PENGARUH PEMBELAJARAN SINEKTIK TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITISDAN KREATIF MATEMATIS MAHASISWA
PGSD
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat untuk Memperoleh Gelar
Magister Pendidikan
Oleh:
MUTIAWATI
NIM: 1103332
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
SEKOLAH PASCASARJANA
PENGARUH PEMBELAJARAN SINEKTIK TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITISDAN KREATIF MATEMATIS MAHASISWA
PGSD
Oleh
MUTIAWATI
Sekolah Pascasarjana
Universitas Pendidikan Indonesia
2013
Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd.) pada Program Studi Pendidika Matematika
© MUTIAWATI 2013
Universitas Pendidikan Indonesia
2013
Hak Cipta dilindungi undang-undang.
Tesis ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian,
Pengaruh Pembelajaran Sinektik Terhadap Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif Matematis Mahasiswa PGSD
Oleh: Mutiawati
mutiawati_cweet20@yahoo.co.id
ABSTRAK
Fokus utama penelitian ini adalah mengenai rendahnya kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematis mahasiswa PGSD. Salah satu strategi yang dapat diterapkan untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematis mahasiswa PGSD adalah dengan menerapkan pembelajaran Sinektik. Dalam proses pembelajaran, mahasiswa dihadapkan pada masalah yang tidak masuk akal, memberikan kesempatan menciptakan cara baru dalam memandang sesuatu, mengekspresikan diri, dan mendekati permasalahan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan secara komprehensif pengaruh pembelajaran sinektik terhadap kualitas peningkatan kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematis mahasiswa PGSD. Penelitian ini menggunakan desain quasi-experimental. Jenis desain eksperimen yang digunakan yaitu kelompok kontrol tidak ekivalen (the nonequivalent control group design). Mahasiswa kelompok eksperimen mendapat pembelajaran sinektik sedangkan mahasiswa kelompok kontrol mendapat pembelajaran konvensional. Populasi penelitian ini adalah mahasiswa PGSD S1 semester II tahun ajaran 2012/2013. Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan teknik pusrposive sample. Dari lima kelas yang ada, terpilih dua kelas sebagai sampel penelitian yaitu kelas E sebagai kelompok eksperimen dan kelas D sebagai kelompok kontrol. Untuk memperoleh data dalam penelitian ini, maka digunakan instrumen penelitian berupa tes kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematis, disposisi berpikir kritis dan kreatif, serta lembar observasi. Data hasil pretes dan postes dianalisis secara kuantitatif untuk mengetahui perbedaan rerata peningkatan kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematis mahasiswa kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Berdasarkan hasil analisis dan pengujian data diperoleh bahwa rata-rata gain ternormalisasi untuk kelas eksperimen dengan pembelajaran sinektik lebih baik secara signifikan daripada rata-rata gain ternormalisasi untuk kelas kontrol yang mendapat pembelajaran konvensional.
DAFTAR ISI
BAB II. KAJIAN PUSTAKA A. Kemampuan Berpikir Kritis ... 11
B. Kemampuan Berpikir Kreatif ... 14
C. Berpikir Kritis dan Kreatif dalam Matematika ... 19
D. Model Pembelajaran Sinektik ... 20
E. Orientasi Model Pengajaran Sinektik ... 22
1. Tujuan-Tujuan dan Asumsi-Asumsi ... 22
4. Latihan-latihan Peregangan; Menggunakan Metafora ... 28
F. Langkah-langkah Model Pengajaran Sinektik ... 28
a. Membuat Sesuatu yang Baru ... 29
b. Strategi Membuat yang Asing menjadi Dikenal (Making the Strange Familiar) ... 30
c. Peran dan Tugas Dosen ... 34
G. Hubungan antara Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif Matematis serta Pembelajaran Sinektik ... 37
H. Pembelajaran Konvensional ... 39
I. Teori-Teori Pendukung ... 40
BAB III. METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian ... 43
B. Populasi dan Sampel ... 44
C. Variabel Penelitian ... 44
D. Instrumen Penelitian ... 44
1. Tes Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif Matematis ... 44
a. Reliabilitas ... 49
b. Validitas ... 51
c. Daya Pembeda ... 53
d. Indeks Kesukaran ... 54
e. Rekapitulasi Analisis Hasil Uji Coba Soal Tes Kemampuan Berpikir Kritis dan Berpikir Kreatif Matematis ... 56
2. Skala Sikap ... 56
1. Pengolahan Data Hasil Tes Berpikir Kritis dan Berpikir Kreatif 59 2. Data Hasil Observasi ... 62
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 69
1. Deskripsi Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif ... 69
a. Kemampuan Berpikir Kritis Matematis ... 70
b. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis ... 71
c. N-gain Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif Matematis 73 2. Uji Normalitas Kemampuan Berpikir Kritis dan Berpikir Kreatif Matematis ... 75
3. Uji Homogenitas Varians Skor Kemampuan Berpikir Kritis dan Berpikir Kreatif Matematis ... 78
4. Uji Kesamaan Rata-rata Kemampuan Berpikir Kritis dan Berpikir Kreatif Matematis ... 79
5. Uji Perbedaan Dua Rerata Kemampuan Berpikir Kritis dan Berpikir Kreatif Matematis ... 81
6. Analisis Pengaruh Kemampua Berpikir Kritis dan Berpikir Kreatif Matematis ... 84
7. Deskripsi Disposisi Berpikir Kritis dan Kreatif Matematis ... 88
a. Disposisi Berpikir Kritis Matematis ... 88
b. Disposisi Berpikir Kreatif Matematis ... 94
8. Hasil Observasi Aktivitas Mahasiswa ... 99
10.Pembelajaran Matematikan dengan Model Sinektik ... 110
B. Pembahasan Data ... 113
1. Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis ... 113
2. Peningkatan Kemampuan Berpikir Kreatif ... 115
3. Hubungan antara Kemampuan Berpikir Kritis dan Berpikir Kreatif Matematis ... 119
4. Sikap Mahasiswa terhadap Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif Matematis ... 123
C. Keterbatasan Pelaksanaan Penelitian ... 125
BAB V. KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN A. Kesimpulan ... 127
B. Implikasi ... 127
C. Saran ... 128
DAFTAR PUSTAKA ... 129
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Struktur Strategi Pertama ... 29 Tabel 2.2 Struktur Strategi Kedua ... 31 Tabel 3.1 Hasil Korelasi Uji Coba Instrumen Berpikir Kritis antara Penilai 1
dan Penilai 2 ... 46 Tabel 3.2 Hasil Korelasi Uji Coba Instrumen Berpikir Kreatif antara
Penilai 1dan Penilai 2 ... 47 Tabel 3.3 Uji Normalitas Hasil Uji Coba Instrumen Berpikir Kritis dan
Kreatif Matematis Penilai 1 dan Penilai 2 ... 48 Tabel 3.4 Uji Homogenitas Hasil Uji Coba Instrumen Berpikir Kritis dan
Kreatif Matematis Penilai 1 dan Penilai 2 ... 48 Tabel 3.5 Uji Perbedaan Rerata Instrumen Berpikir Kritis dan Kreatif
Matematis Penilai 1 dan Penilai 2 ... 49 Tabel 3.6 Klasifikasi Koefisien Reliabilitas ... 50 Tabel 3.7 Klasifikasi Koefisien Validasi ... 52 Tabel 3.8 Interpretasi Uji Validitas Tes Berpikir Kritis dan Berpikir
Kreatif Matematis ... 52 Tabel 3.9 Klasifikasi Koefisien Daya Pembeda ... 53 Tabel 3.10 Hasil Perhitungan dan Interpretasi Daya Pembeda Butir Soal
Berpikir Kritis dan Berpikir Kreatif Matematis ... 54 Tabel 3.11 Koefisien Derajat Kesukaran ... 55 Tabel 3.12 Hasil Perhitungan dan Interpretasi Tingkat Kesukaran Butir Soal
Kemampuan Berpikir Kritis dan Berpikir Kreatif Matematis ... 55 Tabel 3.13 Rekapitulasi Analisis Hasil Uji Coba Tes Berpikir Kritis dan
Berpikir Kreatif Matematis ... 56 Tabel 3.14 Kriteria Skor GainTernormalisasi ... 60 Tabel 4.1 Rekapitulasi Hasil Korelasi Skor Penilaian Pretes Berpikir Kritis
dan Berpikir Kreatif Matematis ... 64 Tabel 4.2 Rekapitulasi Hasil Korelasi Skor Penilaian Postes Berpikir Kritis
dan Berpikir Kreatif Matematis ... 65 Tabel 4.3 Rekapitulasi Uji Normalitas Preted dan Postes Berpikir Kritis dan
Kreatif Matematis Penilai 1 dan Penilai 2 ... 66 Tabel 4.4 Uji Perbedaan Rerata Instrumen Berpikir Kritis dan Kreatif
Matematis Penilai 1 dan Penilai 2 ... 67 Tabel 4.5 Uji Homogenitas Hasil Pretes Kreatif Kelas Eksperimen dan
Kontrol serta Postes Kreatif Kelas Kontrol Matematis Penilai 1
dan Penilai 2 ... 68 Tabel 4.6 Uji Perbedaan Rerata Data Hasil Pretes Kreatif Kelas Eksperimen
Tabel 4.9 Rekapitulasi Hasil Pretes, Postes dan N-gain Kemampuan
Berpikir Kritis dan Berpikir Kreatif Matematis ... 73 Tabel 4.10 Hasil Uji Normalitas Pretes Kemampuan Berpikir Kritis
Matematis Mahasiswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 75 Tabel 4.11 Hasil Uji Normalitas Skor Pretes Kemampuan Berpikir kreatif
Matematis Mahasiswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 77 Tabel 4.12 Uji Homogenitas Varians Kemampuan Berpikir Kritis
Matematis ... 78 Tabel 4.13 Uji Homogenitas Varians Kemampuan Berpikir Kreatif
Matematis ... 79 Tabel 4.14 Uji Kesamaan Rata-rata Pretes Kemampuan Berpikir Kritis dan
Berpikir Kreatif Matematis ... 80 Tabel 4.15 Rekapitulasi Uji Kesamaan Rerata Pretes Kemampuan Berpikir
Kritis dan Berpikir Kreatif Matematis ... 81 Tabel 4.16 Uji Perbedaan Rerata Gain-Ternormalisasi Kemampuan Berpikir
Kritis Matematis ... 82 Tabel 4.17 Uji Perbedaan Rerata Gain-Ternormalisasi Kemampuan Berpikir
Kreatif Matematis ... 83 Tabel 4.18 Rekapitulasi Kemampuan Akhir Berpikir Krtis dan Berpikir
Kreatif Matematis ... 84 Tabel 4.19 Uji Korelasi Pretes Berpikir Kritis dan Kreatif Matematis ... 85 Tabel 4.20 Koefisien Determinasi Korelasi ... 85 Tabel 4.21 Hasil Analisis Regresi Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif
Matematis Mahasiswa ... 87 Tabel 4.22 Distribusi Jumlah Pemilih Disposisi Kemampuan Berpikir
Kritis Matematis Mahasiswa pada Indikator 1 ... 89 Tabel 4.23 Distribusi Jumlah PemilihDisposisi Kemampuan Berpikir
Kritis Matematis Mahasiswa pada Indikator 2 ... 90 Tabel 4.24 Distribusi Jumlah PemilihDisposisi Kemampuan Berpikir
Kritis Matematis Mahasiswa pada Indikator 3 ... 91 Tabel 4.25 Distribusi Jumlah PemilihDisposisi Kemampuan Berpikir
Kritis Matematis Mahasiswa pada Indikator 4 ... 92 Tabel 4.26 Distribusi Jumlah Pemilih Disposisi Berpikir Kritis Matematis
Mahasiswa pada Indikator 5 ... 92 Tabel 4.27 Rekapitulasi Jumlah Persentase Keberpihakan Responden
terhadap KemampuanBerpikir Kritis Matematis ... 93 Tabel 4.28 Distribusi Jumlah PemilihDisposisi Kemampuan Berpikir
Kreatif Matematis Mahasiswa pada Indikator 1 ... 94 Tabel 4.29 Distribusi Jumlah PemilihDisposisi Kemampuan Berpikir
Kreatif Matematis Mahasiswa pada Indikator 2 ... 95 Tabel 4.30 Distribusi Jumlah PemilihDisposisi Kemampuan Berpikir
Kreatif Matematis Mahasiswa pada Indikator 3 ... 96 Tabel 4.31 Distribusi Jumlah Pemilih Disposisi Kemampuan Berpikir
Kreatif Matematis Mahasiswa pada Indikator 4 ... 97 Tabel 4.32 Distribusi Jumlah PemilihDisposisi Kemampuan Berpikir
Tabel 4.33 Rekapitulasi Jumlah Persentase Keberpihakan Responden
terhadap Disposisi Kemampuan BerpikirKreatif Matematis ... 98 Tabel 4.34 Hasil Pengamatan Aktivitas Mahasiswa selama Proses
Pembelajaran dengan Pembelajaran Model Sinektik ... 102 Tabel 4.35 Hasil Pengamatan Aktivitas Dosen selama Proses
DAFTAR DIAGRAM
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1 Kontinum Indeks Kesukaran ... 54 Gambar 4.1 Hasil Pretes, Postes dan N-Gain Berpikir Kritis dan Kreatif ... 74 Gambar 4.2 Grafik Q-Q Plot Pretes dan N-Gain Berpikir Kritis ... 76 Gambar 4.3 Grafik Q-Q Plot Pretes dan N-Gain Berpikir Kreatif ... 77 Gambar 4.4 Uji Normalitas Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif ... 86 Gambar 4.5 Jumlah Persentase Keberpihakan Responden terhadap
Disposisi Kemampuan Berpikir Kritis Matematis ... 93 Gambar 4.6 Jumlah Persentase Keberpihakan Responden terhadap
Disposisi Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis ... 99 Gambar 4.7 Hasil Observasi Aktivitas Mahasiswa dalam Pembelajaran ... 106 Gambar 4.8 Rekapitulasi Hasil Obervasi Aktivitas Dosen dalam
Pembelajaran ... 110 Gambar 4.9 Contoh Analogi yang dituliskan Mahasiswa ... 111 Gambar 4.10 Hasil Kreasi Mahasiswa untuk dipresentasikan ... 112 Gambar 4.11 Hasil Pekerjaan Mahasiswa Kelas Eksperimen pada
Soal Berpikir Kritis Nomor 1 ... 114 Gambar 4.12 Hasil Pekerjaan Mahasiswa Kelas Kontrol pada Soal
Berpikir Kritis Nomor 1 ... 115 Gambar 4.13 Hasil Pekerjaan Mahasiswa Kelas Eksperimen
Soal Berpikir Kritis Nomor 2 ... 116 Gambar 4.14 Hasil Pekerjaan Mahasiswa Kelas Eksperimen
Soal Berpikir Kritis Nomor 2 ... 117 Gambar 4.15 Kemampuan Mahasiswa untuk Menarik Kesimpulan pada
Indikator Berpikir Kritis ... 121 Gambar 4.16 Kemampuan Mahasiswa untuk Memberikan Penilaian pada
Indikator Berpikir Kreatif ... 122 Gambar 4.17 Kemampuan Mahasiswa untuk Berpikir Luwes pada Indikator
Berpikir Kreatif ... 122 Gambar 4.18 Kemampuan Mahasiswa Membuat Kesimpulan dengan
Menggunakan Aturan Inferensi serta Membuat Contoh lain
yang Serupa ... 123 Gambar 4.19 Mahasiswa Mempresentasikan Hasil Kerja Kelompok
didepan Kelas ... 124 Gambar 4.20 Dosen Menjelaskan Materi Kuliah sementara Mahasiswa
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran A.1 Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ... 134 Lampiran A.2 Satuan Acara Perkuliahan (SAP) ... 136 Lampiran A.3 Kisi-kisi Bahan Ajar Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif
Matematis Mahasiswa PGSD ... 162 Lampiran A.4 Lembar Kerja Mahasiswa (LKM) ... 217 Lampiran A.5 Kisi-kisi Tes Kemampuan Berpikir Kritis Matematis
Mahasiswa PGSD ... 227 Lampiran A.6 Kisi-kisi Tes Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis
Mahasiswa PGSD ... 235 Lampiran A.7 Pedoman Penskoran Respon Mahasiswa pada Kemampuan
Berpikir Kritis Matematis ... 247 Lampiran A.8 Pedoman Penskoran Respon Mahasiswa pada Kemampuan
Berpikir Kreatif Matematis ... 249 Lampiran A.9 Instrumen Disposisi Berpikir Kritis ... 251 Lampiran A.10 Instrumen Butir Disposisi Berpikir Kreatif ... 255 Lampiran A.11Lembaran Observasi Kegiatan Dosen dalam Perkuliahan
Matematika Lanjutan dengan Model Pembelajaran Sinektik 258 Lampiran A.12 Lembaran Observasi Kegiatan Mahasiswa dalam Perkuliahan
Matematika Lanjutan dengan Model Pembelajaran Sinektik 259 Lampiran B.1 Data Hasil Uji Coba Instrumen Berpikir Kritis Penilai 1 dan
Penilai 2 ... 260 Lampiran B.2 Data Hasil Uji Coba Instrumen Berpikir Kreatif Penilai 1 dan
Penilai 2 ... 261 Lampiran B.3 Realibilitas Uji Coba Instrumen Kemampuan Berpikir Kritis
dan Kreatif ... 262 Lampiran B.4 Uji Validitas Instrumen Berpikir Kritis dan Kreatif ... 263 Lampiran C.1 Data Hasil Pretes Berpikir Kritis Kelas Eksperimen Penilai 1
dan Penilai 2 ... 265 Lampiran C.2 Data Hasil Pretes Berpikir Kreatif Kelas Eksperimen Penilai 1
dan Penilai 2 ... 266 Lampiran C.3 Data Hasil Pretes Berpikir Kritis Kelas Kontrol Penilai 1 dan
Penilai 2 ... 267 Lampiran C.4 Data Hasil Pretes Berpikir Kreatif Kelas Kontrol Penilai 1 dan
Penilai 2 ... 268 Lampiran C.5 Hasil Uji Korelasi Pretes Kemampuan Berpikir Kritis dan
Kreatif Matematis Kelas Eskperimen dan Kelas Kontrol ... 269 Lampiran D.1 Data Hasil Postes Berpikir Kritis Kelas Eksperimen Penilai 1 dan
Penilai 2 ... 270 Lampiran D.2 Data Hasil Postes Berpikir Kreatif Kelas Eksperimen Penilai 1
Penilai 2 ... 272 Lampiran D.4 Korealsi Postes Berpikir Kritis dan Kreatif Penilai 1 dan
Penilai 2 ... 273 Lampiran E.1 Data Pretes, Postes dan N-Gain Kemampuan Berpikir Kritis
Matematis Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 274 Lampiran E.2 Data Pretes, Postes dan N-Gain Kemampuan Berpikir Kreatif
Matematis Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 275 Lampiran E.3 Statistik Deskriptif N-Gain Kemampuan Berpikir Kritis dan
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Salah satu bidang studi yang penting dipelajari dalam kehidupan manusia
adalah matematika, karena matematika merupakan ilmu dasar yang sudah menjadi
alat untuk mempelajari ilmu-ilmu lain.Matematika merupakan ilmu universal yang
mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam
berbagai disiplin ilmu dan dapat memajukan daya pikir manusia. Dengan belajar
matematika mahasiswa akan memperoleh kemampuan berpikir dengan baik
sebagaimana pendapat Plato (dalam Sugilar, 2012: 1) bahwa mahasiswa yang baik
dalam matematika akan cenderung baik pula dalam proses berpikirnya, dan
mahasiswa yang terlatih dalam belajar matematika memiliki kecenderungan menjadi
mahasiswa pemikir yang baik. Oleh sebab itu, dosen berperan penting dalam
membantu mahasiswa agar dapat belajar matematika dengan baik.
Universitas merupakan salah satu lembaga pendidikan formal yang termasuk
dalam kategori pendidikan tinggi yang bertanggung jawab menyelenggarakan
pendidikan profesional dan akademik dalam lingkup satu atau lebih disiplin ilmu
pengetahuan. Namun keberhasilan dari penyelenggaraan pembelajaran di suatu
universitas sangat tergantung dari kesiapan proses perencanaan pembelajaran yang
dilakukan. Hal ini senada dengan pendapat Wahyudin (2008: 118)yang mengatakan
bahwakajian cermat terhadap muatan materi, metode-metode pendekatan yang
memungkinkan dan metode-metode presentasi yang potensial semuanya harus
dipertimbangkan sebagai hal-hal penting dari proses perencanaan.
Metode-metode pendekatan yang digunakan oleh dosen dalam pembelajaran
sebaiknya harus dapat membantu cara berpikirmahasiswamenjadi lebih berkembang.
Berpikir bagi manusia merupakan kemampuan alamiah yang dimiliki sebagai
pemberian berharga dari Allah SWT. Dalam suatu proses pembelajaran, kemampuan
berpikir mahasiswa dapat dikembangkan dengan membantu dan membimbing
mahasiswa memperkaya pengalaman yang bermakna melalui pemberian soal-soal
2
Pada saat mahasiswa dihadapkan pada masalah matematis yang sukar, rumit,
tidak dikenal dan tidak dapat dijawab seketika, mahasiswaakan berpikir untuk
menemukan solusi dari masalah yang dihadapi. Untuk itu mahasiswaakanberpikir
dengan menduga, mencoba-coba, memprediksi, serta mencari rumusan sederhana
yang kemudian bisa dibuktikan kebenaran dari solusi yang diperolehnya. Ketika
itulah mahasiswa membutuhkan ketrampilan berpikir, keaslian ide, fleksibilitas serta
keluwesannya dalam mencari solusi penyelesaian dari masalah yang
dihadapi.Kegiatan berpikir seperti ini dalam proses pembelajaran matematika disebut
high-order mathematical thinking skill (Hendrayana, 2008: 1).
Dua diantara kemampuan berpikir yang termasuk dalam kategori high-order
mathematical thinking skill (ketrampilan berpikir matematis tingkat tinggi) adalah
kemampuan berpikir kritis dan berpikir kreatif. Ada empat alasan yang dikemukakan
oleh Wahab (dalam Maulana, 2012:1), mengenai perlunya dibiasakan
mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan berpikir kreatif dikalangan
mahasiswa, yakni: (1) tuntutan zaman yang menghendaki mahasiswa dapat mencari,
memilih, dan menggunakan informasi untuk kehidupan bermasyarakat dan bernegara;
(2) setiap mahasiswa senantiasa berhadapan dengan berbagai masalah dan pilihan,
sehingga dituntut mampu berpikir kritis dan berpikir kreatif; (3) kemampuan
memandang sesuatu dengan cara yang berbeda dalam memecahkan masalah; dan (4)
berpikir kritis merupakan aspek dalam memecahkan permasalahan secara kreatif agar
mahasiswa dapat bersaing secara adil dan mampu bekerja sama dengan bangsa lain.
Ironisnya, dari hasil studibeberapa penelitian yang telah dilakukan, ditemukan
berbagai bukti, misalnya: Rofi’udin (1999) menyatakan bahwa terjadi keluhan
tentang rendahnya kemampuan berpikir kritis-kreatif yang dimiliki oleh lulusan
pendidikan dasar sampai perguruan tinggi karena pendidikan berpikir belum
ditangani denganbaik. Mayadiana (2005) menyatakan bahwa kemampuan berpikir
kritis mahasiswa PGSD masih rendah, yakni hanya mencapai 36,62% untuk
mahasiswa berlatar belakang IPA, serta 34,06% untuk keseluruhan. Maulana (2012)
menyatakan bahwa rerata kemampuan berpikir kritis mahasiswa PGSD sebesar
33,3%.Supriadi (2005) menyatakan bahwa nilai tes berpikir kritis mahasiswa PGSD
3
kuliah Kapita Selekta Matematika. Kampylis, Saariluoma & Berki (2011)
menyimpulkan bahwa guru SD membutuhkan rekomendasi suatu set yang praktis dan
dapat dipahami tentang bagaimana dan mengapa berpikir kreatif perlu dipupuk dalam
diri seorang siswa yang sedang belajar di sekolah dasar. Oleh karena itu, penanganan
kecakapan berpikir kritis-kreatif sangat penting diintegrasikan dalam setiap mata
kuliah yang dikelola di pendidikan tinggi.
Menurut Anderson (dalam Hedrayana, 2008: 1) bila berpikir kritis
dikembangkan, mahasiswa akan cenderung untuk mencari kebenaran, berpikir
divergen (terbuka dan toleran terhadap ide-ide baru), dapat menganalisa masalah
dengan baik, berpikir secara sistematis, penuh rasa ingin tahu, dewasa dalam berpikir
dan dapat berpikir kritis secara mandiri. Berpikir kritis adalah aktivitas terampil, yang
bisa dilakukan dengan baik atau sebaliknya, dan pemikiran kritis yang baik akan
memenuhi beragam standar intelektual, seperti kejelasan, relevansi, kecukupan,
koherensi, dan lain-lain (Fisher, 2008:13), sehingga pemikir yang kritis percaya ada
banyak situasi dalam memutuskan apa yang mesti dipercaya dan langkah apa yang
bisa ditempuh dalam menyelesaikan suatu permasalahan. Selanjutnya, Bailin, S.,
Case, Coombs & Daniels (1999) juga menyebutkan bahwa “Critical thinking often
requires imagining possible consequences, generating original approaches and
indentifying alternative perspectives. Thus, creativity plays an important role in
thinking critically”.Dari uraian tersebut dapat diketahui bahwa dengan adanya pola
pikir kritis dalam diri mahasiswaakan membawa mahasiswa tersebut menuju kearah
pola pikir yang kreatif.
Namun bertolak belakang dengan pendapat para ahli di atas Baker, Rudd &
Pameroy mempunyai pandangan yang berbeda terkait dengan kemampuan berpikir
kritis dan kreatif, mereka berasumsi bahwa berpikir kreatif adalah kegiatan berpikir
secara divergen sedangkan berpikir kritis adalah kegiatan berpikir secara konvergen;
berpikir kreatif adalah mencoba untuk menciptakan sesuatu yang baru dengan
melakukan pelanggaran terhadap prinsip-prinsip yang telah diterima sedangkan
berpikir kritis dilakukan dengan menerapkan prinsip-prinsip yang telah diterima,
sehingga berpikir kritis dan berpikir kreatif bagaikan dua sisi mata uang yang saling
4
untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara kemampuan berpikir kritis dan
kreatif, penanganan dan kajian yang lebih mendalam tentang berpikir kritis dan
kreatif sangat penting dilaksanakan, sehingga terdapat satu keyakinan dan kesamaan
visi terhadap asumsi yang akan digunakan dalam menerapakan pembelajaran di
lembaga-lembaga pendidikan.
Selanjutnya Meissner (dalam Utari, 2010: 12) menyarankan agar dalam
kegiatan pembelajaran dosenlebih memperhatikan perkembangan individual dan
sosial, menyajikan masalah yang menantang atau masalah yang berkenaan dengan
penalaran, serta mendorong peserta didik mengajukan ide secara
spontan.Pembelajaran dengan masalah yang menantang artinya pembelajaran yang
menyajikan permasalahan dengan pemecahan soal secara beragam dan bervariasi
(flexibility) dan memberikan jawaban secara lancar (fluency).Pembelajaran ini melatih
dan menumbuhkan orisinalitas ide, kreativitas, kognitif tinggi, kritis,
komunikasi-interaksi, sharing, keterbukaan, dan sosialisasi (Wahidin, 2011: 9).Selain itu,
Mumford (dalam Puccio, Murdock & Mance, 2007)menemukan bukti bahwa
pemecahan masalah yang dilakukan secara kreatif dapat memberikan pengaruh
penting terhadap kinerja seorang pemimpin ataupun tokoh-tokoh tertentu.
Menurut Munandar (1985:51), ciri-ciri mahasiswa yang memiliki pola pikir
kreatif adalah didalam diri mahasiswa tersebut penuh dengan rasa ingin tahu, tertarik
terhadap tugas-tugas majemuk yang dirasakan sebagai tantangan, berani mengambil
resiko untuk membuat kesalahan atau untuk dikritik orang lain, tidak mudah putus
asa, menghargai keindahan, mempunyai rasa humor, dapat menghargai baik diri
sendiri maupun orang lain dan sebagainya. Pola pikir kreatif mempunyai peranan
penting dalam menyajikan kreativitas.Penyajian kreativitas tidak selamanya timbul
begitu saja dari dalam mahasiswa, tetapi perlu pembinaan atau hasil kreatif yang telah
ada terlebih dahulu.Sebagaimana diungkapkan oleh Ruindungan (1996) bahwa
kemampuan kreatif bukan semata-mata faktor bawaan, melainkan ditentukan juga
oleh faktor lingkungan.Hal ini berarti kreativitas mahasiswa dapat timbul dari peran
dosen disaat mengajar untuk dapat memunculkan ide-ide dan kemampuan berpikir
kreatif dari mahasiswa, baik itu melalui proses belajar mengajar di suatu universitas
5
Oleh karena itu, untuk memaksimalkan proses belajar mengajar yang baik
diperlukan perhatian yang serius untuk menjadikan pembelajaran yang lebih menarik
dari dosenterhadap segala macam aktivitas pembelajaran yang berlangsung. Melalui
aktivitas pembelajaran matematika yang benar, seorang calon guru khususnya
mahasiswa PGSD dapat menguasai konsep-konsep matematika yang benar dan
mampu menyajikannya secara menarik.Sepintas lalu konsep matematika yang
diberikan kepada murid Sekolah Dasar (SD) memang sangatlah sederhana dan
mudah, tetapi sebenarnya materi matematika SD memuat konsep-konsep yang
mendasar dan penting tidak boleh dipandang sebelah mata, sebab menurut Marzuki
(2010:2) kesan dan pandangan yang diterima murid terhadap suatu konsep pada
sekolah dasar dapat terbawa pada masa selanjutnya, sehingga mahasiswa PGSD
dituntut untuk mampu mengidentifikasi konsep-konsep yang relevansi,
mendeduksikan suatu prinsip, mampu memberikan teknik-teknik yang beragam dan
bervariasi dalam memecahkan masalah serta menumbuhkan pola pikir orisinil dari
siswa SD pada saat pembelajaran matematika berlangsung.
Berdasarkan alasan yang dikemukakan di atas, jelaslah bahwa kemampuan
berpikir kritis dan kreatif sangat penting dikembangkan, khususnya bagi mahasiswa
PGSDyang sedang mengasah dan mengembangkan nalar. Mahasiswa PGSD yang
memiliki kemampuan berpikir kritis dan kemampuan berpikir kreatifbiasanya, ketika
mereka dihadapkan pada sebuah tugas yang harus diselesaikan secara sadar pasti akan
bersikap logis. Masalah dan tugas pengekspresian diri, logika sering kali bekerja
dengan baik.Tetapi ketika solusi atau cara-cara lainditerapkan dalam
mengekspresikan diri ternyata tidak cukup layak untuk menyelesaikan
permasalahan,dibutuhkan pembelajaran yang dapat mengembangkan kreativitas
diri.Pada saat seperti inilah penggunaan model pembelajaran sinektik dirasakan
sangatlah sesuai. Sinektik dirancang untuk membimbing mahasiswamasuk ke dalam
dunia yang hampir tidak masuk akal, memberikan kesempatan menciptakan cara baru
dalam memandang sesuatu, mengekspresikan diri, dan mendekati permasalahan
(Bruce, Marsha &Emily, 2009:249).
Disamping itu, sinektik juga merupakan pembelajaran yang memperhatikan
6
mengembangkan cara-cara berpikir yang “segar” (bukan sekedar logis) tentang
mahasiswa, motivasi-motivasi mereka, sifat hukuman, tujuan dan sifat masalah.
Mengembangkan empati pada mahasiswa yang berkonflik dan mengakui bahwa
pendapat yang berbeda tentang konflik tersebut sangatlah berguna, karena terlalu memaksakan diri menggunakan solusi yang “logis” dapat membutakan dalam melihat kemungkinan-kemungkinan lain yang lebih kreatif.
Model pembelajaran sinektik pertama kali dirancang oleh Gordon (dalam
Joyce & Weil, 2003), pembelajaran ini merupakan pendekatan yang sangat menarik
dan menyenangkan dalam mengembangkan inovasi-inovasi.Gordon (dalam Joyce &
Weil, 2003: 239-240) menggagas sinektik berdasarkan empat gagasan yang sekaligus
juga menyaingi pendangan-pandangan konvensional tentang kreativitas.“First,
creativity is important in everyday activities. Second, the creative process is not at all
mysterious.Third, creative invention is similar in all fields the arts, the sciences,
engineering and is characterized by the same underlying intellectual processes.
Gordon's fourth assumption is that individual and group inventions (creative
thinking) are very similar”.
Elemen utama dalam sinektik adalah analogi, dalam latihan sinektik
mahasiswa “bermain” dengan analogi-analogi sehingga mereka bisa santai dan mulai
menikmati tugasnya membuat perbandingan-perbandingan metaforis.Kemudian,
mereka menggunakan analogi-analogi tersebut untuk memecahkan masalah dan
memunculkan gagasan menarik (Bruce, Marsya & Emily, 2009: 248). Tiga jenis
analogi yang digunakan sebagai basis latihan sinektik yaitu: (a) analogi personal
(personal analogy); (b) analogi langsung (direct analogy); dan (c) konflik padat
(compressed conflict).
Pendekatan sinektik didasarkan pada psikologi kreativitas, sehingga dalam
struktur pengajarannya terdapat dua strategi atau model pengajaran yang didasarkan
pada prosedur-prosedur sinektik, yaitu (1) Membuat sesuatu yang baru (creating
something new),(2) Membuat yang asing menjadi familiar (making the strange
familiar).
Dalam pembelajaran sinektikperanan mahasiswa sangatlah dominan, karena
7
analogi dalam upaya mencari penyelesaian masalah matematisyang diberikan oleh
dosen atau konflik pribadi.Dalam pembelajaran sinektik, dosen harus mampu
memperhatikan dan menjangkau mahasiswa yang memiliki pola pikir yang masih
perlu untuk diatur sedemikian rupa hingga dapat membentuk pola pikir yang kritis
dan kreatif.
Berdasarkan paparan di atas, penulis menduga bahwa pembelajaran sinektik
dapat mendorong kemampuan berpikir kritis dan berpikir kreatif matematis
mahasiswa PGSD, karena model pembelajaran ini mengharuskan mahasiswa untuk
mendeskripsikan sendiri materi kuliah berdasarkan pola pikir mahasiswa. Dengan
pembelajaran ini mahasiswa dibiasakan untuk menganalogi dan memeriksa kembali
tugas awal yang diberikan dosen. Dengan demikian mereka akan terbiasa untuk
menggunakan kemampuan berpikir kritis dan membantu membentuk pola pikir yang
kreatif dari mahasiswa tersebut.
Atas dasar permasalahan dan fakta-fakta yang diungkapkan di atas, pada penelitian ini akan dikaji “Pengaruh Pembelajaran Sinektik terhadap Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis dan BerpikirKreatifMatematis MahasiswaPGSD”.
B. Rumusan Masalah
Mengacu pada latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka permasalahan
dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:
1. Apakah peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis mahasiswa yang
mendapat pembelajaran sinektik lebih baik daripada mahasiswa yang mendapat
pembelajaran konvensional?
2. Apakah peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis mahasiswa yang
mendapat pembelajaran sinektik lebih baik daripada mahasiswa yang mendapat
pembelajaran konvensional?
3. Apakah kemampuan berpikir kritis matematis mempengaruhi kemampuan
berpikir kreatif matematis mahasiswa atau sebaliknya?
4. Bagaimana sikap mahasiswa terhadap kemampuan berpikir kritis dan berpikir
8
C. Tujuan Penelitian
Sejalan dengan perumusan masalah seperti yang dikemukakan di atas, secara
khusus penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui apakah peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis mahasiswa
yang mendapat pembelajaran sinektik lebih baik daripada mahasiswa yang
mendapat pembelajaran biasa;
2. Mengetahui apakah peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis
mahasiswa yang mendapat pembelajaran sinektik lebih baik daripada mahasiswa
yang mendapat pembelajaran biasa;
3. Melihat apakah terdapat pengaruh antara kemampuan berpikir kritis matematis
terhadap kemampuan berpikir kreatif matematis atau sebaliknya;
4. Mendeskripsikan sikap mahasiswa terhadap kemampuan berpikir kritis dan
berpikir kreatif matematis.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagi mahasiswa, bila pembelajaran sinektik ini ternyata terbukti meningkatkan
kemampuan berpikir kritis dan kreatif dalam matematika, maka pembelajaran
sinektik ini dapat dijadikan sebagai model pembelajaran yang dapat ditempuh
mahasiswa untuk meningkatkan berpikir kritis dan kreatifnya dalam matematika
baik dalam proses belajar secara individu, kelompok atau dengan adanya
bimbingan dosen.
2. Bagi dosen di Universitas, jika ternyata pembelajaran sinektik ini dapat
meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif mahasiswa dalam
matematika, maka pembelajaran metematika dengan pembelajaran sinektik ini
dapat dijadikan salah satu alternatif untuk mengembangkan potensi berpikir kritis
dan berpikir kreatif dalam matematika.
3. Bagi peneliti lain, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan ide baru
untuk penelitian lebih lanjut, sehingga hasil-hasil penelitian semakin berkembang
9
4. Bagi dunia pendidikan, penelitian ini memberikan sumbangan pemikiran
pembelajaran khususnya bagi dosen-dosen yang mengajarkan mata kuliah
matematika di PGSD dalam rangka meningkatkan kualitas mahasiswa PGSD.
E. Definisi Operasional
Dalam rangka memperoleh persamaan persepsi dan menghindarkan
penafsiran yang berbeda dari beberapa istilah dalam penelitian ini, maka peneliti
memberikan definisi operasional sebagai berikut:
1. Kemampuan berpikir kritis yang dimaksud dalam penelitian ini adalah: (1)
Kemampuan membuat generalisasi dan mempertimbangkan hasil generalisasi,
yaitu kemampuan menentukan aturan umum dari data yang tersaji dan
kemampuan menentukan kebenaran hasil generalisasi beserta alasannya; (2)
Kemampuan merumuskan masalah ke dalam model matematis, yaitu kemampuan
menyatakan persoalan ke dalam diagram, tabel, grafik dan simbol matematis; (3)
Kemampuan mendeduksi dengan menggunakan prinsip, yaitu kemampuan untuk
menarik kesimpulan dari pernyataan-pernyataan yang disajikan dengan
menggunakan aturan inferensi; (4) Kemampuan memberikan contoh inferensi,
yaitu kemampuan menuliskan contoh soal yang memuat aturan inferensi.
2. Kemampuan berpikir kreatif yang dimaksud dalam penelitian ini adalah tingkat
ketrampilan matematis mahasiswa dalam berpikir lancar, luwes, orisinil,
memperinci dan mengevaluasi.
a. Ketrampilan berfikir lancar (fluency) yaitu mencetuskan banyak
ide/jawaban/penyelesaian masalah/pertanyaan dengan lancar dan
memberikan banyak cara/saran serta memikirkan lebih dari satu jawaban.
b. Ketrampilan berpikir luwes (flexibility) yaitu menghasilkan beragam
gagasan/jawaban/pertanyaan/arah alternatif dan melihat suatu masalah dari
beragam sudut pandang serta mampu mengubah cara pendekatan/pemikiran.
c. Ketrampilan berpikir orisinil (originality) yaitu, mampu melahirkan
ungkapan yang baru dan unik serta memikirkan cara/kombinasi yang tidak
10
d. Kemampuan elaborasi (elaboration) yaitu, mampu mengembangkan suatu
gagasan/produk dan menambahkan/memperinci detil-detil dari suatu
obyek/gagasan/situasi.
e. Ketrampilan menilai (evaluation) adalah kemampuan mengemukakan alasan
kebenaran jawaban soal yang telah dibuat.
3. Pembelajaran Sinektik adalah suatu teori tentang pernyataan persoalan dan
pemecahan berdasarkan pemikiran kreatif dengan menerapkan analogi dan
metafora yang dikembangkan melalui asumsi psikologi kreatif dan keunikan
individu.Untuk kepentingan penelitian ini, peneliti memodifikasi langkah-langkah
model pembelajaran sinektik dari Bruce, Marsya & Weil serta dari Masunah, dkk
yang disusun sebagai berikut: (1) Tahap persiapan; (2) Latihan-latihan
Peregangan (stretching exercises); (3) Tahap pengenalan konsep; (4) Tahap
berkreasi; dan (5) Presentasi karya.
4. Sikap (respon) mahasiswa adalah tanggapan mahasiswa yang menunjukkan
kecendrungan mahasiswa untuk merespon positif atau negatif tentang kemampuan
berpikir kritis dan berpikir kreatif matematis setelah berlangsungnya
pembelajaran model sinektik.
5. Pembelajaran biasa (konvensional) adalah pembelajaran yang biasa dilakukan
oleh dosen-dosen yang mengajar sebelumnya di kelas yang akan diteliti.
Pembelajaran dimulai dengan penyampaian materi, pemberian contoh soal oleh
dosen, dan dilanjutkan dengan pengerjaan soal-soal latihan oleh mahasiswa.
6. Peningkatan (gain) pada penelitian ini terdiri dari dua katagori. Kategori pertama
adalah gain absolut yang dihasilkan dari perhitungan, sedangkan katagori yang
kedua adalah gain ternormalisasi yang dikembangkan oleh Meltzer (2002).
43
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Tiga kegiatan penting yang dilakukan oleh peneliti selama penelitian
berlangsung yaitu mengontrol, memanipulasi, dan observasi. Dalam penelitian ini
peneliti juga membagi subjek yang diteliti menjadi dua grup, yaitu grup treatment
atau yang memperoleh perlakukan dan grup kontrol yang tidak memperoleh
perlakuan, sehingga peneliti dapat menentukan hubungan kausal atau sebab dan
akibat, menggunakan hipotesis dan melalui pengamatan, kemudian peneliti juga akan
menguji hipotesis sehingga tidak ada kontaminasi diantara variabel yang diteliti.
Berdasarkan keperluan penelitian, direncanakan untuk dilakukan penelitian
dengan menggunakan metode penelitian eksperimen, yaitu suatu cara untuk mencari
hubungan sebab akibat (hubungan kausal) antara dua faktor yang sengaja ditimbulkan
oleh peneliti dengan mengeliminasi atau mengurangi atau menyisihkan faktor-faktor
lain yang menganggu (Tukiran& Hidayati, 2011:53). Penelitian ini menggunakan
desain quasi-experimental.Jenis desain eksperimen yang digunakan yaitu kelompok
kontrol tidak ekivalen (the nonequivalent control group design).
Pola rancangan digambarkan sebagai berikut:
Kelas Eksperimen : O X O
Kelas Kontrol : O O
Keterangan:
O : Pretes atau postes kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematis.
X : Pembelajaran dengan model sinektik
- - - : Subjek tidak dikelompokkan secara acak
44
B. Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa PGSD S1 semester II tahun
ajaran 2012/2013. Peneliti memilih mahasiswa PGSD S1 semester II karena,
mahasiswa PGSD semester II merupakan kelompok mahasiswa yang dirasa siap
untuk menerima perlakuan penelitian ini baik secara waktu dan materi yang tersedia.
Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan teknik
pusrposive sample.Teknik pusrposive sample adalah teknik penentuan sampel dengan
cara mengambil subjek bukan didasarkan atas strata, random atau daerah tetapi
didasarkan atas adanya tujuan tertentu (Arikunto, 2010:183). Sampel dalam penelitian
ini adalah dua kelompok mahasiswa di kelas D dan E, dengan perlakuan kelas E
sebagai kelas eksperimen dan kelas D sebagai kelas kontrol.Pemilihan kelas
dilakukan atas dasar usulan dari pihak ketua prodi PGSD, dosen yang mengampu
mata kuliah Matematika Lanjutan, dan dosen yang pernah mengajar sebelumnya di
kelas tersebut.
Kelas yang terdapat di PGSD semester II Universitas Almuslim seluruhnya
berjumlah 5 kelas.Pendistribusian mahasiswa pada setiap kelas dilakukan secara
merata dengan jumlah mahasiswa berkisar antara 39 – 40 orang
mahasiswa.Kemampuan akademik mahasiswa tidak menjadi pertimbangan pada
pendistribusian mahasiswa, sehingga kemampuan akademik dari 5 kelas relatif
homogen.
C. Variabel Penelitian
Pada penelitian ini terdapat tiga jenis variabel, yaitu satu variabel bebas dan
dua variabel tidak bebas.Variabel bebasnya adalah pembelajaran menggunakan model
sinektik, sedangkan variabel tidak bebasnya adalah kemampuan berpikir kritis dan
kreatif mahasiswa dalam matematika setelah mendapatkan pembelajaran
menggunakan model sinektik.
D. Instrumen Penelitian
45
Soal diberikan secara tertulis dalam bentuk uraian karena berkaitan dengan
kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi yaitu kemampuan berpikir kritis dan
kreatif mahasiswa.Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Fraenkel & Wallen
(Runisah, 2008: 55) bahwa tes berbentuk uraian sangat cocok untuk mengukur
higherlevel learning outcomes.Soal tes kemampuan berpikir kritis dan kreatif secara
lengkap dapat dilihat pada Lampiran A.5 dan Lampiran A.6.Kriteria penskoran soal
tes kemampuan berpikir kritis dan kreatif menggunakan skor rubrik yang
dimodifikasi dari Facione & Ratnaningsih (dalam Runisah, 2008:55) yang disajikan
pada Lampiran A.7 dan Lampiran A.8.
Suatu instrumen yang akan digunakan haruslah memenuhi persyaratan
instrumen yang baik. Ruseffendi (1994:132) mengemukakan bahwa dalam penelitian
instrumen harus memenuhi persyaratan sebagai instrumen yang baik.Untuk
memperoleh kriteria soal tes yang baik, soal tersebut harus dinilai reliabilitas,
validitas, tingkat kesukaran dan daya pembeda.Sebelum melakukan analisis untuk
memperoleh kriteria soal tes yang baik, terlebih dahulu dihitung korelasi peringkat
Spearman (Spearman’s rank correlation) yang digunakan untuk mengukur
hunbungan antara dua variabel penilaian kemampuan berpikir kritis dan berpikir
kreatif yang dilakukan oleh penilai 1 dan penilai 2.Kriteria melakukan interpretasi
mengenai kekuatan hubungan antara dua variabel yang dimodifikasi dari Sarwono
(2006) adalah sebagai berikut:
0 : Tidak ada korelasi antara dua variabel
: Korelasi sangat lemah
: Korelasi cukup
: Korelasi kuat
: Korelasi sangat kuat
1 : Korelasi sempurna
Korelasi Peringkat Spearman (Spearman’s rank correlation) digunakan rumus
dari Uyanto (2009:230) sebagai berikut:
∑
46
√
√( ), dengan derajat kebebasan (degrres of freedom) = n – 2
Untuk menguji apakah koefisien korelasi peringkat Speraman yang diperoleh
signifikan digunakan hipotesis:
Ho :
H1 :
Keterangan:
= koefisien korelasi Spearman
n = jumlah data
= selisih pasangan peringkat (rank) ke-i
= parameter dari korelasi peringkat Spearman untuk kemampuan berpikir
kritis dan kreatif
Selanjutnya untuk memperoleh keputusan tentang signifikansi dua variabel
yang diuji, maka digunakan kriteria sebagai berikut:
- Jika angka sig. , maka hubungan kedua variabel signifikan.
- Jika angka sign. , maka hubungan kedua variabel tidak signifikan.
Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan bantuan software SPSS
versi 18.0 for windows dan Microsoft Excel 2007.Nilai uji coba instrumen berpikir
kritis dan kreatif matematis disajikan dalam Lampiran B.1 s/d Lampiran
B.2.Outputhasil uji korelasi instrumen berpikir kritis dan berpikir kreatif matematis
dapat dilihat pada Tabel 3.1dan Tabel 3.2.
Tabel 3.1
47
Hasil Korelasi Uji Coba Instrumen Berpikir Kreatif Antara Penilai 1 dan Penilai 2
Penilai 1 Berpikir Kreatif
Penilai 2 Berpikir Kreatif
Spearman's rho Penilai 1 Berpikir
Berdasarkan Tabel 3.1 dan Tabel 3.2 dapat diketahui bahwa korelasi uji coba
instrumen berpikir kritis dan berpikir kreatif matematis antara penilai 1 dan penilai 2
diperoleh dan , artinya terdapat korelasi yang sangat kuat
antara penilai 1 dan penilai 2. Karena signifikansi = 0,000 lebih kecil dari ,
maka Ho : ditolak, artinya ada hubungan yang signifikan antara penilai 1 dan
penilai 2 dalam hal penilaian hasil uji coba instrumen kemampuan berpikir kritis dan
kreatif matematis.
Setelah mengetahui bahwa terdapat hubungan antara penilai 1 dan penilai 2
pada penilaian hasil uji coba instrumen berpikir kritis dan kreatif matematis
mahasiswa PGSD, dilanjutkan dengan menguji perbedaan rerata nilai yang diberikan
antara penilai 1 dan penilai 2. Sebelum melakukan uji statistik lanjutan terhadap data
uji coba instrumen, terlebih dahulu dilakukan uji normalitas dan uji homogenitas
sebagai persyaratan untuk mengetahui pengujian statistik yang akan digunakan.
Hipotesis yang di uji untuk uji normalitas data adalah sebagai berikut:
Ho : Data sampel berasal dari populasi berdistribusi normal
H1 : Data sampel berasal dari populasi tidak berdistribusi normal
Untuk menguji normalitas sebaran data hasil uji coba instrumen digunakan uji
48
pengujian taraf signifikan = 5% melalui SPSS 18. Kriteria pengujian hipotesis
adalah jika Asymp sig 0,05 Ho ditolak, H1 diterima, tetapi sebaliknya jika Asymp
sig 0,05 Ho diterima, H1 ditolak.
Hasil uji normalitas uji coba instrumen kemampuan berpikir kritis dan
berpikir kreatif matematis antara penilai 1 dan penilai 2 dapat dilihat dari hasil output
SPSS pada Tabel 3.3 berikut ini.
Tabel 3.3
Uji Normalitas Hasil Uji Coba Instrumen Berpikir Kritis dan Kreatif Matematis Penilai 1 dan Penilai 2
Kolmogorov-Smirnova Statistic df Sig.
Berpikir KritisPenilai 1 0,211 28 0,002
BerpikirKritis Penilai 2 0,169 28 0,040
BerpikirKreatif Penilai 1 0,183 28 0,018 BerpikirKreatif Penilai 2 0,167 28 0,045
Berdasarkan data yang terdapat dalam Tabel 3.3 diketahui bahwa nilai Sig.
lebih kecil dari pada , artinya H0 ditolak. Dapat disimpulkan bahwa sebaran
data untuk uji coba instrumen beripikir kritis dan kreatif matematis penilai 1 dan
penilai 2 berasal dari data yang tidak berdistribusi normal.
Hipotesis yang di uji untuk uji homogenitas data adalah sebagai berikut:
Ho :
H1 :
Kriteria kehomogenan data ditentukan jika P-value (Sig.) untuk ,
maka H0 diterima, artinya variansi setiap sampel sama (homogen). Jika , untuk makaH0 ditolak, artinya variansi setiap sampel tidak
sama (tidak homogen).
Secara ringkas uji Homogenity of Variances (Levene Statistic) dapat dilihat
pada Tabel 3.4 hasil uji homogenitas pretes dan n-gain kemampuan berpikir kritis dan
berpikir kreatif matematis berikut ini.
Tabel 3.4
49
Kemampuan Levene Statistic df1 df2 Sig.
Berpikir Kritis 0,168 1 54 0,684
Berpikir Kreatif 0,153 1 54 0,697
Berdasarkan Tabel 3.4 terlihat bahwa nilai signifikansi yang diperoleh lebih
besar daripada artinya H0 diterima. Sehingga dapat diambil kesimpulan
bahwa variansi setiap sampel sama (homogen).
Setelah diketahui bahwa penilai 1 dan penilai 2 keduanya berasal dari varians
yang homogen, tetapi tidak berasal dari data yang berdistribusi normal, uji statistik
dilanjutkan dengan menggunakan uji non parametrik uji Mann-Whitney. Hipotesis
yang di uji adalah sebagai berikut:
Ho :
H1 :
Kriteria pengambilan keputusan ditentukan jika P-value (Sig.) untuk
, maka H0ditolak. Jika , untuk
makaH0diterima.Secara ringkas uji perbedaan rerata penilai 1 dan penilai 2 dapat
dilihat pada Tabel 3.5 berikut ini.
Tabel 3.5
Uji Perbedaan Rerata Instrumen Berpikir Kritis dan Kreatif Matematis Penilai 1 dan Penilai 2
Instrumen Berpikir Kritis
Instrumen Berpikir Kreatif
Mann-Whitney U 357,000 389,500
Z -0,577 -0,041
Asymp. Sig. (2-tailed) 0,564 0,967
Berdasarkan Tabel 3.5 terlihat bahwa nilai signifikansi yang diperoleh lebih
besar daripada artinya H0 diterima.Sehingga dapat diambil kesimpulan
bahwa tidak terdapat perbedaan secara signifikan antara penilai 1 dan penilai 2 pada
hasil penilaian uji coba instrumen berpikir kritis dan berpikir kreatif.
50
Reliabilitas suatu instrumen sama dengan konsistensi atau keajegan dari
instrumen yang akan digunakan. Suatu instrumen penelitian dikatakan mempunyai
nilai reliabilitas yang tinggi, apabila tes yang dibuat mempunyai hasil yang konsisten
dalam mengukur yang hendak diukur. Ini berarti semakin reliabel suatu tes memiliki
persyaratan maka semakin yakin kita dapat menyatakan bahwa dalam hasil suatu tes
mempunyai hasil yang sama ketika dilakukan tes kembali, yaitu jika pengukurannya
diberikan pada subyek yang sama meskipun dilakukan oleh orang yang berbeda,
waktu yang berbeda, tempat yang beda pula, alat ukur tidak terpengaruh oleh pelaku,
situasi, dan kondisi.
Untuk mengetahui koefisien reliabilitas perangkat tes berupa bentuk uraian
dipergunakan rumus Cronbach-Alphasebagai berikut (Suherman, 2003:153-154):
11
r = Reliabilitas tes secara keseluruhan n = Banyak butir soal (item)
2 is = Jumlah varians skor tiap item
s2t = Varians skor total
Dengan varian si2dirumuskan (Suherman, 2003:144):
Sebagai patokan menginterprestasikan derajat reliabilitas digunakan kriteria
51
0,90 r11≤ 1,00 Sangat Tinggi
Sedangkan untuk mengetahui signifikansi koefisien reliabilitas dibandingkan
dengan rtabel, dengan kaidah keputusan jika r11 rtabel, disimpulkan soal instrumen
adalah reliabel dan sebaliknya. Setelah dilakukan perhitungan dengan menggunakan
SPSS 16, diperoleh koefisien realibilitas tes untuk kemampuan berpikir kritis
sebesar0,759 dan koefisien realibilitas tes untuk kemampuan berpikir kreatif sebesar
0,709yang artinya soal-soal dalam tes berpikir kritis dan kreatif yang diujicobakan
memiliki realibilitas tinggi.Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran
B.3.
b. Validitas
Untuk menguji kesahihan (valid) instumen di lapangan/kelas, terlebih dahulu
dikonsultasikan ke dosen pembimbing dan ke pengajar matematika di tempat
penelitian. Kegiatan ini dilakukan untuk mengetahui validitas logis dari instrumen
yang akan digunakan. Menurut Arikunto (2010:212) validitas logis adalah validitas
yang diperoleh dengan suatu usaha hati-hati melalui cara-cara yang benar sehingga
menurut logika akan diketahui tingkat validitas yang dikehendaki. Validitas logik
terpenuhi bila instrumen yang bersangkutan sudah dirancang secara baik, mengikuti
teori dan ketentuan yang ada.Setelah lolos dari pengujian validitas logis, kemudian
dilanjutkan pada pengujian validitas empirik.Suatu instrumen lolos dari pengujian
validitas empirik setelah dilakukan uji coba di lapangan.Untuk memperoleh soal yang
handal (valid) jika hasil sesuai dengan kriteria yang diinginkan (kriterium), artinya
ada kesejajaran antara hasil tes dengan kriterium.
Tes yang digunakan untuk mengetahui kesejajaran dihitung dengan
menggunakan rumus korelasi Product Moment memakai angka kasar sebagai berikut
52
x = Nilai tes
y = Nilai rata-rata formatif
n = Banyaknya subjek
Sebagai patokan menginterprestasikan derajat validitas digunakan kriteria
menurut Guilford yang dimodifikasi (Suherman, 2003:113).Dalam hal ini rxy diartikan
sebagai koefisien validitas.
Tabel 3.7
Klasifikasi Koefisien Validasi
Koefisien Validasi Keterangan
0,90 < rxy≤ 1,00 Validasi Sangat Tinggi (sangat baik) 0,70 < rxy≤ 0,90 Validasi Tinggi (baik)
0,40 < rxy≤ 0,70 Validasi Cukup (cukup) 0,20 < rxy≤ 0,40 Validasi Rendah (kurang) 0,00 < rxy≤ 0,20 Validasi Sangat Rendah
rxy≤ 0,00 Tidak Valid
Selanjutnya uji validitas tiap item instrumen dilakukan dengan
membandingkan rxy dengan nilai kritis rtabel (nilai tabel).Untuk mengetahui validitas
suatu butir soal maka dilakukan uji validitas dengan bantuan SPSS 18 dan Microsoft
Ecxel 2007.Hasil perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran B.4.Hasil uji
validitas ini dapat diinterpretasikan dalam rangkuman yang disajikan pada Tabel 3.8.
Tabel 3.8
Interpretasi Uji Validitas Tes
Berpikir Kritis dan Berpikir Kreatif Matematis
53
Dari kesembilan butir soal yang digunakan untuk menguji kemampuan
berpikir kritis dan berpikir kreatif matematis berdasarkan kriteria validitas tes
diperoleh, bahwa kesembilan butir soal tersebut mempunyai validitas tinggi atau baik
dan cukup.Artinya, semua butir soal yang diujicobakan telah valid dan sudah dapat
digunakan untuk mengukur kemampuan berpikir kritis dan berpikir kreatif matematis
dalam penelitian.
c. Daya pembeda
Pengertian daya pembeda dari sebuah butir soal menyatakan seberapa jauh
kemampuan butir soal tersebut mampu membedakan antara testi yang mengetahui
jawabannya dengan benar dengan testi yang tidak dapat menjawab soal tersebut (testi
yang menjawab salah) (Suherman, 2003 : 159).
Perhitungan daya pembeda menggunakan rumus berikut:
Keterangan:
Np = jumlah skor kelompok atas
Nl = jumlah skor kelompok bawah
N = jumlah skor ideal
Klasifikasi interpretasi perhitungan daya pembeda dilakukan dengan katagori
koefisien daya pembeda dari Erman (2003:161) seperti tampak pada Tabel berikut.
Tabel 3.9
Klasifikasi Koefisien Daya Pembeda Besarnya Dp Interpretasi
0,20 Sangat Jelek
0 0,20 Jelek
0,20 0,40 Cukup
0,40 0,70 Baik
0,70 1 Sangat Baik
Jika data mempunyai jumlah paling banyak 30 orang, maka diambil sebanyak
50% siswa yang memperoleh skor tertinggi dikatagorikan kedalam kelompok atas
54
dikatagorikan kelompok bawah (lower group). Dari hasil perhitungan, diperoleh
daya pembeda tiap butir soal berpikir kritis dan berpikir kreatif matematis seperti
pada Tabel 3.10 berikut ini.
Tabel 3.10
Hasil Perhitungan dan Interpretasi Daya Pembeda Butir Soal Berpikir Kritis dan Berpikir Kreatif Matematis
Jenis Tes Nomor Soal Daya Pembeda Interpretasi
Berpikir Kritis
1 0,243 Cukup
2 0,300 Cukup
3 0,329 Cukup
4 0,514 Baik
Berpikir Kreatif
1 0,339 Cukup
2 0,393 Cukup
3 0,339 Cukup
4 0,214 Cukup
5 0,554 Baik
d. IndeksKesukaran
Derajat kesukaran suatu butir soal dinyatakan dengan bilangan yang disebut
indeks kesukaran. Bilangan tersebut adalah bilangan real pada interval 0,00 – 1,00.
Soal dengan indeks mendekati 0,00 berarti butir soal tersebut terlalu sukar, sebaliknya
soal dengan indeks kesukaran mendekati 1,00 berarti soal tersebut telalu mudah.
Kontinum indek kesukaran (Suherman, 2003 : 170) dapat dilihat pada Gambar 3.1.
Gambar 3.1
Kontinum Indeks Kesukaran Keterangan:
: Digunakan
± : Sebaiknya diperbaiki
: Harus diperbaiki
±
±
55
Untuk mengetahui derajat kesukaran masing-masing butir soal digunakan
rumus sebagai berikut (TIM Instruktur PKG, 1989: 82):
DK =
T = Jumlah peserta kelompok atas dan kelompok bawah
S mak = Skor tertinggi dari butir soal tersebut
S min = Skor terendah dari butirsoal tersebut
Kriteria penafsiran harga derajat kesukaran suatu butir soal menurut
Suherman (2003 : 170) adalah sebagai berikut :
Tabel 3.11
Koefisien Derajat Kesukaran
Koefisien Derajat Kesukaran Keterangan
IK = 0,00 Soal terlalu sukar
0,00 < IK 0,30 Soal sukar
0,30 IK 0,70 Soal sedang
0,70 IK < 1,00 Soal mudah
IK = 1,00 Soal terlalu mudah
Dari hasil perhitungan dengan menggunakan Microsoft Excel 2007, diperoleh
tingkat kesukaran tiap butir soal berpikir kritis dan berpikir kreatif matematis seperti
yang terangkum dalam Tabel 3.12berikut ini.
Tabel 3.12
Hasil Perhitungan dan Interpretasi Tingkat Kesukaran Butir Soal Berpikir Kritis dan Berpikir Kreatif Matematis
Jenis Tes Nomor Soal Tingkat Kesukaran Interpretasi
56
3 0,545 Sedang
4 0,411 Sedang
5 0,598 Sedang
e. Rekapitulasi Analisis Hasil Uji Coba Soal Tes Kemampuan Berpikir Kritis dan Berpikir Kreatif Matematis
Rekapitulasi dari perhitungan analisis hasil uji coba tes berpikir kritis dan
berpikir kreatif matamatis disajikan secara lengkap dalam Tabel 3.13.
Tabel 3.13
Rekapitulasi Analisis Hasil Uji Coba Tes Berpikir Kritis dan Berpikir Kreatif Matematis
Kemampuan
3 Tinggi Cukup Sedang
4 Cukup Cukup Sedang
5 Tinggi Baik Sedang
2. Skala Sikap
Skala sikap yang digunakan pada penelitian ini dapat dilihat pada Lampiran
A.9 dan Lampiran A.10.Skala sikap dibagikan kepada mahasiswa setelah
pembelajaran berlangsung. Skala yang dipakai adalah model Likert. Penskalaan
model Likert menurut Gable (dalam Azwar, 1988:139) merupakan metode
penskalaan pernyataan sikap yang menggunakan distribusi respon sebagai dasar
penentuan nilai skalanya. Kesetujuan dan ketidaksetujuan penskalaan dengan model
Likert masing-masing dibagi dalam lima macam katagori pilihan jawaban, yaitu Ss
(Sangat sering), S (Sering), Kd (Kadang-kadang), J (Jarang), dan Js (Jarang Sekali).
Penskalaan model Likert biasanya juga populer dengan nama metode rating
yang dijumlahkan (method of summated rating). Prosedur penskalaan dengan metode
rating yang dijumlahkan menurut Azwar (1988:139) didasari oleh dua asumsi, yaitu:
(1) setiap pernyataan sikap yang telah ditulis dapat disepakati ssebagai pernyataan
57
oleh individu yang mempunyai sikap positif harus diberi bobot atau nilai yang lebih
tinggi daripada jawaban yang diberikan oleh responden yang mempunyai sikap
negatif.
Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa pemberian skor dalam penskalaan
model Likert didasarkan pada penilaian peringkat atau rating, sehingga data yang
akan diolah dari skala sikap merupakan data yang berupa skala ordinal. Hal ini
sejalan dengan pendapat Ruseffendi (1993:16) yang menyatakan bahwa contoh lain
mengenai skala ordinal adalah peringkat. Skala ordinal adalah skala yang berlaku
hubungan lebih besar atau lebih kecil.Akan tetapi, berapa jauh selisih antara yang satu
dengan yang lain, tidak diketahui.
Jenis skala menentukan rumus dan uji statistik yang seharusnya dipergunakan,
sehingga dalam pengujian skala sikap dengan bentuk skala ordinal statistik yang
berlaku adalah statistik biasa yang disebut dengan statistik urut (order statistk).Hal ini
sesuai dengan pendapat Ruseffendi (1988:16) yang menyatakan bahwa skala ordinal
tidak bias dikenakan perhitungan rerata dan deviasi baku, statistik yang berlaku
dengan skala itu ialah statistik yang biasa disebut statistik urut (order statistic).
Kriteria pengambilan keputusan untuk mengetahui sikap mahasiswa terhadap
kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematis dalam penelitian ini dimodifikasi
dari pendapat Oktavien (2012:69) yang menyatakan bahwa untuk mengetahui sikap
positif atau sikap negatif mahasiswa terhadap berapikir kritis dan kreatif yaitu
persentase skor setiap pilihan mahasiswa dibandingkan dengan persentase skor
netral.Bila persentase skor pilihan mahasiswa yang berpihak kepada sikap positif
lebih kecil dari skor netral, artinya mahasiswa mempunyai sikap negatif.Sebaliknya
apabila persentase pemilih sikap positif lebih besar dari skor netral, artinya
mahasiswa memiliki sikap positif terhadap kemampuan berpikir kritis dan kreatif
matematis.
3. Lembar Observasi
Data yang dikumpulkan pada penelitian ini adalah data aktivitas mahasiswa
dan dosen selama proses pembelajaran untuk setiap kali pertemuan. Data aktifitas
58
menggunakan lembar observasi. Lembar observasi ini berupa hasil pengamatan dan
kritik/saran tentang jalannya pembelajaran yang sedang berlangsung, sehingga dapat
diketahui aspek-aspek apa yang harus diperbaiki/ditingkatkan.Lembar observasi
kegiatan mahsiswa dan kegiatan dosen selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran
A.11 dan Lampiran A.12.
Observasi ditujukan kepada kelas yang menyelenggarakan pembelajaran
dengan model Sinektik. Observasi ini dilakukan dengan maksud untuk mengetahui
kegiatan mahasiswa dan dosen selama pembelajaran berlangsung, menurut
Ruseffendi, 2005 observasi pada hal-hal tertentu lebih baik dari cara lapor diri (skala
sikap) karena observasi melihat aktivitas dalam keadaan wajar.
E. Tahap Penelitian
Langkah-langkah penelitian yang ditempuh dalam penelitian ini terbagi ke
dalam tiga tahap, yaitu: tahap persiapan, tahap penelitian dan tahap pengolahan data.
1. Tahap Persiapan Penelitian
Pada tahap persiapan penelitian yang dilakukan peneliti adalah:
a. Menyusun instrumen dan perangkat pembelajaran;
b. Melakukan validitas instrumen dengan dosen pembimbing dan orang-orang
yang berkompeten dalam bidang matematika serta dalam bidang bahasa
Indonesia;
c. Mengadakan uji coba instrumen;
d. Menganalisis hasil uji coba dan memberikan kesimpulan terhadap hasil uji
coba;
e. Berkunjung ke Universitas Almuslim untuk menyampaikan surat izin
penelitian dan sekaligus meminta izin melaksanakan penelitian;
f. Melakukan observasi pembelajaran yang dilakasanakan di Prodi PGSD dan
berkonsultasi dengan dosen yang mengajar mata kuliah matematika lanjutan
serta wawancara dengan dosen yang pernah mengajar mahasiswa yang akan
menjadi subyek penelitian pada semester sebelumnya. Ini dilakukan untuk
memberikan kemudahan bagi peneliti beradaptasi pada saat pelaksanaan
59
2. Tahap Pelaksanaan Penelitian
Pada tahapan pelaksanaan penelitian, yang dilakukan peneliti adalah:
a. Memilih kelas eksperimen dan kelas kontrol secara acak;
b. Melaksanakan pretes berupa soal kemampuan berpikir kritis dan kemampuan
berpikir kreatif. Tes ini diberikan baik kepada kelas eksperimen maupun
kepada kelas kontrol;
c. Melaksanakan pembelajaran model sinektik pada kelas eksperimen dan
pembelajaran biasa pada kelas kontrol;
d. Memberikan postes pada kelas eksperimen dan kelas kontrol, yang bertujuan
untuk mengetahui kemampuan berpikir kritis dan berpikir kreatif matematik
setelah mendapatkan perlakuan;
e. Memberikan skala sikap kepada siswa baik pada kelas eksperimen maupun
kelas kontrol. Ini bertujuan untuk mengetahui kegiatan atau pendapat siswa
terhadap pembelajaran matematika yang diberikan;
f. Melakukan pengkajian terhadap hal-hal yang dapat menjadi hambatan dan
dukungan dalam menerapkan pembelajaran matematika menggunakan
pembelajaran model sinektik.
3. Tahap Analisis Data
Pada tahap ini dilakukan analisis terhadap data yang telah diperoleh yaitu data
dari tes awal, tes berpikir kritis, tes berpikir kreatif, angket dan lembar observasi.
F. Teknik Analsis Data
1. Pengolahan Data Hasil Tes Berpikir Kritis dan Berpikir Kreatif
Terdapat dua jenis data yang dianalisis dalam penelitian ini, yaitu data
kuantitatif berupa hasil tes kemampuan berpikir kritis dan berpikir kreatif matematis
dan data kualitatif berupa hasil observasi dan skala sikap.Analisis data kuantitatif
dimaksudkan untuk mengetahui besarnya peningkatan kemampuan berpikir kritis dan
berpikir kreatif matematis.
Untuk mengetahui kemampuan berpikir kritis dan berpikir kreatif matematis
60
sesudah pembelajaran dengan pembelajaran model sinektik di kelas eksperimen dan
pembelajaran konvensional di kelas kontrol. Uji statistik yang digunakan dalam
penelitian ini adalah dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Menghitung statistik deskriptif skor pretes, postes dan gain yang meliputi skor
minimum, skor maksimun, rata-rata dan simpangan baku;
b. Menghitung besarnya peningkatan kemampuan berpikir kritis dan berpikir kreatif
matematis mahasiswa yang diperoleh dari skor pretes dan postes dengan
menggunakan gain ternormalisasi yang dikembangkan oleh Meltzer (2002)
sebagai berikut:
Gain ternormalisasi (g) =
Tabel 3.14
Kriteria Skor Gain Ternormalisasi Skor gain Interpretasi 0,70 g 1,00
0,30 g 0,70 g 0,30
Tinggi Sedang Rendah
c. Melakukan uji normalitas pada data skor pretes dan gain ternormalisasi untuk
kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Kriteria pengujian adalah tolak Ho
apabila Asymp.sig taraf signifikansi ( );
d. Menguji variansi, pengujian varians antara kelompok eksperimen dan kelompok
kontrol dilakukan untuk mengetahui apakah variansi kedua kelompok sama atau
berbeda. Pengujian ini dilakukan untuk data skor gain tenormalisasi pada
kemampuan berpikir kritis dan berpikir kreatif matematis;
Uji statistik menggunakan Uji Levenedengan kriteria pengujian adalah terima Ho
apabila Sig. Based on Mean tarafsignifikansi ( ).
e. Melakukan uji kesamaan dua rata-rata pada data skor pretes pada kedua kelompok
untuk mengetahui kemampuan berpikir kritis dan berpikir kreatif masing-masing
antara kedua kelompok. Hipotesis yang diajukan adalah: