MAKNA SEMANTIK DAN SEMIOTIK TEKS ORNAMEN RUMAH GADANG MINANGKABAU
TESIS
Oleh
MAYANG PUTRI SHALIKA 177009021/LNG
FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2020
Universitas Sumatera Utara
MAKNA SEMANTIK DAN SEMIOTIK TEKS ORNAMEN RUMAH GADANG MINANGKABAU
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Linguistik pada Program Pascasarjana
Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara
Oleh
MAYANG PUTRI SHALIKA 177009021/LNG
FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2020
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
i
MAKNA SEMANTIK DAN SEMIOTIK TEKS ORNAMEN RUMAH GADANG MINANGKABAU
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengiventarisasikan bentuk penamaan tekstual ornamen rumah gadang Minangkabau, menganalisis makna semantik dan semiotiknya, serta menjelaskan fungsi ornamen rumah gadang. Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dan menggunakan model analisis interaktif Miles, Huberman, Saldana. Sumber data penelitian berupa nama-nama ornamen rumah gadang Minangkabau yang diperoleh dari hasil wawancara dan pengamatan secara langsung. Konsep semantik yang dikemukan oleh Pateda diaplikasikan untuk mengidentifikasikan makna semantik yang terdiri dari makna leksikal, makna referensial, dan makna deskriptif. Konsep semiotik Pierce digunakan untuk menganalisis makna semiotik yang terdapat pada ornamen rumah gadang Minangkabau. Metode pengumpulan data dilakukan dalam tiga tahap yaitu wawancara, observasi berperan, dan dokumentasi. Sumber data yang telah dikodensasikan melalui teks ornamen dipilah menjadi bentuk penamaan ornamen rumah gadang yang terdiri atas proses semantik dan morfologisnya. Bentuk penamaan dalam proses semantisnya terbagi lagi menjadi dua yaitu: penyebutan ciri khas dan penyebutan tempat asal, sedangkan proses morfologisnya yaitu: kata dasar, kata turunan dan kata majemuk. Adapun jumlah ornamen yang dianalisis adalah dua puluh lima teks ornamen untuk makna semantik dan semiotiknya.
Makna semantik terbagi menjadi tiga yaitu makna leksikal, referensial, dan deskriptif. Makna semiotik juga terbagi menjadi tiga yaitu ikon, indeks, dan simbol. Fungsi ornamen rumah gadang adalah murni estetis, konstruksi dan simbolis. Fungsi ini tergambar dari ungkapan adat atau petatah petitih. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, visual ornamen yang ada di rumah gadang kebanyakan tidak merepresentasikan apa yang ditandai dan ragam ukir ornamen rumah gadang Minangkabau menyimpul kepada tumbuhan bukan kepada binatang atau orang karena menurut masyarakat Minangkabau tumbuhan itu melambangkan keindahan, kemakmuran, dan kesuburan. Kesimpulan dari penelitian ini adalah bentuk penamaan teks ornamen rumah gadang sebagian besar terdiri dari penyebutan sifat khas sedangkan fungsi ornamen rumah gadang Minangkabau sebagian besar terdiri dari fungsi murni estetis.
Kata Kunci: Makna semantik, makna semiotik, ornamen rumah gadang, bentuk penamaan.
Universitas Sumatera Utara
ii
THE SEMANTIC AND SEMIOTIC MEANINGS IN THE ORNAMENTS TEXT OF RUMAH GADANG MINANGKABAU
Abstract
This study aims to identify the form of textual naming of the Minangkabau rumah gadang ornament, analyze its semantic and semiotic meanings, and explain the function of the rumah gadang ornament. This type of research is qualitative research and uses the interactive analysis model of Miles, Huberman, Saldana. Sources of research data are the names of the Minangkabau rumah gadang ornaments obtained from interviews and direct observations. The semantic concept proposed by Pateda is applied to identify semantic meaning which consists of lexical meaning, referential meaning, and descriptive meaning.
Pierce's semiotic concept is used to analyze the semiotic meaning contained in the Minangkabau rumah gadang ornament. The data collection method was carried out in three stages, namely interviews, role observation, and documentation.
Sources of data that have been codified through the ornament text are sorted into the form of naming the rumah gadang ornament which consists of semantic and morphological processes. The form of naming in the semantic process is further divided into two, namely: the mention of distinctive features and the mention of the place of origin, while the morphological process is: basic words, derivative words and compound words. The number of ornaments analyzed was twenty-five ornament texts for their semantic and semiotic meanings. Semantic meaning is divided into three, namely lexical, referential, and descriptive meanings. The meaning of semiotic is also divided into three, namely icons, indexes, and symbols. The function of the rumah gadang ornament is purely aesthetic, construction and symbolic. This function is illustrated by traditional expressions or petatah petitih. The results showed that, the visual ornaments in the rumah gadang mostly do not represent what is marked and the various carvings of the Minangkabau rumah gadang ornaments imply to plants, not to animals or people because according to the Minangkabau people, plants symbolize beauty, prosperity, and fertility. The conclusion of this research is that the form of naming the rumah gadang ornament text mostly consists of mentioning its distinctive characteristics while the function of the Minangkabau rumah gadang ornament consists mostly of purely aesthetic functions.
Keywords: Semantic meaning, semiotic meaning, rumah gadang ornament, naming form.
Universitas Sumatera Utara
iii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nyaa kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini yang berjudul “Makna Semantik dan Semiotik Teks Ornamen Rumah Gadang Minangkabau”. Shalawat dan salam dengan sepenuh hati disampaikan keharibaan junjungan nabi besar Muhammad SAW, insyaalah dengan memperbanyak shalawat kepada beliau akan mendapat syafaat di yaumil mahsyar kelak, aamiin.
Tesis ini diajukan sebagai tugas akhir sekaligus persyaratan untuk mencapai gelar Magister di program studi Linguistik, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara. Kemudian pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. Dekan Fakultas Ilmu Budaya, Dr. Budi Agustono, M.S. yang telah memimpin dan membina Fakultas Ilmu Budaya dalam rangka mencetak generasi muda yang intelektual.
2. Prof. Dr. Robert Sibarani, M.S. selaku Direktur Sekolah Pascasarjana dan sekaligus sebagai dosen pembimbing I penulis yang telah meluangkan waktunya serta berbagi ilmu, arahan, dan motivasi untuk menyelesaikan tesis ini.
3. Dr. Eddy Setia, M.Ed. TESP. selaku ketua Program Studi Linguistik dan sekaligus sebagai dosen pembimbing II penulis yang juga telah meluangkan waktunya serta memberikan ilmu, arahan dan motivasi untuk menyelesaikan Tesis ini.
4. Dr. T. Thyrhaya Zein, M.A. selaku sekretaris Program Studi Linguistik yang telah memberikan ilmu, motivasi, dan arahan selama penulis menempuh pendidikan di Program Studi Linguistik.
5. Prof. Amrin Saragih, M.A., Ph.D. , Dr. Deliana, M.Hum., dan Dr.
Mulyadi, M.Hum. selaku dosen penguji yang telah memberikan kritik dan saran yang sangat membangun demi penyempurnaan tesis ini.
6. Staf pengajar program studi Linguistik yang telah memberikan ilmu selama penulis menempuh pendidikan di program studi Linguistik.
7. Staf administrasi program studi Linguistik yang telah banyak membantu dalam pengurusan administrasi penulis.
8. Kedua orang tua yang sangat penulis sayangi, Ayahanda Syafrion dan Ibunda Kasmanidar. Cinta dan kasih sayang mereka membawa penulis agar mampu melewati setiap hambatan dan tantangan dalam hidup.
9. Saudara kandung penulis, Yohana Florentina, A.Md, Keb. dan Shalika Dewi, S.E. yang telah mendukung penulis untuk menyelesaikan tesis ini.
10. Suami, Abangnda Muhammad Ali Misran, S.T. yang selalu memberikan semangat kepada penulis agar penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan baik.
11. Teman-teman seperjuangan angkatan 2018 yang selalu memberikan semangat dan menguatkan satu sama lain.
Universitas Sumatera Utara
iv
Akhir kata, penulis menyadari masih banyak kekurangan dan kelemahan dari penelitian ini. Untuk itu saran dan kritikan yang membangun akan sangat membantu dalam penyempurnaan Tesis ini. Penulis menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah mendukung secara materil, moril, dan semangat yang memotivasi dalam penyelesaian Tesis ini, dan penulis berharap semoga semua kemudahan dan kebaikan diberikan kepada penulis mendapat balasan berlipat ganda dari Allah SWT, aamiin.
Medan, Februari 2020
Penulis,
Mayang Putri Shalika
Universitas Sumatera Utara
v
RIWAYAT HIDUP
Mayang Putri Shalika adalah nama penulis dari tesis ini. Penulis lahir di Dumai pada tanggal 19 Juni 1995.
Penulis menempuh pendidikan SD 1 YKPP Dumai pada tahun 2001 dan lulus pada tahun 2007, kemudian melanjutkan pendidikannya di SMP Negeri Binaan Khusus Dumai pada tahun 2007 dan lulus tahun 2010. Setelah itu penulis melanjutkan pendidikan sekolah menengah atas di SMAN 2 Dumai pada tahun 2010 dan lulus tahun 2013.
Penulis menempuh pendidikan Strata 1 pada tahun 2013 di Universitas Sumatera Utara, jurusan Sastra Jepang dan lulus pada tahun 2017. Setelah lulus dari S-1nya, penulis bekerja di salah satu sekolah menengah pertama swasta yang ada di kota Medan yaitu MTS Alwashliyah Kolam sebagai guru bahasa Jepang. Setelah lebih dari enam bulan bekerja di sekolah tersebut, penulis mengundurkan diri karena ingin melanjutkan pendidikan Strata 2. Pada tahun 2018 awal penulis melanjutkan pendidikan Strata 2 di Universitas Sumatera Utara dan mengambil jurusan Linguistik. Dalam masa menjalani pendidikan S-2nya, penulis kembali bekerja disalah satu sekolah menengah swasta yang ada di kota Medan yaitu Yayasan Pendidikan Sultan Iskandar Muda sebagai guru bahasa Jepang. Penulis menyelesaikan pendidikan S-2nya pada tahun 2020.
Setelah tamat dari pendidikan Strata 2, penulis aktif di dalam penulisan artikel untuk publikasi ilmiah. Sejauh ini artikel penulis yang telah dipublikasikan di jurnal ada dua artikel yang dipublikasikan oleh jurnal HUMANIKA Universitas Diponegoro. Tidak hanya aktif di dalam penulisan artikel, penulis juga menekuni bidang pendidikan dan membuka bimbingan belajar sendiri khusus sekolah angkatan dan kedinasan sampai saat ini.
Universitas Sumatera Utara
vi
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK……….………..…..i
ABSTRACT………..……….…..…...ii
KATA PENGANTAR………..………iii
RIWAYAT HIDUP…..………...………...v
DAFTAR ISI ………..………...………....vi
DAFTAR TABEL………..………..………...viii
DAFTAR GAMBAR…………..……...………...……….…ix
DAFTAR LAMPIRAN...………...………..…..x
GLOSARIUM………...………...xi
BAB I PENDAHULUAN………..…………...………..………1
1.1 Latar Belakang Masalah…..………...…..1
1.2 Rumusan Masalah…………..………..………....3
1.3 Tujuan Penelitian…………..………..…………...4
1.4 Batasan Masalah………..………4
1.5 Manfaat Penelitian………..……..…………...5
1.5.1 Manfaat Teoretis……….5
1.5.2 Manfaat Praktis…………..…..………...5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI……....…6
2.1 Penelitian Relevan………….……...………....6
2.2 Penamaan...………..………...9
2.2.1. Pengertian Penamaan………..…..…...9
2.2.2 Jenis Penamaan………...10
2.3 Makna………..……..………...13
2.3.1 Makna Semantik...……,,…………..…..…...……14
2.3.2 Makna Semiotik………..………...17
2.4 Ornamen………...20
2.4.1. Konsep Ornamen Tradisional...20
2.4.2 Fungsi Ornamen...22
2.5 Motif Ornamen...24
2.6 Kerangka Konseptual………..……..25
BAB III METODE PENELITIAN……….……….27
3.1 Jenis Penelitian……….……….…...27
3.1.2 Data dan Sumber Data…...………..…28
3.2 Lokasi Penelitian……….……….28
3.3 Metode Pengumpulan Data……….……….30
3.3.1 Wawancara Mendalam……….…………....30
3.3.2 Observasi Berperan………..31
3.3.3 Dokumentasi………....31
3.3.4 Studi Pustaka………...31
3.4 Metode Analisis Data……….………….32
Universitas Sumatera Utara
vii
3.4.1 Kondensasi Data……….………32
3.4.2 Penyajian Data……….……..…34
3.4.3 Penarikan dan Verifikasi Kesimpulan…………....34
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN………….…….36
4.1 Hasil Penelitian………..………36
4.1.1 Bentuk Penamaan Teks Ornamen Rumah Gadang Minangkabau………..36
4.1.2 Makna Semantik dan Semiotik Teks Ornamen Rumah Gadang..…...38
4.1.3 Fungsi Ornamen……….…..…………..49
4.2 Pembahasan………….………...50
4.2.1 Bentuk Penamaan Makna dalam Teks Ornamen Rumah Gadang…………..………...…….50
4.2.2 Makna Semantik dan Semiotik Teks Ornamen Rumah Gadang Minangkabau……..……….58
4.2.3 Fungsi Ornamen……….80
4.3 Hasil Temuan...………..………..…..………90
BAB V KESIMPULAN & SARAN………....…....92
5.1 Kesimpulan……….…..………92
5.2 Saran……….…..………..93
DAFTAR PUSTAKA……….………..………..94
Universitas Sumatera Utara
viii
DAFTAR TABEL
No. Judul Halaman
4.1 Bentuk Penamaan Ornamen………….………..…..……..37
4.2 Klasifikasi Ornamen Berdasarkan Jenis Motif……...38
4.3 Makna Semantik………....40
4.4 Makna Semiotik……….41
4.5 Fungsi Ornamen……….49
Universitas Sumatera Utara
ix
DAFTAR GAMBAR
No. Judul Halaman
2.1 Hubungan Petanda dan Penanda………....17
2.2 Dimensi Tanda……….………..19
2.3 Kerangka Konseptual……….26
3.1 Peta Lokasi Penelitian……...…………...………..29
3.2 Metode Analisis Data………...………...32
Universitas Sumatera Utara
x
DAFTAR LAMPIRAN
No. Judul Halaman
1. Biodata Informan………97
2. Foto………...98
Universitas Sumatera Utara
xi
GLOSARIUM
Rumah gadang : Rumah adat masyarakat Minangkabau
Rumah baganjong : Sebutan untuk gedung pusat perkantoran yang ditempati oleh gubernur Sumatra Barat bersama pegawai pemerintah Provinsi Sumatra Barat
Rangkiang : Bangunan di sekitar rumah gadang yang berfungsi
untuk tempat menyimpan padi
Homo simbolicum : Manusia sebagai makhluk sosial
Anjuang :Ruangan yang terletak pada sayap bangunan sebelah kanan dan kiri di rumah gadang Minangkabau, bentuk ruangan yang lantainya berjenjang ke atas melebar ke samping kiri maupun ke samping kanan.
Urang ranah Minang : Sebutan atau istilah untuk tanah Minangkabau.
Alam takambang jadi guru : Pepatah yang berasal dari Minangkabau
Universitas Sumatera Utara
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bahasa terdiri dari dua unsur Semantik. Semantik membahas makna bentuk bahasa dalam hubungannya dengan konteks linguistik. Kata, frasa, klausa, kalimat, dan wacana adalah bentuk bahasa. Bentuk-bentuk bahasa itu mempunyai makna. Bentuk yang berbeda mempunyai makna yang berbeda. Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, serta sosial, budaya, ekonomi masyarakat menimbulkan perubahan dan perkembangan simbol-simbol bahasa yang juga berdampak kepada perubahan atau perkembangan makna simbol-simbol bahasa itu. Karena makna simbol-simbol bahasa berkembang, pemakai bahasa perlu mempelajari makna simbol bahasa terus-menerus.
Said (2004:3) mengatakan, “Kebudayaan sendiri merupakan kesatuan dari gagasan simbol-simbol dan nilai-nilai yang mendasari hasil karya dan perilaku manusia, sehingga tidaklah berlebihan apabila dilanjutkan bahwa begitu eratnya kebudayaan dan simbol-simbol yang diciptakan oleh manusia sehingga manusia disebut sebagai Homo Simbolicum”. Penggunaan simbol dalam budaya merupakan alat perantara yang berasal dari nenek moyang untuk melukiskan segala macam bentuk pesan pengetahuan kepada masyarakat, sebagai generasi penerus yang diwujudkan dalam tindakan sehari-hari mereka sebagai makhluk budaya, lantas diharapkan mampu memberi pemahaman bagi masyarakat penggunanya. Intinya, seperti perkataan Geertz (1992:51), “Makna hanya dapat
„disimpan‟ di dalam simbol”. Lebih jelas, Geertz (1992:57) menyimpulkan,
Universitas Sumatera Utara
kebudayaan adalah pola dari makna-makna yang dapat tertuang dalam simbol- simbol, diwariskan melalui sejarah.
Hal yang sama pada kebudayaan suku Minangkabau, yang hingga sekarang tetap menjaga kebudayaan mereka agar tak tergeser oleh zaman yakni ornamen-ornamen yang ada pada rumah gadang. Dari definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai kebudayaan adalah sesuatu yang akan memengaruhi tingkat pengetahuan, dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku, dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang semuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.
Kebudayaan itu seperti jati diri yang harus terus dijaga, membiarkannya luput dimakan waktu sama saja membiarkan jiwa lepas dari tubuhnya tanpa ada usaha berarti. Agar nilai-nilai dalam kebudayaan tetap mengakar kuat, salah satu usaha yang bisa dilakukan adalah meninggalkan benda pusaka atau yang biasa disebut dengan warisan budaya. Pusaka tersebut tidak hanya menjadi pengingat suatu kebudayaan itu pernah ada, namun juga sebagai bentuk komunikasi visual antara generasi terdahulu dengan generasi setelahnya. Sebuah penyampai pesan dengan tujuan untuk menjadi pedoman bagi penerus kebudayaan. Penunjuk cara bagaimana bersikap yang baik terhadap diri sendiri dan lingkungan. Salah satu warisan budaya sarat makna itu adalah rumah gadang, rumah bagonjong milik
Universitas Sumatera Utara
urang ranah minang dari Sumatera Barat. Orang bilang, membangun rumah sama saja artinya dengan membangun peradaban. Lebih dari sekedar tempat tinggal, rumah gadang hadir sebagai alat komunikasi antar masa.
Landasan hidup “alam takambang jadi guru” mendidik orang Minangkabau untuk menghargai alamnya dengan baik. Alam hadir bukan sekedar untuk dimanfaatkan manusia sebagai tempat tinggal dan mencari makan, namun juga untuk tempat bertahan hidup. Dengan kata lain, ada pelajaran yang dapat diambil dari alam semesta ini. Pesan tersebut disampaikan dengan baik lewat ukiran-ukiran yang hadir sebagai ornamen di dinding rumah gadang. Sekalipun tidak semua orang memahami setiap motif secara mendalam. Layaknya sebuah komunikasi, harus ada pesan yang tersampaikan lewat teks ornamen tersebut.
Struktur, arsitektur dan ornamen pada rumah gadang merupakan salah satu sarana untuk memaksimalkan komunikasi tersebut. Namun sekarang, banyak orang tidak paham dengan makna yang ada disetiap detail rumah pusaka itu. Dengan alasan itulah penulis mencoba untuk menggali makna di balik detail rumah gadang, agar didapatkan pengetahuan tentang pesan apa yang ingin disampaikan di dalamnya.
Fokus penelitian ini membahas bentuk dan makna yang terdapat pada teks ornamen rumah gadang.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah disebutkan di atas, permasalahan penelitian ini mencoba menjawab masalah yang dirumuskan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut :
1. Bagaimanakah bentuk penamaan teks ornamen rumah gadang Minangkabau?
Universitas Sumatera Utara
2. Bagaimanakah makna semantik dan semiotik ornamen rumah gadang Minangkabau?
3. Bagaimanakah fungsi ornamen bagi masyarakat Minangkabau?
1.3 Tujuan Penelitian
Dengan merujuk kepada rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Menginvertarisasi bentuk penamaan yang terdapat pada teks ornamen rumah gadang Minangkabau
2. Menganalisis makna semantik dan makna semiotik teks ornamen rumah gadang Minangkabau
3. Menjelaskan fungsi rumah gadang bagi masyarakat Minangkabau
1.4 Batasan Masalah
Pembatasan suatu masalah digunakan untuk menghindari adanya penyimpangan dan perluasan pokok masalah agar penelitian lebih terarah dan memudahkan dalam pembahasan sehingga tujuan penelitian akan tercapai.
Beberapa batasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Lingkupan permasalahan yang ada di dalam penelitian ini hanyalah mengenai teks ornamen yang ada pada rumah gadang minangkabau.
2. Adapun data teks ornamen yang dianalisis mengenai bentuk penamaan, makna semantik sekaligus makna semiotik, dan fungsi dari ornamen rumah gadang minangkabau
Universitas Sumatera Utara
1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat yang diperoleh dari penelitian diharapkan memberikan kontribusi manfaat teoretis dan manfaat praktis.
1.5.1 Manfaat Teoretis
Secara teoretis kiranya temuan ini dapat memberikan manfaat. Sebagai suatu kajian linguistik temuan ini dapat memperkaya teori semantik dan semiotik bisa menjadi rujukan lebih lanjut. Penelitian tentang budaya dan bahasa masih perlu dikembangkan dan diperdalam khususnya penelitian kebudayaan suku Minangkabau yang dapat dijadikan sebagai bahan referensi.
1.5.2 Manfaat Praktis
Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi masyarakat Minang. Dengan adanya penelitian ini masyarakat lebih mengenal teks ornament rumah gadang dan sebagai dokumentasi untuk masyarakat minangkabau. Penelitian ini diharapkan memberikan pengetahuan bagi masyarakat tentang makna-makna yang terkandung pada ornamen rumah gadang Minangkabau.
Di samping sebagai dokumentasi leksikon-leksikon bahasa Minang dan penjelasan tentang makna-makna simbol budaya yang ada pada ornament- ornamen rumah gadang kiranya penelitian ini dapat memberikan kontribusi kepada semua pihak yang terkait untuk dapat melestarikan tradisi kebudayaan yang tersimpan pada bangunan rumah gadang Minangkabau.
Universitas Sumatera Utara
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penelitian Relevan
Penelitian relevan menjadi sumber acuan untuk menyempurnakan penelitian ini. Penelitian-penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan referensi dan sumber teori. Penelitian Franzia, dkk (2015) menganalisis bentuk visual rumah gadang sebagai representasi simbolik dari etnis Minangkabau. Penelitian menggunakan metode semiotik yang dikemukakan oleh Pierce. Penelitian tersebut mengklasifikasikan rumah gadang sebagai representasi simbolik dari identitas etnik. Persamaan penelitian Faranzian, dkk (2015) dalam penelitian ini adalah penggunaan metode semiotik yaitu menggunakan metode semiotika Pierce.
Perbedaannya terletak pada objek rumah gadang karena di dalam penelitian ini hanya berfokus kepada rumah gadang yang ada di Batu Sangkar, Sumatera Barat.
Penelitian Rakhman (2015) menjelaskan bentuk-bentuk dan makna dibalik ornamen yang terdapat pada rumah limas Palembang, Sumatera Selatan.
Penelitian ini menunjukkan bahwa keberadaan rumah Limas Palembang sangat berkaitan erat dengan matahari dan sungai sehingga hal itu sangat menentukan posisi rumah yang akan didirikan. Budaya itu dipegang teguh karena masyarakat Palembang dahulu sangat bergantung pada sungai, baik untuk transportasi maupun untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari. Penelitian ini juga membahas mengenai ornamen rumah Limas Palembang yang mempunyai ciri khas tersendiri.
Ciri khas bentuk motif hiasan rumah Limas Palembang terlihat dari atapnya yang berbentuk piramida menurun curam, dihiasi simbar-simbar, dan diberi tambahan
Universitas Sumatera Utara
bunga melati. Bentuk atap tersebut melambangkan keagungan dan pengayoman adab sopan santun. Semua motif dalam rumah Limas Palembang itu menggambarkan kehidupan atau tatanan tata krama dari masyarakat Palembang.
Kelebihan dari penelitian tersebut adalah penelitian menggunakan beberapa metode kualitatif deskriptif. Penelitian di atas dilakukan dengan pendekatan estetika Djelantik dan data diperoleh dari kegiatan observasi, dokumentasi, wawancara, dan studi pustaka. Kelemahan dari penelitian tersebut yaitu penggunaan teori dalam penelitian tersebut tidak begitu dijabarkan secara rinci sehingga dalam proses analisis data adanya kesulitan dalam hal pengklasifikasian bentuk dan makna ornamen rumah Limas Palembang. Persamaan penelitian tersebut dengan penelitian analisis makna semantik dan semiotik ornamenr rumah Gadang Minangkabau terletak pada objek yang diteliti yaitu rumah adat.
Perbedaannya yaitu, penggunaan metode pengumpulan data dan analisis data.
Penelitian Sitindjak, dkk (2016) Form and Meaning of Batak Toba House Ornaments menjelaskan bentuk dan makna yang terkandung dalam berbagai pengaturan yang melekat pada rumah. Penelitian tersebut menggunakan pendekatan analisis ikonologis Panofsky. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa dekorasi hias rumah Batak Toba sebagian besar terinspirasi oleh fenomena dan benda-benda alam yang telah bergaya dan ada beberapa yang bersifat imajinatif. Penelitian tersebut juga mengungkapkan bahwa ornamen tersebut mengandung makna yang mencerminkan kepercayaan spiritual masyarakat Banua Tonga (dunia tengah) dan Banua Toru (dunia bawah). Hal ini juga mewakili visi kehidupan dan filosofi masyarakat Batak Toba.
Universitas Sumatera Utara
Selanjutnya penelitian Parlindungan (2017) mengenai fungsi dan filosofi rumah Gadang. Dalam penelitian Parlindungan disebutkan bahwa rumah Gadang yang mempunyai beberapa fungsi antara lain kegiatan adat istiadat, tempat kumpul keluarga, penobatan kepala adat dan lain sebagainya dan filosofi dari rumah Gadang itu sendiri terhadap sarana komunikasi antara masyarakat Minangkabau. Penelitian tersebut memberikan kontribusi teori tentang fungsi rumah adat terhadap penelitian ini. Perbedaanya yaitu, penelitian tersebut hanya membahas fungsi dan filosofi rumah gadang saja.
Penelitian Maulani (2017) mengenai ornamen eksterior Masjid Agung Jawa Tengah. Penelitian tersebut dilakukan karena Masjid Agung Jawa Tengah memiliki ornamen eksterior yang sangat khas, berbeda dengan ornamen masjid raya lain di Indonesia, yang umumnya memiliki ornamen eksterior yang hanya berakulturasi dengan budaya Timur Tengah. Suasana di Masjid Agung Jawa seperti di masjid Nabawi dan suasana Colloseum di zaman Romawi. Kontribusi penelitian Maulani (2017) dalam penelitian ini adalah penggunaan teori semiotik.
Penelitian Nainggolan (2017) yang berjudul Ornamen Istana Kerajaan Siak: Kajian Semiotika yang terdapat di desa Siak Sri Indrapura, Kecamatan Siak, Kabupaten Siak Sri Indrapura, Riau. Penelitian tersebut membahas tentang ornamen-ornamen yang terdapat dalam Istana Kerajaan Siak, Kontribusi Penelitian Nainggolan dalam peneletian ini adalah membantu penulis untuk menambah wawasan tentang teori semiotika dan juga memudahkan penulis dalam menganalisis rumah adat dengan menggunakan teori semiotika.
Universitas Sumatera Utara
Penelitian Christyawaty (2018) yang membahas makna motif hias siriah gadang pada bangunan tradisional Minangkabau dan arti penting siriah dalam adat dan budaya Minangkabau. Dalam penelitian tersebut menunjukkan bahwa siriah merupakan benda budaya yang sangat penting dan bahkan sakral. Hal itu dikuatkan dengan adanya penggunaan siriah dalam setiap kegiatan adat masyarakat Minangkabau hingga sekarang. Persamaan penelitian Christyawaty dengan penelitian ini adalah menganalisis makna ornamen siriah gadang tetapi dalam penelitian ini tidak hanya membahas makna ornamen siriah gadang melainkan membahas makna ornamen yang ada di Istano Basa pagaruyuang yang berjumlah duapuluh lima ornamen.
2.2 Penamaan (naming)
2.2.1 Pengertian Penamaan
Menurut Sudaryat (2008:59) proses penamaan berkaitan dengan acuanya.
Penamaan bersifat arbitrer dan kovensional Konvensional berdasarkan kebiasaan masyarakat pemakainya, sedangkan arbitrer kemauan masyarakat pemakainya.
Nama merupakan kata-kata yang menjadi label setiap makhluk, benda, aktivitas, dan peristiwa di dunia ini (Djajasudarma, 2009:47).
Aristoteles (dalam Pateda, 2001 :63) mendeskripsikan bahwa pemberian nama adalah soal perjanjian konvensi. Perjanjian yang dimaksud di sini bukan berarti bahwa dahulu ada siding masalah nama untuk sesuatu yang diberi nama.
Melainkan perjanjian yang dimaksud adalah kesepakatan pemakaian bahasa terkait tentang nama yang akan diberikan. Nama tersebut biasanya berasal dari seorang pakar, ahli, penulis, pengarang, wartawan, pimpinan Negara, tokoh
Universitas Sumatera Utara
masyarakat yang kemudian dipublikasikan melalui media elektronik maupun melalui pembicaraan tatap muka langsung.
Berdasarkan pendapat para ahli tentang nama dapat disimpulkan bahwa nama merupakan label, aktivitas, perjanjian konvensi bagi semua makhluk hidup yang ada di dunia. Perjanjian disepakati bagi pemakai bahasa atau nama dalam menamai atau menandai sebuah benda. Label juga disepakati oleh pemakai bahasa pada umumnya untuk menandai suatu benda agar mudah mengenali atau mengingat.
2.2.2 Jenis Penamaan
Menurut Sudrayat (2008:59) ada sepuluh cara dalam proses penamaan, yaitu (a) peniruan bunyi, (b) penyebutan bagian (c) penyebutan sifat khas, (d) penyebutan penemu dan pembuat, (e) penyebutan tempat asal, (f) penyebutan bahan, (g) penyebutan kesurupan, (h) penyebutan pemendekan, (i) penyebutan penamaan baru, dan (j) penyebutan pengistilahan.
Berdasarkan uraian di atas mengenai sepuluh cara jenis penamaan, peneliti tidak mendeskripsikan semua jenis penamaan yang dikemukakan oleh Sudrayat karena berdasarkan data yang diperoleh tidak semuanya sesuai dengan teori yang dijelaskan Sudrayat. Dengan demikian, peneliti hanya akan mendeskripsikan jenis penamaan berdasarkan (a) penyebutan sifat khas, (b) penyebutan bagian, (c) penyebutan bahan. Jenis penamaan yang digunakan oleh peneliti, dideskripsikan sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
1. Penyebutan sifat khas
Penyebutan sifat khas adalah penamaan suatu benda berdasarkan sifat yang khas yang ada pada benda (Sudrayat, 2008:59). Gejala ini merupakan peristiwa sematik karena dalam peristiwa itu terjadi transposisi makna dalam pemakaian yakni perubahan dari kata sifat menjadi kata benda. Di sini terjadi perkembangan yaitu berupa ciri makna yang disebut dengan kata sifat itu mendesak kata bendanya karena sifatnya yang amat menonjol sehingga kata sifat itulah yang menjadi nama bendanya. Jadi, penamaan berdasarkan sifat khas adalah penamaan pada suatu benda berdasarkan sifatnya yang menonjol pada benda itu. Penamaan berdasarkan penyebutan sifat khas dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: (1) sifat khas berdasarkan ciri fisik ini merupakan penamaan yan terbentuk berdasarkan dari ciri fisik, (2) sifat khas berdasarkan karakter ini juga dapat melatarbelakangi terjadinya penamaan, yaitu dilihat dari karakter yang ada pada benda tersebut. Untuk lebih dapat dipaparkan sebagai berikut:
Sifat khas berdasarkan ciri fisik
Penamaan berdasarkan sifat ciri khas merupakan penamaan karena ciri fiik yang dimiliki oleh suatu benda. Hal itu, sering dijumpai dalam lingkungan masyarakat maupun di luar lingkungan masyarakat. Oleh sebab itu dapat terbentuk berdasarkan ciri fisik yang menonjol pada benda sehingga mendesak kata bendanya. Sifat khas dari ciri fisik itulah yang dijadikan nama benda tersebut.
Sifat khas berdasarkan karakter
Penamaan berdasarkan sifat khas karena karakter yang dimiliki oleh suatu benda sering dijumpai dalam lingkungan masyarakat. Penyebutan tersebut,
Universitas Sumatera Utara
muncul karena adanya sifat khas karakter yang ada pada benda itu. Dengan demikian, disebabkan karena sifat karakter yang menonjol sehingga mendesak kata bendanya. Sifat khas dari karaakter itulah yang dijadikan nama benda tesebut.
Hal ini dapaat pada karakter yang dimiliki oleh seseorang misalnya, orang yang sangat kikir lazim disebut kikir atau si bakhil.
2. Penyebutan bahan
Menurut Sudrayat (2008:60) penyebutan bahan adalah penamaan berdasaran nama bahan pokok benda tersebut. Jadi, penamaan berdasarkan penyebutaan bahan adalah penamaan yang diperoleh berdarkan bahan pokok benda tersebut. Dalam hal ini dapat dilihat bahwa karung yang dibuat dari goni yaitu sejenis serat tumbuh-tumbuhan yang dalam bahasa latin disebut corhorus capsularis disebut juga goni. Berdasarkan pendapat tersebut, nama bahan merupakan nama yang diambil berdasarkan nama bahan pokok yang ada pada benda tersebut.
3. Penyebutan bagian
Menurut Sudrayat (2008:59) mengungkapkan bahwa penyebutan bagian merupakan suatu penamaan suatu benda dengan cara menyebutkan bagian dari benda tersebut, padahal yang dimaksud keseluruhanya. Maksudnya, bagian dari suatu benda atau hal, dapat dari tubuh yang disebutkan mempunyai arti secara keseluruhan dari benda tersebut. Oleh karena itu, penamaan penyebutan bagian adalah penamaan suatu benda yang menyebutkan bagian dari suatu benda tersebut, padahal yang dimaksud dalam pengertian tersebut adalah keseluruhanya.
Universitas Sumatera Utara
Misalnya kata kepala dalam kalimat setiap kepala menerima bantuan seribu rupiah, bukanlah dalam arti „kepala‟ itu saja, melainkan secara keseluruhan
2.3 Makna
Makna (pikiran atau referensi) adalah hubungan antara lambang (simbol) dan acuan atau referen. Hubungan antara lambang dan acuan bersifat tidak langsung sedangkan hubungan antara lambang dengan referensi dan referensi dengan acuan bersifat langsung Ogden dan Richards (dalam Sudaryat, 2009: 13).
Batasan makna ini sama dengan istilah pikiran, referensi yaitu hubungan antara lambang dengan acuan atau referen Ogden dan Richards (dalam Sudaryat, 2009:
13) atau konsep Lyons (dalam Sudaryat, 2009: 13). Jika seseorang menafsirkan makna sebuah lambang, berarti orang tersebut memikirkan sebagaimana mestinya tentang lambang tersebut; yakni sesuatu keinginan untuk menghasilkan jawaban tertentu dengan kondisi-kondisi tertentu (Stevenson dalam Pateda 2001: 82).
Ogden dan Richard (dalam Sudaryat, 2009: 14) mendefinisikan tentang makna menjadi 14 rincian, dijelaskannya bahwa makna itu: 1)suatu sifat yang intrinsik; 2) hubungan dengan benda-benda lain yang unik dan sukar dianalisis; 3) kata lain tentang suatu kata yang terdapat di dalam kamus; 4) konotasi kata; 5) suatu esensi, suatu aktivitas yang diproyeksikan ke dalam suatu objek; 6) tempat sesuatu di dalam suatu sistem; 7) konsekuensi praktis dari suatu benda dalam pengalaman kita mendatang; 8) konsekuensi teoretis yang terkandung dalam sebuah pernyataan; 9) emosi yang ditimbulkan oleh sesuatu; 10) sesuatu yang secara aktual dihubungkan dengan suatu lambang oleh hubungan yang telah dipilih; 11) a. efek-efek yang membantu ingatan jika mendapat stimulus asosiasi-
Universitas Sumatera Utara
asosiasi yang diperoleh; b. beberapa kejadian lain yang membantu ingatan terhadap kejadian yangpantas; c. suatu lambang seperti yang kita tafsirkan; d.
sesuatu yang kita sarankan; e. dalam hubungannya dengan lambang penggunaan lambang yang secaraaktual dirujuk; 12) penggunaan lambang yang dapat merujuk terhadap apa yang dimaksud; 13) kepercayaan menggunakan lambang sesuai dengan yang kita maksudkan; 14) tafsiran lambang; a. hubungan-hubungan; b.
percaya tentang apa yang diacu; dan c. percaya kepada pembicara tentang apa yang dimaksudkannya.
Inti dari apa yang diungkapkan atau diuraiakan oleh Ogden dan Richard, makna adalah hubungan antara kata dan benda yang bersifat instrinsik yang berada dalam suatu sistem dan diproyeksikan dalam bentuk lambang. Dari pengertian-pengertian makna yang disampaikan oleh para pakar di atas dapat disimpulkan bahwa makna adalah hubungan antara kata (leksem) dengan konsep (referens), serta benda atau hal yang dirujuk (referen).
2.3.1 Makna Semantik
Semantik berasal dari bahasa Yunani semantikos, artinya studi tentang makna. Lehrer (dalam Pateda, 2010:6) mengatakan bahwa semantik adalah studi tentang makna. Semantik berfokus pada hubungan antara penanda seperti kata, frase, tanda dan simbol. Dalam pengertian umum semantik adalah disiplin ilmu yang menelaah makna satuan lingual, baik makna leksikal maupun makna gramatikal. Makna leksikal adalah makna unit semantik yang terkecil yang disebut leksem, sedangkan makna gramatikal adalah makna yang terbentuk dari penggabungan satuan-satuan kebahasaan. Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa semantik adalah ilmu yang mengkaji tentang
Universitas Sumatera Utara
makna yang terkandung di dalam kata atau kelompok kata. Semantik adalah subdisplin linguistik yang membicarakan makna (Pateda, 2010:7). Objek kajiannya adalah makna. Makna yang menjadi objek semantik dapat dikaji dari banyak segi terutama teori atau aliran yang berada dalam linguistik (Pateda, 2010:
65).
Saeed (1997:3) mengemukakan bahwa “semantics is the study of meaning communicated through language”. Menurut Saeed, Semantik adalah studi mempelajari makna komunikasi dalam bahasa. Sedangkan menurut Griffiths (2006:1) “semantics is the study of the “toolkit” for meaning: knowledge encoded in the vocabulary of the language and its patterns for building more elaborate meanings, up to level senteces.” Menurutnya, semantik merupakan studi yang dikhsusukan untuk mempelajari makna hanya pada tingkat, kata, frasa, kalimat dan teks.
Berbagai sumber yang didapat ada istilah untuk menamakan jenis atau tipe makna. Jenis makna menurut Pateda( 2001 : 96-131) : makna Afektif, makna Denotatif, makna Deskriptif, makna Ekstensi, makna Emotif, makna Gereflektor, makna Gramatikal, makna Ideasional, makna Konstruksi, Makna Leksikal, Makna Lokusi, Makna Luas, Makna Piktorial, makna Proposisional, makna Pusat, makna Referensial, makna Intensi, makna Khusus, makna Kiasan, makna Kognitif, makna Kolokasi, makna Konotatif, makna Konseptual, makna Sempit, makna Stilistika, makna Tekstual, makna Tematis, makna Piktorial, makna Umum.
Makna leksikal adalah makna leksem ketika leksem tersebut berdiri sendiri dalam bentuk dasar maupun leksem turunan dan maknanya seperti yang
Universitas Sumatera Utara
kita lihat pada kamus (Pateda 1990: 64). Leksem yang berdiri sendri karena makna sebuah leksem dapat berubah apabila leksem tersebut berada di dalam kalimat. Contohnya kata “gawang”. Kata ini memiliki arti dua tiang yang dihubungkan dengan kayu palang pada bagian ujung atas atau dua tiang yang berpalang sebagai tempat sasaran memasukan bola dalam permainan sepak bola.
Kesimpulan yang dapat diambil dari beberapa pengertian di atas, makna leksikal adalah makna yang dimiliki atau ada pada leksem meski tanpa konteks apapun.
Makna leksikal juga bisa berarti makna yang sebenarnya, makna yang sesuai dengan hasil observasi indra manusia, atau makna apa adanya.
Referen menurut Palmer (dalam Pateda, 2001: 125) adalah hubungan antara unsur-unsur linguistik berupa kata-kata, kalimat-kalimat dan dunia pengalaman nonlinguistik. Referen atau acuan dapat diartikan berupa benda, peristiwa, proses atau kenyataan. Referen adalah sesuatu yang ditunjuk oleh suatu lambang. Makna referensial mengisyaratkan tentang makna yamg langsung menunjuk pada sesuatu, baik benda, gejala, kenyataan, peristiwa maupun proses.
Makna referensial menurut uraian di atas dapat diartikan sebagai makna yang langsung berhubungan dengan acuan yang ditunjuk oleh kata atau ujaran.
Dapat juga dikatakan bahwa makna referensial merupakan makna unsur bahasa yanga dekat hubungannya dengan dunia luar bahasa, baik berupa objek konkret atau gagasan yang dapat dijelaskan melalui analisis komponen.
Makna deskriptif (descriptive meaning) yang biasa disebut pula makna kognitif (cognitive meaning) atau makna referensial (referential) adalah makna
Universitas Sumatera Utara
yang terkandung di dalam setiap kata. Contohnya, kata “pohon” bermakna tumbuhan yang memiliki batang dan daun dengan bentuk yang tinggi besar dan kokoh. Makna kognitif tidak hanya dimiliki kata-kata yang menunjuk benda- benda nyata, tetapi mengacu juga pada bentuk-bentuk yang makna kognitifnya khusus dan termasuk pula partikel yang memiliki makna relasional.
2.3.2 Makna Semiotik
Dua pakar semiotik utama yang relevan dalam penelitian ini adalah ferdinand de Saussure dan Charles Sanders Peirce. Yang mula-mula mengemukakan bahwa tanda terjadi dari petanda dan penanda adalah Ferdinand de Saussure (dalam Saragih, 2011:13). Hubungan antara Petanda (Signified) dan penanda (signifier).
Gambar 2.1 Hubungan petanda dan penanda
Pada dasarnya, tanda yang terjadi dari petanda dan penanda, merupakan satu kesatuan, seperti koin atau uang logam yang terjadi dari bagian depan (head) dan bagian belakang (tail). Bagian depan sebagai petanda dan bagian belakang sebagai penanda. Berbeda dengan Saussure, Charles Sanders Peirce (dalam Saragih, 2011 :13) menyatakan bahwa tanda terjadi dari tiga komponen, yakni:
Petanda (signified) Penanda (signifier)
Universitas Sumatera Utara
a. Representamen, yaitu bentuk yang menyatakan tanda atau „kenderaan tanda‟, setara dengan penanda (signifier),
b. Interpretant, yaitu makna yang didatangkan dari tanda itu atau „makna‟
yang dibuat oleh seseorang: setara dengan signified, dan
c. Object, yaitu sesuatu yang berada di luar tanda yang merupakan acuan.
Ruang lingkup semiotika, Peirce (dalam Lechte, 2001:227) seringkali mengulang-ulang bahwa secara umum tanda adalah yang mewakili sesuatu bagi seseorang. Secara sederhana yaitu tanda sebagai sesuatu yang dikaitkan kepada seseorang untuk sesuatu dalam beberapa hal atau kapasitas dan seringkali mengulang-ulang pernyataan bahwa secara umum tanda mewakili sesuatu bagi seseorang. Bagi Peirce (dalam Pateda, 2001:41), tanda “is something which stands to somebody for something in some respect or capacity”. Artinya, sesuatu yang digunakan agar tanda bisa berfungsi disebut ground oleh Peirce.
Konsekuensinya, tanda (sign atau representamen) selalu terdapat dalam hubungan triadik, yakni sign (ground), object dan interpretand.
Dasar konsep triadik atau trikotominya itulah, yang membuat Peirce dikenal. Prinsip dasar dari tanda triadik tersebut bersifat representative. Rumusan yang mengimplikasikan, makna sebuah tanda dapat berlaku secara pribadi, social atau bergantung pada konteks khusus tertentu. Tanda atau sign adalah bentuk fisik yang dapat ditangkap oleh panca indera manusia pada sesuatu yang merujuk (merepresentasikan) hal lain di luar tanda disebut dengan representamen yang berfungsi sebagai tanda. Sementara Objek, adalah sesuatu yang diwakili oleh sign yang berkaitan dengan acuan. Sementara itu, interpretant atau pengguna tanda
Universitas Sumatera Utara
adalah konsep pemikiran dari orang yang menggunakan tanda dan menurunkannya ke suatu makna tertentu atau makna yang ada dalam benak seseorang tentang objek yang dirujuk sebuah tanda (Nöth, 1992:43).
Menurut Noth (dalam Sibarani, 2012:261) Semua unsur yakni tanda (respresentament atau ground), objek, dan interpretant dapat ditelaah secara trikotomi. Ground ada tiga macam yaitu qualisign, sinsign, dan legisign sedangkan objek ada tiga macam yaitu ikon,indeks, dan symbol; interpretant juga ada tiga macam yaitu rheme, dicent sign, dan argument.
Objek
Representamen Interpretan
Gambar 2.2 Dimensi tanda
Berdasarkan objeknya, Peirce membagi tanda atas ikon (icon), indeks (index), dan symbol (symbol).
1. Ikon (icon) adalah tanda yang hubungan antara penanda dan petandanya bersifat bersamaan bentuk alamiah. Atau dengan kata lain, ikon adalah hubungan antara tanda dan objek atau acuan yang bersifat kemiripan;misalnya potret dan peta.
2. Indeks (index) adalah tanda yang menunjukkan adanya hubungan alamiah antara tanda dan petanda yang bersifat kausal atau hubungan sebab akibat, atau
Universitas Sumatera Utara
tanda yang langsung mengacu kepada kenyataan. Contoh yang paling jelas adalah asap sebagai tanda adanya api.
3. Simbol (symbol) adalah tanda yang menunjukkan adanya hubungan alamiah antar penanda dan petandanya. Hubungan di antaranya bersifat arbritrer atau semena, hubungan berdasarkan konvensi atau perjanjian masyarakat.
Berdasaran uraian di atas mengenai konsep semiotik dari dua pakar semiotic.
Penelitian ini menggunakan konsep yang dikemukakan oleh pierce yaitu dengan melihat ikon, indeks, dan symbol sedangkan yang menjadi objeknya adalah ornamen pada rumah gadang Minangkabau.
2.4 Ornamen
2.4.1. Konsep Ornamen Tradisional
Ornamen berasal dari bahasa latin “ornare” yang artinya menghiasi.
Menurut Gustami (dalam Sunaryo, 2009) ornamen adalah komponen produk seni yang ditambahkan atau sengaja dibuat untuk tujuan sebagai hiasan. Jadi berdasarkan pengertian itu, ornamen merupakan penerapan hiasan pada suatu produk. Fungsi utama dari sebuah ornamen adalah untuk memperindah benda produk atau barang yang dihias. Penambahan ornamen pada sebuah produk umumnya untuk membuatnya menjadi lebih menarik, dalam arti estetis, oleh karena itu menjadi lebih bernilai yang demikian itu berakibat meningkatnya penghargaan terhadap produk benda bersangkutan, baik secara spiritual maupun material (Sunaryo, 2009: 3).
Universitas Sumatera Utara
Ornamen tradisional Minangkabau merupakan salah satu wujud kebudayaan fisik yang lahir dari sistem kesenian yang dimiliki oleh masyarakat.
Salah satu bentuk produk budaya tersebut adalah ornamen ukir yang dihasilkan oleh perajin tradisional menggunakan alat berupa pahat. Ornamen ukir diaplikasikan di atas sebilah kayu khusus yaitu kayu surian, yang banyak tumbuh di daerah Minangkabau. Seni ukir Minangkabau sebagai sebuah wujud kesenian yang lahir dan berkembang dalam sistem kebudayaan masyarakat, memiliki muatan nilai yang berhubungan dengan sistem nilai dan sistem kekerabatan masyarakat Minangkabau itu sendiri.
Ornamen hias tradisional Minangkabau merupakan sebuah produk budaya masyarakat yang memiliki muatan filosofis. Bagi masyarakat Minangkabau filosofi itu disusun dalam sebuah kata-kata adat yang disebut petatah petitih.
Filosofi adat masyarakat Minangkabau mengacu pada alam yang terbentang yang dirumuskan menjadi alam takambang jadi guru (Zuhud, E. A., 2016). Filosofi tentang alam tersebut disusun dalam sebuah kata-kata: Panakiak pisau sirauik, Ambiak galah batang Iintabuang, Salodang jadikan niru, Satitiak jadikan lauik, Sakapa jadikan gunuang, Alam takambang jadikan guru, ( Penakik pisau siraut, Ambil galah batang Lintabung, Selodang jadikan niru, Setitik jadikan laut, Sekepal jadikan gunung, Alam terkembang jadikan guru) (Gani, E. 2012).
Ornamen hias Minangkabau yang diaplikasikan pada rumah gadang atau rumah adat merupakan representasi dari simbol-simbol yang memiliki makna terkait dengan filosofi alam sebagai acuan dalam berkehidupan dan menjalin komunikasi diantara anggota masyarakat Minangkabau. Ornamen hias Minangkabau yang terdapat di rumah gadang dibuat dalam bentuk ukiran,
Universitas Sumatera Utara
ditempatkan pada berbagai sisi (dinding) baik di bagian luar, maupun pada bagian dalam bangunan ramah adat. Ornamen hias tersebut juga dipandang sebagai sebuah buku pintar yang dijadikan sebagai acuan dalam sistem komunikasi terkait dengan sistem kekerabatan masyarakat Minangkabau. Ornamen tradisional pada dasarnya merupakan simbol yang memiliki makna tertentu terkait dengan sistem kekerabatan bagi masyarakat pemilik satu budaya. Simbol tersebut terlihat pada berbagai bentuk kesenian, seni rupa, seni tari, seni musik termasuk arsitektur.
Pada dasarnya ornamen hias yang dimiliki oleh berbagai kelompok masyarakat selalu bermuatan makna terkait dengan sistem budaya masyarakat pemilik ornamen tersebut.
2.4.2 Fungsi Ornamen
Penelitian ini menggunakan konsep fungsi Feldman (dalam Gustami, 1990:1) menyatakan bahwa banyak di antara kita berpendapat, bahwa fungsi- fungsi seni berguna dan diperlukan dalam menuntun kehidupan manusia adalah pribadi, bahkan mungkin pada tingkatannya yang paling baik. Hadirnya seni ornamen pada rumah gadang Minangkabau memiliki fungsi tertentu dalam pandangan masyarakatnya. Menurut Feldman terjemahan Gustami (1990:2) selain itu dijelaskannya juga bahwa, seni harus terus berlangsung untuk memuaskan; 1) kebutuhan-kebutuhan individu kita tentang ekspresi pribadi, 2) kebutuhan- kebutuhan sosial kita untuk keperluan display, perayaan dan komunikasi, serta 3) kebutuhan fisik kita mengenai barangbarang dan bangunan-bangunan yang bermanfaat.
Universitas Sumatera Utara
Kehadiran sebuah ornamen tidak semata sebagai pengisi bagian kosong dan tanpa arti, lebih-lebih karya-karya ornamen masa lalu. Bermacam bentuk ornamen sesungguhnya memiliki beberapa fungsi, yakni :
1. Fungsi murni estetis, 2. Fungsi simbolis,
3. Fungsi teknis konstruktif
Fungsi murni estetis, merupakan fungsi ornamen untuk memperindah penampilan bentuk produk yang dihiasi sehingga menjadi sebuah karya seni.
Fungsi ornamen yang demikian itu tampak jelas pada produk-produk keramik, batik, tenun, anyam, perhiasan, senjata tradisional, peralatan rumah tangga, serta kriya kulit dan kayu yang banyak menekankan nilai estetisnya pada ornamen- ornamen yang diterapkannya.
Fungsi simbolis, pada umumnya dijumpai pada produk-produk benda upacara atau benda-benda pusaka dan bersifat keagamaan atau kepercayaan, menyertai nilai estetisnya. Ornamen yang menggunakan motif kala, biawak, naga, burung atau garuda misalnya, pada gerbang candi merupakan gambaran muka raksasa atau banaspati sebagai simbol penolak bala. Biawak sebagai motif ornamen dimaksudkan sebagai penjelmaan roh nenek moyang, naga sebagai lambang dunia bawah dan burung dipandang sebagai gambaran roh terbang menuju surga serta simbol dunia atas. Pada gerbang Kemagangan di kompleks keraton Yogyakarta, misalnya, terdapat motif hias berbentuk dua ekor naga yang saling berbelitan bagian ekornya. Ornamen tersebut selain sebagai
Universitas Sumatera Utara
tanda berdirinya keraton, juga merupakan simbol bersatunya raja dengan rakyat yang selaras dengan konsep manunggaling kawula-gusti dalam kepercayaan Jawa.
Fungsi teknis konstruktif, yang secara struktural berarti ornamen dapat digunakan sebagai penyangga, menopang, menghubungkan atau memperkokoh konstruksi. Tiang, talang air dan bumbungan atap ada kalanya didesain dalam bentuk ornamen, yang tidak saja memperindah penampilan karena fungsi hiasnya, melainkan juga berfungsi konstruksi. Adanya fungsi teknis konstruktif sebuah ornamen terkait erat dengan produk yang dihiasinya. Artinya, jika ornamen itu dibuang maka berarti pula tak ada produk yang bersangkutan. ( Sunaryo, 2009:
30-35)
2.5 Motif Ornamen
Motif adalah bentuk dasar dalam penciptaan/perwujudan suatu karya ornament. Dalam teknik pembuatannya, pola dibentuk secara simetris (seimbang kanan dan kiri) dan asimetris. Sementara itu, pola motif dibentuk secara geometris dan nongeometris. Pola motif geometris dibentuk oleh bangun-bangun berunsur ilmu ukur seperti garis lurus dan lengkung, bangun bersudut (persegi), ataupun lingkaran. Pola motif nongeometris terdiri atas motif manusia, binatang, dan tumbuhan. Dalam ragam hias tradisional Nusantara terdapat beragam bentuk pola dan motif (Sunaryo, 2009: 38).
Ragam hias Minangkabau khususnya lebih banyak menampilkan motif binatang dan tumbuhan. Contoh motif binatang dari ragam hias Minangkabau yang paling banyak dikenal adalah itiak pulang patang dan motif tumbuhannya adalah kaluak paku dan aka cino. Seperti halnya motif ragam hias tradisional
Universitas Sumatera Utara
lainnya, motif ragam hias Minangkabau ini menggabungkan pola simetris dengan asimetris. Penyerapan motif dari unsur alam adalah salah satu ciri khas motif tradisional termasuk motif ragam hias Minangkabau ini. Motif kaluak paku diambil dari tumbuhan paku „pakis‟, motif itiak pulang patang diambil dari hewan itik yang berbaris pulang saat sore hari. Ragam hias Minangkabau ini sangat banyak jumlahnya baik ragam bentuk visualnya maupun sumber pemerolehannya.
Dalam berbagai literatur mengenai ragam hias Minangkabau terdapat lebih dari 70 (tujuh puluh) motif yang bersumber dari ukiran rumah gadang di Padang Panjang.
2.6 Kerangka Konseptual
Untuk menjawab rumusan-rumusan masalah dalam penelitian ini diperlukan suatu konsep. Dengan menggunkan teori-teori yang telah diuraikan di atas, dalam pengerjaan penelitian ini konsep kerja yang dimaksud adalah seperti yang digambar dalam skema berikut:
Ornamen rumah gadang pertama-tama dianalisis bentuk penamaanya secara semantis dan morfologis, kemudian dilanjutkan dengan menganalisis makna pada teks ornamen dengan kajian semantik dan semiotik. Ornamen rumah gadang dibagi menjadi dua data yaitu data teks dan data ornamen. Teks yang digunakan adalah nama dari tiap-tiap ornamen. Sedangkan data ornamen adalah bentuk visual ornamen itu sendiri. Kajian semantik nama ornamen dikategorikan sebagai teks. Kemudian nama ornamen yang dijadikan sebagai teks dianalisis untuk melihat makna dari tiap ornamen berdasarkan jenis maknanya.
Langkah selanjutnya adalah menganalisis bentuk visual ornamen dengan menggunakan kajian semiotik. Dalam kajiaan Semiotik akan dilihat dari ikon,
Universitas Sumatera Utara
indeks dan simbol dari ornamen-ornamen tersebut. Hasil analisis merupakan bentuk deskriptif yang kemudian dari deskripsi tersebut akan ditarik kesimpulan mengenai fungsi ornamen bagi masyarakat Minangkabau.
Gambar 2.3 Kerangka Konseptual
Semantis:
Penyebutan sifat khas, bahan dan
bagian Bentuk
Penamaan
Morfologis:
Kata dasar, bentukan dan
majemuk
Makna
Semantik
Ornamen Rumah Gadang
Semiotik
Fungsi
Estetis Konstruksi Simbolis
Universitas Sumatera Utara
27
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Bogdan dan Taylor dalam Moleong (2010:4) mengemukakan bahwa penelitian kualitatif adalah “prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan prilaku yang dapat diamati”. Penelitian kualitatif bertumpu pada latar belakang alamiah secara holistik, memposisikan manusia sebagai alat penelitian, melakukan analisis data secara induktif, lebih mementingkan proses daripada hasil penelitian yang dilakukan disepakati oleh peneliti dan subjek penelitian. Sedangkan, menurut Sugiyono (2015:15) menjelaskan tentang pengertian penelitian kualitatif sebagai berikut: Metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrument kunci, pengambilan sampel sumber data dilakukan secara purposive dan snowball, teknik penggabungan dengan trianggulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi.
Metode semiotika dasarnya kualitatif-interpretatif, yaitu sebuah metode yang memfokuskan pada rumah gadang (ornamen) sebagai objek kajiannya. Seuai dengan analisis yang diangkat oleh peneliti, maka dalam proses penelitian ini
Universitas Sumatera Utara
menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis analisis semiotika model Charles Sanders Peirce dan analisis makna konsep Pateda.
3.1.2 Data dan Sumber Data
Menurut Moeleong (2010:10) sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lainya. Sumber data adalah segala sesuatu yang dapat memberikan informasi mengenai data. Sumber data dalam penelitian ini berupa nama-nama ornamen rumah gadang minangkabau. Berdasarkan sumbernya, data dibedakan menjadi dua yaitu data primer dan data sekunder.
1. Data primer adalah pengambilan data dengan instrument pengamatan, wawancara, catatan lapangan dan penggunaan dokumen. Data yang berupa nama-nama ornamen dikumpulkan sendiri oleh peneliti langsung dari sumber pertama atau tempat objek penelitian dilakukan yaitu melalui wawancara dan melakukan pengamatan langsung.
2. Data sekunder adalah data yang digunakan untuk mendukung data primer yaitu melalui buku, artikel, arsip tertulis yang berhubungan dengan penelitian ini. Peneliti juga mengambil data dari buku yang berisi nama-nama ornamen yang terdapat di rumah gadang minangkabau.
3.2 Lokasi Penelitian
Mahsun (2011:72) menjelaskan penelitian yang dilakukan harus mencakup bahan atau materi penelitian, alat, jalan penelitian, variable dan data yang hendak disediakan dan analisis data. Bahan atau materi penelitian dapat berupa uraian
Universitas Sumatera Utara
tentang populasi dan sampel penelitian, serta informan, sampel penelitian dapat lokasi atau daerah pemakain bahasa tertentu.
Penelitian ini dilaksanakan di Istano Basa Pagaruyuang yang terletak di kecamatan Tanjung Emas, kota Batusangkar, kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat. Pemilihan tempat ini dikarenakan Istano Basa Pagaruyuang yang memiliki jumlah ornamen yang banyak dan beragam. Istana Basa Pagaruyuang juga menjadi salah satu peninggalan sejarah yang masih terjaga dengan baik.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
Gambar 3.1 Peta Kec. Tanjung Emas, Kab. Tanah Datar, Sumatera Barat
Universitas Sumatera Utara
3.3 Metode Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian kualitatif secara umum dapat dikelompokkan ke dalam dua cara yatu teknik pengumpulan data yang bersifat interaktif dan non interaktif. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik interaktif dalam hal pengumpulan data yang di dalamnya meliputi:
3.3.1. Wawancara Mendalam
Dalam penelitian kualitatif pada umumnya wawancara tidak dilakukan secara terstruktur ketat. Wawancara dilakukan dengan pertanyaan yang mengarah pada kedalaman informasi serta dilakukan dengan cara tidak secara formal terstruktur. Wawancara mendalam dapat dilakukan pada waktu dan kondisi konteks yang dianggap paling tepat guna mendapat data yang rinci, jujur dan mendalam. Narasumber dalam wawancara penelitian ini meliputi tiga komponen masyarakat yaitu:
1. Bapak Yusnizar sebagai narasumber pertama adalah orang yang ikut serta dalam pembuatan ornamen rumah gadang sekaligus penjaga rumah gadang
2. Ibu Wika Aprilia sebagai narasumber kedua adalah seorang tour guide yang bekerja di rumah gadang.
3. Ibu Reni Firamita sebagai narasumber ketiga adalah masyarakat yang tinggal di sekitar rumah gadang dan pernah menyaksikan langsung prosesi adat yang dilaksanakan di rumah gadang.
Universitas Sumatera Utara
3.3.2 Observasi Berperan
Teknik observasi digunakan untuk menggali data dari sumber data yang berupa peristiwa, tempat atau lokasi, dan benda, serta rekaman gambar.
Pada observasi berperan penelitian dilakukan dengan melihat langsung ornamen rumah gadang yang berada di kota Batu Sangkar, Sumatera Barat. Nama rumah gadang itu ialah Istano Basa Pagaruyuang. Observasi ini dilakukan secara langsung dari dekat pada objek penelitian agar mendapatkan data primer berupa data fisik yang mencakup unsur-unsur pembentuk motif seperti bentuk garis motif, bidang, warna dan susunan motif yang terdapat pada interior rumah gadang. Observasi penelitian ini dilakukan pada sebelum melakukan pencarian data wawancara dari narasumber.
3.3.3 Dokumentasi
Dokumen beragam bentuknya, dari yang tertulis sederhana sampai yang lebih lengkap, dan bahkan bisa berupa benda-benda lain. Bentuk data dalam teknik penelitian ini yang menggunakan dokumentasi adalah gambar-gambar ornamen yang diteliti, serta rekaman suara hasil wawancara dengan narasumber data. Dokumentasi ini dilakukan selama melakukan proses penelitian.
3.3.4 Studi Pustaka
Studi pustaka dilakukan untuk menggali data sekunder yang terkait dengan sejarah rumah gadang Minangkabau, nama-nama ornamen dan nilai-nilai simbolik. Studi pustaka dilakukan di Pusat Dokumentasi dan Informasi Kebudayaan Minangkabau kota Padang Panjang, Sumatera Barat. Penggambilan
Universitas Sumatera Utara
data dari sumber pustaka ini dilaksanakan sebelum dan sesudah penelitian di lapangan.
3.4 Metode Analisis Data
Metode analisis data penelitian ini menggunakan model analisis interaktif Miles, Huberman, Saldana (2014). Metode analisis data adalah suatu analisis terhadap data yang berhasil dikumpulkan oleh peneliti melalui seperangkat metodologi tertentu. Di dalam model analisis interaktif, analisis data dilakukan dalam tiga tahap yaitu kondensasi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan.
Gambar 3.2 Metode analisis data i.3.4.1 Kondensasi Data
Kondensasi data mengacu pada proses pemilihan, pemfokusan, penyederhanaan, pengabstrakan, dan mentransformasikan data yang muncul
Data Display
(Penyajian data) Data Collection
(Pengumpulan data)
Conclusions:dr awing/verifying
(gambaran kesimpulan) Data
Condensation
(kondensasi data)
Universitas Sumatera Utara