• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Kecacingan merupakan penyakit infeksi yang prevalensinya sangat tinggi di Indonesia, terutama cacing usus yang ditularkan melalui tanah atau Soil Transmitted Helminth (STH). Penyakit cacingan tersebar luas baik di pedesaan maupun di perkotaan. Hasil survei cacingan di Sekolah Dasar di Indonesia pada tahun 2008 menunjukkan prevalensi 41,29[1].

Kecacingan terutama disebabkan oleh STH yang terdiri dari, Ascaris lumbricoides, Necator americanus dan Anclyostoma dudenale, dan Trichuris Trichiura. Hasil-hasil penelitian terdahulu menunjukkan prevalensi kecacingan di perkotaan sebanyak 14,81% dan di pedesaan 65,4% (Sayono 2003). Penelitian yang dilakukan pada tahun 2007 di Kecacmatan Suradadi Kabupaten Tegal pada Anak SD jatimulya menunjukan anak yang terinfeksi Cacing gelang 40,3%, Cacing cambuk 47,3 %, Cacing tambang 11, 1% dan Cacing kremi 65,3% (Ikhsan 2007). Hasil penelitian angka kecacingan yang bertbeda-beda dengan faktor-faktor risiko yang signifikan juga. Namun demikian secara teoritis kejadian kecacingan ini terkait dengan kontak individu dengan tanah yang tercemar telur cacing dari berbagai sumber.

Secara teoritis kejadian kecacingan dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan dan higiene perorangan yakni: kebiasaan ibu dan anak mencuci tangan sebelum makan dan menyuapi anaknya, frekuensi potong kuku anak, kebiasaan bermain ditanah, kepemilikkan jamban, lantai rumah dan ketersediaan air bersih.

Infeksi cacing usus tidak menimbulkan gejala yang nyata sehingga kurang mendapat perhatian.[5] Gangguan dapat ditimbulkan sejak stadium larva hingga dewasa. Larva cacing menyebabkan reaksi alergik dan kelainan jaringan yang bersifat lokal. Cacing dewasa menyebabkan gangguan pencernaan, peredaran darah, anemia, alergi, obstruksi, iritasi dan perforasi usus[2]. Pada infeksi berat, cacing dewasa dapat migrant ke organ dalam yang

(2)

vital seperti jantung, paru-paru, pancreas, usus buntu, bahkan ke otak, terutema Ascaris lumbricoides. Hal ini dapat menimbulakan gangguan fungsi organ dan kematian. Pada stadium larva (Ascaris dan cacing tambang) dapat menembus paru-paru dan menyebabkan kerusakan jaringan alveoli. Infeksi cacing tambang menembus kulit meninggalkan luka yang dapat menjadi pintu infeksi mikroorganisme patogen dan parasit lain[6].

Secara kuantitatif, Ascaris lumbricoides dapat menyerap 0,14 gram karbohidrat per ekor per hari. Trichuris trichura menghisap darah 0,0005 mililiter per ekor per hari, disamping zat gizi; cacing tambang menghisap 0,1 – 0,2 mililiter darah per ekor per hari[6].

Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan diperoleh gambaran jumlah kasus kecacingan seluruh Puskesmas Kota Semarang pada tahun 2008 sebanyak 397 kasus dan pada tahun 2009 menurun menjadi 124 kasus, tanpa berdasarkan distribusi tempat yang signifikan.[7]

Di Puskesmas Bangetayu Kecacingan tidak termasuk kedalam 10 besar penyakit, namun berdasarkan lingkungan dan Higiene sanitasi dari wilayah kerja Puskesmas Bangetayu, Kelurahan Karangroto merupakan wilayah kerja yang Lingkungan dan Higiene sanitasinya masih kurang baik.

ini terlihat dengan masih terbukanya selokan pembuangan limbah rumah tangga, sehingga saat hujan datang air meluap dan menyebabkan banjir.

Sanitasi yang tidak baik juga dapat dilihat dari perilaku anak yang selalu bermain ditanah terbuka yang sekitarnya telah tercemar seperti tercemar oleh kotoran hewan dan limbah rumah tangga lainnya tanpa pengawasan ketat dari orang tua anak.

Kelurahan Karangroto merupakan salah satu wilayah kerja Puskesmas Bangetayu yang terletak Di Kecamatan Genuk Kota Semarang.

Kelurahan tersebut terdiri dari 9 RW, dimana masing-masing RW terdapat satu Posyandu. Hasil uji pendahuluan yang dilakukan pada 30 anak balita menunjukkan bahwa 13% anak balita terinfeksi Cacing usus. Oleh karena itu perlu diteliti tentang Faktor Risiko Kecacingan Pada Anak Usia 1-4 Tahun di Kelurahan Karangroto, Kecamatan Genuk Kota Semarang

(3)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas dapat diambil rumusan masalah

”Adakah faktor kebiasaan mencuci tangan ibu dan anak sebelum makan dan menyuapi anaknya, kebiasaan memakai alas kaki, frekuensi memotong kuku, kebiasaan bermain ditanah, kepemilikan jamban, lantai rumah, ketersediaan air bersih dengan infestasi cacing pada anak usia 1-4 tahun di Kelurahan Karangroto?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengetahui faktor-faktor risiko apa saja yang berhubungan dengan infestasi cacing pada anak usia 1-4 tahun di Kelurahan Karangroto.

2. Tujuan khusus

a. Mendisikrian faktor higiene perorangan yang mencakup kebiasaan mencuci tangan ibu dan anak sebelum makan dan menyuapi anaknya, kebiasaan memakai alas kaki, frekuensi memotong kuku, dan kebiasaan bermain di tanah.

b. Mendiskripsikan faktor lingkungan Yang mencakup kepemilikan jamban, lantai rumah, dan ketersediaan air bersih.

c. Mendiskripsikan Infestasi cacing.

d. Menganalisis hubungan antara kebiasaan mencuci tangan ibu sebelum menyuapi anak dengan Infestasi cacing.

e. Menganalisis hubungan antara kebiasaan anak mencuci tangan sebelum makan dengan Infestasi cacing.

f. Menganalisis hubungan antara kebiasaan anak memakai alas kaki dengan Infestasi Cacing

g. Menganalisis hubungan antara frekuensi memotong kuku ibu dengan Infestasi cacing.

h. Menganalisis hubungan antara frekuensi memotong kuku anak dengan Infestasi cacing.

(4)

i. Menganalisis hubungan antara kebiasaan anak bermain ditanah dengan Infetasi cacing.

j. Menganalisis hubungan antara kepemilikan jamban dengan Infestasi cacing.

k. Menganalisis hubungan antara lantai rumah dengan Infestasi cacing.

l. Menganalisis hubungan antara ketersediaan air bersih dengan Infestasi cacing.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi Puskesmas dan masyarakat sebagai tambahan informasi dan bahan masukan dalam usaha pencegahan dan cara pengobatan dari permasalahan kesehatan yang terjadi yang berhubungan dengan infestasi cacing.

2. Manfaat Teoritis-Metodelogis

Sumber informasi berkaitan dengan faktor-faktor risiko terjadinya kecacingan sehingga dapat dimanfaatkan sebagai bahan kepustakaan dalam pengembangan ilmu pengetahuan dalam bidang epidemiologi penyakit menular.

E. Bidang Ilmu

Bidang ilmu yang terkait dengan penelitian ini adalah Ilmu Kesehatan Masyarakat khususnya bidang ilmu Parasitologi.

F. Keaslian Penelitian

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah pada usia sasaran penelitian sebagai sampelnya. Dalam penelitian yang terdahulu, usia sasaran dalam penelitian pada anak usia sekolah. Sedangkan dalam penelitian yang dilakukan saat ini yakni pada anak usia 1-4 tahun.

(5)

Tabel 1.1 Keaslian Penelitian

No Peneliti (th) Judul Jenis Penelitian

Variabel Penelitian

Hasil

1 Umi Wisnu ningsih

Hubungan Higiene Pribadi dan sanitasi Lingkungan

dengan Kejadian Infeksi Soil Transmited Helminths pada siswa SDN Keburuhan

Kecamatan ngrombol Kabupaten Purworejo Tahun 2004

Cross Sectional

Kebiasaan

memakai alas kaki, cuci tangan, potong kuku, makanan mentah. Faktor sanitasi jamban, lantai rumah, air bersih Dengan Kejadian STH.

AlasKak (P- Value=0,728 C=0,041)

tidak ada hubungan.

Kebiasaan mencuci tangan (p- value: 0,011 C=0,288) ada hubungan lemah.

Potong kuku (p-value:

0,482 C=0,083)

tidak ada hubungan makan mentah (p- value: 0,158 C=0,164)

tidak ada hubungan.

Jamban (p- value:0,675 C=0,049)

tidak ada hubungan Lantai Rumah (p- value:0,002 C=0,338) ada hubungan lemah.

2 Lebiyanto Faktor-Faktor yang

Berhubungan dengan Infeksi Soil helmints pada nak Sekolah Dasar Negeri Kecipir 01, Kecamatan Losari,

Kabupaten Brebes

Cross sectional

Variabel Bebas:

Kebersihan tangan,

Kebersihan kaki, Pemakaian alas kaki, kebersihan kuku, Penggunaan jamban, Sanitasi alat makan dan minum, sanitasi tempat tinggal, status gizi.

Kebersihan tangan P-value lebih kuat α

(0,05) Ho Ditolak.

Kebersihan kaki ada hubungan Alas kaki

Ada hubungan Kebersihan kuku

Ada hubungan jamban p-value 0,149 dan α

(6)

yang digunakan 0,05 dan p-value (0,149)≥α(0,0

5)

Ho diterima, tidak ada hubungan

Sanitasi alat makanan dan minuman.

3 Sayono Infeksi cacing usus yang ditularkan

melalui tanah pada anak SD di perkotaan dan Pedesaan di Wilayah Kerja Puskesmas Ungaran 1

Cross Sectional

Kepemilikan Jamban,

Kebiasaan Cuci Tangan, Kebisaan Memotong Kuku, Kebiasaan

memakai alas kaki dengan Infestasi cacing.

Didapatkan hubungan kepemilikan jamban,

Kebiasaan cuci tangan,

Kebiasaan memotong kuku dengan infestasi cacing.

4 Ikhsan Hubungan pengetahuan, Perilaku Hidup Sehat Dan Pendapatan

perkapita Dengan

Infestasi cacing Pada Anak SD Jatimulya 03 Kecamatan

Suradadi kabupaten Tegal.

Cross Sectional

o Pengetahuan tentang kecacingan o Perilaku Hidup

sehat o Pendapatan

perkapita o Infestasi cacing

gelang.

Didapatkan Hubungan Pengetahuan tentang kecacingan, Perilaku Hidup sehat,

Pendapatan perkapita dengan infestasi Cacing.

5 Evi Yulianto Hubungan Higiene

Sanitasi Dengan Kejadian Penyakit

Cacingan Pada Anak Siswa SDN Rowosari 01 Kecamatan Tembalang Kota Semarang

Cross Sectional

Mencuci tangan, Potong Kuku, Makan makanan mentah,

Kepemilikkan Jamban, Lantai rumah,

Ketersediaan Air bersih dengan Kejadian penyakit cacingan.

Didapatkan Hubungan Mencuci tangan, Potong Kuku, Makan makanan mentah,

Kepemilikkan jamban, Lantai Rumah,

Ketersediaan air bersih dengan Kejadian

Penyakit Cacingan.

(7)

Referensi

Dokumen terkait

Untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan tentang diare, penggunaan jamban sehat dan kebiasaan mencuci tangan menggunakan sabun dengan kejadian diare pada anak

Bab ini berisi tentang penjelasan permasalahan yang sedang dibahas, meliputi pengertian pedagang kaki lima, sejarah pedagang kaki lima, sarana air yang baik untuk mencuci, study

Dan atas dasar penjelasan di atas, kita dapat berkata bahwa tidak ada larangan (dalam arti haram) untuk membuang rambut yang rontok dan memotong kuku, seperti mitos

Adapun pertanyaan peneliti adalah bagaimana pengaruh antara jenis kelamin, kebersihan kuku, kebiasaan bermain di tanah, kebiasaan cuci tangan pakai sabun, lantai

melaksanakan ibadah haji ditanah suci, pada KSPPS Tamzis Bina Utama cabang PIW sudah ada sekitar 17 anggota dihitung dari tahun 2015-2016 yang menggunakan produk

Akseptor yang sudah pernah memakai kontrasepsi hormonal tentu telah mempunyai informasi dan pengalaman yang lebih banyak, dari pada akseptor yang belum pernah memakai

Mengetahui golongan senyawa yang terkandung dalam ekstrak etanol daun pacar kuku yang mempunyai aktivitas sebagai antibakteri terhadap Bacillus subtilis dan Shigella sonnei1.

Postur kaki dan tulang belakang pemakai saat bermain gitar dengan posisi duduk dibantu dengan penyangga kaki menjadikan sendi tulang belakang dalam posisi rotasi