• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jumlah kapal (unit) pada ukuran (GT) >100

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Jumlah kapal (unit) pada ukuran (GT) >100"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian

Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Belawan terletak pada koordinat geografis 03o 47’ 00’’ LU dan 98o 42’ 00’’ BT yang terletak di antara perairan pantai timur Sumatera (Selat Malaka), Perairan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) dan Laut Cina Selatan. Belawan merupakan pintu masuk bagi kegiatan ekonomi beberapa negara di Asia khususnya Indonesia, Malaysia, Thailand, Singapura dan Hongkong. PPS Belawan berada di dalam wilayah Kotamadya Medan yang memiliki jarak tempuh sekitar 27 km dari Kota Medan. Peta lokasi penelitian dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 18 Peta lokasi penelitian.

PPS Belawan berada di Kecamatan Medan Baru yang merupakan salah satu dari 21 kecamatan di Kota Medan, Sumatera Utara. Kecamatan Medan Baru berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang di sebelah barat dan timur, Medan Marelan dan Medan Labuhan di selatan dan Selat Malaka di utara. Pada tahun

(2)

2001, kecamatan ini mempunyai penduduk sebesar 91.881 jiwa. Luas wilayahnya adalah 26,25 km2dengan kepadatan penduduknya adalah 3.500,23 jiwa per km2.

PPS Belawan memiliki fasilitas pokok dermaga, jalan pelabuhan, alur pelayaran, lahan pelabuhan, jetty dan turap/revetment. Fasilitas fungsionalnya adalah kantor pelabuhan, tempat pelelangan ikan, transit sheed, cold storage, rambu suar, APMS, SPDN, kantor bersama samsat, bus pegawai dan pabrik es. Fasilitas penunjangnya adalah kios waserda, masjid PPS Belawan, guest house dan balai pertemuan nelayan.

4.2 Keadaan Umum Perikanan 4.2.1 Unit penangkapan ikan

Jumlah armada kapal perikanan yang berbasis di PPS Belawan selalu berubah setiap tahun. Perkembangan jumlah kapal perikanan di PPS Belawan dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Jumlah kapal perikanan laut menurut ukuran kapal di PPS Belawan periode 2005-2009

No. Tahun Jumlah kapal (unit) pada ukuran (GT) Total (unit)

0-5 5-10 10-30 30-60 60-100 >100 1 2005 87 229 50 50 38 79 533 2 2006 - 86 139 58 88 101 472 3 2007 - 117 213 48 49 79 506 4 2008 - 106 237 43 43 72 501 5 2009 - 106 237 43 43 72 501 Jumlah (unit) 87 644 876 242 261 403 2513 Perkembangan (%) - -30,03 21,78 -3,73 -7,35 -3,16 -22,49

Sumber : PPS Belawan, 2010 (diolah)

Tabel 4 di atas menunjukkan bahwa kapal yang berukuran 0-5 Gross Ton (GT) sudah tidak beroperasi lagi sejak tahun 2006. Kapal yang berukuran 5-10 GT mengalami penurunan rata-rata sebesar 30,03 % dan penurunan paling drastis terjadi pada tahun 2006. Kapal yang berukuran 10-30 GT mengalami peningkatan rata-rata sebesar 21,78 % dan peningkatan paling drastis terjadi pada tahun 2006. Kapal yang berukuran 30-60 GT mengalami penurunan rata-rata sebesar 3,73 %

(3)

dan penurunan paling drastis terjadi pada tahun 2007. Kapal yang berukuran 60-100 GT mengalami penurunan rata-rata sebesar 7,35 % dan penurunan paling drastis terjadi pada tahun 2007. Kapal yang berukuran lebih besar dari 100 GT mengalami penurunan rata-rata sebesar 3,16 % dan penurunan paling drastis terjadi pada tahun 2007. Secara umum jumlah kapal yang beroperasi di PPS Belawan dari tahun 2005-2009 menurut ukuran kapalnya mengalami penurunan. Kapal yang mengalami peningkatan paling besar per tahunnya hanya kapal yang berukuran 10-30 GT, sedangkan kapal yang mengalami penurunan paling besar per tahunnya adalah kapal yang berukuran 5-10 GT.

Ada lima jenis alat tangkap yang biasa digunakan oleh nelayan di PPS Belawan yaitu pukat cincin, pukat ikan, jaring insang, pancing dan lampara dasar/pukat udang. Jumlah alat tangkap ini juga berubah-ubah setiap tahun. Perkembangan alat tangkap di PPS Belawan dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Jumlah unit penangkapan perikanan laut menurut jenis alat tangkap di PPS Belawan periode 2005-2009

Jenis alat tangkap

Jumlah alat tangkap/tahun (unit) Perkembangan (%) 2005 2006 2007 2008 2009 Pukat ikan Pukat udang Pukat cincin Jaring insang Pancing 99 178 188 55 13 147 57 231 33 4 117 97 237 48 7 114 103 239 41 4 114 103 239 41 4 0,88 -33,04 4,40 -10,50 -51,43 Jumlah (unit) 533 472 499 501 501

Sumber : PPS Belawan, 2010 (diolah)

Tabel 5 di atas menunjukkan bahwa jumlah alat tangkap pukat ikan mengalami peningkatan rata-rata sebesar 0,88 % dan peningkatan paling pesat terjadi pada tahun 2006. Pukat udang mengalami penurunan rata-rata sebesar 33,04 % dan penurunan paling drastis terjadi pada tahun 2006. Pukat cincin mengalami peningkatan rata-rata sebesar 4,40 % dan peningkatan paling pesat terjadi pada tahun 2006. Jaring insang mengalami penurunan rata-rata sebesar 10,50 % dan penurunan paling drastis terjadi pada tahun 2006. Pancing mengalami penurunan rata-rata sebesar 51,43 % dan penurunan paling drastis terjadi pada tahun 2006. Secara umum jumlah alat tangkap yang beroperasi di

(4)

PPS Belawan pada tahun 2005-2009 mengalami penurunan. Alat tangkap yang mengalami peningkatan setiap tahunnya hanya pukat cincin dan merupakan alat tangkap yang paling banyak jumlahnya di PPS Belawan, sedangkan alat tangkap pancing mengalami penurunan setiap tahun dan merupakan alat tangkap yang paling sedikit jumlahnya di PPS Belawan.

Subani dan Barus (1989) mengatakan, pukat ikan terdiri dari bagian kantong (cod-end), badan (body), sayap (wing), sewakan (otter board) dan tali tarik (warp). Material (bahan) yang dipakai adalah PE (polyethylene), nilon, kawat (wire) dan untuk sewakan (otter board) dari besi dan kayu. Alat tangkap ini dioperasikan dengan cara ditarik menelusuri dasar perairan oleh kapal berukuran 100 GT atau lebih. Lama penarikan antara 1-2 jam, tergantung keadaan daerah penangkapannya. Operasi penangkapan dapat dilakukan baik pada siang maupun malam hari, tergantung keadaan (Gambar 19).

Sumber : Subani dan Barus, 1989

Gambar 19 Desain pukat ikan. Keterangan :

a : sewakan (otter board) b : sayap (wing)

c : badan (body) d : kantong (cod end)

(5)

Subani dan Barus (1989) mengatakan, pukat udang berbentuk bulat panjang dengan sayap pendek yang terdiri dari bagian kantong (cod-end), badan (body), sayap (wing), sewakan (otter board) dan tali tarik (warp). Bahan jaring yang dipakai adalah sintetik fiber (polyethylene). Pelampungnya dari bahan plastik, berbentuk bulat dan mengecil pada kedua ujungnya. Kapal yang digunakan umumnya berukuran di atas 60 GT. Papan trawl berukuran panjang 1,33 m, lebar 0,57 m dan tebal 2,5 cm. Pukat udang ini berukuran panjang sekitar 12-18 m (Gambar 20).

Sumber : Subani dan Barus, 1989

Gambar 20 Desain pukat udang.

Subani dan Barus (1989) mengatakan bahwa pukat cincin terdiri dari bagian-bagian jaring, tali temali, pelampung dan pemberat. Bagian jaring terdiri dari bagian sentung, pengapit dan penjarang. Sentung adalah bagian jaring yang nantinya pada waktu penangkapan berfungsi sebagai kantong, panjangnya kurang lebih meliputi 1/3 bagian dari seluruh panjang jaring dan terdapat pada salah satu dari sisi jaring. Pengapit adalah bagian jaring yang terdapat di antara sentung dan penjarang, tetapi adanya pengapit ini tidak mutlak. Apabila tidak ada pengapit,

Keterangan :

a : sayap (wing) b : badan (body) c : perut (belly) d : kantong (cod end)

(6)

penjarangnya diperpanjang sehingga menjadi 2/3 dari seluruh panjang jaring. Bahan untuk pengapit dari benang katun, tetapi sekarang umumnya menggunakan benang sintetik (nilon). Penjarang adalah bagian jaring yang bermata paling besar dan fungsinya untuk menggalang ikan-ikan yang telah terkurung. Tali pelampung atau disebut tali kajar lampung terdiri dari dua utas tali yang diikat menjadi satu. Tali pemberat biasanya disebut tali kajar batu. Tali kajar batu sebelah luar diikatkan dengan bagian jaring. Tali cincin berujung pada sudut atas luar sentung yang selanjutnya dilakukan dalam cincin-cincin sampai pada akhir bagian bawah pengapit atau kadang lebih sedikit. Fungsinya sebagai pengembang dan mengkerutkan sentung sehingga membentuk kantong. Pelampungnya terbuat dari kayu pulai atau bahan lain yang mudah terapung atau dari bahan sintetik bergaris tengah 7 cm dan panjang 10 cm. Pemberat dibuat dari timah hitam yang diberi lubang di bagian tengahnya, panjangnya 7,5 cm, berat 2 ons dan dipasang pada bagian luar kajar bawah. Cincinnya dibuat dari besi atau kuningan. Cincin ini diikatkan pada tali kajar bawah dengan sepotong tali yang panjangnya sekitar 20 cm, jarak antara cincin yang satu dengan lainnya 20 kok (20 cm x 18 cm). Nong adalah lampu yang diletakkan pada pelampung yang fungsinya untuk mengetahui letak ujung jaring pada waktu penangkapan diadakan atau sebagai pedoman pada waktu operasi penangkapan. Alat tangkap ini dioperasikan dengan cara mengelilingi kawanan ikan. Ketika kawanan ikan dan arah gerakannya telah diketemukan dan demikian juga arah arus, maka jaring segera diturunkan dimulai dari lampu nong yang diikatkan pada perpanjangan kajar pelampung, kemudian bagian sentung, selanjutnya penjapit dan terakhir penjarang. Bila kedua ujung luar jaring diketemukan, maka dimulailah penarikan jaring ke atas perahu dimulai dari bagian penjarang. Setelah penarikan penjarang telah sampai dibatas tali cincin, mulailah penarikan tali cincin sampai habis dan terbentuk kantong yang menyerupai mangkok terbalik (Gambar 21).

(7)

Sumber : Subani dan Barus, 1989

Gambar 21 Desain pukat cincin.

Subani dan Barus (1989) mengatakan bahwa jaring insang berbentuk persegi panjang yang dilengkapi dengan pelampung, pemberat, dan tali ris atas-bawah. Besar mata jaring bervariasi disesuaikan dengan sasaran yang akan ditangkap. Ikan yang tertangkap karena terjerat pada bagian belakang lubang penutup insang, terbelit atau terpuntal pada mata jaring. Alat tangkap ini dioperasikan dengan cara di set di dasar, lapisan tengah maupun di bawah lapisan atas, tergantung dari atau dapat diatur melalui tali yang menghubungkan pelampung dengan pemberat yang dipasang pada ujung terluar bawah dari jaring. Jaring ini dipasang secara tegak lurus atau kurang lebih demikian dapat juga diatur sedemikian rupa yang seakan-akan menutup permukaan dasar atau dihamparkan tepat di atas karang (Gambar 22).

Keterangan : A : sentung (kantong) B : pengapit C : penjarang a : tali pembatu b : pelampung c : tali pelampung d : kajar benang e : pemberat (batu) f : kajar batu g : tali cincin h : cincin i : nong (lampu)

(8)

Sumber : Subani dan Barus, 1989

Gambar 22 Desain jaring insang.

Nelayan di PPS Belawan dikelompokkan menjadi dua jenis berdasarkan kepemilikan sarana penangkapan, yaitu nelayan pemilik dan nelayan buruh. Nelayan pemilik dan buruh berdasarkan waktu kerjanya terbagi atas tiga kategori yaitu nelayan penuh, nelayan sambilan utama dan nelayan sambilan tambahan. Nelayan penuh merupakan nelayan yang hanya melakukan pekerjaan menangkap ikan. Waktu senggang yang dimilikinya digunakan untuk perawatan atau perbaikan kapal dan alat tangkap. Nelayan sambilan utama biasanya memiliki pekerjaan lain selain melaut, misalnya berdagang. Nelayan pemilik sebagian besar merupakan nelayan sambilan utama karena memiliki usaha lain selain melaut yaitu berdagang.

Nelayan yang mendaratkan hasil tangkapannya di PPS Belawan mengalami perubahan setiap tahunnya (2005-2009) seperti yang terdapat di Tabel 6. Berdasarkan Tabel 6 terlihat bahwa jumlah nelayan yang mengoperasikan pukat

Keterangan : a : pelampung tanda b : tali selambar c : pelampung d : timah pemberat e : pemberat (jangkar)

(9)

cincin mengalami peningkatan rata-rata sebesar 5,11 % dan peningkatan paling pesat terjadi pada tahun 2006. Nelayan yang mengoperasikan pukat ikan mengalami peningkatan rata-rata sebesar 2,42 % dan peningkatan paling pesat terjadi pada tahun 2006. Nelayan yang mengoperasikan jaring insang mengalami penurunan rata-rata sebesar 4,28 % dan penurunan paling drastis terjadi pada tahun 2006. Nelayan yang mengoperasikan pancing mengalami penurunan rata-rata sebesar 26,82 % dan penurunan paling drastis terjadi pada tahun 2006. Nelayan yang mengoperasikan pukat udang mengalami penurunan rata-rata sebesar 21,07 % dan penurunan paling drastis terjadi pada tahun 2006. Secara umum jumlah nelayan di PPS Belawan pada tahun 2005-2009 mengalami penurunan. Jumlah nelayan yang paling pesat peningkatannya adalah nelayan yang mengoperasikan pukat cincin dan merupakan nelayan yang paling banyak jumlahnya di PPS Belawan, sedangkan nelayan yang mengoperasikan pancing mengalami penurunan yang paling drastis yang jumlahnya menurun setiap tahun dan merupakan nelayan yang paling sedikit jumlahnya di PPS Belawan.

Tabel 6 Jumlah nelayan di PPS Belawan periode 2005-2009

Kategori nelayan

Jumlah nelayan (orang) pada tahun

Perkem-bangan (%) 2005 2006 2007 2008 2009 Pukat ikan Pukat udang Pukat cincin Jaring insang Pancing 1.428 1.424 3.928 330 65 1.769 604 5.530 198 32 1.996 1.080 4.975 288 28 1.684 950 5.393 335 24 1.684 950 5.393 335 24 2,42 -21,07 5,11 -4,28 -26,82 Jumlah (orang) 7.175 8.133 8.367 8.386 8.386

Sumber : PPS Belawan, 2010 (diolah)

Kapal pukat cincin dioperasikan oleh sekitar 20-23 orang nelayan dengan pembagian kerja 1 orang nahkoda, 1 orang wakil nahkoda, 1 orang kepala kamar mesin, 1 orang juru masak dan sisanya adalah anak buah kapal. Kapal pukat ikan dioperasikan oleh sekitar 12-17 orang nelayan dengan pembagian kerja 1 orang nahkoda, 1 orang wakil nahkoda, 1 orang kepala kamar mesin, 1 orang juru masak dan sisanya adalah anak buah kapal. Kapal pukat udang dioperasikan oleh sekitar 8-11 orang nelayan dengan pembagian kerja 1 orang nahkoda, 1 orang wakil nahkoda, 1 orang kepala kamar mesin, 1 orang juru masak dan sisanya adalah

(10)

anak buah kapal. Kapal jaring insang dioperasikan oleh sekitar 6-8 orang nelayan dengan pembagian kerja 1 orang nahkoda, 1 orang navigator dan sisanya adalah anak buah kapal. Kapal pancing dioperasikan oleh sekitar 4-8 orang nelayan dengan pembagian kerja 1 orang nahkoda, 1 orang navigator dan sisanya adalah anak buah kapal.

4.2.2 Volume produksi perikanan

Produksi perikanan berdasarkan alat tangkap yang didaratkan di PPS Belawan setiap tahunnya (2005-2009) berubah-ubah seperti yang terdapat di Tabel 7. Berdasarkan Tabel 7 terlihat bahwa hasil tangkapan pukat cincin mengalami penurunan rata-rata sebesar 11,14 % dan penurunan paling drastis terjadi pada tahun 2006. Hasil tangkapan pukat ikan mengalami penurunan rata-rata sebesar 10,25 % dan penurunan paling drastis terjadi pada tahun 2006. Hasil tangkapan jaring insang mengalami penurunan rata-rata sebesar 5,24 % dan penurunan paling drastis terjadi pada tahun 2008. Hasil tangkapan pancing mengalami penurunan rata-rata sebesar 18,61 % dan penurunan paling drastis terjadi pada tahun 2009. Hasil tangkapan pukat udang mengalami penurunan rata-rata sebesar 22,08 % dan penurunan paling drastis terjadi pada tahun 2006. Secara umum produksi perikanan laut menurut jenis alat tangkap di PPS Belawan pada tahun 2005-2009 mengalami penurunan. Penurunan paling besar terjadi pada alat tangkap pukat udang, sedangkan penurunan yang tidak terlalu signifikan terjadi pada alat tangkap jaring insang.

Tabel 7 Produksi perikanan laut menurut jenis alat tangkap di PPS Belawan periode 2005-2009

Jenis alat tangkap

Produksi (ton) pada tahun

Perkem-bangan (%) 2005 2006 2007 2008 2009 Pukat ikan Pukat udang Pukat cincin Jaring insang Pancing 27.776 7.228 35.363 901 187 18.312 2.134 20.864 855 427 14.654 3.522 19.696 922 340 13.253 5.468 20.699 796 315 20.702 11.710 24.318 709 146 -10,25 -22,08 -11,14 -5,24 -18,61 Jumlah (ton) 71.455 42.592 39.134 40.531 57.585

(11)

Tabel 7 juga menunjukkan bahwa alat tangkap pukat cincin, pukat ikan dan pukat udang merupakan alat tangkap yang menyumbangkan hasil tangkapan yang tinggi setiap tahunnya. Pukat cincin merupakan penyumbang hasil tangkapan tertinggi yang didaratkan di PPS Belawan setiap tahunnya yang kemudian disusul oleh pukat ikan dan pukat udang, sedangkan hasil tangkapan yang paling sedikit dihasilkan oleh alat tangkap pancing.

4.2.3 Daerah penangkapan ikan

Daerah penangkapan ikan bagi nelayan-nelayan yang melaut dari PPS Belawan adalah perairan Selat Malaka mulai dari koordinat 2o 27’ 51’’ LU -5o55’42’’ LU dan 97o10’46’’ BT - 100o53’50’’ BT berjarak sekitar 15 mil sampai 120 mil laut dari PPS Belawan. Alat tangkap yang beroperasi di daerah penangkapan ini adalah pukat cincin, pukat ikan, pukat udang, jaring insang dan pancing. Alat tangkap yang hasil tangkapannya mendominasi di daerah penangkapan ini adalah pukat cincin, pukat ikan dan pukat udang, sedangkan hasil tangkapan jaring insang dan pancing cenderung lebih sedikit.

Nelayan yang mengoperasikan pukat cincin, pukat ikan dan pukat udang menggunakan kapal yang berukuran di atas 30 GT dan melakukan penangkapan di sekitar perairan yang jauh dari pantai. Kapal-kapal ini menggunakan rumpon untuk mengumpulkan ikan dan dilengkapi dengan GPS (Global Positioning

System) untuk menandai koordinat rumpon-rumpon tersebut dan melakukan

penangkapan secara berulang di koordinat yang sudah ditandai.

Nelayan yang mengoperasikan jaring insang dan pancing menggunakan kapal yang berukuran di bawah 10 GT dan melakukan operasi penangkapan di sekitar perairan pantai. Kapal-kapal ini tidak dilengkapi dengan GPS sehingga nelayannya menggunakan insting dalam menentukan daerah penangkapannya.

Gambar

Gambar 18 Peta lokasi penelitian.
Gambar 19  Desain pukat ikan.
Gambar 21 Desain pukat cincin.
Gambar 22 Desain jaring insang.

Referensi

Dokumen terkait

Dalam penelitian ini dapat diambil kesimpulan bahwa palafalan vokal anak tunarungu tidak mengalami pergeseran di awal silabel dan mengalami pergeseran ke fonem lain

Analisis kesepadanan substansial dilakukan terhadap komponen kimia tempe (analisis proksimat), Nitrogen Solubility Indllx (NSI), aktivitas tripsin inhibitor, kadar asam.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai langkah awal untuk mengetahui variasi genotip dari kerbau lokal Toraja Utara, media ajar sebagai hasil

Model terdiri atas empat tahap pengembangan yakni tahap pendefinisian (define), perancangan (desain), tahap pengembangan (develop), dan tahap penyebaran

1. pasal 4 Undang undang nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik terkait dengan proses pelayanan publik yang cepat, murah dan transparan di Kantor

Hal tersebut bisa diselesaikan dengan menerapkan data mining, konsep data mining dalam pencarian dokumen menggunakan cosine similarity terdapat beberapa langkah –


 Hal
 ini
 akan
 nampak
 bagi
 Sutjipto
 dan
 Ridwan
 ketika
 menghadapi
 sebuah
 perbedaan
 pendapat.
 Sutjipto
 mengangankan
 sebuah


Berdasarkan link budget dengan memasukkan spesifikasi satelit serta redaman-redamannya maka diketahui jika Ka-Band ini dapat digunakan di Indonesia bahkan untuk antena