• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMANFAATAN LIMBAH KULIT TALAS KIMPUL(Xanthosoma sagittifolium) MELALUI PROSES PENGOMPOSAN DENGAN PENAMBAHAN EM4 UNTUK TANAMAN SAWI ( Brassica juncea L. ).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PEMANFAATAN LIMBAH KULIT TALAS KIMPUL(Xanthosoma sagittifolium) MELALUI PROSES PENGOMPOSAN DENGAN PENAMBAHAN EM4 UNTUK TANAMAN SAWI ( Brassica juncea L. )."

Copied!
103
0
0

Teks penuh

(1)

PEMANFAATAN LIMBAH KULIT TALAS KIMPUL

(Xanthosoma sagittifolium) MELALUI PROSES PENGOMPOSAN DENGAN PENAMBAHAN EM4 UNTUK TANAMAN SAWI ( Brassica juncea L. )

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta

untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Sains

Oleh

Diva Aprilia Afifah NIM 13308141052

PROGRAM STUDI BIOLOGI JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)

MOTTO

“Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya

sesudah kesulitan itu ada kemudahan” (QS.Ash-Sharh: 5-6)

“Lakukan bagianmu semampumu yang kamu bisa, selanjutnya biarkan Allah melakukan bagian yang tak kamu bisa ”

“Tidak ada kemudahan kecuali apa yang Engkau jadikan mudah. Sedang yang sulit bisa Engkau jadikan Mudah”

“Belajarlah dari sebuah kesalahan dan berusahalah untuk menjadi lebih baik.

Karena selalu ada jalan yang Allah berikan untuk segala sesuatu yang diniatkan

dengan baik”

(6)

vi

PERSEMBAHAN

Penulisan TAS (Tugas Akhir Skripsi) ini tidak dapat berjalan lancar tanpa ridho

Allah serta dukungan dan bantuan orang-orang di sekitar saya, khususnya kedua

orang tua.

Karya ini saya persembahkan untuk:

1. Kedua orang tua tercinta, Bapak Taufik Hidayat dan Ibu Siti Aryani yang telah

memberikan dukungan penuh dan kasih sayang yang tidak terkira. Terimakasih

sudah mengajari untuk tidak pernah lelah dan menyerah apapun kondisinya.

2. Keluarga kecilku, Mbak dika, Almira, Mas Reyki yang sudah memberikan

semangat dengan kebahagiaan yang tiada tara.

3. Sahabatku tercinta Rizky dan Insiwi yang sudah rela meluangkan waktu untuk

bertukar pikiran, berbagi cerita, canda hingga tak ada kata lelah dan bosan dari

semester satu hingga akhir. Terimakasih untuk tetap ada disaat apapun kondisi

saya.

4. Teman-teman yang sudah membantu dalam skripsi saya, ibu-ibu tim produksi

keripik seruni, ullah, lilik dan mas ari. Terimakasih sudah meluangkan waktu

untuk membantu dalam menyusun skripsi saya.

5. Teman teman kos Asrama Putri Nadia lantai 1, Mbak Vega, Mbak Nina, Mbak

Lintang, Mbak Sri dan Mbak Risma. Terimakasih sudah menjadi keluarga kecil

(7)

vii

6. Keluarga Biologi E 2013, terimakasih sudah menjadi keluarga kecil yang luar

biasa yang menjadi saksi perjalanan untuk mendapatkan gelar S1. Berjuang

bareng dari semester satu hingga akhir. See you on top all.

7. Keluarga Besar Jurusan Biologi FMIPA UNY, yang selama 4 tahun sudah

menjadi saksi perjalanan S1 saya. Tempat untuk mencari pengalaman dalam

berbagai kegiatan, belajar lebih dewasa menghadapi banyak hal dan tentunya

tempat untuk mencari ilmu dan wawasan. Terimakasih pula diucapkan untuk

seluruh dosen-dosen, asdos dan laboran yang sudah membimbing saya,

(8)

viii

PEMANFAATAN LIMBAH KULIT TALAS KIMPUL (Xanthosoma sagittifolium) MELALUI PROSES PENGOMPOSAN

DENGAN PENAMBAHAN EM4 UNTUK TANAMAN SAWI ( Brassica juncea L. ) Oleh

Diva Aprilia Afifah NIM 13308141052

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1pengaruh variasi konsentrasi EM4 terhadap kualitas hasil pengomposan kulit kimpul (Xanthosoma sagittifolium), 2

perbedaan kandungan unsur hara pupuk kompos dengan perlakuan EM4 dan tanpa perlakuan EM4, 3pengaruh pupuk kompos kulit talas terhadap pertumbuhan tanaman sawi ( Brassica juncea L.).

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dengan desain Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari kelompok kontrol dan kelompok perlakuan, masing-masing dilakukan tiga ulangan yaitu P0 (kontrol tanpa penambahan EM4), P1 (penambahan EM4 4%), P2 (penambahan EM4 6%), P3 (penambahan EM4 8%).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian EM4 berpengaruh terhadap kualitas hasil pengomposan dengan hasil terbaik terdapat pada perlakuan penambahan EM4 8%. Kandungan unsur hara pupuk kompos tanpa perlakuan EM4 dan dengan perlakuan EM4 terdapat perbedaan meskipun tidak terlalu fluktuatif. Pemberian pupuk kulit talas kimpul berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman sawi. Hal ini dilihat dari hasil pengukuran jumlah daun, tinggi tanaman, berat segar dan berat kering sawi terbaik pada perlakuan EM4 8%, sedangkan secara statistik tidak menunjukkan hasil yang signifikan untuk semua parameter.

(9)

ix

UTILIZATION OF “TALAS KIMPUL” PEEL (Xanthosoma sagittifolium) ON COMPOSTING PROCESS BY ADDING EM4 FOR Brassica juncea L.

By

Diva Aprilia Afifah NIM 13308141052

ABSTRACT

This research aimed to determine: 1the effect of EM4 variation towards the results of “talas kimpul” peel composting quality, 2the difference of compos fertilizer nutrients with or without adding EM4,3 the effect of “talas kimpul” peel compos fertilizer towards the mustard greens growth.

This research used Completely Randomized Design. It consisted of control group and treatment group; each is performed by third repetitions which are P0 (by controlling without adding EM4), P1 (by adding EM4 4%), P2 (by adding EM4 6%), P3 (by adding EM4 8%).

The results show that the addition of EM4 influences the quality of “talas kimpul” peel compost. The best result is at the treatment of P3. There are several differences in nutrients of “talas kimpul” peel compost between with or without adding EM4, but it’s not too significant. The addition of compost fertilizer can affect the growth of plants (plant height, number of leaves, fresh weight, and dry weight of plants) and the best treatment is P3.

(10)

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat,

kesehatan, hidayah dan inayahNya, sehingga pelaksanaan dan penyusunan

skripsi dapat berjalan lancar. Skripsi ini saya ajukan sebagai syarat utama untuk

menyelesaikan tugas akhir guna meraih gelar Sarjana Sains pada jurusan

Pendidikan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,

Universitas Negeri Yogyakarta.

Penyusun menyadari banyak bantuan dari berbagai pihak yang

berupa bimbingan, informasi, arahan, koreksi, kritik dan saran.

Oleh karena itu, penyusun mengucapkan banyak terima kasih

sebesar-besarnya kepada :

1. Orang tua penyusun yang selalu mendukung baik do’a maupun materi dari awal perkuliahan hingga selesainya tugas akhir ini.

2. Prof. Dr. Sutrisna Wibawa, M.Pd, sekalu rektor Universitas Negeri

Yogyakarta

3. Dr. Hartono, M.Si, selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Yogyakarta.

4. Dr. Paidi, selaku ketua Jurusan Pendidikan Biologi, Fakultas Matematika

dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Yogyakarta.

5. Dr. Tien Aminatun, M.Si., selaku ketua Program Studi Biologi Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Yogyakarta.

6. dr. Tutiek Rahayu, M.Kes selaku dosen penasehat akademik yang selalu

memberi masukan yang positif mengenai masalah perkuliahan dari awal

hingga penyusunan Tugas akhir ini.

7. Dr. Ir. Suhartini, MS., selaku pembimbing utama dalam penyusunan tugas

akhir skripsi yang selalu memberi arahan, masukan, semangat dan motivasi

dari awal sampai selesainya penyususnan skripsi ini.

8. Lili Sugiyarto,S.Si.,M.Si selaku pembimbing kedua dalam penyusunan

tugas akhir skripsi yang selalu memberi arahan, masukan, semangat dan

(11)

xi

9. Teman-teman saya Rizky, Insiwi, dan Lilik yang sudah mendukung saya

dalam mengerjakan skripsi saya.

10.Teman-teman Biologi E 2013 yang telah menemani dan mendukung selama

pembuatan Tugas Akhir ini. Serta terimakasih untuk kebersamaan selama

ini.

11.Semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu yang telah

berkontribusi dalam penyusunan Tugas akhir ini sehingga dapat berjalan

dengan lancar.

Penyusun menyadari sepenuhnya bahwasannya dalam proses

penyususnan skripsi ini masih ada kekurangannya dan jauh dari kesempurnaan.

Kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan demi

memperbaiki kesalahan yang ada dalam skripsi ini, semoga apa yang saya

susun ini bermanfaat bagi para pembaca.

Yogyakarta, 22 Mei 2017

Penyusun

(12)

xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 4

C. Pembatasan Masalah ... 4

D. Perumusan Masalah ... 5

E. Tujuan Penelitian ... 5

F. Manfaat Penelitian ... 5

G. Batasan Operasional ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Talas Kimpul ... 7

B. Kandungan Kimia Talas Kimpul ... 10

C. Manfaat Talas kimpul ... 12

D. Pengomposan ... 13

(13)

xiii

F. Standar SNI ... 25

G. Unsur Hara ... 26

H. Tanaman sawi ... 33

I. Kerangka Berpikir ... 35

J. Hipotesis Penelitian ... 38

BAB III METODE A. Waktu dan Tempat ... 39

B. Objek Penelitian ... 39

C. Variabel Penelitian ... 39

D. Desain/Rancangan Penelitian ... 40

E. Alat dan Bahan ... 42

F. Cara Kerja ... 43

G. Metode Pengumpulan data ... 46

H. Teknik Analisis Data ... 46

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Analisis Kimia Pupuk 1. Hasil Analisis Kandungan Karbohidrat Kulit Talas Kimpul ... 48

2. Hasil Analisis Pupuk Sesudah dan Sebelum Perlakuan ... 49

3. Hasil Pengaruh Penambahan EM4 terhadap Nilai Karbon ... 52

4. Hasil Pengaruh Penambahan EM4 terhadap Nilai Nitrogen ... 53

5. Hasil Pengaruh Penambahan EM4 terhadap Nilai Phospor ... 55

6. Hasil Pengaruh Penambahan EM4 terhadap Nilai Kalium ... 56

7. Hasil Pengaruh Penambahan EM4 terhadap Nilai C/N rasio ... 58

B.Hasil Analisis Fisika Pupuk 1. Hasil Pengaruh Penambahan EM4 terhadap Suhu Pengomposan ... 59

2. Hasil Pengaruh Penambahan EM4 terhadap pH Pengomposan... 61

3. Hasil Pengaruh Penambahan EM4 terhadap Kelmbaban Pengomposan ... 63

(14)

xiv

C. Faktor Abiotik Media Tanam Sawi ( Brassica juncea L.)

1. Hasil Pengukuran Faktor Abiotik Lingkungan ... 67

D. Pengaruh pupuk kulit talas kimpul terhadap pertumbuhan tanaman sawi 1. Hasil Pengaruh Kompos Kulit Talas Kimpul terhadap Jumlah Daun Tanaman Sawi ... 69

2. Hasil Pengaruh Kompos Kulit Talas Kimpul terhadap Tinggi Tanaman Sawi. ... 72

3. Hasil Pengaruh Kompos Kulit Talas Kimpul terhadap Berat Basah Tanaman Sawi. ... 74

4. Hasil Pengaruh Kompos Kulit Talas Kimpul terhadap Berat Kering Tanaman Sawi ... 77

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 80

B. Saran ... 80

DAFTAR PUSTAKA ... 82

(15)

xv

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Komposisi Gizi Umbi Talas Kimpul dalam 100 gram Bahan... 12

Tabel 2. Standar Kualitas Kompos Menurut SNI 19-7030-2004 : 6. ... 26

Tabel 3. Hasil Analisis Kandungan Karbohidrat pada Berat Basah 100 gram Kulit Talas Kimpul ... 47

Tabel 4. Hasil Analisis Pupuk Sesudah dan Sebelum Perlakuan ... 50

Tabel 5. Perubahan Warna, Bau, dan Struktur Kompos pada Proses Pengomposan. ... 66

Tabel 6. Data Pengukuran Faktor Abiotik Lingkungan Tanaman Sawi ... 68

Tabel 7. Hasil Analisis Ragam Jumlah Daun. ... 69

Tabel 8. Hasil Analisis Ragam Tinggi Tanaman. ... 72

Tabel 9. Hasil Analisis Ragam Berat Basah Sawi. ... 75

(16)

xvi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Talas kimpul (Xanthosoma sagittifolium) ... 8

Gambar 2. Kerangka Berpikir ... 37

Gambar 3. Rancangan Denah Penelitian Pembuatan Pupuk Kompos Kulit Talas ... 41

Gambar 4. Rancangan Denah Penelitian Penanaman Tanaman Sawi ... 41

Gambar 5. Grafik Pengaruh Penambahan EM4 terhadap Karbon pada berbagai variasi konsentrasi EM4 pupuk kulit talas kimpul ... 52

Gambar 6. Grafik Pengaruh Penambahan EM4 terhadap Nitrogen pada Berbagai Variasi Konsentrasi EM4 Pupuk Kulit Talas Kimpul ... 53

Gambar 7. Grafik Pengaruh Penambahan EM4 terhadap Phospor pada Berbagai Variasi Konsentrasi EM4 Pupuk Kulit Talas Kimpul ... 55

Gambar 8. Grafik Pengaruh Penambahan EM4 terhadap Kalium pada Berbagai Variasi Konsentrasi EM4 Pupuk Kulit Talas Kimpul ... 57

Gambar 9. Grafik Pengaruh Penambahan EM4 terhadap C/N rasio pada berbagai variasi konsentrasi EM4 pupuk Kulit Talas Kimpul ... 58

Gambar 10. Grafik Pengaruh EM4 Terhadap Suhu pada Berbagai Variasi Konsentrasi EM4 Pupuk Kulit Talas Kimpul ... 60

Gambar 11. Grafik Pengaruh EM4 Terhadap pH pada Berbagai Variasi Konsentrasi EM4 Pupuk Kulit Talas Kimpul ... 62

Gambar 12. Grafik Pengaruh EM4 Terhadap Kelembaban pada Berbagai Variasi Konsentrasi Em4 Pupuk Kulit Talas Kimpul ... 64

Gambar 13. Grafik Rerata Jumlah Daun (Helai) pada Berbagai Variasi Konsentrasi EM4 Pupuk Kompos Kulit Talas ... 70

Gambar 14. Grafik Rerata Tinggi Tanaman (cm) pada Berbagai Variasi Konsentrasi EM4 Pupuk Kompos Kulit Talas ... 73

Gambar 15. Grafik Berat Segar Sawi 29 Hst dari Berbagai Variasi Konsentrasi EM4 Pupuk Kulit Talas. ... 75

(17)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Data Hasil Analisis Uji Kandungan Kulit Talas ... 88

Lampiran 2. Data Hasil Analisis Jaringan Kulit Talas... 89

Lampiran 3. Data Hasil Analisis Pupuk Kulit Talas Kimpul ... 90

Lampiran 4. Data Keseluruhan Hasil Pengukuran ... 91

Lampiran 5. Hasil Analisis Statistik ... 94

(18)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Limbah bisa dihasilkan dari kegiatan rumah tangga, pasar,

perkantoran, hotel, rumah makan maupun industri. Salah satu kota yang

menghasilkan limbah ialah Muntilan. Banyaknya jenis industri rumah

tangga di kota Muntilan menjadikan kota ini juga menghasilkan banyak

limbah, mulai dari limbah industri makanan hingga industri furnitur yang

mengakibatkan volume limbah yang ada semakin meningkat dari tahun ke

tahun. Salah satu indusri rumah tangga di kota Muntilan yang

menghasilkan limbah ialah industri rumah tangga keripik talas kimpul.

Industri rumah tangga ini memiliki sedikitnya 2 jenis limbah organik yang

harus diolah setiap harinya agar tidak menjadi sampah. Limbah cair yang

dihasikan berupa sisa pencucian talas kimpul (Xanthosoma sagittifolium)

sudah dibuatkan saluran tersendiri sedangkan limbah padat berupa kulit

talas kimpul belum ada penanganan atau hanya dibuang begitu saja. Selain

terdapat rumah produksi talas, di daerah sekitar juga banyak dihasilkan

sekam padi dan dedak dari hasil penggilingan padi. Sekam padi dibiarkan

menumpuk di gudang dan dedaknya digunakan sebagai pakan ternak,

sementara itu belum ada solusi penanganan limbah tersebut. Beberapa

limbah organik seperti kulit talas, sekam padi dan dedak tersebut bisa

dijadikan alternatif dalam pembuatan pupuk organik/ kompos.

Setiap harinya kurang lebih 80 kg talas kimpul (Xanthosoma

(19)

2

limbah padat kurang lebih 15 kg. Menurut hasil analisis primer yang

dilakukan mengenai kandungan kulit talas kimpul, kulit talas kimpul

mengandung gula total sebesar 2,502% dan pati sebesar 9,769. Kandungan

karbohidrat ini yang menjadi dasar kulit talas kimpul bisa digunakan

sebagai kompos karena mengandung nutrisi yang dibutuhkan

mikroorganisme dalam melakukan perombakan bahan organik.

Kompos adalah hasil pembusukan sisa–sisa tanaman yang

disebabkan oleh aktivitas mikroorganisme pengurai (Ridzany, 2015: 4).

Dalam pembuatan kompos, biasanya melibatkan beberapa bahan campuran

dalam pengolahannya. Selain bahan utama, perlu juga adanya bahan

pelengkap yang dapat mempengaruhi struktur hasil pengomposan.

Bahan-bahan seperti sekam padi, dedak, jerami, serat kayu dan Bahan-bahan organik

lainnya bisa digunakan sebagai bahan pelengkap dalam pengomposan kulit

talas. Dalam pengomposan dikenal istilah bulking agent (bahan tambahan atau pelengkap dalam pengomposan), dedak atau bekatul merupakan

bulking agent yang berfungsi sebagai sumber protein sedangkan sekam padi sebagai bulking agent utama (Nugroho., dkk, 2010: 607). Menurut Graha., dkk (2015: 142), hasil akhir dari proses perombakan bahan organik

menjadi kompos ini memiliki rasio C/N yang stabil dan jauh lebih rendah

dari bahan awalnya. Bahan yang ideal untuk dikomposkan memiliki nisbah

C/N sekitar 30, sedangkan kompos yang dihasilkan memiliki nisbah < 20.

Adanya kebutuhan kompos yang meningkat di pasaran, maka

(20)

3

untuk mempercepat proses pengomposan umumnya menggunakan bantuan

effective microorganism (EM4). Penggunaan EM4 digunakan sebagai formula tambahan untuk meningkatkan keragaman dan populasi

mikroorganisme yang mampu membantu dekomposisi atau perombakan

bahan dalam pembuatan pengomposan

Kandungan mikroorganisme dalam EM4 yaitu bakteri fotosintetik,

Lactobacillus sp, Streptomyces sp, Ragi (yeast) dan Actinomycetes. Kandungan mikroorganisme tersebut dapat mempercepat pengomposan

sehingga dapat mengatasi permasalahan faktor lamanya pengomposan

secara konvensional (Hidayat., dkk, 2014: 2). Selain itu, hasil

pengomposan tidak panas, tidak berbau busuk, tidak mengandung hama

dan penyakit, serta tidak membahayakan pertumbuhan atau produksi

tanaman. Secara langsung EM4 juga mampu menambah unsur hara tanah

dan memperbaiki sifat fisika, kimia dan biologi tanah (Sucipto, 2012: 60).

Dosis EM4 yang selama ini digunakan bervariasi, dimulai dari 0,5-10%

untuk beberapa varian bahan pengomposan. Namun, belum ada variasi

penggunaan EM4 dalam pengomposan kulit talas kimpul. Oleh karena itu,

perlu diketahui konsentrasi EM4 yang efektif untuk proses pengomposan

kulit talas kimpul.

Pembuatan kompos kulit talas kimpul (Xanthosoma sagittifolium) diharapkan dapat menghasilkan kompos dengan kandungan yang sesuai

dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) sehingga dapat dijadikan media

(21)

4

Pemilihan tanaman sawi sebagai objek penelitian ini dikarenakan

tanaman sawi banyak diminati dipasaran serta belum banyak

dibudidayakan di daerah Muntilan padahal menurut Koppen dan Geiger,

Kota Muntilan memiliki suhu rata-rata tahunan 24,9 ℃ dan suhu ini cocok

untuk menanam sawi. Selain itu, tanaman sawi memiliki morfologi yang

mudah diamati serta memiliki umur panen yang relatif pendek.

B. Identifikasi Masalah

1. Perlu adanya pengolahan limbah kulit talas yang masih dibiarkan

menumpuk.

2. Kulit talas dapat digunakan sebagai kompos.

3. Perlu adanya pemanfaatan dari sekam yang dibiarkan menumpuk di

penggilingan padi.

4. Perlu adanya aktivator tambahan yang mampu mempercepat proses

pengomposan bahan organik yang selama ini dirasa cenderung

memakan waktu lama.

5. Hasil Pengomposan perlu diujikan dengan melihat kondisi

pertumbuhan tanaman.

6. Kompos yang dihasilkan pada pengomposan belum tentu sesuai

dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) dan Pementan.

C. Pembatasan Masalah

Pembatasan masalah diperlukan agar tidak meluasnya masalah

(22)

5

mengenai pengaruh Effective Microorganisme (EM4) pada pengomposan

limbah kulit talas (Xanthosoma sagittifolium) dan pengaruh hasil kompos

pada pertumbuhan tanaman sawi (Brassica juncea L.).

D. Perumusan Masalah

1. Bagaimana pengaruh variasi konsentrasi EM4 terhadap kualitas hasil

pengomposan kulit talas kimpul?

2. Bagaimana perbedaan kandungan unsur hara pupuk kompos dengan

perlakuan EM4 dan tanpa perlakuan EM4 ?

3. Bagaimanakah pengaruh variasi konsentrasi EM4 pada pupuk kompos

kulit talas kimpul terhadap pertumbuhan tanaman sawi ?

E. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui pengaruh variasi konsentrasi EM4 terhadap kualitas

hasil pengomposan kulit talas kimpul

2. Mengetahui perbedaan kandungan unsur hara pupuk kompos

dengan perlakuan EM4 dan tanpa perlakuan EM4.

3. Mengetahui pengaruh variasi konsentrasi EM4 pada pupuk kompos

kulit talas kimpul terhadap pertumbuhan tanaman sawi.

F. Manfaat Penelitian

1. Bagi Industri Rumah tangga “Seruni “ dan Masyarakat

a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada

masyarakat mengenai cara pemanfaatan limbah organik

(23)

6

b. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai

pembuatan kompos yang berbahan limbah rumah tangga

khususnya limbah organik menggunakan EM4.

c. Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan acuan dan

informasi mengenai dosis atau konsentrasi yang baik dalam

pemberian EM4 pada pengomposan kulit talas kimpul.

d. Penelitian diharapkan menjadi rekomendasi industri rumah

tangga “Seruni” dalam memanfaatkan limbahnya menjadi

kompos.

2. Bagi Peneliti

a. Penelitian ini diharapkan dapat mendorong para saintis untuk

lebih mengeksplorasi alternatif lain selain pembuatan kompos

dalam mengurangi jumlah limbah organik .

G. Batasan Operasional

1. Limbah kulit talas yang digunakan merupakan jenis talas kimpul

(Xanthosoma sagittifolium) yang merupakan limbah dari industri

rumah tangga keripik “seruni” dan dikumpulkan selama satu

minggu produksi kemudian dicampur hingga homogen.

2. Jenis EM4 yang digunakan adalah EM4 untuk tanaman yang

diproduksi oleh PT.SONGGOLANGIT PERSADA Jakarta.

3. Tanaman Sawi yang digunakan adalah tanaman sawi hijau

(24)

7

Xanthosoma sagittifolium. Talas kimpul sering disebut juga dengan talas Belitung. Talas ini merupakan tumbuhan yang dapat tumbuh sepanjang

tahun di wilayah tropis maupun subtropis. Talas kimpul merupakan

tanaman yang mudah ditanam, sehingga sangat layak untuk

dikembangkan. Umumnya talas kimpul ditanam sebagai tanaman sela di

antara tanaman palawija lain atau di pekarangan (Wariyah, 2012: 17).

Tinggi tanaman talas kimpul dapat mencapai dua meter, tangkai

daun tegak, tumbuh dari tunas yang berasal dari umbi yang merupakan

batang dari bawah tanah. Secara anatomi, umbi talas kimpul tersusun atas

parenkim yang tebal, terbungkus kulit berwarna coklat pada bagian luar

dan umbi berpati pada bagian dalamnya (Jatmiko., dkk., 2014: 128).

Menurut Rodriguez., et al (2009: 1), taksonomi dari tanaman talas kimpul

adalah :

Kingdom : Plantae

(25)

8

Gambar 1. Tanaman Talas Kimpul Sumber : Dokumen Pribadi (2017)

Kimpul termasuk dalam tumbuhan berbunga (Spermathophyta) yang

berbiji tertutup (Angiospermae), dan berkeping satu (Monocotylae). Komposisi gizi dan kimia umbi kimpul tergantung dari varietas, iklim,

kesuburan tanah, dan umur panen (Jatmiko., dkk, 2014: 128)

Xanthosoma merupakan suatu tumbuhan daerah hutan hujan tropis,

membutuhkan suhu antara 25° - 29°C. Xanthosoma merupakan tanaman

daerah dataran rendah tetapi adakalanya tumbuh pada ketinggian 2000 m

dan juga hidup pada kelembaban tanah cukup. Tidak seperti pada

Colocasia, Xanthosoma tidak tahan terhadap kelebihan air. Xanthosoma

tumbuh dengan baik pada lahan yang subur dengan drainasi baik, pada pH

5,5 – 6,5. Tumbuhan ini tahan terhadap naungan dan lahan yang bersifat

garam (Nurmiyati, 2009: 19).

Tinggi tanaman berkisar antara 50-100 cm. Panjang tangkai daun

(26)

9

sagittifolium yaitu hijau. Lebar daun berkisar antara 12-44 cm, panjang daun antara 20-63 cm (Nurmiyati, 2009: 19).

Umbi induk biasanya bulat atau silindris dengan bobot umbi berkisar

antara 125-563 g, panjang umbi antara 8,0-16,8 cm, dan diameter umbi

antara 5,7-9,3 cm (Nurmiyati, 2009: 20). Kimpul dapat menghasilkan

umbi berdaging yang membesar sebagai tempat penimbunan pati. Akar

yang berkembang dari bawah umbi adalah akar serabut dan agak dangkal.

Umbi induk merupakan bagian berdaging yang membesar dari pangkal

batang yang mampat. Umbi anakan merupakan tunas aksiler yang

membesar dari batang atau umbi induk. Secara morfologi, umbi induk dan

umbi anakan adalah jaringan batang (Rubatzky et al., 1998 : Nurmiyati, 2009: 2).

Umbi induk biasanya kurang layak santap sehingga umumnya

digunakan sebagai pakan ternak, sedangkan yang umum dikonsumsi

adalah umbi anakannya. Warna dagingnya pada umumnya berwarna putih,

beberapa berwarna krem, kuning dan kadang-kadang berwarna pink

(Rubatzky et al., 1998 : Nurmiyati, 2009: 21). Kimpul atau Xanthosoma sagitiffolium lebih besar daripada Talas Colocasia esculenta yang salah satunya dikenal sebagai talas bogor. Perbedaan talas taro dengan kimpul

adalah dari segi umbi, bentuk daun dan letak tangkai daun. Kimpul yang

dimakan adalah umbi anaknya sedangkan talas yang dimakan adalah umbi

induknya. Kimpul memiliki daun berbentuk panah, pangkal daunnya

(27)

10

daun berbentuk perisai yang pangkalnya teriris berbentuk segitiga. Ciri

lain yang dimiliki oleh tanaman, bunga kimpul adalah sebagian batangnya

berada diatas tanah. Getah berwarna putih agak kental, cormel banyak dan

berkumpul sehingga dinamakan kimpul (Nurmiyati, 2009 : 21).

B. Kandungan Kimia Talas kimpul

Talas Belitung atau talas kimpul termasuk jenis umbi-umbian yang

mempunyai sumber karbohidrat sebesar 34.2 gram dari total umbi mentah.

Komposisi gizi dan kimia talas kimpul tergantung dari varietas, iklim,

kesuburan tanah dan umur panen, sedangkan menurut Jatmiko., dkk

(2014: 128) salah satu keunggulan yang terdapat pada umbi kimpul adalah

adanya kandungan senyawa bioaktif yaitu senyawa diosgenin. Senyawa

diosgenin diketahui bermanfaat sebagai anti kanker.

Talas kimpul juga mengandung senyawa antigizi berupa kalsium

oksalat yang dapat menimbulkan rasa gatal, sensasi terbakar dan iritasi

pada kulit, mulut, tenggorokan dan saluran cerna pada saat dikonsumsi

(Ayu., dkk, 2014: 111). Senyawa antigizi adalah senyawa kimia yang dapat

mengganggu fungsi dan atau ketersediaan hayati zat gizi. Konsentrasi

asam oksalat dalam dosis tinggi bersifat merusak karena dapat

menyebabkan gastroenteritis, shok, kejang, rendahnya kalsium plasma,

tingginya oksalat plasma dan kerusakan jantung. Efek yang dapat

disebabkan jika mengkosumsinya yaitu terjadinya endapan kristal kalsium

oksalat dalam ginjal dan membentuk batu ginjal. Adapun dosis yang dapat

(28)

11

kimpul kalsium oksalat yang terkandung masih di bawah titik aman yaitu

1.83 mg dalam 100 gram bahan.

Dalam penanganannya kalsium oksalat dapat dihilangkan dengan

cara fisik, mekanis, dan kimiawi. Yang dimaksud dengan cara fisik yaitu

dengan cara perebusan dengan api yang besar sampai kulitnya dapat

dikelupas. Sedangkan cara mekanis yaitu dengan menggunakan bantuan

alat seperti Stamp Mill dan Blower. Prinsip kerja dari alat tersebut yaitu menghancurkan bahan menjadi partikel berukuran kecil untuk

mengekstrak komponen bahan pangan dari bahan pangan utuh dan

memisahkan kontaminan dari bahan campuran kering berdasarkan

perbedaan ukuran dengan diberikan aliran udara yang bergerak,

sedangakan secara kimiawi dengan menggunakan garam dapur karena

selama proses penggaraman akan terjadi proses osmosa yaitu air dalam

(29)

12

Berikut merupakan kandungan gizi talas kimpul dalam 100 gram

bahan.

Table 1 .Komposisi Gizi Umbi Kimpul Dalam 100 Gram Bahan

Komposisi Gizi Jumlah %

Protein 2.81

ternyata didalamnya masih terdapat kandungan karbohidrat.

C. Manfaat Talas kimpul

Kimpul merupakan tanaman yang mudah ditanam, sehingga sangat

layak untuk dikembangkan. Umumnya kimpul ditanam sebagai tanaman

sela di antara tanaman palawija lain atau di pekarangan. Umbi kimpul

biasanya diolah secara sederhana dengan dikukus, direbus atau dengan

sedikit variasi dibuat berbagai produk olahan antara lain getuk, keripik,

perkedel dan sebagainya.Sebagai pangan sumber karbohidrat, produksi

kimpul dapat mencapai 4-5 ton/Ha, sehingga berpotensi untuk

dikembangkan menjadi pangan alternatif pengganti beras, mengingat

(30)

13

jumlah tersebut Indonesia masih harus mengimpor beras sebagai cadangan

sebanyak 0,8 juta ton atau dalam bentuk GKG sebanyak 1,3 juta ton

(Wariyah,2012: 18).

Menurut Khotmasari, (2013: 4), talas kimpul dapat digunakan

sebagai bahan subtitusi tepung terigu. Penggunaan tepung talas kimpul

sebagai bahan subtitusi tepung terigu dalam pengolahan aneka kue dapat

mencapai 100%, tergantung pada produk yang akan dihasilkan.

Pemanfaatan talas kimpul sebagai bahan pangan saat ini sudah banyak

dilakukan oleh banyak masyarakat, hanya saja masih tergolong sederhana.

Seperti halnya di indonesia talas kimpul diolah dengan cara direbus,

digoreng, dikeripik dan biasanya daun dan batangnya digunakan sebagai

sAyu., dkkr, padahal selain itu talas kimpul dapat diolah menjadi tepung

sebagai bahan baku dalam pembuatan suatu olahan makanan yang

bervariasi dan beragam, seperti cake, roti, donat dan lain-lain dengan

meningkatkan nilai gizi yang ada.

D. Pengomposan

Menurut Dwicaksono., dkk (2014: 2), pupuk adalah material yang

ditambahkan pada media tanam atau tanaman untuk mencukupi kebutuhan

hara yang diperlukan tanaman sehingga mampu berproduksi dengan baik.

Material pupuk dapat berupa bahan organik ataupun nonorganik (mineral).

Pupuk digolongkan menjadi dua jenis berdasarkan sumber bahan

(31)

14

Pupuk organik adalah sebagian besar atau seluruhnya terdiri atas

bahan organik yang berasal dari tanaman atau hewan yang telah melalui

proses rekayasa, dapat berbentuk padat atau cair yang digunakan

menyuplai bahan organik untuk memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi

tanah. Definisi tersebut menunjukkan bahwa pupuk organik lebih

ditujukan kepada kandungan C-organik atau bahan organik dari pada kadar

haranya. Nilai Corganik itulah yang menjadi pembeda dengan pupuk

organik (Simanungkalit., dkk, 2006: 2).

Pupuk organik atau sering disebut kompos merupakan bahan

organik, seperti daun-daunan, jerami, alang-alang, rumput rumputan,

dedak padi, batang jagung, sulur, carang-carang serta kotoran hewan yang

telah mengalami proses dekomposisi oleh mikroorganisme pengurai,

sehingga dapat dimanfaatkan untuk memperbaiki sifat-sifat tanah. Kompos

mengandung hara-hara mineral yang esensial bagi tanaman.

Adapun dekomposisi tersebut secara garis besar menurut

Yulipriyanto (2005: 30) dapat dituliskan sebagai berikut :

Bahan organik MikAk ivi aga i e> H2O + CO2 + Hara +

Humus + Enersi

Menurut Gaur, 1981 (Mulyadi, 2008: 15), pengomposan merupakan

metode yang aman bagi daur ulang bahan organik menjadi pupuk.

Unsur-unsur yang terkandung dalam bahan organik yang ditambahkan ke dalam

tanah akan diubah dalam bentuk yang dapat digunakan tanaman (menjadi

(32)

15

Apabila dilihat dari penggunaan oksigen, pegomposan terdiri dari

pengomposan aerob dan anaerob. Hasil metabolisme bahan organik oleh

mikroorganisme secara aerobik yang utama adalah CO2, H2O dan panas,

sedangkan dari proses anaerobik adalah gas metana (CH4), CO2, dan

berbagai hasil antara seperti asam-asam organik yang mempunyai berat

molekul rendah (asam asetat, asam propionate, asam butirat, asam laktat,

asam suksinat, dan lain lain) (Yulipriyanto, 2005:31). Pengomposan

anaerob yaitu proses pengomposan yang menggunakan mikroorganisme

yang hidup tanpa membutuhkan oksigen. Karakteristik dari pengomposan

anaerob adalah temperature rendah atau dingin tidak terjadi fluktuasi suhu.

Pengomposan aerob yaitu proses pengomposan yang menanfaatkan

mikroorganisme yang kehidupannya membutuhkan oksigen untuk

mendekomposisi limbah padat. Karakteristik dari pengomposan aerob

adalah temperature tinggi, tidak timbul bau dan proses cepat (21-41 hari).

Pada pengomposan aerob terjadi interaksi antara unsur organik, air dan

mikroorganisme serta oksigen. Dalam hidupnya, mikroorganisme

mengambil air dan oksigen dari udara. Makanannya diperoleh dari bahan

organik yang akan siubah menjadi produk metabolisme berupa

karbondioksida (CO2), uap air (H2O), humus dan energi. Sebagian energi

yang dihasilkan digunakan untuk pertumbuhan dan reproduksi, sedangkan

sisanya dibebaskan ke lingkungan sebagai panas (Siswati., dkk., dkk., dkk,

2009: 64)

(33)

16

kompos dapat dilakukan dengan cara yang sederhana yaitu :

1. Mencium/membaui

Kompos yang sudah matang berbau seperti tanah dan harum. Apabila

kompos tercium bau yang tidak sedap, berarti terjadi fermentasi

anaerobik dan menghasilkan senyawa-senyawa berbau yang

mungkin berbahawa bagi tanaman. Apabila kompos masih berbau

seperti bahan mentahnya berarti kompos belum matang.

2. Melihat warna kompos

Warna kompos yang sudah matang adalah coklat kehitam-hitaman.

Apabila kompos masih berwarna hijau atau warnanya mirip dengan

bahan mentahnya berarti kompos tersebut belum matang.

3. Melihat penyusutan volume bahan

Terjadi penyusutan volume/bobot kompos seiring dengan

kematangan kompos. Besarnya penyusutan tergantung pada

karakteristik bahan mentah dan tingkat kematangan kompos.

Penyusutan berkisar antara 20 – 40 %. Apabila penyusutannya masih

kecil/sedikit, kemungkinan proses pengomposan belum selesai dan

kompos belum matang.

Dekomposisi bahan organik dapat berlangsung dalam lingkungan

yang bervariasi dalam kondisi aerobik ke anaerobik dan dari temperatur

mesofilik ke termofilik, tergantung pada mikroorganisme yang terlibat,

aerasi dan tingkat kelembaban kompos. Pengomposan mesofilik yaitu

(34)

-17

40℃ , dan pengomposan termofilik yaitu pengomposan dengan

mikroorganisme yang hidup pada temperature 40-75℃ (Dalzell et al., 1987 : Yulipriyanto 2005: 52).

Pada awal proses bakteri mesofilik akan tampak yaitu saat terjadi

kenaikkan temperature. Fungi mesofilik akan tampak setelah 5-10 hari

dan Actinomycetes menjadi jelas saat sebelum temperatur puncak tercapai.

Pada temperatur 60-70℃ bakteri, fungi, Actinomycetes tidak aktif,

beberapa pathogen mati. Pada akhir fase termofilik yang ditunjukkan

dengan penurunan temperatur, jenis Actinomycetes akan tampak lagi

dengan timbulnya warna putih atau abu abu pada material limbahnya.

Disinilah diperoleh hasil akhir yaitu kompos/humus yang terbebas dari

pathogen dan cukup terjamin kesehatannya (Siswati., dkk., dkk., dkk 2009:

65).

Salah satu produk dekomposisi bahan organik yang terpenting adalah

untuk pertanian yang berupa kompos. Kompos memiliki sifat fisik dan

kimia seperti humus yang lebih resisten dari bahan organik asalnya. Untuk

memperoleh produk kompos yang memuaskan harus di ciptakan kondisi

yang optimal bagi pertumbuhan dan aktivitas mikroorganisme dekomposer

seperti unsur hara, udara, kelembaban, dan temperatur.

Laju dekomposisi bahan organik menuju kearah kematangan produk

kompos yang baik tergantung pada beberapa factor antara lain suplai hara,

C/N ratio, ukuran partikel/ bahan yang didekomposisikan, kelembaban,

(35)

18 2005: 33-35).

Menurut Sucipto (2012: 57), hal- hal yang perlu diperhatikan dalam

pengomposan yaitu :

1. Nilai C/N bahan

Prinsip pengomposan adalah menurunkan C/N ratio bahan

organik hingga sama dengan C/N tanah (<20). Semakin rendah nilai

C/N bahan, waktu yang diperlukan untuk pengomposan semakin cepat.

Hal ini dikarenakan C/N yang semakin mendekati atau sama dengan

C/N tanah (< 20) maka bahan tersebut dapat langsung diserap dan

digunakan untuk tanaman.

2. Ukuran bahan

Bahan yang berukuran lebih kecil akan lebih cepat proses

pengomposannya karena semakin luas bahan yang tersentuh dengan

bakteri. Untuk itu bahan organik perlu dicacah hingga berukuran kecil.

Bahan yang keras sebaiknya di cacah hingga berkuran 0,5-1 cm ,

sedangkan bahan yang tidak keras dicacah sekitar 5 cm. Pencacahan

bahan yang tidak keras tidak terlalu tinggi agar bahan tidak terlalu

hancur (banyak air) kurang baik bagi kelembabannya.

3. Komposisi bahan

Pengomposan dari beberapa macam bahan organik akan lebih

baik dan lebih cepat. Menurut Mulyadi (2008:13), bahan organik secara

(36)

19

karena disusun oleh senyawa sederhana yang terdiri dari C, O dan H,

yang termasuk di dalamnya adalah senyawa selulosa, pati, gula dan

senyawa protein; dan bahan organik yang sukar terdekomposisi karena

disusun oleh senyawa siklik yang sukar diputus atau dirombak menjadi

senyawa yang lebih sederhana, termasuk di dalamnya adalah bahan

organik yang banyak mengandung senyawa lignin, minyak, lemak, dan

resin yang umumnya ditemui pada jaringan tumbuh-tumbuhan.

Pengomposan bahan organik dari tanaman akan lebih cepat bila

ditambah kotoran hewan. Ada juga yang menambahkan makanan dan

zat pertumbuhan yang dibutuhkan mikroorganisme sehingga selain dari

bahan organik, mikroorganisme juga mendapatkan bahan makanan dari

luar.

4. Ketersediaan mikroorganisme

Biasanya dalam proses pengomposan terdapat beberapa

mikroorganisme yang berperan diantaranya bakteri, fungi,

Actinomycetes, dan protozoa. Bila semua faktor lingkungan sesuai

maka aktivitas mikroorganisme dalam melakukan dekomposisi akan

semakin optimal. Peranan bakteri mesofilik meliputi : menaikkan

temperature bahan kompos untuk perkembangan bakteri thermofilik.

Bakteri thermofilik yang berkembang selama batas waktu tertentu akan

mampu mengkonsumsi protein dan karbohidrat sekaligus merombaknya

secara cepat, sedangkan actinomycetes sangat aktif dalam perombakan

(37)

20

padat terlarut. Bakteri thermofilik lebih banyak menyerang protein,

lemak dan hemiselulosa tetapi tidak seefisien yang dilakukan fungi

thermofilik (Gaur, 1982 : Yulipriyanto, 2005: 52). Fungi thermofilik

aktif dalam temperature 40 ℃ - 60 ℃.

5. Kelembaban dan aerasi

Umumnya mikroorganisme dapart bekerja dengan kelembaban

sekitar 40-60%. Kondisi tersebut perlu dijaga agar mikroorganisme dapat

bekerja secara optimal. Artinya dibawah ambang tersebut, kerja

mikroorganisme dalam merombak akan lamban dan mempengaruhi

waktu proses pengomposan. Adapun kebutuhan aerasi tergantung dari

proses berlangsungnya pengomposan tersebut. Bila tidak ada udara

(anaerobik) maka akan mengahasilkan perbedaan tipe mikroorganisme

yang berkembang,yang menyebabkan keadaan masam atau bau busuk

yang tidak menyenangkan dari tumpukan bahan. Pengaturan aerasi dan

kelembaban dalam praktek pengomposan dilakukan dengan pembalikan

bahan secara regular yang dilakukan dengan atau tanpa mesin

(Yulipriyanto , 2005: 35-36).

6. Temperatur

Bahan organik yang sudah mengalami perombakan oleh

mikroorganisme, maka akan dibebaskan sejumlah energi dalam bentuk

panas dan menaikkan temperature bahan kompos dalam tumpukan.

(38)

21

awal pemanasan, mikroorganisme memperbanyak diri secara cepat

sehingga menaikkan temperatur bahan. Pada periode ini senyawa

senyawa yang sangat reaktif seperti gula, karbohidrat dan lemak

dirombak. Bila temperatur mencapai 40 ℃ mikroorganisme mesofilik

digantikan oleh mikroorganisme thermofilik. Bila temperature mencapai

60℃ fungi berhenti bekerja dan proses perombakan dilanjutkan oleh

Actinomycetes dan strain bakteri pembentuk spora (spore forming

bacteri ).

Temperatur yang muncul selama pengomposan tergantung dari tipe

dan ukuran bahan organik dalam tumpukan. Gaur, 1982 (Yulipriyanto,

2005: 36), menyatakan bahwa pada pengomposan bahan organik yang

C/N ratio tinggi seperti jerami padi dan tangkai sorgum yang mempunyai

nisbah C/N ratio antara 48-50, temperatur bahan kompos tidak boleh

lebih dari 52℃. Sedangkan menurut Sucipto (2012:58) temperatur

optimal dalam pengompoan sekitar 30-50 ℃.

7. Keasaman / pH

Kisaran pH optimum untuk bakteri adalah 6,0-7,5. Sedangkan untuk

fungi dapat hidup pada pH 5,5-8,0, dan Aktinomycetes terhambat

kegiatannya jika pH kurang dari 5,0 (Yulipriyanto, 2005: 37).

Pada permulaan dekomposisi, pH bahan organik sedikit masam

diakibatkan karena asam –asam organik sederhana yang dihasilkan dari

perombakan bahan tahap awal. pH bahan tumpukan akan kembali

(39)

22

dan amoniak dibebaskan. Kemasaman yang terlalu tinggi pada tahap

awal akan menghalangi aktivitas mikroorganisme dan panas yang

dibebaskan oleh reaksi biokimia yang akan terjadi.

Dalam pengomposan istilah bulking agent sudah tidak asing. Bulking agent adalah bahan tambahan yang menyebabkan tumpukan

material menjadi terlihat lebih besar/mengembang (bulk). Bulking agent

adalah bahan tambahan yang ditambahkan dengan cara menggiling atau

mencampurkan dengan material kompos, sehingga membentuk struktur,

porositas, dan struktur yang mempengaruhi proses pengomposan karena

keterkaitannya dengan aerasi. Fungsi bulking agent adalah menyediakan

struktur pendukung bagi tumpukan bahan, menyediakan pori udara

diantara partikel, meningkatkan ukuran ruang pori, dan memudahkan

pergerakan udara melewati campuran bahan. Bulking agent bisa berupa

serut kayu., jerami, sabut kelapa, sekam padi, dan ampas tebu (Nugroho.,

dkk, 2010 : 606-607).

E. Effetive Microorganism (EM4)

Proses pengomposan yang terjadi secara alami berlangsung dalam

jangka waktu yang cukup lama, ada yang 2-3 bulan bahkan hingga

mencapai kurun waktu 6-12 bulan, tergantung dari bahannya. Tenggang

waktu pembuatan pupuk yang cukup lama, sementara kebutuhan pupuk

terus meningkat maka kemungkinan akan terjadi kekosongan pupuk.

Oleh karena itu, para ahli melakukan upaya untuk mempersingkat waktu

(40)

23

hasil penelitian menunjukkan proses pengomposan dapat dipercepat

menjadi 2-3 minggu atau 1-1,5 bulan, tergantung pada bahan dasarnya

(Sucipto, 2012: 54).

Untuk mempercepat proses pengomposan umumnya dilakukan

dalam kondisi aerob namun menimbulkan bau. Dalam kondisi anaerob

proses pengomposan dapat dipercepat dengan bantuan EM4. Bau yang

dihasilkan dapat hilang bila proses berlangsung dengan baik. Jumlah

mikroorganisme fermentasi di dalam EM4 sangat banyak, 80 genus.

Mikroorganisme tersebut dipilih yang dapat bekerja secara effektif

dalam memfermentasikan bahan organik.

Dari sekian banyak mikroorganisme yang ada, ada 5 golongan

bakteri yang pokok diantaranya yaitu bakteri fotosintetik, Lactobacillus sp., Streptomyces sp., Ragi (yeast) dan Actinomycetes. Hasil pengomposan menggunakan EM4 sering disebut bokashi.

Menurut Sucipto, (2012: 59-60), secara global terdapat 5 golongan

bakteri yang pokok yaitu :

1. Bakteri fotosintetik

Bakteri ini merupakan bakteri yang bebas yang dapat

mensintesis senyawa nitrogen, gula, dan substansi bioaktif lainnya.

Hasil metabolit yang memproduksi dapat diserap secara langsung oleh

tanaman dan tersedia sebagai substrat untuk perkembangbiakan

(41)

24 2. Lactobacillus sp.

Bakteri yang memproduksi asam laktat sebagai hasil penguraian

Gula dan karbohidrat lain yang bekerja sama dengan bakteri

fotosntesis dan ragi. Asam laktat ini merupakan bahan sterilisasi yang

kuat yang dapat menekan mikroorganisme berbahaya dan dapat

menguraikan bahan organik dengan cepat.

3. Streptomycetes sp.

Bakteri ini mampu mengeluarkan enzim streptomisin yang

bersifat racun terhadap hama dan penyakit yang merugikan.

4. Ragi ( yeast )

Ragi memproduksi substansi bagi tanaman dengan cara

fermentasi. Substansi bioaktif yang dihasilkan oleh ragi berguna

untuk pertumbuhan sel dan pembelahan akar. Ragi ini juga berperan

dalam perkembangan atau pembelahan mikroorganisme

menguntungkan lain seperti Actinomycetes dan bakteri asam laktat.

5. Actinomycetes

Actinomycetes merupakan organisme peralihan antara bakteri

dan jamur yang mengambil asam amino dan zat serupa yang

diproduksi bakteri fotosintesis dan merubahnya menjadi antibiotik

untuk mengendalikan pathogen, menekan jamur dan bakteri

berbahaya dengan cara menghancurkan khitin yaitu zat esensial untuk

(42)

25

Formula EM4 dalam bentuk cairan yang berwarna kuning

kecoklatan. Cairan ini berbau sedap dengan rasa asam manis dan tingkat

keasaman (pH) kurang dari 3,5. Apabila tingkat keasaman melebihi 4,0

maka cairan ini tidak dapat digunakan lagi. Sebelum digunakan, EM4

perlu diaktifkan dahulu karena mikroorganisme di dalam larutan EM4

berada dalam keadaan tidur (dorman). Pengaktifan mikroorganisme di

dalam EM4 dapat dilakukan dengan cara memberikan air dan makanan

(molase) (Yuniwati., dkk. 2012:175)

Menurut Sucipto (2012: 60), selain berfungsi dalam proses

fermentasi dan dekomposisi bahan organik, EM4 juga mempunyai

manfaat yang lain, seperti :

1. Memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah

2. Menyediakan unsur hara yang dibutuhkan tanaman, dan

3. Menekan pertumbuhan jamur yang bersifat pathogen

F. Standar Nasional Indonesia (SNI) dan Peraturan Menteri Pertanian Dalam rangka pengaturan mutu produk kompos agar dapat melindungi

konsumen dan mencegah pencemaran lingkungan, maka Standar Nasional

Indonesia (SNI) membuat spesifikasi kompos dari sampah organik domestik.

Standar ini dapat digunakan sebagai acuan bagi produsen kompos dalam

(43)

26

adalah sumber nutrisi yang dibutuhkan bagi tanaman.

No Parameter Satuan Minuman Maksimum

1 Kadar Air % - 50

2 Temperatur C Suhu air tanah

3 Warna Kehitaman

4 Bau Berbau tanah

5 Ukuran Partikel Mm 0,55 25

6 Kemampuan ikat air % 58 -

31 Salmonella sp MPN/4 gr 3

(44)

27 1. Unsur hara makro

Suatu unsur hara disebut makro esensial jika dibutuhkan dalam

jumlah besar, biasanya diatas 500 ppm. Unsur hara makro esensial

meliputi karbon (C). hidrogen (H) dan oksigen (O). Unsur makro

esensial terbatmeliputi nitrogen (N), fosfor (P), kalium (K), belerang

(S), kalsium (Ca) dan magnesium (Mg).

a. Nitrogen (N)

Nitrogen merupakan salah satu unsur yang paling luas di

alam. Di atmosfer terdapat sekitar 3,8 x 1015 ton nitrogen

molekuler, sedangkan pada litosfer terdapat 4,74 kalinya. Unsur N

di dalam tanaman dijumpai dalam bentuk anorganik atau organik

yang bergabung dengan C, H, O dan kadangkala dengan S untuk

membentuk asam-asam amino, enzim-enzim amino, asam nukleat,

klorofil, alkaloid dan basa purin. Tanaman menyerap N dalam

bentuk N-amonium (NH4+) maupun N-nitrat (NO3-), tetapi tanaman

lebih banyak menyerap N-amonium dibanding N-nitrat dan total N

tanaman berkorelasi lebih erat dengan N-amonium dibanding N

-nitrat (Hanafiah, 2005: 275-284).

Nitrogen pada umumnya diperlukan untuk pembentukan atau

pertumbuhan bagian-bagian vegetative tanaman, seperti daun,

batang dan akar. Fungsi nitrogen bagi tanaman diantaranya dapat

meningkatkan pertumbuhan tanaman, meningkatkan kadar protein

(45)

28

akan menjadi lebar dengan warna yang lebih hijau (Sutejo, 1995:

24). Tumbuhan yang mengandung cukup nitrogen untuk sekedar

tumbuh saja akan menunjukkan gejala kekhatan, yakni klorosis

biasa terutama pada daun tua. Pada kasus yang parah, daun

menjadi kuning seluruhnya lalu agak kecoklatan saat mati.

Biasanya, daun gugur pada fase kuning atau kuning kecoklatan.

Daun muda tetap hijau lebih lama karena mendapatkan nitrogen

larut yang berasal dari daun tua. Tumbuhan yang mendapatkan

nitrogen biasanya mempunyai daun berwarna hijau tua dan lebat,

dengan sistem akar yang kerdil ( Salisbury & Ross, 1995 : 143)

b. Fosfor (P)

Fosfor (P) termasuk unsur hara makro esensial yang sangat

penting untuk pertumbuhan tanaman, namun kandungannya

didalam tanah lebih rendah dibanding nitrogen (N), kalium (K),

dan kalsium (Ca). Fosfor sebagian besar berasal dari pelapukan

batuan mineral alami sisanya berasal dari pelapukan bahan organik.

Sebagian besar fosfor yang mudah larut diambil oleh

mikroorganisme tanah untuk pertumbuhan. Unsur P diambil

tanaman dalam bentuk ion orthofosfat primer dan sekunder

(H2PO4- dan HPO42-). Proporsi penyerapan kedua ion ini

dipengaruhi pH area perakaran tanaman. Pada pH lebih rendah

tanaman lebih banyak menyerap ion orthofosfat primer dan pada

(46)

29

diserap tanaman (Hanafiah, 2005: 288-292). Menurut Salisbury &

Ross (1995: 143), fosfor lebih cepat diserap tanaman dalam bentuk

senyawa fosfat primer dan diserap lebih lambat dalam bentuk anion

fofat sekunder. Banyak fosfat diubah menjadi bentuk organik

ketika masuk ke dalam akar atau sesudah diangkut melalui xilem

menuju tajuk.

Fosfor terdapat dalam bentuk phitin, nuklein dan fosfatide,

merupakan bagian dari inti sel dan protoplasma. Sebagai bagian

dari inti sel sangat penting dalam pembelahan sel, demikian pula

jaringan meristem. Secara umum, fungsi fosfor adalah dapat

mempercepat pertumbuhan akar semai, memperkuat pertumbuhan

tanaman muda menjadi dewasa, mempercepat pembungaan dan

pemasakan buah, biji atau gabah serta meningkatkan produksi biji

-bijian ( Sutejo, 1995 : 25-26).

Tumbuhan yang kahat fosfor akan menjadi kerdil dan

berwarna hijau tua, daun tua berwarna coklat gelap saat mati.

Fosfat tersebar dengan mudah pada sebagian besar tumbuhan, dari

organ yang satu ke organ yang lainnya, dan menghilang dari daun

tua menumpuk di daun muda dan bunga serta biji yang sedang

berkembang. Akibatnya, gejala kekhatan mula-mula terlihat pada

(47)

30 c. Kalium (K)

Kalium merupakan unsur makro terbesar setelah N yang

paling banyak diserap tanaman. K berfungsi dalam mekanisme

fotosintesis, trsanslokasi karbohidrat, sehingga mempercepat

penebalan dinding-dinding sel dan ketegaran tangkai bunga

bunga/buah/cabang (Hanafiah, 2005 : 295-303).

Kalium dapat dikatakan bukan elemen yang langsung

pembentuk bahan organik. Kalium berperan dalam membantu

pembentukan protein dan karbohidrat. Kalium diserap dalam

bentuk K+ terutama pada tanaman muda. Kalium banyak terdapat

pada sel-sel muda atau bagian tanaman yang mengandung protein

(Sutejo, 1995 : 27). Unsur kalium ini berlimpah jumlahnya

sehingga menjadi penentu utama potensial osmotik, dan karena itu

juga penentu tekanan turgornya hal ini berkaitan dengan proses

membuka dan menutupnya stomata (Salisbury & Ross, 1995: 145).

Ion K+ dengan mudah disalurkan dari organ dewasa ke organ

muda, sehingga gejala kekhatan pertama kali tampak pada daun

tua. Pada monokotil, sel diujung dan tepi daun mula-mula mati dan

nekrosis meluas ke bawah sepanjang tepi menuju daun bagian

muda di dasar daun (Salisbury & Ross, 1995 : 145). Kekurangan

unsur K dapat menyebabkan melemahnya batang sehingga

tanaman mudah rebah dan terserang penyakit. Kandungan Kalium

(48)

31

tanaman terhadap penyakit karena dinding sel tanaman semakin

tebal (Ruhnayat 2007: 55).

d. Belerang (S)

Jumlah unsur S hampir sama dengan jumlah unsur P di

alam. Unsur ini diambil tanaman dalam bentuk SO42- dan sedikit

dalam bentuk gas belerang (SO2) diserap melalui daun dari

atmosfer. Berperan penting sebagai komponen asam-asam amino

esensial penyusunan protei tanaman maupun hewan. Gejala

defisiensi unsur ini sama dengan unsur N, sehingga dapat

menimbulkan kerancuan penyebabnya. Perbedaannya terletak pada

sifat unsur S yang immobile, sedangkan unsur N bersifat mobil.

Gejala awal defisiensi N dimulai pada dedaunan tua sedangkan

gejala defisiensi S terjadi pada dedaunan muda. Defisiensi S

menyebabkan tanaman tumbuh terhambat dan kerdil dengan batang

kecil dan pendek serta klorotik (Hanafiah,2005: 307-309).

e. Kalsium (Ca)

Kalsium diambil tanaman dalam bentuk ion Ca2+ berperan

sebagai komponen dinding sel, dalam pembentukan struktur dan

permeabilitas membran. Kalsium rata-rata menyusun 0,5% tubuh

tanaman, banyak terdapat pada daun dan pada beberapa tanaman

mengendap sebagai Ca-oksalat dalam sel-sel. Kekurangan unsur ini

(49)

32

terganggunya pembentukan pucuk tanaman dan ujung-ujung akar

(titik-titik tumbuh), serta jaringan penyimpanan (Hanafiah 2005:

303-305)

f. Magnesium (Mg)

Magnesium diambil tanaman dalam bentuk ion Mg2+,

terutama berperan sebagai penyusun klorofil (satu-satunya

mineral), tanpa klorofil fotosintesis tanaman tidak akan

berlangsung dan sebagai aktivator enzim. Defisiensi Mg ditandai

dengan gejala klorosis diantara tetulangan dedaunan tua yang tetap

hijau, kemudian menguning atau lembAyu., dkkng merah

(Hanafiah 2005: 306).

2. Unsur hara mikro

Unsur hara disebut mikro esensial jika dibutuhkan dalam jumlah

sedikit, biasanya kurang dari 50 ppm. Beberapa unsur yang termasuk

didalamnya adalah Boron (Bo), Besi (Fe), Mangan (Mn), Tembaga

(Cu), Seng (Zn), Klorin (Cl), Molibdenum (Mo) dan Co (koblat).

Peranan unsur hara mikro bagi tanaman adalah sebagai berikut:

a. Sintesis klorofil adalah Fe, Mn, Cu dan Zn

b. Fotosintesis adalah Fe, Mn, Cu dan Cl

c. Sistem respirasi adalah B, Fe dan Cu

d. Metabolisme karbohidrat adalah B dan Cu

(50)

33

f. Fiksasi dan asimilasi N adalah Fe, Cu, Mo, dan Co

g. Aktivasi seluler/membran meliputi B dan Cl.

H. Tanaman Sawi

Sawi (Brassica juncea L.) masih satu famili dengan kubis-krop,

kubis bunga, brokoli dan lobak atau rades, yakni famili cruciferae

(Brassicaceae) oleh karena itu sifat morfologis tanamannya hampir sama,

terutama pada sistem perakaran, struktur batang, bunga, buah maupun

bijinya.

Klasifikasi sawi dalam (Rukmana, 2007: 4) sebagai berikut :

Divisi : Spermatophyta

Kelas : Angiospermae

Sub-kelas : Dicotyledonae

Ordo : Papavorales

Famili : Brassicaceae

Genus : Brassica

Spesies : Brassica juncea L.

Secara umum tanaman sawi mempunyai daun lonjong, halus dan

tidak berbulu. Tangkai daunnya panjang, berwarna putih kehijauan.

Daunnya lebar memanjang, tipis dan berwarna hijau. Rasanya renyah,

segar dengan sedikit rasa pahit. Sawi memiliki akar tunggang (radix

primaria) dan cabang-cabang akar yang bentuknya bulat panjang (silindris) meyebar ke semua arah pada kedalaman antara 30-50 cm. Akar

(51)

34

serta menguatkan berdirinya batang tanaman (Syahputra, 2007: 1).

Sawi termasuk tanaman sayuran yang tahan terhadap hujan.

sehingga ia dapat ditanaman di sepanjang tahun, dengan syarat pada saat

musim kemarau disediakan air yang cukup untuk penyiraman. Tanaman

sawi hijau dapat tumbuh dan berkembang dengan baik pada tanah yang

gembur, subur, mudah menyerap air dan kedalaman tanah sekitar 5 cm.

menyatakan bila pH tanah dibawah 6,0 maka tanaman sawi akan lAyu.,

dkk, bila pH tanah diatas 7,0 akan terjadi klorosis atau dau berwarna putih

kekuningan terutama daun yang masih muda (Syahputra, 2007: 13).

Pada umumnya benih sawi hijau memiliki bentuk bulat, kecil, warna

coklat kehitaman, agak keras dan permukaannya kecil mengkilat.

Penyemaian benih sawi hijau dilakuan dengan beberapa tahap, yaitu mulai

membuat media penyemaian , penaburan benih, dan penyemaian. Media

penyemaian dapat menggunakan tanah dan humus atau lebih baiknya

menggunakan kompos. Apabila sudah melakukan penyemaian, maka

selanjutnya melakukan penyiraman. Sawi Hijau baru bisa ditanam pada

umur 3-4 minggu .

Penanaman sawi hijau dapat menggunakan media organik seperti

tanah, pupuk kandang dan arang sekam atau bisa juga menggunaan sabut

kelapa. Perbandingan bahan media tanam tersebut 2:1:1. Bahan dicampur

rata dan didiamkan selama 3 hari, setelah itu bisa digunaan untuk

menanam. Pupuk organik bisa ditambahkan, dalam hal ini pupuk organik

(52)

35

juga harus diperhatikan, tanaman sawi yang masih kecil ditempatan pada

daerah yang tidak terlalu terpapar matahari dan tidak ternanungi hujan.

Peyiraman tanaman dilakukan menurut musim. Jika tidak terlalu panas,

penyiraman dilakukan sehari sekali, bisa pada pagi atau sore hari. Sawi

dapat dipanen pada umur 40-50 hari setelah tanam dengan cara memotong

pangkal batang atau dengan mencabut seluruh tanaman (Budianto, 2016:

44-49). Namun dalam penelitian Manullang., dkk dkk., (2014: 35)

menyebutkan bahwa pemanenan bisa dilakukan pada saat tanaman sawi

berumur 26 hari dengan melihat jumlah daun, tinggi tanaman dan warna

daun.

Sawi hijau memerlukan cahaya matahari tinggi berkisar antara 250

-400 cal/cm2. Kondisi iklim yang cocok untuk pertumbuhan tanaman sawi

adalah daerah yang mempunyai suhu antara 21,1℃-32℃ (Fransisca 2009:

6)

I. KERANGKA BERPIKIR

Limbah kulit talas kimpul yang dihasilkan oleh home industri keripik talas setiap hari volumenya selalu bertambah. Selain limbah

tersebut, di lingkungan sekitar juga terdapat limbah sisa penggilingan padi

berupa dedak dan sekam yang belum termanfaatkan. Kedua bahan ini

dapat dijadikan sebagai bahan campuran pembuat kompos organik. Kulit

talas kimpul dijadikan bahan utama pembuatan kompos dengan melihat

kandungan karbohidrat (C) yang cukup tinggi didalamnya, sedangkan

(53)

36

dedak atau bekatul berfungsi sebagai sumber protein (N) sedangkan sekam

padi sebagai bulking agent utama. Pada umumnya pengomposan membutuhkan waktu yang lama, maka dibutuhkan aktivator yang mampu

mempercepat proses pengomposan salah satu produk aktivator adalah

EM4. Formula EM4 berisi banyak mikroorganisme yang mampu

mempercepat proses perombakan bahan organik dalam pengomposan.

Dari hasil pengomposan diharapkan bisa menjadi tambahan penyedia

unsur hara bagi tanaman. Oleh karena itu perlu diketahui kandungan unsur

hara yang banyak dibutuhkan tanaman meliputi unsur N, P, K dan C/N

ratio pupuk. Untuk mengetahui optimalisasi unsur hara pupuk kulit talas

kimpul, maka harus dikorelasikan dengan standar yang sudah ditetapkan

mengenai peraturan produksi pupuk organik yang tertuang dalam Standar

Nasional Indonesia. Unsur hara pupuk inilah yang nantinya akan berperan

dalam pertumbuhan tanaman salah satu fungsinya yaitu berperan dalam

pembentukan sel, jaringan dan organ tanaman. Pertumbuhan tanaman

dapat dilihat dari tinggi tanaman, jumlah daun, berat basah, dan berat

(54)

37

Gambar 2. Bagan Kerangka Berpikir Pertumbuhan Tanaman Sawi (Brassica juncea L)

Tinggi

Tanaman(cm) Jumlah Daun ( helai ) Bobot Basah(gram) Bobot Kering (gram) Limbah Organik

Home industri Limbah organik penggilingan

Kulit talas kimpul

(Xanthosoma sagitifolium) Dedak dan sekam

Pengomposan Sumber

karbohidrat ( C) Sumber protein (N)

Kecepatan

pengomposan Unsur hara bagi tanaman EM4

(Mikroorganisme dan nutrisi)

N, P, K dan C/N ratio SNI

(55)

38 J. HIPOTESIS

1. Effective Mikroorganisme (EM4) berpengaruh terhadap kualitas hasil pengomposan kulit talas kimpul, semakin tinggi konsentrasi

EM4 maka unsur hara hasil pengomposan semakin baik.

2. Kandungan unsur hara dan C/N ratio pupuk kulit talas kimpul

dengan perlakuan EM4 lebih mendekati SNI dibandingkan tanpa

perlakuan EM4.

3. Pupuk kulit talas kimpul berpengaruh terhadap pertumbuhan

tanaman sawi, semakin tinggi konsentrasi EM4 maka pertumbuhan

(56)

39

BAB III METODE

A. Waktu dan Tempat Penelitian

1. Waktu Penelitian : 3 bulan ( Januari-Maret)

2. Tempat Penelitian : Padukuhan Mutihan, Desa Gunungpring,

Kecamatan Muntilan, Magelang dan Laboratorium FMIPA UNY.

B. Objek Penelitian

1. Objek

Objek dalam penelitian ini adalah kulit talas kimpul (Xanthosoma

sagittifolium) dan tanaman sawi hijau (Brassica juncea L.) yang

berumur 21 hari.

C. Variabel Penelitian

1. Pembuatan Kompos Kulit Talas Kimpul

a. Variabel bebas: Variasi Konsentrasi EM4 (0%, 4%, 6% dan 8%)

1) P0: Kontrol ( pupuk tanpa penambahan EM4)

2) P1: Bahan campuran (kulit talas, dedak, dan sekam) dicampur

dengan EM4 sebanyak 4%

3) P2: Bahan campuran (kulit talas, dedak, dan sekam) dicampur

dengan EM4 sebanyak 6%

4) P3: Bahan campuran (kulit talas, dedak, dan sekam) dicampur

(57)

40

b. Variabel terikat: warna, bau, struktur, suhu, pH, C/N ratio, nitrogen,

phospor, kalium.

2. Perlakuan Kompos Kulit Talas pada Tanaman Sawi

a. Variabel bebas: Variasi kompos dengan EM4 (0%, 4%, 6%, 8%)

1) P0 : Kontrol (tanah dan kompos tanpa penambahan EM4)

2) P1: Bahan campuran (tanah dan kompos dengan campuran

EM4 sebanyak 4%)

3) P2: Bahan campuran (tanah dan kompos dengan campuran

EM4 sebanyak 6%)

4) P3: Bahan campuran (tanah dan kompos dengan campuran

EM4 sebanyak 8%)

b. Variabel terikat: bobot basah, bobot kering, jumlah daun, dan tinggi tanaman.

D. Desain/Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan design penelitian eksperimen yang

terdiri dari kelompok kontrol dan kelompok perlakuan. Jenis rancangan

(58)

41

Gambar 3. Rancangan Denah Penelitian Pembuatan Pupuk Kompos Kulit Talas Keterangan :

P0 = Perlakuan tanpa EM4 (0%) P1 =Perlakuan EM4 4%

P2 =Perlakuan EM4 6% P3 =Perlakuan EM4 8 %

Gambar 4. Rancangan Denah Penelitian Penanaman Tanaman Sawi Keterangan :

P0 = Perlakuan tanpa EM4 (0%) P1 =Perlakuan EM4 4%

P2 =Perlakuan EM4 6% P3 =Perlakuan EM4 8

11

P31 P22 P33

P23 P32

P21 P01

P11 P02 P13

(59)

42

10. Gelas ukur 10 ml Polybag 11. Baki semai / tray semai

1. Kulit Talas kimpul (Xanthosoma sagittifolium)

2. EM4 1 botol

(60)

43

F. Cara Kerja

I. Pembuatan pupuk kulit talas

1. Memilah kulit talas kimpul yang sudah dikumpulkan kurang lebih .

selama satu minggu. Kulit talas kimpul yang dipilih adalah yang

memiliki kenampakan sama dengan tekstur dan warna dari kulit talas

kimpul yang baru atau belum mengalami dekomposisi dan tidak

lembek.

2. Merendam kulit talas kimpul dalam drum selama kurang lebih 12 jam

untuk menghilangkan lendir dan tanah yang masih menempel.

3. Membuat larutan bioaktivator dengan cara melarutkan EM4 dengan

gula dan air hingga merata kemudian memeram selama kurang lebih

24 jam dalam gelas plastik. Fungsi dari gula adalah untuk menambah

nutrisi mikroba yang ada di dalam EM4 agar cepat memperbanyak diri

dan mampu melakukan perombakan bahan secara cepat. Larutan EM4

dibuat 4 variasi 0%, 4%, 6%, 8% masing-masing 3 ulangan.

Perbandingan takaran EM4, gula dan air ialah 1:1:50 sesuai dengan

petunjuk pemakaian.

 Penentuan variasi konsentrasi EM4 berdasarkan penelitian

pendahuluan yang menggunakan konsentrasi EM4 2%, 4%,

6% dan 8%. Dari hasil penelitian pendahuluan tersebut,

(61)

44

6% yang ditunjukkan dari tingkat degradasi bahan, pengukuran

suhu serta kelembaban pupuk. Sehingga dalam penelitian ini

diambil konsentrasi 6% serta satu konsentrasi di bawah dan

satu konsentrasi diatasnya yaitu 4% dan 8%.

4. Setelah direndam kemudian dikeringanginkan agar air tidak berlebih,

sesekali dilakukan pembalikan agar merata.

5. Apabila air sudah tidak berlebih, kemudian mencacah kulit talas

kimpul hingga berukuran kurang lebih 0,5 cm menggunakan pisau

pencacah.

6. Mencampur kulit talas kimpul dengan dedak dan sekam hingga merata

(Masing-masing bagian terdapat kulit talas kimpul sebanyak 4 kg,

dedak 3 ons, sekam 1 ons ).

7. Mencampur bahan dengan larutan bioaktivator dengan kadar 0%, 4%,

6% dan 8 % hingga merata.

8. Memasukkan masing-masing bahan campuran ke dalam drum cat

25kg dan ditutup hingga rapat.

9. Melakukan pengecekan suhu, pH, kelembaban serta pengecekan

warna, bau serta struktur kompos setiap 3 hari sekali

10. Melakukan pembalikan setiap seminggu sekali selama 2 minggu. 11. Setelah umur pupuk 2 minggu, kemudian membuka penutup dan

Gambar

Gambar 1. Tanaman Talas Kimpul
Table 1 .Komposisi Gizi Umbi Kimpul Dalam 100 Gram Bahan
Tabel 2. Standar Kualitas Kompos
Gambar 2. Bagan Kerangka Berpikir
+7

Referensi

Dokumen terkait

Perlakuan pupuk Puja 168 berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, bobot segar per tanaman, bobot kering per tanaman, laju asimilasi bersih dan laju pertumbuhan relatif umur 28-40

Berapa kandungan fosfor dan kalium total yang terdapat dalam pupuk cair hasil fermentasi bayam, sawi, kulit pisang dan kulit semangka dengan penambahan EM4.. Berapa

Pupuk kompos kulit pisang kepok ( Musa acuminate L. ) dapat berpengaruh pada pertumbuhan tanaman sawi ( Brassica juncea L. ) dilanjutkan dan dilakukan pemeriksaan terhadap

Hasil pengamatan dan analisis sidik ragam diketahui bahwa perlakuan pemberian pupuk organik cair limbah kulit pisang kepok dengan dosis 80 ml/polybag berpengaruh nyata

Apabila dilihat pada hari ke 7 dan 14, tinggi tanaman tidak menunjukkan peningkatan yang cukup besar, hal ini berkaitan dengan nilai unsur P pada pupuk kulit talas

Masa inkubasi pada pupuk air cucian beras berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan tinggi tanaman, bobot basah dan jumlah klorofil total tetapi tidak berpengaruh nyata

Hasil dari penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa perlakuan penambahan EM4 10 ml/kg media dengan pengomposan selama 8 hari memiliki hasil yang paling optimal, dengan

Hasil keseluruhan dari rekapitulasi data kualitas kompos matang menunjukkan pengomposan dengan bahan baku lumpur menggunakan aktivator EM4 merupakan bahan kompos