BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 94
A. Hasil Studi Awal 94
B. Pengembangan Model Hipotetik 100
C. Uji Kelayakan Model 121
D. Model Akhir Penelitian 125
E. Pembahasan 156
F. Keterbatasan Model dan Keterbatasan Penelitian 174
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 176
A. Kesimpulan 176
B. Rekomendasi 179
DAFTAR PUSTAKA 182
RIWAYAT HIDUP 192
DAFTAR TABEL
2.1.
Rentang Usia Peserta Didik di PKBM/LPK Queen dan Baginda
Latar Belakang Pendidikan Peserta Didik di PKBM
Hasil Uji t, Hasil Postest Uji Coba Tahap I dan Tahap II
Hasil Pengujian Pada Kelompok Eksperimen
Hasil Posttest Uji Coba Pertama Yang Dipasangkan Dengan Hasil Posttest Uji Coba Tahap Kedua
31
Penduduk Usia Kerja (PUK) di Provinsi Gorontalo Tahun 2011 (dalam ribu)
Kerangka Berfikir Pola Pembinaan Remaja Putus Sekolah 21
2.1
Grand Model Tahapan Pembelajaran Berbasis Project work
Grand Model Pembelajaran Berbasis Project Work Kerangka Model Pembelajaran Berbasis Project work
Kegiatan Inti Dalam Project Work
Model Pembelajaran Berbasis Project Work Setelah Validasi
Model Akhir Tahapan Pembelajaran Berbasis Project Work Setelah Validasi
Model Akhir Pembelajaran Berbasis Project Work Setelah Validasi
Posttest Tahap I dan Tahap II
Hasil Ujian Komprehensif Program Doktor (S3)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Tantangan pendidikan nasional yang dihadapi oleh bangsa Indonesia
dari waktu kewaktu meliputi empat hal, yaitu peningkatan: (1) pemerataan
kesempatan, (2) kualitas, (3) efisiensi, dan (4) relevansi. Pengenalan
pendidikan kecakapan hidup (life skill education) pada semua jenis dan jenjang
pendidikan formal maupun non formal pada dasarnya didorong oleh anggapan
bahwa relevansi antara pendidikan dengan kehidupan nyata kurang erat.
Kesenjangan antara keduanya dianggap lebar, dalam kuantitas maupun
kualitas. Pendidikan makin terisolasi dari kehidupan nyata sehingga tamatan
pendidikan dari berbagai jenis dan jenjang pendidikan dianggap kurang siap
menghadapi kehidupan nyata.
Dengan melihat tingkat pertumbuhan penduduk yang sebesar 1,49
persen per tahun atau sebesar 3,5 juta jiwa ( BKKBN: 2011) maka jumlah
penduduk Indonesia pada tahun tersebut menjadi 241 juta jiwa, dan hal ini
sudah merupakan lampu kuning bagi pemerintah, karena laju penduduk terus
membengkak, tapi juga memberi dampak luas bagi penyediaan pangan,
pendidikan, kesehatan dan lapangan kerja.
Data terakhir tahun 2011, angka pengangguran terbuka di Indonesia
pengangguran setengah terbuka, yaitu mereka yang bekerja kurang dari 30 jam
per minggu. Masih tingginya angka pengangguran di Indonesia, harus diatasi
dengan menyiapkan sumber daya manusia yang memiliki kompetensi yang
unggul.
Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkapkan per Maret 2010 jumlah
penduduk miskin di Indonesia mencapai 31,02 juta jiwa (13,33%) atau turun
1,51 juta dibandingkan Maret 2009. Kondisi tersebut saat ini tetap
memperburuk dengan dampak krisis dan resesi global, bahkan mereka yang
lulus perguruan tinggi semakin sulit mendapatkan pekerjaan karena sedikitnya
ekspansi kegiatan usaha.
Dikti Depdiknas menyatakan ”data pengangguran terdidik di Indonesia
menunjukkan bahwa semakin tinggi pendidikan seseorang, semakin rendah
kemandirian dan semangat kewirausahaannya.”Pemerhati kewirausahaan
menyatakan bahwa sebagian besar lulusan Perguruan Tinggi adalah lebih
sebagai pencari kerja (job seeker) daripada pencipta lapangan pekerjaan (job
creator).
Keadaan tersebut disebabkan sistem pembelajaran yang diterapkan di
berbagai perguruan tinggi saat ini, yang umumnya lebih terfokus pada
ketepatan lulus dan kecepatan memperoleh pekerjaan, dan memarginalkan
kesiapan untuk menciptakan pekerjaan.
Pendidikan harus dijalankan dengan kreatif. Pendidikan kewirausahaan
menjadi pencari kerja ketika yang bersangkutan menyelesaikan studinya.
Untuk itu diperlukan pendidikan yang dapat mensinergikan berbagai mata
diklat/pelajaran menjadi kecakapan hidup yang diperlukan seseorang,
dimanapun ia berada, bekerja atau tidak bekerja, apapun profesinya.
Secara normatif, pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan
bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia
yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi
luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani,
kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab
kemasyarakatan dan kebangsaan (Undang-Undang Republik Indonesia No.20,
Tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional). Untuk mencapai tujuan
pendidikan nasional diperlukan upaya-upaya yang dapat menjembatani antara
siswa dengan kehidupan nyata. Kurikulum yang ada saat ini memang
merupakan salah satu upaya untuk menjembataninya, namun perlu
ditingkatkan kedekatannya dengan nilai-nilai kehidupan nyata. Tujuan
pendidikan kecakapan hidup juga bervariasi sesuai kepentingan yang akan
dipenuhi.
Sementara itu, Tim Broad Based Education Depdiknas (2002: 12)
mengemukakan bahwa tujuan pendidikan kecakapan hidup adalah untuk: (1)
mengaktualisasikan potensi peserta didik sehingga dapat digunakan untuk
memecahkan problema yang dihadapi, (2) memberikan kesempatan kepada
prinsip pendidikan berbasis luas, dan (3) mengoptimalkan pemanfaatan sumber
daya lingkungan sekolah, dengan memberi peluang pemanfaatan sumber daya
yang ada di masyaakat, sesuai dengan prinsip manajemen berbasis sekolah.
Meskipun bervariasi dalam menyatakan tujuan pendidikan kecakapan hidup,
namun konvergensinya cukup jelas yaitu bahwa tujuan utama pendidikan
kecakapan hidup adalah menyiapkan peserta didik agar yang bersangkutan
mampu, sanggup, dan terampil menjaga kelangsungan hidup dan
perkembangannya di masa datang. Esensi dari pendidikan kecakapan hidup
adalah untuk meningkatkan relevansi pendidikan dengan nilai-nilai kehidupan
nyata, baik preservatif maupun progresif. Memperhatikan kondisi di atas,
pembekalan dan penanaman jiwa entrepreneur pada peserta didik diharapkan
dapat memotivasi peserta didik untuk melakukan kegiatan kewirausahaan.
Pengalaman yang diperoleh di bangku kuliah ini diharapkan dapat dilanjutkan
setelah lulus, sehingga munculah wirausahawan baru yang berhasil
menciptakan kerja, sekaligus menyerap tenaga kerja. Ciputra (dalam
Direktorat Kelembagaan Dikti, 2009: (4) menegaskan ”pendidikan
kewirausahaan bisa memberi dampak yang baik bagi masa depan Indonesia,
seperti yang terjadi di Singapura. Namun kuncinya, pendidikan harus
dijalankan dengan kreatif”.
Untuk mencapai tujuan pendidikan nasional diperlukan upaya-upaya
yang dapat menjembatani antara siswa dengan kehidupan nyata. Kurikulum
menjembataninya, namun perlu ditingkatkan kedekatannya dengan nilai-nilai
kehidupan nyata. Bila demikian, pertanyaannya adalah: Apakah kurikulum
yang ada sekarang sudah merefleksikan kehidupan nyata saat ini? Untuk
menjawab pertanyaan ini diperlukan kajian yang mendalam terhadap
kurikulum yang ada dan terhadap nilai-nilai kehidupan saat ini. Kesenjangan
antara keduanya (kurikulum dan kehidupan nyata) merupakan tambahan
pengayaan yang perlu diintegrasikan terhadap kurikulum yang ada sehingga
kurikulum yang ada saat ini benar-benar merefleksikan nilai-nilai kehidupan
nyata. Pengenalan kecakapan hidup terhadap peserta didik bukanlah untuk
mengganti kurikulum yang ada, akan tetapi untuk melakukan reorientasi
terhadap kurikulum yang ada sekarang agar benar-benar merefleksikan
nilai-nilai kehidupan nyata.
Pendidikan kecakapan hidup merupakan upaya untuk menjembatani
kesenjangan antara kurikulum yang ada dengan tuntutan kehidupan nyata yang
ada saat ini, bukan untuk merombaknya. Penyesuaian-penyesuaian kurikulum
terhadap tuntutan kehidupan perlu dilakukan mengingat kurikulum yang ada
memang dirancang per mata pelajaran yang belum tentu sesuai dengan
kehidupan nyata yang umumnya bersifat utuh (Tim Broad Based Education
Depdiknas, 2002: 15).
Selain itu, kehidupan memiliki karakteristik untuk berubah, sehingga
sudah sewajarnya jika kurikulum yang ada perlu didekatkan dengan kehidupan
bergerak dan bukan sasaran yang diam. Dalam arti yang sesungguhnya,
pendidikan kecakapan hidup memerlukan penyesuaian-penyesuaian dari
pendekatan driven menuju ke demand-driven. Pada pendekatan
supply-driven, apa yang diajarkan cenderung menekankan pada school based learning
yang belum tentu sepenuhnya sesuai dengan nilai-nilai kehidupan nyata yang
dihadapi oleh peserla didik. Pada pendekatan demand-driven, apa yang
diajarkan kepada peserta didik merupakan refleksi nilai-nilai kehidupan nyata
yang dihadapinya sehingga lebih berorientasi kepada life skill-based learning.
Kecakapan hidup merupakan orientasi pendidikan yang mensinergikan
mata pelajaran menjadi kecakapan hidup yang diperlukan seseorang,
dimanapun ia berada, bekerja atau tidak bekerja, apapun profesinya.
Kecakapan hidup (Life skill) yaitu kemampuan dan keberanian untuk
menghadapi problema kehidupan, kemudian secara proaktif dan kreatif,
mencari dan menemukan solusi untuk mengatasinya.
Pendidikan kecakapan hidup memberikan manfaat pribadi peserta didik
dan manfaat sosial bagi masyarakat. Bagi peserta didik, pendidikan kecakapan
hidup dapat meningkatkan kualitas berpikir, kualitas kalbu, dan kualitas fisik.
Peningkatan kualitas tersebut pada gilirannya akan dapat meningkatkan
pilihan-pilihan dalam kehidupan individu, misalnya karir, penghasilan,
pengaruh, prestise, kesehatan jasmani dan rohani, peluang, pengembangan diri,
kemampuan kompetitif, dan kesejahteraan pribadi. Bagi masyarakat,
madani dengan indikator-indikator adanya: peningkatan kesejahteraan sosial,
pengurangan perilaku destruksif sehingga dapat mereduksi masalah-masalah
sosial, dan pengembangan masyarakat yang secara harmonis mampun
memadukan nilai-nilai religi, teori, solidaritas, ekonomi, kuasa dan seni (cita
rasa).
Proses kewirausahaan adalah meliputi semua kegiatan fungsi dan
tindakan untuk mengejar dan memanfaatkan peluang dengan menciptakan
suatu organisasi. Istilah wirausaha dan wiraswasta sering digunakan secara
bersamaan, walaupun memiliki substansi yang agak berbeda.
Secara esensi pengertian entrepreneurship adalah suatu sikap mental,
pandangan, wawasan serta pola pikir dan pola tindak seseorang terhadap
tugas-tugas yang menjadi tanggungjawabnya dan selalu berorientasi kepada
pelanggan. Atau dapat juga diartikan sebagai semua tindakan dari seseorang
yang mampu memberi nilai terhadap tugas dan tanggungjawabnya. Adapun
kewirausahaan merupakan sikap mental dan sifat jiwa yang selalu aktif dalam
berusaha untuk memajukan karya baktinya dalam rangka upaya meningkatkan
pendapatan di dalam kegiatan usahanya. Selain itu kewirausahan adalah
kemampuan kreatif dan inovatif yang dijadikan dasar, kiat, dan sumber daya
untuk mencari peluang menuju sukses. Inti dari kewirausahaan adalah
kemampuan untuk menciptakan seuatu yang baru dan berbeda (create new and
different) melaui berpikir kreatif dan bertindak inovatif untuk menciptakan
adalah sifat, ciri, dan watak seseorang yang memiliki kemauan dalam
mewujudkan gagasan inovatif kedalam dunia nyata secara kreatif.
Intinya, seorang Wirausahawan adalah orang-orang yang memiliki jiwa
Wirausaha dan mengaplikasikan hakekat Kewirausahaan dalam hidupnya.
Kewirausahaan (entrepreneurship) muncul apabila seseorang individu berani
mengembangkan usaha-usaha dan ide-ide barunya. esensi dari kewirausahaan
adalah menciptakan nilai tambah di pasar melalui proses pengkombinasian
sumber daya dengan cara-cara baru dan berbeda agar dapat bersaing.
Dengan demikian, kerangka pengembagan pendidikan berbasis
kecakapan hidup idealnya ditempuh secara berurutan sebagai berikut (Slamet
PH, 2002) dalam http://www.google.com/Pendidikan.life.skills/: Pertama,
diidentifikasi masukan dari hasil penelitian, pilihan-pilihan nilai, dan dugaan
para ahli tentang nilai-nilai kehidupan nyata yang berlaku. Kedua, masukan
tersebut kemudian digunakan sebagai bahan, untuk mengembangkan
kompetensi kecakapan hidup. Kompetensi kecakapan hidup yang dimaksud
harus menunjukkan kemampuan, kesanggupan, dan keterampilan untuk
menjaga kelangsungan hidup dan perkembangannya dalam dunia yang sarat
perubahan. Ketiga, kurikulum dikembangkan berdasarkan kompetensi
kecakapan hidup yang telah dirumuskan. Artinya, apa yang harus, seharusnya,
dan yang mungkin diajarkan pada peserta didik disusun berdasarkan
kompetensi yang telah dikembangkan. Keempat, penyelenggaraan pendidikan
kecakapan hidup dapat dilaksanakan secara cermat. Hal-hal yang diperlukan
untuk penyelenggaraan pendidikan kecakapan hidup seperti misalnya tenaga
kependidikan (guru / Dosen / Fasilitator), pendekatan-strategi-metode
pembelajaran, media pendidikan, fasilitas, tempat belajar dan durasi belajar,
harus siap. Kelima, evaluasi pendidikan kecakapan hidup perlu dibuat
berdasarkan kompetensi kecakapan hidup yang telah dirumuskan pada langkah
kedua. Karena evaluasi belajar disusun berdasarkan kompetensi, maka
penilaian terhadap prestasi belajar peserta didik tidak hanya dengan pencil and
paper test, melainkan juga dengan performance test dan bahkan dengan
evaluasi otentik. Kriteria dalam penyelenggaraan Program Pendidikan
Kecakapan Hidup (Life skills) ini harus meliputi: (1) penggalian berdasarkan
karakteristik masyarakat dan potensi daerah setempat; (2) pengembangan
berdasarkan hasil identifikasi kebutuhan kelompok sasaran; (3) adanya
dukungan dari pemerintah setempat; (4) prospektif untuk berkembang dan
berkesinambungan; (5) ketersediaan nara sumber teknis dan prasarana untuk
praktek keterampilan yang memadai; (6) memiliki dukungan lingkungan
(perusahaan, lembaga pendidikan, dan lain-lain); (7) memiliki potensi untuk
mendapatkan dukungan pendanaan dari berbagai sektor; (8) berorientasi pada
peningkatan kompetensi keterampilan berusaha.
Dalam kehidupan keseharian, manusia akan selalu dihadapkan problema
hidup yang harus dipecahkan dengan menggunakan berbagai sarana dan situasi
satu inti kecakapan hidup (life skill). Artinya kecakapan yang selalu diperlukan
oleh seseorang di manapun ia berada, baik yang berstatus peserta didik,
pekerja, guru, pedagang, maupun orangtua. Pengertian life skill adalah
kecakapan yang dimiliki seseorang untuk mau dan berani menghadapi
problema hidup dan kehidupan secara wajar tanpa merasa tertekan kemudian
secara proaktif dan kreatif mencari serta menemukan solusi sehingga akhirnya
mampu mengatasinya. Kecakapan hidup (life skill) dapat dipilah menjadi lima
bagian, ialah kecakapan mengenal diri (self awarness), kecakapan berpikir
rasional (thinking skill), kecakapan sosial (social skill), kecakapan akademik
(academic skill), dan kecakapan vokasional (vocational skill).
Pendidikan kecakapan hidup berbasis kewirausahaan dapat
dilaksanakan pada jenjang pendidikan formal maupun non formal. Hal ini
dikarenakan bahwa kurikulum pada jenjang pendidikan formal maupun non
formal hampir memiliki kesamaan tujuan, yaitu peningkatan kualitas
pengetahuan, keterampilan dan sikap. Namun tujuan tersebut belum dapat
meningkatkan kecakapan hidup seperti yang tercantum dalam undang-undang.
Pendidikan nonformal, menurut pendapat Suyanto (dalam Tim Broad Based
Education Depdiknas: 2002), sangat efektif untuk membantu mengatasi
berbagai permasalahan yang melilit bangsa Indonesia, antara lain, besarnya
angka pengangguran akibat kurang terampil. Salah satu langkah yang amat
penting dalam mewujudkan masyarakat terdidik dan sejahtera dalam bidang
menjadi primadona bagi PLS, karena menjadi tujuan utama pendidikan
nonformal untuk meningkatkan kecakapan hidup masyarakat.
Program ini bertujuan meningkatkan keterampilan dan kecakapan hidup
peserta didik, sehingga lulusannya menjadi tenaga terampil atau mampu
berusaha mandiri. Kemandirian itu berbasis potensi unggulan daerah baik yang
berspektrum pedesaan maupun perkotaan, serta berorientasi pada pasar lokal,
nasional, dan global. Dengan demikian, katanya, kualitas, produktivitas dan
pendapatan masyarakat kelompok sasaran baik di pedesaan maupun di
perkotaan semakin meningkat.
Pada hematnya keberhasilan sistem pendidikan dapat dilihat dari
kemampuan lulusannya menggunakan hasil pendidikan untuk hidup. Oleh
karena itu, sistem pendidikan yang baik seharusnya mampu memberikan bekal
bagi lulusannya untuk menghadapi kehidupan atau memberikan life skills pada
peserta didik. Secara logika, makin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka
makin tinggi pula peran yang dapat dimainkannya dalam kehidupan di
masyarakat. Namun terdapat pula peserta didik yang tidak dapat melanjutkan
pendidikan (putus sekolah) dikarenakan alasan biaya yang tidak tersedia.
Pemberian keterampilan life skills pada kalangan remaja yang putus
sekolah penting diberikan bagi peningkatan kualitas sumber daya manusia
(SDM). Kebanyakan dari mereka belum siap kerja, apalagi untuk siap hidup.
Di Kabupaten Bonebolango, jumlah pemuda putus sekolah baik pada
cukup bervariasi antara satu kecamatan dengan kecamatan lainnya. Usaha
yang dilakukan oleh pemerintah untuk mengatasi pemuda putus sekolah adalah
dengan memberikan pendidikan kecakapan hidup melalui PKBM serta
mengikutkan mereka pada kegiatan-kegiatan kursus dengan pendanaan dari
pemerintah. Namun pendidikan kecakapan hidup yang diberikan belum
memasukkan program kewirausahaan sehingga setelah menyelesaikan kursus
atau pelatihan, peserta tidak dapat mengembangkan pengetahuan, keterampilan
dan sikapnya dikarenakan tidak dibekali dengan jiwa wirausaha.
B. Identifikasi Masalah dan Fokus Penelitian
1. Identifikasi Masalah
Pada kondisi sekarang ini, peran Pendidikan Luar Sekolah semakin
meningkat menyusul pertambahan penduduk yang sulit untuk dikendalikan,
lapangan kerja yang semakin terbatas dengan pengangguran yang tidak hanya
pada kalangan tidak terpelajar, bahkan dikalangan kaum terpelajar juga
pengangguran sulit dihindari.
Belum lagi masalah TKI (Tenaga Kerja Indonesia) dan TKW (Tenaga
Kerja Wanita) yang selalu menjadi berita baik di media cetak maupun media
elektronik. Hal tersebut merupakan beban pekerjaan pemerintah dan seluruh
rakyat Indonesia untuk mencari solusi yang tepat, sehingga dampaknya dapat
dirasakan oleh semua tenaga kerja yang bermasalah maupun tenaga kerja yang
Masalah ketenagakerjaan bukan hanya tanggungjawab pemerintah
pusat semata, namun juga menjadi beban seluruh elemen bangsa ini, termasuk
para pengambil kebijakan di daerah, khususnya yang menangani masalah
kepemudaan dan ketenagakerjaan. Betapa tidak, pada usia produktif dan
bahkan usia remaja, banyak kita jumpai warga belajar muda yang sering
berkumpul diperempatan jalan, di gardu gardu ronda, tempat tempat umum,
dengan kegiatan yang tidak jelas. Apabila hal ini dibiarkan berlangsung, maka
pada titik ini akan timbul kerawanan sosial, kenakalan remaja dan akibatnya
akan meresahkan masyarakat sekitar dan pada akhirnya akan merepotkan
orang tua dari para remaja tersebut.
Khusus di Kabupaten Bonebolango, yang merupakan daerah otonom
hasil pemekaran dari kabupaten induk (Kabupaten Gorontalo) dan berumur
masih relatif muda (sekitar 8 tahun), masalah kepemudaan dan
ketenagakerjaan juga sudah mulai dirasakan oleh masyarakat, orangtua dan
pemerintah daerah. Umumnya para pemuda yang belum memperoleh
pekerjaan tetap dan layak tersebut adalah para tamatan SD, SMP dan drop out
SMA/SMK. Mereka inilah yang ditangani secara intensif oleh pemerintah
daerah serta kelompok kelompok masyarakat dalam lembaga non formal yakni
(Lembaga Pendidikan Keterampilan) dan PKBM (Pusat Kegiatan Belajar
Masyarakat).
Dalam PKBM inilah mereka diarahkan dan dibina serta diberikan
memperoleh lapangan kerja atau bahkan membuka lapangan kerja sendiri guna
mendapatkan kehidupan yang layak. Dalam pelaksanaan program ini peran
Dinas Pendidikan Kabupaten Bonebolango sangat diperlukan baik dalam hal
regulasi program, maupun memfasilitasi masalah pendanaan yang diperlukan
dalam pelaksanaan program pelatihan tersebut.
Model pelaksanaan program pembelajaran, dirasakan masih merupakan
hal yang belum optimal melaksanakan belajaran, sehingga perlu dicarikan pola
baru untuk menjawab kebutuhan pembelajaran yang optimal, berdaya guna
dan berhasil guna untuk menjawab tantangan kebutuhan ketenagakerjaan dan
pengangguran yakni alumni yang profesional, terampil, mandiri dan berjiwa
kewirausahaan.
2. Fokus Penelitian
Dalam penelitian ini, penulis memfokuskan diri pada pelaksanaan
program pembelajaran di Lembaga Pendidikan Keterampilan (LPK) dan Pusat
Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Kabupaten Bonebolango, yang
melaksanakan belajaran program pelatihan kejuruan antara lain keterampilan:
(1) elektronika dasar; (2) komputer dan internet; (3) montir otomotif (sepeda
motor); (3) pertukangan kayu; (4) las fabrikasi; (5) tata busana; (6) peternakan;
(7) perikanan; (8) dan lain lain
Dari berbagai jenis keterampilan kejuruan yang dilaksanakan
keterampilan komputer dan internet. Alumni dari dua kejuruan ini diharapkan
akan mampu menjadi tenaga kerja dibidangnya, dan bahkan dapat membuka
peluang usaha baru, sehingga dapat membantu mengatasi masalah
ketenagakerjaan dan pengangguran walaupun dari skala mikro. Semoga upaya
ini dapat berkelanjutan, berdaya guna dan berhasil guna.
Untuk melaksanakan pembelajaran dan merealisasikan semua
keinginan tersebut diperlukan model pembelajaran yang diharapkan mampu
menjawab kebutuhan kompetensi alumni, yang harus memiliki profil:
profesional, terampil, mandiri dan berjiwa kewirausahan.
Penelitian ini dilaksanakan dalam rangka mencapai profil alumni
seperti tersebut diatas dengan melaksanakan model pembelajaran berbasis
Project work untuk meningkatkan jiwa kewirausahaan bagi remaja putus
sekolah.
C. Rumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian
1. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah, maka rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah belum terdapatnya pengembangan model
pembelajaran Project work dalam meningkatkan jiwa kewirausahaan bagi
remaja putus sekolah, di Kabupaten Bonebolango.
2. Pertanyaan Penelitian
Mengacu pada rumusan masalah di atas, maka disusun pertanyaan
a. Bagaimana kondisi pembelajaran yang dilaksanakan pada PKBM di
Kabupaten Bonebolango ?
b. Bagaimana model pembelajaran berbasis Project work yang diajarkan
di PKBM Kabupaten Bonebolango?
c. Sejauhmana pelaksanaan pembelajaran kewirausahaan bagi remaja
putus sekolah di PKBM Kabupaten Bonebolango ?
d. Bagaimana efektifitas pelaksanaan model pembelajaran berbasis
Project Work dalam meningkatkan jiwa kewirausahaan remaja putus
sekolah pada PKBM di Kabupaten Bonebolango ?
D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan pada perumusan masalah, penelitian ini secara umum
memiliki tujuan untuk menerapkan model pembelajaran berbasis Project work
dalam meningkatkan kehidupan remaja putus sekolah pada PKBM di
Kabupaten Bonebolango.
Sedangkan yang menjadi tujuan khususnya adalah untuk:
a. Untuk mendiskripsikan kondisi pembelajaran yang dilaksanakan pada
PKBM di Kabupaten Bonebolango.
b. Untuk mendiskripsikan model pembelajaran berbasis Project work
c. Untuk mendiskripsikan pelaksanaan pembelajaran kewirausahaan
bagi remaja putus sekolah di PKBM Kabupaten Bonebolango.
d. Untuk menguji efektifitas penerapan model pembelajaran berbasis
Project Work dalam meningkatkan jiwa kewirausahaan remaja putus
sekolah pada PKBM di Kabupaten Bonebolango.
2. Kegunaan Penelitian
Dengan melaksanakan model pembelajaran berbasis Project work ini
diharapkan dapat bermanfaat secara teoritis pada saat penyusunan program
maupun secara praktis dalam pelaksanaan program dan membawa dampak
positif bagi kalangan pendidikan luar sekolah, khususnya para praktisi
pendidikan luar sekolah di lingkungan PKBM maupun di lembaga kursus
lainnya.
Adapun kegunaan penelitian ini kedepan diharapkan dapat digunakan:
a. Bagi para peserta didik di PKBM maupun lembaga kursus kejuruan
lainnya sebagai pemicu usaha memperoleh keterampilan dan upaya
mempersiapkan diri sebaga wirausahawan yang handal dimasa depan.
b. Bagi para praktisi pendidikan luar sekolah khususnya di PKBM, dapat
menjadi masukan model pembelajaran yang berbasis kerja proyek
(Project work Based Learning).
c. Bagi pengambil kebijakan di daerah, dalam hal ini Dinas Pendidikan
sebagai bahan alternatif pembinaan dan kegiatan di lembaga lembaga
dibawah binaannya.
d. Bagi pemerintah pusat (Depdikbud), sebagai gambaran keadaan di
daerah khususnya masalah kepemudaan dan ketenagakerjaan, serta
alternatif program kegiatan yang dapat melaksanakan belajaran untuk
mengurangi masalah pengangguran dan kerawanan yang disebabkan
oleh kenakalan remaja.
E. Asumsi Penelitian
Perubahan paradigma penyelenggaraan pendidikan kejuruan pasca
reformasi, antara lain:
a. Perubahan pola pendidikan dan pelatihan dari supply-driven menjadi
demand-driven.
b. Pengelolaan pendidikan yang tadinya sentralistik menjadi
desentralisasi.
c. Pendekatan pembelajaran bergeser dari mata pelajaran menjadi
pembelajaran berbasis kompetensi.
d. Pola penyelenggaraan pendidikan berkembang dari terstruktur
menjadi fleksibel (luwes) dan permeabel (terbuka).
Persepsi terhadap Pendidikan Luar Sekolah masih menjadi lembaga
pendidikan ’kelas dua’ dibanding pendidikan formal. Padahal, realitanya
adalah: 1) Pendidikan Luar Sekolah (PLS) jadi salah satu komponen yang
perdagangan bebas, ada tuntutan kebutuhan sumber daya manusia (SDM)
3)Indonesia sebagai pemasok tenaga kerja yang cukup produktif di mata
internasional, ikut bersaing dengan negara lain.
Pengembangan model pembelajaran berbasis metode project work
sangat diperlukan dalam meningkatkan kesejahteraan remaja putus sekolah di
Kabupaten Bonebolango yang melaksanakan belajaran secara reguler maupun
non reguler.
Sementara jumlah pemuda putus sekolah senantiasa meningkat dari
tahun ke tahun, dimana jumlah lapangan kerja sangat terbatas dan semakin
bersifat kompetitif.
Ini adalah sebuah fenomena, diharapkan sistem pendidikan di
Kabupaten Bonebolango dapat dikembangkan untuk meningkatkan angka siap
kerja dan mencegah bertambahnya pengangguran. Menjawab permasalahan
ini, agaknya PLS dalam hal ini PKBM menjadi salah satu jalan keluarnya
dalam menyiapkan sumber daya manusia yang cukup potensial.
Life skills atau keterampilan hidup dalam pengertian ini mengacu pada
beragam kemampuan untuk menempuh kehidupan dengan sukses, bahagia dan
secara bermartabat di masyarakat. Yang dapat diindikasikan sebagai berikut:
(1) Life skills merupakan kemampuan yang diperlukan sepanjang hayat, (2)
kepemilikan kemampuan berfikir yang kompleks, (3) komunikasi secara
efektif , (4) membangun kerjasama, (5) melaksanakan belajaran peranan
kecakapan untuk bekerja, (7) dan memiliki karakter dan etika untuk terjun ke
dunia kerja.
Direktorat Pendidikan Kesetaraan dalam kebijakannya selalu
mengarahkan Program Paket A, Paket B dan Paket C pada kompetensi
keterampilan fungsional dan kepribadian profesional sesuai kekhasan
pendidikan nonformal. Nampaknya dalam mengatasi masalah pengangguran
mempengaruhi sisi supply dan demand tenaga kerja, adalah pekerjaan yang
harus dilakukan: (1) Pada sisi demand, perlu diupayakan meningkatkan
pertumbuhan ekonomi agar mampu menyerap tenaga kerja, (2) Pada sisi
supply, perlu dihambat laju pertumbuhan angkatan kerja. (3) Pada elemen laju
pertumbuhan angkatan kerja, terkait di dalamnya soal laju pertumbuhan
penduduk.
Tabel 1.1. Kegiatan Warga Masyarakat Gorontalo Pasangan Usia Kerja (PUK) Tahun 2011
Kegiatan Warga Laki laki Perempuan Jumlah
PUK 359,509 361,091 717,600
Angkatan Kerja 291,810 166,769 458,579
Bekerja 281,714 155,745 437,459
Penganggur 10,096 11,024 21,120
Bukan Naker 64,699 194,322 259,021
Sekolah 36,495 34,898 71,393
Rumah Tangga 11,207 151,442 162,649
Pada sisi supply, hal yang perlu dilakukan adalah mengendalikan laju
pertumbuhan penduduk. Dalam hal ini jumlah Penduduk Usia Kerja (PUK)
dikurangi jumlah Penduduk yang bekerja: 717.600 – 437.459 = 280.141 orang,
dan inilah yang menjadi perhatian pemerintah daerah, jangan sampai yang
masuk golongan Anak Usia Sekolah namun tidak bersekolah dan yang lainnya
menjadi pengangguran terbuka. Pertumbuhan penduduk dan laju angkatan
kerja, memang ibarat dua sisi mata uang yang tak dapat dipisahkan, seperti
digambarkan dalam grafik sebagi berikut:
Gambar 1.1. Penduduk Usia Kerja (PUK) di prov. Gorontalo tahun 2011 (dalam ribu)
F. Definisi Operasional
Peneliti menganggap bahwa beberapa definisi operasional secara
konseptual perlu diuraikan sebagai berikutt:
1. Model merupakan kerangka atau pola yang telah dirancang dengan
dengan mudah dan praktis. Dengan kriteria tersebut maka dapat diartikan
bahwa model merupakan sebuah rancangan guna membantu dan
memberikan kontribusi dalam sistem pembelajaran keterampilan bagi
remaja putus sekolah.
2. Pembelajaran merupakan suatu proses dimana perilaku diubah dan
dapat dikatakan memberikan hasil jika orang orang dapat berinteraksi
dengan informasi seperti materi, kegiatan dan pengalaman (Malcom
Knowles: 1973). Sedangkan belajar adalah perubahan persepsi dan
pemahaman. Perubahan persepsi dan pemahaman tidak selalu berbentuk
perubahan tingkah laku yang bisa diamati. Setiap orang telah mempunyai
pengalaman dan pengetahuan di dalam dirinya
3. Project Work atau Pembelajaran berbasis proyek merupakan metoda
pembelajaran yang menggunakan masalah sebagai langkah awal dalam
mengumpulkan dan mengintegrasikan pengetahuan baru berdasarkan
pengalamannya dalam beraktifitas secara nyata. Project work dirancang
untuk digunakan pada permasalahan komplek yang diperlukan pelajar
dalam melakukan insvestigasi dan memahaminya. Berikut pengertian PBL
menurut beberapa ahli. (a) Project work adalah metoda pengajaran
sistematik yang mengikut sertakan pelajar ke dalam pembelajaran
pengetahuan dan keahlian yang kompleks, pertanyaan
authentic dan perancangan produk dan tugas (University of Nottingham:
konstruktif untuk pendalaman pembelajaran dengan pendekatan berbasis
riset terhadap permasalahan dan pertanyaan yang berbobot, nyata dan
relevan bagi kehidupannya (Barron, B: Wikipedia 1998). (c) Project work
adalah pendekatan komprehensif untuk pengajaran dan pembelajaran yang
dirancang agar pelajar melakukan riset terhadap permasalahan
nyata (Blumenfeld et Al: 1991). (d) Project work adalah cara yang
konstruktif dalam pembelajaran menggunakan permasalahan
sebagai stimulus dan berfokus kepada aktifitas pelajar (Boud & Felleti:
1991).
4. Jiwa Kewirausahaan adalah sikap atau perilaku yang harus dimiliki
oleh seseorang untuk menimbulkan kemampuan menciptakan sesuatu yang
baru secara kreatif/inovatif dan kesanggupan hati untuk mengambil resiko
atas keputusan hasil ciptaannya serta melaksanakan belajarannya secara
terbaik (sungguh-sungguh, ulet, gigih, tekun, progresif, pantang menyerah.)
sehingga nilai tambah yang diharapkan dapat dicapai. Oleh karenanya,
seorang wirausahawan harus memiliki kemampuan untuk memikirkan
sesuatu yang belum pernah dipikirkan oleh orang lain (prinsip kreatif dan
inovatif) dan hasilnya adalah buah pikiran yang asli dan bukannya
replikasi, baru dan bukannya meniru, memberi kontribusi dan bukannya
membuat rugi. Kewirausahaan dapat diartikan sebagai singkatan dari:
Kreatif, Enerjik, Wawasan luas, Inovatif, Rencana bisnis, Agresif, Ulet,
5. Remaja Putus Sekolah adalah para remaja usia sekolah dan juga usia
produktif yang karena berbagai penyebab tidak dapat meneruskan
pedidikannya (drop out) seperti masalah ekonomi, sosial, salah pergaulan
ataupun penyebab lainnya. Salah atau penyebab dari banyaknya remaja
putus sekolah adalah karena mereka tidak mampu membiayai sekolah, dan
akhirnya putus sekolah (dropout). Pengaruh banyaknya perusahaan besar
dan menengah yang gulung tikar pada saat krisis ekonomi tahun 1988 yang
lalu, menyebabkan puluhan, ratusan ribu bahkan jutaan tenaga kerja
kehilangan nafkah mereka. Ini menyebabkan orang tua dari para siswa
banyak yang kena akibat pemutusan hubungan kerja tersebut. Orang tua
dari warga belajar tidak mampu membiayai sekolah, dan akhirnya putus
sekolah (dropout).
G. Kerangka Berfikir
Masalah model pembelajaran, Project work, jiwa kewirausahaan dan
remaja putus sekolah, merupakan empat hal yang sebenarnya tidak terpisah
satu sama lain. Antar elemen ini ada keterkaitan dimana arah dari model
pembelajaran menuju ke materi Project work, yang diharapkan dapat
menimbulkan semangat ataupun jiwa kewirausahaan yang pada akhirnya dapat
memberikan solusi masalah bagi remaja putus sekolah.
Kerangka berfikir dalam penelitian ini yang mengacu pada empat
kelak dapat berubah dari posisi pencari kerja menjadi pekerja atau bahkan
pencipta lapangan kerja baru, untuk peningkatan kesejahteraan baik dirinya
maupun teman dekat serta masyarakat sekitarnya. (2) Berbagai macam
pelatihan berbasis kewirausahaan, yang merupakan bahan pembelajaran untuk
memberikan keterampilan yang dapat digunakan sebagai modal untuk
berusaha dan mencari pola untuk peningkatan taraf hidup bagi para remaja
yang tidak berkesempatan melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi (drop out
SD, SMP, SMA). (3) Model pembelajaran berbasis Project work yang
merupakan kerangka kegiatan yang dilaksanakan di Pusat Kegiatan Belajar
Masyarakat (PKBM) merupakan model yang ditawarkan dan dujicobakan oleh
penulis untuk memberikan bekal keterampilan sehingga alumni pelatihan
memiliki jiwa kewirausahaan untuk menuju kemandirian. (4) Wirausaha yang
merupakan bagian tak terpisahkan dalam proses pembelajaran guna
memberikan bekal pengetahuan dan kiat kiat berusaha untuk kelangsungan
usaha yang bermuara pada kegiatan berusaha untuk mendapatkan penghasilan
untuk mencukupi kebutuhan hidup sehingga tidak menjadi beban masyarakat
ataupun pemerintah jika memungkinkan termasuk masalah permodalan. (5)
Perubahan tingkah laku, yang merupakan harapan bagi para peserta pelatihan
agar mampu berubah dari posisi tergantung kepada orangtua atau pihak lain,
menjadi mandiri atau bahkan dapat membantu orang lain dalam hal
ketenagakerjaan, (6) Terjun ke masyarakat, dengan berbekal keterampilan baik
teknis merakit) maka para alumni diharap siap terjun ke masyarakat. (7)
Remaja mandiri, inilah tujuan akhir dari pelatihan untuk merubah status dari
tergantung kepada orang lain, menuju mandiri dalam arti bisa memenuhi
kebutuhan hidupnya atau berwirausaha mandiri (menciptakan lapangan kerja
sendiri) untuk membantu keluarga, teman dan bahkan masyarakat sekitarnya.
Gambar 1.2. Kerangka Berfikir Pola Pembinaan Remaja Putus Sekolah
Remaja Putus sekolah
Model Pembelajaran
Project Work
Wirausaha
Perubahan Tingkah
laku Terjun ke
Masyarakat Remaja
Mandiri
Berbagai Macam
Pelatihan
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Paradigma Penelitian
1. Penentuan Lokasi dan Subyek Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan guna melihat pembelajaran pada
PKBM yang ada di Kabupaten Bonebolango. Alasan penulis
mengambil lokasi penelitian di Bonebolango ini adalah, umur
yang relatif masih muda, sebagai kabupaten pemekaran dari
daerah induk yaitu Kabupaten Gorontalo.
Sebagai daerah yang relatif masih muda, tentunya sedang
gencar mengejar ketertinggalan pembangunan khususnya di
bidang pendidikan, lebih khusus lagi dalam bidang pendidikan
luar sekolah. PKBM di daerah ini masih tergolong dalam tahap
pengembangan warga masyarakat sangat mendambakan
keberadaan PKBM sebagai lembaga pendidikan alternatif bagi
para siswa yang tidak memperoleh kesempatan belajar di
lembaga pendidikan formal.
Subyek penelitian ini terdiri atas :
a. Pejabat yang berwenang menentukan legalitas formal
b. Jajaran pengelola program di lingkungan PKBM yang telah
dan sedang menduduki jabatan pengelola satuan program di
lingkungan PKBM.
c. Warga belajar yang dilibatkan dalam uji coba penerapan
model pembelajaran Life skills sebanyak 40 orang, jumlah ini
merupakan akumulasi dari 2 kelompok, yang ada di PKBM
tersebut dan asumsi penulis bahwa para peserta diklat tersebut
sesuai dengan spesifikasi yang diharapkan. Mereka dibagi dua
kelompok yakni kelompok eksperimen dan kelompok kontrol,
dengan karakteristik warga belajar yang heterogen, dengan
mata diklat Kompetensi Merakit Amplifier Sederhana, dengan
program paket 80 jam, dengan asumsi peserta belum ada
pengetahuan dasar tentang Elektronika Dasar.
2. Pendekatan dan Prosedur Penelitian
a. Pendekatan Penelitian
Sesuai dengan hakekat Research and Development
sebagaimana dikemukan Borg dan Gall (1979:624) yang
menyatakan bahwa R & D adalah mengembangkan dan menguji
suatu produk tertentu agar dihasilkan produk serupa yang lebih baik,
maka langkah-langkah yang ditempuh dalam pelaksanaan R&D ini
1)meneliti dan mengumpulkan informasi seperti membaca
literatur dan melaksanakan belajaran observasi lapangan;
2)perencanaan (planning), yaitu merencanakan pembelajaran
prototipe komponen yang akan dikembangkan termasuk
merencanakan warga belajar, merumuskan dan menentukan
langkah-langkah;
3)mengembangkan bentuk produk awal seperti menyiapkan
bahan pembelajaran, bahan panduan, perangkat evaluasi;
4)pengujian lapangan awal, melakukan uji coba awal secara
terbatas terhadap model awal, melakukan pengumpulan data
melalui wawancara, pengamatan dan analisis;
5)revisi terhadap produk awal, melakukan revisi dari model
awal;
6)pengujian lapangan;
7)revisi produk operasional;
8)pengujian lapangan operasional;
9)revisi produk akhir;
10) diseminasi dan distribusi
Adapun langkah langkah yang menggambarkan prosedur
penelitian dan pengembangan dari model yang melaksanakan
Pendekatan yang dianggap relevan untuk pengembangan model
ini adalah gabungan kualitatif dan kuantitatif, mengingat bahwa
terdapat dua tahap kegiatan yaitu studi ekplorasi dan pengembangan
model. Pada tahap studi ekplorasi dilakukan pemetaan dan
pemaknaan atas masalah riil (emik) dan menelah konsep, teori yang
relevan dari sumber-sumber pendukung yang berkaitan dengan
tujuan riset ini (etik). Sehingga diperolah landasan yang secara emik
dan etik mampu mendukung perumusan model yang akan
dikembangkan atau lazim disebut model konseptual. Tahap kegiatan
ujicoba dalam lapangan dengan menggunakan kuasi ekperimen
model konseptual.
b. Prosedur Penelitian
1) Tahap Orientasi
Pada tahap ini, diperlukan untuk memperoleh beberapa
informasi awal yang berhubungan dengan rancangan
penelitian yang akan melaksanakan belajaran guna
mempertajam fokus penelitian yang sudah ditetapkan.
Cara yang melaksanakan belajaran oleh penulis adalah
berkunjung ke lokasi PKBM dan melakukan wawancara awal
tentang rintisan lembaga kursus atau PKBM yang ada,
2) Tahap Eksplorasi
Data dan informasi yang diperoleh pada saat orientasi
digunakan untuk mendapatkan gambaran yang semakin nyata
dalam hal pengumpulan data, termasuk wawancara, studi
dokumentasi dan observasi. Wawancara yang dilakukan
dalam tahap eksplorasi ini bertujuan untuk:
1) Menentukan data yang valid
2) Penyusunan rencana observasi sekaligus instrumen
penelitian
3) Observasi kegiatan para peserta didik
4) Menghimpun dokumen dan referensi guna memperkaya
kajian teoritis penelitian ini
5) Mempertajam proses analisis, dan tafsiran hasil hasil
penelitian ini secara akurat
3) Tahap Pengecekan Subyek Penelitian
Kredibilitas penelitian sangat diperlukan dan untuk
kepentingan ini perlu mendapatkan legalitas dari subyek
penelitian termasuk stakeholder yang terlibat di dalamnya.
Pada tahap pengecekan subyek penelitian ini disusunlah
hasil hasil penelitian pada saat eksplorasi serta dikaji ulang
4) Tahap Triangulasi
Pada tahap ini, dilakukan pembandingan data yang
diperoleh dari berbagai sumber, seperti pentutors PKBM, para
tutor, orang tua peserta didik dan peserta didik itu sendiri.
Untuk data yang berasal dari berbagai metode, seperti
hasil observasi, wawancara dan studi dokumentasi perlu dicek
kebenarannya untuk menjaga bias yang terjadi antar data yang
akan mengurangi validitas penelitian.
5) Tahap Audit Trail
Pada tahap ini, tujuan utamanya adalah untuk
membuktikan kebenaran dan keabsahan data yang diperoleh
serta penampilan yang dilakukan pada hasil penelitian
sehingga kebermaknaan data tersebut mudah diperoleh dan
tidak menimbulkan salah interpretasi dari data dimaksud.
B. Uji Lapang
Dalam penelitian ini, Desain Penelitian menggunakan model
Nonequivalent Groups Posttest Only yang dikembangkan James H
MacMillan and Sally Schumacher, dalam Sugiyono (2008) dimana ada
dua kelompok (grup) yang satu diberi perlakuan khusus dan yang lain
diberi perlakuan yang berbeda, sebagai grup posttest only.
Kedua kelompok ini dipilih yang memiliki tingkat homogenitias
Untuk melihat tingkat homogenitas kedua kelompok tersebut
dilakukan dengan melaksanakan prestest dengan materi yang sama,
situasi yang sama, agar diperoleh hasil yang sesuai kemampuan peserta.
Sebagai ilustrasi, desain eksperimen yang dimaksudkan adalah
seperti yang digambarkan pada halaman sebagai berikut:
GRUP PERLAKUAN
Pretest Dan Posttest
A X O
B O
WAKTU
Gambar 3.2. Desain Eksperimen
Adapun penjelasan Desain Eksperimen dimaksud adalah:
1) Selama sekitar 6 minggu (sesuai rencana eksperimennya)
kelompok A sebagai kelompok eksperimen diberikan materi
yang sama dengan kelompok kontrol. Sedangkan metode
pembelajaran yang digunakan berbeda. Kelompok A dengan
metode perakitan terstruktur (sesuai tahapan metode project
work), sedangkan kelompok B dengan metode perakitan
2) Selama pelaksanaan eksperimen diupayakan semaksimal
mungkin agar kekeliruan tidak timbul terutama kesesatan
yang tidak konstan, baik peserta didik maupun instrutur
pelaksana, agar tidak mengganggu hasil eksperimen.
3) Selama eksperimen perlu diamati semua perubahan yang
terjadi berdasarkan pedoman observasi yang telah
dipersiapkan, misalnya aspek perhatian peserta didik,
keberanian peserta berpendapat, kondisi ruangan, kedisiplinan
peserta, dan lain-lain.
4) Sesudah waktu eksperimen selesai (sesudah minggu),
diadakan tes akhir eksperimen. Jenis tes, materi tes serta
waktu pelaksanaan tes yang diberikan pada kelompok
eksperimen dan kontrol harus sama.
5)
Sesudah data dikoreksi dan dianggap lengkap, ditabulasi dandideskripsikan sesuai dengan tujuan penelitian. Data yang
sudah disusun dari kedua kelompok tersebut dibandingkan.
Kalau kesimpulan menunjukkan adanya perbedaan yang
signifikan, maka perlu dilihat mana Meannya yang lebih besar
itulah yang lebih efektif/baik. Kalau Mean pada kelompok
eksperimen lebih baik, maka dapat disimpulkan bahwa
upaya meningkatkan hasil kerja yang berarti bahwa asumsi
dapat diterima atau sesuai dengan hasil penelitian.
C. Teknik Pengumpulan Data
1. Teknik Pengumpulan Data Tahap I
a. Observasi
Observasi (pengamatan), dengan mengamati proses kegiatan
belajar mengajar yang ada di PKBM tersebut untuk mendapatkan
gambaran awal dan data data awal.
b. Wawancara
Wawancara, hal ini dilakukan dalam penelitian guna memperoleh
validasi data tentang para peserta didik, yang menyangkut latar
belakang pendidikan sebelumnya, latar belakang keluarga serta
data prestasi mereka selama ini. Yang akan diwawancari adalah
para tutor serta para pengelola PKBM tersebut.
c. Studi Dokumentasi
Studi dokumentasi; dalam kegiatan ini dilakukan dokumentasi
untuk memperoleh data baik yang bersifat audio maupun visual,
yang akan berguna sebagai pelengkap data. Data dimaksud bisa
berupa foto foto kegiatan, rekaman wawancara, serta beberapa
arsip dari PKBM tersebut. Instrumen pengumpulan data yang
pengumpulan data yang dilakukan pada masing-masing tahap
penelitian, yaitu:
1) pedoman wawancara,
2) pedoman observasi,
3) pedoman studi dokumentasi,
2. Teknik Pengumpulan Data Tahap II
a. Melaksanakan Pre Tes dan Post Test
Tes utuk penilaian dilakukan dengan memberikan tes awal
(pretest) sebelum pelatihan dan tes akhir (posttest) atau setelah
kegiatan pelatihan selesai secara keseluruhan, dilanjutkan
dengan membandingkan dengan hasil kerja peserta di lapangan.
b.Teknik Respon Terinci
Pada tahap ini dilakukan tes untuk evaluasi hasil uji coba
model pada kelompok kontrol dan kelompok eksperimen
kemudian diterapkan pada tahap uji coba, untuk mengukur
peningkatan kemampuan berwirausaha dalam rangka mengukur
ataupun menilai dampak penerapan model. Gambaran
pelaksanaan penilaian model teknik respon rinci digambarkan
TABEL 3.1. Penilaian Model Dengan Teknik Respon
Teknik Respon Terinci (D. Sudjana 1993)
D. Teknik Analisa Data
Pengujian efektifitas model dilakukan terhadap model
konseptual yang dikembangkan sehingga dapat menjadi model yang
teruji secara empirik. Pengujian Efektifitas Model menggunakan Uji
F-Snedecor dengan cara menguji perbedaan dua buah varians
berdasarkan dua sampel independen. Rumusan desain yang
digunakan untuk menguji efektifitas model adalah dengan
mengunakan disain ekperimen pre-test dan post-test yang
diujicobakan pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol
(control Group Pretest-Posttest Design) dari Borg dan Gall
(1979:536).
Data yang diperoleh dalam pengamatan praktik, saat perakitan,
dihimpun dan selanjutnya dianalisa secara deskriptis analitis, baik
1. Dasar penyusunan asumsi apakah sudah menggunakan dasar
teori serta temuan ilmiah? Jika jawabannya sudah, kita ke alur
berikutnya.
2. Bilamana penelitian itu merupakan penelitian eksperimen,
apakah sudah diperhitungkan tingkat homogenitas kedua
kelompok, atau yang variannya minimal, kalau sudah maka kita
ke langkah berikutnya.
3. Bisa terjadi terjadi kekeliruan yang tidak konstan yang
ditimbulkan dari berbagai aspek, misalnya adanya peserta yang
sering mengganggu salah satu kelompok eksperimen, atau
adanya tindakan instruktur pelaksana eksperimen/kontrol yang
kurang serius dalam bertugas, atau di suatu kelompok terhimpun
peserta yang memiliki potensi dan motivasi belajar yang kuat
yang berkaitan dengan materi pelajaran yang dieksperimenkan.
4. Kemungkinan juga bisa terjadi, peneliti waktu menyusun alat
evaluasi belajar hasil eksperimen kurang memperhatikan tingkat
validitas dan reliabilitasnya. Artinya ketepatan dan ketelitian alat
evaluasinya tidak terpenuhi, atau tingkat keterandalannya belum
diperhatikan, atau belum mencakup seluruh materi pelajaran.
Atau, waktu pelaksanaan evaluasi/tes akhir tidak dilakukan
bersamaan, sehingga peserta pada salah satu ruang mendapatkan
5. Ada kemungkinan cara analisis datanya kurang tepat, tidak
sesuai analisis eksperimen sesuai dengan pola yang digunakan.
Dimulai dari koreksi hasil post test/evaluasi akhir, tabulasi
sampai penggunaan pada analisis harus benar, kesalahan tanda
koma saja dapat mengakibatkan ada perbedaan menjadi tidak ada
atau sebaliknya. Bilamana hal ini juga sudah melaksanakan
belajaran dengan benar, maka tinggal kemungkinan/ alternatif
atau asumsi terakhir.
6. Kalau keenam hal di atas sudah melaksanakan belajaran dengan
baik, hati-hati dan juga tidak melakukan penyimpangan, maka
kemungkinan terakhir yaitu adanya kesesatan konstan yang tidak
mungkin peneliti mampu untuk mengatasi / menghilangkan,
tetapi peneliti juga tidak mencoba mengurangi kesesatan ini.
Kondisi itu misalnya, pada salah satu kelompok sebagian besar
peserta pada waktu sore atau malam bekerja membantu orangtua,
banyak dibimbing saudara/orang tuanya pada malam hari,
budaya disiplin kerja telah tertanam pada sebagian peserta,
alat/sarana/media belajar peserta lengkap atau sebaliknya.
E. Subyek Penelitian
Subyek Penelitian ini adalah peserta didik pada PKBM yang
pembangunan khususnya di bidang pendidikan, lebih khusus lagi
dalam bidang pendidikan luar sekolah. PKBM di daerah ini masih
tergolong dalam tahap pengembangan warga masyarakat sangat
mendambakan keberadaan PKBM sebagai lembaga pendidikan
alternatif bagi para siswa yang tidak memperoleh kesempatan
belajar di lembaga pendidikan formal.
Subyek penelitian ini terdiri atas :
1. Pejabat yang berwenang menentukan legalitas formal
pengelola PKBM.
2. Jajaran pengelola program di lingkungan PKBM yang
telah dan sedang menduduki jabatan pengelola satuan
program di lingkungan PKBM.
3. Warga belajar yang dilibatkan dalam uji coba penerapan
model pembelajaran Life skills sebanyak 40 orang, jumlah
ini merupakan akumulasi dari 2 kelompok, yang ada di
PKBM tersebut yang berasal dari dua kecamatan, yakni
kecamatan Kabila dan kecamatan Tapa kabupaten
Bonebolango, dan asumsi penulis bahwa para peserta
diklat tersebut sesuai dengan spesifikasi yang diharapkan.
Mereka dibagi dua kelompok yakni kelompok eksperimen
yang heterogen, dengan mata diklat Kompetensi Merakit
Amplifier Sederhana, dengan program paket 40 jam,
dengan asumsi peserta belum ada pengetahuan dasar
tentang Elektronika Dasar. Dengan demikian materi yang
diberikan dimulai dari pengetahuan dasar komponen
elektronika, cara mengukur komponen sampai pada
karakteristik dan fungsi komponen dalam rangkaian.
Penelitian dilaksanakan di PKBM (Pusat Kegiatan Belajar
Masyarakat) Queen di kecamatan Kabila dan PKBM
BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Kegiatan akhir dalam penelitian ini terdiri atas kesimpulan dan rekomendasi.
A. Kesimpulan
Berdasarkan pada permasalahan dan tujuan dari penelitian serta
dihubungkan dengan pengembangan model pembelajaran project work untuk
meningkatkan jiwa kewirausahaan bagi remaja putus sekolah, secara garis
besar dibuat kesimpulan sebagai berikut:
1. Implementasi model dilaksanakan melalui pelaksanaan uji coba selama dua
kali yakni uji coba tahap pertama dilakukan di PKBM Kecamatan Kabila dan
PKBM Kecamatan Tapa. Dari hasil uji coba ini ternyata menunjukkan adanya
dampak positif tidak saja bagi peserta pelatihan tetapi juga bagi pengelola
PKBM, peserta dan fasilitator. Prosedur pelaksanaan uji coba ini ditempuh
melalui tiga pokok kegiatan, meliputi: pembentukan kelompok eksperimen
dan kelompok kontrol yang mengacu kepada langkah-langkah masing-masing
model pembelajarannya, pelaksanaan pembelajaran, dan memberikan post-test
kepada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dengan materi tes yang
sama.
Kegiatan pelaksanan pembelajaran dilihat dari aspek kegiatan fasilitator,
bahwa proses pembelajaran itu pada dasarnya merupakan interaksi edukatif
antara peserta (peserta pelatihan) dengan komponen-komponen pembelajaran
lainnya. Kegiatan penilaian dilakukan oleh fasilitator dalam bentuk non tes
(lisan) di saat proses berlangsung. Hasil penilaian ini tidak terdokumentasi
dengan baik. Kondisi penilian seperti ini menunjukkan bahwa system
penilaian yang dilakukan belum optimal. Kegiatan penilaian sangat diperlukan
untuk mengetahui kualitas pengelolaan kegiatan belajar, hasil belajar dan
pasca belajar. Disamping itu kegiatan penilaian diperlukan untuk menjadi
acuan perbaikan dan penyusunan program lebih lanjut. Kegiatan
pengembangan merupakan tujuan di pendekatan sistem. Di kegiatan
pengembangan ini diharapkan akan Nampak kegiatan pasca belajar.
Kenyataan menunjukkan bahwa PKBM Bonebolango kegiatan pengembangan
berupa pembentukan kelompok usaha mandiri yang dibentuk setelah peserta
pelatihan selesai mengikuti seluruh kegiatan pembelajaran (pasca belajar).
2. Model pembelajaran Project work efektif untuk meningkatkan jiwa
kewirausahaan remaja putus sekolah dilaksanakan dengan melibatkan
pengelola dan penyelenggara khususnya pada tahap perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan, pembinaan, penilaian dan pengembangan.
3. Dalam model Pembelajaran Berbasis Project work, ruang lingkup materi
pembelajaran dibagi atas materi keterampilan dan materi kewirausahaan, hal
mempelajari secara utuh mengenai konsep keterampilan dan konsep
kewirausahaan.
4. Pendekatan andragogi, metode partisipatif, dan bimbingan individual dalam
model yang ditemukan mampu meningkatkan suasana belajar menyenangkan
yang ditunjukkan oleh aktifnya peserta didik pelatihan mengikuti
pembelajaran, tidak pernah tidak hadir dan selalu menggunakan hak mereka
berbicara dan mendemonstrasikan teori yang mereka peroleh. Pendekatan ini
termasuk dalam sistem penilaian dengan membandingkan kelompok
eksperimen dan kelompok kontrol mampu memberi informasi yang jelas
mengenai kemampuan peserta didik pelatihan yang menerapkan
pengembangan model pembelajaran yang selama ini dilaksanakan oleh
PKBM, dalam pemilihan alat bahan pembelajaran lebih efektif menggunakan
potensi lokal, hal ini memberi kesan bahwa a) peserta didik pelatihan tidak
merasa asing dalam pemanfaatannya, b) mudah menyiapkannya karena
banyak tersedia di lingkungannya, c) murah mengadakannya karena biaya
cost rendah dan bahannya banyak tersedia, d) meningkatkan rasa kebanggaan
atas daerahnya, e) dapat memotivasi peserta didik pelatihan untuk
berwirausaha, pembinaan program dengan melibatkan pihak internal dalam
hal ini pengelola PKBM dan penyelenggara pelatihan serta pihak eksternal
dalam hal ini unsur wirausahawan pemerintah setempat, dinas pendidikan dan
optimal dan jika ada permasalahan yang ditemui segera beroleh
penyelesaiannya, pengembangan program melalui pendampingan teknis,
pembentukan kelompok usaha dirasakan dapat mengoptimalkan hasil
pembelajaran pelatihan berupa: a) adanya program pasca belajar sehingga
peserta didik merasa kegiatan pembelajaran tidak sekedar berakhir setelah
pemberian materi pelatihan selesai melainkan kegiatan belajar terus
berlangsung, b) peserta didik pelatihan dapat mengaplikasikan hasil
belajarnya melalui kelompok usaha yang dibentuk, c) peserta didik memiliki
orientasi berpikir untuk menjadi wirausahawan baru yang ditandai dengan
timbulnya motivasi berwirausaha dengan memanfaatkan potensil lokal pada
peserta didik, d) peserta didik memiliki perilaku mandiri yang ditunjukkannya
dalam aktifitas mengikuti kegiatan kelompok usaha yang dibentuk oleh
PKBM berupa memiliki rasa tanggung jawab, tidak bergantung pada orang
lain, memiliki etos kerja yang tinggi, disiplin dan bersedia menanggung
resiko, e) peserta didik dapat berpartisispasi dalam kegiatan sosial dan
pembangunan masyarakat berkaitan dengan kegiatan pelatihan yang
diikutinya.
B. Rekomendasi
Beberapa rekomendasi yang diajukan berlandaskan hasil penelitian ini
1. Bagi pemerintah Kabupaten Bonebolango disarankan menjadi masukan
kebijakan yang dapat meningkatkan kualitas penyelenggaraan program
pendidikan luar sekolah, terutama yang dilaksanakan oleh masyarakat baik
PKBM dan satuan pendidikan non formal lainnya yang dikelola secara
mandiri. Disamping itu juga diharapkan dapat melakukan pembinaan dan
pengawasan secara kontinyu terhadap pelaksanaan kegiatan pembelajaran
yang berbasis Project work pada PKBM yang dilaksanakan sehingga kualitas
yang diharapkan dapat dicapai dengan baik.
2. Bagi pengelola PKBM, disarankan agar keberlanjutan pelaksanaan dan
penerapan model pembelajaran dari hasil penelitian ini dilaksanakan dan
dikembangkan sesuai dengan karakteristik peserta didik. Disarankan agar
pimpinan selalu bersikap terbuka dalam menerima pembaharuan-pembaharuan
dalam penerapan model-model pembelajaran yang berbasis Project work agar
dapat meningkatkan efktifitas pelaksanaannya.
3. Bagi fasilitator sebagai tenaga-tenaga pengajar sebaiknya mempelajari dan
menerapkan pembelajaran yang berbasis Project work agar dapat
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan peserta didik.
4. Bagi orang tua diharapkan lebih banyak memberi motivasi kepada putra
putrinya agar lebih sungguh sungguh dan semangat dalam mengikuti program
5. Bagi peserta didik, diharapkan agar lebih bersemangat dan disiplin dalam
mengikuti program yang dilaksanakan oleh PKBM dengan cara tidak
terlambat datang ke tempat pelatihan, dan mengerjakan tugas tugas yang
diberikan oleh para instruktur sesuai dengan prosedur pembelajaran yang
berbasis Project work guna melihat tingkat pemahaman dan capaian
kompetensi yang telah dikuasai oleh para peserta didik.
!"# $
% & ' ( )**# +
! , !-* .
/
. / / 0
$ /
1 23 4
% & 1% 3 5
/
6 7 4 8 $ . 4 4
( )**- 9 + )**:
; 4 . 4 0 )**: 9 </ & < ( )**:
; = . 4 )**"
0 / ' $ !"- 8 !!:
' % 0 % !!: 8 !!! ' 2
$ !!! 8 )** 0
/ $ )** 8 )**2 ' 2 $ )**2
$ % )**! / 9 0 + & $ (
)* * 8
/ 0 . / /
. > 6 $? , /
7 $ 1)** 8 )**23
+ / !!! 8 )**2
/ 0
!"-/ + 4 * ? 1)**#3
+ 4 )* ? 1)**"3
, !""