17
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1. ALAT DAN BAHAN
Peralatan yang digunakan adalah jangka sorong, destilator, pompa vacum, pinset, labu vacum, gelas piala, timbangan analitik, tabung gelas/jar, pipet, sudip, stirer, labu pemisah, oven, serta core
holder. Peralatan yang digunakan untuk analisa adalah spinning drop tensiometer TX 500 C, pH
meter, Viskometer, dan Density Meter DMA 4500 M/ anton Paar. Peralatan yang digunakan pada penelitian ini dapat dilihat pada Lampiran 1.
Bahan baku yang digunakan adalah surfaktan Alkil Poliglikosida komersil yang diperoleh dari PT.Cognis dengan kode SK-02, SK-03, SK-05, SK-06 dan SK-50, core sandstone sintetik, air formasi Lapangan S, NaCl, NaOH, NaCO3, minyak bumi dari Lapangan S, toluene serta bahan kimia yang
digunakan untuk analisa.
3.2. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN
Pelaksanaan penelitian akan dilakukan mulai bulan Februari 2011 sampai Agustus 2011. Penelitian ini dilakukan di Pusat Penelitian Surfaktan dan Bioenergi (Surfactant and Bioenergy
Research Center, SBRC) – LPPM IPB dan Laboratorium Teknik Kimia, Departemen Teknologi
Indutri Pertanian, FATETA IPB, Bogor.
3.3. METODE PENELITIAN
3.3.1. Persiapan Core sintetik
Uji kinerja surfaktan Alkil Poliglikosida (APG) membutuhkan core untuk melihat efektifitas dari penggunaan surfaktan tersebut. Core merupakan batuan dari dalam bumi yang akan digunakan untuk aplikasi enhanced waterflooding. Core yang digunakan dalam penelitian ini berjenis batuan pasir (sandstone). Core yang berasal dari dalam bumi ini terbatas jumlahnya sehingga perlu dibuat
core buatan atau sintetik dengan karakteristik yang menyerupai core/ batuan aslinya. Proses
penyiapan core sintetik dari mulai awal pembuatan sampai core siap digunakan terdiri dari beberapa tahapan yaitu;
1. Tahap Pembuatan Core Sintetik
Core sintetik dibuat semirip mungkin dengan karakteristik core asli. Core sintetik
18
2. Tahap Pencucian Core Sintetik
Core sintetik yang telah dikeringkan kemudian dicuci untuk membersihkan kotoran yang
masih terdapat pada core tersebut. Pencucian dilakukan dengan cara destilasi dengan menggunakan pelarut toluene. Proses pencucian berlangsung selama 4 jam.
Setelah proses pencucian, dilakukan pengeringan dengan oven pada suhu 70 0 C selama minimal 1 hari lalu didinginkan dalam desikator. Kemudian core sintetik tersebut diukur berat kering serta dimensinya. Core yang telah diukur selanjutnya dibungkus dengan menggunakan alumunium foil agar tidak terkontaminasi dengan udara sekitar.
3. Tahap Penjenuhan Core Sintetik
Core sintetik yang telah dicuci kemudian dijenuhkan dengan menggunakan pompa vakum.
Penjenuhan dilakukan dengan dua langkah, langkah pertama yaitu pemvakuman dan langkah yang kedua yaitu penjenuhan. Tahap pemvakuman dilakukan untuk menghisap udara dari pori-pori core sehingga memudahkan fluida untuk masuk kedalamnya. Proses pemvakuman dilakukan selama 2 jam. Tahap penjenuhan dilakukan untuk memasukkan fluida berupa air formasi lapangan S ke dalam pori-pori core. Proses penjenuhan pada tahap ini berlangsung selama 4 jam.
Core yang telah dijenuhkan kemudian direndam dengan menggunakan air formasi 1-3 hari atau
lebih. Perendaman ini bertujuan agar proses penjenuhan dalam core lebih optimal dan lebih menyerupai kondisi core reservoir di dalam bumi.
3.3.2. Uji Kompatibilitas Surfaktan terhadap Air Formasi Lapangan S
Uji compatibility adalah uji untuk mengetahui kecocokan antara surfaktan dengan air injeksi dan air formasi dari lapangan minyak. Uji bertujuan apakah suatu surfaktan dapat larut atau tidak dalam air injeksi/air formasi. Tahap pengujian dilakukan dengan melarutkan 0.3 % dari masing-masing jenis surfaktan APG ke dalam air formasi. Uji bernilai positif jika surfaktan larut secara sempurna dalam air injeksi / air formasi sedangkan uji bernilai negatif jika surfaktan tidak larut secara sempurna dalam air injeksi/air formasi. Pengamatan uji ini dilakukan secara visual.
3.3.3. Tahap Pemilihan Surfaktan
19
3.3.4. Tahap Formulasi Surfaktan
Surfaktan yang terpilih kemudian diformulasikan dengan NaCl untuk mengetahui optimal salinitas dari surfaktan tersebut. Tujuan dari optimalisasi salinitas yaitu untuk mengetahui performa terbaik dari larutan surfaktan pada kondisi salinitas yang optimum pada air formasi. Air formasi lapangan S memiliki kandungan garam sebesar 7000 ppm. Tambahan konsentrasi NaCl yang digunakan kurang dari 10000 ppm dengan rentang variasi yaitu 1000 ppm, 3000 ppm, 5000 ppm, 7000 ppm, dan 9000 ppm. Penggunaan tambahan NaCl ini didasarkan oleh penelitian terdahulu yang dilakukan pihak SBRC-IPB bahwa konsentrasi diatas 10000 ppm menyebabkan timbulnya endapan dalam formula pada waktu penyimpanan. Optimalisasi salinitas dimulai dengan menambahkan salinitas pada air formasi sesuai dengan variasi yang telah ditentukan dengan perbandingan bobot/bobot antara NaCl dan air formasi. Selanjutnya, sebanyak 0.3 % surfaktan dicampurkan dengan air formasi pada masing-masing variasi tersebut. Formula tersebut kemudian diukur nilai tegangan antarmukanya dengan menggunakan spinning drop tensiometer TX 500 C. Formula dengan nilai tegangan antarmuka terendah menunjukkan optimal salinitas dari surfaktan yang digunakan. Selanjutnya, formula tersebut dikombinasikan dengan alkali untuk mencari optimal alkali dari surfaktan yang digunakan.
Proses optimalisasi alkali yang dilakukan bertujuan untuk menurunkan nilai tegangan antarmuka yang telah diperoleh dari formulasi sebelumnya. Alkali yang digunakan adalah NaOH (natrium hidroksida) dan Na2CO3 (natrium karbonat). Alkali merupakan zat aditif dengan
penambahan konsentrasi minimal 1 % atau 10000 ppm. Penggunaan masing-masing alkali divariasikan dengan rentang 1000 ppm, 3000 ppm, 5000 ppm, 7000 ppm, dan 9000 ppm. Optimalisasi alkali dimulai dengan membuat larutan dengan optimal salinitasnya seperti yang dilakukan pada optimalisasi salinitas di atas. Selanjutnya, masing-masing alkali dengan variasi konsentrasi yang telah ditentukan ditimbang dan dicampurkan dengan larutan surfaktan pada optimal salinitas sampai dicapai berat yang ditentukan dengan perbandingan bobot/bobot antara alkali dan larutan. Setelah itu, formula tersebut diukur nilai IFT-nya menggunakan spinning drop tensiometer TX 500 C untuk mengetahui alkali yang sesuai pada surfaktan yang digunakan. Selanjutnya, formula pada optimal alkali dan optimal salinitas ini digunakan untuk tahap analisis formula serta untuk uji
core flood.
3.3.5. Tahap Analisis Formula untuk Enhanced Water Flooding
Formula surfaktan yang dihasilkan kemudian dianalisis. Analisis yang dilakukan pada formula tersebut meliputi; uji Inter Facial Tension menggunakan alat spinning drop tensiometer TX 500 C untuk mengetahui besarnya tegangan antara muka minyak dan formula surfaktan, uji densitas menggunakan alat Density Meter DMA 4500 M/ anton Paar untuk mengetahui densitas atau berat jenis dari formula surfaktan, uji pH menggunakan alat pH meter/kertas pH untuk mengetahui kondisi pH pada formula surfaktan, uji viskositas menggunakan alat viskometer untuk mengetahui viskositas dari formula surfaktan, uji compatibilitas untuk mengetahui kecocokan antara surfaktan dengan air formasi, uji filtrasi untuk mengetahui keberadaan endapan dalam larutan surfaktan, uji thermal
stability untuk mengetahui kestabilan surfaktan terhadap pengaruh panas, serta uji kelakuan phasa / fase behavior untuk mengetahui kelakuan fase antara formula dengan minyak. Prosedur analisis
20
3.3.6. Tahap Aplikasi Enhanced Water Flooding
Tahapan terakhir adalah aplikasi formula larutan surfaktan untuk enhanced waterflooding berupa coreflooding test. Coreflooding test dimulai dengan penginjeksian Air Injeksi T ke dalam batuan sandstone yang telah berisi minyak bumi mentah hingga tidak ada lagi minyak bumi mentah yang keluar. Proses injeksi air ini menghasilkan nilai recovery minyak setelah water flooding. Selanjutnya, diinjeksikan formula larutan surfaktan dengan kombinasi 0,1 PV, 0,2 PV dan 0,3 PV dari volume pori-pori batuan. Kemudian batuan sandstone disoaking dengan lama perendaman 12 jam. Penentuan lama perendaman 12 jam merujuk pada penelitian yang telah dilakukan Mwangi (2008) dimana lama perendaman selama 12 jam mampu memberikan tambahan recovery sebesar 8%. Setelah mengalami perendaman, batuan sandstone diinjeksikan kembali dengan menggunakan air injeksi T hingga tidak ada lagi minyak bumi mentah yang keluar. Proses injeksi ini menghasilkan nilai recovery minyak setelah injeksi surfaktan. Nilai recovery setelah injeksi surfaktan ini yang akan dianalisis dengan menggunakan rancangan percobaan untuk melihat pengaruh injeksi surfaktan dengan kombinasi 0.1 PV, 0.2 PV, dan 0.3 PV. Hasil gabungan recovery minyak setelah water
flooding dan injeksi surfaktan menghasilkan total recovery minyak keseluruhan. Diagram alir
penelitian dapat dilihat pada Gambar 9.
Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap faktorial dengan satu faktor dengan dua kali ulangan. Faktor yang divariasikan adalah volume larutan surfaktan. Faktor volume larutan surfaktan terdiri dari tiga taraf yaitu 0.1 PV, 0.2 PV dan 0.3 PV. Model matematika yang digunakan adalah:
Yij = µ + αi + εij
dengan :
Yij = Nilai pengamatan
µ = Rata-rata
αi = Pengaruh faktor volume larutan surfaktan pada taraf ke-i (i = 1,2,3)
21
Gambar 9. Diagram alir penelitian