• Tidak ada hasil yang ditemukan

Akta Kimindo Vol. 1 No. 2 April 2006: 55 66

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Akta Kimindo Vol. 1 No. 2 April 2006: 55 66"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

© Kimia ITS – HKI Jatim 55 Akta Kimindo Vol. 1 No. 2 April 2006: 55 – 66 AKTA KIMIA

INDONESIA

Hakekat Perkembangan Kimia Organik Bahan Alam

Dari Tradisional Ke Moderen Dan Contoh Terkait Dengan Tumbuhan

Lauraceae, Moraceae Dan Dipterocarpaceae Indonesia

Sjamsul Arifin Achmad**, Euis Holisotan Hakim, Lia Dewi Juliawaty,

Lukman Makmur, dan Yana Maolana Syah Kelompok Penelitian Kimia Organik Bahan Alam, Departemen Kimia,

Institut Teknologi Bandung, Jalan Ganeca 10, Bandung 40132

ABSTRAK

Secara tradisional kimia bahan alam berhubungan dengan isolasi, penentuan struktur, dan sintesis senyawa-senyawa organik yang berasal dari sumber alam hayati. Namun, isolasi, penentuan struktur, dan sintesis bukanlah akhir kegiatan kimia bahan alam. Dengan berkembangnya teknik-teknik spektroskopi maka, saat ini, penentuan struktur senyawa-senyawa alam bioaktif merupakan titik awal semata. Penjelasan tentang interaksi antara molekul substrat yang kecil dengan reseptor biopolimer pada tingkat molekuler adalah langkah-langkah berikutnya Contoh mengenai perkembangan kimia bahan alam akan dikemukakan, termasuk penelitian kami yang berhubungan dengan tumbuhan tropika famili Lauraceae, Moraceae, dan Dipterocarpaceae yang endemik Indonesia.

ABSTRACT

Traditionally natural product chemistry is very much related to isolation, structure determination and synthesis of organic compounds derived from natural resources. However, isolation, structure elucidation and synthesis are not the only and ultimate objective of research in natural products. On the contrary, with the rapid development of spectroscopic techniques, the problem of structure elucidation of bioactive natural products is necessarily the starting point, in order to get access to subsequent knowledge of chemical biology. Thus, currently, understanding of fundamental chemical interactions between small subtrate molecule with biopolymeric receptor at molecular level have actually become key issue in the development of natural products research in the future. A very brief comments on the development of natural product chemistry, including a general review of our current works on tropical plants, Lauraceae, Moraceae and Dipterocarpaceae endemic to Indonesia will be presented.

PENDAHULUAN

Umat manusia dalam kehidupannya dikelilingi oleh bahan-bahan organik alami yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, hewan, dan mikroorganisme. Oleh karena itu, munculnya peradaban di muka bumi ini banyak sekali ditentukan oleh bahan-bahan alam hayati yang digunakan oleh umat manusia untuk memenuhi berbagai kebutuhan hidup, seperti pangan, sandang, papan, energi, wangi-wangian, zat warna, insektisida, herbisida, dan obat-obatan.

Sumber alam hayati telah digunakan sejak lama antara lain untuk obat-obatan dalam menyembuhkan berbagai penyakit.

Negara-negara Cina, Mesir, India, dan Yunani sangat kaya akan pengetahuan obat-obatan yang berasal dari sumber alam hayati. Dua abad sebelum Masehi, sekitar 400 jenis tumbuhan telah digunakan di negara Cina sebagai bahan obat tradisional, dan jumlah ini meningkat menjadi lebih dari 5000 tumbuhan pada waktu ini. Misalnya, tumbuhan kina Cinchona officinalis dan Artemisia annua adalah dua tumbuhan obat tradisioanal yang digunakan untuk pengobatan malaria. Contoh lainnya ialah ganja Cannabis

sativa, yang digunakan untuk menumbuhkan rasa

nyaman, dan opium dari Papaver somniferum sebagai narkotik.

* Makalah ini disajikan pada Seminar Nasional Kimia

VII, di Surabaya 9 Agustus 2005

(2)

56 © Kimia ITS – HKI Jatim Landasan Pertumbuhan Kimia Organik Bahan

Alam

Sepanjang abad ke-19 tumbuhan obat banyak menarik perhatian para ilmuwan. Penyelidikan kimia menunjukkan bahwa efek farmakologis empat tumbuhan tersebut di atas antara lain disebabkan oleh senyawa-senyawa kimia yang dikandungnya, masing-masing

senyawa kuinin (1), artemisinin (2), tetrahidrokanabinol (3), dan morfin (4). Pada abad ke-19, banyak senyawa bahan alam lainnya berhasil diisolasi, seperti striknin (5) dari spesies

Strychnos dan atropin (6) dari Atropa belladonna.

Namun, struktur molekul senyawa-senyawa tersebut di atas baru ketahui satu abad kemudian. N N CH3O H H HO H O O H H CH3O O O O O H H OH Kuinin (1) Artemisinin (2) Tetrahidrokanabinol (3)

H OH HO H O N CH3 N N O H H H O H NCH3 CH-O-CO-CH-Ph CH2OH

Morfin (4) Striknin (5) Atropin (6) Periode Awal Kimia Organik Bahan Alam

Salah satu awal keberhasilan kimia organik bahan alam dicontohkan oleh penemuan asam salisilat (7) yang bersifat analgesik (menghilangkan rasa nyeri) dari tumbuhan

Gaultheria procumbens, diikuti oleh sintesis

senyawa ini dengan cara yang sederhana dan murah, kemudian produksi asam asetil salisilat

atau aspirin (8) secara komersial pada tahun 1893. Pada tahun 1974, delapan puluh tahun kemudian, diketahui bahwa efek anti-inflamasi aspirin (8) disebabkan oleh aktivitas menghambat biosintesis prostaglandin. Hingga kini aspirin (8) masih tetap merupakan salah satu obat yang populer.

ONa

+

O = C = O

COOH

OR

Natrium fenolat R=H : Asam salisilat (7) R=-COCH3 : Aspirin (8)

Contoh berikutnya ialah penyelidikan tumbuhan Rauwolfia serpentina yang secara tradisional telah digunakan di India untuk pengobatan hipertensi. Penyelidikan ilmiah farmakologi memang menunjukkan bahwa R,

serpentina mempunyai efek hipotensif, dan

penemuan ini mendorong ditemukannya sejumlah alkaloid, seperti reserpin (9) dan ajmalisin (10) dari tumbuhan ini. Ternyata, reserpin (9) adalah senyawa kimia biodinamik utama yang bersifat hipotensif yang dihasilkan oleh Rauwolfia

(3)

© Kimia ITS – HKI Jatim 57 Isolasi dan penentuan struktur senyawa

bahan alam, pada hakekatnya, menindak lanjuti dan mengembangkan pengetahuan tentang penggunaan tumbuh-tumbuhan dalam pengobatan tradisional. Awalnya, penetapan struktur molekul didasarkan pada degradasi molekul, dilandasi oleh logika yang sangat elegant, walaupun seringkali sangat rumit dan menyita waktu. Misalnya, penentuan struktur beberapa senyawa monoterpen dari minyak atsiri, diikui oleh diwujudkannya “aturan isopren” oleh Otto Wallach, yang memenangkan Hadiah Nobel pada tahun 1910. Akan tetapi, pendekatan ini mempunyai keterbatasan berhadapan dengan banyaknya senyawa bahan alam yang sangat penting dan potensial, namun mempunyai struktur yang sangat rumit dan terdapat dalam jumlah yang sangat kecil, sehingga potensi ini sukar untuk dikembangkan.

Periode Moderen Kimia Bahan Alam

Pada periode berikutnya ini, perkembangan kimia bahan alam didukung oleh penemuan teknik-teknik pemisahan kromatografi kolom, lapis tipis preparatif, ekstraksi arus-balik, dan HPLC, dan cara-cara spektroskopi UV, IR, ORD, 1H NMR, 13C

NMR, spektroskopi massa, dan analisis sinar-X. Menggunakan teknik-teknik ini arsitektur molekul, struktur, stereokimia, dan konformasi molekul yang rumit sekalipun dapat ditetapkan, sementara itu dapat menghemat waktu dan bahan kimia, berbeda dengan cara degradasi. Perkembangan ini menghasilkan banyak senyawa

bahan alam baru yang unik dari tumbuhan tingkat tinggi dan mikroorganisme. Pada waktu yang bersamaan, banyak pula dihasilkan senyawa sintetik baru, yang analog dengan senyawa bahan alam, misalnya podofilotoksin (11), vinblastin (12), vinkristin (13), dan taksol (14) yang bersifat antikanker, insektisida azadirakhtin (15), dan pemanis steviosida (16).

Pada periode 1960-1990 kimia bahan alam tumbuh secara dramatis, dipicu oleh kualitas dan kecanggihan sintesis bahan alam yang tinggi, berkat adanya konsep-konsep merancang sintesis, penggunaan cara-cara kimia, bentuk reaksi, dan reagen baru, dan perkembangan cara-cara analisis, pemisahan, dan penentuan struktur molekul.

(4)

58 © Kimia ITS – HKI Jatim

COOH-gluk

H

O-Gluk-gluk

Steviosida (16)

Kimia Bahan Alam Tumbuh-Tumbuhan Tropika Indonesia

Dari beberapa contoh di atas dapat dianut suatu prinsip bahwa setiap spesies sumber alam hayati mempunyai nilai-nilai kimiawi. Berdasarkan hal ini, sumber alam hayati tropika Indonesia yang sangat beraneka ragam dapat dipandang sebagai sistem kimiawi yang memproduksi beraneka ragam senyawa kimia, yang tidak tersedia dengan cara lain. Oleh karena itu, kimia bahan alam merupakan salah satu ilmu pengetahuan yang sangat strategis dalam menunjang pembangunan nasional. Selanjutnya, akan dikemukakan suatu perspektif kimia bahan alam yang kini dikembangkan di laboratorium kami, untuk memberdayakan keanekaragaman hayati Indonesia serta mendukung bioindustri, agroindustri, dan industri lainnya. Penelitian kimia terhadap sejumlah tumbuhan yang termasuk famili Lauraceae, Moraceae, dan Dipterocarpaceae telah dilakukan di laboratorium kami.

Beberapa Senyawa Seskuiterpen dari Famili Lauraceae

Lauraceae, suatu famili tumbuhan yang besar, terdiri dari 31 genera dan lebih dari 3000 spesies, adalah tumbuhan tropika yang tersebar di seluruh kepulauan Nusantara. Litsea dan

Cryptocarya adalah dua genus utama famili

Lauraceae, masing-masing terdiri dari 318 dan 478 spesies, beberapa spesies diantaranya

merupakan tumbuhan obat yang digunakan untuk berbagai penyakit.

Penyelidikan secara rinci terhadap lebih dari 20 spesies Lauraceae telah dilakukan untuk pertama kalinya di laboratorium kami. Sebagai contoh, dari ekstrak heksan kulit batang Litsea

amara Bl., yang dikumpulkan dari Kebon Raya

Cibodas, Jawa Barat, telah ditemukan suatu senyawa seskuiterpen baru turunan sekoishwaran yang diberi nama trivial indonesiol (17) (Achmad, 1992a). Begitu pula, dari kulit batang

Cryptocarya densiflora Bl. ditemukan dua

senyawa seskuiterpen baru turunan germakran, yang masing-masing diberi nama linderan (18) dan pseudolinderadine (19), bersama-sama dengan suatu seskuiterpen yang sudah dikenal, yaitu zeilanidin (20) (Achmad,1992b).

Dari Litsea cassiaefolia ditemukan pula suatu senyawa seskuiterpen baru turunan germakran yang diberi nama litseakasifolid (21) dan suatu senyawa seskuiterpen jenis guaian yang sudah dikenal yaitu isokurkumol (22) (Hakim, 1993) Selanjutnya, dari Litsea excelsa ditemukan pula suatu senyawa seskuiterpen baru turunan eremofilan yang diberi nama 8-hidroksikusunol (23) (Hakim, 1994), sedangkan, dari Neolitsea

cassiaefolia ditemukan dua senyawa

seskuiterpen turunan eleman, masing-masing asam isofiserat (24) dan asam fiserilaktonat (25) (Makmur, 1995). Indonesiol (17)

Linderan (18) Pseudolinderadin (19) Zeilanidin (20)

(5)

© Kimia ITS – HKI Jatim 59

Litseakasifolid (21) Isokurkumol (22) 8-Hidroksikusunol (23)

Asam isofiserat (24) Asam fiserilaktonat (25) Beberapa Senyawa Fenol dari Famili Moraceae

Penelitian terhadap sejumlah tumbuhan yang termasuk famili Moraceae telah dilakukan pula di laboratorium kami (Achmad, 2002, 2004, 2005; Hakim, 2002a, 2005). Artocarpus, yang merupakan salah satu genus utama Moraceae dan dikenal dengan nama nangka-nangkaan, digunakan dalam pengobatan tradisional untuk menyembuhkan berbagai penyakit, seperti tifus, malaria, disentri, diare, dan sebagai afrodisiak, sedangkan buah yang masih segar dimakan (Heyne, 1987; Perry, 1980). Dari segi kimia, tumbuh-tumbuhan Artocarpus dicirikan oleh senyawa turunan 3-prenilflavon yang hanya ditemukan pada tumbuh-tumbuhan yang

termasuk jenis ini, dan memperlihatkan berbagai aktivitas biologi, seperti antiinflamasi, antihipertensi, dan antitumor (Venkataraman, 1972; Nomura, 1998). Lebih dari 20 spesies

Artocarpus telah diselidiki di laboratorium kami.

Sebagai contoh, dari berbagai jaringan tumbuhan Artocarpus champeden Spreng. telah ditemukan antara lain suatu senyawa baru turunan piranoflanon yang diberi nama artoindonesianin (26) (Achmad, 1996), bersama-sama dengan senyawa baru lainnya turunan furanodihidrobenzosanton yang diberi nama artoindonesianin A (27), dan turunan oksepinoflavon yang diberi nama artoindonesianin B (28) (Hakim, 1999). O O HO OH O OH OH Artoindonesianin (26) O O O O OH OH HO H 3CO O O OH O OOH OH Artoindonesianin A (27) Artoindonesianin B (28) Disamping itu, dari A. champeden

ditemukan pula dua senyawa baru masing-masing turunan flavanon dan furanodihidrobenzosanton yang diberi nama artoindonesianin E (29) (Hakim, 2001), dan artoindonesianin M (30) (Syah, 2002a), bersama-sama dengan senyawa baru

(6)

60 © Kimia ITS – HKI Jatim Artoindonesianin E (29) Artoindonesianin M (30) Artoindonesianin Q (31) Artoindonesianin R (32) Artoindonesianin S (33) Artoindonesianin T (34) Dari penyelidikan terhadap tumbuhan

Artocarpus bracteata Hook. ditemukan suatu

senyawa baru turunan calkon, yang diberi nama artoindonesianin J (35) (Ersam, 2002),sedangkan

dari Artocarpus maingajii diperoleh pula suatu senyawa baru turunan piranoflavon yang diberi nama artoindonesianin D (36) (Hakim, 2000).

Artoindonesianin J (35) Artoindonesianin D (36) Selanjutnya, dari Artocarpus scortechinii

diisolasi suatu senyawa baru turunan santon yang diberi nama artoindonesianin C (37) (Makmur, 2000). Tambahan lagi, dari tumbuhan Artocarpus

rotundus ditemukan pula suatu senyawa baru

turunan 3-prenilflavon yang diberi nama artoindonesian L (38) (Suhartati, 2001).

Artoindonesianin C (37) Artoindonesianin L (38) Kemudian, dari Artocarpus lanceifolius

diperoleh pula suatu senyawa baru turunan furanodihidrobenzosanton yang diberi nama artoindonesianin P (39) (Hakim, 2002b).

(7)

© Kimia ITS – HKI Jatim 61 Dari segi biogenesis, berbagai jenis

senyawa turunan 3-prenilflavon yang ditemukan dari beberapa spesies Artocarpus seperti diutarakan di

atas dapat diungkapkan seperti tercantum dalam Bagan 1 berikut : O O O OH HO O OH O O OH O O CO2CH3 OH Artoindonesianin A (27) Artoindonesianin C (37) O O OH O CH3O OOH OH HO O O OH OCH3 HO OH O OH O OH O OH HO

Artoindonesianin B (28) Artoindonesianin T (34) Artoindonesianin (26) HO O O OH OCH3 OCH3 H3CO HO O O OH OCH3 H3CO OH Artoindonesianin E (29) Artoindonesianin R (32) O OH O O Artoindonesianin J (35)

Bagan 1. Hubungan biogenesis yang disarankan untuk jenis-jenis senyawa turunan 3-prenilflavonoid dari spesies Artocarpus.

Pada kesempatan ini perlu pula dikemukakan beberapa hasil penelitian kami yang merupakan penelitian pertama terhadap tumbuhan langka Indonesia Morus macroura atau dikenal dengan nama andalas. Tumbuhan ini, yang termasuk famili Moraceae, berkerabat dengan tumbuhan murbei Morus alba yang merupakan pakan ulat sutera. Dari M. macroura telah ditemukan sejumlah senyawa fenol yang

(8)

62 © Kimia ITS – HKI Jatim

Andalasin A (40) Andalasin B (41)

Kuwanon X (42) Mulberofuran K (43) Kemudian, menggunakan sistem kultur

jaringan M. macroua yang dikembangkan di laboratorium kami, diperoleh pula sejumlah senyawa jenis Dies-Alder. Misalnya, dari kultur

akar M. macroura dapat diproduksi senyawa-senyawa adduct Diels-Alder, yang dicontohkan oleh kuwanol E (44) dan kuwanon R (45) (Hakim, 2005).

Kuwanol E (44) Kuwanon R (45)

Beberapa Senyawa Polifenol dari Famili Dipterocarpaceae

Dipterocarpaceae adalah suatu famili tumbuhan yang relatif besar yang terdistribusi di daerah tropika Asia, Afrika, dan Amerika. Kelompok tumbuhan ini memiliki sekitar 16 genus dan 600 spesies, termasuk empat genus utama, yakni Shorea, Hopea, Dipterocarpus, dan

Vatica. Hutan tropika Indonesia memiliki

sedikitnya sembilan genus Dipterocarpaceae.

Shorea misalnya, yang merupakan genus terbesar

dan terdiri dari sekitar 150 spesies, bersama-sama dengan Dipterocarpus yang terdiri dari 70 spesies, hanya terdapat di wilayah Malesia, sebagian besar di antaranya tersebar di Sumatera, Jawa, Kalimantan, hingga Maluku. Di

Indonesia, kelompok tumbuhan Dipterocarpaceae, yang dikenal dengan nama

meranti, keruwing, damar, dan tengkawang,

mempunyai nilai ekonomi yang tinggi, dan merupakan komoditi ekspor yang penting berupa kayu bangunan atau plywood. Dipterocarpaceae adalah sumber senyawa-senyawa kimia polifenol yang memperlihatkan berbagai bioaktivitas, seperti kemopreventif untuk kanker, antifungal, sitotoksik terhadap sel tumor manusia, hepatoprotektif, antiinflamasi, antibakterial, antifungal, dan anti-HIV.

Lebih dari 20 spesies Dipterocarpaceae telah diselidiki pula di laboratorium kam (Atun, 2004; Tukiran, 2005). Sebagai contoh, dari spesies Shorea seminis V.Sl. telah berhasil ditemukan suatu senyawa baru glukosida dimer stilbenoid yang diberi nama diptoindonesin A (46), bersama-sama dengan oligostilbenoid lainnya, resveratrol 12-C-glukopiranosida (47),

(-)-ampelopsin A (48), laevifonol (49), (-)-α-viniferin (50), dan (-)-hopeafenol (51) (Aminah, 2002).

(9)

© Kimia ITS – HKI Jatim 63 Diptoindonesin A (46) Resveratrol 12-C-glukopiranosida (47) (-)-Ampelopsin A (48)

Laevifonol (49) (-)-α-Viniferin (50)

(-) – Hopeafenol (51) Begitu pula, dari Dryobalanops

oblongifolia telah ditemukan dua senyawa baru

trimer stilbenoid, yang masing-masing diberi

(10)

64 © Kimia ITS – HKI Jatim Senyawa

Murni Sebagian besar senyawa bahan alam

yang telah ditemukan dari berbagai spesies Lauraceae, Moraceae, dan Dipterocarpaceae seperti dicontoh di atas memperlihatkan bioaktivitas yang berguna, misalnya sitoksisitas yang tinggi terhadap sel tumor P388 dan inhibisi transpor asam amino melalui membran usus ulat sutera (Parenti, 1998).

Selanjutnya, dari contoh di atas terungkap pula bahwa nilai-nilai kimia dan biologi tumbuhan atau bioresource lainnya dapat ditingkatkan melalui rekayasa biologi, seperti kultur jaringan, rekayasa genetik, dan biotransformasi (Hakim, 2005) yang akan merupakan landasan baru perkembangan kimia bahan alam seperti tercantum dalam Bagan 2 berikut. Rekayasa genetik Meningkatkan produktivitas + Elisitor + Prekursor

Bagan 2. Peluang pengembangan kimia bahan alam dari masa ke masa KESIMPULAN

Ilmu pengetahuan kimia bahan alam yang merupakan komponen utama dalam bidang kimia organik akan memegang peranan yang sangat penting dalam perkembangan ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan kehidupan yang semakin terfokus ke pendekatan molekuler. Dalam hubungan ini, Indonesian sebagai salah satu negara megadiversity akan dapat memberikan kontribusi yang berarti, menggiring dan ikut berperan, dalam pengembangan ilmu kimia bahan alam dan teknologi terkait di masa yang akan datang.

DAFTAR PUSTAKA

Achmad, S.A., Ghisalberti, E.L., Hakim, E.H., Makmur, L. and Manurung, M. (1992a). "A sesquiterpene alcohol from Litsea

amara Bl.", Phytochemistry, 31(6),

2153-2154.

Achmad, S.A., Azminah, Effendi, Ghisalberti, E.L.,Hakim, E.H., Makmur, L. and White, A.H. (1992b). "Structural studies of two bioactive furanosesquiterpenes from

Cryptocarya densiflora (Lauraceae)", Aust. J. Chem., 45, 445-450. Tumbuhan Transgenik Senyawa Baru Lainnya Penetapan Stuktur Ekstrak

Tumbuhan Lanjut Uji

(11)

© Kimia ITS – HKI Jatim 65 Achmad, S.A., Hakim, E.H., Juliawaty, L.D.,

Makmur, L., Suyatno, Aimi, N. and Ghisalberti, E. L. (1996). “A new prenylated flavone from Artocarpus

champeden”, J. Nat. Prod., 59(9),

878-879.

Achmad, S.A., Hakim, E.H., Makmur, L., Mujahidin, D., Juliawaty, L.D. and Syah, Y.M. (2002). “Discovery of natural products from Indonesian tropical rainforest plants: Chemodiversity of Artocarpus (Moraceae)”, in Biodiversity: Biomolecular Aspects of Biodiversity and Innovative Utilization, Bilge Sener (Ed.), Kluwer Academic/Plenum Publishers, London, pp. 91-99.

Achmad, S.A., Ghisalberti, E.L., Hakim, E.H., Kitajima, M., Makmur, L., Mujahididn, D., Syah, Y.M. and Takayama, H. (2004). “Molecular Diversity and Biological

Activity of Natural Products from Indonesian Moraceous Plants”, Journ. Chem. Soc. Pak., 26(3), 316-321.

Achmad, S.A., Hakim, E.H., Juliawaty, L.D., Makmur, L., and Syah, Y.M. (2005). “Indonesian Rainforest Plants –

Chemodiversity and Bioactivity”, Malaysian J. Sci., 24, 7-16.

Aminah, N.S., Achmad, S.A., Aimi, N., Ghisalberti, E.L., Hakim, E.H., Kitajima, M., Syah, Y.M. and Takayama, H. (2002). “Diptoindonesin A, a new C-glucoside of ε-viniferin from Shorea seminis (Dipterocarpaceae)”, Fitoterapia, 73, 501-507.

Atun, S., Achmad, S.A., Hakim, E.H., Syah, Y.M., Ghisalberti, E.L., Juliawaty, L.D. and Makmur, L. (2004). “Oligostilbenoids

from Vatica umbonata

(Dipterocarpaceae), Biochem. System.

Ecol. (UK), 32(11), 1051-1053.

Ersam, T., Achmad, S.A., Ghisalberti, E.L., Hakim, E.H., Makmur, L. and Syah, Y.M. (2002). A new isoprenylated chalcone, artoindonesianin J, from the root and tree bark of Artocarpus bracteata”, J. Chem.

Res. (S) (UK), 186-187.

Hakim, E.H., Achmad, S.A., Effendy, Ghisalberti, E.L., David C.R. Hockless, D.C.R and White, A.H. (1993). "Structural studies of three sesquiterpenes from Litsea

spp.(Lauraceae)", Aust. J. Chem., 46,

1355-1362.

Hakim, E.H., Achmad, S.A., Buchari, dan Pramutadi, S. (1994). “Ilmu kimia tumbuhan Lauraceae Indonesia: XI. Alkaloid aporfin dan oksoaporfin dari

Litsea excelsa”, Proceedings ITB (Indonesia), 27(3), 11.

Hakim, E.H., Fahriyati, A., Kau, M.S., Achmad, S.A., Makmur, L., Ghisalberti, E.L., Nomura, T. (1999). “Artoindonesianin A and B, Two New Prenylated Flavones from the Root of Artocarpus champeden”, J. Nat. Prod., 62, 613-615.

Hakim, E.H., Afrida, Eliza, Achmad, S.A., Aimi, N., Kitajima, M., Makmur, L., Mujahidin, D., Syah, Y.M. and Takayama, H. (2000). “Artoindonesianin D a new bioactive pyranoflavone derivative and chaplasin from Artocarpus maingayii, Proceedings

ITB (Indonesian), 32(1), 13-19.

Hakim, E.H., Aripin, A., Achmad, S.A., Aimi, N., Kitajima, M., Makmur, L., Mujahidin, D., Syah, Y.M. and Takayama, H. (2001). “Artoindonesianin E, a new flavanone from Artocarpus champeden”, Proceedings ITB (Indonesia), 33(3),

69-73.

Hakim, E.H., Makmur, L., Achmad, S.A., Aimi, N., Ghisalberti, E.L., Kitajima, M., Mujahidin, D., Syah, Y.M., and Takayama, H. (2002a). “Recent studies on biologically actine natural products from Artocarpus species of Indonsian rainforest”, in Natural Product Chemistry at the Turn of the Century, Atta-ur-Rahman, M.I. Chouidhary and K.M. Khan (Eds.), Prints Arts, Karachi, p.331-338.

Hakim, E.H., Asnizar, Yurnawilis, Aimi, N., Kitajima, M. and Takayama, H. (2002b). “Artoindonesianin P, a new prenylated flavone with cytotoxic activity from

Artocarpus lanceifolius”, Fitoterapia, 73,

668-673.

Hakim, E.H., Achmad, S.A., Aimi, N., Indrayanto, G., Kitajima, M., Makmur, L., Surya, M.D., Syah, Y.M. and Takayama, H. (2004). “Regioselective glucosylation of oxyresveratrol by the cell suspension cultures of Solanum mammosum”, J.

Chem. Res., 706-707.

Hakim, E.H., Juliawaty, L.D., Syah, Y.M., Achmad, S.A. (2005). “Molecular Diversity of

Artocarpus champeden (Moraceae): A Species Endemic to Indonesia”, Molecular Diversity (USA), 9, 149-158.

Hakim, E.H. (2005) (Data yang belum dipublikasikan)

(12)

66 © Kimia ITS – HKI Jatim Makmur, L., Achmad, S.A., Hakim, E.H., Juliawaty,

L.D., Kasuma, S., Santoni, A., Syah, Y.M. dan Yudi, V. (1995). “Ilmu kimia tanaman Lauraceae hutan tropis Indonesia: Senyawa-senyawa alkaloid dan terpenoid tanaman Neolitsea cassiaefolia (Bl.) Merr. dan Litsea firma Hook (Bl.) Hkf.

(Lauraceae), J. Mat. Sci. (Indonesia) Suplement G, 92-105.

Makmur, L., Syamsurizal, Tukiran, Achmad, S.A., Aimi, N., Hakim, E.H., Kitajima, M. and Takayama, H. (2000). “Artoindonesianin C, a new xanthone derivative from

Artocarpus teysmanii”, J. Nat. Prod., 63,

243-244.

Nomura, T., Hano, Y. and Aida, M. (1998).

Heterocycles, 47(2), 1179-1205.

Parenti, P., Pizzigoni, A., Hanozet, G., Hakim, E.H., Makmur, L., Achmad, S.A. and Giordana, B. (1998). “A New Prenylated Flavone from Artocarpus champeden Inhibits the K+-Dependent Amino Acid Transport in Bombyx Mori Midgut”, Biochem. Biophys. Res. Communic. 244, 445-448.

Perry, L.M. (1980). Medicinal plants of east and southeast Asia, MIT Press, Cambridge, pp. 269-271.

Suhartati, T., Achmad, S.A., Aimi, N., Hakim, E.H., Kitajima, M., Takayama, H., Takeya, K. (2001). “Artoindonesianin L, a new prenylated flavone with cytotoxic activity from Artocarpus rotunda”, Fitoterapia, 72, 912-918.

Syah, Y.M., Achmad, S.A., Hakim, E.H., Makmur, L., Mujahidin, D., Iman, M.Z.N. and Ghisalberti, E.L. (2000). “Andalasin A, a new stilbene dimer from Morus macroura Miq. (Moraceae)”, Fitoterapia, 71, 630-635.

Syah, Y.M., Achmad, S.A., Ghisalberti, E.L., Hakim, E.H., Makmur, L. dan Mujahidin, D. (2002a). Artoindonesianin M, suatu flavon terprenilasi baru dari Artocarpus

champeden Spreng (Moraceae), Bull. Soc. Nat. Prod. Chem. (Indonesia), 2(1),

31-36.

Syah, Y.M., Achmad, S.A., Ghisalberti, E.L., Hakim, E.H., Makmur, L. and Mujahidin, D. (2002b). “Artoindonesianins Q-T, four new isoprenylated flavones from

Artocarpus champeden (Moraceae), Phytochemistry, 61, 949-953.

Syah, Y.M., Aminah, N.S., Hakim, E.H., Aimi, N., Kitajima, M., Takayama, H., and Achmad, S.A. (2003). “Two oligostilbenes, cis- and

trans-diptoindonesins B, from Dryobalanops oblongifolia”, Phytochemistry, 63, 913-917.

Syah, Y.M., Achmad, S.A., Ghisalberti, E.L., Hakim, E.H., Makmur, L. and Soekamto, N.H. (2004). “A Stilbene Dimer, Andalasin B,

from the Root Trunk of Morus macroura”, J. Chem. Res. (UK), 339-340.

Tukiran, Sjamsul A Achmad, Euis H. Hakim, Lukman Makmur, Kokki Sakai, Kuniyoshi Shimizu, and Yana M. Syah (2005). “Oligostilbenoids from Shorea

balangeran”, Biochem. System. Ecol. (UK), 33, 631-634.

Venkataraman, K. (1972). “Wood phenolics in the chemotaxonomy of the Moraceae”,

Referensi

Dokumen terkait

Dapat disimpulkan dari pakar bahasa dalam Bahasa Indonesia bahwa kata konjungsi merupakan kata yang berfungsi sebagai kata penghubung baik dalam kalimat,klausa, frasa maupun

Penyusunan Rencana Strategis Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renstra-SKPD) Bappeda Kota Bogor Tahun 2010-2014 ini, telah diupayakan menampung substansi dari Rencana

Produk yang diharapkan akan dihasilkan melalui penelitian pengembangan berupa model sarana pembelajaran atletik alat lempar cakram melalui modifikasi ukuran berat,

Lapian, (Jakarta: PT. 12 Baha’uddin, “Perubahan dan Keberlanjutan: Pelayanan Kesehatan Swasta di Jawa Sejak Kolonial sampai Pasca Kemerdekaan”, Kota-kota di Jawa.. Pembangunan

Adapun respon faktor dominan yang mempengaruhi per- ilaku ekonomi rumah tangga petani karet pola Eks UPP TCSDP di Desa Bina Baru yaitu pada aspek produksi tidak ditemu- kan

1) Menurut Nasikh Ulwan sumber moral berdasarkan kepada keimanan seseorang yang berpedoman pada Al Qur’an dan Hadiś, sedangkan menurut Kohlberg bahwa nilai moral bersumber pada

Tikoes Abadi Farm merupakan pengembangan budidaya tikus putih yang menyediakan pengembangan bibit serta breeding farm tikus putih. Saat ini kebutuhan akan tikoes

Dengan harapan bahwa neraca perdagangan Indonesia dapat meningkat dengan adanya perjanjian ACFTA antara Indonesia-China, maka menjadi penting untuk menguji bagaimana