commit to user
HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS BIMBINGAN ORANG TUA PIHAK
AYAH, PIHAK IBU, DAN PEMANFAATAN SUMBER BELAJAR
DENGAN KEDISIPLINAN BELAJAR SISWA KELAS VIII
SMP N 6 WONOGIRI TAHUN PELAJARAN 2010/ 2011
Oleh:
RATIKA SATYA PURI
NIM K8407040
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
commit to user
HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS BIMBINGAN ORANG TUA PIHAK
AYAH, PIHAK IBU, DAN PEMANFAATAN SUMBER BELAJAR
DENGAN KEDISIPLINAN BELAJAR SISWA KELAS VIII
SMP N 6 WONOGIRI TAHUN PELAJARAN 2010/ 2011
Oleh:
RATIKA SATYA PURI
NIM K8407040
SKRIPSI
Ditulis dan Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana
Pendidikan Program Studi Pendidikan Sosiologi Antropologi
Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
commit to user
ABSTRAK
Ratika Satya Puri. K8407040. HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS
BIMBINGAN ORANG TUA PIHAK AYAH, PIHAK IBU DAN PEMANFAATAN
SUMBER BELAJAR DENGAN KEDISIPLINAN BELAJAR SISIWA KELAS VIII
SMP N 6 WONOGIR TAHUN AJARAN 2010/2011. Skripsi, Surakarta: Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Sebelas Maret Surakarta, Juni 2011.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : (1) Hubungan antara Intensitas
Bimbingan Orang Tua pihak Ayah dengan Kedisiplinan Belajar pada siswa kelas VIII
SMP Negeri 6 Wonogiri Tahun Ajaran 2010/2011; (2) Hubungan antara Intensitas
Bimbingan Orang Tua pihak Ibu dengan Kedisiplinan Belajar pada siswa kelas VIII
SMP Negeri 6 Wonogiri Tahun Ajaran 2010/2011; (3) Hubungan antara
Pemanfaatan sumber Belajat dengan Kedisiplinan Belajar pada siswa kelas VIII SMP
Negeri 6 Wonogiri Tahun Ajaran 2010/2011; (4) Hubungan antara Hubungan antara
Intensitas Bimbingan Orang Tua pihak Ayah, pihak Ibu dan Pemanfaatan Sumber
Belajar dengan Kedisiplinan Belajar pada siswa kelas VIII SMP Negeri 6 Wonogiri
Tahun Ajaran 2010/2011.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode penelitian
korelasional. Populasi penelitian ialah seluruh siswa kelas VIII SMP Negeri 6
Wonogiri Tahun Ajaran 2010/2011, sejumlah 240 siswa. Sampel diambil dengan
teknik cluster random sampling sejumlah 60 siswa. Teknik pengumpulan data
dilakukan dengan menggunakan teknik angket. Teknik analisis data yang digunakan
dengan menggunakan analisis statistik dengan teknik regresi ganda.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan: (1) hipotesis 1 “Ada
hubungan positif Intensitas Bimbingan Orang Tua pihak Ayah dengan Kedisiplinan
Belajar pada siswa kelas VIII SMP Negeri 6 Wonogiri Tahun Ajaran 2010/2011”,
diterima. Hal ini dapat dilihat dari hasil analisis data yang menunjukkan r
x1ysebesar
0,406 dan
ρ
= 0,002. (2) hipotesis 2 “Ada hubungan positif antara Intensitas
Bimbingan Orang Tua pihak Ayah dengan Kedisiplinan Belajar pada siswa kelas VIII
SMP Negeri 6 Wonogiri Tahun Ajaran 2010/2011”, diterima. Hal ini dapat dilihat
dari hasil analisis data yang menunjukkan r
x2ysebesar 0,425 dan
ρ
=0,001. (3)
hipotesis 3 “Ada hubungan positif antara pemanfaatan Sumber Belajar dengan
Kedisiplinan Belajar pada siswa kelas VIII SMP Negeri 6 Wonogiri Tahun Ajaran
2010/2011”, diterima. Hal ini dapat dilihat dari hasil analisis data yang menunjukkan
r
x3ysebesar 0,526 dan
ρ
= 0,000. (4) hipotesis 4 “Ada hubungan positif antara
commit to user
ABSTRACT
Ratika Satya Puri. K8407040. CORRELATION STUDY BETWEEN
INTENSITY OF AN GUIDE FATHER, MOTHER AND USEFULL OF LEARNS
SOURCE WITH DICIPLINE LEARNS IN CLASS VIII SMP N 6 WONOGIRI
ACADEMIC YEAR 2010/ 2011. Essay, Surakarta : Teacher Training and Education
Faculty. Sebelas Maret University, 2011 June.
This research aims to detect: (1) correlation between intensity of an guide
father with discipline learns, (2) correlation between intensity of an guide mother
with discipline learns, (3) correlation between usefull of learns source with discipline
learns, (4) correlation between intensity of an guide father, mother and usefull of
learns source with dicipline learns in class VIII SMP N 6 wonogiri academic year
2010/ 2011.
The research uses correlational method for conducting this research. The
research population are all of students of claas VIII SMP N 6 Wonogiri academid
year 2010/ 2011, it includes 240 students. The research sample is taken by cluster
random sampling thecnique with totally 60 students. Thecnique of collecting the data
is done by questionnaire thecnique. Thecnique of analyzing the data which is uses in
this research is multiple regretion statistic analysis thecnique.
Based on the result of the research, it can be concluded that: (1) first
hypothesis “these is positive enough significant correlation between intensity of an
guide father with discipline learns in class VIII SMP N 6 wonogiri academic year
2010/ 2011, is accepted. It can be seen from the result of analyzing data which shows
r
x1ysebesar 0,406 and
ρ
= 0,002. (2) Second hypothesis “these is positive significant
correlation between intensity of an guide mother with discipline learns claas VIII
SMP N 6 Wonogiri academid year 2010/ 2011, is accepted. It can be seen from the
result of analyzing data which shows r
x2ysebesar 0,425 dan
ρ
=0,001. (3) Third
hypothesis “these is positive significant correlation between usefull of learns source
with discipline learns claas VIII SMP N 6 Wonogiri academid year 2010/ 2011, is
accepted. It can be seen from the result of analyzing data which shows r
x3ysebesar
0,526 dan
ρ
= 0,000. (4) Fourth hypothesis “these is positive significant correlation
between intensity of an guide father, mother and usefull of learns source with
dicipline learns in class VIII SMP N 6 wonogiri academic year 2010/ 2011, is
accepted. It can be seen from the result of analyzing data which shows Ry
(X1,2, 3)commit to user
MOTTO
Tiada pemberian terbaik dari orang tua kepada anaknya melebihi budi pekerti yang
mulia”
(H.R. Tirmidzi dan Hakim)
” Keteguhan tanpa disiplin adalah awal dari kebodohan”
(Jim Rohn)
”Ingtlah, kebahagiaan tidak tergantung pada siapa dirimu dan apa yang kau miliki,
tetapi tergantung apa yang kau pikirkan ”
commit to user
PERSEMBAHAN
Skripsi ini aku persembahkan untuk :
1.
Bapak, Ibu tercinta yang telah memberiku
harapan dan motivasi
2.
Aak Yudhi Prasetya yang kusayang dan
kubanggakan
3.
Alm. Adhi Prasetya yang tetap hidup di
hatiku dengan semangatnya
commit to user
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan
penyusunan skripsi ini guna memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan gelar
Sarjana Pendidikan di lingkungan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Dalam penyusunan skripsi ini, peneliti menghadapi banyak hambatan. Namun
berkat bantuan dari berbagai pihak, maka hambatan-hambatan tersebut dapat peneliti
atasi. Untuk itu atas segala bentuk bantuan, peneliti menyampaikan terima kasih
kepada yang terhormat :
1.
Prof.Dr.M. Furqon Hidayatullah, M.Pd, Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta,
2.
Drs. Saiful Bachri, M.Pd, Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
Universitas Sebelas Maret Surakarta,
3.
Drs. MH. Sukarno,M.Pd, Ketua Program Studi Pendidikan Sosiologi
Antropologi Universitas Sebelas Maret Surakarta,
4.
Drs. Haryono, M.Si, Pembimbing I yang telah memberikan bimbingan,
dorongan dan saran-saran dalam penyusunan skripsi ini.
5.
Drs. Noor Muhsin Iskandar M.Pd, Pembimbing II yang telah memberikan
semangat, bimbingan, pengarahan serta saran-saran dalam penyusunan skripsi
ini.
6.
Dra. Siti Chotidjah, M.Pd, Penasehat Akademik yang telah memberikan
bimbingan dan nasehatnya,
7.
Wakimin, S.Pd M.Pd, Kepala SMP Negeri 6 Wonogiri yang telah
memberikan ijin untuk melaksanakan penelitian.
8.
Ari Subiyanto, S.Pd, guru pembimbing yang telah memberikan bantuan,
bimbingan dan pengarahan saat penelitian.
commit to user
10. Teman-teman Sosiologi Antropologi angkatan 2007, terimakasih atas
dukungannya dan kebersamaannya.
11. Berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Peneliti berharap semoga penulisan skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua
pihak yang terkait khususnya bagi kepentingan pendidikan terutama bidang
pengajaran Sosiologi Antropologi.
Surakarta,
commit to user
DAFTAR ISI
JUDUL………... i
PERSETUJUAN……….... iii
PENGESAHAN……….… vi
ABSTRAK………...………... v
MOTTO…...………...vii
PERSEMBAHAN………...……..viii
KATA PENGANTAR………..………... ix
DAFTAR ISI………...………..……. xi
DAFTAR TABEL……….…...…. xii
DAFTAR GAMBAR………...… xiii
DAFTAR LAMPIRAN……… xiv
BAB I.
PENDAHULUAN………1
A.
Latar Belakang Masalah……….………..1
B.
Perumusan Masalah………... ……….7
C.
Tujuan Penelitian……….…………8
D.
Manfaat Penelitian……….…………..8
BAB II.
LANDASAN TEORI……….10
A.
Tinjauan Pustaka……….…..….10
1.
Tinjauan Tentang Kedisiplinan Belajar...……...…10
2.
Tinjauan Tentang Intensitas Bimbingan
Orang Tua...….……….……20
3.
Tinjauan Tentang Pemanfaatan Sumber
Belajar……….. ...………...30
B.
Penelitian yang Relevan………...39
C.
Keranga Berpikir………..………..40
commit to user
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN………43
A.
Tempat dan Waktu Penelitian………...……….43
B.
Populasi dan Sampel ……….………44
C.
Teknik Pengumpulan Data..………..……47
D.
Rancangan Penelitian ...……….58
E.
Teknik Analisis Data……...…..……….77
BAB IV
HASIL PENELITIAN………..83
A.
Deskripsi Data………..…………...83
B.
Pengujian Persyaratan Analisis ………89
C.
Pengujian Hipotesis………...……...97
D.
Pembahasan Hasil Analisis Data………...106
BAB V
KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN...112
A.
Kesimpulan……….………...112
B.
Implikasi……….………….………….113
C.
Saran……….………114
commit to user
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Tabel Waktu Penelitian ………43
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Intensitas Bimbingan Orang Tua
Pihak Ayah (X
1) ...82
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Intensitas Bimbingan Orang Tua
Pihak Ibu (X
2) ...84
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Pemanfaatan sumber Belajar (X3) ...85
Tebel 4.4 Distribusi Frekuensi Kedisiplinan Belajar (Y)... 87
Tabel 4.5 Rangkuman Hasil Uji Normalitas X
1...89
Tabel 4.6 Rangkuman Hasil Uji Normalitas X
2...90
Tabel 4.7 Rangkuman Hasil Uji Normalitas X
3...91
Tabel 4.8 Rangkuman Hasil Uji Normalitas Y...92
Tabel 4.9 Rangkuman Uji Linieritas X
1dengan Y...93
Tabel 4.10 Rangkuman Uji Linieritas X
2dengan Y ...94
Tabel 4.11 Rangkuman Uji Linieritas X
3dengan Y ...94
Tabel 4.12 Matriks Interkorelasi Analisis Regresi...95
Tabel 4.13 Koefisien Beta dan Korelasi Parsial ...98
Tabel 4.14 Rangkuman Analisis Regresi Model Penuh...98
commit to user
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kerangka Berpikir ...41
Gambar 4.1 Grafik Histogram Intensitas Bimbingan Orang Tua
Pihak Ayah (X
1)...83
Gambar 4.2 Grafik Histogram Intensitas Bimbingan Orang Tua
Pihak Ibu (X
2)...85
Gambar 4.3
Grafik Histogram Pemanfaatan Sumber belajar (X
3)...86
commit to user
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Soal Uji Coba Penelitian...119
Lampiran 2. Data Skor Uji Coba dan Analisis Kesahihan Butir Soal
Variabel Intensitas Bimbingan Orang Tua...130
Lampiran 3. Data Skor Uji Coba dan Analisis Kesahihan Butir Soal
Variabel Pemanfaatan Sumber Belajar...134
Lampiran 4. Data Skor Uji Coba dan Analisis Kesahihan Butir Soal
Variabel Kedisiplinan Belajar...138
Lampiran 5. Soal Angket Penelitian...142
Lampiran 6. Sebaran Frekuensi dan Histogram X
1, X
2, X
3dan Y...150
Lampiran 7. Hasil Uji Normalitas X
1,X
2dan Y...156
Lampiran 8. Hasil Uji Linieritas X
1dengan Y, X
2dengan Y dan X
3dengan Y...161
Lampiran 9. Hasil Uji Kolinearitas X1, X2, dan X3...164
Lampiran 10. Hasil Analisis Regresi...166
Lampiran 11. Hasil Uji Homosedasitas...169
Lampiran 12. Profil Sekolah...172
Lampiran 13. Surat Pengantar Penelitian...173
Lampiran 14. Surat Perijinan...174
commit to user
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG MASALAH
Pendidikan menurut Muhibbin Syah (2009:1) pada dasarnya adalah usaha
sadar menumbuhkembangkan potensi sumber daya manusia peserta didik dengan
cara mendorong dan memfasilitasi kegiatan belajar mereka. Hal ini diungkap
secara detail dalam Undang-Undang RI Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidkan Nasional Bab 1 pasal 1. Dalam pasal tersebut dikatakan bahwa :
“Pendidikan didefinisikan sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses belajar agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan akhlak mulia serta keterampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara” Dan dalam keseluruhan
proses pendidikan, kegiatan belajar merupakan kegiatan yang paling pokok. Ini
berarti bahwa berhasil atau tidaknya pencapaian tujuan pendidikan banyak
bergantung kepada bagaimana proses belajar yang dialami anak didik.
Pandangan seseorang tentang belajar akan mempengaruhi
tindakan-tindakannya yang berhubungan dengan belajar, dan setiap orang mempunyai
pandangan yang berbeda tentang belajar. Misalnya seorang guru yang
mengartikan belajar sebagai kegiatan menghafalkan fakta. Maka, akan lain cara
mengajarnya dengan guru yang lain yang mengartikan bahwa belajar sebagai
proses penerapan prinsip.
Belajar merupakan hal yang sangat dasar bagi manusia dan merupakan
proses yang tidak ada henti-hentinya, karena dengan belajar itulah manusia dapat
berkembang. Kegiatan belajar adalah merupakan suatu proses yang terjadi secara
menyeluruh dalam diri masing-masing individu. Dapat ditarik kesimpulan bahwa
belajar adalah usaha sadar dari guru untuk membuat siswa belajar, yaitu terjadi-
commit to user
mendapatkan hasil yaitu kemampuan baru yang berlaku dalam waktu yang relatif
lama karena adanya usaha.
Diantara faktor yang menentukan keberhasilan belajar adalah kedisiplinan
belajar. Pada dewasa ini tingkat kedisiplinan belajar siswa dalam proses belajar
mengajar dinilai masih kurang. Ketidakdisiplinan itu misalnya, dalam mengikuti
suatu pelajaran siswa terkesan semaunya, siswa datang terlambat, siswa sering
tidak memperhatikan guru, siswa sering meninggalkan jam pelajaran, dan
sebagainya. Sudah menjadi rahasia umum bahwa suasana belajar di sekolah atau
di rumah terkadang agak kurang diminati oleh siswa. Maka mereka lebih senang
menghabiskan waktu dengan teman-temannya untuk bermain atau berkumpul di
sebuah tempat yang tidak diketahui oleh orang tua atau guru. Akhirnya orang tua
resah karena prestasi anaknya menurun dan perilaku mereka sulit dikendalikan,
dan ini merupakan wujud ketidakdisiplinan siswa.
Belajar juga merupakan salah satu kewajiban setiap anak sebagai peserta
didik. Tuntutan seorang anak dalam belajar salah satunya adalah belajar dengan
teratur. Dimana hal ini merupakan pedoman seorang anak ketika menuntut ilmu
di sekolah, melihat banyaknya mata pelajaran yang harus dikuasai sehingga
menuntut pula pembagian waktu yang sesuai dengan keluasan sumber belajar.
Didalam belajar juga diperlukan adanya kedisiplinan yang dijalankan seorang
anak untuk kelancaran belajarnya. Kedisiplinan itu tak lain adalah untuk
mencapai keberhasilan belajar. Seperti yang dikatakan Soegeng Prijodarminto
(1992: 23) bahwa disiplin adalah suatu kondisi yang tercipta dan terbentuk
melalui proses dari serangkaian perilaku yang menunjukan nilai-nilai ketaatan,
kepatuhan, kesetiaan,keteraturan dan atau ketertiban. Hal ini dapat dijelaskan
bahwa seseorang dapat dikatakan berdisiplin apabila perilakunya mencerminkan
ketaatan dan kepatuhan pada peraturan, norma, atau etika yang berlaku. Adanya
kedisiplinan ini diharapkan agar siswa dapat melaksanakan kegiatan sesuai
commit to user
Disiplin merupakan pengaruh yang dirancang untuk membantu anak agar
mampu menghadapi lingkungan. Disiplin merupakan suatu sikap yang
menunjukkan kesediaan untuk menepati atau mematuhi dan mendukung
kaidah-kaidah yang berlaku. dengan demikian, disiplin bukanlah suatu yang dibawa
sejak awal, tetapi merupakan sesuatu yang dupengaruhi oleh faktor ajar atau
pendidikan. Perilaku disiplin bagi siswa adalah salah satu kunci sukses untuk
dapat meraih prestasi maksimal. Fungsi utama disiplin adalah mengajarkan untuk
mengendalikan diri dengan mudah menghormati dan mematuhi aturan untuk
menertibkan diri. Dalam mendidik anak perlu disiplin tegas dalam hal apa yang
harus dilakukan dan dalam hal apa tidak boleh dilakukan.
Tumbuhnya keberhasilan belajar bukan merupakan suatu peristiwa yang
tiba-tiba terjadi seketika. Kedisiplinan belajar pada diri anak tumbuh dengan
adanya bantuan dari pendidik, baik orang tua, guru, maupun masyarakat. Orang
tua sangat berperan penting dalam pembinaan kedisiplinan belajar di rumah yaitu
dengan memberikan teladan yang baik serta mencukupi kebutuhan belajar anak.
Guru berperan dalam pembinaan kedisiplinan belajar di sekolah yaitu dengan
menerapkan berbagai peraturan dalam hal belajar di sekolah seperti masuk
sekolah sebelum bel berbunyi, mendengarkan materi pelajaran yang disampaikan
guru, dan tidak membolos sebelum jam pelajaran sekolah berakhir. Selain orang
tua dan sekolah kedisiplinan belajar juga dipengaruhi oleh masyarakat. Apabila
kondisi masyarakat sekitar mempunyai tingkat disiplin belajar yang tinggi, maka
dengan sendirinya akan berpengaruh pada diri anak tersebut, demikian pula
sebaliknya. Akan tetapi sering kita jumpai para pendidik yang kurang
memperhatikan masalah kedisiplinan belajar sehingga sering terjadi berbagai
pelanggaran.
commit to user
dan memaksanya, hukuman untuk pelanggaran peraturan dan penghargaan
untuk perilaku yang baik yang sejalan dengan peraturan yang berlaku. “
Agar dapat selalu menerapkan disiplin belajar, perlu diadakan
pembimbingan dalam rangka menanamkan tanggung jawab kepada anak. Usaha
yang dapat ditempuh salah satunya dengan melakukan pembimbingan dalam
keluarga, hal ini karena keluarga merupakan tempat sosialisasi pertama
seorangan anak. Keluarga dapat menjadi sarana yang utama untuk menanamkan
kedisiplinan. Yaitu dengan cara keluarga, terutama orang tua, senantiasa
membimbing anaknya untuk disiplin. Orang tua dapat menanamkan sikap
disiplin itu sejak kecil, sehingga ketika ia sudah besar, sikap disiplin itu akan
tetap diterapkan terutama dalam kegiatan belajarnya. Dalam membimbing anak,
ukuran atau banyak waktunya harus juga diperhatikan. Hal ini bertujuan agar
anak senantiasa ingat akan kebiasaan-kebiasaan yang diajarkan orang tuanya,
yang dalam hal ini kebiasaan disiplin belajar.
Dalam kedudukannya sebagai pendidik, maka orang tua sangat berperan
dalam pendidikan. Peranannya adalah sebagai pembimbing atau penuntun,
yakni pembimbing, mengarahkan anaknya agar tidak salah dalam mengambil
suatu sikap atau tindakan yang melanggar norma dan agama. Betapa besar
tanggung jawab orang tua terhadap anaknya dalam bidang pendidikan, yaitu
menanamkan dasar perkembangan jiwa anak. Seperti apa yang dikatakan oleh
Hasbullah (2001:4) bahwa:
“ Dasar-dasar tanggung jawab orang tua terhadap pendidikan anaknya meliputi:
adanya motivasi atau dorongan cinta kasih orang tua dan anak, pemberian
motivasi kejiwaan moral sebagai konsekuensi kedudukan orang tua terhadap
keturunannya, tanggung jawab sosial, memelihara dan membesarkan anaknya,
dan memberi pendidikan.”
Orang tua memiliki beberapa fungsi, yang diantaranya adalah sebagai
pembimbing. Hal ini sejalan dengan apa yang disampaikan oleh Abu Ahmadi
dan Nuruhbiyati ( 2001: 177) yang mendefinisikan “Orang tua adalah pemimpin
commit to user
pengasuh, pembimbing, pembina maupun guru bagi anaknya.” Sebagai
pendidik, orang tua mengarahkan pengetahuan dasar pada anaknya,misalnya
mengajarkan sopan santun. Orang tua sebagai pemelihara berkewajiban
memenuhi semua kebutuhan anaknya. Sedangkan fungsi orang tua sebagai
pengasuh, bahwa mereka bertugas merawat anaknya sejak lahir hingga dewasa.
Kemudian fungsi orang tua sebagai pembimbing, mereka bertanggung jawab
menuntun anaknya menjadi orang yang berguna di masyarakat. Dan sebagai
pembina, orang tua berperan untuk mengajarkan hal-hal yang belum diketahui
anak.
Selain pembimbingan dari orang tua, adanya sumber belajar dapat
mendorong sikap disiplin belajar anak. Sumber belajar menurut Nana Sudjana
dan Ahmad Rivai
(2003: 77) adalah “Segala daya yang dapat dimanfaatkan
guna memberikan kemudahan seseorang dalam belajarnya”. Seorang anak yang
dapat memanfaatkan segala sesuatu disekitarnya untuk membantu kegiatan
belajarnya akan memudahkan belajarnya untuk mencapai keberhasilan belajar.
Misalnya buku, koran, majalah, bahkan orang di sekitarnya sekalipun dapat
membantu kegiatan belajar anak. Namun terkadang mereka tidak sadar akan hal
itu. Apabila mereka menyadari itu, sikap disiplin belajar mereka bisa muncul.
Dengan adanya sumber belajar yang dapat memudahkan belajar, anak-anak
akan lebih mematuhi jadwal belajarnya dengan penuh kesadaran.
Dalam kegiatan belajar, sumber belajar merupakan unsur yang sangat
penting. Sumber belajar merupakan tempat yang dapat dijadikan sebagia usaha
untk mendapatkan sebuah pengetahuan yang dapat menunjang kegiatan belajar.
Sumber belajar ada bermacam-macam dan diharapkan siswa bisa
memanfaatkannya dengan baik. Sebagaimana pendapat Nasution (2000:194)
bahwa “Jika langkah-langkah dalam belajar mengajar diatur dengan baik, maka
belajar itu akan efisien. Dalam pengajaran, guru dibantu pula oleh
commit to user
mengajar, akan tetapi dapat pula menggantikan ceramah, demonstrasi/
laboratorium, dan sebagainya.
Ketersediaan sumber belajar yang diiringi dengan pemanfataannya secara
tepat, akan memunculkan semangat belajar anak. Kebiasaan belajar anak yang
memiliki sumber belajar yang memadai akan berbeda dengan anak yang memilki
sumber belajar sangat minim. Anak yang memliki sumber belajar memadai akan
lebih mematuhi jadwal belajarnya, dan anak yang memiliki sumber belajar
sangat minim akan lebih malas belajar. Atau bahkan sebaliknya, anak yang
memilki sumber belajar sangat minim akan belajar lebih giat. Kesadaran anak
akan ketentuan seorang siswa, yaitu belajar sangat dipengaruhi oleh faktor dari
luar dan dari dalam. Faktor dari luar misalnya suasana rumah, arahan orang tua,
waktu yang tersedia dan lain sebagainya. Sedangkan faktor dari dalam misalnya
sifat malas-malasan, suka melamun, susah berkonsentrasi (memusatkan
perhatian) dan lain sebagainya.
Kesiapan siswa selalu beriring dengan pemanfaatan sumber belajar yang
intensif. Sumber belajar merupakan komponen dalam kawasan teknologi
instruksional, yang disebut komponen sistem instruksional. Menurut Mudhoffir
(1992: 1-2) mengatakan bahwa:
“Komponen sistem instruksional terdiri dari pesan (semua mata pelajaran),
orang (guru dan siswa), bahan (buku,
slide
, transparansi, modul, majalah, bahan
pengajaran terprogram dan lain-lain), alat (
proyektor slide
, OHP, televisi, dan
sebagainya), teknik (pengajaran terprogram, belajar sendiri, diskusi, tanya jawab
dan lain-lain), dan lingkungan (lingkungan fisik misalnya gedung, kelas,
perpustakaan, laboratorium dan sebagianya serta lingkungan nonfisik misalnya
penerangan, sirkulasi udara dan lain-lain).”
Melihat hal itu, guru dan peserta didik dituntut kreatif, improvisatif,
inisiatif dan inovatif dalam membuat dan mengembangkan alat peraga lain.
Disamping itu juga berinisiatif untuk mendayagunakan lingkungan sekitar sebagi
commit to user
pasar, kondisi social, ekonomi dan budaya kehidupan yang berkembang di
masyarakat. Sumber belajar yang ada seharusnya dimanfaatkan dengan optimal.
Adanya sumber belajar tadi, baik yang memadai maupun yang minim,
tidak terlepas dari bimbingan orang tua untuk menanamkan sifaf kedisiplinan
dalam belajar. Anak yang telah memiliki sumber belajar yang memadai belum
tentu akan sadar mengenai tanggung jawab belajarnya dengan memanfaatkan
sumber belajar yang ia miliki itu. Orang tua yang sering menanyakan tentang
kegiatan belajar anaknya, sekaligus akan menyadarkan anaknya akan belajar.
Sedangkan orang tua yang jarang menanyakan tentang kegiatan belajar anaknya,
maka bisa jadi si anak kurang sadar akan tanggung jawab belajarnya. Dengan
memperhatikan hal tersebut, maka peneliti mengadakan penelitian mengenai
“Hubungan Antara Intensitas Bimbingan Orang Tua Pihak Ayah, Pihak
Ibu Dan Pemanfaatan Sumber Belajar Dengan Kedisiplinan Belajar Siswa
Kelas VIII SMP N 6 Wonogiri Tahun Pelajaran 2010/ 2011”.
B.
Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.
Apakah ada hubungan antara intensitas bimbingan orang tua pihak ayah
dengan kedisiplinan belajar siswa kelas VIII SMP N 6 Wonogiri Tahun
Pelajaran 2010/2011?
2.
Apakah ada hubungan antara intensitas bimbingan orang tua pihak ibu
dengan kedisiplinan belajar siswa kelas VIII SMP N 6 Wonogiri Tahun
Pelajaran 2010/2011?
3.
Apakah ada hubungan antara pemanfaatan sumber belajar dengan
kedisiplinan belajar siswa kelas VIII SMP N 6 Wonogiri Tahun Pelajaran
commit to user
4.
Apakah ada hubungan secara bersama antara intensitas bimbingan orang
tua pihak ayah, pihak ibu dan pemanfaatan sumber belajar dengan
kedisiplinan belajar siswa kelas VIII SMP N 6 Wonogiri Tahun Pelajaran
2010/2011?
C.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.
Untuk mengetahui adanya hubungan antara intensitas bimbingan orang tua
pihak ayah dengan kedisiplinan belajar siswa kelas VIII SMP N 6
Wonogiri Tahun Pelajaran 2010/2011.
2.
Untuk mengetahui adanya hubungan antara intensitas bimbingan orang tua
pihak ibu dengan kedisiplinan belajar siswa kelas VIII SMP N 6 Wonogiri
Tahun Pelajaran 2010/2011.
3.
Untuk mengetahui adanya hubungan antara pemanfaatan sumber belajar
dengan kedisiplinan belajar siswa kelas VIII SMP N 6 Wonogiri Tahun
Pelajaran 2010/2011.
4.
Untuk mengetahui adanya hubungan secara bersama antara intensitas
bimbingan orang tua pihak ayah, pihak ibu dan pemanfaatan sumber
belajar dengan kedisiplinan belajar siswa kelas VIII SMP N 6 Wonogiri
Tahun Pelajaran 2010/2011.
D.
Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini dapat dilihat dalam dua hal, yaitu manfaat
teoritis dan manfaat praktis. Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut:
1.
Manfaat Teoritis
Sebagai suatu karya ilmiah diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi
commit to user
yang berhubungan dengan kedisiplinan belajar siswa kaitannya dengan
bimbingan orang tua dan sumber belajar.
2.
Manfaat Praktis
a.
Bagi orang tua
1)
Orang tua/ keluarga diharapkan dapat senantiasa membimbing
anak-anaknya memecahkan masalah untuk meningkatkan kedisiplinan
belajar.
2)
Orang tua/ keluarga diharapkan juga memperhatikan sumber belajar
yang diperlukan anaknya.
b.
Bagi siswa
1)
Siswa diharapkan untuk dapat memanfaatkan sumber belajar dengan
baik.
2)
Siswa diharapkan senantiasa mempertahankan kualitas belajar
mereka dengan disiplin belajar untuk meraih hasil belajar yang
optimal.
c.
Bagi Sekolah
1)
Sekolah diharapkan dapat meningkatkan kualitas sumber belajar
(guru, sarana dan prasarana belajar) agar siswa dapat belajar secara
efektif
2)
Sekolah dapat mendukung usaha orang tua dalam membimbing
commit to user
BAB II
LANDASAN TEORI
A.
TINJAUAN PUSTAKA
1.
Tinjauan Mengenai Kedisiplinan Belajar
a.
Pengertian Kedisiplinan
Konsep disiplin berkaitan dengan tata tertib, aturan, atau norma dalam
kehidupan bersama (yang melibatkan orang banyak). Seperti apa yang dikatakan
Moeliono dalam Nhowitzer, (2007),
Korelasi Perlakuan Guru Bimbingan Dan
Konseling Dan Kedisiplinan Belajar
Siswa Kelas IV SD Negeri 1 Samudra
Kulon
Kecamatan
Gumelar
Kabupaten
Banyumas,
http://
nhowitzer.multiply.com/journal/item/1, diambil pada tanggal 28 Februari 2011
pukul 19.51. Beliau mengatakan bahwa “Disiplin artinya adalah ketaatan
(kepatuhan) kepada peraturan tata tertib, aturan, atau norma, dan lain
sebagainya.” Kedisiplinan siswa dapat dilihat dari ketaatan (kepatuhan) siswa
terhadap aturan (tata tertib) yang berkaitan dengan jam belajar di sekolah, yang
meliputi jam masuk sekolah dan keluar sekolah, kepatuhan siswa dalam
berpakaian, kepatuhan siswa dalam mengikuti kegiatan sekolah, dan lain
sebagainya. Semua aktifitas siswa yang dilihat kepatuhannya adalah berkaitan
dengan aktifitas pendidikan di sekolah, yang juga dikaitkan dengan kehidupan di
lingkungan luar sekolah.
Menurut Melayu SP Hasibuan (1994: 212) bahwa “Kedisiplinan adalah
kesadaran dan kesediaan seseorang menaati semua peraturan perusahaan dan
norma-norma yang berlaku”. Dapat dikatakan kedisiplinan harus dilakukan
secara sadar dan dengan kesadaran tanpa adanya suatu paksaan dan tekanan dari
pihak manapun.
Suharsimi Arikunto (1990: 144) mengatakan bahwa “Disiplin adalah
kepatuhan seseorang dalam mengikuti peraturan atau tata tertib karena didorong
commit to user
dengan pengendalian diri seseorang dalam melakukan tindakan secara sadar
melalui pembentukan diri dan watak.”
Pengertian disiplin menurut Raka Joni yang dikutip Sulistryo dan Ign.
Wagimin (1986: 61) adalah bahwa “Disiplin mencakup setiap macam pengaruh
yang ditunjukan untuk membantu siswa agar ia dapat memahami dan
menyesuaikan diri dengan lingkungann dan juga tentang cara menyelesaikan
tuntutan yang mungkin ingin ditunjukkan siswa terhadap lingkungannya.”
Sedangkan menurut Soegeng Prijodarminto (1992; 23) bahwa “Disiplin
adalah suatu kondisi yang tercipta dan terbentuk melalui proses dari serangkaian
perilaku yang menunjukan nilai-nilai ketaatan, kepatuhan, kesetiaan,keteraturan
dan atau ketertiban.” Hal ini dapat dijelaskan bahwa seseorang dapat dikatakan
berdisiplin apabila perilakunya mencerminkan ketaatan dan kepatuhan pada
peraturan, norma, atau etika yang berlaku. Adanya kedisiplinan ini diharapkan
agar siswa dapat melaksanakan kegiatan sesuai dengan rencana yang telah
ditetapkan guna mencapai suatu tujuan.
Dapat disimpulkan bahwa pengertian kedisiplinan mengandung
unsur-unsur sebagai berikut:
1)
Ketaatan (kepatuhan) pada peraturan tata tertib.
2)
Didorong oleh kesadaran yang ada pada kata hatinya.
3)
Kesadaran tanpa adaya suatu paksaan atau tekanan dari pihak manapun.
4)
Membantu
menyesuaikan
diri
dengan
lingkungannya
sekaligus
meyelesaikan tuntutan yang ingin ditujukan oleh siswa.
5)
Melaksanakan sesuai dengan rencana yang ditetapkan untuk mencapai suatu
tujuan.
b.
Pengertian Belajar
Menurut Muhibbin Syah (2009: 5) “Belajar dapat dipahami sebagai
tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai
commit to user
kognitif. Perubahan tingkah laku yang timbul akibat proses kematangan fisik,
keadaan mabuk, lelah dan jenuh tidak dapat dipandang sebagai proses belajar.”
Menurut Slameto (1995 : 2) “Belajar ialah suatu proses usaha yang
dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru
secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan
lingkungannya. “
Sedangkan menurut Sardiman AM (2001: 23) menyatakan bahwa
“Belajar merupakan upaya perubahan tingkah laku dengan serangkaian kegiatan
jiwa raga untuk menuju perkembangan pribadi yang seutuhnya yang menyangkut
unsur cipta, rasa, karsa dan ranah afektif, kognitif dan psikomotorik”.
Menurut Oemar Hamalik mengatakan bahwa “Belajar merupakan suatu
perkembangan dari seseorang yang dinyatakan dalam cara bertingkah laku yang
baru berkat pengalaman dan latihan. Belajar itu perubahan-perubahan yang
bersifat psikis.”
Pendapat lain dikatakan oleh Omrod (1995) dalam Abied, (2010),
Sikap
dan
Kebiasaan Belajar Siswa.
diambil pada
meetabied.wordpress.com
/2010/03/20/sikap-dan-kebiasaan-belajar-siswa/, diambil pada 30 desember 2010
pukul 20:10. Beliau mendeskripsikan adanya dua definisi belajar yang berbeda.
Definisi pertama menyatakan bahwa
“ Learning is a relatively permanent
change in behavior due to experience”
. Belajar merupakan perubahan perilaku
yang relatif permanen karena pengalaman. Sedangkan definisi kedua menyatakan
bahwa
“Learning is relatively permanent change in mental associations due to
experience”
. Belajar merupakan perubahan mental yang relatif permanen karena
pengalaman. Definisi pertama memberikan penekanan pada perubahan perilaku,
sedangkan definisi kedua memberikan penekanan pada perubahan mental.
Slameto (1995: 7) menjelaskan apa saja ciri-ciri perubahan tingkah laku
dalam pengertian belajar, yaitu :
commit to user
terjadi karena mabuk atau tidak sadar, tidak termasuk perubahan karena
belajar. karena orang bersangkutan tidak menyadari perubahan itu.
b) Perubahan bersifat kontinu dan funsional. Satu perubahan yang terjadi
akan menyebabkan perubahan berikutnya yang kadang akan
memperoleh kecakapan-kecakapan yang lain.
c)
Perubahan bersifat positif dan aktif. Perubahan selalu bertambah dan
tertuju untuk memperoleh sesuatu ynag lebih baik dari sebelumnya.
Perubahan itu tidak terjadi dengan sendirinya melainkan karena usaha
individu sendiri.
d) Perubahan bukan bersifat sementara. Tingkah laku yang terjadi setelah
belajar akan bersifat menetap/ permanen dan bukan sementara.
e)
Perubahan yang bertujuan atau terarah. Tingkah laku itu terjadi karena
ada tujuan yang akan dicapai. Dengan begitu perbuatan belajar yang
dilakukan senantiasa terarah pada tingkah laku yang telah
ditetapkannya.
f)
Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku. Jika seseorang belajar
sesuatu, sebagai hasilnya ia akan mengalami perubahan tingkah laku
secara menyeluruh dalam sikap, keterampilan, pengetahuan dan
sebagainya.
Ada beberapa ciri-ciri belajar menurut Umar Tirtaraharja dalam Abied,
(2010),
Sikap
dan
Kebiasaan
Belajar
Siswa,
diambil
meetabied.wordpress.com/2010/03/20/sikap-dan-kebiasaan-belajar-siswa/,
Diambil pada 30 desember 2010 pukul 20:10. Ciri-cirinya adalah sebagai
berikut:
1.
Perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar bukan perubahan
tingkah laku karena proses kematangan.
2.
Perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar bukan perubahan
tingkah laku karena perubahan kondisi fisik.
3.
Hasil belajar bersifat relative menetap.
Selain yang dikemukakan diatas, dikatakan pula unsur/ciri-ciri belajar
menurut Umar Tirtaraharja dalam Abied, (2010),
Sikap dan Kebiasaan Belajar
Siswa,
diambil
meetabied.wordpress.com/2010/03/20/sikap-dan-kebiasaan-belajar-siswa/, Diambil pada 30 desember 2010 pukul 20:10. Ciri-cirinya
adalah:
1.
Bahwa Belajar merupakan suatu aktifitas yang menghasilkan
commit to user
2.
Bahwa perubahan tersebut berupa kemampuan baru dalam memberikan
respons terhadap suatu stimulus.
3.
Bahwa perubahan itu terjadi secara permanen
4.
Bahwa perubahan tersebut terjadi karena proses pertumbuhan atau
kematangan fisik,melainkan karena usaha sadar.
Tujuan belajar dapat diartikan sebagai kondisi yang diinginkan setelah
pebelajar (individu yang belajar) selesai melakukan kegiatan belajar.Dalam
pengertian bahwa setelah belajar diharapkan akan terjadi perubahan dalam diri
siswa, dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak memahami menjadi memahami,
dari tidak terampil menjadi terampil dan sebagainya. Demikian pula dalam hal
sikap, belajar
Dari uraian di muka, dapat disimpulkan bahwa kedisiplinan belajar
mengandung unsur-unsur sebagai berukut:
1)
Suatu kondisi belajar yang tercipta dan terbentuk sebagai pola tingkah
laku belajar.
2)
Menurut ketentuan yang ditaati secara sadar.
3)
Menciptakan ketertiban dan keteraturan dalam belajar, dan
4)
Kondisi itu memiliki tujuan untuk menjadi yang lebih baik.
c.
Faktor-Faktor yang Berperan dalam Pembentukan Kedisiplinan Belajar
Pembentukan kedisiplinan belajar dilakukan melalui suatu proses yang
sangat panjang yaitu dimulai sejak dini di dalam lingkungan keluarga dan
dilanjutkan di lingkungan sekolah. Pembiasaan kedisiplinan di dalam lingkungan
keluarga maupun lingkungan sekolah ini mempunyai kaitan yang sangat erat
dengan kehidupan siswa di masa yang akan datang.
Dalam hal ini ada beberapa pendapat yang mengemukakan tentang
faktor-faktor yang berperan dalam kedisiplinan belajar yaitu:
a)
Elizabeth B. Hurlock (2006 : 84) menyatakan bahwa :
commit to user
digunakan yaitu: 1) peraturan sebagai pedoman perilaku, 2) konsistensi
dalam peraturan tersebut dan dalam cara yang digunakan untuk
mengajarkan dan memaksanya, 3) hukuman untuk pelanggaran peraturan,
4) penghargaan untuk perilaku yang baik sejalan dengan peraturan yang
berlaku”.
b) T.O Ihromi (1999 : 53) menyatakan bahwa ” penting pula diketahui bahwa
penanaman nilai nilai dalam proses sosialisasi perlu diperhatikan empat aspek
yang terkait agar tujuan pendidikan tercapai yaitu: 1) peraturan, 2) sanksi
berupa hukuman, 3) penghargaan, 4) konsistensi”.
Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut dapat diambil suatu kesimpulan
bahwa faktor-faktor yang berperan penting dalam pembentukan kedisiplinan
belajar siswa adalah:
1)
Mengikuti dan mentaati peraturan
Peraturan merupakan suatu pola yang ditetapkan untuk mengatur
tingkah laku siswa agar sesuai dengan yang diharapkan. Pelaksanaan
peraturan dapat memberikan dorongan dan kebiasaan untuk hidup lebih tertib
dan teratur. Apabila kita mampu mengikuti dan mentaati peraturan sekolah
dengan baik, maka kedisiplinan dapat dilaksanakan dengan mudah.
Sebaliknya, apabila kita melanggar peraturan-peraturan tersebut maka akan
dikenakan sanksi yang biasanya diwujudkan dalam bentuk sistem kredit point.
Besar kecilnya kredit tersebut berbeda-beda tergantung dari kesalahan siswa.
2)
Kesadaran diri
Kesadaran diri merupakan suatu pemahaman yang telah diserap oleh
seseorang akan pentingnya kedisiplinan, sehingga dalam kesadaran diri
mengandung kerelaan untuk mematuhi dan melaksanakan semua peraturan
dan norma yang berlaku serta akan melaksanakan tugas dengan penuh
tanggung jawab. Kesadaran diri yang dimiliki seseorang akan menjadi motif
atau dorongan yang sangat kuat bagi terwujudnya kedisiplinan belajar,
sehingga hal ini dapat menciptakan anak dalam mencapai kemandirian secara
commit to user
3)
Alat pendidikan
Alat pendidikan ini sangat bermanfaat untuk mempengaruhi, mengubah,
membina, dan membentuk perilaku siswa yang sesuai dengan nilai-nilai yang
telah ditentukan. Siti Meiahati yang dikutip oleh Soedomo Hadi (2003 : 89)
berpendapat bahwa ” alat pendidikan adalah hal yang tidak saja memuat
kondisi-kondisi yang memungkinkan terlaksananya pekerjaan mendidik,
tetapi alat pendidikan itu telah mewujudkan diri sebagai perbuatan atau situasi
yang dicita-citakan dengan tegas, untuk mencapai tujuan pendidikan”.
4)
Hukuman
Hukuman bagi seorang siswa merupakan salah satu faktor dalam
pembentukan kedisiplinan belajar dan dianggap positif karena hukuman ini
merupakan salah satu upaya menyadarkan, mengoreksi dan meluruskan
perbuatan yang salah, sehingga seseorang akan kembali pada perilaku yang
diharapkan. Selain itu, hukuman ini sangat penting artinya karena dapat
memberikan dorongan dan kekuatan bagi siswa untuk mentaati dan mematuhi
peraturan yang telah ditetapkan. Hal senada juga diungkapkan oleh Kartini
Kartono (1985 : 23) yang mengatakan bahwa ”hukuman kadang-kadang perlu
untuk mendidik anak dan menyalurkan tingkah laku anak”. Jadi hukuman
dalam hal ini bersifat positif.
5)
Penghargaan atau hadiah
Dalam hal ini hadiah atau penghargaan tidak harus dalam bentuk benda
atau materi, akan tetapi dapat berupa kata-kata pujian, senyuman, atau
menepuk-nepuk bahu anak. Biasanya, sebuah hadiah atau penghargaan akan
diberikan setelah anak melakukan suatu tindakan atau tingkah laku yang benar
dan terpuji. Adanya pemberian hadiah ini mempunyai peranan yang sangat
penting yaitu untuk memberikan motivasi kepada anak agar ia dapat
mengulangi tingkah laku yang benar dikemudian hari. Hal senada juga
commit to user
”ganjaran akan menimbulkan motivasi yang kuat bagi anak untuk mengulangi
tingkah lakunya”.
6)
Konsistensi
Hal ini merupakan derajat kesamaan atau kestabilan akan aturan-aturan,
sehingga anak-anak tidak akan bingung tentang hal-hal yang seharusnya
dilakukan. Konsistensi sangat tepat apabila diterapkan dalam aturan-aturan,
hukuman, maupun sanksi. Apabila kita tidak konsisten di dalam menerapkan
peraturan, hukuman, maupun sanksi, maka nilai dari hukuman dan aturan
tersebut akan hilang. Konsistensi dianggap sebagai faktor yang paling penting
karena segala sesuatu yang dilakukan secara berulang-ulang dengan konsisten
akan menjadi pedoman atau aturan seperti penggunaan waktu, menerapkan
hukuman, dan memberi hadiah atau penghargaan.
Kedisiplinan belajar tidak hanya diterapkan di sekolah, tetapi harus
diterapkan dirumah, karena waktu belajar anak lebih banyak belajar di
lingkungan keluarga atau di rumah. Sehingga dapat dikatakan lingkungan
keluargalah yang memberikan suasana untuk terciptanya kedisiplinan belajar
siswa. Hal ini sesuai dengan pendapat Elida Prayitno (1989: 156) yang
menyatakan bahwa:
”Orang itu dapat menciptakan situasi fisik maupun psikologis yang
menyokong minat dan kegairahan anaknya dalam belajar. Penyediaan
kesempatan yang dibutuhkan anak dalam belajar di rumah maupun di luar
rumah sangat menunjang kesuksesan anak dalam belajar. Membina hubungan
akrab dengan anak dan memberikan perhatian yang tinggi peting dan patut
diperhatikan oleh orang tua, jika ingin anaknya berhasil dalam belajar.”
Dari pendapat di atas, disimpulkan bahwa orang tua sebagai penanggung
jawab dalam keluarga harus mampu menciptakan suasana keakraban diantara
anggota keluarga di rumah dan juga harus memberikan perhatian yang cukup
terhadap kegiatan belajar anak. Misalnya dengan membantu anak dalam
belajar, menaati anak dalam menaati jadwal kegiatan belajar, memberikan
commit to user
perhatian yang diberikan oleh orang tua kepada anak, diharapkan anak akan
lebih termotivasi dalam belajarnya, sehingga dapat meningkatkan kedisiplinan
belajar sekaligus dapat meningkatkan prestasi belajarnya.
Menurut Slameto (1995: 76) bahwa untuk meningkatkan cara belajar
yang efektif siswa perlu memperhatikan beberapa hal, yakni:
(1) Kondisi internal merupakan suatu keadaan yang ada dalam diri siswa
tersebut. Misalnya kesehatan atau ketentraman hati. Hal ini menurut
Maslow ada 7 jenjang kebutuhan primer manusia yang harus dipenuhi,
yaitu:
a)
Kebutuhan
fisiologis,
yang
merupakan
kebutuhan
jasmani
manusia,misalnya makan, minum tidur dan sebagainya. Jika kebutuhan
fisiologisnya
tidak
terganggu
sehingga
tidak
mengakibatkan
terganggunya kondisi dan konsentrasi belajar.
b)
Kebutuhan keamanan dan keselamatan, dimana siswa dapat efektif jika
siswa dapat menjaga keseimbaangan emosinya secara baik sehingga
perasaan aman dapat tercapai dan dapat memusatkan konsentrasi,
dalam hal ini belajar.
c)
Kebutuhan akan kebersamaan dan cinta, dimana cara belajar yang
efektif akan tercapai apabila seseorang dapat melakukan kerjasama
dengan teman-temannya sehingga dapat meningkatkan pengetahuan
dan ketajaman dalam berpikir.
d)
Kebutuhan akan pengakuan, penghargaan dan kedudukan, yang mana
setiap siswa perlu optimis, percaya akan kemampuan diri dan yakin
bahwa ia dapat menyelesaikan tugasnya dengan baik.
e)
Kebutuhan aktualisasi diri, yang mana belajar yang efektif dapat
diciptakan untuk memenuhi keinginan yang dicita-citakan. Oleh karena
itu, siswa harus yakin bahwa dengan belajar yang baik akan dapat
membantu tercapainya cita-cita yang diinginkan.
f)
Kebutuhan untuk mengetahui dan dimengerti, yang mana kebutuhan ini
berfungsi
untuk
memuaskan
rasa
ingin
tahu,
mendapatkan
pengetahuan, informasi dan untuk mengerti sesuatu.
g)
Kebutuhan estetik, dimana kebutuhan ini merupakan suatu kebutuhan
yang
dimanifestasikan
sebagai
kebutuhan
akan
keteraturan,
keseimbangan dan kelengkapan dari suatu kebutuhan.
(2) Kondisi Eksternal
commit to user
sekitar yang baik, maka konsentrasi, kemauan dan semangat dalam belajar
akan selalu terjaga, sehingga anak akan merasa nyaman dalam belajar.
(3) Strategi Belajar
Dengan strategi yang tepat, dapat tercapai suatu keadaan dimana
kedisiplinan belajar dapat terlaksana dengan baik. Strategi ini digunakan
untuk mengatur waktu yang seefisien mungkin untuk mencapai hasil atau
prestasi yang maksimal. Pelaksanaan cara belajar agar dapat membantu
siswa dapat dilakukan dengan pengaturan waktu belajar yang baik seperti:
a)
Belajar tepat waktunya dan tidak membiasakan diri menunda untuk
belajar sampai seluruh pelajaran berakhir.
b)
Belajar untuk mengatur waktu dengan tepat.
c)
Adanya waktu luang untuk rekreasi agar pikiran menjadi tenang.
d)
Tidak menggunakan waktu tidur untuk belajar karena dapat
menggangu kesehatan.
Dengan strategi yang tepat, maka belajar akan terasa
menyenangkan dan tidak membosankan. Apabila anak selalu belajar tanpa
perasaan senang, anak akan merasa jenuh dan bosan sehingga semangat
untuk belajar akan dengan mudah hilang. Anak akan menjadi berpkiran
bahwa belajar adalah hal yang membosankan dan tidak menyenangkan.
Dengan strategi belajar yang tepat, anak diharapkan dapat mencapai suatu
hasil belajar yang maksimal.
d.
Fungsi Kedisiplinan
EB Hurlock (1993: 97) menyebutkan fungsi disiplin dapat dibedakan
menjadi dua, yaitu:
1)
Fungsi yang bermanfaat.
Fungsi yang bermanfaat ini meliputi :
(b) untuk mengajar anak yaitu bahwa perilaku tertentu selalu diikuti
hukuman, namun yang lain akan diikuti dengan pujian,
(c) untuk mengajarkan anak tentang suatu tingkatan penyesuaian yang
wajar, tanpa menuntut konformitas yang berlebihan,
(d) untuk membantu anak mengembangkan hati nuraninya.
2)
Fungsi yang tidak bermanfaat
Fungsi yang tidak bermanfaat ini meliputi :
(a)
untuk membuat takut anak,
commit to user
2.
Tinjauan Mengenai Bimbingan Orang Tua
a.
Pengertian Orang Tua
Sebelum kita membahas mengenai pengertian bimbingan orang tua,
terlebih dahulu akan dibahas mengenai pengertian orang tua.
Orang Tua menurut Soedomo Hadi (2003: 22) adalah ”Ayah dan ibu
yang menjadi pendidik pertama dan utama bagi anak-anaknya.” Sedangkan Abu
Ahmadi dan Nuruhbiyati (2001: 177) mendefinisikan ”Orang tua adalah
pemimpin keluarga, maka orang tua itu bertugas sebagai pendidik, pemelihara,
pengasuh, pembimbing, pembina maupun guru bagi anaknya.”
Dalam Undang- Undang Nomor 4 bab III pasal 9 tentang hak anak yang
dikutip Soerjono Soekanto (1990: 172) ” Orang tua adalah yang pertama-tama
bertanggungjawab atas kesejahteraan anak baik secara rohani, jasmani maupun
sosial.”
Thamrin Nasution dan Nur Halijah (1989: 1) mengemukakan bahwa
”Orang tua adalah orang yang bertanggung jawab dalam suatu keluarga atau
rumah tangga, yang dalam kehidupan sehari-hari lazim disebut ibu-bapak.”
Sedangkan pengertian orang tua sendiri, menurut Ngalim Purwanto (1988: 8)
adalah sebagai berikut:
”Orang tua adalah pendidik sejati karena kodratnya, maka oleh karena
itu kasih sayang orang tua terhadap anak-anaknya hendaklah kasih sayang yang
sejati pula yang berarti pendidik atau orang tua hendaknya mengutamakan
kepentingan dan kebutuhan anak-anaknya, dengan mengesampingkan keinginan
dan kesenangannya sendiri.”
Adanya berbagai rumusan pengertian tersebut, terkandung unsur-unsur
dalam orang tua yaitu:
(1) Orang tua itu bertugas sebagai pendidik, pemelihara, pengasuh,
pembimbing, pembina maupun guru bagi anaknya.
(2) Orang yang petama-tama bertanggung jawab atas kesejahteraan anaknya.
commit to user
Tiap-tiap anggota keluarga berperan terhadap pendidikan anak-anaknya.
Menurut Ngalim Purwanto (2002: 82) peranan ibu dalam pendidikan anaknya
adalah sebagai berikut:
(1)
Pengasih dan pemelihara, (2) Tempat mencurahkan isi hati, (3) Pengatur
kehidupan dalam rumah tangga, (4) Pembimbing hubungan pribadi, dan (5)
Pendidik dalam segi-segi emosional.
Sedangkan peranan ayah dalam pendidikan anak menurut Ngalim
Purwanto (2002: 83) adalah sebagai berikut:
(1)
Sumber kekuasaan dalam keluarga, (2) Penghubung intern keluarga
dengan masyarakat, (3) Pemberi perasaan aman bagi seluruh anggota keluarga,
(4) Bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan keluarga, dan (5) Pendidik
dari segi rasional.
b.
Pengertian Bimbingan Orang Tua
Menurut Ny. Y. Singgih dan Singgih D. Gunarso (1992:12)
mengemukakan pengertian bimbingan sebagai berikut: ”Bimbingan adalah
bantuan yang diberikan kepada seseorang agar perkembangan yang dimiliki
didalam dirinya sendiri dalam mengatasi persoalan-persoalan, sehingga dapat
menentukan sendirijalan hidupnya secara bertanggung jawab tanpa harus
bergantung pada orang lain.”
Kemudian menurut Dewa Ketut Sukardi (1995: 2) berpendapat bahwa
”Bimbingan adalah proses pemberian bantuan yang diberikan kepada seseorang
atau sekelompok orang secara ters menerus dan sistemats oleh pembimbing agar
individu atau sekelompok individu menjadipribadi yang mandiri”.
Chrisholm dalam Oemar Hamalik (1990: 193) mengatakan bahwa :
”Bimbingan adalah proses pertolongan individu agar dapat mengenal dirinya dan
supaya individu itu dapat memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya
didalam kehidupannya”.
Sedangkan menurut Prayitno (2001: 193) ”Bimbingan adalah proses
commit to user
berupa interkasi, nasehat, gagasan dan asuhan yang didasarkan atas
norma-norma yang berlaku.”
Ada pula pendapat Hadari Nawawi (1995: 26) yang menyatakan bahwa
”Bimbingan adalah usaha menolong orang lain/ siswa untuk mengembangkan
pandangannya tentang diri sendiri, orang lain dn masyarakat sekitarnya agar
mampu menganalisa masalah-masalah atau kesukaran-kesukaran yang
dihadapinya dengan menetapkan keputusan terbaik dalam menyelesaikan
masalah atau kesukaran yang dihadapinya itu.”
Dari beberapa definisi di atas dapat diambil kesimpulan bahwa
pengertian bimbingan mengandung unsur-unsur sebgai berikut:
1)
Proses pemberian bantuan yang diberikan secara terus menerus oleh
seseorang kepada orang lain.
2)
Memiliki tujuan untuk mengembangkan potensi-potensi yang ada dalam
dirinya sehingga dapat menjadi pribadi yang mandiri.
3)
Agar orang yang dibimbing mampu memecahkan setiap masalah yang
dihadapinya.
c.
Pengertian Intensitas Bimbingan Orang Tua
Sebelumnya pengertian intensitas menurut Daryanto (1998: 264) adalah
”Keadaan tingkatan atau ukuran intensnya.” Singgih D. Gunarsa (1990:60)
mengatakan bahwa ”Intensitas adalah kekuatannya, misalnya intensitas rangsang
berarti kekuatan rangsang.”
Kemudian Krech, Crutchfield dan Ballachey (1962: 18) mengatakan
bahwa:
”How an individual conceives the world is dependent, first of all, upon the
nature of the Physical and social enviroment in which he is immersed (... .) An
the world images of different member of the same family- Park Avenue or
Tenessee mountain- will differ because of subtle diferrences in the nature of their
social environtment: different members of the same family will receive varying
treatment from their associates depending upon their age, sex, position in the
family, etc ”.
commit to user
dunia membayangkan perbedaan anggota dari keluarga yang sama-Park Avenue
atau Tenessee mountain- akan berbeda, karena perbedaan yang tidak diketahui
dalam pembawaannya pada lingkungan sosial. Perbedaan anggota dari keluarga
yang sama akan menerima perlakuan yang menyimpang dari gabungannya di
atas umurnya, jenis kelamin, posisi dalam keluarga, dll).
Dari pernyataan di atas dapat diketahui bahwa yang membedakan
seseorang dalam mempersepsikan sesuatu diantaranya umurnya, jenis kelamin,
posisi dalam keluarga, dan lain-lain.
Krech et. al (1962: 41) juga mengatakan tentang hal yang mempengaruhi
timbulnya persepsi, yang didalam terdapat intensitas. Ia mengatakan bahwa:
”
The familiar
figure-on-background experiment of perseption
laboratory
illustrates one stimulus factor affecting cognitive selectivity. A single red dot,
among many black dot, will stand out in perception. A Negro in a crowd of white
poeple is high visible. Other stimulus factors determining selection include:
frequency-the slogan most frequency repeated in morelikely to came the
attention of the individual than the infrequently mentioned one; intensity-a shout
more attention-demanding than the normal speeking voice; movement and
change-number- the more object there are, the greater the selectivity.”
(Percobaan bentuk belakang yang dikenal dari laboraturium perespsi
mengilustrasikan satu faktor stimulus cenderung kepada pemilihan kognitif. Satu
titik merah diantar beberapa titik hitam, akam lebih kelihatan oleh persepsi. Satu
orang Negro dalam kerumunan orang kulit Putih akan lebih terluhat. Faktor
stimulus lain menentukan pilihan termasuk:
Frekuensi
-kebanyakan sebutan
frekuensi yaitu pengulangan yang lebih mengundang perhatian individu daripada
jarang atau hanya disebutkan sekali;
Intensitas-
berteriakan kan lebih mengundag
perhatian daripada yang hanya berbicara dengan suara normal;
angka yang
bergerak dan berubah -
disana ada lebih banyak objek yang lebih besar
pemilihannya).
Kemudian Krech et. al (1962: 410 juga menerangka mengenai teori
keseimbangan yang berhubungan dengan sistem kognitif yang mempengaruhi
persepsi, bahwa:
”Balance theory asserts that unbalanced cognitive system tend
to shift toward a state of balance. This shift may occur in various ways. Thus, in
the above example, the individual may come to approve free speech only for
poeple who espous domocratic principles, or he may come to extend free speech
commit to user
(Teori keseimbangan menyatakan bahwa ketidakseimbangan sistem
kognitif memelihara untauk mengubah keadan keseimbangan. Perubahan ini bisa
terjadi dalam berbagai jalan. Demikian, individu bisa membenarkan pembicaraan
dengan bebas hanya untuk agar orang menyatukan prinsip demokratis atau dia
bisa melanjutka pembicaraan yang bebas untuk seseorang yang membaca kutbah
yang bertentangan dengan kemerdekan sipil).
Krech et. al (1962: 45-46) juga menjelaskan lebih lanjut mengenai sistem
kognitif yag salah satunya mempengaruhi persepsi seseorang melalui intensitas.
Ia mengatakan bahwa:
”The degree and manner in which changes in wants and information
produce changes in cognitive depend upon the multiplexity, interconnectedness,
ang consonance of the preexisting cognitive system. The relation between
vulnerability to cognitive changes and the dimensions of multiplexity and
interconnectedness are complex and little understood. Cognitive system of high
multiplexity are more immune to radical change than those of low multiplexity.
No such generalrelation can be stated for interconnectedness. But in matter how
much the cognitive change, the direction of change seems to be such as to
approach a more consonant structure. This is true even in those intences where a
major system of beliefs seems to be immune to contradictory facts.
Balance theory is an approach to the study of cognitive consonance which
is especially concerned with the individual’s affective cognition of poeple an
social objects. Balance theory assumes that the cognitive proces persistently
strives toward balance or consonance. However, balance is often acheived. This
is especially true when cognitive balance would lead to an unpleasant state
affairs for the individual.”
(Derajat dan kebiasaan yang mengubah keinginan dan informasi yang
menghasilkan perubahan kognitif tergantung atas keberagaman, saling
keterkaitan dan keharmonisan dari sistem kognitif yang lebih dulu ada.
Hubungan amtara sifat yang cepat tersinggung dari perubahan kognitif dan
dimensi keberagaman dan saling keterkaitan itu kompleks dan sedikit
dimengerti. Sistem kognitif dari keberagaman yang tinggi lebih kebal dari
perubahan radikal dibanding keberagaman yang rendah. Tidak demikian relasi
umum dapat menjadi pemberitahuan saling keterkaitan. Tapi tidak ada
perubahan kognitif, kelangsungan perubahan rupanya menjadi bagian yang
hampir mendekati struktur harmoni yang lebih. Hal itu sekarang benar pada
desakan dimana sistem utama dari kepercayaan terlihat menjadi kebal dari faktor
yang disangkal.
commit to user
kognitif yang berusaha keras dengan keseimbangan atau keharmonisan. Tetapi
keseimbanagn sering tidak dihargai. Terutama kebenaran ketika keseimbanagn
kognitif mengantarkan pada keadaan tidak nyaman urusan individu).
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa intensitas
mengandung unsur-unsur sebagai berikut:
1)
Intensitas merupakan sebuah tingkatan dimana tingkatan itu tergantung
pada persepsi tiap individu yang berbeda.
2)
Intensitas dapat akan lebih terasa/ terlihat bila dilakukan secara
berulang-ulang (dalam frekuensi tertentu) dan dapat menjadi sebuah kebiasaan.
3)
Intensitas termasuk dalam teori keseimbangan yang berkaitan dengan sistem
kognitif yang tergantung atas keberagaman, saling keterkaitan dan
keharmonisan dari sistem kognitif yang lebih ada.
Sehingga dapat disimpulkan mengenai pengertian intensitas bimbingan
orang tua yaitu dalam unsur-unsur di bawah ini:
1)
Ukuran atau sering tidaknya pemberian bantuan atau pertolongan dari orang
tua sebagai orang yang bertanggung jawab dalam keluarga.
2)
Bimbingan itu dilakukan secara terus menerus dan sistematis kepada anaknya,
3)
Tujuannya untuk memberikan bimbingan dalam memecahkan
masalah-masalah yang dihadapi anak.
d.
Fungsi dan Peranan bimbingan Orang Tua
Erman Amti dan Marjohan (1992: 9) mengemukakan beberapa fungsi
bimbingan, yaitu:
1)
Fungsi Pemahaman
Yang pertama dan paling awal yang harus dilakukan pembimbing (dalam
hal ini orang tua) adalah mengetahui bagaimana individu yang dibimbing
itu. Hal itu berarti berusaha mengungkapkan dan memahami apa masalah
dan kesulitan yang dihadapinya anak, apa dan bagaiman kekuatan-kekuatan
dan kelemahan-kelemahannya.
2)
Fungsi Pencegahan
commit to user
3)
Fungsi Pemecahan (Pemberian Bantuan)
Walaupun berbagai upaya telah dilakukan dengan sebaik-baiknya tetapi
masih terjadi masalh pada diri anak, maka dalam hal ini perlu upaya
pemberian bantuan pemecahan masalah. Hal ini agar masalah yang dialami
anak itu, yang dapat berupa sikap dan kebiasaan yang buruk atau tidak dapat
menyesuaikan diri secara baik dengan lingkungan.
4)
Fungsi Pengemba