• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGENDALIAN INTERN PERSEDIAAN OBAT UNTUK PASIEN DINAS DI RUMAH SAKIT TINGKAT II DR. SOEDJONO MAGELANG SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PENGENDALIAN INTERN PERSEDIAAN OBAT UNTUK PASIEN DINAS DI RUMAH SAKIT TINGKAT II DR. SOEDJONO MAGELANG SKRIPSI"

Copied!
75
0
0

Teks penuh

(1)

Yans Dwi Putri Pamungkas : Pengendalian Intern Persediaan Obat Untuk Pasien Dinas di Rumah Sakit Tingkat II dr. Soedjono Magelang, 2011.

PENGENDALIAN INTERN PERSEDIAAN OBAT UNTUK PASIEN DINAS

DI RUMAH SAKIT TINGKAT II DR. SOEDJONO MAGELANG

SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan dalam Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Akuntansi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran “ Yogyakarta

Disusun oleh :

YANS DWI PUTRI PAMUNGKAS 142080259/ EA

JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”

YOGYAKARTA

2011

(2)

Yans Dwi Putri Pamungkas : Pengendalian Intern Persediaan Obat Untuk Pasien Dinas di Rumah Sakit Tingkat II dr. Soedjono Magelang, 2011.

KATA PENGANTAR

ميحرلا نمحرلا الله مسب

Assalamu’alaikum Wr.Wb.

Alhamdulillahirabbil’alamin, puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan karunia serta hidayahnya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul :

“PENGENDALIAN INTERN PERSEDIAAN OBAT UNTUK PASIEN DINAS DI RUMAH SAKIT TINGKAT II DR. SOEDJONO MAGELANG.”

Skripsi ini disusun sebagai tugas akhir yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Akuntansi pada Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa karya ini masih jauh dari sempurna dan tidak mungkin dapat terselesaikan tanpa adanya bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan dan kerelaan hati penulis mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada :

1. Ibu Kusharyanti, SE, M.Si, Akt, selaku ketua jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta.

2. Ibu Windyastuti, SE, M.Si, Akt. selaku dosen pembimbing I yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan dalam menyusun skripsi ini.

3. Ibu Dra. Sri Wahyuni W., Msc, Akt, selaku dosen pembimbing II yang rela meluangkan waktunya dan dengan penuh kesabaran memberikan nasehat, bimbingan dan pengarahan hingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

4. Ibu Dra.Sri Luna M.,Msi., Ibu Marita, SE. Msi., selaku dosen penguji I dan II.

(3)

Yans Dwi Putri Pamungkas : Pengendalian Intern Persediaan Obat Untuk Pasien Dinas di Rumah Sakit Tingkat II dr. Soedjono Magelang, 2011.

5. Segenap civitas akademik Jurusan Akuntansi yang telah memberikan bantuan selama penulis menjalani studi di Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional ”Veteran” Yogyakarta.

6. Segenap staff dan karyawan Rumkit Tk.II dr.Soedjono Magelang yang memberikan bantuan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

7. Sahabat-sahabat, teman-teman dan semua pihak yang telah memberikan bantuan moril dan material yang tidak dapat tersebutkan semuanya hingga tersusunya skripsi ini.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna, untuk itu penulis akan dengan senang hati menerima kritik dan saran dari pembaca semua. Semoga skripsi ini berguna bagi kemajuan pendidikan, amin.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

Yogyakarta, 20 Oktober 2011

Penyusun

(4)

Yans Dwi Putri Pamungkas : Pengendalian Intern Persediaan Obat Untuk Pasien Dinas di Rumah Sakit Tingkat II dr. Soedjono Magelang, 2011.

INTISARI

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengendalian intern persediaan obat untuk pasien dinas di Rumah Sakit Tk. II dr. Soedjono Magelang. Ruang lingkup penelitian ini adalah studi kasus. Sumber data dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah wawancara dan observasi. Metode analisis data yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah teknik analisis deskriptif comparative.

Ringkasan dari hasil penelitian ini adalah : pertama, struktur organisasi Rumkit Tk.II Dr. Soedjono Magelang, khususnya bagian instalasi farmasi, berbentuk fungsional, yang terdiri atas fungsi gudang, fungsi pembelian, fungsi akuntasi, dan fungsi bendahara. Namun belum dilakukan pemisahan fungsi yang baik, yaitu fungsi pembelian, fungsi gudang dan fungsi akuntansi. Kedua, Rumkit Tk.II Dr. Soedjono Magelang, belum memiliki fungsi internal audit, yaitu bagian khusus yang secara independen melakukan pemeriksaan dan penilaian terhadap pelaksanaan prosedur dan pencatatan yang ada dalam manajemen rumah sakit. Peran dan fungsi tersebut di bagian instalasi farmasi dilakukan oleh kepala bagian instalasi farmasi. Ketiga, penilaian risiko atas persediaan obat untuk pasien dinas sudah cukup memadai. Hal ini terlihat dengan adanya penaksiran resiko atas faktor kadaluarsa obat, serta membuat kebijaksanaan stok opname secara rutin setiap bulan untuk mengatasi risiko persediaan obat tersebut. Keempat, pelaksanaan informasi dan komunikasi atas persediaan obat secara umum masih memadai untuk mendukung pengendalian intern.

Fungsi-fungsi yang terkait, prosedur-prosedur, dokumen, dan catatan yang diperlukan dibentuk dan dikoordinasikan sedemikian rupa agar informasi persediaan obat yang wajar dapat dihasilkan dan dikomunikasikan setiap hari. Kelima, aktivitas pengendalian yang dilakukan terhadap pelaksanaan transaksi penerimaan dan pengeluaran obat juga masih memadai. Setiap transaksi yang terjadi juga telah di otorisasi oleh pegawai yang berwenang dan dokumen-dokumen yang digunakan dalam setiap transaksi tersebut telah memiliki nomor urut tercetak. Pengawasan fisik atas persediaan dan catatan juga sudah memadai walaupun belum ada pengecekan independen karena kegiatan tersebut dilakukan oleh kepala instalasi farmasi sendiri.

Namun belum ada pemisahan tugas yang cukup, karena masih adanya rangkap jabatan, yaitu fungsi gudang, fungsi pembelian dan fungsi akuntansi. Dan yang keenam, aktivitas pengawasan terhadap pengendalian intern persediaan obat untuk pasien dinas telah dilaksanakan dengan baik melalui kegiatan stock opname secara periodik setiap bulannya.

Kata kunci : Pengendalian Intern, Rumah Sakit, Persediaan Obat.

(5)

Yans Dwi Putri Pamungkas : Pengendalian Intern Persediaan Obat Untuk Pasien Dinas di Rumah Sakit Tingkat II dr. Soedjono Magelang, 2011.

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

KATA PENGANTAR ... ii

INTISARI ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GABAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 3

C. Tujuan Penelitian ... ` 4

D. Batasan Masalah ... 4

E. Manfaat Penelitian ... 5

F. Sistematika Penelitian ... 6

BAB II LANDASAN TEORI ... 8

A. Pengendalian Intern ... 8

1. Pengertian Pengendalian Intern ... 8

2. Keterbatasan Pengendalian Intern ... 20

B. Pengertian dan Jenis-jenis Persediaan ... 21

1. Pengertian Persediaan ... 22

2. Jenis-jenis Persediaan ... 22

3. Sistem Pencatatan Persediaan ... 23

C. Pengertian Rumah Sakit ... 25

(6)

Yans Dwi Putri Pamungkas : Pengendalian Intern Persediaan Obat Untuk Pasien Dinas di Rumah Sakit Tingkat II dr. Soedjono Magelang, 2011.

1. Pengertian Rumah Sakit ... 25

2. Misi Rumah Sakit ... 26

3. Tugas Rumah Sakit ... 26

4. Fungsi Rumah Sakit ... 27

5. Klasifikasi Rumah Sakit ... 29

6. Instalasi Farmasi Rumah Sakit ... 32

D. Tinjauan Penelitian Terdahulu ... 40

E. Kerangka Pemikiran ... 41

BAB III METODE PENELITIAN ... 42

A. Lokasi Penelitian ... 42

B. Jenis Penelitian ... 42

C. Jenis Data dan Sumber Data ... 43

D. Teknik Pengumpulan Data ... 43

E. Metode Analisis Data ... 45

F. Responden ... 46

BAB IV ANALISIS DATA ... 47

1. Mengetahui bagaimanakah penerapan pengendalian intern persediaan obat yang ada di Rumkit Tk II Dr Soedjono Magelang. ... 47

2. Mengetahui bagaimanakah pengendalian intern persediaan obat Rumkit Tk II Dr Soedjono Magelang jika dibandingkan dengan teori yang terdapat dalam buku-buku referensi. ... 59

3. Merekomendasikan SPI yang sesuai dengan kondisi di Rumkit Tk.II Dr. Soedjono Magelang. ... 66

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 69

(7)

Yans Dwi Putri Pamungkas : Pengendalian Intern Persediaan Obat Untuk Pasien Dinas di Rumah Sakit Tingkat II dr. Soedjono Magelang, 2011.

A. Kesimpulan ... 69

B. Keterbatasan ... 69

C. Saran ... 71

DAFTAR PUSTAKA ... 73

(8)

Yans Dwi Putri Pamungkas : Pengendalian Intern Persediaan Obat Untuk Pasien Dinas di Rumah Sakit Tingkat II dr. Soedjono Magelang, 2011.

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel Pembeda pengandalian intern

menurut teori vs Rumkit dr.Soedjono Magelang ...

(9)

Yans Dwi Putri Pamungkas : Pengendalian Intern Persediaan Obat Untuk Pasien Dinas di Rumah Sakit Tingkat II dr. Soedjono Magelang, 2011.

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran ...

(10)

Yans Dwi Putri Pamungkas : Pengendalian Intern Persediaan Obat Untuk Pasien Dinas di Rumah Sakit Tingkat II dr. Soedjono Magelang, 2011.

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Bagan Arus Persediaan Obat Dinas

Lampiran 2 Bagan Arus Persediaan Obat Dinas (Saran) Lampiran 3 Job Description Kepala Instalasi Farmasi

Lampiran 4 Struktur Organisasi Rumah Sakit Tk.II 04.05.01 dr.Soedjono Lampiran 5 Surat Edaran Batasan Peresepan Untuk Pasien Dinas

Lampiran 6 Surat Pesanan

Lampiran 7 Surat Pesanan Narkotika Lampiran 8 Surat Pesanan Psikotropika

Lampiran 9 Prosedur Tetap Tentang Penghapusan Perbekalan Kesehatan Lampiran 10 Berita Acara Pemusnahan Narkotika

Lampiran 11 Berita Acara Pemusnahan Perbekalan Farmasi

(11)

Yans Dwi Putri Pamungkas : Pengendalian Intern Persediaan Obat Untuk Pasien Dinas di Rumah Sakit Tingkat II dr. Soedjono Magelang, 2011.

BAB I

PENDAHULUAN

A Latar Belakang Masalah

Kegiatan utama sebuah rumah sakit adalah menjual jasa perawatan, namun perawatan terhadap pasien tidak akan maksimal jika persediaan obat yang dimiliki rumah sakit tersebut tidak lengkap.

Persediaan obat dalam suatu rumah sakit memiliki arti yang sangat penting karena persediaan obat merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas pelayanan suatu rumah sakit. Oleh karena itu, perlakuan akuntansi persediaan obat yang baik harus diterapkan oleh pihak rumah sakit untuk membentu kelancaran dalam kegiatan operasionalnya. Tanpa adanya persediaan, rumah sakit akan dihadapkan pada risiko tidak dapat memenuhi kebutuhan para pengguna jasa rumah sakit (pasien).

Persediaan meliputi semua barang yang dimiliki dengan tujuan untuk dijual kembali atau dikonsumsi dalam operasi normal perusahaan (Harnanto, 2002:222).

Pengelolaan persediaan obat dimulai dari pembeliaan, penyimpanan (gudang), prosedur permintaan dan pengeluaran barang, sampai ke sistem perhitungan fisik dan prosedur pemusnahan persediaan obat.

Persediaan sangat rentan terhadap kerusakan maupun pencurian. Oleh karena itu diperlukan pengendalian intern yang bertujuan melindungi persediaan obat tersebut dan juga agar informasi mengenai persediaan lebih dapat dipercaya. Pengendalian intern persediaan dapat dilakukan dengan melakukan tindakan pengamanan untuk mencegah terjadinya kerusakan, pencurian, maupun tindakan penyimpangan lainnya.

(12)

Yans Dwi Putri Pamungkas : Pengendalian Intern Persediaan Obat Untuk Pasien Dinas di Rumah Sakit Tingkat II dr. Soedjono Magelang, 2011.

Kerusakan, penyimpanan yang tidak benar, lalai dalam pencatatan, dan semua kemungkinan lainnya dapat menyebabkan catatan persediaan berbeda dengan persediaan yang sebenarnya ada di gudang. Dan karena aktivitas keluar masuk obat yang cukup tinggi frekuensinya, maka diperlukan pemeriksaan persediaan secara periodik atas catatan persediaan dengan perhitungan yang sebenarnya.

Rumah Sakit Tk. II Dr. Soedjono Magelang merupakan Rumah Sakit milik TNI, yang pada mulanya diperuntukkan khusus untuk mengobati pasien dinas (anggota TNI beserta keluarga dan PNS Kemenham beserta keluarga), namun karena adanya keterbatasan biaya operasional maka manajemen Rumah Sakit memutuskan untuk menerima pasien umum dan pasien askes. Terdapat 3 (tiga) jenis persediaan obat di Rumkit Tk. II Dr. Soedjono Magelang yang dibedakan menurut jenis pasien, yaitu:

persediaan obat untuk pasien dinas, persediaan obat untuk pasien umum, dan persediaan obat untuk pasien askes. Untuk mempersempit cakupan penelitian, penulis hanya akan meneliti hal-hal yang berkaitan dengan persediaan obat untuk pasien dinas. Keputusan ini penulis ambil karena disamping pada awal pendirian, rumah sakit ini ditujukan untuk pasien dinas, juga karena pengadaan obat untuk pasien dinas berbeda dengan pengadaan obat untuk pasien umum dan askes. Pengadaan obat-obatan untuk pasien dinas berasal dari pusat (Komando Daerah Militer IV/Diponegoro Bagian Kesehatan, yang berkedudukan di Semarang) yang diberikan/dijatah 3 bulan sekali. Namun, jika suatu saat pasien dinas memerlukan obat yang tidak dimiliki atau stok obat yang terdapat di gudang habis, maka bagian gudang akan menginformasikannya kepada bagian pembelian untuk selanjutnya dilakukan pembelian obat sesuai dengan yang diperlukan. Pembelian ini dilakukan karena jika menunggu kiriman dari pusat membutuhkan waktu yang lama.

(13)

Yans Dwi Putri Pamungkas : Pengendalian Intern Persediaan Obat Untuk Pasien Dinas di Rumah Sakit Tingkat II dr. Soedjono Magelang, 2011.

Terdapat beberapa bagian berkaitan dengan persediaan obat dinas, yaitu: bagian gudang, pembelian, dan akuntansi. Dalam teori yang terdapat dalam buku-buku referensi, terdapat pemisahan tanggung jawab masing-masing bagian secara tegas yang bertujuan untuk mencegah dan agar dapat dilakukannya deteksi segera atas kesalahan dan ketidakberesan dalam pelaksanaan tugas yang dibebankan kepada seseorang. Namun pada kenyataannya, dalam pengelolaan persediaan obat dinas pemisahan fungsi belum dilaksanakan dengan semestinya. Bagian pembelian selain menjalankan tanggung jawab bagian pembelian juga menjalankan tanggung jawab bagian gudang dan bagian akuntansi.

Berdasarkan uraian diatas, peneliti bermaksud mengadakan penelitian pada Rumah Sakit Tk. II Dr. Soedjono Magelang atas sistem pengendalian intern pengendalian obat untuk pasien dinas dengan mengambil judul “PENGENDALIAN INTERN PERSEDIAAN OBAT UNTUK PASIEN DINAS DI RUMAH SAKIT TK. II Dr.

SOEDJONO MAGELANG”.

B Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas pokok permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini yaitu:

1. Bagaimanakah penerapan pengendalian intern persediaan obat-obatan untuk pasien dinas di Rumkit Tk II Dr Soedjono Magelang?

2. Bagaimanakah penerapan pengendalian intern persediaan obat-obatan untuk pasien dinas di Rumkit Tk.II Dr. Soedjono Magelang dibandingan dengan teori yang terdapat dalam buku-buku referensi?

3. Bagaimanakah SPI yang sesuai untuk diterapkan dalam pengendalian intern persediaan obat-obatan untuk pasien dinas di Rumkit Tk.II Dr.

Soedjono Magelang?

(14)

Yans Dwi Putri Pamungkas : Pengendalian Intern Persediaan Obat Untuk Pasien Dinas di Rumah Sakit Tingkat II dr. Soedjono Magelang, 2011.

C Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:

4. Untuk mengetahui bagaimanakah penerapan pengendalian intern persediaan obat yang ada di Rumkit Tk II Dr Soedjono Magelang.

5. Untuk mengetahui bagaimanakah pengendalian intern persediaan obat Rumkit Tk II Dr Soedjono Magelang jika dibandingkan dengan teori yang terdapat dalam buku-buku referensi.

6. Merekomendasikan SPI yang sesuai dengan kondisi di Rumkit Tk.II Dr.

Soedjono Magelang.

D Batasan Penelitian

Untuk menghindari ruang lingkup yang terlalu luas sehingga penelitian dapat terarah dengan baik sesuai tujuan penelitian serta dengan adanya keterbatasan waktu pengerjaan maka perlu adanya batasan penelitian. Batasan penelitian ini adalah:

1. Penelitian yang akan dilakukan hanya terbatas pada semua kegiatan yang berkaitan dengan persediaan obat untuk pasien dinas.

2. Penelitian hanya dilakukan pada proses kegiatan dan pencatatan kegiatan yang berkaitan dengan persediaan obat untuk pasien dinas.

E Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah:

a. Manfaat praktis:

Dalam penelitian ini diharapkan dapat menambah masukan atau sebagai bahan pertimbangan bagi pihak Rumah Sakit Tk. II Dr. Soedjono Magelang dalam kaitannya

(15)

Yans Dwi Putri Pamungkas : Pengendalian Intern Persediaan Obat Untuk Pasien Dinas di Rumah Sakit Tingkat II dr. Soedjono Magelang, 2011.

dengan Pengandalian Intern Persediaan Obat untuk Pasien Dinas yang lebih efektif dan efisien.

b. Manfaat teoritis:

1. Bagi Penulis

Diharapkan dapat menambah wawasan tentang Pengandalian Intern Persediaan Obat untuk Pasien Dinas pada Rumah Sakit sehingga dapat memantapkan penerapan teori dengan praktik yang terjadi di lapangan.

2. Bagi Pembaca

Diharapkan dapat menambah wawasan mengenai Pengandalian Intern Persediaan Obat untuk Pasien Dinas pada Rumah Sakit Tk. II Dr. Soedjono Magelang, serta diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan referensi dalam penelitian masa yang akan datang.

F. Sistematika Penelitian

Adapun sistematika penulisan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, batasan, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II LANDASAN TEORI

Bab ini berisi landasan teori yang digunakan untuk membahas masalah yang diangkat dalam penelitian. Mencakup teori-teori dan konsep-konsep yang

(16)

Yans Dwi Putri Pamungkas : Pengendalian Intern Persediaan Obat Untuk Pasien Dinas di Rumah Sakit Tingkat II dr. Soedjono Magelang, 2011.

relevan, serta penelitian terdahulu yang mendukung analisis pemecahan masalah dalam penelitian ini.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini berisi mengenai lokasi penelitian, jenis penelitian, jenis data dan sumber data, teknik pengumpulan data, metode analisis data serta responden. Bab ini merupakan landasan dalam menganalisis data.

BAB IV ANALISIS DATA

Bab ini membahas tentang deskripsi penelitian berdasarkan data-data yang telah dikumpulkan dan pembahasan hasil penelitian, serta saran yang diajukan untuk pertimbangan selanjutnya.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini menjelaskan kesimpulan dari hasil analisis yang telah dilakukan dan saran-saran yang mungkin dapat diajukan dan dilaksanakan untuk penelitian berikutnya.

(17)

Yans Dwi Putri Pamungkas : Pengendalian Intern Persediaan Obat Untuk Pasien Dinas di Rumah Sakit Tingkat II dr. Soedjono Magelang, 2011.

BAB II

LANDASAN TEORI

A Pengendalian Intern

1. Pengertian Pengendalian Intern

Pengendalian intern harus dilaksanakan seefektif mungkin dalam suatu perusahaan untuk mencegah dan menghindari terjadinya kesalahan, kecurangan, dan penyelewengan. Di perusahaan kecil, pengendalian masih dapat dilakukan oleh pemilik perusahaan. Namun semakin besar perusahaan, dimana ruang gerak dan tugas-tugas yang harus dilakunan semakin komplek, menyebabkan pimpinan perusahaan tidak mungkin lagi melakukan pengendalian secara langsung, maka dibutuhkan suatu pengendalian intern yang dapat memberikan keyakinan kepada pimpinan bahwa tujuan perusahaan telah tercapai.

Menurut Alvin A. Arens dan James K. Loebecke dalam bukunya Auditing An Intergrated Approach (2000 : 315) “Internal control is a process designed to provide reasonable assurance the achievement of management’s objectives in the following categoties :

a. Reliability of financial reporting,

b. Effectiveness and efficiency of operations,

c. Compliance with applicable laws and regulation.”

Dari definisi diatas, maka dapat diliahat bahwa pengendalian intern ditekankan pada konsep-konsep dasar sebagai berikut:

1. Pengendalian intern merupakan suatu proses. Pengendalian intern merupakan suatu proses untuk mencapai tujuan tertentu. Pengendalian intern merupakan suatu

(18)

Yans Dwi Putri Pamungkas : Pengendalian Intern Persediaan Obat Untuk Pasien Dinas di Rumah Sakit Tingkat II dr. Soedjono Magelang, 2011.

rangkaian tindakan yang bersifat pervasive dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan, bukan hanya sebagai tambahan infrastruktur entitas.

2. Pengendalian intern dilakukan oleh manusia. Pengendalian intern bukan hanya terdiri dari pedoman kebijaksanaan dan formulir, namun dijalankan oleh orang dari setiap jenjang organisasi, yang mencakup dewan direksi, manajemen, dan personalia lainnya yang berperan di dalamnya.

3. Pengendalian intern diharapkan hanya dapat memberikan keyakinan yang memadai , bukan keyakinan mutlak bagi manajemen dan dewan direksi perusahaan. Hal ini disebabkan karena keterbatasan bawahan yang melekat dalam semua sistem pengendalian intern dan pertimbangan manfaat dan pengorbanan dalam pencapaian tujuan pengendalian.

4. Pengendalian intern disesuaikan dengan pencapaian tujuan di dalam kategori pelaporan keuangan, kepatuhan, dan operasi yang saling melengkapi.

Sedangkan menurut Mulyadi dalam buku Sistem Akuntansi (2008:163)

“mendefinisikan sistem pengendalian intern meliputi struktur organisasi, metode, ukuran- ukuran yang dikoordinasikan untuk menjaga kekayaan organisasi, mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansi, mendorong efisiensi dan mendorong dipatuhinya kebijakan manajemen.”

Jadi dapat disimpulkan bahwa pengandalian intern merupakan suatu proses yang dilakukan untuk mencapai tujuan organisasi yang terdiri dari berbagai kebijakan, prosedur, teknik, peralatan fisik, dokumentasi, dan manusia.

Menurut tujuannya, sistem pengendalian intern tersebut dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu:

1. Pengendalian intern akuntansi 2. Pengendalian intern administratif

(19)

Yans Dwi Putri Pamungkas : Pengendalian Intern Persediaan Obat Untuk Pasien Dinas di Rumah Sakit Tingkat II dr. Soedjono Magelang, 2011.

Pengendalian intern akuntansi yang merupakan bagian dari pengendalian intern, meliputi struktur organisasi, metode dan ukuran-ukuran yang dikoordinasikan terutama untuk menjaga kekayaan organisasi dan mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansi.

Pengendalian intern administratif meliputi struktur organisasi, metode dan ukuran- ukuran yang dikoordinasikan terutama untuk mendorong efisiensi dan dipatuhinya kebijakan manajemen.

Menurut Mulyadi dalam bukunya Auditing (2008:181), “Tujuan pengendalian intern adalah sebagai berikut:

1. Keandalan informasi keuangan,

2. Kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku, 3. Efektifitas dan efisiensi operasi.”

Dalam SAS (Statement on Auditing Standards) No.78 yang terdapat Standar Profesi Akuntan Publik dinyatakan bahwa “komponen pengendalian internal terdiri dari:

a. Lingkugan pengendalian, b. Penilaian resiko,

c. Informasi dan komunikasi, d. Pengawasan,

e. Aktivitas pengendalian”.

a. Lingkungan Pengendalian

Lingkungan pengendalian intern adalah hal yang mendasar dalam komponen pengendalian intern. Lingkungan pengendalian terdiri dari tindakan, kebijakan, prosedur yang mencerminkan sikap menyeluruh manajemen puncak, direktur, dewan komisaris, dan pemilik suatu satuan usaha tersebut. Dari pengertian lingkungan

(20)

Yans Dwi Putri Pamungkas : Pengendalian Intern Persediaan Obat Untuk Pasien Dinas di Rumah Sakit Tingkat II dr. Soedjono Magelang, 2011.

pengendalian intern tersebut, dapat diketahui bahwa efektifitas pengendalian dalam suatu organisasi terletak pada sikap manajemen. Lingkungan pengendalian merupakan landasan untuk semua unsur pengendalian intern lainnya yang membentuk disiplin dan struktur dalam organisasi.

Menurut Hall Singleton (2007 : 28) “Lingkungan pengendalian memiliki beberapa elemen penting diantaranya yaitu:

1. falsafah dan gaya manajemen operasi, 2. struktur organisasi

3. komite audit,

4. penetapan wewenang dan tanggung jawab, 5. metode pengawasan manajemen,

6. fungsi audit intern,

7. praktek dan kebijakan karyawan, 8. pengaruh ekstern”.

1. Falsafah dan Gaya Manajemen Operasi

Falsafah manajemen adalah seperangkat parameter bagi perusahaan dan karyawan. Falsafah merupakan apa yang seharusnya dikerjakan dan apa yang tidak dikerjakan oleh perusahaan. Manajemen, melalui aktivitasnya, memberikan tanda yang jelas kepada pegawai tentang pentingnya pengendalian. Gaya operasi mencerminkan ide manajer tentang bagaimana operasi suatu perusahaan harus dilakukan.

2. Struktur Organisasi

Menurut George H. Bodnar dan William S. Hopwood dalam buku Sistem Informasi Akuntansi (2003 : 174), “Struktur organisasi didefinisikan sebagai pola otoritas dan tanggung jawab yang terdapat dalam perusahaan”. Struktur organisasi

(21)

Yans Dwi Putri Pamungkas : Pengendalian Intern Persediaan Obat Untuk Pasien Dinas di Rumah Sakit Tingkat II dr. Soedjono Magelang, 2011.

formal biasanya digambarkan dalam suatu bagan organisasi. Bagan organisasi ini menunjukkan garis arus komunikasi dalam organisasi.

Menurut Richard L. Daft yang diterjemahkan oleh Edward Tanujaya (2007 : 19),

“struktur organisasi yang baik harus memenuhi hal-hal sebagai berikut:

a. Spesialisasi aktivitas, b. Standarisasi aktivitas, c. Koordinasi aktivitas, d. Sentralisasi aktivitas, e. Ukuran unit kerja”.

3. Komite Audit

Dewan komisaris yang efektif adalah yang independen dari manajemen dan anggota-anggotanya aktif menilai aktivitas manajemen. Komite audit biasanya dibebani tanggung jawab mengenai laporan keuangan, mencakup struktur pengendalian intern, dan ketaatan terhadap pengaturan dan undang-undang.

Komite audit harus memelihara komunikasi langsung yang terus menerus antara dewan komisaris dengan auditor internal maupun eksternal, agar pengendalian intern menjadi lebih efektif.

4. Penetapan Wewenang dan Tanggung Jawab

Di samping aspek komunikasi informasi, metode komunikasi formal mengenai wewenang dan tanggung jawab dan masalah sejenis yang berkaitan dengan pengendalian juga sama pentingnya. Hal ini mencakup cara-cara seperti memo dari manajemen tentang pentingnya pengendalian dan masalah yang berkaitan dengan pengendalian, organisasi formal dan rencana operasi, deskripsi tugas pegawai dan kebijakan terkait, dan dokumen kebijakan yang menggambarkan perilaku pegawai seperti perbedaan kepentingan dank ode etik perilaku formal.

(22)

Yans Dwi Putri Pamungkas : Pengendalian Intern Persediaan Obat Untuk Pasien Dinas di Rumah Sakit Tingkat II dr. Soedjono Magelang, 2011.

5. Metode Pengawasan Manajemen

Metode pengendalian manajemen merupakan metode yang digunakan manajemen untuk memantau aktivitas setiap fungsi dan anggota organisasi. Menurut George H. Bodnar dan William S. Hopwood (2003 : 178), “metode-metode pengendalian manajemen terdiri dari teknik-teknik yang digunakan oleh manajemen untuk menyampaikan instruksi dan tujuan-tujuan operasi kepada bawahan dan untuk mengevaluasi hasil-hasilnya”.

6. Fungsi Audit intern

Fungsi audit intern dibuat dalam satuan usaha untuk memantau efektivitas kebijakan dan prosedur lain yang berkaitan dengan pengendalian. Untuk meningkatkan keefektifan fungsi audit intern, adanya staf audit intern yang independen dari bagian operasi dan akuntansi menjadi penting, dan melapor kepada tingkat manajemen yang lebih tinggi dalam organisasi, baik manajemen puncak atau komite audit dari dewan direksi dan komisaris.

7. Praktek dan Kebijakan Karyawan

Tujuan pengendalian intern dapat dicapai melalui serangkaian tindakan manusia dalam organisasi, maka anggota organisasi merupakan elemen yang paling penting dalam struktur pengawasan intern. Tujuan pengendalian intern harus dipandang relavan dengan individu yan gmenjalankan pengendalian tersebut.

Oleh karena pentingnya perusahaan memiliki pegawai yang jujur dan kompeten, maka perusahaan perlu memiliki kebijakan dan prosedur yang baik dalam penerimaan pegawai, pengembangan kompetensi karyawan, penilaian prestasi, dan pemberian kompensasi atas prestasi mereka.

8. Pengaruh Ekstern

(23)

Yans Dwi Putri Pamungkas : Pengendalian Intern Persediaan Obat Untuk Pasien Dinas di Rumah Sakit Tingkat II dr. Soedjono Magelang, 2011.

Pengaruh ekstern adalah pengaruh yang ditetapkan dan dilakukan oleh pihak luar suatu perusahaan, yang mempengaruhi suatu operasi dan praktek perusahaan. Hal ini meliputi pemantauan dan kepatuhan terhadap persyaratan yang ditetapkan badan legislatif dan instansi yang mengatur. Pengaruh ekstern biasanya merupakan wewenang di luar perusahaan. Pengaruh ini dapat meningkatkan kesadaran dan sikap manajemen terhadap perilaku dan pelaporan operasi perusahaan, serta dapat juga mendesak manajemen untuk menetapkan kebijakan dan prosedur pengendalian intern.

b. Penilaian Risiko

Menurut Hall Singleton (2007 : 29), “perusahaan harus melakukan penilaian risiko (risk assessment) untuk mengidentifikasi, menganalisis, dan mengelola risiko yang berkaitan dengan pelaporan keuangan”. Penilaian risiko manajemen untuk tujuan pelaporan keuangan dan desain serta implementasi aktivitas pengendalian yang ditujukan untuk mengurangi risiko tersebut pada tingkat minimum untuk mempertimbangkan biaya dan manfaatnya. Tujuan manajemen mengadakan penilaian risiko adalah untuk menentukan bagaimana cara mengatasi risiko yang telah di identifikasi.

c. Informasi dan Komunikasi

William C. Boyton dan Walter G. Kell (2002 : 263), menerangkan informasi dan komunikasi dalam definisi sebagai berikut :

“The information system relevant to financial teporting objectives, which includes the accounting system, consists of the methods, and records esthablished to identify, assemble, analyze, classify, record and report entity transaction (a well

(24)

Yans Dwi Putri Pamungkas : Pengendalian Intern Persediaan Obat Untuk Pasien Dinas di Rumah Sakit Tingkat II dr. Soedjono Magelang, 2011.

as events and conditions) and to maintain accountability for the related assets and liabilities. Communication involves providing a clear understanding of individual roles and responsibility pertaining to the internal control structure over financial reporting”.

Pengertian informasi dan komunikasi dalam hal ini lebih luas cakupannya dan sudah termasuk di dalamnya sistem akuntasi.

Menurut Mulyadi dalam bukunya Auditing (2008 : 179-180), “sistem akuntasi yang efektif adalah sistem akuntansi yang dapat memberikan keyakinan yang memadai bahwa transaksi dicatat atau terjadi adalah:

1. sah,

2. telah diotorisasi, 3. telah dicatat,

4. telah dinilai secara wajar, 5. telah digolongkan secara wajar,

6. telah dicatat dalam periode seharusnya,

7. telah dimasukkan ke dalam buku pembantu dan telah diringkas dengan benar”.

Komunikasi menyangkut penyampaian informasi kepada semua yang terlibat dalam pelaporan keuangan agar mereka memahami bagaimana aktivitasnya berhubungan dengan pekerjaan orang lain, baik di dalam organisasi maupun diluar organisasi. Menurut Mulyadi (2008 : 108), “pedoman kebijakan, pedoman akuntansi dan pelaporan keuangan, daftar akuntansi dan memo juga merupakan bagian dari komponen informasi dan komunikasi dalam struktur pengendalian intern”.

(25)

Yans Dwi Putri Pamungkas : Pengendalian Intern Persediaan Obat Untuk Pasien Dinas di Rumah Sakit Tingkat II dr. Soedjono Magelang, 2011.

d. Aktivitas Pengendalian

Hall Singleton (2007 : 32), “ Aktivitas pengendalian (control activity) adalah berbagai kebijakan dan prosedur yang digunakan untuk memastikan bahwa tindakan yang tepat telah dilakukan untuk menangani berbagai resiko yang telah di identifikasi perusahaan”.

Aktivitas pengendalian dapat dikategorikan dalam berbagai aktivitas diantaranya:

1. Otorisasi Transaksi

Tujuan dari otorisasi transaksi adalah untuk memastikan bahwa semua transaksi material yang diproses oleh sistem informasi valid dan sesuai dengan tujuan pihak manajemen. Dalam organisasi, otorisasi untuk setiap transaksi hanya dapat diberikan oleh orang yang memiliki wewenang untuk menyetujui terjadinya transaksi tersebut. Orang atau kelompok yang menjamin otorisasi khusus untuk suatu transaksi seharusnya memegang posisi yang sepadan dengan sifat dan besarnya transaksi.

2. Pemisahan Tugas

Tujuan utama pemisahan tugas ini adalah mencegah dan agar dapat dilakukannya deteksi segera atas kesalahan dan ketidakberesan dalam pelaksanaan tugas yang dibebankan kepada seseorang. Pembagian tugas dalam suatu organisasi di dasarkan pada prinsip-prinsip berikut:

 Pemisahan fungsi penyimpanan dan fungsi akuntansi,

 Pemisahan fungsi otorisasi dan fungsi penyimpanan,

 Pemisahan fungsi otorisasi dan fungsi akuntansi,

 Pemisahan fungsi dalam pengelolaan data elektronik, yaitu:

a. Fungsi perancangan sistem dan penyusunan program, b. Fungsi operasi fasilitas pengolahan data.

(26)

Yans Dwi Putri Pamungkas : Pengendalian Intern Persediaan Obat Untuk Pasien Dinas di Rumah Sakit Tingkat II dr. Soedjono Magelang, 2011.

3. Catatan Akuntansi

Catatan akuntansi (accounting record) suatu perusahaan terdiri dari dolumen sumber, jurnal dan buku besar. Dolumen dan catatan adalah objek fisik dimana transaksi dimasukkan dan diikhtisarkan dalam sebuah dokumen yang disebut dengan formulir. Formulir merupakan media yang digunakan untuk merekam penggunaan wewenang dalam memberikan otorisasi terlaksananya transaksi dalam organisasi . oleh karena itu penggunaan formulir harus diawasi sedemikian rupa guna mengawasi pelaksanaan otorisasi.

Menurut Alvin A. Arens dan James K. Loebbecke (2000 : 266-267), “prinsip- prinsip relevan tertentu yang harus diikuti dalam membuat rancangan dan penggunaan catatan dan dokumen yan gpantas yaitu bahwa dokumen dan catatan sebaiknya:

a. berseri dan prenumbered untuk memungkinkan pengendalian atas hilangnya dokumen dan sebagai alat bantu dalam penempatan dokumen,

b. disiapkan pada saat transaksi terjadi dan sesudahnya,

c. cukup sederhana untuk menjamin bahwa dokumen dan catatan dapat dimengerti dengan jelas,

d. dirancang sedapat mungkin untuk multiguna sehingga meminimalkan bentuk dokumen dan catatan yang berbeda-beda,

e. dirancang dalam bentuk yang mendorong penyajian yang benar yaitu dengan memasukka unsur pengecekan intern dalam formulir dan catatan”.

4. Pengendalian Akses

Tujuan pengendalian akses adalah untuk memastikan hanya personel yang sah saja yang memiliki akses ke aktiva perusahaan. Cara paling baik untuk melindungi aktiva perusahaan dan catatan adalah dengan menyediakan perlindungan secara

(27)

Yans Dwi Putri Pamungkas : Pengendalian Intern Persediaan Obat Untuk Pasien Dinas di Rumah Sakit Tingkat II dr. Soedjono Magelang, 2011.

fisik , contohnya adalah penggunaan gudang untuk melindungi persediaan dari kemungkinan kerusakan, penggunaan lemari besi dan kotak tahan api untuk melindungi uang tunai dan surat berharga. Selain itu perlindungan fisik lainnya adalah pembuatan kembali catatan yang rusak dan penggunaan alat elektronik dalam mencatat sistem akuntansi.

5. Verifikasi Independen

Prosedur verifikasi (verification procedure) adalah pemeriksaan independen terhadap sistem akuntansi untuk mendeteksi kesalahan dan kesalahan penyajian.

Keempat aktivitas pengendalian sebelumnya memerlukan pengecekan atau verifikasi intern secara terus-menerus untuk memantau efektivitas pelaksanaannya.

e. Pemantauan

Pemantauan (monitoring) adalah proses penilaian kualitas kinerja struktur pengendalian intern secara periodik dan terus-menerus. Pemantauan dilaksanakan oleh orang yang semestinya melakukan pekerjaan tersbut, baik pada tahap desain meupun pengoperasian pengendalian pada waktu yang tepat. Tujuannya adalah untuk menentukan apakah pengawasan intern telah beroperasi sebagaimana yang telah disesuaikan dengan perubahan keadaan. Pemantauan dapat dilakukan oleh suatu bagian khusus yang disebut dengan bagian pemeriksaan intern (audit internal).

2. Keterbatasan Pengendalian Intern

Walaupun telah disusun sedemikian rapi dan diselenggarakan secara memadai, namun pada dasarnya struktur pengendalian internal tetap memiliki keterbatasan bawaan.

Oleh karena itu, seperti telah disebutkan diatas, pengendalian intern hanya memberikan

(28)

Yans Dwi Putri Pamungkas : Pengendalian Intern Persediaan Obat Untuk Pasien Dinas di Rumah Sakit Tingkat II dr. Soedjono Magelang, 2011.

keyakinan memadai bukan keyakinan mutlak kepada manajemen dan dewan komisaris tentang pencapaian tujuan entitas. Keterbatasan-keterbatasan ini menurut Tuanakotta (1982 : 98) disebabkan oleh faktor-faktor berikut:

1. Adanya persekongkolan;

2. Biaya; dan 3. Manusia

Keterbatasan bawaan yang melekat dalam setiap pengendalian intern (Mulyadi, 2002 : 18) adalah sebagai berikut:

1. Kesalahan dalam pertimbangan

Manajemen dan personil lain seringkali melakukan kesalahan dalam pengambilan keputusan bisnis atau dalam melaksanakan tugas rutin yang disebabkan karena kekurangan informasi, keterbatasan waktu atau tekanan lain.

2. Gangguan

Gangguan pada pengendalian yang telah ditetapkan dapat terjadi karena personil salah memahami perintah atau melakukan kesalahan karena kecerobohan, kebingungan, atau kelelahan. Perubahan yang bersifat sementara atau permanen dalam personel atau dalam sistem dan prosedur dapat pula mengakibatkan gangguan.

3. Kolusi

Kolusi atau persekongkolan dapat mengakobatkan bobolnya pengendalian intern yang dibangun untuk melindungi kekayaan entitas dan tidak terungkapnya ketidakberesan atau tidak terdeteksinya kecurangan oleh pengendalian intern yang dirancang.

4. Pengabaian oleh manajemen

Manajemen dapat mengabaikan kebijakan atau prosedur yang telah ditetapkan untuk tujuan yang tidak sah seperti keuntungan pribadi, penyajian kondisi keuangan yang berlebihan, atau kepatuhan semu.

(29)

Yans Dwi Putri Pamungkas : Pengendalian Intern Persediaan Obat Untuk Pasien Dinas di Rumah Sakit Tingkat II dr. Soedjono Magelang, 2011.

5. Biaya lawan manfaat

Biaya yang diperlukan untuk mengoperasikan pengendalian intern tidak boleh melebihi manfaat yang diharapkan dari pegendalian intern tersebut. Namun pengukuran biaya dan manfaat sulit dilakukan dengan tepat. Manajemen harus memperkirakan dan mempertimbangkan secara kuantitatif dan kualitatif dalam mengecaluasi hubungan biaya dan manfaat suatu pengendalian intern.

B Pengertian dan Jenis-jenis Persediaan

Istilah yang digunakan untuk menunjukkan barang-barang yang dimiliki oleh suatu perusahaan akan tergantung pada jenis usaha perusahaan masing-masing.

1. Pengertian Persediaan

Pada setiap tingkat perusahaan, baik perusahaan kecil, menengah, maupun perusahaan besar, persediaan sangat penting bagi kelangsungan hidup perusahaan.

Perusahaan harus dapat memperkirakan jumlah persediaan yang dimilikinya. Persediaan yang dimiliki oleh perusahaan tidak boleh terlalu banyak dan juga tidak boleh terlalu sedikit karena akan mempengaruhi biaya yang akan dikeluarkan untuk biaya persediaan tersebut.

Menurut Skousen. Stice, Stice. (2004:653), ”Persediaan adalah aktiva yang disimpan untuk dijual dalam kegiatan normal perusahaan, juga aktiva yang tersedia untuk digunakan sebagai bahan dalam proses produksi”.

Pendapat lain dikemukakan oleh Harnanto (2002:222) bahwa persediaan

“meliputi sebuah barang yang dimiliki dengan tujuan untuk dijual kembali dan atau dikonsumsi dalam operasi normal perusahaan”.

Kesimpulannya adalah bahwa persediaan merupakan suatu istilah yang menunjukkan segala sesuatu dari sumber daya yang ada dalam suatu proses yang

(30)

Yans Dwi Putri Pamungkas : Pengendalian Intern Persediaan Obat Untuk Pasien Dinas di Rumah Sakit Tingkat II dr. Soedjono Magelang, 2011.

bertujuan untuk mengantisipasi segala kemungkinan yang terjadi baik karena adanya permintaan maupun adanya masalah lain.

2. Jenis-Jenis Persediaan

Jenis-jenis persediaan akan berbeda sesuai dengan bidang atau kegiatan normal usaha perusahaan tersebut. Berdasarkan bidang usaha perusahaan dapat berbentuk perusahaan industri, perusahaan dagang, dan perusahaan jasa. Untuk perusahaan industri maka jenis persediaan yang dimiliki adalah persediaan bahan baku, barang dalam proses, persediaan barang jadi, serta barang pembantu yang akan digunakan dalam proses produksi.

Untuk perusahaan dagang, terdapat persediaan barang dagangan dan untuk perusahaan jasa persediaan secara eksplisit sulit didefinisikan, namun persediaannya dapat diartikan sebagai besarnya biaya jasa yang meliputi upah dan biaya personalia lainnya yang secara langsung belum dikeluarkan dalam menangani pemberian jasa, dan dalam penelitian ini, persediaan di rumah sakit dapat berupa obat dan peralatan kesehatan yang lain.

3. Sistem Pencatatan Persediaan

Sistem pencatatan persediaan ada dua, yaitu metode perpetual dan metode periodik. Metode perpetual disebut juga metode buku, karena setiap jenis persediaan mempunyai kartu persediaan, sedangkan metode periodik disebut juga metode fisik.

Dikatakan demikian karena pada akhir periode dihitung fisik barang untuk mengetahui persediaan akhir yang nantinya akan dibuat jurnal penyesuaiannya.

(31)

Yans Dwi Putri Pamungkas : Pengendalian Intern Persediaan Obat Untuk Pasien Dinas di Rumah Sakit Tingkat II dr. Soedjono Magelang, 2011.

Menurut Skousen dan Stice (2009:667) “ Ada beberapa macam metode penilaian persediaan yang umum digunakan, yaitu : identifikasi khusus, biaya rata-rata (Average), masuk pertama keluar pertama (FIFO), masuk terakhir keluar pertama (LIFO).

1. Identifikasi Khusus

Pada metode ini, biaya dapat dialokasikan ke barang yang terjual selama periode berjalan dan ke barang yang ada di tangan pada akhir periode berdasarkan biaya aktual dari unit tersebut. Metode ini diperlukan untuk mengidentifikasi biaya historis dari unit persediaan.

2. Metode Biaya Rata-Rata (Average)

Metode ini membebankan biaya rata-rata yang sama ke setiap unit. Metode ini didasarkan pada asumsi bahwa barang yang terjual seharusnya dibebankan dengan biaya rata-rata, yaitu rata-rata tertimbang dari tiap unit yang dibeli pada tiap harga.

Metode rata-rata mengutamakan yang mudah terjangkau untuk dilayani, tidak perduli apakah barang tersebut masuk pertama atau masuk terakhir.

3. Metode Masuk Pertama Keluar Pertama (FIFO)

Metode ini didasarkan pada asumsi bahwa unit yang terjual adalah unit yang terlebih dahulu masuk. FIFO dapat dianggap sebagai sebuah pendekatan yang logis dan realistis terhadap arus biaya ketika penggunaan identifikasi khusus adalah tidak memungkinkan atau tidak praktis. FIFO memberikan kesempatan kecil untuk memanipulasi keuntungan karena pembebanan biaya ditentukan oleh urutan terjadinya biaya. Selain itu, didalalam FIFO unit yang tersisa pada persediaan akhir adalah unit yang paling terakhir dibeli, sehingga biaya yang dilaporkan akan mendekati atau sama dengan biaya penggantian diakhir periode.

4. Metode Masuk Terakhir Keluar Pertama (LIFO)

(32)

Yans Dwi Putri Pamungkas : Pengendalian Intern Persediaan Obat Untuk Pasien Dinas di Rumah Sakit Tingkat II dr. Soedjono Magelang, 2011.

Metode ini didasarkan pada asumsi bahwa barang yang paling barulah yang terjual.

Metode LIFO ini sering dikritik secara teoritis tetapi metode ini adalah metode yang paling baik dalam pengaitan biaya persediaan dengan pendapatan. Apabila metode FIFO digunakan selama periode inflasi atau harga naik, LIFO akan menghasilkan harga pokok yang lebih tinggi, jumlah laba kotor yang lebih rendah dan nilai persediaan akhir yang lebih rendah. Dengan demikian, LIFO cenderung memberikan pengaruh yang stabil terhadap margin laba kotor, karena pada saat terjadi kenaikan harga LIFO mengaitkan biaya yang tinggi saat ini dalam perolehan barang-barang dengan harga jual yang meningkat, dengan menggunakan LIFO, persediaan dilaporkan dengan menggunakan biaya dari pembelian awal. Jika LIFO digunakan dalam waktu lama, maka perbedaan antara lain persediaan saat ini dengan biaya LIFO akan semakin besar.

C Pengertian Rumah Sakit 1. Pengertian Rumah Sakit

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.

Rumah sakit juga merupakan salah satu sarana kesehatan tempat menyelenggarakan upaya kesehatan dengan memberdayakan berbagai kesatuan personel terlatih dan terdidik dalam menghadapi dan menangani masalah medik untuk pemulihan dan pemeliharaan kesehatan yang baik.

Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan yang bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi

(33)

Yans Dwi Putri Pamungkas : Pengendalian Intern Persediaan Obat Untuk Pasien Dinas di Rumah Sakit Tingkat II dr. Soedjono Magelang, 2011.

masyarakat dan tempat yang digunakan untuk menyelenggarakannya disebut sarana kesehatan. Sarana kesehatan berfungsi melakukan upaya kesehatan dasar, kesehatan rujukan dan atau upaya kesehatan penunjang. Upaya kesehatan diselenggarakan dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif) dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif) yang diselenggarakan secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan (Siregar, 2004).

2. Misi Rumah Sakit

Misi rumah sakit merupakan pernyataan mengenai mengapa sebuah rumah sakit didirikan, apa tugasnya dan untuk siapa rumah sakit tersebut melakukan kegiatan.

Rumah sakit umum mempunyai misi memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu dan terjangkau oleh masyarakat dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.

3. Tugas Rumah Sakit

Pada umumnya tugas rumah sakit adalah menyediakan keperluan untuk pemeliharaan dan pemulihan kesehatan. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit, rumah sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna. Pelayanan kesehatan paripurna adalah pelayanan kesehatan yang meliputi promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitative.

Sedangkan menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI No:

983/Menkes/SK/XI/1992, tugas rumah sakit umum adalah melaksanakan upaya kesehatan secara berdaya guna dan berhasil guna dengan mengutamakan upaya penyembuhan dan pemeliharaan yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan upaya peningkatan dan pencegahan serta melaksanakan rujukan (Siregar, 2004).

(34)

Yans Dwi Putri Pamungkas : Pengendalian Intern Persediaan Obat Untuk Pasien Dinas di Rumah Sakit Tingkat II dr. Soedjono Magelang, 2011.

4. Fungsi Rumah Sakit

Rumah sakit mempunyai beberapa fungsi, yaitu menyelenggarakan pelayanan medik, pelayanan penunjang medik dan non medik, pelayanan dan asuhan keperawatan, pendidikan dan pelatihan, penelitian dan pengembangan, pelayanan rujukan upaya kesehatan, administrasi umum dan keuangan.

Maksud dasar keberadaan rumah sakit adalah mengobati dan perawatan penderita sakit dan terluka. Sehubungan dengan fungsi dasar ini, rumah sakit memberikan pendidikan bagi mahasiswa dan penelitian yang juga merupakan fungsi yang penting.

Fungsi keempat yaitu pencegahan penyakit dan peningkatan kesehatan juga telah menjadi fungsi rumah sakit. Jadi empat fungsi dasar rumah sakit adalah pelayanan penderita, pendidikan, penelitian dan kesehatan masyarakat.

a. Pelayanan Penderita

Pelayanan penderita yang langsung di rumah sakit terdiri atas pelayanan medis, pelayanan farmasi, dan pelayanan keperawatan. Pelayanan penderita melibatkan pemeriksaan dan diagnosa, pengobatan penyakit atau luka, pencegahan, rehabilitasi, perawatan dan pemulihan kesehatan.

b. Pendidikan dan Pelatihan

Pendidikan sebagai suatu fungsi rumah sakit terdiri atas 2 bentuk utama:

1) Pendidikan dan/atau pelatihan profesi kesehatan.

Yang mencakup dokter, apoteker, perawat, personel rekam medik, ahli gizi, teknisi sinar-X, laboran dan administrator rumah sakit.

2) Pendidikan dan/atau pelatihan penderita.

Merupakan fungsi rumah sakit yang sangat penting dalam suatu lingkup yang jarang disadari oleh masyarakat. Hal ini mencakup:

 Pendidikan khusus dalam bidang rehabilitasi, psikiatri sosial dan fisik.

(35)

Yans Dwi Putri Pamungkas : Pengendalian Intern Persediaan Obat Untuk Pasien Dinas di Rumah Sakit Tingkat II dr. Soedjono Magelang, 2011.

 Pendidikan khusus dalam perawatan kesehatan, misalnya: mendidik

penderita diabetes, atau penderita kelainan jantung untuk merawat penyakitnya.

 Pendidikan tentang obat untuk meningkatkan kepatuhan, mencegah

penyalahgunaan obat dan salah penggunaan obat, dan untuk meningkatkan hasil terapi yang optimal dengan penggunaan obat yang sesuai dan tepat.

c. Penelitian

Rumah sakit melakukan penelitian sebagai suatu fungsi dengan maksud utama, yaitu:

1. Memajukan pengetahuan medik tentang penyakit dan peningkatan/perbaikan pelayanan rumah sakit.

2. Ditujukan pada tujuan dasar dari pelayanan kesehatan yang lebih baik bagi penderita. Misalnya: pengembangan dan penyempurnaan prosedur pembedahan yang baru.

d. Kesehatan Masyarakat

Tujuan utama dari fungsi rumah sakit sebagai sarana kesehatan masyarakat adalah membantu komunitas dalam mengurangi timbulnya kesakitan dan meningkatkan kesehatan umum penduduk.

Apoteker rumah sakit mempunyai peluang memberi kontribusi pada fungsi ini dengan mengadakan brosur informasi kesehatan, pelayanan pada penderita rawat jalan dengan memberi konseling tentang penggunaan obat yang aman dan tindakan pencegahan keracunan.

e. Pelayanan Rujukan Upaya Kesehatan

Yaitu suatu upaya penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang melaksanakan pelimpahan tanggung jawab timbal balik atas kasus atau masalah yang timbul

(36)

Yans Dwi Putri Pamungkas : Pengendalian Intern Persediaan Obat Untuk Pasien Dinas di Rumah Sakit Tingkat II dr. Soedjono Magelang, 2011.

kepada pihak yang mempunyai fasilitas lebih lengkap dan mempunyai kemampuan lebih tinggi (Siregar, 2004).

5. Klasifikasi Rumah Sakit

Rumah sakit dapat diklasifikasikan berdasarkan berbagai kriteria sebagai berikut:

a. Berdasarkan kepemilikan

 Rumah Sakit Umum Pemerintah

Rumah sakit umum pemerintah adalah rumah sakit umum milik pemerintah, baik pusat maupun daerah, Departemen Pertahanan dan Keamanan, maupun Badan Usaha Milik Negara. Rumah sakit umum pemerintah dapat dibedakan berdasarkan unsur pelayanan, ketenagaan, fisik dan peralayan menjadi empat kelas yaitu Rumah Sakit Umum kelas A, B, C, dan D. Klasifikasi tersebut didasarkan pada unsur pelayanan, ketenagaan, fisik dan peralatan.

1. Rumah sakit umum kelas A, adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik spesialistik luas dan subspesialistik luas.

2. Rumah sakit umum kelas B, adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik sekurang-kurangnya sebelas spesialistik dan subspesialistik terbatas.

3. Rumah sakit umum kelas C, adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik spesialistik dasar.

4. Rumah sakit umum kelas D, adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik dasar.

 Rumah Sakit Umum Swasta

(37)

Yans Dwi Putri Pamungkas : Pengendalian Intern Persediaan Obat Untuk Pasien Dinas di Rumah Sakit Tingkat II dr. Soedjono Magelang, 2011.

Dibedakan menjadi:

 Rumah sakit umum Swasta Pratama, yaitu rumah sakit umum swasta yang

memberikan pelayanan medik bersifat umum, setara dengan rumah sakit pemerintah kelas D.

 Rumah Sakit Umum Swasta Madya, yaitu rumah sakit umum swasta yang

memberikan pelayanan medik bersifat umum dan spesialitik dalam 4 cabang, setara dengan rumah sakit pemerintah kelas C.

 Tumah Sakit Umum Swasta Utama, yaitu rumah sakit umum swasta yang

memberikan pelayanan medik bersifat umum, spesialitik dan subspesialitik, setara dengan rumah sakit pemerintah kelas B.

b. Berdasarkan jenis pelayanan

Klasifikasi berdasarkan jenis pelayanannya, rumah sakit terdiri atas: Rumah Sakit Umum, memberi pelayanan kepada pasien dengan beragam jenis penyakit dan Rumah Sakit Khusus, memberi pelayanan pengobatan khusus untuk pasien dengan kondisi medik tertentu baik bedah maupun non bedah. Contoh: rumah sakit kanker, rumah sakit bersalin.

c. Lama tinggal

Berdasarkan lama tinggal, rumah sakit terdiri atas rumah sakit perawatan jangka pendek yang merawat penderita kurang dari 30 hari dan rumah sakit perawatan jangka panjang yang merawat penderita dalam waktu rata-rata 30 hari atau lebih.

d. Kapasitas tempat tidur

Rumah sakit pada umumnya diklasifikasikan berdasarkan kapasitas tempat tidurnya sesuai pola berikut ; di bawah 50 tempat tidur, 50-99 tempat tidur, 100- 199 tempat tidur, 200-299 tempat tidur, 300-399 tempat tidur, 400-499 tempat tidur, 500 tempat tidur atau lebih.

(38)

Yans Dwi Putri Pamungkas : Pengendalian Intern Persediaan Obat Untuk Pasien Dinas di Rumah Sakit Tingkat II dr. Soedjono Magelang, 2011.

e. Afilasi pendidikan

Rumah sakit berdasarkan afilasi pendidikan terdiri atas 2 jenis, yaitu: Rumah Sakit pendidikan, yaitu rumah sakit yang menyelenggarakan program latihan untuk berbagai profesi dan Rumah Sakit non pendidikan, yaitu rumah sakit yang tidak memiliki hubungan kerjasama dengan universitas.

f. Status akreditasi

Berdasarkan status akreditasi terdiri atas rumah sakit yang telah diakreditasi dan rumah sakit yang belum diakreditasi. Rumah sakit telah diakreditasi adalah rumah sakit yang telah diakui secara formal oleh suatu badan sertifikasi yang diakui, yang menyatakan bahwa suatu rumah sakit telah memenuhi persyaratan untuk melakukan kegiatan tertentu.

6. Instalasi Farmasi Rumah Sakit

Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) adalah suatu bagian di rumah sakit di bawah pimpinan seorang apoteker sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 547/MenKes/SK/VI/1994 dan dibantu oleh beberapa orang apoteker yang memenuhi persyaratan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan merupakan tempat atau fasilitas penyelenggaraan yang bertanggung jawab atas seluruh pekerjaan serta pelayanan kefarmasian (Siregar, 2004).

Menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 983/ MenKes/SK/XI/1992 tentang pedoman organisasi rumah sakit umum bab IV pasal 41, instalasi merupakan fasilitas penyelenggara palayanan penunjang medis, kegiatan penelitian, pengembangan, pendidikan, pelatihan dan pemeliharaan sarana rumah sakit. Instalasi Rumah Sakit meliputi instalasi rawat jalan, instalasi rawat inap, instalasi gawat darurat, bedah sentral, perawatan intensif, radiologi, farmasi, gizi, patologi dan pemeliharaan sarana rumah sakit.

(39)

Yans Dwi Putri Pamungkas : Pengendalian Intern Persediaan Obat Untuk Pasien Dinas di Rumah Sakit Tingkat II dr. Soedjono Magelang, 2011.

Adapun tugas seorang apoteker di rumah sakit adalah melaksanakan kegiatan kefarmasian seperti mengawasi pembuatan, pengadaan, pendistribusian obat/ perbekalan farmasi serta berperan dalam program pendidikan dan penelitian, pembinaan kesehatan masyarakat melalui pemantauan keamanan, efektifitas, efisiensi biaya dan ketepatan penggunaan obat oleh pasien. Dengan demikian apoteker di rumah sakit dapat membantu tercapainya suatu pengobatan yang aman dan rasional yang berorientasi pada pasien dan bukan hanya berorientasi pada produk.

Pelayanan kefarmasian dibagi menjadi 2 bagian yaitu pelayanan farmasi minimal dan pelayanan farmasi klinis.

a. Pelayanan Farmasi Minimal

Dalam pelaksanaannya, pelayanan farmasi minimal dibagi atas:

1) Perbekalan

Perbekalan dilaksanakan oleh unit pelaksana Instalasi Farmasi Rumah Sakit yang meliputi pengadaan dan penyimpanan perbekalan farmasi. Pengadaan merupakan proses kegiatan dalam pemilihan jenis, jumlah dan harga perbekalan farmasi. Pengadaan bertujuan untuk mendapatkan jenis dan jumlah sesuai dengan kebutuhan dan anggaran serta menghindari kekosongan obat.

Pedoman perencanaan berdasarkan:

1. Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN)/Formularium, standar terapi rumah sakit dan ketentuan setempat yang berlaku.

2. Data catatan medik.

3. Anggaran yang tersedia.

4. Penetapan prioritas.

5. Siklus penyakit.

6. Sisa stok.

(40)

Yans Dwi Putri Pamungkas : Pengendalian Intern Persediaan Obat Untuk Pasien Dinas di Rumah Sakit Tingkat II dr. Soedjono Magelang, 2011.

7. Data pemakaian periode lalu.

8. Perencanaan pengembangan.

Pengadaan perbekalan farmasi merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang telah direncanakan.

Pembelian perbekalan farmasi berpedoman pada:

1. Surat pesanan yang ditanda tangani oleh Apoteker.

2. Barang harus berasal dari sumber dan jalur distribusi yang resmi.

3. Perjanjian pembayaran.

4. Kualitas barang.

Penyimpanan perbekalan farmasi merupakan kegiatan pengaturan sediaan farmasi di dalam ruang penyimpanan, dengan tujuan untuk:

1. Menjamin mutu tetap baik, yaitu kondisi penyimpanan disesuaikan dengan sifat obat, misalnya dalam hal suhu dan kelembaban.

2. Memudahkan dalam pencarian, misalnya disusun berdasarkan abjad.

3. Memudahkan pengawasan persediaan/stok dan barang kadaluarsa, yaitu disusun berdasarkan FIFO (First In First Out).

4. Menjamin pelayanan yang cepat dan tepat.

Pengadaan perbekalan farmasi di rumah sakit berdasarkan KePres No. 80 tahun 2003 yaitu:

1. Pelelangan

Nilai di atas Rp 100.000.000, rekanan yang memenuhi syarat lebih dari tiga, dilakukan sistem pascakualifikasi (seleksi perusahaan dilaksanakan bersamaan dengan seleksi penawaran).

2. Pemilihan langsung

(41)

Yans Dwi Putri Pamungkas : Pengendalian Intern Persediaan Obat Untuk Pasien Dinas di Rumah Sakit Tingkat II dr. Soedjono Magelang, 2011.

Nilai Rp 50.000.000 – Rp 100.000.000 dengan rekanan lebih dari tiga, dilakukan sistem prakualifikasi (seleksi dilaksanakan sebelum pengajuan penawaran).

3. Penunjukan langsung

Nilai Rp 5.000.000 – Rp 50.000.000 dengan rekanan lebih dari satu.

4. Pengadaan langsung melalui order

Nilai kurang dari Rp 5.000.000, pembelian tidak harus kepada rekanan.

5. Sumbangan atau hibah

Perbekalan farmasi yang berasal dari sumbangan seringkali tidak sesuai dengan apa yang dibutuhkan dan jarang didukung dengan pedoman untuk siapa saja pedoman ini dapat digunakan.

2) Distribusi

Distribusi merupakan serangkaian kegiatan dalam rangka penyaluran obatobatan dan alat kesehatan. Distribusi obat rumah sakit dilakukan untuk melayani:

a. Pasien Rawat Jalan

Pasien/Keluarga pasien langsung menerima obat dari Instalasi Farmasi sesuai dengan resep yang ditulis oleh dokter. Keadaan ini memungkinkan diadakannya konseling pada pasien/keluarga pasien.

b. Pasien Rawat Inap

Ada 3 sistem pendistribusian pada pasien rawat inap, yaitu:

1. Resep perorangan (Individual Prescription)

Sistem ini memungkinkan semua resep dokter dapat dianalisis langsung oleh apoteker dan terjalin kerja sama antara dokter, apoteker, perawat dan pasien. Keuntungan sistem ini adalah:

(42)

Yans Dwi Putri Pamungkas : Pengendalian Intern Persediaan Obat Untuk Pasien Dinas di Rumah Sakit Tingkat II dr. Soedjono Magelang, 2011.

 Resep dapat dikaji lebih dahulu oleh apoteker

 Ada interaksi antara apoteker, dokter dan perawat

 Adanya legalisasian persediaan Kelemahan sistem ini adalah:

 Bila obat berlebih maka pasien harus membayarnya

 Obat dapat terlambat ke pasien

2. Floor stock

Pada sistem ini perbekalan farmasi diberikan kepada masing-masing unit perawatan sebagai persediaan. Sistem ini memungkinkan perbekalan farmasi tersedia bila diperlukan. Misalnya untuk persediaan obat-obat emergensi.

Keuntungan sistem ini adalah:

 Obat yang dibutuhkan cepat tersedia.

 Meniadakan obat yang return.

 Pasien tidak harus membayar obat yang lebih.

 Tidak perlu tenaga yang banyak.

Kelemahan sistem ini adalah:

 Sering terjadi kesalahan, seperti kesalahan peracikan oleh perawat atau adanya kesalahan penulisan etiket.

 Persediaan obat di ruangan harus banyak.

 Kemungkinan kehilangan dan kerusakan obat lebih besar.

3. One Day Dose Dispensing

Didefinisikan sebagai obat-obatan yang diminta, disiapkan, digunakan dan dibayar dalam dosis perhari, yang berisi obat dalam jumlah yang

(43)

Yans Dwi Putri Pamungkas : Pengendalian Intern Persediaan Obat Untuk Pasien Dinas di Rumah Sakit Tingkat II dr. Soedjono Magelang, 2011.

telah ditetapkan untuk satu hari pemakaian. Sistem ini melibatkan kerjasama antara dokter, apoteker dan perawat.

Keuntungan sistem ini adalah:

 Pasien hanya membayar obat yang dipakai.

 Tidak ada kelebihan obat atau alat yang tidak dipakai di ruangan perawat.

 Menciptakan pengawasan ganda oleh apoteker dan perawat.

 Kerusakan dan kehilangan obat hampir tidak ada.

4. Kombinasi dari beberapa sistem pendistribusian di atas.

Semua sistem diatas dapat dilakukan dengan cara:

a. Sentralisasi: semua obat dari farmasi pusat

b. Desentralisasi: adanya pelayanan farmasi/depo farmasi Sistem distribusi obat harus menjamin:

a. Obat yang tepat diberikan kepada pasien yang tepat b. Dosis yang tepat dan jumlah yang tepat

c. Kemasan yang menjamin mutu obat 3) Administrasi

Administrasi yang teratur sangat dibutuhkan untuk menjamin terselenggaranya sistem pembukuan yang baik. Oleh karena itu, tugas administrasi di Instalasi Farmasi dikoordinir oleh koordinator yang bertanggung jawab langsung kepada kepala Instalasi Farmasi Rumah Sakit.

b. Pelayanan Farmasi Klinis

Pelayanan farmasi klinis adalah praktek kefarmasian yang lebih berorientasi kepada pasien daripada orientasi kepada produk dengan penerapan pengetahuan

(44)

Yans Dwi Putri Pamungkas : Pengendalian Intern Persediaan Obat Untuk Pasien Dinas di Rumah Sakit Tingkat II dr. Soedjono Magelang, 2011.

dan keahlian farmasi dalam membantu memaksimalkan efek obat dan meminimalkan toksisitas bagi pasien secara individual.

Tujuan pelayanan farmasi klinis adalah meningkatkan keuntungan terapi obat dan mengoreksi kekurangan yang terdeteksi dalam proses penggunaan obat, karena itu tujuan farmasi klinis adalah meningkatkan dan memastikan kerasionalan, kemanfaatan dan keamanan terapi obat.

Menurut SK MenKes No.436/MenKes/SK/VI/1993 pelayanan farmasi klinis meliputi:

1. Melakukan konseling

2. Monitoring Efek Samping Obat (MESO) 3. Pencampuran obat suntik secara aseptik

4. Menganalisa efektivitas biaya secara farmakoekonomi 5. Penentuan kadar obat dalam darah

6. Penanganan obat sitostatika

7. Penyiapan Total Parenteral Nutrisi (TPN) 8. Pemantauan dan pengkajian penggunaan obat 9. Pendidikan dan penelitian (Aslam, 2002).

Tujuan pelayanan farmasi klinis di rumah sakit adalah :

1. Meningkatkan mutu dan memperluas cakupan pelayanan farmasi di rumah sakit.

2. Memberikan pelayanan farmasi yang dapat menjamin kemanjuran, keamanan dan efisiensi penggunaan obat.

3. Meningkatkan kerja sama antara dokter, apoteker, perawat dan profesi kesehatan lainnya.

(45)

Yans Dwi Putri Pamungkas : Pengendalian Intern Persediaan Obat Untuk Pasien Dinas di Rumah Sakit Tingkat II dr. Soedjono Magelang, 2011.

D Tinjauan Penelitian Terdahulu 1. Indrayani (2005)

Penelitian yang dilakukan oleh indrayani dengan judul penelitian “Intern Audit Persediaan Obat-obatan dan Alat Kesehatan di Rumah Sakit Panti Nugroho” adalah untuk mengetahui (a) ada atau tidaknya perbedaan material pada hasil perhitungan nilai akhir persediaan obat-obatan dan alat kesehatan yang dilakukan oleh bagian gudang dan bagian akuntansi, (b) masalah sentralisasi program komputer persediaan obat-obatan dan alat kesehatan antara satu dengan yang lain, (c) mengenai SITO.

Kesimpulan dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Indriyani menunjukkan (a) terdapat perbedaan yang material pada hasil perhitungan nilai akhir persediaan obat- obatan dan alat kesehatan yang dilakukan oleh bagian gudang dan bagian akuntansi, (b) tidak adanya sentralisasi program komputer mengenai persediaan obat-obatan dan alat kesehatan antara satu dengan bagian yang lain, (c) tidak adanya prosedur mengenai SITO yang dapat memungkinkan terjadinya penyimpangan.

2. Eka Saputra (2007)

Penelitian yang dilakukan Eka mengambil judul “Perlakuan Akuntansi Persediaan Obat-obatan dan Alat Kesehatan pada Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta” adalah untuk mengetahui apakah perlakuan akuntansi persediaan obat dan alat kesehatan pada Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta sesuai dengan PSAK No.14 atau belum.

Kesimpulan dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Eka Saputra menunjukkan bahwa perlakuan akuntansi persediaan obat-obatan dan alat kesehatan pada Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta sesuai dengan PSAK No.14.

(46)

Yans Dwi Putri Pamungkas : Pengendalian Intern Persediaan Obat Untuk Pasien Dinas di Rumah Sakit Tingkat II dr. Soedjono Magelang, 2011.

E Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran adalah seluruh kegiatan penelitian, sejak dari perencanaan, pelaksanaan sampai dengan penyelesaiannya dalam satu kesatuan yang utuh. Kerangka pemikiran diwujudkan dalam bentuk skema sederhana yang menggambarkan isi penelitian secara keseluruhan. Kerangka pemikiran yang diperlukan sebagai gambaran didalam penyusunan penelitian ini, agar penelitian yang dilakukan dapat terperinci dan terarah. Guna memudahkan dan memahami inti pemikiran peneliti, maka perlu kiranya dibuat kerangka pemikiran dari masalah yang diangkat, yaitu sebagai berikut:

Gambar 1

Skema Kerangka Pemikiran Pengendalian intern persediaan

obat untuk pasien dinas di Rumah Sakit Tk.II Dr. Soedjono Magelang.

Pengendalian intern persediaan menurut buku-buku referensi.

Analisis dan Evaluasi

Sudah dilaksanakan dengan baik atau belum

Referensi

Dokumen terkait

Peserta didik yang mendaftar pada sekolah SMP/MTs dalam Kabupaten yang bukan rayonisasinya wajib melampirkan surat keterangan pindah rayon yang dikeluarkan oleh

“Nasabah menanggung segala kerugian Bank sebagai akibat dari kelalaian Nasabah sehubungan dengan Kredit Berdokumen dan Nasabah dengan ini menerima segala risiko

Sompok Rt/Rw 009/003 Desa Sumberwaras Kecamatan Malingping Kabupaten Lebak-Banten telah berdiri dari tahun 2012 namun secara fisik sarana dan prasarana masih belum memadai

Keseluruhan tipe analisis etnografis ini merupakan suatu rangkaian yang tak terpisahkan dalam alur penelitian maju bertahap (The Developmental Research Sequence). Hasil penelitian

Makrofag (mencit dan beruk) sebanyak dua juta sel per ml ditambah dengan ekstrak temu mangga dan diinkubasi selama 24 jam dengan konsentrasi 2 ppm, 6 ppm, dan 8 ppm/ml

Pembinaan bidang hukum harus mampu mengarahkan dan menampung kebutuhan-kebutuhan Hukum sesuai dengan kesadaran Hukum Rakyat yang berkembang ke arah modernisasi

Untuk membandingan nilai ekonomis kedua bahan ini, maka diperlukan analisis perbandingan harga konstruksi atap rangka kayu dengan harga kosntruksi dari rangka

instalasi pada wilayah RW 03 ini hanya digunakan beberapa bangunan saja, karena kualitas air limbah dapat diturunkan atau diremoval sesuai dengan baku mutu yang