• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH WORK-LIFE BALANCE TERHADAP KELELAHAN KERJA KARYAWAN OPERATOR DUMP TRUCK DI PT.TUNAS JAYA PERKASA SITE JBG SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH WORK-LIFE BALANCE TERHADAP KELELAHAN KERJA KARYAWAN OPERATOR DUMP TRUCK DI PT.TUNAS JAYA PERKASA SITE JBG SKRIPSI"

Copied!
49
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH WORK-LIFE BALANCE TERHADAP KELELAHAN

KERJA KARYAWAN OPERATOR DUMP TRUCK DI PT.TUNAS

JAYA PERKASA SITE JBG

SKRIPSI

Oleh :

Noor Thoyibah Apriliana

201710230311154

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2021

(2)

PENGARUH WORK-LIFE BALANCE TERHADAP KELELAHAN

KERJA KARYAWAN OPERATOR DUMP TRUCK DI PT.TUNAS

JAYA PERKASA SITE JBG

SKRIPSI

Oleh :

Noor Thoyibah Apriliana

201710230311154

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2021

(3)

PENGARUH WORK LIFE BALANCE TERHADAP KELELAHAN KERJA KARYAWAN OPERATOR DUMP TRUCK

DI PT. TUNAS JAYA PERKASA SITE JBG

SKRIPSI

Diajukan kepada Universitas Muhammadiyah Malang sebagai Salah satu persyaratan untuk memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Noor Thoyibah Apriliana

NIM : 201710230311154

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2021

(4)
(5)
(6)

ii

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Bismillahirrahmanirrahim

Segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Shalawat serta salam dihanturkan kepada baginda Rasulullah Nabi Muhammad SAW. Penelitian ini berjudul “ PENGARUH WORK LIFE BALANCE TERHADAP KELELAHAN KERJA KARYAWAN OPERATOR DUMP TRUCK PT. TUNAS JAYA PERKASA SITE JBG” sebagai syarat memperoleh gelar sarjana Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang. Proses penyusunan skripsi ini dibantu oleh banyak pihak yang senantiasa memberikan dukungan, arahan, saran dan kritik kepada penulis baik secara langsung maupun tidak langsung. Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu antara lain:

1. Bapak M. Salis Yuniardi M.Psi., PhD., selaku Dekan Fakultas Psikologi

Universitas Muhammadiyah Malang

2. Ibu Dr. Nida Hasanati, M.Si selaku Dosen Pembimbing I dan Bapak M. Fath Mashuri, S.Psi., M.A selaku Dosen Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis dalam penulisan skripsi ini hingga selesai.

3. Bapak Prof. Dr. Tulus Winarsunu, M.Si selaku Dosen Wali Psikologi C 2017 yang

telah membimbing dari awal perkuliahan hingga sekarang.

4. Seluruh Dosen Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang yang telah

memberikan ilmu selama perkuliahan.

5. Kedua orang tua penulis Bapak Soimun dan Ibu Supairok yang telah memberikan

dukungan, kasih sayang, dan selalu mendoakan penulis dalam segala hal.

6. Bapak Hiras selaku PJO PT. TJP, Bapak Iman selaku HSE Superintendent dan seluruh karyawan PT.TJP yang telah membantu penyelesaian skripsi ini dan bersedia menjadi partisipan dalam penelitian.

7. Seluruh teman kelas Psikologi C 2017 yang telah menjadi sahabat dan keluarga selama penulis berada di Malang.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini, sehingga penulis memerlukan kritik serta saran sebagai bahan perbaikan. Penulis berharap penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi banyak pihak.

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Malang, 12 Juli 2021

(7)

iii DAFTAR ISI SURAT PERNYATAAN ... i KATA PENGANTAR ... ii DAFTAR ISI ... iv DAFTAR TABEL ... v DAFTAR LAMPIRAN ... vi ABSTRAK ... 1 PENDAHULUAN ... 2 LANDASAN TEORI ... 6 Kelelahan Kerja ... 6

Work Life Balance ... 8

Work Life Balance dan Kelelahan Kerja ... 9

Kerangka Berpikir ... 11

Hipotesis ... 11

METODE PENELITIAN ... 12

Rancangan Penelitian ... 12

Subjek Penelitian ... 12

Variabel dan Instrumen Penelitian ... 13

Prosedur dan Analisis Data ... 13

HASIL PENELITIAN ... 14

DISKUSI ... 16

SIMPULAN DAN IMPLIKASI... 19

(8)

iv

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Deskripsi Subjek Penelitian ... 12

Tabel 2. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur Penelitian ... 14

Tabel 3. Kategorisasi Work Life Balance dan Kelelahan Kerja ... 14

Tabel 4. Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov ... 15

Tabel 5. Uji Multikolinieritas ... 15

Tabel 6. Uji Heteroskedasitas ... 15

Tabel 7. Uji Regresi Berganda Work Life Balance terhadap Kelelahan Kerja ... 15

(9)

v

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Kuesioner Penelitian ... 24

Lampiran 2. Blue Print Kelelahan Kerja ... 28

Lampiran 3. Blue Print Work Life Balance ... 30

Lampiran 4. Uji Normalitas ... 32

Lampiran 5. Uji Multikolinearitas ... 32

Lampiran 6. Uji Heteroskedasitas ... 33

Lampiran 7. Uji Regresi Berganda ... 34

Lampiran 8. Data Hasil Kuesioner Penelitian Work Life Balance ... 35

Lampiran 9. Data Hasil Kuesioner Penelitian Kelelahan Kerja ... 37

Lampiran 10. Surat Ijin Penelitian ... 39

(10)

1

PENGARUH WORK-LIFE BALANCE TERHADAP KELELAHAN

KERJA KARYAWAN OPERATOR DUMP TRUCK DI PT.TUNAS

JAYA PERKASA SITE JBG

Noor Thoyibah Apriliana

Fakultas Psikologi,Universitas Muhammadiyah Malang

[email protected]

Kelelahan kerja merupakan kondisi lelah serta pengurangan energi untuk melakukan aktivitas dipekerjaan. Karyawan memiliki peran di pekerjaan dan kehidupan pribadi yang berbeda sehingga perlu memiliki work life balance. Karyawan yang memiliki work life balance akan mengelola waktu, keterlibatan dan tenaga sehingga diperkirakan dapat mengurangi kondisi kelelahan kerja. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh work life balance terhadap kelelahan kerja. Jenis penelitian yaitu kuantitatif dengan desain korelasional. Populasi penelitian ini yaitu karyawan laki- laki yang bekerja sebagai operator dump truck di PT. Tunas Jaya Perkasa. Jumlah subjek sebanyak 120 orang dan menggunakan teknik sampling yaitu

simple random sampling. Skala yang digunakan yaitu skala work life balance dan occupational fatigue exhaustion recovery scale. Analisis data menggunakan analisis regresi berganda. Hasil

penelitian menunjukkan terdapat pengaruh yang signifikan work life balance terhadap kelelahan kerja dengan persentase 39.6 %. Dari empat dimensi WLB hanya satu dimensi yang berpengaruh yaitu personal life interference with work. Semakin tinggi personal life

interference with work karyawan maka semakin tinggi tingkat kelelahan kerja karyawan.

Kata Kunci : Kelelahan Kerja, Work Life Balance, Operator Dump Truck

Work-related fatigue is a condition of fatigue and reduced energy to carry out activities at work. Employees have different roles in work and personal life so it is necessary to have a work life balance. Employees who have a work life balance will manage time, involvement and energy so that it is estimated to reduce work fatigue conditions. This study aims to determine the effect of work life balance on work-related fatigue. This type of research is quantitative with a correlational design. The population of this study are male employees who work as dump truck operators at PT. Tunas Jaya Perkasa. The number of subjects as many as 120 people and using a sampling technique that is simple random sampling. The scale used is work life balance scale and the occupational fatigue exhaustion recovery scale. Data analysis used multiple regression analysis. The results showed that there was a significant effect of work life balance on work fatigue with a percentage of 39.6%. Of the four dimensions of WLB, only one dimension is influential, namely personal life interference with work. The higher the personal life interference with work employees the higher the level of employee work-related fatigue. Keywords : Work-Related Fatigue, Work Life Balance, Dump Truck Operator

(11)

2

Kegiatan ditempat kerja yang dilakukan individu merupakan aktivitas yang di dalamnya melibatkan aktivitas fisik maupun pikiran. Aktivitas kerja baik fisik maupun pikiran yang dilakukan setiap hari dan cenderung sama, hal tersebut biasanya dapat menyebabkan terjadinya kelelahan kerja yang dialami oleh karyawan. Kondisi kelelahan yang terjadi seperti kondisi fisik yang menjadi letih, berkurangnya tenaga untuk melakukan suatu kegiatan, hilangnya konsentrasi, serta semangat kerja yang menurun. Kelelahan kerja biasanya ditandai dengan penurunan daya tahan tubuh, namun hal tersebut terjadi sebagai tanda bahwa tubuh memerlukan istirahat. Namun, keadaan yang demikian jika dibiarkan terus-menerus akan menjadi keadaan yang kronis, sehingga bukan lagi istirahat untuk memulihkan kondisi kelelahan tersebut. Kelelahan yang terjadi pada setiap individu berbeda-beda tergantung kepada faktor serta subjektifitas individu. Individu jarang menyadari bahwa diri mereka mengalami kelelahan kerja, karyawan akan merasakan kondisi tersebut jika memang sudah terjadi penurunan pada kemampuan fisiknya dan menyebabkan terganggunya aktivitas kerja mereka. Kelelahan sering terjadi karena aktivitas yang berlebihan pada pekerjaan maupun di luar pekerjaan sehingga menimbulkan perasaan lelah baik secara fisik maupun psikis.

Matthews & Desmond (2000) menjelaskan bahwa kelelahan kerja mengacu pada perasaan letih dan ketidaknyamanan tubuh yang berhubungan dengan aktivitas maupun kegiatan kerja yang berlangsung lama. Menurut Ivancevich (dalam Munawaroh, 2020) kelelahan kerja merupakan akibat dari kondisi psikologis berupa stress yang terpendam sehingga menyebabkan kelelahan secara emosi, kepribadian, serta pencapaian diri yang menurun. Kelelahan kerja yang terjadi meliputi komponen fisik, emosi, kognitif, perilaku dan psikologis individu. Perubahan kondisi seseorang yang mana dari kondisi kuat menjadi lemah maupun menurun merupakan penjabaran secara umum mengenai kelelahan kerja. Individu yang mengalami kelelahan kerja akan terlihat pada kondisi fisik maupun psikisnya yang menunjukkan adanya pengurangan kemampuan pada daya tahan ketika bekerja serta pelemahan pada daya tahan tubuh Suma’mur (dalam Rambulangi, 2009).

Kelelahan kerja yang terjadi pada karyawan akan berdampak pada aktivitasnya kerjanya. Dampak yang terjadi ketika karyawan mengalami kelelahan kerja yaitu penurunan pada kinerja maupun produktivitas karyawan dalam bekerja. Kelelahan kerja yang dirasakan individu akan meningkatkan tingkat kebosanan dalam bekerja dan menimbulkan kecemasan. Kemudian karyawan yang mengalami kelelahan akan cenderung melakukan peningkatan pada kesalahan kerja, yang mana hal ini dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan kerja. Sebanyak 50% kecelakaan kerja diakibatkan oleh faktor kelelahan kerja (Tarwaka, 2004). Selain itu kelelahan yang dialami akan menyangkut dengan kondisi fisik dan psikis yang akibatnya karyawan mengalami penurunan dalam kesehatan kerja. Peningkatan stress kerja dalam hal ini juga menjadi dampak dari kelelahan kerja yang dialami karyawan. Karyawan akan cenderung mengalami kekurangan dalam hal kepuasan kerja dan menurunnya tingkat kesejahteraan individu yang bersangkutan saat mengalami kelelahan kerja. Dampak yang terjadi pada individu yang mengalami kelelahan tentunya juga berpengaruh terhadap performa perusahaan karena sumber daya manusia yang mengalami penurunan kinerja akibat kelelahan kerja. Kondisi kelelahan kerja hampir terjadi pada setiap pekerjaan, salah satunya pada pekerjaan sebagai operator dump truck. Kelelahan kerja yang dialami oleh para karyawan saat melakukan aktivitas kerja biasanya mengalami kondisi letih maupun lelah. Kondisi kelelahan kerja yang dialami ditandai dengan penurunan konsentrasi karyawan saat mengemudikan kendaraan. Hal tersebut terjadi setelah mereka bekerja selama beberapa jam di dalam mobil kerja. Karyawan operator memiliki aktivitas kerja yang cukup lama yaitu durasi kerja ± 10 jam kerja/hari. Selain itu rutinitas kerja yang monoton serta berulang dalam pengangkutan material menambah tingkat

(12)

3

kebosanan dan menyebabkan terjadinya kelelahan kerja. Penelitian Saputra, Syurandhari, Fardiansyah & Yuniarti, (2019) pekerjaan yang monoton cenderung membuat karyawan mudah bosan serta jenuh yang akan menyebabkan mudah mengalami kelelahan. Aktivitas yang berulang menimbulkan perasaan resah, tidak nyaman serta kelelahan yang dapat menghilangkan minat dan energi pada pekerjaan. Waktu istirahat yang kurang, serta adanya aktivitas lain setelah bekerja juga dapat menambah rasa lelah ketika bekerja pada karyawan tersebut.

Faktor-faktor yang menyebabkan individu mengalami kelelahan kerja dapat berasal dari faktor individu itu sendiri dan faktor lingkungan kerja. Faktor individu yang menjadi penyebab terjadi kelelahan yaitu usia, kondisi kesehatan yang kaitannya dengan fisik, karakteristik kepribadian, lama bekerja, dan perkawinan. Sedangkan faktor lingkungan kerja berkaitan pada aktivitas kegiatan individu yang berinteraksi dengan lingkungannya. Aktivitas kerja yang m onoton serta berulang, kemudian waktu jam kerja yang lama maupun panjang, serta perubahan pola waktu kerja (sistem shift) merupakan faktor penyebab terjadinya kelelahan. Kondisi lingkungan kerja yang tidak mendukung seperti kondisi cahaya, kebisingan, suhu, kelembapan, posisi kerja ergonomi dan faktor risiko pekerjaan yang berpengaruh terhadap kelelahan yang dialami karyawan. Selain hal tersebut, dalam penelitian sebelumnya yang dilakukan (Hamzah, 2019) dan (Munawaroh, 2020) terkait pengaruh beban kerja dan dukungan sosial menunjukkan adanya hubungan positif yang signifikan terhadap kelelahan kerja. Beban kerja menjadi faktor yang berkorelasi dimana beban kerja yang tinggi akan meningkatkan tingkat kelelahan kerja. Dukungan sosial organisasi yang rendah juga meningkatkan kelelahan kerja. Dukungan organisasi tersebut meliputi kepedulian perusahaan kepada karyawan dalam memberikan apresiasi kinerja maupun penghargaan, imbalan maupun kompensasi. Penyebab maupun stressor kelelahan kerja juga berkaitan dengan nilai budaya dan praktik organisasi yang terjadi setiap harinya di tempat kerja.

Kemudian penelitian lain yang melihat faktor psikososial sebagai prediktor terjadinya kelelahan kerja. Tang, Li, & Huang (2016) hasil penelitian mengenai hubungan faktor psikososial dengan kelelahan menunjukkan bahwa berbagai faktor psikososial di lingkungan kerja berpengaruh terhadap terjadinya kelelahan pada karyawan. Faktor psikososial tersebut yaitu dukungan organisasi, tuntutan pekerjaan, kontrol pekerjaan yang memberikan kontribusi sebagai penyebab kelelahan di tempat kerja. Rahman, Mumin, & Naing (2016) penelitian yang dilakukan pada karyawan di Brunei menemukan berbagai faktor psikososial yang berpengaruh pada kelelahan kerja. Dukungan sosial, kepercayaan pada manajemen, konflik keluarga, stress, kepuasan kerja, kebermaknaan kerja, dan penghargaan dari manajemen menjadi faktor yang dapat menyebabkan meningkatnya intensitas terjadinya kelelahan kerja.

“Karyawan driver DT biasanya kita lakukan pengecekan fatigue check setiap hari diwaktu-waktu tertentu ketika mereka bekerja. Hasil fatigue check tersebut jika kita lihat dari indikator kelelahan fisik yaitu denyut nadi dan kadar oksigen tubuh menunjukkan beberapa karyawan yang kita periksa mengalami kelelahan kerja. Namun, kondisi tersebut terkadang jarang dirasakan oleh karyawan, karena ketika kita tanya mereka selalu mengatakan bahwa kondisi fisiknya dalam keadaan baik, namun tetap kita minta untuk beristirahat sebentar” (Wawancara, 23 November 2020)

Kutipan wawancara tersebut dilakukan kepada paramedis perusahaan PT. TJP yang mana dari data fatigue check di bulan oktober menunjukkan 25 % dari karyawan yang dilakukan pengecekan mengalami kondisi kelelahan kerja. Selain dilihat dari indikator kelelahan yang ada di perusahaan, kondisi kelelahan tersebut juga dilihat dari keluhan maupun respon yang

(13)

4

diberikan karyawan saat dilakukan pengecekan kelelahan. Karyawan terkadang merasakan kondisi kelelahan tersebut sebagai kelelahan sementara karena kegiatan saat bekerja yang monoton. Selain itu di bulan oktober terdapat satu kecelakaan kerja yang terindikasi disebabkan oleh kondisi kelelahan kerja fatigue yang dialami karyawan tersebut.

“Amunnya begawi tuh pasti pang ada uyuhnya, begawinya telawas kalo disini lawan saban harian. Bulik kerumah, begana istirahat ai beguring apalagi imbahnya shift malam. Amun waktu gasan kegiatan nang lainnya, tejarang baisi waktu gasan bakakumpulan lawan urang-urang parak rumah. Gasan istirahat aja waktu buhan kami ni kurang mba ai” (Wawancara, 30 November 2020)

“Ngalih membagi waktu gasan di rumah lawan di gawian, rajin tu waktu kita banyak di gawian. Bila di rumah ni sedikit, gasan guring ja, itu gin rajin tu disuruh bini jaga anak ai, jadi ya gani ai. Bekekumpulan tu tekananya aja, mun nya off, ngopi lawan urang higa rumah. Jadi awak rasa uyuh banyak yang digawi. (Wawancara, 01 Desember 2020)

Hasil kutipan wawancara tersebut menjelaskan bahwa karyawan menyadari bahwa pekerjaan yang mereka jalani memberikan efek kelelahan. Kegiatan kerja yang dilakukan setiap hari dan dalam durasi lama. Kegiatan bekerja menyita waktu, sehingga mereka hanya dapat beristirahat sepulang kerja. Kemudian setelah lelah bekerja mereka justru diminta untuk membantu pasangan dirumah. Waktu untuk berinteraksi dengan teman seperti ngopi ataupun berdiskusi sangat jarang dilakukan.

Berdasarkan wawancara dan observasi kepada beberapa karyawan, diperoleh gambaran mengenai kelelahan kerja. Karyawan di PT. TJP yang mengalami kondisi kelelahan kerja terjadi setelah mereka melakukan aktivitas kerja yang lama. Selain itu, pengulangan rutinitas kerja untuk mengangkut material batubara, menyebabkan tingginya rasa jenuh saat bekerja. Kondisi lainnya juga menunjukkan bahwa kurangnya waktu istirahat karyawan setelah bekerja, kurangnya waktu untuk tidur, serta permasalahan di luar pekerjaan yang menambah beban pikiran ketika bekerja. Kehidupan pribadi karyawan di luar pekerjaan memiliki peran penting. Wawancara yang telah dilakukan menunjukkan bahwa karyawan memiliki kesulitan dalam menyeimbangkan kehidupan antara pekerjaan dan kehidupan di luar pekerjaannya. Hal ini menjadi permasalahan yang dialami oleh karyawan, dimana aktivitas lain selain bekerja sulit dilakukan maupun terpaksa mereka lakukan dan berdampak pada kurangnya waktu istirahat. Hal tersebut menjadi bahan pertimbangan mengapa faktor psikososial Work-life Balance dapat digunakan untuk mengetahui bagaimana peranannya dalam mempengaruhi kelelahan kerja pada karyawan. Ketika karyawan dapat menjalankan peran di pekerjaan dengan baik, dan juga peran di keluarga mendapatkan dukungan sehingga lebih dapat fokus untuk menjaga kondisi kelelahan nya.

Kelelahan kerja merupakan kondisi yang tidak dapat diabaikan di dalam suatu organisasi. Sehingga diperlukan suatu temuan untuk mengatasi permasalahan yang sering dialami setiap pekerja di tempat kerjanya. Salah satu cara adalah dengan mengetahui faktor-faktor tertentu yang dapat menyebabkan kelelahan di tempat kerja, sehingga dapat dilakukan perbaikan pada hal tersebut untuk mengurangi terjadinya kondisi kelelahan kerja. Faktor psikososial dalam penelitian sebelumnya menjadi faktor yang banyak berkontribusi sebagai penyebab kelelahan kerja. Namun, banyaknya jenis faktor psikososial yang diteliti sehingga tidak secara spesifik mengangkat variabel faktor psikososial tertentu yang menjadi penyebab kelelahan kerja.

Work-Life Balance merupakan salah satu variabel di dalam faktor psikososial yang dijelaskan sebagai

(14)

5

Khairani (2018) ketidakseimbangan peran yang dijalankan menimbulkan suatu permasalahan dan menyebabkan kelelahan kerja.

Menurut Greenhaus, Collins, & Shaw (2003) Work-Life Balance didefinisikan terkait bagaimana karyawan merasakan kepuasan serta keterlibatan dalam melakukan peran di pekerjaan serta di luar pekerjaannya. Sedangkan menurut Fisher, Smith, & Bulger (2009)

Work-life Balance sebagai kompetisi antara waktu serta energi individu yang digunakannya untuk

tampil berbeda peran dalam kehidupan sehari-hari. Work-life Balance dapat dicapai dengan menyeimbangkan perannya dalam pekerjaan, keluarga, kehidupan pribadi dan kehidupan sosial di luar pekerjaannya. Individu yang memiliki work-life balance akan memenuhi tuntutan maupun tanggung jawab yang pada pekerjaan yang dijalaninya dan tanggung jawab yang ada di rumah yaitu keluarga maupun lingkungan pertemanannya. Work-life balance juga dapat dijelaskan sebagai tidak adanya konflik antara kedua peran yang dijalankan karyawan. Hal tersebut karena work-life balance yang baik adalah ketika individu mampu untuk menjalankan berbagai perannya secara penuh pada setiap peran tanpa mengganggu peran lain. Individu yang dapat menyeimbangkan keterlibatan waktu dan usaha pada dua hal yang berbeda peran akan memperoleh kesejahteraan psikologis.

Work-life balance bagi para karyawan menjadi sesuatu yang penting untuk diperhatikan. Tidak

dipungkiri bahwa kesenjangan yang terjadi antara peran yang harus dilakukan di pekerjaan serta peran di keluarga sering terjadi. Hal tersebut terjadi karena individu tidak memahami mengenai kebutuhan diri mereka dalam setiap peran. Keseimbangan dalam melaksanakan berbagai peran di pekerjaan dan aktivitas di luar pekerjaan dapat berjalan dengan baik jika kedua peran tersebut saling mendukung. Hal tersebut terkait bagaimana karyawan menjalankan berbagai tugas dan tanggung jawabnya. Selain itu aktivitas di pekerjaan dapat membuat individu meningkatkan maupun menurunkan kemampuan dalam menyeimbangkan perannya di luar pekerjaan. Sebaliknya aktivitas di luar pekerjaan yaitu di rumah maupun di pertemanan juga dapat meningkatkan maupun menurunkan bagaimana individu menjalankan dan menyeimbangkan perannya di pekerjaan.

Karyawan biasanya telah memiliki serangkaian tugas di pekerjaan, kemudian harus diberikan tugas lain dalam perannya di keluarga maupun pertemanan. Pekerjaan sebagai operator dump truck menjadikan karyawan memiliki waktu kerja yang panjang. Tuntutan pekerjaan seperti target produksi yang perlu dicapai serta aktivitas pekerjaan yang monoton dan berulang setiap harinya. Selain itu karyawan juga memiliki kehidupan lain di luar pekerjaannya, karyawan yang memiliki work-life balance dapat dilihat dari pembagian perannya di dalam anggota keluarga, memiliki fokus tidak hanya pada satu peran, memiliki waktu untuk melakukan interaksi di dalam pekerjaan, keluarga dan pertemanan. Aktivitas tersebut seperti tanggung jawab sebagai orang tua untuk menjaga anak maupun membantu pekerjaan pasangannya.

Peran diluar pekerjaan tidak hanya terkait peran di dalam keluarga, namun juga berkaitan dengan peran di lingkungan sosial. Kegiatan lainnya dalam kehidupan pribadi individu dipergunakan untuk menikmati waktu luang dengan bersantai, relaksasi, maupun melakukan beberapa hobi yang mereka suka. Sedangkan dalam lingkungan sosial, individu melakukan interaksi untuk berkumpul dengan teman sebaya maupun tetangga untuk ngopi, berdiskusi, maupun bermain futsal. Selain itu, individu memiliki peran lain dimasyarakat yaitu menjadi warga. Peran serta keterlibatan individu di masyarakat yaitu mengikuti kegiatan desa seperti poskamling, karang taruna, maupun menjadi tokoh masyarakat.

(15)

6

Penelitian yang dilakukan Khairani (2018) dan Fitriyani (2019) menunjukkan hasil bahwa karyawan yang memiliki Work-life balance yang tinggi maka memiliki tingkat kelelahan kerja yang rendah. Hal tersebut menunjukkan jika Work-life balance yang tidak dijalankan dengan baik akan menyebabkan terjadinya kelelahan kerja pada karyawan. Work-life balance di dalam penelitian lain disebutkan sebagai faktor yang berpotensi menyebabkan risiko kelelahan kerja, hal tersebut menunjukkan hubungan kelelahan kerja yang tinggi dengan buruknya work-life

balance (Fan & Smith, 2018). Karyawan yang mampu menyeimbangkan jumlah

keterlibatannya dalam peran sebagai karyawan, menggunakan waktu untuk kehidupan pribadi, kehidupan di keluarga, serta peran dilingkungan sosial akan melaksanakan tugas setiap peran dengan baik dan menghindarkan dirinya dari kondisi kelelahan saat bekerja.

Work-life balance termasuk dalam faktor sosial yang menyebabkan kelelahan kerja. Penelitian

sebelumnya yang dilakukan oleh Tang, Li, & Huang (2016) mengenai kelelahan kerja dengan faktor psikososial memunculkan gambaran variabel dukungan sosial sebagai penyebab kelelahan kerja. Oleh karena itu peneliti mengangkat variabel work-life balance yang merupakan bagian dari dukungan sosial dimana pada penelitian sebelumnya tidak dijelaskan mengenai peran variabel tersebut. Selain itu dalam penelitian lain, keterbatasan dalam penelitian yang dilakukan oleh Khairani (2018) adalah pengambilan subjek yang menggunakan gender wanita yang telah menikah saja serta pengukuran kelelahan yang hanya terkait kelelahan fisik dan psikis. Hal ini membuat peneliti melakukan penelitian dengan variabel yang sama namun ingin melihat bagaimana work-life balance pada gender yang berbeda yaitu laki-laki. Hal tersebut berdasarkan dari lelaki cenderung mengorbankan kehidupan pribadi dan karir untuk mencari cara agar dapat menjalankan peran ganda, ditambah peran di dalam keluarga dan pertemanan yang harus dijalankan (Lockwood, 2003). Penelitian ini juga dilakukan pada perusahaan PT. Tunas Jaya Perkasa Site JBG. Hal ini dipilih karena perusahaan tersebut memiliki kegiatan aktivitas kerja pada bisnis pertambangan dan pengoperasian dump truck. Sehingga dapat merepresentatifkan mengenai kondisi kelelahan kerja pada operator dump truck.

Berdasarkan paparan diatas, dirasa perlu dilakukan penelitian mengenai work-life balance sebagai prediktor terjadinya kelelahan kerja.Tujuan penelitian yaitu untuk mengetahui pengaruh work-life balance terhadap kelelahan kerja yang dialami oleh Operator Dump Truck. Manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan pandangan pemikiran dalam keilmuan psikologi terutama di bidang organisasi dan industri mengenai konsep tentang

work-life balance dan kelelahan kerja karyawan. Selain itu penelitian ini dapat memberikan manfaat

untuk perusahaan yaitu menjadi bahan pertimbangan bagi perusahaan untuk membuat suatu kebijakan tentang pengelolaan serta manajemen sumber daya manusia (SDM).

Kelelahan Kerja

Menurut Matthews & Desmond (2000) menjelaskan bahwa kelelahan kerja mengacu pada perasaan letih dan ketidaknyamanan tubuh yang berhubungan dengan aktivitas maupun kegiatan kerja yang berlangsung lama. Winwood,Winefield, Dawson & Lushington (2005) kondisi kelelahan kerja dijelaskan sebagai penipisan maupun pengurangan energi untuk melakukan aktivitas kerja yang membuat terjadinya perubahan dalam pelibatan diri di dalam tugas-tugas pekerjaan, kondisi kelelahan digambarkan dalam keadaan kelelahan akut, kelelahan kronis serta keadaan pemulihan kelelahan kerja. Fan & Smith (2017) kelelahan merupakan suatu efek yang terjadi setelah melakukan berbagai aktivitas kerja, melakukan pekerjaan yang menyibukkan, perjalanan yang panjang maupun lama, maupun melakukan konsentrasi yang cukup lama pada kegiatan yang memiliki beban kerja fisik. Sedangkan penggambaran

(16)

7

kelelahan kerja yaitu kondisi lelah sebagai suatu pengalaman dan perasaan yang tercermin setelah seseorang melakukan aktivitas kerja yang cukup lama (Broadbent, 1979).

Winwood et al, (2005) karakteristik kelelahan kerja yang dialami oleh karyawan biasanya ditunjukkan dalam hal seperti tindakan kerja yang tidak efisien, menurunnya minat dan komitmen dalam keterlibatan kerja, serta berkurangnya konsentrasi dan motivasi kerja. Hockey (1997) kelelahan kerja merupakan kondisi psikologis yang memiliki karakteristik yaitu mengalami kondisi kelelahan berlebih serta kehilangan energi, yang mana juga dijelaskan sebagai kondisi perubahan keadaan aktivitas sehingga terjadi sedikit usaha kerja maupun kurangnya pengontrolan tindakan yang dilakukan. Tang, Li & Huang (2016) kondisi kelelahan baik secara fisik maupun mental yang terjadi setelah situasi kerja merupakan kondisi kelelahan kerja. Kondisi kesehatan fisik, kesehatan mental, serta tekanan psikologi merupakan suatu kondisi yang digunakan untuk memahami terjadinya kelelahan kerja pada karyawan. Broadbent (1979) penelitian pada keterampilan kinerja karyawan menunjukkan bahwa pekerjaan dalam waktu lama maupun berkepanjangan, lingkungan kerja yang tidak baik, perubahan total di dalam organisasi bagian pekerjaan yang terlalu cepat namun dikerjakan di luar kemampuan kinerja merupakan sesuatu yang dapat berkontribusi dalam terjadinya kelelahan di tempat kerja. Matthews & Desmond (2000) menjelaskan empat gejala terjadinya kelelahan kerja yaitu (1) Kelelahan visual seperti mata melemah, pandangan kabur, dan mata berkedip. (2) Kejenuhan seperti tugas kerja yang monoton, kelesuan, dan keengganan melakukan tugas. (3) Rasa ketidaknyamanan tubuh seperti kondisi mual, sakit kepala dan gangguan pendengaran. (4) Kelelahan otot seperti kelelahan fisik, tangan bergetar, dan kekakuan. Kelelahan kerja yang dialami oleh individu akan berdampak terhadap aktivitas kerjanya berikut beberapa risiko akibat kelelahan kerja menurut (Tarwaka, 2004) yaitu (1) Motivasi karyawan untuk bekerja menurun, (2) Penampilan kinerja yang menjadi rendah, (3) Kualitas kerja karyawan rendah, (4) Kesalahan dalam melakukan aktivitas kerja sehingga terjadinya kecelakaan kerja, (5) Timbulnya stress kerja, serta (6) Menyebabkan penyakit akibat kerja (PAK). Kelelahan kerja paling dominan berdampak pada penurunan kinerja maupun performance karyawan (Fan & Smith, 2017).

Kant et al, (2003) dalam studi Maastricht Cohort berikut merupakan faktor-faktor risiko terjadinya kelelahan kerja pada karyawan. (1) Karakteristik individu yang berkaitan dengan usia, gender, kondisi kesehatan fisik dan mental, gaya hidup, penyakit kronis, serta karakter maupun sifat masing-masing individu. (2) Faktor pekerjaan yang berkaitan dengan berbagai aktivitas kerja. Beberapa kategori faktor terkait pekerjaan. (a) Work relations yaitu relasi di dalam pekerjaan antara karyawan dengan atasan, bawahan, dan rekan kerjanya. (b) Perception

of work yaitu persepsi karyawan pada pekerjaannya yang meliputi komitmen, kepuasan kerja,

rasa keadilan, dan kesesuaian usaha dah penghargaan yang diberikan kepada karyawan. (c)

Work content yaitu konten di dalam pekerjaan terkait wewenang pengambilan keputusan serta

peran di dalam pekerjaan yang mengalami ambiguitas. (d) Conditions of employment yaitu kondisi karyawan dalam pekerjaan mengenai waktu kerja, job insecurity, dan peluang karir. (e) Dukungan professional terkait pemberian pelayanan kesehatan pada karyawan. (f) Work

conditions yaitu kondisi kerja yang di dalamnya terkait bagaimana kondisi beban kerja secara

fisik, beban kerja mental, dan beban kerja emosi yang diperoleh karyawan dari pekerjaannya. (3) Faktor psikososial yang di dalamnya meliputi (a) Private situation yaitu situasi pribadi yang kaitannya dengan segala aktivitas kehidupan pribadi individu. (b) Leisure activities yaitu waktu luang maupun waktu bersantai yang dimiliki individu untuk melakukan aktivitas lain. (c) Daily

(17)

8

setiap harinya. (d) Life Event yaitu kejadian maupun peristiwa yang dialami dalam kehidupannya.

Aspek kelelahan kerja menurut Winwood, Winefield, Dawson, & Lushington (2005) terdiri dari tiga komponen yaitu chronic fatigue, acute fatigue, dan recovery. (1) Chronic fatigue merupakan kelelahan kronis yang mengungkapkan mengenai kondisi kelelahan secara fisik, psikis (mental), serta emosional . Selain itu juga termasuk unsur depresi jika terjadi secara konsisten sehingga menguatkan terjadinya kelelahan kerja. (2) Acute fatigue (end of work) merupakan bagian yang mengungkapkan mengenai kondisi energi yang dipertahankan setelah karyawan melakukan aktivitas kerjanya. Hal tersebut juga berkaitan dengan energi yang masih dimiliki karyawan untuk melakukan aktivitas kerja setelah waktu kerjanya serta menggambarkan mengenai kondisi ketidakmampuan terlibat dalam aktivitas kerja akibat kondisi yang dialami sebelumnya. (3) Intershift Recovery maupun pemulihan merupakan kondisi yang menunjukkan perubahan kondisi kelelahan yang dialami oleh karyawan dari kelelahan akut menjadi kelelahan kronis.

Work-Life Balance

Menurut Fisher, Smith, & Bulger (2009) Work-life Balance sebagai kompetisi antara waktu serta energi individu yang digunakannya untuk tampil berbeda peran dalam kehidupan sehari-hari. Greenhaus, Collins, & Shaw (2003) Work-Life Balance didefinisikan terkait bagaimana karyawan merasakan kepuasan serta keterlibatan dalam melakukan peran di pekerjaan serta di luar pekerjaannya. Work-life balance yang dimaksud oleh Greenhaus et al, (2003) memiliki tiga hal penting terkait keseimbangan tersebut yaitu (1) Keseimbangan waktu, bagaimana individu memiliki jumlah waktu yang sama dalam menjalani setiap peran . (2) Keseimbangan keterlibatan, hal ini terkait keterlibatan secara psikologis pada setiap peran yang berbeda. (3) Keseimbangan kepuasan, terkait bagaimana tingkatan kepuasan individu terhadap setiap peran. Kirchmeyer (2000) work-life balance mempertimbangkan bagaimana terjadinya keseimbangan maupun kesetaraan antara inputs berupa keterlibatan pribadi individu dalam setiap peran serta

outcomes berupa kepuasan pada setiap pengalaman peran di pekerjaan dan luar pekerjaan. Work-life balance mencerminkan tentang orientasi individu mengenai peran yang berbeda yang

dijalaninya dan konsep positif mengenai keseimbangan peran (Marks & MacDermid, 1996). Marks & MacDermid (1996) Work-life balance dijelaskan sebagai suatu keseimbangan yang dapat bernilai positif jika individu kecenderungan untuk terikat secara penuh pada keseluruhan sistem peran untuk memberikan perhatian pada setiap peran, sedangkan menjadi keseimbangan yang negatif jika individu tidak memiliki keterikatan penuh pada peran yang dijalani. Menurut Delecta (2011) peran yang dijalankan individu meliputi peran di dalam keluarga sebagai individu figur ayah maupun ibu, tanggung jawab dalam pengasuhan anak serta pekerjaan rumah, kemudian peran tuntutan di dalam pekerjaan, kehidupan pribadi untuk bersantai, berolahraga, bersosialisasi serta pengembangan pribadi. Lockwood (2003) dari sudut pandang karyawan work-life balance merupakan suatu dilema dalam mengelola kewajiban dan tanggung jawab pekerjaan, pribadi dan keluarga. Kirchmeyer (2000) untuk mencapai pengalaman yang memuaskan pada keseluruhan komponen kehidupan adalah dengan memenuhi sumber dari diri sendiri yaitu energi, perhatian maupun keterlibatan, komitmen, dan waktu dalam masing-masing peran.

Greenhaus et al, (2003) work-life balance diketahui bahwa dapat mempengaruhi tingkatan stress yang dialami hal ini dikarenakan individu memiliki keterlibatan yang aktif pada peran yang penting dalam kehidupan mereka. Selain itu Delecta (2011) juga menjelaskan konsekuensi ketika terjadi ketidakseimbangan di dalam peran yaitu terjadinya stres akibat konflik peran yang

(18)

9

mempengaruhi peran lainnya, sehingga juga berpengaruh terhadap pekerjaan terkait pengorbanan waktu kerja. Keseimbangan peran yang baik akan berdampak terhadap kehidupan pribadi dan pekerjaan, sehingga pekerjaan tidak terganggu dan individu memiliki waktu yang maksimal menjalankan peran sehingga tidak menimbulkan kelelahan secara fisik maupun psikis (Khairani, 2018).

Menurut Fisher et al, (2009) terdapat empat dimensi dalam Work-life balance. Dimensi pertama yaitu (1) Work interference with personal life, yaitu terkait bagaimana pekerjaan berpengaruh negatif terhadap kehidupan individu di luar pekerjaannya terkait kehidupan pribadi. (2)

Personal life interference with work, yaitu bagaimana kehidupan pribadi individu di luar

pekerjaan berpengaruh negatif terhadap pekerjaan. (3) Personal life enhancement of work, yaitu bagaimana kehidupan pribadi berpengaruh positif terhadap perannya di pekerjaan. (4) Work

enhancement of personal life, yaitu bagaimana peran di pekerjaan berpengaruh positif terhadap

kehidupan pribadi di luar pekerjaannya.

Work-Life Balance dan Kelelahan Kerja

Work-life balance sebagai waktu serta energi individu yang digunakannya untuk tampil berbeda

peran dalam kehidupan sehari-hari (Fisher et al, 2009). Kelelahan kerja merupakan suatu kondisi yang akan terjadi pada setiap pekerjaan. Aktivitas kerja yang berlangsung lama akan menimbulkan perasaan lelah dan ketidaknyamanan tubuh baik fisik maupun psikis (Matthews et al, 2000). Work-life balance merupakan variabel yang berperan terhadap terjadinya kelelahan kerja karyawan. Hal tersebut karena work-life balance termasuk faktor sosial yang menyebabkan terjadinya kelelahan kerja (Kant et al, 2003).

Dimensi work-life balance yang pertama work interference with personal life (WIPL) yaitu pekerjaan mengganggu kehidupan pribadi. Peran di pekerjaan yang harus dikerjakan meliputi tugas harian, tanggung jawab pada posisi pekerjaan sehingga menyibukkan karyawan. Hal tersebut berkaitan dengan faktor sosial daily hassles maupun kegiatan rutin dan leisure

activities maupun waktu luang yang membuat karyawan memiliki aktivitas yang padat dan

sedikit waktu untuk peran lain. Dimensi WIPL tersebut dapat menyebabkan karyawan mengalami kelelahan akut dimana karyawan tidak dapat melakukan kegiatan lainnya setelah bekerja karena waktu lebih banyak digunakan untuk bekerja dan meningkatkan kondisi kelelahan kerja menjadi kronis ketika pekerjaan aktivitas bekerja terlalu berat dan menyebabkan kacaunya peran di pekerjaan, keluarga dan pertemanan sehingga kelelahan tidak hanya secara fisik namun juga psikis dan emosionalnya. Kemudian dimensi kedua dari

work-life balance yaitu work enhancement of personal work-life (WEPL) yaitu pekerjaan memberikan

pengaruh yang positif maupun meningkatkan kualitas kehidupan pribadi. Aktivitas pekerjaan terkadang dapat memberikan kesenangan bagi karyawan dan mempengaruhi faktor aktivitas pribadi (private situation) misalnya perusahaan memberikan apresiasi atas kinerja, hubungan kerja yang baik, serta tugas harian yang dilakukan dengan enjoy. Aktivitas tersebut akan memberikan hal positif bagi karyawan ketika menjalankan peran di keluarga maupun lingkungan sosial dan akan mengurangi tingkat kelelahan kerja akut, sehingga kemampuan dalam intershift recovery meningkat dan menurunkan kelelahan pada kondisi psikisnya yang mana mengurangi tingkat kelelahan kronis.

Dimensi Personal life enhancement of work (PLEW) yaitu kehidupan pribadi berpengaruh positif terhadap pekerjaan. Dimensi ini berkaitan dengan faktor aktivitas pribadi (private

situation) seperti aktivitas kegiatan di rumah dengan pasangan, aktivitas bermain dengan

anak-anak, dukungan keluarga memberikan kepuasan bagi karyawan pada perannya di luar pekerjaan. Dimensi PLEW yang membuat karyawan di kehidupan keluarga merasa nyaman

(19)

10

sehingga karyawan dapat lebih fokus pada pekerjaannya dan meningkatkan semangat kerja. Kondisi tersebut mengurangi terjadinya kelelahan akut, dimana karyawan dapat melakukan aktivitas di keluarga dan pertemanan serta mengurangi kelelahan kronis yang mana kelelahan yang bersifat psikis dapat berkurang karena kehidupan pribadi dan pekerjaan berjalan baik dan seimbang. Kondisi ini juga membuat pemulihan kelelahan akan cepat karena peran dukungan keluarga pada pekerjaan karyawan. Keluarga akan berkontribusi untuk memberikan semangat dan memperhatikan anggota keluarganya yang mengalami kelelahan kerja.

Dimensi keempat Personal life interference with work (PLIW) yaitu kehidupan pribadi mengganggu pekerjaan. Dimensi ini mempengaruhi faktor daily hassles maupun kegiatan rutin dan life event maupun peristiwa di kehidupan. Aktivitas kehidupan pribadi yang menyita waktu seperti karyawan diharuskan untuk melakukan pekerjaan berat di rumah setelah bekerja maupun permasalahan/konflik dalam rumah tangga. Peristiwa dan kondisi demikian akan membuat peran karyawan terfokuskan pada kehidupan keluarganya, sehingga pekerjaan akan terabaikan. Dimensi ini mempengaruhi kondisi kelelahan akut ketika karyawan lebih fokus pada kehidupannya sendiri sehingga kelelahan akut akan semakin meningkat. Sedangkan hubungan dengan kelelahan kronis yaitu kondisi kelelahan fisik, psikis dan emosional semakin bertambah, akibat peristiwa seperti konflik keluarga menyita pikiran dan karyawan akhirnya mengalami kelelahan lebih sering ketika bekerja.

Work-life balance dengan dimensi yang menggambarkan bagaimana individu menjalankan

berbagai peran serta kontribusi antar peran. Keseimbangan peran yang baik dan memberikan kontribusi yang baik antar peran yang dijalankan akan mengurangi terjadinya kelelahan kerja. Sedangkan ketidakseimbangan peran yang di jalanan dan memberikan kontribusi yang negatif pada kehidupan pribadi maupun pekerjaan individu akan meningkatkan terjadinya kelelahan kerja pada individu.

(20)

11

Kerangka Berpikir

Hipotesis

Terdapat pengaruh work-life balance terhadap kelelahan kerja karyawan operator dump truck. Dimensi work interference with personal life memiliki pengaruh positif terhadap kelelahan kerja. Dimensi personal life with work memiliki pengaruh positif terhadap kelelahan kerja. Dimensi work enhancement of personal life memiliki pengaruh negatif terhadap kelelahan kerja. Dimensi personal life enhancement of work memiliki pengaruh negatif terhadap kelelahan kerja.

Work-life balance

Keseimbangan peran yang dijalankan individu di pekerjaan dan di luar

pekerjaan

• Work enhancement of personal life • Personal life enhancement of work

• Work interference with personal life • Personal life interference with work

Menurunkan terjadinya kelelahan kerja karyawan

Meningkatkan terjadinya kelelahan kerja karyawan

Peningkatan kemampuan fisik, psikis, serta kemampuan kognitif

Penurunan kemampuan fisik, psikis, serta kemampuan kognitif

(21)

12

METODE PENELITIAN Rancangan Penelitian

Pada penelitian ini pendekatan yang digunakan yaitu pendekatan kuantitatif dengan desain korelasi. Yusuf (2014) pendekatan kuantitatif merupakan pendekatan yang melihat bahwa perilaku individu bersifat objektif serta bisa diukur sehingga data dapat diolah secara statistik Penelitian menggunakan desain korelasional digunakan untuk melihat bagaimana keterkaitan antara variabel serta dapat menjelaskan menerangkan mengenai variabel penelitian (Yusuf, 2014).

Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini yaitu karyawan yang berjenis kelamin laki-laki serta berprofesi sebagai operator dump truck. Populasi di dalam suatu penelitian adalah keseluruhan subjek yang akan diteliti (Winarsunu, 2017). Populasi dalam penelitian yaitu seluruh operator dump truck di PT. Tunas Jaya Perkasa Site JBG yang berjumlah 165 orang karyawan. Sedangkan sampel adalah representatif dari suatu populasi. Sampel dalam penelitian ini diambil dengan menggunakan simple random sampling yaitu teknik pengambilan sampel dimana semua populasi di dalam penelitian memiliki kemungkinan sebagai sampel penelitian (Winarsunu,

2017). Penentuan jumlah sampel dalam penelitian menggunakan rumus Slovin 𝑛 = 𝑁

1+𝛼2.

Sehingga jumlah sampel yang diperoleh untuk penelitian ini adalah 120 karyawan operator dump truck.

Tabel 1. Deskripsi Subjek Penelitian

Kategori Frekuensi Persentase

Usia 20-30 Tahun 45 37.5 % 31-40 Tahun 58 48.3 % >40 Tahun 17 14.16 % Pendidikan Terakhir SD 4 3.3 % SMP/Sederajat 24 20 % SMA/Sederajat 86 71.7 % D3-S1 6 5 % Status Perkawinan Kawin 97 80.8 % Belum Kawin 23 19.2 %

Berdasarkan tabel 2, menunjukkan terdapat 4 kategori deskripsi responden penelitian yaitu jenis kelamin, usia, Pendidikan dan status perkawinan. Responden keseluruhan pada penelitian ini berjenis kelamin laki-laki. Usia responden mayoritas berada pada rentang 31-40 tahun sebanyak 48.3 %. Pendidikan terakhir responden didominasi pada tingkatan SMA/Sederajat sebanyak 71.7 %. Serta status perkawinan didominasi oleh responden yang berstatus kawin sebanyak 80.8 %.

(22)

13

Variabel dan Instrumen Penelitian

Variabel bebas (X) (Independent Variable) dalam penelitian ini yaitu work-life balance sedangkan variabel terikat (Y) (Dependent Variable) yaitu kelelahan kerja.

Variabel bebas kedua yaitu work-life balance yang dimaksud dalam penelitian ini adalah karyawan memiliki keseimbangan dalam menjalankan perannya di pekerjaan dan di luar pekerjaan seperti di dalam keluarga maupun lingkungan sosial maupun karyawan justru memiliki ketidakseimbangan dalam menjalankan peran sebagai operator dump truck dan perannya di keluarga. Pengukuran menggunakan dimensi work-life balance yang terdiri dari

Work Interference with Personal Life (WIPL), Personal Life Interference with Work (PLIW), Personal Life Enhancement of Work (PLEW), dan Work Enhancement of Personal Life

(WEPL). Instrumen skala work-life balance menggunakan skala yang dikembangkan oleh Fisher, Smith & Bulger (2009) yang kemudian diadaptasi oleh Genturwati (2019) dengan jumlah item 17. Nilai indeks validitas item sebesar 0,65- 0,80. Sedangkan nilai indeks reliabilitas dimensi WIPL 0,781, dimensi PLIW 0,772, dimensi PLEW 0,812 dan dimensi WEPL 0,835. Nomor item sebagai berikut dimensi WIPL item (3,5,7,14,15), PLIW item (1,2,6,8,9,10), WEPL item (11,12,13) dan PLEW item (4,16,17). Contoh item dari skala

work-life balance yaitu “Kehidupan pribadi saya menghabiskan energi yang saya butuhkan untuk

melakukan pekerjaan.”

Variabel terikat yaitu kelelahan kerja merupakan kondisi karyawan baik secara fisik dan psikisnya yang mengalami kelelahan kerja setelah melakukan aktivitas kerja sebagai operator dump truck. Kelelahan karyawan yang menyebabkan berkurangnya energi untuk melakukan aktivitas kerjanya. Dimensi kelelahan kerja terdiri dari tiga yaitu chronic fatigue, acute fatigue, dan recovery. Instrumen skala kelelahan kerja yang digunakan yaitu OFER Scale

(Occupational Fatigue Exhaustion Recovery) yang kembangkan oleh (Winwood et al, 2005).

Skala ini menjelaskan tentang kondisi kelelahan kerja secara fisik serta psikis dan bagaimana pemulihan yang dilakukan individu terkait kelelahan yang dialaminya. Skala OFER yang digunakan telah adaptasi oleh Somantri, Yuliati, Winwood & Adiningsih (2018). Jumlah item pada skala ini yaitu 15 item. Nilai indeks validitas yaitu 0,30 hingga 0,73. Sedangkan nilai indeks reliabilitas yaitu 0,83-0,89. Contoh item skala kelelahan kerja yaitu “Saya biasanya merasa lelah ketika pulang kerja”.

Skala pada penelitian ini menggunakan skala likert. Skala kelelahan kerja (OFER) terdiri dari 7 pilihan yaitu STS (Sangat Tidak Setuju), STs (Sedikit Tidak Setuju), TS (Tidak Setuju), N (Netral), S (Setuju), Ss (Sedikit Setuju) dan SS Sangat Setuju. Item favorable dalam penelitian ini memperoleh nilai SS=6, Ss=5, S=4 N=3, TS=2 STs= 1 dan STS=0. Sedangkan untuk item yang unfavorable memperoleh nilai SS=0, Ss=1, S=2, N=3, TS=4 STs= 5 dan STS=6. Skala

work-life balance terdiri dari 5 pilihan yaitu SS (Sangat Sering), S (Sering), KK

(Kadang-Kadang), J (Jarang), dan TP (Tidak Pernah). Item dalam penelitian ini memperoleh nilai SS=5, S=4, KK=3, J=2 dan TP=1.

(23)

14

Tabel 2. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur Penelitian

Alat Ukur Jumlah Item

Valid

Indeks Validitas Indeks Reliabilitas

Skala Work-Life Balance 17 0,65-0,80 WIPL: 0,781 PLIW: 0,772 PLEW: 0,812 WEPL: 0,835 Skala OFER (Occupational Fatigue Exhaustion Recovery) 15 0,30-0,73 0,83-0,89

Prosedur dan Analisa Data

Tahapan dalam penelitian ini yaitu dimulai dengan tahap persiapan, tahap pelaksanaan dan tahap analisa. Tahap pertama yaitu persiapan yang dimulai dengan tema penelitian yang akan diangkat. Peneliti mengangkat fenomena yang terjadi di lingkup industri/organisasi kemudian melakukan kajian literatur jurnal sebelumnya untuk menentukan kajian secara psikologi terkait fenomena tersebut dan variabel yang akan menjadi variabel bebasnya. Kemudian dilanjutkan perancangan proposal penelitian. Tahapan kedua yaitu pelaksanaan setelah proposal penelitian disetujui dan masuk ke tahap pembagian kuesioner penelitian secara manual kepada para karyawan operator dump truck yang berisikan skala work-life balance dan kelelahan kerja. Tahapan ketiga yaitu analisa data pengumpulan kuesioner yang telah dibagikan. Teknik analisa yang digunakan menggunakan analisa secara statistika melalui SPSS. Teknik adalah data menggunakan adalah regresi berganda (Multiple Regression) yang bertujuan untuk melihat bagaimana pengaruh dari variabel bebas pada variabel terikat. Adalah regresi berganda dilakukan karena variabel dalam penelitian ini multidimensi sehingga regresi berganda untuk mengetahui pengaruh antar dimensi.

HASIL PENELITIAN Tabel 3. Kategorisasi Work Life Balance dan Kelelahan Kerja

Kategori Kriteria Frekuensi Persentase% Mean SD

Work Life Balance WIPL Tinggi 18.3≤ X 117 97.5 15 3.3 Sedang 11.7≤ X< 18.3 3 2.5 Rendah X < 11.7 0 0 PLIW Tinggi 22≤ X 116 96.7 18 4 Sedang 14≤ X< 22 4 3.3 Rendah X < 14 0 0 WEPL Tinggi 11≤ X 120 100 9 2 Sedang 7≤ X< 11 0 0 Rendah X < 7 0 0 PLEW Tinggi 11≤ X 120 100 9 2 Sedang 7≤ X< 11 0 0 Rendah X < 7 0 0

Kelelahan Kerja Tinggi 60≤ X 18 15 45 15

Sedang 30≤ X< 60 92 76.7

(24)

15

Berdasarkan tabel 3 diketahui pada variabel Work life balance dimensi WIPL terdapat 117 responden yang memiliki tingkat work interference with personal life dengan kategori tinggi dan 3 responden kategori sedang. Dimensi PLIW sebanyak 116 responden memiliki personal

life interference with work kategori tinggi dan 4 responden kategori sedang. Dimensi WEPL

dengan 120 responden memiliki work enhancement with personal life kategori tinggi. Dimensi PLEW dengan 120 responden memiliki personal life enhancement with work kategori tinggi. Pada variabel kelelahan kerja sebanyak 18 responden dalam kategori tinggi, 92 dalam kategori sedang dan 10 responden dengan kategori rendah.

Tabel 4. Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov

Statistic Df Sig.

0.051 120 0.200

Berdasarkan uji normalitas Kolmogorov-smirnov data berdistribusi normal apabila nilai signifikansi >0.05. Hasil uji normalitas memperoleh nilai signifikansi 0.200 yang menunjukkan bahwa data berdistribusi normal.

Tabel 5. Uji Multikolinearitas

Tolerance VIF Work Life Balance WIPL 0.458 2.182 PLIW 0.504 1.984 WEPL 0.701 1.426 PLEW 0.653 1.530

Data dikatakan tidak mengalami multikolinearitas apabila memiliki nilai VIF kurang dari (<10.00) dan nilai tolerance lebih dari (>0.10). Berdasarkan uji multikolinieritas pada tabel 5, menunjukkan WIPL=VIF 2.182, PLIW= VIF 1.984, WEPL= 1.426, dan PLEW=VIF 1.530. Kemudian nilai tolerance WIPL = 0.458, PLIW= 0.504, WEPL= 0.701, dan PLEW= 0.653. Hasil uji statistik menunjukkan tidak terjadi multikolinieritas dalam model regresi antara variabel work life balance dengan kelelahan kerja dengan nilai VIF< 10.00 dan nilai tolerance >0.10.

Tabel 6. Uji Heteroskedasitas

Work Life Balance Sig.

WIPL 0.370

PLIW 0.153

WEPL 0.243

PLEW 0.126

Berdasarkan tabel 5, nilai signifikansi WIPL 0.370> 0.05, PLIW 0.153> 0.05, WEPL 0.243>0.05 dan PLEW 0.126>0.05. Jika nilai signifikansi lebih dari >0.05 maka tidak terjadi gejala heteroskedasitas dalam model regresi Work life balance dengan kelelahan kerja.

Tabel 7. Uji Regresi Berganda Work Life Balance terhadap Kelelahan Kerja

Regression Residual

R2 F Sig.

(25)

16

Berdasarkan hasil Analisa regresi berganda pada tabel 7, nilai Fhitung 18.840 menunjukkan work

life balance berpengaruh terhadap kelelahan kerja. Kemudian nilai signifikansi p= 0.000

(p<0.01) menunjukkan hipotesis diterima work life balance berpengaruh terhadap kelelahan kerja. Nilai R Square (R2) yaitu sebesar 0.396, nilai ini menunjukkan bahwa sebesar 39.6% variabel Work Life Balance mempengaruhi kelelahan kerja sehingga 60.4% dipengaruhi oleh faktor lain.

Tabel 8. Uji Signifikansi Parsial

Work Life Balance 𝛃 Sig.

WIPL 0.198 0.067

PLIW 0.457 0.000

WEPL 0.084 0.333

PLEW 0.034 0.707

Berdasarkan pada nilai signifikansi, dimensi pada work life balance memiliki pengaruh terhadap kelelahan kerja jika nilai signifikansi (p<0.05). Sedangkan jika nilai signifikansi (p>0.05) maka dimensi pada work life balance tidak memiliki pengaruh terhadap kelelahan kerja. Dimensi personal life interference with work β =0.457, (p=0.000) nilai signifikansi tersebut menunjukkan hipotesis diterima bahwa dimensi personal life interference with work memiliki pengaruh terhadap kelelahan kerja. Kemudian berdasarkan nilai beta maka arah regresi terhadap Y positif, semakin tinggi personal life interference with work maka semakin tinggi tingkat kelelahan kerja. Dimensi work interference with personal life β= 0.198, (p= 0.067) nilai signifikansi tersebut menunjukkan hipotesis ditolak, dimensi work interference

with personal life tidak memiliki pengaruh terhadap kelelahan kerja serta arah regresi positif.

Dimensi work enhancement of personal life β=0.084, (p=0.333) nilai signifikansi dan beta menunjukkan bahwa hipotesis ditolak, dimensi work enhancement of personal life tidak memiliki pengaruh negatif terhadap kelelahan kerja. Dimensi personal life enhancement of

work β =0.034, (p= 0.707) nilai signifikansi dan beta t menunjukkan hipotesis ditolak, dimensi

personal life enhancement of work tidak memiliki pengaruh negatif terhadap kelelahan kerja.

Berdasarkan pada tabel diatas dimensi pada variabel Work Life Balance yang mempengaruhi adalah dimensi Personal Life Interference With Work (PLIW) dengan nilai p= 0.000< 0.05.

DISKUSI

Berdasarkan hasil analisis penelitian yang dilakukan kepada karyawan operator dump truck di PT.Tunas Jaya Perkasa Site JBG diperoleh hasil yang menunjukkan bahwa hipotesis diterima. Variabel work life balance memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kelelahan kerja karyawan operator. Secara simultan variabel work life balance yang terdiri dari 4 dimensi mempengaruhi sebesar 39.6 % terhadap kondisi kelelahan kerja karyawan operator dump truck. Hal tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi work life balance maupun karyawan mampu menyeimbangkan kehidupan di pekerjaan dan kehidupan pribadinya maka semakin rendah tingkat kelelahan kerja yang dialami. Keseimbangan kehidupan pribadi dan pekerjaan berkaitan dengan waktu yang diberikan, keterlibatan, mapun peran yang dijalani oleh karyawan. Waktu, keterlibatan dan peran tersebut jika hanya terfokuskan pada satu peran di kehidupan pribadi mapun hanya terfokus pada pekerjaan, maka akan menyita tenaga karyawan dan mempengaruhi peran di kehidupan yang lainnya. Tugsal (2017) dalam penelitiannya menunjukkan karyawan yang memiliki pengalaman mengalami kesulitan dalam work life

(26)

17

balance menunjukkan memiliki kelelahan serta depresi pada level yang tinggi. Hal ini di

sebabkan oleh kondisi kehidupan yang tidak dikelola dengan baik. Kondisi tersebut dapat mempengaruhi waktu istirahat, tenaga yang diberikan, serta memilih fokus pada permasalahan pribadi atau pekerjaan. Kesulitan dalam mengelola keseimbangan kehidupan pribadi dan pekerjaan, akan menyebabkan karyawan operator dump truck cenderung mengalami kondisi kelelahan kerja. Adisa, Osabutey, & Gbadamosi (2016) dalam penelitiannya memperoleh hasil bahwa tekanan dan tanggung jawab dirumah dan pekerjaan menyebabkan karyawan mengalami kelelahan karena sulit beralih dari satu peran ke peran di kehidupan lainnya . Kelelahan kerja yang dirasakan oleh para karyawan berupa kelelahan chronic dan acute. Kelelahan chronic yang lebih banyak dirasakan adalah kelelahan secara fisik. Kondisi tersebut ditandai dengan para karyawan lebih cepat merasa lelah, mudah mengantuk ketika bekerja, stamina menurun serta hal tersebut dirasakan setiap hari ketika bekerja. Sedangkan kelelahan

acute yang dialami adalah karyawan merasakan berkurangnya energi untuk melakukan

aktivitas lainnya setelah bekerja dan berkurangnya waktu istirahat. Okhiria, Truszczynska & Tarnowski (2020) kelelahan dimanifestasikan sebagai kondisi diri dengan kapasitas yang lebih rendah untuk bekerja. Kondisi kelelahan pada akhirnya berkaitan dengan kehidupan di pekerjaan dan luar pekerjaan. Jaharuddin & Zainol (2019) kelelahan kerja yang dirasakan oleh individu dapat dipengaruhi oleh kemampuan individu untuk dapat menyeimbangkan dan membagi waktunya dalam aktivitas di keluarga, pertemanan, dan pekerjaan. Aktivitas sebagai karyawan menuntut untuk menyelesaikan berbagai tuntutan kerja. Sedangkan di kehidupan pribadi, karyawan dapat berperan sebagai seorang suami, ayah, anak, maupun tokoh masyarakat. Aktivitas di kehidupan pribadi dan pekerjaan yang berbeda inilah yang menyebabkan kondisi kelelahan akan lebih banyak dirasakan akibat peran yang terlalu banyak. Analisis secara parsial dilakukan pada penelitian ini untuk melihat hubungan antar dimensi

work life balance dengan kelelahan kerja. Pada variabel work life balance yang pertama yaitu

dimensi Personal Life Interference with Work (PLIW) menunjukkan bahwa dimensi tersebut berpengaruh secara signifikan terhadap kelelahan kerja. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ula, Susilawati, & Widyasari (2015) bahwa kehidupan pribadi lebih banyak mempengaruhi pekerjaan ketika karyawan lebih memprioritaskan kehidupan pribadi dan sosialnya. Personal life interference with work menggambarkan semakin banyak permasalahan di kehidupan pribadi yang mengganggu maka kondisi kelelahan kerja akan semakin meningkat. Aktivitas di kehidupan pribadi yang sering dialami seperti konflik suami-istri, permasalahan anak, kondisi perekonomian, peran di rumah tangga yang menambah waktu bekerja di rumah serta hubungan pertemanan. Hal tersebut dapat membuat karyawan kesulitan mengelola dan menyeimbangkan dalam menjalankan peran, tugas dan tanggung jawab di keluarga maupun di lingkungan sosial. “Kehidupan di rumah menjadi kepala keluarga, kadang ada permasalahan

dengan istri, sedikit waktu untuk istirahat membuat semakin lelah”. Para karyawan dump truck

beberapa menjelaskan bahwa beberapa permasalahan pribadi seperti anggota keluarga yang sakit maupun pertengkaran dengan pasangan yang biasanya membuat mereka terbawa pikiran ketika bekerja. Karyawan juga harus membantu pekerjaan pasangan dirumah. Sehingga beberapa hal di kehidupan pribadi dapat mengganggu pikiran dan aktivitasnya ketika bekerja akibat individu fokus pada peran di kehidupan pribadi saja. Kondisi yang demikian dapat membuat meningkatnya kelelahan individu tidak hanya fisik tetapi juga mental.

Dimensi yang kedua yaitu Work Interference with Personal Life (WIPL) menunjukkan bahwa dimensi tersebut tidak berpengaruh signifikan terhadap kelelahan kerja. Hal ini sejalan dengan penelitian sebelumnya oleh Pranindhita & Wibowo (2020) bahwa individu tidak merasa terganggu dalam menjalankan kehidupan pribadinya serta tidak dipengaruhi oleh pekerjaan

(27)

18

yang dijalani. Karyawan merasa bahwa pekerjaan sebagai operator dump truck meskipun dengan waktu kerja dan aktivitas kerja yang monoton tidak membuat kehidupan pribadi mereka terganggu. Bagi karyawan dump truck, beban kerja fisik yang berat tidak mengganggu kehidupan di luar. “Pekerjaan untuk mengemudi sudah menjadi rutinitas harian dan juga

pekerjaannya tidak akan dibawa kerumah”. Hal ini karena pekerjaan tersebut tidak terlalu

memberikan beban secara mental bagi mereka. Sehingga kehidupan di keluarga masih dapat dijalankan dengan membagi waktu untuk dirinya beristirahat, berinteraksi dengan anggota keluarga maupun teman sehingga tidak berpengaruh terhadap tingkat kelelahan kerja karyawan. Dimensi ketiga yaitu Work Enhancement of Personal Life (WEPL) menunjukkan bahwa dimensi tersebut tidak berpengaruh negatif terhadap kelelahan kerja. Sesuai dengan penelitian Pranindhita & Wibowo (2020) yang menjelaskan bahwa aktivitas kerja hanya dilakukan ketika bekerja sehingga hal tersebut tidak mampu memberikan peningkatan terhadap kualitas kehidupan pribadi karyawan. Kondisi para karyawan yang melakukan aktivitas rutin yang sama tidak memberikan kesenangan bagi karyawan. “Kalau kerjanya sering diberi bonus, bisa

menambah kebutuhan dirumah atau buat pribadi”. Beberapa karyawan dump truck

menjelaskan bahwa mereka akan merasa senang ketika pekerjaan mereka mendapatkan support dari perusahaan dengan mendapat kompensasi maupun reward bonus tambahan gaji. Namun, sejauh ini karyawan tidak memperoleh hal tersebut, sehingga bagi mereka pekerjaan yang dijalani tidak memberikan kesenangan maupun peningkatan pada kualitas terhadap kehidupan di luar. Pekerjaan dapat menambah kesejahteraan apabila berkaitan dengan penambahan upah yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan di kehidupan pribadi.

Dimensi keempat yaitu Personal Life Enhancement of Work (PLEW) menunjukkan tidak memiliki pengaruh negatif terhadap kelelahan kerja. Hal ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ramdhan & Fajrianthi (2021) yang menjelaskan bahwa kehidupan pribadi berdampak pada pekerjaan, ketika kehidupan pribadi menyenangkan maka karyawan akan lebih meningkat semangat dalam bekerjanya. Penelitian yang dilakukan Wicaksana, Suryadi & Asrunputri (2020) memiliki waktu untuk melakukan berbagai aktivitas bersama keluarga dan teman menjadi sumber kesejahteraan bagi mereka di tempat kerja. “Waktu yang menyenangkan

ketika libur kumpul dengan keluarga atau teman. Tetapi, setelahnya harus kerja lagi karna kerja kan kewajiban”. Sedangkan pada kondisi yang dialami oleh para karyawan operator dump

truck di PT. TJP adalah kehidupan di keluarga dan lingkungan sosial tidak memberikan pengaruh semangat bagi mereka ketika bekerja. Beberapa hal menyenangkan yang terjadi di keluarga maupun pertemanan, tidak dirasakan dan tidak membuat suasana menyenangkan ketika bekerja. Kesenangan yang diperoleh di kehidupan pribadi juga tidak berpengaruh pada kondisi kelelahan kerja.

Berdasarkan empat dimensi pada variabel work life balance yang memiliki pengaruh signifikan terhadap kelelahan kerja adalah dimensi personal life interference with work. Sedangkan ketiga dimensi lainnya yaitu work interference with personal life, work enhancement of work, dan

personal life enhancement of work tidak berpengaruh signifikan terhadap kelelahan kerja. Hal

ini dapat disimpulkan bahwa bagi para karyawan kehidupan pribadi yang mengganggu pekerjaan membuat tingkat kelelahan kerja yang dialami semakin meningkat. Kelelahan yang dirasakan tidak lagi hanya kelelahan fisik karena tuntutan pekerjaan, namun kelelahan yang dialami juga kelelahan secara mental dan pikiran. Permasalahan maupun konflik di kehidupan pribadi yang lebih banyak mengganggu karyawan ketika bekerja. Sehingga work life balance yang tidak seimbang, ketika karyawan lebih berfokus pada kehidupan pribadinya dan mengabaikan maupun kehilangan fokus pada peran dan tanggung jawab di pekerjaan maka kelelahan kerja akan meningkat.

(28)

19

Pada penelitian ini sebanyak 60.4 % terdapat faktor lainnya yang mempengaruhi terjadinya kelelahan kerja pada karyawan. Beberapa faktor lainnya seperti faktor psikososial yang menurut Rahman, Mumin, & Naing (2017) menjadi faktor penting yang perlu dipertimbangkan ketika ingin melihat dan menentukan kondisi kesehatan dan keselamatan di tempat kerja yang mana juga berkaitan dengan kelelahan kerja. Variabel faktor psikososial tersebut seperti job

demand, effort-reward imbalance, dukungan organisasi dan work family conflict.

Terdapat beberapa keterbatasan di dalam penelitian ini. Penelitian ini memiliki kekurangan ketika proses pengambilan data dilapangan yang dilakukan secara offline. Para responden yang mengisi kuesioner hanya diberikan waktu terbatas saat pengisian. Penelitian ini tidak mengalisis mengenai hubungan usia dan status perkawinan terhadap kelelahan kerja. Hanya satu dimensi yang berpengaruh terhadap kelelahan sehingga belum mengakomodasi tiga dimensi lain dari variabel work life balance. Selain itu, responden didominasi oleh para karyawan yang berstatus kawin dan memiliki keluarga. Kemudian, kelebihan dalam penelitian ini yaitu menjadi referensi tambahan pemikiran pada bidang keilmuan psikologi. Penelitian tentang work life balance yang dikaitkan dengan kelelahan kerja karyawan masih terbatas, terutama yang menggunakan responden yang bekerja pada pertambangan.

SIMPULAN DAN IMPLIKASI

Pada penelitian yang telah dilakukan ini, terdapat hasil temuan yang menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan work life balance terhadap kelelahan kerja. Dimensi

personal life interference with work memiliki pengaruh positif terhadap kelelahan kerja.

Sedangkan tiga dimensi lainnya yaitu dimensi work interference with personal life tidak memiliki pengaruh positif terhadap kelelahan kerja. Dimensi personal life enhancement of work tidak memiliki pengaruh terhadap kelelahan kerja. Dimensi work enhancement of personal life tidak memiliki pengaruh terhadap kelelahan kerja. Persentase pengaruh variabel work life

balance secara bersama-sama terhadap kelelahan kerja adalah 39.6 % dan sisanya dipengaruhi

oleh faktor lain. Hal ini juga menjelaskan bahwa karyawan yang memiliki work life balance yang tinggi maka tingkat kelelahan kerjanya rendah. Sedangkan karyawan yang memiliki work

life balance yang rendah maka tingkat kelelahan kerjanya tinggi

Implikasi dari penelitian ini yaitu karyawan operator dump truck dapat lebih mengelola aktivitas mapun permasalahan di kehidupan pribadi serta lingkungan sosial. Karyawan dapat mengatur waktu serta tenaga yang diberikan untuk peran dikeluarga seperti mendidik anak,

quality time dengan keluarga, melakukan hobi serta mengurangi konflik di dalam keluarga.

Karyawan juga perlu mengatur waktu serta tenaga dipekerjaan dengan menggunakan waktu istirahat dengan baik. Keseimbangan kehidupan pribadi dan pekerjaan yang berjalan baik akan mengurangi terjadinya kondisi kelelahan bagi karyawan. Selain itu penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi perusahaan dalam membuat kebijakan pengelolaan sumber daya manusia (SDM) terutama pada pengelolaan, pencegahan terjadinya fatigue atau kondisi kelelahan kerja, Perusahaan dapat membuat Employee Assistance Programme (Program Pendampingan Karyawan). Program tersebut memberikan fasilitas untuk konseling pribadi kepada karyawan dari perusahaan. Selain itu program employee assistance programme berupa pendekatan kepada keluarga karyawan melalui kegiatan sambangi keluarga maupun

family gathering untuk memberikan gambaran kepada keluarga terkait pekerjaan serta risiko

kerja karyawan. Bagi peneliti selanjutnya, dapat menambahkan variabel lain yaitu faktor psikososial seperti job demand, effort-reward imbalance, dukungan organisasi dan work family

conflict yang dapat berpengaruh terhadap kelelahan kerja karyawan. Serta menggunakan

subjek penelitian tidak hanya pada satu gender saja dan dapat melakukan penelitian pada beberapa perusahaan.

Gambar

Tabel 1. Deskripsi Subjek Penelitian
Tabel 2. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur Penelitian  Alat Ukur  Jumlah Item
Tabel 4. Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov
Tabel 8. Uji Signifikansi Parsial

Referensi

Dokumen terkait

Sehingga dapat disimpulkan bahwa kemampuan karyawan menyeimbangkan kehidupan kerja dan kehidupan di luar pekerjaan atau Work-life Balance memberikan pengaruh

Hal ini menyebabkan karyawan sering mengalami stres dalam bekerja di PT Sarana Andalan Semesta dan tingkat stres kerja yang dialami karyawan dalam bekerja membuat

prev menghasilkan nilai elemen sebelum posisi pointer sekarang, dan meletakkan pointer ke lokasi tersebut. pemanggilan: prev(nama_array) key menghasilkan indeks elemen

Aspek-aspek kemandirian menurut Havinghurst (dalam Mu’tadin, 2007), antara lain: aspek emosi yaitu ditunjukkan dengan kemampuan mengontrol emosi dan tidak tergantungnya

Sehingga dilakukan penelitian ini dengan tujuan memetakan anomali medan magnet sebagai dasar analisa bagi persebaran zona alterasi dan zona persebaran urat kuarsa

mengakses layanan informasi akademik : data KHS, data jadwal kuliah, data jadwal ujian, data transkip nilai, data jadwal dosen, data daftar matakuliah dan data

Index evaluasi ini telah diaplikasikan di tiga pantai yang mempunyai persamaan secara fitur fisiografis, namun berbeda secara ekonomi maupun secara kultur sosial (Pantai

Pemerintah Kota Pekanbaru dalam hal ini Dinas Pekerjaan Umum Kota Pekanbaru telah menyusun dan mengajukan permohonan untuk rencana pembangunan jalan HR. Soebrantas