DALAM DUA CERITA RAKYAT JAMBI Levi-Strauss Structures in Two Jambi Folklores
Fitria Kantor Bahasa Jambi
Jalan Arif Rahman Hakim No.101,Telanaipura, Jambi Pos-el : [email protected]
Naskah masuk: 30 Januari 2020, revisi akhir: 29 Mei 2020, disetujui: 7 Juni 2020
Abstrak
Penelitian ini bertujuan menemukan miteme-miteme dalam cerita rakyat Jambi Asal Usul Bukit Siguntang dan Asal Usul Bukit Kancah dan gambaran kehidupan masyarakat Jambi. Masalah yang ditemukan dalam penelitian ini, apa saja miteme-miteme yang terdapat dalam cerita rakyat Asal Usul Bukit Siguntang dan Asal Usul Bukit Kancah dan bagaimana gambaran masyarakat Jambi yang terdapat dalam kedua cerita tersebut Metode yang digunakan metode kualitatif dengan melakukan studi kepustakaan dan analisis data dengan menggunakan analisis struktural Lévi-Strauss. Hasil penelitian menemukan miteme dalam cerita rakyat Usul Bukit Siguntang dan Asal Usul Bukit Kancah, yaitu kepemimpinan, kepatuhan, dan keberanian dan gambaran kehidupan masyarakat Jambi, yaitu kepemimpinan diatur oleh adat istiadat, kepatuhan kepada pimpinan karena itu adalah adat (kebiasaan) yang harus dijalankan, dan adanya hukum dan undang-undang sebagai suatu pedoman adat untuk menciptakan masyarakat yang berani dan patuh
Kata-Kata Kunci: miteme, kualitatif, struktural Lévi-Strauss, kepemimpinan, kepatuhan, keberanian
Abstract
This study aims to find the mythemes and description of the life of Jambi community in Jambi folklore, namely Asal-Usul Bukit Siguntang (The Origin of the Siguntang Hill) and Asal-Usul Bukit Kancah (The Origin of the Kancah Hill). The problem in this study is what are the mythemes contained in both folklores and how the description of the Jambi community is contained in those folklores. The method used in this study was a qualitative method by conducting a literature study and data analysis using Lévi- Strauss structural analysis. The results showed the mythemes contained in the folklore of Asal-Usul Bukit Siguntang and Asal-Usul Bukit Kancah were leadership, obedience, and courage. Whereas the description of the life of Jambi community contained in the folklores took the form of leadership governed by customs, obedience to the leaders as a custom that must be carried out, and the existence of laws and regulations as a customary guideline to create a courageous and an obedient society.
Keywords: mytheme, qualitative, Lévi-Strauss structural analysis, leadership, obedience, courageous
I. PENDAHULUAN
Cerita rakyat merupakan salah satu kekayaan budaya berupa cerita yang berasal dari masyarakat dan berkembang dalam masyarakat. Cerita rakyat yang berbentuk rekaan tradisioanal merupakan salah satu genre folklor lisan Indonesia yang diceritakan secara turun-temurun, yang bentuknya dapat berupa mite, legende, atau dongeng (Danandjaja, 1984, hlm. 50).
Cerita rakyat menurut Jan Harold Bruvord (dalam Dananjaya, 1979, hlm. 6) adalah cerita yang tersebar dari mulut ke mulut (secara lisan) tanpa dapat dikenal siapa pengarangnya.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia cerita rakyat berarti, cerita dari zaman dahulu yang hidup di kalangan rakyat dan diwariskan secara lisan. Penelitian tentang sastra lisan ini penting dilakukan dalam rangka memahami sastra. Sastra lisan selain berperan sebagai kekayaan budaya, juga sebagai modal apresiasi sastra dan sebagai dasar komunikasi antara pencipta dan masyarakat. Sastra lisan yang dikaji sebaiknya berada di daerah terpencil karena keberadaan sastra lisan relatif utuh dan murni sebab fasilitas teknologi dan mobilitas masyarakat pendukungnya terbatas (Endraswara, 2003, hlm. 251).
Cerita rakyat Jambi yang tersebar di berbagai daerah di Provinsi Jambi penting untuk dipelajari karena berisi nilai-nilai yang masih cocok dan masih digunakan sampai saat ini, seperti nilai keagamaan, moral, kepemimpinan, dan lain-lain (Thabran, 1981, hlm. 9). Hal ini menjadikan cerita rakyat sebagai cermin tentang masyarakat pada masa itu. Melalui cerita rakyat masyarakat mengungkapkan pola pikir yang mereka miliki pada masa yang mereka alami. Berhubungan
dengan cerita rakyat ini biasanya ada mitos yang menyertai suatu cerita. Menurut Bascom (Danandjaya, 1991, hlm. 51) mitos merupakan cerita rakyat yang dianggap suci oleh yang empunya cerita. Mite biasanya ditokohi oleh para dewa dan mahkluk setengah dewa.
Peristiwa terjadi di dunia lain dan bukan di dunia kita sekarang, dan terjadi pada masa lampau.
Menurut analisis struktural Levis Strauss mitos berhubungan dengan kenyataan- kenyataan tertentu, tetapi hubungan ini bukan representational, bukan dialektis. Artinya apa yang ada dalam mitos bisa saja merupakan kebalikan dari kenyataan sehari-hari. Hal ini umumnya terlihat ketika mitos tersebut berupaya mewujudkan suatu kebenaran negatif (negative truth). Hal ini terlihat dari kemampuannya mengungkapkan hal-hal penting yang berhubungan dengan etnografi masyarakat dan fakta-fakta antropologis yang tak akan tersingkap dengan metode analisis konvensional.
Dalam tinjauan strukturalisme Levi- Strauss ini cerita rakyat Jambi merupakan mitos karena ide dasar, konflik, dan penyelesaian cerita mencerminkan masyarakat pada masa lalu. Oleh karena itu, masalah yang akan dibahas pada penelitian ini miteme-miteme apa saja yang terdapat dalam mitos ”Asal- Usul Bukit Siguntang” dan ”Asal-Usul Bukit Kancah”, dan bagaimana gambaran kehidupan masyarakat Jambi yang tergambar dalam kedua cerita tersebut.
Alasan penulis mengambil kedua cerita tersebut karena kedua cerita itu memiliki kekhasan tersendiri dari cerita rakyat lainnya yang ada di Provinsi Jambi. Kekhasannya itu karena keduanya merupakan mitos yang
menggambarkan asal usul manusia yang pertama kali menempati suatu wilayah di daerah Jambi. Kedua mitos itu dianggap dapat menggambarkan kondisi masyarakat Jambi pada saat cerita itu ditemukan.
Sepanjang pengetahuan penulis belum ditemukan penelitian yang sama terhadap kedua cerita tersebut. Penelitian dengan menggunakan analisis Struktural Levi- Staruss ini pernah dilakukan oleh Pipit Mugi Handani dengan menganalisis cerita rakyat Jaka Bandung yang berasal dari Jawa Tengah. Selain itu, pernah dilakukan juga oleh Suhartono, dkk. dengan menganalisis cerita rakyat Mandangin, Kabupaten Sampang, Madura. Penelitian menggunakan Levi-Strauss ini juga pernah dilakukan oleh Tirto Suwondo tentang Mitos Dwi Sri pada Masyarakat Jawa yang mengatakan bahwa struktur mitos Dwi Sri mempunyai hubungan analogis dengan masyarakat pendukungnya. Selain itu Rosita Armah, dkk. juga pernah melakukan analisis Levi-Strauss tentang Mitos dan Cerita Rakyat Kutai Ikan Baung Putih di Muara Kaman yang mengatakan adanya hubungan mitos Cerita Ikan Baung Putih dengan mitos masyarakat Muara Kaman dengan melihat pola aktannya.
Penelitian ini bertujuan mengungkapkan miteme-miteme yang terdapat dalm cerita rakyat Jambi ”Asal Usul Bukit Siguntang” dan
”Asal Usul Bukit Kancah” dan menemukan gambaran kehidupan masyarakat Jambi dalam kedua cerita tersebut.
Kerangka Teori
Menurut strukturalisme Levi-Strauss dongeng, cerita, legenda, dan mitos itu sama, yaitu semuanya dapat dianggap sebagai mitos
“Myth is something which tells story” (Levi-
Strauss, 1974, hlm. 254). Bahkan mitos dapat dianggap sakral atau suci yang ditandai dengan ritual yang menyertai mitos atau ritual yang dilegitimasi oleh mitos tersebut (Ahimsa- Putra, 1995, hlm. 3).
Mitos dalam konteks strukturalisme Levis Strauss dikatakan dalam beberapa asumsi;
1. Mitos secara formal dapat dikatakan sebagai perangkat tanda dan simbol yang menyampaikan pesan-pesan tertentu sehingga terdapat keteraturan (order) dan keterulangan (regularities).
2. Mitos memiliki struktur permukaan (surface structure) yang didasari ‘adanya
‘ para pendukung mitos tersebut. Di samping itu memiliki struktur dalam (deep structure) yang merupakan struktur permukaan dan merupakan model untuk memahami mitos. Struktur dalam berada pada tataran nirsadar dan tataran yang tidak disadari oleh pendukung tersebut.
3. Relasi terkecil mitos (miteme) dengan miteme lain pada titik tertentu menentukan makna mitos tersebut.Oleh karena itu, dalam menelaah suatu mitos, relasi sinkronik ditempatkan mendahului relasi diakronik. Dengan demikian, dalam strukturalisme penjelasan suatu mitos mengacu pada hukum-hukum transformasi (alih rupa) bukan hukum sebab akibat (kausalitas).
4. Relasi-relasi yang berada pada stuktur dalam dapat disederhanakan menjadi oposisi berpasangan (binary opposition) (Ahimsa-Putra, 2001, hlm. 67--70).
Levi-Strauss memiliki persamaan asumsi dengan Freud, bahwa mitos adalah Collective dream atau suatu mimpi kolektif yang harus diiterpretasikan untuk menemukan makna
yang tersembunyi (Leach, 1973, hlm. 67), sehingga cerita rakyat Jambi dikategorikan sebagai mitos harus diinterpretasikan untuk menemukan makna dan mengetahui tentang keadaan masyarakat pada waktu itu.
Cerita rakyat Jambi memuat unsur-unsur bahasa, budaya tanda dan unsur-unsur lain yang tergabung dalam satu kesatuan yang memiliki satu esensi yang mendasar yaitu universalitas manusia atau dalam strukturalisme Levis disebut human mind. Struktur human mind ini untuk menganalisis fenomena budaya suatu masyarakat melalui mitos.
Levis menerapkan metode analisis strukturalnya terhadap fenomena sosial budaya di luar bahasa yang menjadi objek penelitian tentang kekerabatan, ritual, dan mitos. Masing- masing fenomena budaya dianggap sebagai bahasa yang memiliki sistem Ia mengatakan baik bahasa maupun kebudayaan merupakan produk dari aktivitas yang pada dasarnya yaitu pikiran manusia. (Levi-Staruss, 1974, hlm. 19).
Unit-unit mitos berhubungan dengan fonem dan morfem. Elemen-elemen yang paling kompleks disebut miteme. Langkah- langkah yang dilakukan untuk menemukan miteme adalah sebagai berikut
a. Mencari miteme (miteme)
Miteme merupakan bagian terkecil dari mitos yang biasanya terdapat dalam suatu kalimat yang paling singkat yaitu kalimat yang terdiri dari subjek dan predikat.
Miteme sebagai unit terisolasi sebagai satu paket karena saling berelasi.
b. Menyusun Miteme: Sintagmatik dan paradigmatis
Setelah kita menemukan miteme, yaitu kalimat-kalimat yang menunjukkan relasi- relasi tertentu yang ada dalam mitos, miteme
tersebut kita tuliskan pada sebuah kartu index yang diberi nomor sesuai dengan urutannya dalam ciritera. Setiap kartu akan memperlihatkan adanya relasi. Relasi yang sama akan muncul secara diakronis di tempat-tempat yang jauh atau sangat jauh jaraknya dengan mitosMitos memiliki karakter tertentu yaitu memiliki waktu mitologis (mytological time) yang bisa berbalik dan tidak, yang reversible dan non- reversible, yang sinkronis dan diakronis sekaligus pankronis, maka miteme-miteme yang ditemukan juga harus disusun secra sinkronis dan diakronis, paradigmatik dan sintagmatik pula. Unit-unit yang harus dianalisis lebih lanjut adalah kumpulan relasi (bundles of relations) ini. Dalam prosedur tersebut pada dasarnya Levi- Staruss berpendapat bahwa “a corpus of mytologi atau seperangkat mitos pada dasarnya membentuk semacam partiitur orkestra di atas.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Metode kualitatif adalah prosedur penelitian yang berdasarkan dan menghasilkan data-data deskriptif berupa data tertulis (Bogdan dan Taylor dalam Meleong, 2002, hlm. 3). Sumber data Cerita Rakyat Jambi “Asal-Usul Bukit Kancah” dan “Asal- Usul Bukit Siguntang”. Cerita “Asal-Usul Bukit Kancah” diambil dari buku Kumpulan Cerita Rakyat Jambi yang ditulis oleh Kahar dkk (1988, hlm. 45-49), sedangkan “Asal-Usul Bukit Siguntang” dari buku Silsilah Raja-Raja Jambi :Undang-Undang, Piagam, dan Cerita Rakyat Jambi yang ditulis oleh Darahim dkk.
(2006, hlm, 32-36).
Pengumpulan data dilakukan dengan studi kepustakaan yang didukung oleh data-data penunjang buku-buku, artikel ilmiah, dan laporan penelitian yang berkaitan dengan kajian struktural Levis Staruss.
Analisis data menggunakan kajian struktural Levis Strauss dengan mengkaji miteme-miteme yang terdapat dalam kedua cerita tersebut kemudian menemukan gambaran kehidupan masyarakat Jambi.
II. HASIL DAN PEMBAHASAN
Cerita “Asal-Usul Bukit Siguntang” dan
“Asal-Usul Bukit Kancah ini akan dibagi menjadi empat episode (kelompok). Masing- masing kelompok pada dasarnya memuat beberapa unit naratif. Unit-unit naratif setiap kelompok secara prinsipil merupakan satuan yang bermakna yang membangun keseluruhan (totalitas) struktur cerita.
EPISODE-EPISODE DALAM CERITA ASAL USUL BUKIT SIGUNTANG
1. Kemurkaaan Raja Negeri Selado Sumai atas kehilangan pedang pusaka.
…Pada zaman dulu tersebutlah sebuah kerajaan yang bernama Selado Sumai.
Negeri itu diperintah oleh raja yang adil dan bijaksana. Raja negeri itu mempunyai sebuah pedang pusaka yang diturunkan secara turun temurun, tetapi sayang senjata tersebut hilang tiba-tiba tanpa diketahui ke mana perginya. Peristiwa itu sangat mengharukan Sang Raja.
Pedang pusaka yang keramat serta bertuah itu bernama Pedang Surik Meriang Sakti Sumbing Sembilan Puluh Sembilan.
(Darahim, 2006, hlm. 32)
Sang Raja ingin menemukan kembali pedang pusaka tersebut.
…Raja bertekad untuk menemukan kembali pedang tersebut, maka dipanggilnyalah seorang hulubang kerajaan yang sangat terkenal yang bernama Datuk Baju Merah Berbulu Kerongkongan. Ia disebut baju merah karena setiap berperang bajunya selalu merah oleh darah. Dan disebut Bulu Kerongkongan karena ketika dilahirkan kerongkongannya selalu ditumbuhi bulu.
(Darahim, 2006, hlm. 32)
2. Panglima Datuk Baju Merah berangkat ke hutan mencari pedang pusaka tersebut.
…Panglima Datuk Baju Merah menerimanya dengan senang hati tanpa membatah sedikitpun. Ia akan segera menjalani tugasnya, maka segeralah ia berangkat ke hutan mencari pedang tersebut. Tanpa sedikitpun rasa takut ia masuk keluar hutan mencari pedang itu hanya seorang diri. (Darahim, 2006, hlm.
33)
Datuk Baju Merah melihat pedang Pedang Surik Meriang Sakti Sumbing Sembilan Puluh Sembilan di dalam sebuah gua.
…Sesampai dibagian dalam goa itu terdapatlah cahaya yang terang, rupanya ada lobang pada bagian sebelah atasnya.
Melalui lobang inilah cahaya matahari bebas menerpa dasar goa. Ketika sampai di sana ia terkejut melihat sebuah batu yang papak dan dilihatnya ada seorang tua yang sedang duduk bertapa, mulutnya komat-kamit mengucapkan sesuatu. Di haribaannya terdapat sebuah pedang.
Datuk Baju Merah nanap dan mengamati benda tersebut. Menurutnya itulah Pedang Surik Meriang Sakti yang telah hilang dari Kerajaan Selado Sumai yang sedang dicarinya. (Darahim, 2006, hlm. 33)
3. Datuk Baju Merah merebut pedang pusaka dari Panglimo Tahan Takik.
…“Hamba bernama Datuk Baju Merah Berbulu Kerongkongan hulubalang Kerajaan Selado Sumai. Maksud hamba datang ke mari hendak mencari pedang pusako Negeri Selado Sumai yang hilang.
Pedang itu bernama Pedang Surik Meriang Sakti Sumbing Sembilan Puluh Sembilan, kalau hamba tidak salah lihat pedang itu ada diharibaan Datuk Panglimo !”
“Kurang ajar,” raung Panglimo Tahan Takik. Ia pun langsung berdiri dan menyerang Datuk baju Merah Berbulu Kerongkongan. (Darahim, 2006, hlm 33)
Perkelahian pun terjadi antara Datuk Baju Merah dan Panglimo Tahan takik
…Perkelahian semakin seru, belum ada tanda-tanda yang kalah dan yang menang. Keduanya Nampak seimbang, sama-sama sakti dan bertuah. Dinding goa pada pecah karena kena hempasan kedua jagoan itu.
…Ketika malam datang mereka menghentikan perkelahian untuk sama- sama beristirahat. Istirahat semalam cukup memulihkan kembali kekuatan mereka.
Keesokan harinya matahari mulai bersinar lagi. Perkelahian pun dilanjutkan semakin dasyat. Gerakan mereka mulai berpindah- pindah dari tempat yang terang ke tempat yang gelap. Terkam-menerkam, hempas- menghempas, melompat, bertumbukan.
(Darahim, 2006, hlm. 33)
Perkelahian semakin seru karena keduanya sama-sama sakti dan bertuah.
…Kedua hulubalang itu mulai bersiap- siap melanjutkan perkelahian tanpa mengeluarkan sepatah kata apapun. Mata mereka bersinar merah saling mengawasi gerak lawan. Inilah hari keenam mereka berkelahi. Tubuh keduanya tanpak bergulung-gulung dan hempas- menghempas. Sebentar-sebentar terdengar suara pekikan dan saling terpantul-pantul
di antara kedua sisi goa. Batu pecahan dinding goa semakin banyak berguguran.
Perkelahian ini memang semakin tinggi dan hebat. Tapi sungguh menarik karena belum ada tanda-tanda siapa yang menang dan siapa yang kalah. (Darahim, 2006, hlm 34)
Datuk Baju Merah dapat merebut pedang pusaka
….Akhirnya Datuk Baju Merah dapat menangkap kaki Panglimo Tahan Takik yang segera menghempaskannya ke banir kayu. Pada saat tubuh Panglimo Tahan Takik terhempas Pedang Surik Meriang Sakti terlepas dari pegangan dan terlempar ke udara. Melihat hal itu Datuk Baju Merah Berbulu Kerongongan melepaskan kaki Panglimo Tahan Takik dan tubuhnya segera membumbung ke udara mengikuti arah pedang dan segera menangkapnya. Ketika kakinya berjejak ke tanah tanpa buang waktu larilah Datuk Baju Merah membawa pedang pusaka yang tergenggam di tangannya. (Darahim, 2006, hlm 35)
4. Melakukan perundingan
…Sudah tujuh lurah dan tujuh pematang mereka lewati, akhirnya sampailah ke sebuah tanah lapang yang maha luas. Sesayup-sayup mata memandang rumput hijau papak belaka.
Di atas padang datar itu kedua pendekar itu masih saling kejar mengejar. Namun tiba-tiba mereka berhenti, di muka mereka Nampak seekor ular besar sedang menghadap siap menelan siapa saja yang berani mendekat. Melihat hal ini kedua pendekar yang bermusuhan itu saling mendekat penuh pengertian. Mereka mulai mengadakan perundingan. (Darahim, 2006, hlm 35)
Perundingan memutuskan siapa yang bisa membunuh ular dialah yang berhak atas pedang pusaka
…Melihat temannya tidak mampu membunuh ular yang melintang dan menghalangi perjalanan mereka, Datuk Baju Merah berdiri dalam sikap seperti dubalang. Sebentar matanya melirik kepada Pedang Surik Sakti yang ada ditangannya. Ia melangkah berlahan secara meyakinkan. Sambil melangkah ia pun mengucapka kata sakti dan himbauan.
“Kalau benar engkau Pedang Surik Meriang Sakti Sumbing Sembilan Puluh Sembilan pusako Kerajaan Selado Sumai, sobeklah olehmu kulit ular itu dan putuskan urat-urat nadinya !”. Selesai berucap dicabutnyalah pedang tersebut.
Tentu ia berhajat untuk segera menetakkan badan ular tersebut. Tiba-tiba ke luar cahaya seperti kilat dari senjata pusaka milik negeri Selado Sumai serentak dengan itu dihujamkannnyalah senjata itu sekuat-kuatnya. Terpungkas dan potong tigalah badan ular tersebut. (Darahim, 2006, hlm. 36)
EPISODE-EPISODE DALAM CERITA ASAL USUL BUKIT KANCAH
1. Tiga bersaudara yatim piatu
…Pada zaman dahulu disebuah negeri yang bernama Tanjung hiduplah tiga bersaudara kakak beradik. Yang tua dua orang lelaki dan yang bungsu seorang perempuan. Ibu dan bapak mereka telah lama meninggal dunia. Sebagai anak yatim piatu mereka harus berjuang sekuat tenaga untuk dapat tumbuh besar dan menjadi dewasa. (Kahar, 1988, hlm.45)
Mereka memiliki ilmu siluman
…Orang senegeri tidak mau tahu dengan ketiga anak yatim tersebut. Kendati demikian ada ada makhluk lain, yaitu siluman yang mash berhati penyantun.
Siluman-siluman berdatangan dari hutan lebat menemani mereka. Makhluk inilah yang mendidik dan bergaul dengan mereka dari kecil hingga dewasa.
Karena bergaul dengan siluman, segala macam ilmu makhluk tersebut dapat mereka miliki. Mereka juga dapat menghilang sebagaimana layaknya siluman. Bila mereka mendaki, mereka dapat berjalan ke sana kemari di dalam negeri tanpa dilihat oleh orang. Lambat laun akhirnya semua orang tahu juga akan keistimewaan tiga bersaudara itu.
Itu sebabnya mereka disegani oleh orang- orang senegeri terlebih setelah mereka dewasa. (Kahar, 1988, hlm.45)
2. Ditugaskan raja untuk memerangi musuh kerajaan
…Raja teringat kepada tiga bersaudara anak yatim piatu yang tinggal di neger- inya. Dua orang diantaranya adalah anak lelaki yang tegap-tegap yang memiliki ilmu siluman. Kedua orang lelaki muda ini tentu amat diperlukan dalam meng- hadapi musuh. Keduanya baru berusia antara lima belas dan tujuh belas tahun.
Baginda menetapkan agar setiap laki-la- ki yang berusia lima belas tahun ke atas diwajibkan mengikuti perang melawan musuh. (Kahar, 1988, hlm.46)
Berunding untuk menemukan cara menjaga keselamatan dan keamanan adiknya.
…“Menurut hemat hamba,”kata adiknya pula,”adik perempuan kita, disungkupkan saja dengan kancah ! Kakanda tentu dapat meramalkan ilmu siluaman, ilmu yang dapat menghilangkan sesuatu dari penglihatan. Adik kita tentu tak akan dapat dilihat oleh siapa pun.”
Kakak yang tertua menjadi termenung.
Ia memandang adiknya yang perempuan dengan penuh hiba. Kemudian dia pandangi juga adiknya yang laki-laki.
Ketiga orang itu saling berpandangan.
Hati ketiganya bagaikan teriris sembilu.
Adakah saat berkumpul sekarang ini merupakan kali terakhir (Kahar, 1988, hlm.46).
3. Musuh dapat dikalahkan
…Rakyat negeri Tanjung berperang mati-matian. Dengan bersatu-padu akhirnya musuh dapat dikalahkan. Kedua lelaki kakak beradik tadi merupakan orang-orang yang amat berjasa. Dengan ilmu siluman yang mereka miliki, mereka dapat dengan leluasa bergerak tanpa diketahui musuh. Tentu saja mereka berdua amat mudah mengalahkan musuh negeri mereka. (Kahar, 1988, hlm.47)
Mengalahkan pemberontakan
…Baginda Raja Negeri Tanjung kembali menugaskan dua kakak beradik tadi untuk menumpas pemberontakan.
Menghadapi para pemberontak yang semula kawan-kawan mereka sendiri terasa agak mengesalkan mereka. Keragu- raguan tumbuh dalam hati mereka. Saat keraguan-keraguan itu ilmu siluman yang mereka miliki mulai tak dapat dikuasai sepenuhnya. Saat itulah kakak yang tertua tewas. Namun adiknya dapat bertahan dan mengalahkan para pemberontak. (Kahar, 1988, hlm.47).
Mereka dikawinkan dengan putri raja
…Karena jasanya yang besar laki-laki yang ditinggal kakaknya itu diangkat raja menjadi hulubalang istana. Di samping itu dianugerahkan harta benda yang banyak oleh Baginda Raja.. Kemudian ia dikawinkan pula dengan putri raja.
Semenjak itu ia tinggal di istana raja (Kahar, 1988, hlm.47)
4. Menemui adik mereka disembunyikan di dalam kancah
…Tiga bulan kemudian setelah ia kawin, lelaki itu sadar akan dirinya. Tiba- tiba ia teringat akan adik perempuannya yang tersungkup di bawah kancah di bawah pengaruh ajian yang diberikan mendiang kakaknya dulu. Hatinya terasa
dijentik-jentik ingin bersua dengan adik perempuannya satu-satunya itu yang ditinggalkannya di ujung negeri. (Kahar, 1988, hlm.48)
Menemui adiknya yang disembunyikan di dalam kancah
…Lelaki tersebut tak beranjak lagi dari sana. Siang malam ia terhantar di atas kancah penyungkup adiknya. Sekedar saling berbicara kedua insane itu masih bisa melakukannya.
Tak terasa masa dua bulan mulai habis. Lelaki tersebut ingat akan janjinya dengan Baginda Raja. Dengan hiba hati bergeraklah ia untuk meninggalkan tempat itu kembali ke istana. Saat akan pergi ia masih sempat berkata kepada adiknya.
“Kakak tertua kita telah meninggal Dik !” katanya penuh hiba. “Dia tewas di medan perang. Aku..Aku tidak bisa membebaskanmu dari pengaruh halimun siluman.” (Kahar, 1988, hlm.49)
Ingin membebaskan adiknya dari pengaruh ilmu siluman
“Kakakku, kalau kakak benar-benar ingin melihatku kembali seperti biasa bantailah tiga ekor kerbau putih, dan baca Al’Quran sampai tamat sebanyak tiga puluh kali” kata adiknya. (Kahar, 1988, hlm.49)
…Manusia akhirnya menyerah jua kepada nasib. Hiba, sedih, dan duka nampaknya hanya sampai di situ. Kancah halimun penyungkup adik perempuannya itu lama-kelamaan berubah wujud menjadi besar lalu berubah menjadi bukit di atasnya berangsur-angsur tumbuh kayu-kayuan.
Itulah Bukit Kancah yang dibawahya mengalir sungai yang berkecipak bunyinya bagaikan dendang kesedihan anak manusia yang dilanda kemalangan. (Kahar, 1988, hlm.49)
Miteme-Miteme dalam Cerita Rakyat Jambi
”Asal Usul Bukit Siguntang” dan ”Asal Usul Bukit Kancah”
Miteme merupakan bagian atau unsur terkecil mitos yang biasanya berupa satu kalimat dan saling berelasi satu dengan yang lain (Levi-Strauss, 1974). Miteme diaktualisasikan dati tindakan-tindakan yang penting dalam mitos atau sebagai pola pikir yang unconscious dari dari masyarakat yang menciptakan karya tersebut, Miteme sebagai dasar untuk menemukan makna mitos yang berkaitan dengan pola pikir masyarakat yang menciptakannya.
Untuk menemukan deep struktur suatu miteme harus dihubungkan dengan etnografi dan sejarah sebagai sumber data yang melatarbelakangi. Cerita rakyat Jambi ini adalah cerita rakyat yang diturunkan secara lisan di dalam masyarakat Jambi dan tidak diketahui siapa penciptanya. Cerita rakyat Jambi ini banyak memuat informasi mengenai kebudayaan, nilai-nilai, dan norma-norma yang pernah ada dan sampai sekarang masih dilaksanakan dalam masyarakat Jambi.
Cerita Asal-Usul Bukit Siguntang,
1. Negeri Selado Sumai dipimpin oleh seorang raja
2. Datuk Raja Merah patuh kepada raja untuk merebut pedang pusaka.
3. Keberanian dan kesaktian Datuk Raja Merah dapat menemukan pedang kerajaan yang hilang dengan merebutnya dari tangan bertapa yang bernama Datuk Panglimo Tahan Takik.
Cerita Asal-Usul Bukit Kancah
1. Tiga bersaudara tinggal di negeri yang dipimpin oleh seorang raja
2. Tiga bersaudara patuh kepada raja untuk melawan musuh kerajaan
3. Keberanian dan kesaktian kakak beradik berperang melawan musuh kerajaan
Gambaran Kehidupan Masyarakat Jambi Dari miteme–miteme yang ditemukan dalam kedua cerita rakyat Jambi tersebut terlihat bagaimana gambaran kepemimpinan dalam masyarakat Jambi, kepatuhan masyarakat Jambi terhadap pimpinan, dan keberanian masyarakat Jambi karena adanya hukum dan undang-undang adat.
1. Kepemimpinan dalam Masyarakat Jambi
Dalam kedua cerita ”Asal-Usul Bukit Siguntang ” dan Asal-Usul Bukit Kancah”
terlihat bagaimana kehidupan mereka diatur oleh seorang pimpinan. Dengan adanya pimpinan kehidupan mereka lebih teratur karena ada yang memerintahkan. Pimpinan tersebut kehidupan masyarakat Jambi ditemukan aturan-aturan adat dalam mengatur segala segi kehidupan masyarakatnya. Adat istiadat ini telah ada dan berkembang sepanjang sejarah selama berabad-abad. Pada waktu Hindia Belanda menguasai Jambi adat ini tetap dipertahankan juga dalam menjalankan pemerintahan dan mengatur masyarakat Aturan-aturan adat dalam pengeloaan pemerintahan terkenal dengan Alam Nan Berajo, Rantau nan Berjenang, Negara nan Babathin, Luhak Nan Berpenghulu, Kampung Nan Bertua, dan Rumah Nan Bertengganai..
Aturan adat dalam kepemimpinan ini sekarang terlihat seperti Desa yang berbentuk marga dengan pasirah sebagai kepala marga. Di daerah Kerinci ada mendopo yang dikepalai seorang Mendopo. Mendopo ini terdiri dari dusun-dusun yang dikepalai oleh seorang kepala dusun. Pengaturan kehidupan bermasyarakat dalam masyarakat Jambi terdapat dalam adat istiadat (seloko) Jambi(
Agus dkk, 2005, hlm. 35). Di dalam seloko tersebut terdapat tanda-tanda kehidupan suatu masyarakat yang memiliki pimpinan yaitu : - Anak sekato Bapak artinya anak dipimpin
oleh Bapak
- Ponakan Sekato Mamak, artinya ponakan dipimpin oleh mamak
- Istri sekato Suami artinya Istri dipimpin oleh suami
- Rumah sekato Tengganai, artinya rumah dipimpin oleh Tengganai
- Luhak Sekato penghulu artinya luhak dipimpin oleh seorang penghulu
- Kampung sekato Tuo, kampung dipimpin oleh yang Tuo
- Negeri sekato batin artinya negeri atau wilayah dipimpin oleh seorang Batin/
Pasirah
- Rantau sekato jenang artinya rantau itu dipimpin oleh seorang Jenang
- Alam sekato rajo. Alam dipimpin oleh rajo atau sultan.
Isi seloko tersebut menunjukkan bahwa kehidupan masyarakat Jambi diatur oleh aturan-aturan adat yang di dalamnya tertuang tentang kepemimpinan, baik pimpinan dalam pemerintahan (adat istiadat) ataupun pimpinan dari kehidupan individu. Dari hal tersebut muncullah operasi biner sebagai berikut :
Pimpinan Masyarakat/ individu
Seorang pimpinan dalam pemerintahan diperlukan dalam setiap kelompok masyarakat Jambi karena bisa mengatur segala aspek kehidupan dan aturan-aturan adat bisa dijalankan dengan baik untuk kepentingan bersama. Pimpinan pemerintahan membuat undang-undang tentang hukum adat, seperti adanya UU No. 22 Tahun 1948 tentang pembetukan DPRD dan DPD pada setiap Marga, Mendapo, dan Kampung.( Agus dkk, 2004, hlm. 38)
2. Kepatuhan Masyarakat Jambi Kepada Pimpinan
Kepatuhan ini terlihat bagaimana masyarakat Jambi harus patuh kepada pimpinan karena mereka merupakan pemangku adat. Ini dilakukan supaya pemerintahan dapat berlaku dengan baik . Disini diperlukan partisipasi masyarakat agar mereka mematuhi segala perintah dari pimpinan karena pimpinan itu langsung menjadi kepala adat mereka yang menerapkan adat istiadat. Adat istiadat bagi masyarakat jambi tidak bisa dipisahkan dari kehidupan hidup dikandung adat, mati dikandung agama.
Setiap masyarakat Jambi harus mematuhi segala perintah dari pimpinan karena itu adalah adat (kebiasaan) yang harus dijalankan.
Dalam adat berisi tatakrama dan tata susila untuk mengatur hubungan seseorang dengan yang lain. Adat ini memiliki ketentuan- ketentuan yang harus ditaati dan dipatuhi oleh seluruh anggota masyarakat . Selain itu adat merupakan pedoman dalam pergaulan hidup sehari-hari yang berisi ajaran-ajaran
agama yang diungkapkan dalam Adat bersendi syarak, syarak bersendi kitabullah.
Menurut masyarakat Jambi jika adat dipatuhi dan dijalankan akan menciptakan masyarakat yang damai dan tentram.
Dari uraian diatas muncullah oposisi biner:
Kepatuhan Kedamaian/
Ketentraman
Dalam cerita rakyat Jambi ini ditemukan bagaimana Datuk Raja Merah dan kedua kakak laki-laki dalam menjalankan segala perintah rajanya (pimpinannya). Ini menunjukkan bahwa Datuk Raja Merah, dan Raden kedua kakak laki-laki adalah simbol dari dari dalam kehidupan masyarakat Jambi. Dengan mematuhi aturan-aturan adatnya karena akan menciptakan kehidupan masyarakat Jambi yang damai dan tentram.
3. Keberanian Masyarakat Jambi
Keberanian mengandung makna tidak takut/gentar dalam menghadapi sesuatu, mempunyai hati yang mantap dan percaya diri dalam menghadapi bahaya dan berbagai kesulitan. Keberanian terlihat pada tokoh Datuk Raja Merah dapat menemukan pedang kerajaan yang hilang dengan merebutnya dari tanganbertapa yang bernama Datuk Panglimo Tahan Takik. Sementara itu dalam Cerita Asal Usul Bukit Kancah terlihat dua orang kakak beradik berani dalam menghadapi musuh kerajaan.
Dengan pikiran mantap bergegaslah kedua lelaki itu menuju alun-alun bergabung dengan pasukan yang sudah berkumpul di sana. Pada
hari itu juga pasukan negeri Tanjung sudah terlibat dalam pertempuran melawan musuh yang menganggu kedaulatan negeri Tanjung.
(Kahar, 1988, hlm 46)
Keberanian ini masih diterapkan oleh masyarakat Jambi dalam kehidupan sehari- hari sampai sekarang. Ini terlihat adanya hukum-hukum dan Undang-Undang Adat yang mengatur seluruh kehidupan masyarakat Jambi. Hukum dan undang-undang ini dibentuk sebagai suatu pedoman adat untuk menciptakan masyarakat yang berani dan patuh. Hukum adat ini seperti aturan-aturan adat dalam adat yang teradat, adat yang diadatkan, dan adat istiadat (Agus, 2004, hlm. 34).
Keberanian juga terlihat dalam pola tingkah laku masyarakat Jambi diantaranya dengan adanya pola merantau. Pola merantau ini dilakukan oleh masyarakat Jambi dengan cara tinggal di kampung orang lain dengan tujuan untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik daripada tinggal di kampungnya sendiri. Terlihat dalam oposisi binner
Keberanian Merantau
III. SIMPULAN
Dalam pandangan Strukturalisme Levi’s Strauss cerita rakyat Jambi merupakan mitos karena ide dasar, konflik, dan penyelesaian cerita mencerminkan masyarakat pada masa itu. Analisis strukturalisme Levi’s Strauss dapat dilakukan dengan melihat episode- episode, miteme, dan oposisi biner. Cerita rakyat Jambi ”Asal-Usul Bukit Siguntang”
dalam pembagian episode-episodenya dibagi atas empat kelompok, yaitu kemurkaan Sang
Raja atas kehilangan pedang pusaka, Datuk Baju Merah berangkat ke hutan mencari pedang, Datuk Baju Merah merebut pedang pusaka dari Datuk Panglimo Tahan Takik. dan melakukan perundingan. Episode-episode dalam cerita ”Asal Usul Bukit Kancah” juga dibagi atas empat kelompok, tiga bersaudara memiliki ilmu siluman, ditugaskan Raja melawan musuh, musuh dapat dikalahkan, dan menemui adiknya yang disembunyikan di dalam kancah.
Dari episode-episode tersebut ditemukan tiga miteme dalam ”Asal-Usul Bukit Siguntang” yaitu Negeri Selado Sumai dipimpin oleh seorang raja, Datuk Baju Merah patuh kepada raja, Keberanian Datuk Baju Merah dalam merebut kembali pedang pusaka dari tangan Datuk Panglimo Tahan Takik.
Sedangkan dalam ”Asal-Usul Bukit Kancah”
ditemukan miteme, tiga bersaudara tinggal sebuah negeri yang memiliki pimpinan, mereka mematuhi perintah raja untuk melawan musuh kerajaan, dan keberanian mereka melawan musuh kerajaan sehingga musuh dapat dikalahkan.
Miteme yang ditemukan merupakan gambaran dari masyarakat Jambi ketika itu dan hal ini masih ditemukan sampai sekarang.
(1) Adanya unsur kepemimpinan, terlihat dalam kehidupan masyarakat Jambi adanya aturan-aturan adat yang telah mengatur menjadi seorang pimpinan, baik pimpinan dalam pemerintahan (adat istiadat) ataupun pimpinan dari kehidupan individu ; (2) Kepatuhan dalam menjalankan perintah pimpinan. Setiap masyarakat Jambi harus mematuhi segala perintah dari pimpinan karena itu adalah adat (kebiasaan) yang harus dijalankan. Jika adat dipatuhi dan dijalankan
akan menciptakan masyarakat yang damai dan tentram (3) Keberanian, hal ini terlihat adanya hukum-hukum dan Undang-Undang Adat yang mengatur seluruh kehidupan masyarakat Jambi. Hukum dan undang-undang ini dibentuk sebagai suatu pedoman adat untuk menciptakan masyarakat yang berani dalam kehidupan bersama agar tercipta kehidupan yang aman dan tentram.
DAFTAR PUSTAKA
Armah, Rosita.dkk.(2017). Mitos dan Cerita Rakyat Kutai Ikan Baung Putih. Di Muara Kaman:Kajian Strukturalisme. Jurnal Ilmu Budaya,Volume 1, Nomor 2.
Agus, Hasan Basri dkk. 2004. Ikhtisar Adat Melayu Kota Jambi. Kota Jambi : Lembaga Adat Tanah Pilih Pesako Betuah.
Ahimsa-Putra, HS. 2001. Strukturalisme Levi-Strauss : Mitos dan Karya Sastra.
Yogyakarta. Galang Press.
Darahim, Syamawi dkk.2006. Silsilah Raja- Raja Jambi:Undang-Undang, Piagam, dan Cerita Rakyat Jambi. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jambi.
Kahar, Thabran, dkk. 1988. Cerita Rakyat Daerah Jambi.Proyek Inventarisasi Dokumentasi Kebudayaan Daerah.
Pusat Penelitian Sejarah Dan Budaya.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Koentjaraningrat, 1994. Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta.
Gramedia.
Lembaga Adat Jambi. 2003. Dinamika Adat Jambi Dalam Era Global.Jambi.
Lazuardi Indah.
Levi-Strauss, C. 2005. Antropologi Budaya.
Terj. Ninik Rochani Sjams.
Yogyakarta. Kreasi Wacana.
Levi-Strauss, C. 1974. Structural Antropology.
New York. Basic Book.
Lestari, Ratu Agung, dkk. (2019). Struktur Cerita Rakyat Jayaprana-Layonsari dan Raden Sandubaya Seruni : Sebuah Tinjauan Strukturalisme Levi-Strauss.
Jurnal Nusa, Volume 14, Nomor 3.
Meng, Usman (Penyunting).1996. Napak Tilas Liku-Liku Provinsi Jambi:Kerajaan Melayu Kono Sampai Terbentuknya Provinsi Jambi. Jakarta : Perpustakaan Nasional
Pemerintah Kota Jambi Bekerja Sama Dengan Lembaga Adat Tanah Pilih Pesako Betuah Kota Jambi. 1995. Garis-Garis Besar Pedoman Adat Bagi Pemangku Adat Dalam Kotamadya Dati II Jambi
Proyek Inventarisasi Dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah.Pusat Penelitian Sejarah Dan Budaya Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan. 1980. Cerita Rakyat Daerah Jambi. Jambi. Anita.
Saussure, Ferdinand de. 1996. Pengantar Linguistik Umum. Terj. Rahayu S. Hidayat.
Yogyakarta. Gama Press.
Sasono, Ken Widyatwati Sasono. 2001.Serat Jatiswara ; Dalam Analisis Strukturalisme Claude Levi-Strauss. Tesis Program Pasca Sarjana Fakultas Sastra UGM. Yogyakarta.
Suwondo, Tirto.(1997). Mitos Dwi Sri pada Masyarakat Jawa. Jurnal Kebudayaan, Volume 14, Tahun VII