetahui dengan pasti informasi apa yang akan diperoleh. Oleh karena itu,dalam melakukan wawancara peneliti telah menyiapkan instrument penelitian berupa pertanyaan – pertanyaan tertulis yang alternatif jawabannya pun telah disiapkan.
Wawancara tidak terstruktur adalah wawancara yang bebas dimana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang tersusun secara sistematis dan lengkap.
Peneliti akan melakukan wawancara kepada subjek yang telah sesuai dengan kriteria yang akan peneliti jadikan subjek.
Pada penelitian kali ini, peneliti akan menggunakan Teknik wawancara
tidak terstruktur, dengan tujuan agar pertanyaan dapat mengalir sesuai dengan
pembicaraan yang dilakukan. Sebelum melakukan wawancara, peneliti telah
menyiapkan pertanyaan-pertanyaan yang nantinya akan diajukan kepada subyek
penelitian. Wawancara yang dilakukan adalah dengan beberapa anggota yang
tergabung dalam komunitas Duta Hjab Radar Malang dengan melakukan
kesepakatan dan janjian terkait waktu dan tempat.
22
Penerapan proses wawancara, peneliti dapat mengajukan pertanyaan yang telah disusun dan dipersiapkan untuk membantu peneliti dalam berkomunikasi dengan narasumber. Peneliti melakukan wawancara awal dengan menanyakan hal – hal seperti pada tahun berapa mengikuti dan tergabung dalam komunitas Duta Hijab Radar Malang, apa alasan yang melatar belakangi untuk mengiti ajang tersebut, dan sudah berapa lama bergabung dengan komunitas tersebut. Karena dalam hal ini peneliti juga merupakan anggota dari komunitas tersebut sehingga tahap perkenalan tidak memerlukan waktu yang lama karena komunitas tersebut memiliki grup chat paguyuban dan sudah berjalan sekitar 8 tahun.
Tahap selanjutnya, peneliti menetapkan subyek penelitian berdasarkan pada kriteria yang sudah di tetapkan oleh peneliti sendiri dengan wawancara lebih mendalam pada subyek penelitian, maka untuk mendapatkan informasi yang lebih banyak dan lebih efisien, peneliti melakukan wawancara dengan melakukan perjanjian dengan bertemu subjek penelitian baik dirumahnya ataupun ditempat yang sudah disepakati sebelumnya. Hal tersebut dinilai peneliti lebih efektif karena selain peneliti bisa mendapatkan informasi yang lebih banyak, peneliti juga mampu mengetahui seberapa banyak hiperrealitas dari subyek penelitian yang tergabung dalam komunitas Duta Hijab Radar Malang.
1.7.2 Dokumentasi
Menurut (Sugiono, 2015 : 82-83) Dokumentasi merupakan catatan
peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar atau karya
– karya monumental. Hasil penelitian juga semakin kredibel apabila didukung oleh
foto – foto atau karya tulis akademik dan seni yang telah ada. Untuk menunjang
23
pengumpulan data, peneliti dapat menggunakan alat bantu kamera untuk memudahkan peneliti dalam pengumpulan beberapa dokumentasi.
Pada teknik ini peneliti menggunakan jurnal- jurnal penelitian yang memiliki keterkaitan penelitian yang di bahas dengan penelitian yang sedang di teliti oleh peneliti, yang kemudian digunakan sebagai bahan referensi atau bahan rujukan bagi peneliti dalam menggali informasi yang berkaitan dengan judul penelitian. Selain itu peneliti juga menggunakan buku – buku yang memiliki tema yang sama yang sedang di bahas oleh peneliti. Untuk memudahkan menggali hal yang akan di bahas oleh peneliti, peneliti mencari referensi berupa web online, paper, skripsi, dan laporan penelitian dengan tema yang sama sebagai bahan dalam
menganalisa data.
1.8 TEKNIK ANALISIS DATA
Dalam penelitian ini teknik analisa data yang digunakan peneliti adalah teknik analisis data secara kualitatif, yaitu dengan cara mengumpulkan berbagai sumber informasi dan data kemudian digeneralisasikan.
Teknik analisis data dalam penelitian kualitatif yaitu sudah jelas untuk diarahkan menjawab rumusan masalah atau menguji hipotesis yang telah dirumuskan dalam proposal. Bila jawaban yang diberikan setelah dianalisis ternyata belum memuaskan, maka peneliti akan melanjutkan pertanyaan lagi, sampai tahap tertentu hingga diperoleh data yang dianggap kredibel.
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini dengan model interaktif dari Miles and Huberman (dalam Sugiono, hal.243, 2015).
Mengemukakan bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan sevara
24
interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh. Aktivitas dalam analisis data, yaitu data reduction, data display, dan conclusion drawing/verification.
a. Data Reduction (Reduksi Data)
Reduksi data adalah merangkum, memilih hal – hal yang pokok, memfokuskan pada hal – hal penting, dicari tema dan polanya dan membuang yang tidak perlu.
Dengan demikian data yang diperoleh jelas (Sugiyono, 2013:338). Pada tahap ini peneliti menggabungkan data yang diperoleh melalui observasi, wawancara dan dokumentasi mendalam tentang perilaku social climber dari anggota Duta Hijab Radar Malang yang menciptakan ruang hiperrealitas.
b. Data Display (Penyajian Data)
Penyajian data adalah Langkah selanjutnya dari mereduksi data, penyajian data tersebut berupa data yang terorganisasikan, tersusun dalam pola hubungan, sehingga akan lebih mudah dipahami (Sugiyono, 2013:341).
c. Conclusion Drawing/Verification
Verifikasi adalah penarikan kesimpulan, mungkin ini dapat menjawab rumusan
masalah yang dirumuskan sejak awal, tetapi mungkin juga tidak karena seperti telah
dikemukakan bahwa masalah dan rumusan masalah dalam penelitian kualitatif
masih bersifat sementara dan akan berkembang setelah penelitian di lapangan
(Sugiyono, 2013:345). Penarikan kesimpulan dilakukan dengan tujuan untuk
mempermudah penyajian data.
25
Ketiga Langkah tersebut dapat dilakukan pada semua tahap dalam proses penelitian kualitatif yaitu tahap deskripsi, fokus dan seleksi. (Sugiono, 2015 : 246
& 266).
Gambar 1
Komponen-komponen Analisis Data Model Interaktif
Sumber : Miles dan Huberman, (Sugiyono, 2010:183) Aktivitas dalam analis data yaitu pengumpulan data, reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Keterangan:
1.8.1 Pengumpulan Data
Kegiatan yang dilakukan untuk mengumpulkan data yang diperoleh dari subyek penelitian yang ada relevansinya dengan perumusan masalah dan tujuan penelitian. Dalam pengumpulan data ini peneliti mengumpulkan data yang terkait dengan judul penelitian yaitu tentang hipperealitas yang terbentuk dari adanya Tindakan panjat sosial yang dilakukan oleh anggota Duta Hijab Radar Malang.
1.8.2 Reduksi data Pengumpulan
Data
Penyajian Data
Reduksi Data
Kesimpulan
26
Diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan, perhatian, pada penyederhanaan, keabstrakan dan transformasi data awal yang muncul dari catatan dilapangan. Peneliti mengedit data dengan cara memilih bagian data untuk dipakai dan diringkas serta dimasukkan dalam kategori yang diteliti. Reduksi data dilakukan secara terus menerus selama penelitian dilakukan.
1.8.3 Penyajian data
Sekumpulan data yang diorganisir sehingga dapat memberi deskripsi menuju penarikan kesimpulan. Penyajian data harus mempunyai relevansi yang kuat dengan perumusan masalah secara keseluruhan dan disajikan secara sistematis.
1.8.4 Penarikan kesimpulan
Proses penarikan kesimpulan merupakan bagian penting dari kegiatan penelitian.
Proses penarikan kesimpulan ini bermaksud untuk menganalisis, mencari dari data yang ada sehingga dapat ditemukan dalam penelitian yang telah dilakukan.
1.9 VALIDASI DATA
Validasi data sering juga disebut sebagai uji keabsahan data dalam penelitian.
Validitas merupakan derajad ketepatan antara data yang terjadi pada obyek penelitian dengan daya yang dapat dilaporkan oleh peneliti. Jenis penelitian kualitatif kriteria utama dalam melakukan validitas adalah valid, reliabel, dan obyektif (Sugiono, 2015 : 267).
Penelitian ini menggunakan teknik validitas data triangulasi.
Menurut sugiyono trianggulasi merupakan sebagai teknik pengumpulan data yang
bersifat menggabungkan data dari berbagai teknik pengumpulan data dan dari sumber yang
telah ada (Sugiyono, 2014 : 241). Triangulasi dalam pengujian kredibilitas diartikan
sebagai pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara, dan berbagai waktu,
27