PERAN PUSAT INFORMASI DAN KONSELING KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA (PIK-KRR) TERHADAP PEMBERDAYAAN REMAJA
(Studi di PIK-KRR “BERKIBAR” Desa Pandak, Kecamatan Baturaden, Kabupaten Banyumas)
Rin Rostikawati, Sri Pangestuti, Eri Wahyuningsih Dosen Unsoed Purwokerto
E-mail: rinrostikawati@yahoo.co.id
( Diterima tanggal 8 April 2014 , disetujui 20 April 2014)
Abstract
PIK - KRR " BERKIBAR " Pandak Village , District Baturaden , Banyumas is a container program Adolescent Reproductive Health ( ARH ) which is managed according to the principle : of , by and for youth to provide information and services on reproductive health counseling and other support activities . At the age of barely four years , the institute has been able to play a role in the empowerment of young people in various fields : education , economic , and social psychology . Educational activities aimed at increasing knowledge about the ultimate teen adolescent reproductive health , economics aims to form a group and create a productive business, psychology aims to provide psychological reinforcement , especially for client agencies , aims to improve the social field of social sensitivity and provide solutions to social problems there . As one local institution , this institution is very beneficial to the development of adolescent and as a pressure group for any actions irregularities by teenagers .
Key word: PIK-KRR, Adolescent Reproductive Health, empowerment of young people.
PENDAHULUAN
PIK-KRR “BERKIBAR” Desa Pandak, Kecamatan Baturaden, Kabupaten Banyumas adalah salah satu wadah kegiatan remaja yang tumbuh dari bawah untuk menjawab kebutuhan remaja akan informasi dan pelayanan kesehatan reproduksi mereka, serta sebagai wadah kegiatan remaja lainnya. Sebagai generasi penerus bangsa, pembinaan remaja sangat krusial dilakukan mengingat mereka adalah kelompok yang sangat rentan
terhadap berbagai masalah, baik masalah sosial, psikologi maupun kesehatan reproduksi. Sejalan dengan tujuan
pendidikan kesehatan reproduksi, pembinaan remaja juga ditujukan agar
mereka memiliki tanggung jawab baik terhadap diri sendiri maupun orang lain.
Spirit Publik Vol. 9, No. 1, Oktober 2014 Hal. 77 – 88
1. Rendahnya pemahaman dan
pelayanan kesehatan reproduksi remaja: pernikahan usia muda, serta dampak negatif pergaulan bebas
2. Remaja putus sekolah: faktor ekonomi, pergaulan, dan faktor mental (kesadaran)
3. Kenakalan remaja: miras, tawuran remaja
4. Pengangguran: SDM rendah, kurangnya lapangan pekerjaan, kurangnya pelatihan kerja, rendahnya keahlian (skill) yang dimiliki.
Untuk mengatasi berbagai persoalan di
atas maka dibentuklah PIK-KRR “Berkibar” yang diharapkan kiprahnya dalam pemberdayaan remaja. Pembahasan
berikut adalah tentang aktifitas yang telah dilakukan PIK-KRR “Berkibar” dalam upayanya untuk memberdayakan remaja.
METODE PENELITIAN
Penelitian dilakukan secara deskriptif kualitatif. Teknik penentuan sasaran penelitian manggunakan purposive sampling dengan sasaran utama adalah
para anggota dan pengurus PIK-KRR “Berkibar” dan sasaran pendukung adalah tokoh masyarakat setempat. Teknik analisis data menggunakan Analisis
Interaktif dari Milles dan Huberman (1992), yang komponennya terdiri atas:pengumpulan data, reduksi data, sajian data dan penarikan kesimpulan atau verifikasi.
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Peran Lembaga Lokal dalam Kehidupan Masyarakat
Sejak individu-individu
membentuk sebuah komunitas sosial yang akhirnya terbentuk lembaga-lembaga sosial, agaknya kesadaran untuk menciptakan keselarasan bersama sudah menjadi keniscayaan. Keberadaan institusi atau lembaga merupakan fenomena yang sangat penting dalam kehidupan
masyarakat, bukan saja karena fungsinya untuk menjaga dan mempertahankan nilai-nilai yang menjadi pegangan di
masyarakat, melainkan juga berkaitan erat dengan pencapaian pelbagai kebutuhan manusia pada galibnya. Maka wajar kalau ada yang memahami lembaga sebagai sarana untuk memenuhi kebutuhan manusia (Raharjo, 1999).
dan tidak dapat dipisahkan dari dinamika sistem sosial yang ada. Dengan kata lain, lembaga lokal (local institution) juga bisa dipandang sebagai perilaku yang berpola yang telah dibentuk oleh sebuah proses sejarah panjang; dari persemaian tata nilai yang dianut beserta artefak kebudayaan yang telah dihasilkannya (Susetiawan,
2000).
Eksistensi lembaga-lembaga lokal, baik yang berupa organisasi, sistem kepemimpinan, peningkatan kapasitas
kelembagaan yang menyangkut
profesionalisme dan pengembangan organisasi, manajemen konflik, maupun macam atau jenis kegiatan yang dilakukan, sebenarnya bukanlah hal baru. Berbagai lembaga lokal, baik formal (dengan legitimasi pemerintah) maupun informal (atas inisiatif masyarakat) telah tumbuh dan berkembang cukup lama di tengah-tengah pergumulan masyarakat kita. Pembentukan lembaga-lembaga lokal lebih bersifat jembatan (medium) bagi berbagai kelompok kepentingan. Dalam istilah Berger dan Neuhaus disebut sebagai mediating structure, yaitu: “Merupakan
lembaga-lembaga sosial yang memiliki posisi di antara wilayah kehidupan individu yang bersifat privat dengan
lembaga-lembaga sosial makro yang
berhubungan dengan kehidupan publik” (Berges dan Neuhauss, 1977).
Dari pengertian tersebut, bisa diartikan pula bahwa, di satu sisi, lembaga-lembaga mediasi ini dapat memberikan makna privat sekaligus di sisi lain memiliki makna publik, sehingga
merupakan transfer makna dari privat ke publik, atau bahkan sebaliknya. Seperti
digali dari pendapat Berger dan Neuhaus, Heru Nugroho (2001), yang secara kongkrit menunjuk bermacam mediating structure ini antara lain: lembaga-lembaga
keluarga, ketetanggaan, keagamaan, dan asosiasi keswadayaan.
Lembaga-lembaga ini dapat berubah setiap saat seiring dengan perubahan yang terjadi di dalam masyarakat itu sendiri terutama karena fungsinya yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan tertentu bagi anggota masyarakat. Dengan demikian dinamikanya juga turut ditentukan oleh proses dan pola perubahan sosial yang sedang terjadi (Raharjo, ibid.). Lembaga-lembaga lokal yang telah terbentuk itu diharapkan mampu berperan sebagai “jembatan berbagai kepentingan” yang ada di dalam masyarakat. Aspek yang
Spirit Publik Vol. 9, No. 1, Oktober 2014 Hal. 77 – 88
lembaga-lembaga lokal tersebut dapat dijadikan sebagai sarana penyaluran aspirasi warga, resolusi konflik, pemberdayaan ekonomi rakyat, dan sarana instrumental pemerintah dalam pengambilan kebijakan publik (Berges dan Neuhauss, 1977). Demikian juga terhadap keinginan untuk memecahkan berbagai permasalahan sosial yang ada di masyarakat seperti permasalahan yang dialami remaja ini.
Dalam konteks inilah, untuk meminimalkan terjadinya perilaku menyimpang di kalangan remaja serta untuk meningkatkan pemahaman remaja mengenai kesehatan reproduksinya, maka
perlu dilakukan langkah strategis, yaitu memberdayakan kelompok kegiatan kecil
dalam masyarakat melalui kegiatan dalam PIK-KRR dalam rangka pemberdayaan remaja.
1. Pemberdayaan Remaja melalui Lembaga PIK-KRR
Pemberdayaan merupakan proses menjadikan orang/masyarakat berdaya, memiliki kemampuan atau kapasitas melakukan sesuatu (power to) meski dibawah tekanan, hambatan struktural atau dominasi kekuasaan (power over) (Ress Stuart, 1991). Menurut Srilatha Batliwala (1994) pemberdayaan adalah penguasaan
atas aset material: fisik, manusiawi atau finansial seperti tanah, air, hutan, tubuh manusia, pekerjaan, uang, dll. Sumber-sumber intelektual: pengetahuan, informasi, gagasan (ide). Penguasaan
ideologi: kemampuan untuk
mengembangkan, menyebarkan,
mempertahankan, mempranatakan
perangkat tertentu dari kepercayaan, nilai, sikap dan perilaku sehingga dapat menentukan bagaimana persepsi manusia dan berfungsinya dalam lingkungan sosial, ekonomi dan politik. Kartasasmita (1995) mengartikan pemberdayaan sebagai upaya
untuk membangun daya dengan
mendorong, memotivasi dan
membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimiliki serta berupaya untuk mengembangkannya.
remaja. Keberadaannya diharapkan mampu mengembangkan kemampuan, menggali potensi remaja dan menciptakan remaja yang mandiri.
Pemberdayaan remaja adalah upaya menggali potensi remaja serta menjadikannya sebagai manusia yang
bertanggung jawab baik terhadap dirinya sendiri maupun terhadap lingkungan.
Upaya ini dapat dilakukan dengan memberikan pendayaan dalam berbagai bentuk seperti transfer ideologi, ilmu pengetahuan, dan teknologi serta transfer berbagai sumber daya (resources). Adapun upaya pemberdayaan yang telah dilakukan pada PIK-KRR “Berkibar” antara lain adalah:
1. Pemberdayaan Bidang Ekonomi
Pemberdayaan ekonomi dapat menjadi entry point untuk menunjukkan keberdayaan seseorang. Artinya, ketika seseorang sudah mandiri secara ekonomi, maka akan berpengaruh terhadap keterberdayaan pada bidang lain seperti politik, sosial dan psikologis. Menyadari akan potensi sumber daya manusia (remaja) yang dimiliki serta potensi sumber daya alamnya, maka PIK-KRR “Berkibar” melakukan beberapa kegiatan dalam bidang ekonomi antara lain: pembentukan KUBE (Kelompok Usaha
Bersama) yang meliputi KUBE Kelinci yang menfasilitasi usaha para remaja dalam beternak kelinci serta KUBE Mina Sejahtera yang mewadahi kegiatan remaja dalam hal budidaya ikan air tawar.
Potensi wilayah Desa Pandak memang sangat memungkinkan untuk
dilakukan kedua usaha tersebut. Lokasi desa yang berada di kaki gunung Slamet
membuat persediaan air melimpah ruah sehingga cocok untuk budidaya ikan air tawar. Selain itu pakan ternak kelinci seperti rumput-rumputan juga tumbuh subur di semua wilayah desa, sehingga sangat tepat untuk usaha budidaya ternak khususnya kelinci. Kemauan yang keras dari para remaja, serta dukungan dari berbagai fihak terkait menjadikan KUBE ini dapat berjalan dengan lancar. Setidaknya 10 kandang kelinci yang berisi 20 ekor kelinci berhasil dibudidayakan. KUBE Mina Sejahtera telah memiliki 10 kolam budidaya ikan air tawar yang berisi beraneka jenis ikan seperti Gurameh, Nila,
ikan Mas, dll. Ketrampilan
membudidayakan kelinci serta budidaya ikan diperoleh dengan mendatangkan nara sumber serta memperoleh pendampingan dari fihak Pemerintah Daerah Kabupaten Banyumas dalam hal ini adalah Dinas
Spirit Publik Vol. 9, No. 1, Oktober 2014 Hal. 77 – 88
PIK-KRR juga memiliki tujuan antara lain membantu remaja untuk lebih mandiri melalui pemberian kecakapan hidup (lifeskill), yang menurut WHO yang dimakud dengan pendidikan kecakapan hidup adalah berbagai ketrampilan dan kemampuan untuk dapat beradaptasi dan berperilaku positif, yang memungkinkan seseorang untuk menghadapi berbagai tuntutan dan tantangan dalam kehidupan sehari-hari secara efektif (dalam Masri, dkk, 2007). Pelatihan kecakapan hidup yang dilakukan oleh PIK-KRR “Berkibar” antara lain adalah pelatihan “potong rambut” yang telah menghasilkan puluhan tenaga kapster/tukang potong rambut baik
yang sudah memiliki usaha sendiri maupun yang bekerja di berbagai salon di kota Purwokerto.
Jenis ketrampilan lain yang dikembangkan remaja Desa Pandak adalah ketrampilan pembuatan wayang karton serta wayang golek. Ketrampilan jenis ini memang sudah diperoleh secara turun temurun yang membuat Desa ini berbeda dengan desa lainnya. Berbagai macam produk wayang karton dan wayang golek tersedia di sana baik untuk kepentingan komersial maupun untuk kepentingan pentas seni yang diadakan dua tahun sekali pada saat peringatan hari Sumpah Pemuda.
2. Pemberdayaan Bidang Pendidikan
Kita mengenal tiga konsep pendidikan,yaitu pendidikan informal, pendidikan formal serta non formal. Pendidikan informal adalah pendidikan yang diperoleh dalam lingkup keluarga, sedangkan pendidikan formal adalah pendidikan di sekolah serta pendidikan non formal adalah pendidikan di masyarakat. PIK-KRR sebagai salah satu wadah aktifitas remaja, dapat dikatakan sebagai sumber pendidikan non formal bagi remaja yang berusaha membantu mereka agar dapat memperoleh pengetahuan yang bermanfaat untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang sangat berguna dalam
menapaki kehidupan. Transfer
pengetahuan dilakukan dengan berbagai metode baik dengan cara ceramah, diskusi,
penyediaan sarana maupun praktek lapangan.
pendidikan non formal bagi mereka. Melalui taman bacaan ini para remaja juga memperoleh banyak informasi tentang segala sesuatu yang berkait dengan kesehatan reproduksi mereka.
Secara umum, fungsi taman bacaan (perpustakaan) antara lain memiliki fungsi edukatif, informatif dan kreatif:
a. Fungsi edukatif, yaitu sebagai salah satu sumber belajar
b. Fungsi Informatif, yaitu sebagai penyedia informasi yang lalu dan terkini yang dijaring dari berbagai sumber informasi baik yang tercetak maupun yang tersaji secara elektronik,
c. Fungsi Kreatif, yaitu sebagai penyedia jasa informasi untuk melakukan kreasi sesuai dengan minatnya yang diharapkan dapat menemukan inovasi-inovasi dalam ilmu yang diminatinya.
Selain mendirikan taman bacaan, pemberdayaan remaja bidang pendidikan lainnya adalah menyelenggarakan pertemuan rutin bulanan yang dihadiri oleh semua pengurus, anggota maupun Pembina. Melalui forum ini remaja belajar tentang bagaimana cara berorganisasi, belajar mengemukakan pendapat, serta
menghargai pendapat dan hak-hak orang
lain. Forum ini juga melakukan upaya edukatif berupa kegiatan penyuluhan tentang penyakit menular seksual seperti HIV dan AIDS, serta kiat agar remaja terhindar dari perilaku menyimpang.
Dalam forum tersebut juga terdapat berbagai macam aktifitas seperti: penyusunan program kerja, evaluasi
kegiatan, dan penyampaian materi TRIAD KRR. Pertemuan ini menjadi penting
karena dapat menambah pengetahuan dan pengalaman berorganisasi bagi pengurus serta anggota PIK-KRR serta menambah wawasan remaja mengenai berbagai hal. Kegiatan lainnya adalah mengikuti Forum Komunikasi dan Konsultasi Organisasi Kemasyarakatan Provinsi Jawa Tengah, mengikuti berbagai event seminar, pelatihan, workshop serta melakukan studi banding ke PIK –KRR lain dalam rangka meningkatkan kemampuan mengelola organisasi.
3. Pemberdayaan Bidang Psikologi Fungsi lain dari lembaga PIK-KRR adalah memberikan konseling dan pendampingan kepada para remaja yang membutuhkan. Melalui proses konseling diharapkan para remaja dapat memiliki informasi yang benar dan lengkap mengenai permasalahan kesehatan
Spirit Publik Vol. 9, No. 1, Oktober 2014 Hal. 77 – 88
keputusan secara mandiri mengenai situasi yang dihadapi. Setidaknya selama tahun 2013, lembaga ini menerima 20 aduan dari para remaja baik putra maupun putri yang membutuhkan konseling. Dari data konseling yang ada terdapat beberapa macam masalah yang dihadapi remaja antara lain: rendah diri untuk bergaul, takut sewaktu haid datang, konsultasi pribadi, ingin berhenti merokok, ingin berwirausaha, susah cari kerja, dan lain-lain. Semua permasalahan remaja dapat diatasi oleh lembaga karena telah memiliki empat (4) konselor dan empat pendidik sebaya yang telah mendapat pelatihan yang cukup untuk menangani berbagai macam
kasus. Konseling KRR sendiri adalah suatu proses tatap muka dimana seorang konselor membantu remaja untuk
memecahkan masalah yang berkaitan dengan kesehatan reproduksinya. Oleh sebab itu dalam konseling KRR harus terjadi:
a. Hubungan saling percaya b. Komunikasi yang terbuka c. Pemberdayaan klien agar
mampu mengambil
keputusannya sendiri (BKKBN, 2008).
Konseling berbeda dengan pemberian nasehat. Konseling berpedoman pada pandangan bahwa pengambilan
keputusan adalah tanggung jawab klien. Seorang konselor hanya memberi alternatif solusi sedangkan keputusan akhir tetap pada klien (remaja). Pemberdayaan klien secara psikologis berarti memberi penguatan kepada remaja yang bermasalah
dan mencari solusi atas
permasalahan,sehingga remaja dapat bangkit dan mandiri.
4. Pemberdayaan Bidang Sosial Rasa empaty serta sensitifitas sosial harus ditumbuhkembangkan sejak dini. Demikian juga dengan remaja yang tergabung dalam PIK-KRR “Berkibar” ini yang telah melakukan berbagai aktifitas
dalam bidang sosial, diantaranya adalah donor darah yang dilakukan tiga (3) bulan sekali, memberi bantuan korban bencana
alam, menyelenggarakan pemeriksaan kesehatan gratis untuk masyarakat, bedah rumah bagi warga miskin, memberi bantuan sembako untuk janda miskin, mengadakan fogging, kerja bakti lingkungan dan penghijauan di makam Mbulu Pralaya Desa Pandak.
Melalui berbagai kegiatan tersebut,
lembaga PIK-KRR telah mampu
sosialisasi baik dengan sesama remaja maupun dengan masyarakat yang tentunya sangat berguna dalam perannya yang strategis di masa depan sebagai generasi penerus bangsa. Termasuk kegiatan sosial lain yang telah dilakukan adalah: mengadakan latihan kepemimpinan, kegiatan lintas alam dan jalan
sehat,penyelenggara lomba pada setiap peringatan kemerdekaan RI serta
penyelenggara Pilkaret (Pilihan Ketua RT). Paparan di atas menunjukkan bahwa peran lembaga lokal yang dekat dengan kehidupan masyarakat seperti PIK –KRR ini, jika dikelola secara optimal mampu memberdayakan masyarakat khususnya remaja, serta mampu menjalankan fungsinya untuk menjaga kohesi dan keharmonisan sosial serta mengatasi permasalahan yang ada dalam masyarakat. Pendidik dan konselor sebaya yang terdapat dalam lembaga PIK-KRR adalah agen sosial yang sangat krusial dalam memberdayakan sesama remaja. Seperti disampaikan Ninuk Widyantoro (dalam Jurnal Perempuan, 2007), bahwa komunitas di Indonesia itu comforting each other (saling mempengaruhi satu
sama lain). Artinya, mereka saling menghibur, saling menguatkan, saling curhat, selalu ingin berbagi dengan teman
yang seumur dan dengan teman dekatnya.
Mereka biasanya sangat percaya dengan peer-nya, kawan sebayanya. Jika hal ini dipergunakan untuk hal yang positif maka hasilnya akan positif juga.
KESIMPULAN DAN SARAN
Dari paparan di atas dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Keberadaan PIK-KRR “Berkibar” memang dibutuhkan oleh para
remaja khususnya dan masyarakat Desa Pandak umumnya.
2. Lembaga ini telah mampu memberdayakan remaja agar dapat mandiri serta bertanggung jawab kepada diri sendiri maupun orang lain serta lingkungannya.
3. Pemberdayaan remaja yang telah dilakukan meliputi beberapa bidang: ekonomi, pendidikan, psikologi dan bisang sosial kemasyarakatan.
4. Pemberdayaan bidang ekonomi meliputi pembentukan KUBE (Kelompok Usaha
5. Bersama) yang meliputi KUBE Kelinci dan KUBE Mina Sejahtera. Selain itu pemberian ketrampilan kecakapan hidup (lifeskill) juga
dilakukan yaitu dengan
Spirit Publik Vol. 9, No. 1, Oktober 2014 Hal. 77 – 88
rambut dan pembuatan wayang karton dan wayang golek.
6. Pemberdayaan bidang pendidikan antara lain: mendirikan taman bacaan, penyuluhan yang dilakukan oleh pendidik dan konselor sebaya, mengikuti berbagai event seminar, workshop, pelatihan, serta melakukan studi banding ke PIK-KRR lain yang lebih maju.
7. Pemberdayaan bidang sosial antara lain: donor darah, membantu korban bencana alam, bedah rumah, bantuan sembako, fogging dan melakukan kerja bakti.
SARAN
1. Masih perlu ditingkatkan fungsi dan peran PIK-KRR agar dapat berperan secara maksimal.
2. Perlu membangun kerja sama dengan stakeholder agar program pemberdayaan remaja dapat dilaksanakan secara terpadu dan berkesinambungan.
DAFTAR PUSTAKA
Batliwala, Srilatha, 1994, “The Meaning of Women’s Empowerement:New Concept from Action” dalam gita Sen, et.al., “Population Policies Resconsidered, Health,
Empowerement and Right”, New York International Women’s Health
Coalition (IWHC).
Berger, L. Peter, & Richard John Neuhaus,1977, “To Empower People, The Role of Mediating Structure in Public Policy”, Washington: American Enterprise for Public Policy Research.
Friedman, John, 1993,”Empowerement: The Politics of Alternative Development”, Cambridge Mass: Blackwell Publisher.
Kartasasmita, Ginanjar, 1995, “Pemberdayaan Masyarakat: Sebuah Tinjauan
Administrasi”, Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Ilmu
Administrasi pada
Fakultas Ilmu Administrasi
Universitas Brawijaya, Malang, 27 Mei.
Milles, M.B., and A.M., Huberman, 1991, “Designing Qualitative Research”, Mac. Graw Hill Company, New York.
Muadz, M. Masri, dkk, 2007, “Kurikulum dan Model Pelatihan Pengelolaan Pusat Informasi dan Konseling Kesehatan Reproduksi Remaja (PIK-KRR), BKKBN,Jakarta.
Nugroho, Heru 2001, “Negara, Pasar dan Keadilan Sosial”, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Rahardjo, 1999, “Pengantar Sosiologi Pedesaan dan Pertanian”, Gadjah Mada University Press,
Ress, Stuart, 1991, “Achieving Power, Practise and Policy in Social Welfare”, Sydney: Allen & Unwin.
Susetiawan, 1998, “Konflik Sosial”, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Sumber Lain :
Jurnal Perempuan, “Kesehatan Reproduksi Andai Perempuan Bisa Memilih”, Penerbit Yayasan Jurnal Perempuan, Cetakan pertama, Jakarta,
Mei 2007
Modul Pelatihan Konseling Kesehatan Reproduksi Remaja Bagi Calon,
Konselor Sebaya, BKKBN, Jakarta, 2008