PERANCANGAN HOTEL RESORT BERASTAGI (Pendekatan Desain Arsitektur Neo-Vernakular)
SKRIPSI
OLEH
ANDRE A. SEBAYANG 130406053
DEPARTEMEN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
2018
Universitas Sumatera Utara
PERANCANGAN HOTEL RESORT BERASTAGI (Dengan Pendekatan Desain Arsitektur Neo-Vernakular)
Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Dalam Departemen Arsitektur
Pada Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara
OLEH
ANDRE A. SEBAYANG 130406053
DEPARTEMEN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
2018
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
i ABSTRAK
Hotel Resort Berastagi disediakan agar para wisatawan yang bermalam di Berastagi dapat merasakan dan menikmati keindahan daerah Berastagi.
Dengan klasifikasi hotel bintang tiga, jumlah kamar 100 dan 5 tipe kamar yang berbeda diharapkan dapat menampung para wisatawan yang berkunjung.
Hotel ini juga menyediakan sarana-sarana rekreasi yang nyaman dan menarik bagi para pengunjungnya. Kolam renang, area pertemuan, area olahraga menjadi fasilitas-fasilitas penunjang lainnya. Selain untuk menikmati keindahan alam Berastagi, hotel ini juga disediakan untuk memperkenalkan Suku Karo sebagai budaya yang memiliki daya tarik tersendiri. Konsep yang dipakai adalah dari Rumah Tradisional Siwaluh Jabu yaitu Rumah Adat Suku Karo yang didesain agar tetap mengikuti modernisasi perkembangan zaman saat ini sehingga tidak dianggap ketinggalan zaman. Konsep Delapan keluarga yang dikombinasikan sehingga menjadi delapan ruangan bangunan.
Diharapkan dengan menerapkan tema Arsitektur Neo-Vernakular Karo dapat melestarikan kearifan lokal budaya setempat dan dapat menjadi daya tarik tersendiri bagi para wisatawan yang berkunjung ke Berastagi.
Kata kunci : Hotel Resort, Siwaluh Jabu, Karo, Berastagi
Universitas Sumatera Utara
ii ABSTRACT
Berastagi is one of the tourist destinations in North Sumatera. Therefore, adequate lodging is required for the convenience of tourists. Hotel Resort Berastagi is provided so that the tourists who stay in Berastagi can feel and enjoy the beauty of Berastagi. With a three-star hotel classification, number of rooms is 100 and 5 different types of rooms that can accommodate the tourists who visit.
The hotel also provides recreational facilities that are comfortable and appealing for the visitors. Swimming pool, meeting area, and sports area are other supporting facilities. In addition to enjoy the beauty of Berastagi, this hotel is also provided to introduce the Karo Tribe as a culture that has its own charm. The concept used is the concept of Traditional House Siwaluh Jabu and is designed to remain in accordance with modernization In order to maintain the cultural tourism, the hotel applies the theme of Neo-Vernacular Architecture. By applying the theme, Karo is expected to preserve local culture. It is expected that the hotel can provide a special attraction for the tourists who visit Berastagi.
Keywords: Hotel Resort, Siwaluh Jabu, Karo, Berastagi.
Universitas Sumatera Utara
iii KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus Yang Maha Pengasih, karena hanya oleh Kasih dan Penyertaan-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dan perancangan yang berjudul Hotel Resort Berastagi pada waktunya untuk mengakhiri studi dan sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik, pada Universitas Sumatera Utara Alur Profesi.
Penyelesaian tulisan ini tentunya tidak lepas dari bantuan berbagai pihak.
Sehingga penulis pada kesempatan ini ingin mengucapkan terima kasih banyak kepada pihak-pihak yang telah memberikan bantuan, motivasi, bimbingan dan dukungan kepada penulis yang diantaranya:
1. Ibu Ir. Morida Siagian, MURP, Ph.D selaku Dosen Pembimbing Perancangan Arsitektur VI dan skripsi yang telah banyak memberikan arahan, bimbingan, saran, dukungan serta meluangkan waktunya dalam proses penulisan untuk penyususan skripsi ini.
2. Ibu Ir. Basaria Talarosha, MT dan Bapak Ir. Samsul Bahri, MT selaku Dosen Penguji yang memberikan saran dan kritik kepada penulis terhadap skripsi ini.
3. Ibu Dr. Ir. Dwira N. Aulia, M.Sc selaku Ketua Program Studi Departemen Arsitektur dan Ibu Beny O.Y. Marpaung, ST, MT, Ph.D selaku sekretaris Program Studi Departemen Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.
4. Seluruh Bapak/Ibu dosen dan staf Departemen Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara atas semua kritik, saran dan bantuannya selama masa perkuliahan.
5. Bapak Ganti Sebayang dan Ibu Bertha Purba selaku orang tua terkasih yang telah memberikan doa, nasihat, motivasi, dan dorongan untuk menyelesaikan studi dan skripsi di Universitas Sumatera Utara.
6. Teman-teman terbaik dan seperjuangan penulis di Arsitektur 2013 Imanta, Ivo, Rafael, Hadi, Ivany, dan Arvinta yang sudah turut membantu penulis dalam menyelesaikan studi dan skripsi ini.
7. Pihak-pihak lainnya yang tidak bisa disebutkan satu persatu, yang turut membantu dan memberikan semangat kepada penulis.
Universitas Sumatera Utara
iv Penulis menyadari masih terdapat kekurangan dalam penulisan ini, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak dalam rangka penyempurnaan skripsi ini. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat kepada semua pihak.
Medan, Oktober 2018 Penulis,
Andre A. Sebayang 130406053
Universitas Sumatera Utara
v DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR GAMBAR ... vii
DAFTAR TABEL ... ix
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Permasalah Perancangan ... 3
1.3 Tujuan Perancangan ... 3
1.4 Sistematika Pembahasan ... 4
1.5 Kerangka Berpikir ... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Terminologi Judul ... 6
2.2 Kriteria Pemilihan Lokasi ... 6
2.3 Tinjauan Fungsi ... 7
2.3.1 Deskripsi Pengguna dan Kegiatan ... 9
2.3.2 Deskripsi Kebutuhan Ruang dan Besaran Ruang ... 10
2.3.3 Deskripsi Persyaratan dan Kriteria Ruang ... 13
2.3.4 Studi Banding Arsitektur Fungsi Sejenis... 14
2.4 Tinjauan Tema ... 18
2.4.1 Pengertian Tema ... 18
2.4.2 Interpretasi Tema ... 35
2.4.3 Keterkaitan Tema dengan Judul ... 35
2.4.4 Studi Banding Arsitektur Tema Sejenis ... 36
BAB III METODOLOGI 3.1 Metode Pemilihan Lokasi ... 42
3.2 Metode/Pendekatan Penyelesaian Masalah Perancangan ... 43
3.3 Perumusan Ide/Gagasan ... 43
Universitas Sumatera Utara
vi
3.4 Teknik Pengumpulan Data... 44
BAB IV DESKRIPSI PROYEK 4.1 Judul Proyek ... 46
4.2 Luasan ... 46
4.3 Batasan Kawasan ... 48
4.4 Fungsi Sekitar/Eksisting ... 49
BAB V ANALISA PERANCANGAN 5.1 Analisa Perancangan Ruang Luar/Tapak ... 50
5.2 Analisa Tata Ruang Dalam ... 52
5.3 Analisa Massa dan Perwajahan ... 53
5.4 Analisa Struktur ... 53
5.5 Analisa Utilitas ... 54
BAB VI KONSEP PERANCANGAN 6.1 Konsep Dasar ... 55
6.2 Konsep Program Ruang ... 57
6.3 Konsep Ruang Luar/Tapak ... 64
6.4 Konsep Massa dan Perwajahan ... 65
6.5 Konsep Struktur ... 65
6.6 Konsep Utilitas ... 67
BAB VII PENUTUP 7.1 Kesimpulan ... 71
7.2 Saran ... 72
DAFTAR PUSTAKA ... 73 LAMPIRAN
Universitas Sumatera Utara
ix DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Jumlah Tamu Wisatawan Menurut Asal Negara ... 2
Tabel 2.1 Kegiatan Pengguna Hotel ... 10
Tabel 2.2 Kebutuhan Ruang Hotel Resort ... 11
Tabel 2.3 Perbandingan Arsitektur Vernakular dan Neo-Vernakular ... 22
Tabel 2.4 Fasilitas pada Joglo Plawang Hotel... 42
Tabel 2.5 Perbandingan Komponen Bangunan ... 20
Tabel 3.1 Perbandingan Antara Data Primer dan Data Sekunder... 48
Tabel 6.1 Tamu Hotel Sekitar Berastagi ... 58
Tabel 6.2 Jumlah Kamar Hotel yang Tersedia ... 59
Tabel 6.3 Besaran Ruang Kamar Hotel ... 60
Tabel 6.4 Besaran Ruang Fasilitas Hotel ... 60
Universitas Sumatera Utara
vii DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Diagram Kerangka Berfikir ... 5
Gambar 2.1 The Westin Trillium House, Blue Mountain ... 15
Gambar 2.2 Fasilitas Pendukung Hotel ... 16
Gambar 2.3 Hotel Le Meridien Jimbaran Bali... 16
Gambar 2.4 Groundplan LKe Meridien Hotel ... 17
Gambar 2.5 Celebration Pavilion ... 17
Gambar 2.6 Denah Bale Banjar dan Suasana ... 18
Gambar 2.7 Saltwater Lagoon Pool ... 18
Gambar 2.8 Restoran dan Bar Hotel ... 19
Gambar 2.9 Pola Perkampungan Karo secara Umum ... 26
Gambar 2.10 Pola Mata Angin terhadap Siwaluh Jabu ... 26
Gambar 2.11 Rangka Atap Rumah Adat Karo ... 27
Gambar 2.12 Aksonometri Rumah Adat Karo ... 29
Gambar 2.13 Ornamen pada Atap Rumah Adat Karo ... 30
Gambar 2.14 Skema Rumah Adat Karo ... 31
Gambar 2.15 Ornamen pada Dinding Rumah Adat Karo ... 33
Gambar 2.16 Jenis Atap Rumah Sianjung-Anjung ... 34
Gambar 2.17 Jenis Atap Rumah Mecu ... 35
Gambar 2.18 Struktur Rumah Adat Karo ... 36
Gambar 2.19 Suasana Eksterior dan Interior Joglo Plawang Hotel ... 38
Gambar 2.20 Sketsa Eksterior dan Interior Bandara Soekarno Hatta ... 40
Gambar 2.21 National Theatre Malaysia ... 41
Gambar 4.1 Peta Lokasi Perancangan ... 47
Gambar 4.2 Lokasi Site dari Foto Satelit ... 48
Gambar 4.3 Ukuran Lahan ... 48
Gambar 4.4 Batasan Sekitar/Eksisting ... 49
Gambar 4.5 Fungsi Sekitar Lokasi / Eksisting ... 50
Gambar 5.1 Analisa Tata Guna Lahan ... 51
Gambar 5.2 Analisa Potensi Lahan ... 52
Gambar 5.3 Ornamen Suku Karo ... 54
Gambar 6.1 Rumah Adat Siwaluh Jabu ... 55
Universitas Sumatera Utara
viii
Gambar 6.2 Denah dan Skematik Rumah Adat Siwaluh Jabu ... 56
Gambar 6.3 Pola Rumah Adat Siwaluh Jabu ... 57
Gambar 6.4 Konsep Siwaluh Jabu Pada Hotel ... 57
Gambar 6.5 Konsep Tapak pada Hotel ... 64
Gambar 6.6 Konsep Perwajahan pada Hotel ... 65
Gambar 6.7 Konsep Struktur pada Hotel ... 66
Gambar 6.8 Detail Pile Cap yang Digunakan ... 67
Gambar 6.9 Konsep Penghawaan ... 68
Gambar 6.10 Konsep Distribusi Elektrikal ... 68
Gambar 6.11 Konsep Plumbing Air Kotor ... 69
Gambar 6.12 Konsep Pencegahan Kebakaran ... 70
Universitas Sumatera Utara
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 1 BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Perkembangan zaman pada era modern saat ini menimbulkan dampak yang banyak ke berbagai bidang tak terkecuali bidang pariwisata.
Sektor pariwisata sendiri tidak terlepas dari adanya rasa penat dalam menjalani kehidupan dan rutinitas sehari-hari membuat rasa tenang dan bebas dari letihnya kehidupan sehari-hari. Hal ini membuat manusia ingin beristirahat dan bersantai sejenak serta menikmati indahnya alam ciptaan Sang Pencipta.
Dengan semakin besarnya kebutuhan manusia akan pariwisata maka sektor ini patut mendapat sorotan utama. Di Indonesia sendiri, sektor pariwisata merupakan salah satu sektor yang memiliki pendapatan tertinggi. Dalam 4 tahun terakhir, sektor pariwisata menjadi terbesar ke-4 dalam hal penerimaan devisa bagi Negara. Pemerintah sendiri menargetkan mendapatkan 240 triliun dari sektor ini pada tahun 2019.
Pencapaian ini bahkan melewati sektor minyak dan gas (migas) yang selama ini menjadi pendapatan devisa tertinggi Negara.Hal ini dianggap menjadi sangat wajar karena Indonesia sendiri memiliki banyak sekali tempat destinasi untuk wisatawan dalam maupun luar negeri. Dari Sabang sampai Marauke terdapat lebih dari seribu tempat wisata. Selain karena memiliki faktor alam yang luar biasa indahnya, Indonesia juga memiliki beraneka ragam suku dan budaya. Potensi lainnya juga terdapat pada sejarah maupun kesenian bangsa Indonesia.
Sumatera Utara sendiri memiliki banyak destinasi wisata yang dapat menarik banyak wisatawan berkunjung kesini. Salah satunya yaitu Kota Berastagi. Berastagi merupakan salah satu kota yang menjadi destinasi wisatawan apabila berkunjung ke Sumatera Utara. Keindahan Kota Berastagi merupakan hal yang menjadi pemikat wisatawan berkunjung ke daerah sini. Disini ada banyak destinasi wisata yang dapat di kunjungi yaitu Gunung Sibayak, Gundaling, Pemandian alam air panas Sidebuk- debuk, Taman Alam Lumbini, Kebun Strowbery, Tahura, dan lain-lain.
Berastagi juga terkenal dengan tingkat budaya nya yang tinggi. Suku Karo menjadi yang dominan di Berastagi. Data terbaru menunjukkan 85%
Universitas Sumatera Utara
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2 penduduk Berastagi merupakan Suku Karo. Wisata budaya salah satu wisata yang menjadi menarik di Berastagi selain wisata alam dan agro wisata.
Selain itu, Berastagi sendiri merupakan daerah yang dilewati apabila kita ingin mengunjungi destinasi wisata lainnya di Sumatera Utara. Danau Toba, Air Terjun Sipiso-piso, Taman Simalem Resort, dan lainnya.
Wisatawan mancanegara maupun dalam negeri akan terlebih dahulu di suguhkan oleh panorama yang indah di Berastagi sebelum mencapai tujuan destinasi lainnya. Hal ini tentu membuat kota Berastagi perlu memiliki suatu tempat beristirahat serta menjadi pusat informasi bagi turis- turis yang akan berkunjung. Menurut data BPS tahun 2015, Wisatawan yang berkunjung ke Kota Berastagi semakin menurun. Hal ini disebabkan oleh banyak faktor. Salah satunya karena banyak penduduk sekitar kota Berastagi tidak perduli dengan lingkungan sekitar mereka. Di trotoar- trotoar jalan utama banyak pedagang kaki lima yang berjualan disekitar jalan yang membuat pandangan mata terhadap jalan menjadi tidak enak dipandang.
Tabel 1. Jumlah tamu wisatawan menurut asal Negara
Asal Negara Tahun
2008 2009 2010 2011
Domestik 146 787 136 171 84 715 132 306
Asing 23 578 19 774 14 668 33 020
Sumber : BPS Kab. Karo
Pemerintah Kabupaten Karo juga pada sekarang ini sudah mulai mengembangkan sektor pariwisata di Kabupaten Karo terkhususnya di Berastagi agar kota ini tetap menjadi tujuan destinasi wisatawan.
Diharapkan dengan adanya Hotel Resort di sekitar jalan boulevard ini, Kota Berastagi kembali menjadi tujuan utama wisatawan asing maupun dalam negeri.
Universitas Sumatera Utara
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 3 1.2. Permasalahan Perancangan
Ada beberapa masalah yang muncul pada pada perancangan Hotel Resort di Berastagi, yaitu :
Bagaimana menciptakan sebuah penginapan yang dapat dinikmati oleh pengunjung
Bagaimana memanfaatkan setiap potensi yang ada pada site
Bagaimana menciptakan sirkulasi yang baik untuk menghubungkan beberapa fungsi yang berbeda
Bagaimana menciptakan tempat wisata yang dapat melestarikan budaya setempat
Bagaimana memilih material dalam perancangan yang sesuai dengan konsep neo-vernakular
Bagaimana menciptakan ruang luar dan ruang dalam yang baik dan nyaman bagi para pengunjung
Bagaimana pemilihan struktur bangunan sehingga dapat mendukung bangunan dari segi kekuatan maupun estetika dan kebutuhan
1.3. Tujuan Perancangan
Adapun maksud dan tujuan dari perancangan Hotel Resort ini, adalah :
Merancang akomodasi tempat beristirahat untuk para turis dengan menyediakan fasilitas-fasilitas yang aman dan nyaman bagi para penggunanya
Melestarikan kebudayaan setempat sehingga wisatawan dapat menikmati budaya lokal sekitar Berastagi
Merancang sebuah tempat untuk wisatawan sehingga mereka dapat menikmati keindahan alam Kota Berastagi
1.4. Sistematika Pembahasan BAB I Pendahuluan
Berisi latar belakang, maksud dan tujuan, masalah perancangan, kerangka berpikir dan sistematika penulisan laporan
BAB II Tinjauan Pustaka
Berisi terminologi judul, tinjauan fungsi dan elaborasi tema
Universitas Sumatera Utara
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 4 BAB III Metodologi
Berisi tentang uraian langkah-langkah kegiatan penelitian yang akan ditempuh. Menjelaskan kerangka pendekatan, metode, dan teknik diagnosis/analisis yang akan digunkaan untuk menghasilkan desain/rancangan bangunan
BAB IV Deskripsi Proyek
Berisi tentang lokasi, peraturan-peraturan yang berlaku pada lokasi perancangan, luasan dan kondisi eksisting sekitar
BAB V Analisa Perancangan
Berisi tentang analisa kondisi tapak dan lingkungan, analisa fungsional, analisa teknologi, analisa dan penerapan tema serta kesimpulan
BAB VI Konsep Perancangan
Berisi tentangkonsep dasar, konsep perancangan tapak, konsep perancangan bangunan, konsep perancangan struktur bangunan, dan konsep perancangan utilitas bangunan
BAB VII Perancangan Arsitektur
Berisi tentang hasil rancangan berupa gambar rancangan arsitektur dan maket
DAFTAR PUSTAKA
Berisi tentanng sumber berupa pengarang, tahun terbit, judul buku/artikel/website
LAMPIRAN
Berisi tentang sumber-sumber penting yang diambil dalam merancang dan hasil perancangan
Universitas Sumatera Utara
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 5 1.5. Kerangka Berfikir
Latar Belakang
Pengembangan Pariwisata Kabupaten Karo, Revitalisasi Kota Berastagi,
Maksud dan Tujuan
Mengembangkan Pariwisata Kab. Karo, Melestarikan Budaya Lokal, Memaksimalkan Potensi Alam
Tinjauan Pustaka
Tinjauan Fungsi dan Tinjauan Tema berdasarkan :
Judul : Hotel Resort di
Berastagi dengan Konsep Neo-Vernakular
Tema : Arsitektur Neo-
Vernakular
Lokasi : Kecamatan
Berastagi, Kabupaten Karo,
Sumatera Utara
Fungsi : Hotel Resort
Analisa
Analisa Tapak, Analisa Fungsional, Analisa Ruang Dalam, Analisa Massa Perwajahan,
Analisa Struktur, Analisa Utilitas
Konsep Perancangan Tinjauan Fungsi dan Tinjauan Tema Konsep Dasar, Program Ruang, Tapak, Massa
dan perwajahan, Struktur, Utilitas
Desain Perancangan
Universitas Sumatera Utara
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 6 BAB II
STUDI PUSTAKA 2.1. Terminologi Judul
Judul yang diangkat pada proyek kali ini adalah : Perancangan Hotel Resort di Berastagi. Berastagi yang merupakan salah satu destinasi wisata yang sering dikunjungi oleh wisatawan belakangan semakin menurun. Hal ini banyak disebabkan oleh kawasan sekitaran Berastagi sendiri yang tidak dirawat keindahan alam nya oleh pemerintah setempat maupun warga sekitar dan wisatawan yang berkunjung. Adanya ruko-ruko sekitaran jalan boulevard yang dijadikan sebagai lapak untuk pedagang kaki lima berjualan menjadikan citra kota ini menjadi jelek. Dengan adanya hotel resort di sekitar Kota Berastagi akan menaikkan citra kota dan dapat merevitalisasi Kota Berastagi menjadi lebih ramai lagi.
Pengertian Judul akan dijabarkan sebagai berikut :
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Perancangan adalah penggambaran, perencanaan dan pembuatan sketsa atau pengaturan dari beberapa elemen yang terpisah ke dalam satu kesatuan yang utuh serta proses pengaturan rencana untuk membuat suatu gagasan.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Hotel adalah sebuah bangunan berkamar banyak yang disewakan sebagai tempat menginap dan tempat makan bagi para wisatawan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Resort adalah sebuah tempat wisata atau rekreasi yang sering dikunjungi orang dimana pengunjung datang untuk menikmati potensi alamnya.
Berastagi adalah suatu suatu kecamatan di Kabupaten Karo.
Berastagi merupakan kota terbesar kedua di dataran tinggi Karo setelah Kota Kabanjahe.
2.2. Kriteria Pemilihan Lokasi
Untuk mendirikan suatu hotel resort yang baik, sebaiknya diawali dengan kegiatan studi kelayakan. Bila hasil studi kelayakan tersebut ternyata layak untuk mendirikan suatu resort hotel, maka perlu diperhatikan persyaratan-persyaratan teknis yang harus dipenuhi sebagai bahan perencanaan pembangunan tersebut:
Universitas Sumatera Utara
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 7 Lokasi resort hotel harus sehat yang berarti:
1. Lokasi tidak terletak pada daerah perindustrian yang banyak menimbulkan polusi udara.
2. lokasi tidak berada daerah yang bertanah rawa atau berlumpur atau tanah yang berpasir, dan elemen-elemen iklim yang berpengaruh pada lokasi yaitu terkait kelembaban udara, kelembaban udara harus mencapai kenetralan antara 55-65%.
3. Lokasi dekat dengan tujuan wisata di Berastagi seperti Gundaling, pasar buah, dan agrowisata
2.3. Tinjauan Fungsi
Secara harfiah, kata hotel dulunya berasal dari kata hospitium (bahasa latin), yang artinya ruangan tamu. Dalam jangka waktu lama kata hospitium mengalami proses perubahan pengertian yaitu menjadi hostel. Sesuai dengan perkembangan dan tuntutan orang-orang yang ingin mendapatkan kepuasan, kata hostel lambat laun berubah menjadi hotel seperti yang kita kenal sekarang.
Menurut SK Menparpostel Nomor KM34/HK 103/MPPT1987 bahwa Hotel adalah suatu jenis akomodasi yang mempergunakan sebagian atau seluruh bangunan untuk menyediakan jasa pelayanan penginapan, makanan dan minuman, serta jasa lainnya untuk umum, yang dikelola secara komersial serta memenuhi persyaratan yang ditetapkan di dalam keputusan pemerintah.
Menurut Hotel Proprietors Act , (1956) , hotel adalah suatu perusahaan yang dikelola oleh pemiliknya dengan menyediakan pelayanan makanan , minuman dan fasilitas kamar untuk tidur kepada orang – orang yang sedang melakukan perjalanan dan mampu membayar dengan jumlah yang wajar sesuai dengan pelayanan yang diterima tanpa adanya perjanjian khusus , maksudnya perjanjian seperti membeli barang yang disertai dengan perundingan – perundingan sebelumnya.
Resort merupakan tempat wisata yang dikunjungi oleh orang dimana pengunjung datang untuk menikmati potensi alamnya. Hotel Resort adalah sebuah hotel yang terletak di kawasan wisata yang memiliki potensi alam dengan fasilitas rekreasi, olahraga dan hiburan yang biasanya jauh dari pusat kota.
Universitas Sumatera Utara
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 8 Jadi dapat disimpulkan bahwa hotel adalah akomodasi berupa penginapan, makan, dan minum bagi orang-orang yang membutuhkan jasa tersebut yang dikelola secara komersial dan berada dalam koridor peraturan dan pengawasan pemerintah.
Menurut Neufert ( 2002), jenis hotel berdasarkan lokasinya dibagi kedalam 4 jenis, yaitu :
a. City Center Hotel .Termasuk hotel mewah, hotel yang digunakan untuk pertemuan-pertemuan besar dan hotel untuk para tamu kepariwisataan.
b. Hotel for Motorists. Hotel jenis ini pelayanan utamanya diperuntukkan bagi para pengendara mobil atau sepeda motor, lokasinya terletak pada persimpangan jalan raya di pinggiran kota.
c. Airport Hotel. Perencanaannya mirip dengan hotel for motorist, perbedaannya hanya pada pelayanan pengadaan makanan khusus untuk penumpang pesawat udara.
d. Resort Hotel. Terdapat di tepi pantai, di daerah gunung atau di daerah sumber air panas. Biasanya direncanakan untuk melayani akomodasi pengunjung dalam rombongan paket wisata tertentu dengan penataan penerimaan tamu yang banyak pada masa liburan akhir pekan atau mereka yang berkunjung hanya semalam.
Menurut Neufert (2002), Jenis-jenis hotel resort :
a. Resort town/city resort hotel yaitu hotel resort yang berada di kota.
b. Beach resort/sea side resort yaitu Hotel resort yang terletak di pantai atau tepi laut, dengan fokus utamanya adalah laut itu sendiri sebagai obyek yang rekreatif.
c. Golf resort yaitu Hotel resort yang memiliki fasilitas yang berkaitan dengan olahraga golf.Biasanya terletak juga pada area golf tersebut.
d. Spa resort yaitu Hotel resort yang memiliki fasilitas spa sebagai salah satu akomodasi hotel dan sebagai daya tarik utama.
e. Ski resort yaitu Hotel resort yang berada pada area rekreasi ski, biasanya menyediakan fasilitas olahraga salju dengan olahraga utamanya adalah ski.
f. Health resort (sanatorium) yaitu Hotel resort yang menyediakan fasilitas utama yang berhubungan dengan kesehatan.Misalnya adalah hotel resor yang dilengkapi dengan fasilitas hydrotherapi.
Universitas Sumatera Utara
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 9 g. Mountain resort yaitu Hotel resort yang berada di pegunungan dengan nuansa tatanan lereng gunung, terdapat di sebuah kota dengan fasilitas yang menunjang pada aspek kepariwisataannya.
2.3.1. Deskripsi Pengguna dan Kegiatan
Deskripsi pengguna dan kegiatan adalah proses penentuan kegiatan yang akan dilakukan di hotel resort.Pengguna hotel resort terdiri dari wisatawan dan pengelola. Wisatawan terbagi atas wisatawan domestik dan wisatawan mancanegara. Pengelola terdiri dari general manager, karyawan hotel dan karyawan teknisi.
Deskripsi pengguna Hotel adalah sebagai berikut : a. Wisatawan yang menginap / tamu hotel
b. Wisatawan yang tidak menginap / tamu hotel
c. Pengelola hotel
d. Karyawan hotel
Universitas Sumatera Utara
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 10 Kegiatan pada hotel resort dibagi menjadi 5 kelompok kegiatan, dimana kegiatan utama adalah menginap dan wisata.
Tabel 2.1. Kegiatan Hotel No. Kelompok
Kegiatan Uraian Kegiatan
1 Utama - Menginap
- Wisata
2 Pelayanan - Absensi kedatangan/kepulangan
pengelola
- Menerima kedatangan pengunjung - Pertolongan pertama pada
kecelakaan
3 Pengelolaan - Kegiatan administratif
- Kegiatan pengawasan
- Kegiatan operasional
- Kegiatan keamanan
4 Teknikal - Kegiatan pengawasan
- Kegiatan pemeliharaan
- Kegiatan perawatan & kebersihan - Kegiatan plumbing dan sanitasi 5 Kegiatan - Indoor
- Outdoor
Sumber : Data Penulis, 2017
2.3.2. Deskripsi Kebutuhan Ruang dan Besaran Ruang
Universitas Sumatera Utara
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 11 Tabel dibawah ini menunjukkan hubungan antara pendekatan
kelompok ruang pengguna dan zona terhadap kebutuhan ruang hotel resort Tabel 2.2. Kebutuhan Ruang
No Pengguna Zona Kebutuhan Ruang
1 Penghuni hotel Private Standart
Deluxe
Suite
Standart twin
Deluxe twin
Suite Cottage
2 Pengelola Semi R. General Manager
Private R. Sekretaris
R. Manajer Keuangan
R. Manajer Personalia
R. Manajer Marketing
R. Manajer Operasional
R. Manajer Teknik
R. Manajer Pengadaan brg
R. Rapat
R. Tunggu
R. Arsip
Pantry
3 Pegawai Tata Service Ruang Linen
Graha Ruang Laundry
Ruang Jemur
Ruang Pegawai
Ruang Makan
Gudang
Loading Dock
Ruang Sampah
Toilet/WC
4 Restoran Publik Ruang Makan
Kasir
Dapur
Ruang Saji
Ruang Chef
Gudang basah
Gudang kering
Gudang alat
Tempat cuci piring
Universitas Sumatera Utara
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 12
Kamar Mandi
5 Bar dan Café Publik Area duduk
Meja bar dan pantryy
Kasir
Toilet/WC
6 Kolam Renang Publik R. Registrasi
Kolam Renang Anak
Kolam Renang Dewasa
Ruang ganti
Ruang bilas
Ruang Locker
Toilet/WC
7 Area Komersial Publik Drug store
Money changer
Kantor Biro perjalanan
Toko souvenir
8 Pijat dan refleksi Publik Resepsionis
Ruang pijat
Ruang sauna
Ruang ganti
Locker
Toilet/WC
9 Fitness center Publik Ruang registrasi
Ruang fitness
Ruang ganti
Ruang bilas
Lobby
Resepsionis
10 Front office Service Front office
Bell boy station
Lounge
11 Utilitas Service R. Genset
R. Panel kontrol
R. PABX
R. pompa
Water Tank
R. Sampah
R. Trafo
R. Tandon air
Gudang
Universitas Sumatera Utara
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 13
12 Keamanan Service R. satpam
R. CCTV
Sumber : Data Penulis, 2017
2.3.3. Deskripsi Persyaratan dan Kriteria Ruang
Penyelenggaraan pariwisata sangat erat kaitannya dengan Hotel.
Hotel pada saat ini bukan saja sebagai akomodasi pada wisatawan semata.
Hotel pada saat ini sudah menjadi salah satu daerah tujuan wisata. Namun, keberhasilan suatu hotel tidak terlepas dari bagaimana mereka mengoptimalkan potensipotensi yang ada di daerah sekitarnya. Potensi–
potensi tersebut dapat diadopsi dan menerapkannya pada hotel sehingga menghasilkan keharmonisan antara bangunan dan alam sekitar.
Menurut SK Menparpostel No.KM 34/HK 103/MPPT- 87, hotel merupakan suatu jenis akomodasi yang mempergunakan sebagian atau seluruh bangunan untuk menyediakan jasa penginapan, makan dan minum serta jasa lainnya bagi umum, yang dikelola secara komersial serta memenuhi ketentuan persyaratan yang ditetapkan dalam keputusan pemerintah.
Sedangkan menurut Surat Keputusan Menteri Perhubungan RI No., PM 10/PW-301/Phb. 77, tanggal 12 Desember 1977, hotel adalah suatu bentuk akomodasi yang dikelola secara komersial, disediakan bagi setiap orang untuk memperoleh pelayanan penginapan, berikut makan dan minum.
Sehingga. Berdasarkan Surat Keputusan Menpar tersebut dalam merancang sebuah hotel diperlukan beberapa syarat dan ketentuan serta kriteria agar terpenuhinya klasifikasi sebuah hotel bintang tiga. Klasifikasi dan persyaratan tersebut harus dipenuhi sehingga akan dirancang sebuah Hotel Resort Berastagi yang diharuskan memenuhi persyaratan tersebut.
Klasifikasi hotel di Indonesia sesuai dengan peraturan pemerintah, Deparpostel dan dibuat oleh Dirjen Pariwisata dengan SK : Kep-22/U/VI/78, hotel-hotel di Indonesia dibedakan menjadi hotel bintang dan non bintang.
Hotel non bintang adalah hotel yang tidak memenuhi kelas pada hotel bintang.
Hotel yang akan dirancang adalah Hotel dengan satandart bintang 3.
Dibawah ini adalah kriteria hotel bintang 3 menurut Peraturan menteri
Universitas Sumatera Utara
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 14 pariwisata dan Ekonomi kreatif Republik Indonesia Nomor PM.53/HM.001/MPEK/2013 tentang standar usaha hotel:
a. Jumlah kamar minimal 50 kamar (temrasuk minimal 3 suite room, 48 m2)
b. Ukuran kamar minimum termasuk kamar mandi 24 m2 untuk kamar single dan 28 m2 untuk kamar double
c. Ruang public luas 3m2 x jumlah kamar tidur, minimal terdiri dari kamar mandi, ruang makan (>100 m2) dan bar (>45m2)
d. Pelayanan akomodasi yaitu berupa penitipan barang berharga, penukaran uang asing, postal service dan antar jemput.
e. Fasilitas penunjang berupa ruang linen (>0,5m2 x jumlah kamar), ruang laundry (>40m2), dry cleaning (>20m2), dapur (>60% dari seluruh luas lantai ruang makan).
f. Fasilitas tambahan : pertokoan, kantor biro perjalanan, maskapai perjalanan, drugstore, salon, function room, banquet hall, serta fasilitas olahraga dan sauna.
2.3.4. Studi Banding Arsitektur yang Mempunyai Fungsi Sejenis
Untuk merancang horel resort, maka diperlukan referensi studi banding dengan hotel yang telah ada sebelumnya. The Westin Trillium House, Hotel Le Meridien Jimbaran Bali dipilih untuk menjadi pertimbangan dalam menentukan konsep desain yang akan dirancang.
A. The Westin Trillium House, Blue Mountain
The Westin Trillium House, Blue Mountain merupakan hotel bintang IV yang terletak di 220 Gord Canning Drive, The Blue Mountains, ON L9Y 0V9, Kanada.
Perspektif bangunan Groundplan
Universitas Sumatera Utara
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 15
Lantai 2 Lantai 3
Lantai4 Lantai 5
Gambar 2.1. The Westin Trillium House, Blue Mountain Sumber : www.thewestintrilliumhouse.com
B. Hotel Le Meridien Jimbaran Bali
Hotel ini berada di di Jimbaran, Uluwatu ,Bali. Hotel ini adalah bearada di tepi pantai Uluwatu. Budaya dan kesenian yang ada di sekitarnya menjadi magnet bagi wisatawan untuk mengunjungi daerah ini. Pertunjukan budaya yang sering dipertunjukkan di daerah tersebut adalah kesenian khas Bali seperti Tari kecak, tari kecak api dan pertunjukan budaya lainnya.
Universitas Sumatera Utara
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 16 Gambar 2.3. Hotel Le Meridien Jimbaran Bali
Sumber : www.lemeridienbalijimbaran.com
Hotel dibangun pada tahun 2012. Hotel terdiri atas 5 lantai. Hotel berada di dekat laut namun tidak berbatasan langsung dengan laut. Dari kamar Hotel kita bisa melihat langsung pemandangan ke arah laut. Jumlah kamar Hotel adalah 118 kamar dan memiliki satu bar dan dua restoran dan beberapa fasilitas penunjang lainnya.
Gambar 2.4. Groundplan
Sumber : www.lemeridienbalijimbaran.com
Hotel ini juga menyediakan beberapa fasilitas-fasilitas yang membuat pengunjung semakin nyaman untuk menginap disini. Beberapa diantaranya adalah :
Universitas Sumatera Utara
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 17 Celebration Pavilion
Ruangan ini berada di roof top hotel.Digunakan untuk pertemuan, resepsi dan kegiatan perayaan lainya. Ruangan ini memilki ukuran 150 m2 dengan kapasitas 50 orang.
Gambar 2.5. Celebration Pavilion Sumber : www.lemeridienbalijimbaran.com
Bale Banjar
Ruangan ini berada di roof top hotel. Digunakan untuk pertemuan resepsi dan kegiatan perayaan lainnya. Memiliki ukuran yang lebih besar yakni 215 m2 dengan kapasitas pengunjung 150 orang.
Gambar 2.6. denah Bale Banjar dan suasa Sumber : www.lemeridienbalijimbaran.com
Saltwater Lagoon Pool
Kolam renang yang sangat luas yang berada di tengah bangunan.
Kolam ini memiliki luas sekitar 1300 m2.
Universitas Sumatera Utara
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 18 Gambar 2.7. Saltwater Lagoon Pool
Sumber : www.lemeridienbalijimbaran.com
Restoran dan bar hotel
Restoran dan bar hotel berada pada area H gambar ground plan.
Restoran di desain dengan konsep yang menarik dan elegan.
Gambar 2.8. Restoran dan bar hotel Sumber : www.lemeridienbalijimbaran.com
2.4. Tinjauan Tema
Pada proyek Hotel Resort di Berastagi ini, perancang mengambil tema Arsitektur Neo-Vernakular. Pengertian dari Arsitektur Neo-Vernakular
sendiri akan dijabarkan sebagai berikut : 2.4.1. Pengertian
2.4.1.1. Pengertian Arsitektur
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Arsitektur adalah seni dan ilmu merancang serta membuat konstruksi bangunan.
Vitruvius dalam buku nya De Architectura menyebutkan bahwa arsitektur adalah kesatuan dari kekuatan/kekokohan (firmitas), keindahan (venustas), dan kegunaan/fungsi (utilitas)
Menurut James C. Snyder arsitektur adalah lingkungan binaan yang dapat dihasilkan oleh dan menjadi tempat manusia berbudaya. Arsitektur
Universitas Sumatera Utara
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 19 terutama berkaitan dengan lingkungan binaan dalam tiga skala: lebih kecil dari bangunan – bangunan – lebih besar dari bangunan.
2.4.1.2. Pengertian Vernakular
Kata Vernakular berasal dari vernaculus (latin) berarti asli (native).
Maka vernakular arsitektur dapat diartikan sebagai arsitektur asli yang dibangun oleh masyarakat setempat.
Paul Oliver dalam bukunya Ensikolopedia Arsitektur Vernakular menjabarkan bahwa arsitektur vernakular konteks dengan lingkungan sumber daya setempat yang dibangun oleh suatu masyarakat dengan menggunakan teknologi sederhana untuk memenuhi kebutuhan karakteristik yang mengakomodasi nilai ekonomi dan tantanan budaya masyarakat dari masyarakat tersebut. Arsitektur vernakular ini terdiri dari rumah dan bangunan lain seperti lumbung, balai adat dan lain sebagainya.
Menurut Turan dalam buku Vernacular Architecture, arsitektur vernakular adalah arsitektur yang tumbuh dan berkembang dari arsitektur rakyat yang lahir dari masyarakat etnik dan berjangkar pada tradisi etnik, serta dibangun berdasarkan pengalaman, menggunakan teknik dan material local serta merupakan jawaban atas setting lingkungan tempat bangunan tersebut berada dan selalu terbuka untuk terjadinya transformasi.
Bernard Rudofsky (1964) dalam bukunya “Architecture without Architect” menuliskan …”Vernacular architecture does not go through fashion cycles. It is nearly immutable, indeed, unimprovable, since it serves its purpose to perfection”. Sedangkan Amos Rapoport (1969) dalam bukunya “House, Form, and Culture”, mengartikan arsitektur vernakular sebagai “folk tradition”.
“Vernacular architecture is a generalized way of design derived from Folk Architecture, it uses the design skills of Architects to develop Folk Architecture” (Bruce Allsopp–1977:6). Dengan demikian arsitektur vernakular yang merupakan pengembangan diri dari arsitektur rakyat memiliki nilai ekologis, arsitektonis dan alami karena mengacu pada kondisi, potensi iklim, budaya, dan masyarakat lingkungannya. (Victor Papanek 1995:113-138).
Universitas Sumatera Utara
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 20 Arsitektur dibangun untuk mampu menjawab kebutuhan manusia dan mengangkat derajat hidupnya menjadi lebih baik, sehingga tidak dapat dilepaskan dari perkembangan kebudayaan. Arsitektur itu sendiri adalah buah dari budaya (Mario Salvadori/ Ruskin-1974:12).
Perkataan „tradisi‟ sebenarnya berasal dari bahasa latin “trado- transdo”, yang berarti “sampaikanlah kepada yang lain”. Banyak orang mencoba mendefinisikan apa itu tradisi. Namun aspek yang tak dapat dipungkiri bahwa dalam tradisi ada makna untuk melanjutkan ke generasi berikutnya. Oleh sebab itu istilah „vernakular‟ dan „tradisi‟ sering kali dipakai bersamaan untuk saling melengkapi. Penghayatan akan tradisi tidak berarti mengharuskan kita hidup kembali seperti di masa lampau. Namun penjiwaan akan sebuah tradisi yang baik akan lebur dalam pikiran kita dan mampu mendorong seorang arsitek untuk menciptakan suatu karya yang mempunyai karakter yang kuat.
Romo Manguwijaya dalam buku Wastu Citra juga memberikan pendapat yang hampir senada mengenai definisi dari arsitektur vernakular itu sendiri. Menurut beliau, arsitektur vernakular itu adalah pengejawentahan yang jujur dari tata cara kehidupan masyarakat dan merupakan cerminan sejarah dari suatu tempat.
Jadi arsitektur vernakular bukanlah semata-mata produk hasil dari ciptaan manusia saja, tetapi lebih penting adalah hubungan antara manusia dengan lingkungannya.
2.4.1.3. Pengertian Arsitektur Neo-Vernakular
Neo atau New berarti baru, masa peralihan. Sehingga, Arsitektur neo-vernakular berarti suatu lingkungan binaan yang didalamnya ditonjolkan bentuk-bentuk yang mengacu pada “bahasa setempat”
dengan mengambil elemen-elemen arsitektur yang ada ke dalam bentuk modern. Produk pada bangunan ini tidak murni menerapkan prinsip- prinsip bangunan vernakular, melainkan menampilkan karya baru (mengutamakan penampilan visualnya).
Arsitektur neo-vernakular merupakan sebuah proses mengadopsi kembali arsitektur vernakular dengan mentransformasikan/ memperbarui tampilan fisik (bentuk bangunan dan struktur) serta non-fisik (sejarah, simbolis dan makna) arsitektur vernakular yang disesuaikan dengan
Universitas Sumatera Utara
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 21 kebutuhan pada masa kini akan tetapi tetap memperhatikan keselarasan antara budaya, lingkungan dan teknologi.
Menurut Arifin (2010) dalam Faisal dkk (2012) yang diperhatikan dalam proses menerapkan pendekatan dalam arsitektur neo-vernakular adalah interpretasi desain yaitu pendekatan melalui analisis tradisi budaya dan peninggalan arsitektur setempat yang dimasukkan kedalam proses perancangan yang terstruktur yang diwujudkan dalam bentuk termodifikasi sesuai dengan zaman sekarang, ragam dan corak desain yang digunakan dengan pendekatan simbolisme, aturan dan tipologi.
Struktur tradisional yang digunakan mengadaptasi bahan bangunan yang ada di daerah dan menambah elemen estetis yang diadaptasi sesuai dengan fungsi bangunan.
Tabel 2.3. Tabel Perbandingan antara Tradisional, Vernakular, dan Neo- Vernakular
Perbandingan Tradisional Vernakular Neo Vernakular Ideologi Terbentuk oleh
tradisi yang diwariskan secara turun- temurun,
berdasarkan kultur dan kondisi lokal.
Terbentuk oleh tradisi turun temurun tetapi terdapat pengaruh dari luar baik fisik maupun nonfisik, bentuk perkembangan arsitektur tradisional.
Penerapan elemen arsitektur yang sudah ada dan kemudian sedikit atau banyaknya
mengalami
pembaruan menuju suatu karya yang modern.
Prinsip Tertutup dari perubahan zaman, terpaut pada satu kultur kedaerahan, dan mempunyai peraturan dan norma-norma keagamaan yang kental
Berkembang setiap waktu untuk merefleksikan
lingkungan, budaya dan sejarah dari daerah dimana arsitektur tersebut berada. Transformasi dari situasi kultur homogen ke situasi
yang lebih
Arsitektur yang bertujuan
melestarikan unsur- unsur lokal yang telah terbentuk secara empiris oleh tradisi dan mengembang- kannya menjadi suatu langgam yang modern. Kelanjutan dari arsitektur
Universitas Sumatera Utara
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 22 heterogen. vernakular
Ide Desain Lebih
mementingkan fasat atau bentuk, ornamen sebagai suatu keharusan.
Ornamen sebagai pelengkap, tidak meninggalkan nilai- nilai setempat tetapi dapat melayani aktifitas masyarakat didalam.
Bentuk desain lebih modern.
Sumber : Data Olahan Penulis, 2017
Maka dapat dipahami bahwa pada dasarnya prinsip arsitektur neo- vernakular adalah melestarikan unsur-unsur lokal sehingga bentuk dan sistemnya terutama yang berkaitan dengan iklim setempat, seperti penghawaan, pencahayaan alami, antisipasi terhadap hujan. Prinsip dari arsitektur Neo-Vernakular ini adalah metode pendekatan terhadap regionalisme yang merupakan aspek mendasar. Dalam pendekatan ini Arsitektur Neo-Vernakular yang digunakan adalah Arsitektur Tradisional Batak Karo.
2.4.1.4. Pendekatan Arsitektur Neo-Vernakular
Dalam bukunya menurut Arifin (2010), yang perlu diperhatikan dalam penerapan pendekatan dalam arsitektur neo- vernakular adalah :
Interpretasi desain yaitu pendekatan melalui analisa tradisi budaya dan peninggalan arsitektur setempat yang dimasukkan kedalam proses perancangan yang terstruktur lalu kemudian diwujudkan dalam bentuk yang termodifikasi sesuai dengan zaman sekarang.
Ragam dan corak desain yang digunakan adalah dengan pendekatan simbolisme, aturan, dan tipologi untuk memberikan kedekatan dan kekuatan pada desain.
Struktur tradisional yang digunakan mengadaptasi bahan bangunan yang ada didaerah dan menambah elemen estetis yang diadaptasi sesuai dengan fungsi bangunan.
Universitas Sumatera Utara
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 23 2.4.1.5. Prinsip Desain Arsitektur Neo-Vernakular
Dalam bukunya menurut Arifin (2010), adapun prinsip-prinsip desain arsitektur Neo-Vernakular secara terperinci, yaitu :
Hubungan Langsung: merupakan pembangunan yang kreatif dan adaptif terhadap arsitektur setempat disesuaikan dengan nilai-nilai/fungsi dari bangunan sekarang.
Hubungan Abstrak: meliputi interprestasi ke dalam bentuk bangunan yang dapat dipakai melalui analisa tradisi budaya dan peninggalan arsitektur.
Hubungan Lansekap: mencerminkan dan menginterprestasikan lingkungan seperti kondisi fisik termasuk topografi dan iklim.
Hubungan Kontemporer: meliputi pemilihan penggunaan teknologi, bentuk ide yang relevan dengan program konsep arsitektur
Hubungan Masa Depan: merupakan pertimbangan mengantisipasi kondisi yang akan datang
2.4.1.6. Penerapan Arsitektur Neo-Vernakular
M. Nawawiy (2004) dalam bukunya Arsitektur Vernakular, Raibnya Para Dewa, seperti yang telah disebutkan di atas bahwa penerapan arsitektur Neo-Vernakular terdiri dari 2 aspek yaitu: aspek fisik dan aspek non fisik, dimana kedua aspek tersebut diterapkan dalam implementasi terhadap perancangan bangunan, baik sendiri-sendiri maupun secara bersamaan membentuk suatu komposisi rancang bangun yang komprehensif.
a. Aspek fisik
Yang dimaksud aspek fisik disini adalah bentuk tampilan bangunan yang dilihat keberadaanya dengan mata dan mempunyai wujud dan bentuk tertentu. Kemudian bila kita kaitkan dengan aspek fisik dalam penerapan arsitektur Neo-Vernakular yang meliputi lokasi dan tapak, bentuk bangunan, bahan bangunan dan kontruksi. Berarti bahwa elemen-elemen tersebut yang merupakan suatu respon terhadap alam pada bangunan tradisional masa lalu, ditampilkan kembali pada bangunan modern dengan fungsi pada elemen-elemen tersebut tetap sama yaitu sebagai suatu usaha/ respon sebuah bangunan modern terhadap kondisi lingkungan dan iklim setempat.
Universitas Sumatera Utara
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 24 b. Aspek non-fisik
Yang dimaksud aspek non fisik adalah yang terkait didalam tradisi, adat istiadat, maupun aktivitas dari masyarakat yang erat dengan budaya setempat.
Elemen-elemen yang dapat dieksplorasi ke dalam arsitektur modern meliputi :
a. Bentuk bangunan
Pada masa lalu bangunan rumah tradisional umumnya mempunyai atap yang tinggi dan tritisan yang lebar, hal ini sebagai salah satu cara mengatasi curah hujan yang tinggi dan mengantisipasi terhadap panas matahari. Kemudian implementasi dalam bangunan modern penggunaan atap yang tinggi dan lebar merupakan suatu bentuk transformasi dari bentuk-bentuk vernakular.
b. Ornamen
Setiap Suku maupun etnik kebudayaan tertentu pasti memiliki ornamen yang menjadi karakter ataupun ciri khas dari suatu kebudayaan. Dimana setiap ornamen terkandung makna/ arti tertentu yang merupakan implementasi dari kebudayaan itu sendiri. Sehingga ornamen sebagai elemen yang dapat dieksplorasi dapat memberikan kekhasan terhadap bangunan yang akan dirancang sesuai dengan unsur kebudayaan yang terkandung.
c. Material
Pemilihan material yang akan digunakan juga sangat menentukan arsitektur tradisional yang dipilih karena melalui pemilihan material yang tepat, maka dapat dikatakan bangunan tersebut merupakan refleksi dari suatu arsitektur tradisional.
2.4.1.8. Arsitektur Karo
a. Pola Perkampungan Karo
Pola perkampungan karo secara umum mengelompok atau berbaris mengikuti alur sungai sehingga peletakan rumah didasarkan pada aliran sungai, dimana pintu utama atau depan
Universitas Sumatera Utara
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 25 menghadap kehulu sungau dan bagian belakang atau pintu belakang rumah manghadap ke hilir sungai.
Gambar 2.9. Pola Perkampungan Karo secara umum Sumber : sorasirulo.com
b. Arah Rumah Tradisional
Pada masyarakat karo mereka mengenal mata angin yang disebut “Desa Siwaluh”, pada awalnya rumah dibuat dengan arah kenjahe-kenjulu, sesuai dengan arah pengaliran sungai disuatu kampung, pengertian kenjahe kenjulu berbeda dengan utara selatan, arah hilir disebut kenjahe sering disebut juga kahe-kahe atau jahe-jahe dan arah kenjulu disebut kolu-kolu atau julu (Masri Singalimbun 1960 : 149 No. 839 & 151 No. 847)
.
Gambar 2.10. Pola Mata Angin terhadap Siwaluh Jabu Sumber : sorasirulo.com
Universitas Sumatera Utara
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 26 Semua pangkal kayu utama yang digunakan pada rumah tradisional berada disebelah kenjahe, dimana ditempatkan jabu raja, yang dianggap sebagai pangkal atau asal dari rumah. Jabu raja tersebut terletak disebelah kiri pintu hilir (ture jahe), sedang menurut pendapat lain (“Percikan Budaya Karo” hal 2) jabu raha atau jabu benana kayu terletak pada kanan pintu hulu (ture jahe) diarah timur (purba), tempat matahari terbit.
c. Tipologi Rumah Adat Karo
M. Nawawiy (2004) dalam buku Raibnya Para Dewa, mengatakan, menurut bentuk atap terdapat dua tipologi rumah yaitu rumah biasa dan rumah Raja . Pembagian lain adalah rumah dengan atap (Tersek) tak bertingkat (Rumah Kurung Manik), rumah beratap satu tingkat (Sada Tersek), dan rumah dengan atap bertingkat dua dilengkapi dengan menara (Anjung-anjung).
Secara umum Rumah Karo berbentuk empat persegi panjang dengan dua buah teras (ture) sebagai pintu utama, yaitu pintu yang menuju hulu (Ture Julu) dan pintu yang menuju hilir (Ture Jahe) sebagai pintu kedua. Bagian-bagian atapnya berbentuk perpaduan trapesium dimana bagian depan atap berbentuk segi tiga yang disebut dengan wajah rumah (ayo atau lambe-lambe), dan bagian dinding yang juga berbentuk trapesium yang ditopang oleh dinding papan berbentuk lunas perahu (dapur-dapur) yang terletak diatas beberapa tiang.
Rumah tradisional Karo diperuntukan bagi delapan keluarga (Jabu) yang memiliki pertalian keluarga satu sama lain. Susunan ruang bagi setiap keluarga diataur sesuai dengan kedudukan dan fungsi setiap keluarga. Jabu diartikan juga sebagai satu bagian ruangan yang terdapat pada rumah Karo.
Kehidupan bersama di dalam rumah tradisional diatur oleh kepercayaan dan adat. Aturan yang terdapat pada rumah yang satu dengan yang lain, mungkin memiliki sedikit perbedaan namun prinsipnya tetap sama. Sanksi yang dikenakan terhadap suatu pelanggaran ketentuan kepercayaan, bergantung kepada besar kecilnya sifat pelanggaran. Seorang yang terlambat pulang
Universitas Sumatera Utara
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 27 pada malam hari dan lupa memasang palang pintu (ngeruk pintun), sehingga terjadi pencurian, akan dikenakan sanksi membersihkan halaman dan kolong rumah yang merupakan simbol dunia bawah atau neraka.
Gambar 2.11. Rangka Atap Rumah Adat Karo Sumber: sorasirulo.com
Rumah Adat Karo disebut juga Rumah Siwaluh Jabu karena pada umumnya dihuni oleh Waluh Jabu (delapan keluarga), selain rumah si waluh jabu ada juga rumah adat yang lebih besar yaitu Sepuludua Jabu (dua belas keluarga) yang dulu terdapat di kampung Lingga, Sukanalu dan rumah adat yang terbesar adalah Rumah adat Sepuluenem Jabu yang pernah ada di Kampung Juhar dan Kabanjahe, tetapi sekarang rumah adat Sepuludua Jabu dan Sepuluenem Jabu sudah tidak ada lagi. Setiap Jabu (keluarga) menempati posisi di Rumah Adat sesuai dengan struktur sosialnya dalam keluarga. Letak Rumah Adat Karo selalu disesuaikan dari arah Timur ke Barat yang disebur Desa Nggeluh, di sebelah Timur disebut Bena Kayu (pangkal kayu) dan sebelah barat disebut Ujung Kayu. Sistem Jabu dalam Rumah Adat mencercerminkan kesatuan organisasi, dimana terdapat pembagian tugas yang tegas dan teratur untuk mencapai keharmonisan bersama yang dipimpin Jabu Bena Kayu/Jabu Raja.
Universitas Sumatera Utara
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 28 Gambar 2.12. Aksonometri Rumah Adat Karo
Sumber : sorasirulo.com
Bagian dalam si waluh jabu baik yang digunakan oleh rakyat biasa (Derip) maupun oleh bangsawan tidak memiliki pembatas fisik yang memisahkan antara ruang satu keluarga dan keluarga lainnya. Pemisah antara ruang yang berhadapan hanya dapur yang digunakan oleh setiap dua keluarga yang berdekatan.
Dengan demikian bangunan ini sepintas hanya terdiri dari satu ruang besar yang ditempati oleh delapan keluarga, yang masing- masing menempati daerah yang berukuran kurang lebih 4,00 x 4,00 m, sehingga merekan dapat saling melihat. Meskipun setiap ruang ditempati oleh satu keluarga, namun pada dasarnya semua ruang dapat digunakan untuk berbagai fungsi secara komunal tergantung dari aktifitas yang sedang dilakukan, seperti untuk tempat makan, temapat tidur, menerima tamu, dan lain sebagainya. Namun pada kenyataannya terdapat pembatas psikologis dan kultural yang sangat tegas diantara ruang tersebut yang disertai dengan berbagai macam tabu yang berlaku diantara keluarga sesuai dengan keyakinan dan adat.
Universitas Sumatera Utara
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 29 Gambar 2.13. Ornamen Atap Rumah Adat Karo
Sumber : sorasirulo.com
Rumah adat biasanya dihuni oleh empat atau delapan keluarga. Penempatan keluarga-keluarga itu dalam bagian rumah adat (jabu) dilakukan berdasarkan ketentuan adat Karo. Rumah adat secara garis besar dapat dibagi atas jabu jahe (hilir) dan jabu julu (hulu). Jabu jahe terbagi atas jabu bena kayu dan jabu lepar benana kayu. Demikian juga jabu kenjulu dibagi atas dua, yaitu jabu ujung kayu dan jabu rumah sendipar ujung kayu. Inilah yang sesungguhnya disebut sebagai jabu adat. Rumah-rumah adat empat ruang ini dahulunya terdapat di Kuta Buluh, Buah Raja, Lau Buluh, Limang, Perbesi, Peceren, Lingga, dan lain-lain.
Ada kalanya suatu rumah adat terdiri dari delapan ruang dan dihuni oleh delapan keluarga. Malahan kampung Munte ada rumah adat yang dihuni oleh enam belas keluarga. Dalam hal rumah adat dihuni oleh delapan keluarga, sementara dapur dalam rumah adat hanya ada empat, masing-masing jabu dibagi dua, sehingga terjadilah jabu-jabu sedapuren bena kayu, sedapuren
Universitas Sumatera Utara
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 30 ujung kayu, sedapuren lepar bena kayu, dan jabu sedapuren lepar ujung kayu.
Gambar 2.14. skema rumah adat karo Sumber : sorasirulo.com
Adapun susunan jabu dan yang menempatinya adalah sebagai berikut:
1. Jabu Benana Kayu.
Terletak di jabu jahe. Kalau kita kerumah dari ture jahe, letaknya sebelah kiri. Jabu ini dihuni oleh para keturunen simantek kuta (golongan pendiri kampung) atau sembuyak-nya. Fungsinya adalah sebagai pemimpin rumah adat.
2. Jabu ujung Kayu (anak beru)
Jabu ini arahnya di arah kenjulu rumah adat. Kalau kita masuk kerumah adat dari pintu kenjulu, letaknya disebelah kiri atau
Universitas Sumatera Utara
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 31 diagonal dengan letak jabu benana kayu. Jabu ini ditempati oleh anak beru kuta atau anak beru dari jabu benana Kayu. Fungsinya adalah sebagai juru bicara jabu bena kayu.
3. Jabu Lepar Benana Kayu
Jabu ini di arah kenjahe (hilir). Kalau kita kerumah dari pintu kenjahe letaknya disebelah kanan, Penghuni jabu ini adalah sembuyak dari jabu benana kayu. Fungsinya untuk mendengarkan berita-berita yang terjadi diluar rumah dan menyampaikan hal itu kepada jabu benana kayu. Oleh karena itu, jabu ini disebut jabu sungkun berita (sumber informasi).
4. Jabu lepar ujung kayu (mangan-minem)
Letaknya dibagian kenjulu (hulu) rumah adat. Kalau kita masuk dari pintu kenjulu ke rumah adat, letaknya di sebelah kanan. Jabu ini ditempati oleh kalimbubu jabu benana kayu. Oleh karena itu, jabu ini disebut jabu si mangan-minem.Keempat jabu inilah yang disebut dengan jabu adat, karena penempatannya harus sesuai dengan adat, demikian juga yang menempatinya ditentukan menurut adat. Akan tetapi, adakalanya juga rumah adat itu terdiri dari delapan atau enam belas jabu.
5. Jabu sedapuren benana kayu (peninggel-ninggel).
Jabu ini ditempati oleh anak beru menteri dari rumah si mantek kuta (jabu benana kayu), dan sering pula disebut jabu peninggel- ninggel. Dia ini adalah anak beru dari ujung kayu.
6. Jabu sidapuren ujung kayu (rintenteng).
Ditempati oleh sembuyak dari ujung kayu, yang sering juga disebut jabu arinteneng. Tugasnya adalah untuk engkapuri belo, menyerahkan belo kinapur (persentabin) kepada tamu jabu benana kayu tersebut. Oleh karena itu, jabu ini disebut juga jabu arinteneng.
7. Jabu sedapuren lepar ujung kayu (bicara guru).
Dihuni oleh guru (dukun) atau tabib yang mengetahui berbagai pengobatan. Tugasnya mengobati anggota rumah yang sakit.
Universitas Sumatera Utara
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 32 8. Jabu sedapuren lepar benana kayu
Dihuni oleh puang kalimbubu dari jabu benana kayu disebut juga jabu pendungi ranan. Karena biasanya dalam runggun adat Karo persetujuan terakhir diberikan oleh puang kalimbubu.
2.4.1.9. Ornamen Suku Karo
Ornamen-ornamen mengandung arti mistik, ini berkaitan dengan kepercayaan pada masa itu Secara umum menggambarkan jati diri, kebersatuan keluarga dan permohonankeselamatan Mengunakan 5 warna : putih, merah, hitam, biru, kuning yang melambangkan jumlah marga di tanah Karo Bahan pewarnanya dibuat dari alam (dah atah taneh)selalu menggambarkan cicak di dinding rumah mereka, baik nampak seperti cicak sebenarnya ataupun bentuk yang menyerupainya Artinya, orang Batak dapat beradaptasi dengan lingkungannya seperti hidup cicak.
Universitas Sumatera Utara
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 33 Gambar 2.15. Ornamen pada Rumah Adat Karo
Sumber : sorasirulo.com 2.4.1.10. Jenis Rumah Adat Karo
Rumah adat karo dapat dibedakan menjadi beberapa jenis dan ditinjau dari dua hal, yaitu :
a. Bentuk Atapnya b. Binangunnya (rangka)
Si waluh jabu Berdasarkan bentuk atap, rumah adat karo dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu :
1. Rumah Sianjung-anjung
Rumah sianjung-anjung adalah rumah bermuka empat atau lebih, yang dapat juga terdiri atas satu atau dua tersek dan diberi bertanduk.
Gambar 2.16. Jenis Atap Rumah Sianjung-anjung Sumber: sorasirulo.com
Universitas Sumatera Utara
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 34 2. Rumah Mecu
Rumah ini bentuknya sederhana, sama seperti rumah-rumah pada umumnya dan mungkin yang membedakannya adalah proses pendiriannya, penghuninya, fungsinya, serta model atapnya. Rumah Mecu ini bermuka dua dan mempunyai sepasang kepala kerbau bertanduk.
Gambar 2.17. Bentuk Atap Rumah Mecu Sumber: sorasirulo.com
2.4.1.11. Struktur Rumah Adat Siwaluh Jabu
Rumah adat siwaluh jabu ini berbentuk rumah panggung dengan ketinggian dua meter dari permukaan tanah. Ukuran rata-rata bangunan ini adalah 17×12 m2 dengan ketinggian kurang lebih 12 m.
Bangunan ini simetris pada kedua porosnya, sehingga pintu masuk pada kedua sisinya terlihat sama. Rumah adat Batak Karo dibangun dengan 16 tiang yang bertumpu pada batu-batu alam berukuran besar (pondasi). Terdapat pembagian penyaluran beban dari bangunan terhadap pondasinya, dimana delapan dari tiang-tiang ini menyangga lantai dan atap, sedangkan yang delapan lagi hanya menyangga lantai saja. Pada bangunan ini masih menggunakan struktur post and lintel, dimana pada bagian atas bangunan (semacam plafon) merupakan suatu penyusunan antar kayu yang dimana balok hanya menumpu pada kolom. Namun sudah ditemukan kemajuan dimana sudah digunakan sistem sendi pada bagian lantai untuk mengikat balok lantainya.
Universitas Sumatera Utara
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 35 Gambar 2.18. Struktur Rumah Adat Siwaluh Jabu
Sumber : sorasirulo.com
2.4.2. Interpretasi Tema
Dalam Arsitektur Neo-Vernakular, tidak hanya menerapkan elemen- elemen fisik yang diterapkan dalam bentuk modern tapi juga elemen non fisik seperti budaya, pola piker, kepercayaan, tata letak, religi, dan lain-lain.
Arsitektur Neo-Vernakular dimaksudkan agar tetap dapat melestarikan unsur-unsur budaya lokal dengan lapisan modernisasi.
Dalam Arsitektur Neo-Vernakular, banyak ditemukan bentuk-bentuk yang sangat modern, namun dalam penerapannya masih menggunakan konsep lama daerah setempat yang dikemas dalam bentuk yang modern.
Arsitektur Neo-Vernakular ini menunjukkan suatu bentuk yang modern tetapi masih memiliki image daerah setempat walaupun material yang digunakan adalah bahan modern seperti kaca dan logam.
Dalam Arsitektur Neo-Vernakular, ide bentuk-bentuk diambil dari vernakular aslinya yang dikembangkan dalam bentuk modern.
2.4.3. Keterkaitan Tema dengan Judul
Kota Berastagi merupakan salah satu tujuan destinasi wisata di Indonesia. Panorama keindahan bukit barisan, hasil pertanian buah dan sayur yang berlimpah, kesejukan alam yang masih memiliki suhu yang rendah, merupakan alasan para wisatawan baik mancanegara maupun domestik untuk berkunjung ke kota ini. Jarak yang tidak jauh dari pusat Kota Medan juga memiliki daya tarik tersendiri. Wisatawan hanya menempuh waktu 1,5 jam menuju ke Berastagi dari Kota Medan. Berastagi
Universitas Sumatera Utara
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 36 juga merupakan tempat yang strategis karena akan di lewati apabila kita hendak ingin menuju destinasi wisata lainnya di Provinsi Sumatera Utara.
Air terjun sipiso-piso, Taman Simalem Resort, hingga Danau Toba akan melewati Kota Berastagi.
Selain dengan wisata alam, Berastagi memiliki etnik yang sangat kental yaitu Suku Karo. Hal ini dapat dikembangkan menjadi suatu tujuan pariwisata dengan penanganan yang baik. Menampilkan keistimewaan Suku Karo akan membuat wisatawan yang berkunjung semakin terkesan dengan budaya setempat nya.
Tema Neo-Vernakular yang diangkat pada kasus ini diharapkan bisa menjadikan wisata budaya tentang Suku Karo yang menarik ditengah kemajuan era modernisasi pada saat sekarang ini. Mengkombinasikan unsur adat dengan kemasan modern diharapkan akan tetap menjaga kebudayaan Karo tetap utuh.
Melalui tema ini, diharapkan dapat membuat suatu Hotel Resort yang tidak hanya menampilkan wisata alam tetapi juga wisata budaya tentang suku Karo namun tetap memberikan sebuah respon modernisasi terhadap lingkungan dan iklim Kota Berastagi.
2.4.4. Studi Banding Arsitektur yang Mempunyai Tema Sejenis 1. Joglo Plawang Boutique Hotel, Yokyakarta
Joglo Plawang adalah sebuah hotel resort yang terletak di Yogyakarta, tepatnya Jalan Raya Pakem Turi KM 5, Karanggawang, Girikerto Turi Sleman, Yogyakarta, Indonesia. Hotel ini berada di satu daerah dengan Merapi Golf Course. Hotel bintang 4 ini juga berada di satu wilayah dengan Monumen Yogya Kembali dan Taman Nasional Gunung Merapi.
Universitas Sumatera Utara
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 37 Gambar 2.19. Suasana eksterior dan interior Joglo Plawang Hotel
Sumber : Jogloplawang.com
Hotel berbintang 4 ini memliki 23 kamar. Desain hotel ini adalah pencampuran antara arsitektur modern dan arsitektur tradisional Jawa. Bisa dilihat dari bagian interior kamar, lobby dan eksterior bangunan yang sudah memakai material seperti kaca, dan dipadukan dengan material tradisional seperti kayu. Atap dan ornament yang diperlihatkan juga sangat mencerminkan arsitektur Jawa.
Fasilitas-fasilitas yang disediakan pada Joglo Plawang Boutique Hotel ini dapat dilihat pada Tabel 2.5.
Tabel 2.5. Tabel Fasilitas pada Joglo Plawang Hotel Fasilitas Umum Fasilitas Kamar Hotel 24 hour front desk Bathtub or shower
Bar/lounge Coffe/tea maker
Complimentary newspaper in
lobby Cable/satellite television channels Free parking nearby Complimentary toilet
Garden DVD Player
Gift Shop Garden view
Wi-Fi Inroom safe
Laundry facilities LCD television
Massage Mini bar
Safedeposit box Phone
Universitas Sumatera Utara