• Tidak ada hasil yang ditemukan

MODEL PEMBELAJARAN PROJECT WORK UNTUK MENINGKATKAN JIWA KEWIRAUSAHAAN BAGI REMAJA PUTUS SEKOLAH: Studi Pada PKBM di Kabupaten Bonebolango.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "MODEL PEMBELAJARAN PROJECT WORK UNTUK MENINGKATKAN JIWA KEWIRAUSAHAAN BAGI REMAJA PUTUS SEKOLAH: Studi Pada PKBM di Kabupaten Bonebolango."

Copied!
55
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 94

A. Hasil Studi Awal 94

B. Pengembangan Model Hipotetik 100

C. Uji Kelayakan Model 121

D. Model Akhir Penelitian 125

E. Pembahasan 156

F. Keterbatasan Model dan Keterbatasan Penelitian 174

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 176

A. Kesimpulan 176

B. Rekomendasi 179

DAFTAR PUSTAKA 182

RIWAYAT HIDUP 192

DAFTAR TABEL

(3)

2.1.

Rentang Usia Peserta Didik di PKBM/LPK Queen dan Baginda

Latar Belakang Pendidikan Peserta Didik di PKBM

Hasil Uji t, Hasil Postest Uji Coba Tahap I dan Tahap II

Hasil Pengujian Pada Kelompok Eksperimen

Hasil Posttest Uji Coba Pertama Yang Dipasangkan Dengan Hasil Posttest Uji Coba Tahap Kedua

31

Penduduk Usia Kerja (PUK) di Provinsi Gorontalo Tahun 2011 (dalam ribu)

Kerangka Berfikir Pola Pembinaan Remaja Putus Sekolah 21

(4)

2.1

Grand Model Tahapan Pembelajaran Berbasis Project work

Grand Model Pembelajaran Berbasis Project Work Kerangka Model Pembelajaran Berbasis Project work

Kegiatan Inti Dalam Project Work

Model Pembelajaran Berbasis Project Work Setelah Validasi

Model Akhir Tahapan Pembelajaran Berbasis Project Work Setelah Validasi

Model Akhir Pembelajaran Berbasis Project Work Setelah Validasi

Posttest Tahap I dan Tahap II

Hasil Ujian Komprehensif Program Doktor (S3)

(5)
(6)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Tantangan pendidikan nasional yang dihadapi oleh bangsa Indonesia

dari waktu kewaktu meliputi empat hal, yaitu peningkatan: (1) pemerataan

kesempatan, (2) kualitas, (3) efisiensi, dan (4) relevansi. Pengenalan

pendidikan kecakapan hidup (life skill education) pada semua jenis dan jenjang

pendidikan formal maupun non formal pada dasarnya didorong oleh anggapan

bahwa relevansi antara pendidikan dengan kehidupan nyata kurang erat.

Kesenjangan antara keduanya dianggap lebar, dalam kuantitas maupun

kualitas. Pendidikan makin terisolasi dari kehidupan nyata sehingga tamatan

pendidikan dari berbagai jenis dan jenjang pendidikan dianggap kurang siap

menghadapi kehidupan nyata.

Dengan melihat tingkat pertumbuhan penduduk yang sebesar 1,49

persen per tahun atau sebesar 3,5 juta jiwa ( BKKBN: 2011) maka jumlah

penduduk Indonesia pada tahun tersebut menjadi 241 juta jiwa, dan hal ini

sudah merupakan lampu kuning bagi pemerintah, karena laju penduduk terus

membengkak, tapi juga memberi dampak luas bagi penyediaan pangan,

pendidikan, kesehatan dan lapangan kerja.

Data terakhir tahun 2011, angka pengangguran terbuka di Indonesia

(7)

pengangguran setengah terbuka, yaitu mereka yang bekerja kurang dari 30 jam

per minggu. Masih tingginya angka pengangguran di Indonesia, harus diatasi

dengan menyiapkan sumber daya manusia yang memiliki kompetensi yang

unggul.

Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkapkan per Maret 2010 jumlah

penduduk miskin di Indonesia mencapai 31,02 juta jiwa (13,33%) atau turun

1,51 juta dibandingkan Maret 2009. Kondisi tersebut saat ini tetap

memperburuk dengan dampak krisis dan resesi global, bahkan mereka yang

lulus perguruan tinggi semakin sulit mendapatkan pekerjaan karena sedikitnya

ekspansi kegiatan usaha.

Dikti Depdiknas menyatakan ”data pengangguran terdidik di Indonesia

menunjukkan bahwa semakin tinggi pendidikan seseorang, semakin rendah

kemandirian dan semangat kewirausahaannya.”Pemerhati kewirausahaan

menyatakan bahwa sebagian besar lulusan Perguruan Tinggi adalah lebih

sebagai pencari kerja (job seeker) daripada pencipta lapangan pekerjaan (job

creator).

Keadaan tersebut disebabkan sistem pembelajaran yang diterapkan di

berbagai perguruan tinggi saat ini, yang umumnya lebih terfokus pada

ketepatan lulus dan kecepatan memperoleh pekerjaan, dan memarginalkan

kesiapan untuk menciptakan pekerjaan.

Pendidikan harus dijalankan dengan kreatif. Pendidikan kewirausahaan

(8)

menjadi pencari kerja ketika yang bersangkutan menyelesaikan studinya.

Untuk itu diperlukan pendidikan yang dapat mensinergikan berbagai mata

diklat/pelajaran menjadi kecakapan hidup yang diperlukan seseorang,

dimanapun ia berada, bekerja atau tidak bekerja, apapun profesinya.

Secara normatif, pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan

bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia

yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi

luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani,

kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab

kemasyarakatan dan kebangsaan (Undang-Undang Republik Indonesia No.20,

Tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional). Untuk mencapai tujuan

pendidikan nasional diperlukan upaya-upaya yang dapat menjembatani antara

siswa dengan kehidupan nyata. Kurikulum yang ada saat ini memang

merupakan salah satu upaya untuk menjembataninya, namun perlu

ditingkatkan kedekatannya dengan nilai-nilai kehidupan nyata. Tujuan

pendidikan kecakapan hidup juga bervariasi sesuai kepentingan yang akan

dipenuhi.

Sementara itu, Tim Broad Based Education Depdiknas (2002: 12)

mengemukakan bahwa tujuan pendidikan kecakapan hidup adalah untuk: (1)

mengaktualisasikan potensi peserta didik sehingga dapat digunakan untuk

memecahkan problema yang dihadapi, (2) memberikan kesempatan kepada

(9)

prinsip pendidikan berbasis luas, dan (3) mengoptimalkan pemanfaatan sumber

daya lingkungan sekolah, dengan memberi peluang pemanfaatan sumber daya

yang ada di masyaakat, sesuai dengan prinsip manajemen berbasis sekolah.

Meskipun bervariasi dalam menyatakan tujuan pendidikan kecakapan hidup,

namun konvergensinya cukup jelas yaitu bahwa tujuan utama pendidikan

kecakapan hidup adalah menyiapkan peserta didik agar yang bersangkutan

mampu, sanggup, dan terampil menjaga kelangsungan hidup dan

perkembangannya di masa datang. Esensi dari pendidikan kecakapan hidup

adalah untuk meningkatkan relevansi pendidikan dengan nilai-nilai kehidupan

nyata, baik preservatif maupun progresif. Memperhatikan kondisi di atas,

pembekalan dan penanaman jiwa entrepreneur pada peserta didik diharapkan

dapat memotivasi peserta didik untuk melakukan kegiatan kewirausahaan.

Pengalaman yang diperoleh di bangku kuliah ini diharapkan dapat dilanjutkan

setelah lulus, sehingga munculah wirausahawan baru yang berhasil

menciptakan kerja, sekaligus menyerap tenaga kerja. Ciputra (dalam

Direktorat Kelembagaan Dikti, 2009: (4) menegaskan ”pendidikan

kewirausahaan bisa memberi dampak yang baik bagi masa depan Indonesia,

seperti yang terjadi di Singapura. Namun kuncinya, pendidikan harus

dijalankan dengan kreatif”.

Untuk mencapai tujuan pendidikan nasional diperlukan upaya-upaya

yang dapat menjembatani antara siswa dengan kehidupan nyata. Kurikulum

(10)

menjembataninya, namun perlu ditingkatkan kedekatannya dengan nilai-nilai

kehidupan nyata. Bila demikian, pertanyaannya adalah: Apakah kurikulum

yang ada sekarang sudah merefleksikan kehidupan nyata saat ini? Untuk

menjawab pertanyaan ini diperlukan kajian yang mendalam terhadap

kurikulum yang ada dan terhadap nilai-nilai kehidupan saat ini. Kesenjangan

antara keduanya (kurikulum dan kehidupan nyata) merupakan tambahan

pengayaan yang perlu diintegrasikan terhadap kurikulum yang ada sehingga

kurikulum yang ada saat ini benar-benar merefleksikan nilai-nilai kehidupan

nyata. Pengenalan kecakapan hidup terhadap peserta didik bukanlah untuk

mengganti kurikulum yang ada, akan tetapi untuk melakukan reorientasi

terhadap kurikulum yang ada sekarang agar benar-benar merefleksikan

nilai-nilai kehidupan nyata.

Pendidikan kecakapan hidup merupakan upaya untuk menjembatani

kesenjangan antara kurikulum yang ada dengan tuntutan kehidupan nyata yang

ada saat ini, bukan untuk merombaknya. Penyesuaian-penyesuaian kurikulum

terhadap tuntutan kehidupan perlu dilakukan mengingat kurikulum yang ada

memang dirancang per mata pelajaran yang belum tentu sesuai dengan

kehidupan nyata yang umumnya bersifat utuh (Tim Broad Based Education

Depdiknas, 2002: 15).

Selain itu, kehidupan memiliki karakteristik untuk berubah, sehingga

sudah sewajarnya jika kurikulum yang ada perlu didekatkan dengan kehidupan

(11)

bergerak dan bukan sasaran yang diam. Dalam arti yang sesungguhnya,

pendidikan kecakapan hidup memerlukan penyesuaian-penyesuaian dari

pendekatan driven menuju ke demand-driven. Pada pendekatan

supply-driven, apa yang diajarkan cenderung menekankan pada school based learning

yang belum tentu sepenuhnya sesuai dengan nilai-nilai kehidupan nyata yang

dihadapi oleh peserla didik. Pada pendekatan demand-driven, apa yang

diajarkan kepada peserta didik merupakan refleksi nilai-nilai kehidupan nyata

yang dihadapinya sehingga lebih berorientasi kepada life skill-based learning.

Kecakapan hidup merupakan orientasi pendidikan yang mensinergikan

mata pelajaran menjadi kecakapan hidup yang diperlukan seseorang,

dimanapun ia berada, bekerja atau tidak bekerja, apapun profesinya.

Kecakapan hidup (Life skill) yaitu kemampuan dan keberanian untuk

menghadapi problema kehidupan, kemudian secara proaktif dan kreatif,

mencari dan menemukan solusi untuk mengatasinya.

Pendidikan kecakapan hidup memberikan manfaat pribadi peserta didik

dan manfaat sosial bagi masyarakat. Bagi peserta didik, pendidikan kecakapan

hidup dapat meningkatkan kualitas berpikir, kualitas kalbu, dan kualitas fisik.

Peningkatan kualitas tersebut pada gilirannya akan dapat meningkatkan

pilihan-pilihan dalam kehidupan individu, misalnya karir, penghasilan,

pengaruh, prestise, kesehatan jasmani dan rohani, peluang, pengembangan diri,

kemampuan kompetitif, dan kesejahteraan pribadi. Bagi masyarakat,

(12)

madani dengan indikator-indikator adanya: peningkatan kesejahteraan sosial,

pengurangan perilaku destruksif sehingga dapat mereduksi masalah-masalah

sosial, dan pengembangan masyarakat yang secara harmonis mampun

memadukan nilai-nilai religi, teori, solidaritas, ekonomi, kuasa dan seni (cita

rasa).

Proses kewirausahaan adalah meliputi semua kegiatan fungsi dan

tindakan untuk mengejar dan memanfaatkan peluang dengan menciptakan

suatu organisasi. Istilah wirausaha dan wiraswasta sering digunakan secara

bersamaan, walaupun memiliki substansi yang agak berbeda.

Secara esensi pengertian entrepreneurship adalah suatu sikap mental,

pandangan, wawasan serta pola pikir dan pola tindak seseorang terhadap

tugas-tugas yang menjadi tanggungjawabnya dan selalu berorientasi kepada

pelanggan. Atau dapat juga diartikan sebagai semua tindakan dari seseorang

yang mampu memberi nilai terhadap tugas dan tanggungjawabnya. Adapun

kewirausahaan merupakan sikap mental dan sifat jiwa yang selalu aktif dalam

berusaha untuk memajukan karya baktinya dalam rangka upaya meningkatkan

pendapatan di dalam kegiatan usahanya. Selain itu kewirausahan adalah

kemampuan kreatif dan inovatif yang dijadikan dasar, kiat, dan sumber daya

untuk mencari peluang menuju sukses. Inti dari kewirausahaan adalah

kemampuan untuk menciptakan seuatu yang baru dan berbeda (create new and

different) melaui berpikir kreatif dan bertindak inovatif untuk menciptakan

(13)

adalah sifat, ciri, dan watak seseorang yang memiliki kemauan dalam

mewujudkan gagasan inovatif kedalam dunia nyata secara kreatif.

Intinya, seorang Wirausahawan adalah orang-orang yang memiliki jiwa

Wirausaha dan mengaplikasikan hakekat Kewirausahaan dalam hidupnya.

Kewirausahaan (entrepreneurship) muncul apabila seseorang individu berani

mengembangkan usaha-usaha dan ide-ide barunya. esensi dari kewirausahaan

adalah menciptakan nilai tambah di pasar melalui proses pengkombinasian

sumber daya dengan cara-cara baru dan berbeda agar dapat bersaing.

Dengan demikian, kerangka pengembagan pendidikan berbasis

kecakapan hidup idealnya ditempuh secara berurutan sebagai berikut (Slamet

PH, 2002) dalam http://www.google.com/Pendidikan.life.skills/: Pertama,

diidentifikasi masukan dari hasil penelitian, pilihan-pilihan nilai, dan dugaan

para ahli tentang nilai-nilai kehidupan nyata yang berlaku. Kedua, masukan

tersebut kemudian digunakan sebagai bahan, untuk mengembangkan

kompetensi kecakapan hidup. Kompetensi kecakapan hidup yang dimaksud

harus menunjukkan kemampuan, kesanggupan, dan keterampilan untuk

menjaga kelangsungan hidup dan perkembangannya dalam dunia yang sarat

perubahan. Ketiga, kurikulum dikembangkan berdasarkan kompetensi

kecakapan hidup yang telah dirumuskan. Artinya, apa yang harus, seharusnya,

dan yang mungkin diajarkan pada peserta didik disusun berdasarkan

kompetensi yang telah dikembangkan. Keempat, penyelenggaraan pendidikan

(14)

kecakapan hidup dapat dilaksanakan secara cermat. Hal-hal yang diperlukan

untuk penyelenggaraan pendidikan kecakapan hidup seperti misalnya tenaga

kependidikan (guru / Dosen / Fasilitator), pendekatan-strategi-metode

pembelajaran, media pendidikan, fasilitas, tempat belajar dan durasi belajar,

harus siap. Kelima, evaluasi pendidikan kecakapan hidup perlu dibuat

berdasarkan kompetensi kecakapan hidup yang telah dirumuskan pada langkah

kedua. Karena evaluasi belajar disusun berdasarkan kompetensi, maka

penilaian terhadap prestasi belajar peserta didik tidak hanya dengan pencil and

paper test, melainkan juga dengan performance test dan bahkan dengan

evaluasi otentik. Kriteria dalam penyelenggaraan Program Pendidikan

Kecakapan Hidup (Life skills) ini harus meliputi: (1) penggalian berdasarkan

karakteristik masyarakat dan potensi daerah setempat; (2) pengembangan

berdasarkan hasil identifikasi kebutuhan kelompok sasaran; (3) adanya

dukungan dari pemerintah setempat; (4) prospektif untuk berkembang dan

berkesinambungan; (5) ketersediaan nara sumber teknis dan prasarana untuk

praktek keterampilan yang memadai; (6) memiliki dukungan lingkungan

(perusahaan, lembaga pendidikan, dan lain-lain); (7) memiliki potensi untuk

mendapatkan dukungan pendanaan dari berbagai sektor; (8) berorientasi pada

peningkatan kompetensi keterampilan berusaha.

Dalam kehidupan keseharian, manusia akan selalu dihadapkan problema

hidup yang harus dipecahkan dengan menggunakan berbagai sarana dan situasi

(15)

satu inti kecakapan hidup (life skill). Artinya kecakapan yang selalu diperlukan

oleh seseorang di manapun ia berada, baik yang berstatus peserta didik,

pekerja, guru, pedagang, maupun orangtua. Pengertian life skill adalah

kecakapan yang dimiliki seseorang untuk mau dan berani menghadapi

problema hidup dan kehidupan secara wajar tanpa merasa tertekan kemudian

secara proaktif dan kreatif mencari serta menemukan solusi sehingga akhirnya

mampu mengatasinya. Kecakapan hidup (life skill) dapat dipilah menjadi lima

bagian, ialah kecakapan mengenal diri (self awarness), kecakapan berpikir

rasional (thinking skill), kecakapan sosial (social skill), kecakapan akademik

(academic skill), dan kecakapan vokasional (vocational skill).

Pendidikan kecakapan hidup berbasis kewirausahaan dapat

dilaksanakan pada jenjang pendidikan formal maupun non formal. Hal ini

dikarenakan bahwa kurikulum pada jenjang pendidikan formal maupun non

formal hampir memiliki kesamaan tujuan, yaitu peningkatan kualitas

pengetahuan, keterampilan dan sikap. Namun tujuan tersebut belum dapat

meningkatkan kecakapan hidup seperti yang tercantum dalam undang-undang.

Pendidikan nonformal, menurut pendapat Suyanto (dalam Tim Broad Based

Education Depdiknas: 2002), sangat efektif untuk membantu mengatasi

berbagai permasalahan yang melilit bangsa Indonesia, antara lain, besarnya

angka pengangguran akibat kurang terampil. Salah satu langkah yang amat

penting dalam mewujudkan masyarakat terdidik dan sejahtera dalam bidang

(16)

menjadi primadona bagi PLS, karena menjadi tujuan utama pendidikan

nonformal untuk meningkatkan kecakapan hidup masyarakat.

Program ini bertujuan meningkatkan keterampilan dan kecakapan hidup

peserta didik, sehingga lulusannya menjadi tenaga terampil atau mampu

berusaha mandiri. Kemandirian itu berbasis potensi unggulan daerah baik yang

berspektrum pedesaan maupun perkotaan, serta berorientasi pada pasar lokal,

nasional, dan global. Dengan demikian, katanya, kualitas, produktivitas dan

pendapatan masyarakat kelompok sasaran baik di pedesaan maupun di

perkotaan semakin meningkat.

Pada hematnya keberhasilan sistem pendidikan dapat dilihat dari

kemampuan lulusannya menggunakan hasil pendidikan untuk hidup. Oleh

karena itu, sistem pendidikan yang baik seharusnya mampu memberikan bekal

bagi lulusannya untuk menghadapi kehidupan atau memberikan life skills pada

peserta didik. Secara logika, makin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka

makin tinggi pula peran yang dapat dimainkannya dalam kehidupan di

masyarakat. Namun terdapat pula peserta didik yang tidak dapat melanjutkan

pendidikan (putus sekolah) dikarenakan alasan biaya yang tidak tersedia.

Pemberian keterampilan life skills pada kalangan remaja yang putus

sekolah penting diberikan bagi peningkatan kualitas sumber daya manusia

(SDM). Kebanyakan dari mereka belum siap kerja, apalagi untuk siap hidup.

Di Kabupaten Bonebolango, jumlah pemuda putus sekolah baik pada

(17)

cukup bervariasi antara satu kecamatan dengan kecamatan lainnya. Usaha

yang dilakukan oleh pemerintah untuk mengatasi pemuda putus sekolah adalah

dengan memberikan pendidikan kecakapan hidup melalui PKBM serta

mengikutkan mereka pada kegiatan-kegiatan kursus dengan pendanaan dari

pemerintah. Namun pendidikan kecakapan hidup yang diberikan belum

memasukkan program kewirausahaan sehingga setelah menyelesaikan kursus

atau pelatihan, peserta tidak dapat mengembangkan pengetahuan, keterampilan

dan sikapnya dikarenakan tidak dibekali dengan jiwa wirausaha.

B. Identifikasi Masalah dan Fokus Penelitian

1. Identifikasi Masalah

Pada kondisi sekarang ini, peran Pendidikan Luar Sekolah semakin

meningkat menyusul pertambahan penduduk yang sulit untuk dikendalikan,

lapangan kerja yang semakin terbatas dengan pengangguran yang tidak hanya

pada kalangan tidak terpelajar, bahkan dikalangan kaum terpelajar juga

pengangguran sulit dihindari.

Belum lagi masalah TKI (Tenaga Kerja Indonesia) dan TKW (Tenaga

Kerja Wanita) yang selalu menjadi berita baik di media cetak maupun media

elektronik. Hal tersebut merupakan beban pekerjaan pemerintah dan seluruh

rakyat Indonesia untuk mencari solusi yang tepat, sehingga dampaknya dapat

dirasakan oleh semua tenaga kerja yang bermasalah maupun tenaga kerja yang

(18)

Masalah ketenagakerjaan bukan hanya tanggungjawab pemerintah

pusat semata, namun juga menjadi beban seluruh elemen bangsa ini, termasuk

para pengambil kebijakan di daerah, khususnya yang menangani masalah

kepemudaan dan ketenagakerjaan. Betapa tidak, pada usia produktif dan

bahkan usia remaja, banyak kita jumpai warga belajar muda yang sering

berkumpul diperempatan jalan, di gardu gardu ronda, tempat tempat umum,

dengan kegiatan yang tidak jelas. Apabila hal ini dibiarkan berlangsung, maka

pada titik ini akan timbul kerawanan sosial, kenakalan remaja dan akibatnya

akan meresahkan masyarakat sekitar dan pada akhirnya akan merepotkan

orang tua dari para remaja tersebut.

Khusus di Kabupaten Bonebolango, yang merupakan daerah otonom

hasil pemekaran dari kabupaten induk (Kabupaten Gorontalo) dan berumur

masih relatif muda (sekitar 8 tahun), masalah kepemudaan dan

ketenagakerjaan juga sudah mulai dirasakan oleh masyarakat, orangtua dan

pemerintah daerah. Umumnya para pemuda yang belum memperoleh

pekerjaan tetap dan layak tersebut adalah para tamatan SD, SMP dan drop out

SMA/SMK. Mereka inilah yang ditangani secara intensif oleh pemerintah

daerah serta kelompok kelompok masyarakat dalam lembaga non formal yakni

(Lembaga Pendidikan Keterampilan) dan PKBM (Pusat Kegiatan Belajar

Masyarakat).

Dalam PKBM inilah mereka diarahkan dan dibina serta diberikan

(19)

memperoleh lapangan kerja atau bahkan membuka lapangan kerja sendiri guna

mendapatkan kehidupan yang layak. Dalam pelaksanaan program ini peran

Dinas Pendidikan Kabupaten Bonebolango sangat diperlukan baik dalam hal

regulasi program, maupun memfasilitasi masalah pendanaan yang diperlukan

dalam pelaksanaan program pelatihan tersebut.

Model pelaksanaan program pembelajaran, dirasakan masih merupakan

hal yang belum optimal melaksanakan belajaran, sehingga perlu dicarikan pola

baru untuk menjawab kebutuhan pembelajaran yang optimal, berdaya guna

dan berhasil guna untuk menjawab tantangan kebutuhan ketenagakerjaan dan

pengangguran yakni alumni yang profesional, terampil, mandiri dan berjiwa

kewirausahaan.

2. Fokus Penelitian

Dalam penelitian ini, penulis memfokuskan diri pada pelaksanaan

program pembelajaran di Lembaga Pendidikan Keterampilan (LPK) dan Pusat

Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Kabupaten Bonebolango, yang

melaksanakan belajaran program pelatihan kejuruan antara lain keterampilan:

(1) elektronika dasar; (2) komputer dan internet; (3) montir otomotif (sepeda

motor); (3) pertukangan kayu; (4) las fabrikasi; (5) tata busana; (6) peternakan;

(7) perikanan; (8) dan lain lain

Dari berbagai jenis keterampilan kejuruan yang dilaksanakan

(20)

keterampilan komputer dan internet. Alumni dari dua kejuruan ini diharapkan

akan mampu menjadi tenaga kerja dibidangnya, dan bahkan dapat membuka

peluang usaha baru, sehingga dapat membantu mengatasi masalah

ketenagakerjaan dan pengangguran walaupun dari skala mikro. Semoga upaya

ini dapat berkelanjutan, berdaya guna dan berhasil guna.

Untuk melaksanakan pembelajaran dan merealisasikan semua

keinginan tersebut diperlukan model pembelajaran yang diharapkan mampu

menjawab kebutuhan kompetensi alumni, yang harus memiliki profil:

profesional, terampil, mandiri dan berjiwa kewirausahan.

Penelitian ini dilaksanakan dalam rangka mencapai profil alumni

seperti tersebut diatas dengan melaksanakan model pembelajaran berbasis

Project work untuk meningkatkan jiwa kewirausahaan bagi remaja putus

sekolah.

C. Rumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian

1. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah, maka rumusan

masalah dalam penelitian ini adalah belum terdapatnya pengembangan model

pembelajaran Project work dalam meningkatkan jiwa kewirausahaan bagi

remaja putus sekolah, di Kabupaten Bonebolango.

2. Pertanyaan Penelitian

Mengacu pada rumusan masalah di atas, maka disusun pertanyaan

(21)

a. Bagaimana kondisi pembelajaran yang dilaksanakan pada PKBM di

Kabupaten Bonebolango ?

b. Bagaimana model pembelajaran berbasis Project work yang diajarkan

di PKBM Kabupaten Bonebolango?

c. Sejauhmana pelaksanaan pembelajaran kewirausahaan bagi remaja

putus sekolah di PKBM Kabupaten Bonebolango ?

d. Bagaimana efektifitas pelaksanaan model pembelajaran berbasis

Project Work dalam meningkatkan jiwa kewirausahaan remaja putus

sekolah pada PKBM di Kabupaten Bonebolango ?

D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan pada perumusan masalah, penelitian ini secara umum

memiliki tujuan untuk menerapkan model pembelajaran berbasis Project work

dalam meningkatkan kehidupan remaja putus sekolah pada PKBM di

Kabupaten Bonebolango.

Sedangkan yang menjadi tujuan khususnya adalah untuk:

a. Untuk mendiskripsikan kondisi pembelajaran yang dilaksanakan pada

PKBM di Kabupaten Bonebolango.

b. Untuk mendiskripsikan model pembelajaran berbasis Project work

(22)

c. Untuk mendiskripsikan pelaksanaan pembelajaran kewirausahaan

bagi remaja putus sekolah di PKBM Kabupaten Bonebolango.

d. Untuk menguji efektifitas penerapan model pembelajaran berbasis

Project Work dalam meningkatkan jiwa kewirausahaan remaja putus

sekolah pada PKBM di Kabupaten Bonebolango.

2. Kegunaan Penelitian

Dengan melaksanakan model pembelajaran berbasis Project work ini

diharapkan dapat bermanfaat secara teoritis pada saat penyusunan program

maupun secara praktis dalam pelaksanaan program dan membawa dampak

positif bagi kalangan pendidikan luar sekolah, khususnya para praktisi

pendidikan luar sekolah di lingkungan PKBM maupun di lembaga kursus

lainnya.

Adapun kegunaan penelitian ini kedepan diharapkan dapat digunakan:

a. Bagi para peserta didik di PKBM maupun lembaga kursus kejuruan

lainnya sebagai pemicu usaha memperoleh keterampilan dan upaya

mempersiapkan diri sebaga wirausahawan yang handal dimasa depan.

b. Bagi para praktisi pendidikan luar sekolah khususnya di PKBM, dapat

menjadi masukan model pembelajaran yang berbasis kerja proyek

(Project work Based Learning).

c. Bagi pengambil kebijakan di daerah, dalam hal ini Dinas Pendidikan

(23)

sebagai bahan alternatif pembinaan dan kegiatan di lembaga lembaga

dibawah binaannya.

d. Bagi pemerintah pusat (Depdikbud), sebagai gambaran keadaan di

daerah khususnya masalah kepemudaan dan ketenagakerjaan, serta

alternatif program kegiatan yang dapat melaksanakan belajaran untuk

mengurangi masalah pengangguran dan kerawanan yang disebabkan

oleh kenakalan remaja.

E. Asumsi Penelitian

Perubahan paradigma penyelenggaraan pendidikan kejuruan pasca

reformasi, antara lain:

a. Perubahan pola pendidikan dan pelatihan dari supply-driven menjadi

demand-driven.

b. Pengelolaan pendidikan yang tadinya sentralistik menjadi

desentralisasi.

c. Pendekatan pembelajaran bergeser dari mata pelajaran menjadi

pembelajaran berbasis kompetensi.

d. Pola penyelenggaraan pendidikan berkembang dari terstruktur

menjadi fleksibel (luwes) dan permeabel (terbuka).

Persepsi terhadap Pendidikan Luar Sekolah masih menjadi lembaga

pendidikan ’kelas dua’ dibanding pendidikan formal. Padahal, realitanya

adalah: 1) Pendidikan Luar Sekolah (PLS) jadi salah satu komponen yang

(24)

perdagangan bebas, ada tuntutan kebutuhan sumber daya manusia (SDM)

3)Indonesia sebagai pemasok tenaga kerja yang cukup produktif di mata

internasional, ikut bersaing dengan negara lain.

Pengembangan model pembelajaran berbasis metode project work

sangat diperlukan dalam meningkatkan kesejahteraan remaja putus sekolah di

Kabupaten Bonebolango yang melaksanakan belajaran secara reguler maupun

non reguler.

Sementara jumlah pemuda putus sekolah senantiasa meningkat dari

tahun ke tahun, dimana jumlah lapangan kerja sangat terbatas dan semakin

bersifat kompetitif.

Ini adalah sebuah fenomena, diharapkan sistem pendidikan di

Kabupaten Bonebolango dapat dikembangkan untuk meningkatkan angka siap

kerja dan mencegah bertambahnya pengangguran. Menjawab permasalahan

ini, agaknya PLS dalam hal ini PKBM menjadi salah satu jalan keluarnya

dalam menyiapkan sumber daya manusia yang cukup potensial.

Life skills atau keterampilan hidup dalam pengertian ini mengacu pada

beragam kemampuan untuk menempuh kehidupan dengan sukses, bahagia dan

secara bermartabat di masyarakat. Yang dapat diindikasikan sebagai berikut:

(1) Life skills merupakan kemampuan yang diperlukan sepanjang hayat, (2)

kepemilikan kemampuan berfikir yang kompleks, (3) komunikasi secara

efektif , (4) membangun kerjasama, (5) melaksanakan belajaran peranan

(25)

kecakapan untuk bekerja, (7) dan memiliki karakter dan etika untuk terjun ke

dunia kerja.

Direktorat Pendidikan Kesetaraan dalam kebijakannya selalu

mengarahkan Program Paket A, Paket B dan Paket C pada kompetensi

keterampilan fungsional dan kepribadian profesional sesuai kekhasan

pendidikan nonformal. Nampaknya dalam mengatasi masalah pengangguran

mempengaruhi sisi supply dan demand tenaga kerja, adalah pekerjaan yang

harus dilakukan: (1) Pada sisi demand, perlu diupayakan meningkatkan

pertumbuhan ekonomi agar mampu menyerap tenaga kerja, (2) Pada sisi

supply, perlu dihambat laju pertumbuhan angkatan kerja. (3) Pada elemen laju

pertumbuhan angkatan kerja, terkait di dalamnya soal laju pertumbuhan

penduduk.

Tabel 1.1. Kegiatan Warga Masyarakat Gorontalo Pasangan Usia Kerja (PUK) Tahun 2011

Kegiatan Warga Laki laki Perempuan Jumlah

PUK 359,509 361,091 717,600

Angkatan Kerja 291,810 166,769 458,579

Bekerja 281,714 155,745 437,459

Penganggur 10,096 11,024 21,120

Bukan Naker 64,699 194,322 259,021

Sekolah 36,495 34,898 71,393

Rumah Tangga 11,207 151,442 162,649

(26)

Pada sisi supply, hal yang perlu dilakukan adalah mengendalikan laju

pertumbuhan penduduk. Dalam hal ini jumlah Penduduk Usia Kerja (PUK)

dikurangi jumlah Penduduk yang bekerja: 717.600 – 437.459 = 280.141 orang,

dan inilah yang menjadi perhatian pemerintah daerah, jangan sampai yang

masuk golongan Anak Usia Sekolah namun tidak bersekolah dan yang lainnya

menjadi pengangguran terbuka. Pertumbuhan penduduk dan laju angkatan

kerja, memang ibarat dua sisi mata uang yang tak dapat dipisahkan, seperti

digambarkan dalam grafik sebagi berikut:

Gambar 1.1. Penduduk Usia Kerja (PUK) di prov. Gorontalo tahun 2011 (dalam ribu)

F. Definisi Operasional

Peneliti menganggap bahwa beberapa definisi operasional secara

konseptual perlu diuraikan sebagai berikutt:

1. Model merupakan kerangka atau pola yang telah dirancang dengan

(27)

dengan mudah dan praktis. Dengan kriteria tersebut maka dapat diartikan

bahwa model merupakan sebuah rancangan guna membantu dan

memberikan kontribusi dalam sistem pembelajaran keterampilan bagi

remaja putus sekolah.

2. Pembelajaran merupakan suatu proses dimana perilaku diubah dan

dapat dikatakan memberikan hasil jika orang orang dapat berinteraksi

dengan informasi seperti materi, kegiatan dan pengalaman (Malcom

Knowles: 1973). Sedangkan belajar adalah perubahan persepsi dan

pemahaman. Perubahan persepsi dan pemahaman tidak selalu berbentuk

perubahan tingkah laku yang bisa diamati. Setiap orang telah mempunyai

pengalaman dan pengetahuan di dalam dirinya

3. Project Work atau Pembelajaran berbasis proyek merupakan metoda

pembelajaran yang menggunakan masalah sebagai langkah awal dalam

mengumpulkan dan mengintegrasikan pengetahuan baru berdasarkan

pengalamannya dalam beraktifitas secara nyata. Project work dirancang

untuk digunakan pada permasalahan komplek yang diperlukan pelajar

dalam melakukan insvestigasi dan memahaminya. Berikut pengertian PBL

menurut beberapa ahli. (a) Project work adalah metoda pengajaran

sistematik yang mengikut sertakan pelajar ke dalam pembelajaran

pengetahuan dan keahlian yang kompleks, pertanyaan

authentic dan perancangan produk dan tugas (University of Nottingham:

(28)

konstruktif untuk pendalaman pembelajaran dengan pendekatan berbasis

riset terhadap permasalahan dan pertanyaan yang berbobot, nyata dan

relevan bagi kehidupannya (Barron, B: Wikipedia 1998). (c) Project work

adalah pendekatan komprehensif untuk pengajaran dan pembelajaran yang

dirancang agar pelajar melakukan riset terhadap permasalahan

nyata (Blumenfeld et Al: 1991). (d) Project work adalah cara yang

konstruktif dalam pembelajaran menggunakan permasalahan

sebagai stimulus dan berfokus kepada aktifitas pelajar (Boud & Felleti:

1991).

4. Jiwa Kewirausahaan adalah sikap atau perilaku yang harus dimiliki

oleh seseorang untuk menimbulkan kemampuan menciptakan sesuatu yang

baru secara kreatif/inovatif dan kesanggupan hati untuk mengambil resiko

atas keputusan hasil ciptaannya serta melaksanakan belajarannya secara

terbaik (sungguh-sungguh, ulet, gigih, tekun, progresif, pantang menyerah.)

sehingga nilai tambah yang diharapkan dapat dicapai. Oleh karenanya,

seorang wirausahawan harus memiliki kemampuan untuk memikirkan

sesuatu yang belum pernah dipikirkan oleh orang lain (prinsip kreatif dan

inovatif) dan hasilnya adalah buah pikiran yang asli dan bukannya

replikasi, baru dan bukannya meniru, memberi kontribusi dan bukannya

membuat rugi. Kewirausahaan dapat diartikan sebagai singkatan dari:

Kreatif, Enerjik, Wawasan luas, Inovatif, Rencana bisnis, Agresif, Ulet,

(29)

5. Remaja Putus Sekolah adalah para remaja usia sekolah dan juga usia

produktif yang karena berbagai penyebab tidak dapat meneruskan

pedidikannya (drop out) seperti masalah ekonomi, sosial, salah pergaulan

ataupun penyebab lainnya. Salah atau penyebab dari banyaknya remaja

putus sekolah adalah karena mereka tidak mampu membiayai sekolah, dan

akhirnya putus sekolah (dropout). Pengaruh banyaknya perusahaan besar

dan menengah yang gulung tikar pada saat krisis ekonomi tahun 1988 yang

lalu, menyebabkan puluhan, ratusan ribu bahkan jutaan tenaga kerja

kehilangan nafkah mereka. Ini menyebabkan orang tua dari para siswa

banyak yang kena akibat pemutusan hubungan kerja tersebut. Orang tua

dari warga belajar tidak mampu membiayai sekolah, dan akhirnya putus

sekolah (dropout).

G. Kerangka Berfikir

Masalah model pembelajaran, Project work, jiwa kewirausahaan dan

remaja putus sekolah, merupakan empat hal yang sebenarnya tidak terpisah

satu sama lain. Antar elemen ini ada keterkaitan dimana arah dari model

pembelajaran menuju ke materi Project work, yang diharapkan dapat

menimbulkan semangat ataupun jiwa kewirausahaan yang pada akhirnya dapat

memberikan solusi masalah bagi remaja putus sekolah.

Kerangka berfikir dalam penelitian ini yang mengacu pada empat

(30)

kelak dapat berubah dari posisi pencari kerja menjadi pekerja atau bahkan

pencipta lapangan kerja baru, untuk peningkatan kesejahteraan baik dirinya

maupun teman dekat serta masyarakat sekitarnya. (2) Berbagai macam

pelatihan berbasis kewirausahaan, yang merupakan bahan pembelajaran untuk

memberikan keterampilan yang dapat digunakan sebagai modal untuk

berusaha dan mencari pola untuk peningkatan taraf hidup bagi para remaja

yang tidak berkesempatan melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi (drop out

SD, SMP, SMA). (3) Model pembelajaran berbasis Project work yang

merupakan kerangka kegiatan yang dilaksanakan di Pusat Kegiatan Belajar

Masyarakat (PKBM) merupakan model yang ditawarkan dan dujicobakan oleh

penulis untuk memberikan bekal keterampilan sehingga alumni pelatihan

memiliki jiwa kewirausahaan untuk menuju kemandirian. (4) Wirausaha yang

merupakan bagian tak terpisahkan dalam proses pembelajaran guna

memberikan bekal pengetahuan dan kiat kiat berusaha untuk kelangsungan

usaha yang bermuara pada kegiatan berusaha untuk mendapatkan penghasilan

untuk mencukupi kebutuhan hidup sehingga tidak menjadi beban masyarakat

ataupun pemerintah jika memungkinkan termasuk masalah permodalan. (5)

Perubahan tingkah laku, yang merupakan harapan bagi para peserta pelatihan

agar mampu berubah dari posisi tergantung kepada orangtua atau pihak lain,

menjadi mandiri atau bahkan dapat membantu orang lain dalam hal

ketenagakerjaan, (6) Terjun ke masyarakat, dengan berbekal keterampilan baik

(31)

teknis merakit) maka para alumni diharap siap terjun ke masyarakat. (7)

Remaja mandiri, inilah tujuan akhir dari pelatihan untuk merubah status dari

tergantung kepada orang lain, menuju mandiri dalam arti bisa memenuhi

kebutuhan hidupnya atau berwirausaha mandiri (menciptakan lapangan kerja

sendiri) untuk membantu keluarga, teman dan bahkan masyarakat sekitarnya.

Gambar 1.2. Kerangka Berfikir Pola Pembinaan Remaja Putus Sekolah

Remaja Putus sekolah

Model Pembelajaran

Project Work

Wirausaha

Perubahan Tingkah

laku Terjun ke

Masyarakat Remaja

Mandiri

Berbagai Macam

Pelatihan

(32)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Paradigma Penelitian

1. Penentuan Lokasi dan Subyek Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan guna melihat pembelajaran pada

PKBM yang ada di Kabupaten Bonebolango. Alasan penulis

mengambil lokasi penelitian di Bonebolango ini adalah, umur

yang relatif masih muda, sebagai kabupaten pemekaran dari

daerah induk yaitu Kabupaten Gorontalo.

Sebagai daerah yang relatif masih muda, tentunya sedang

gencar mengejar ketertinggalan pembangunan khususnya di

bidang pendidikan, lebih khusus lagi dalam bidang pendidikan

luar sekolah. PKBM di daerah ini masih tergolong dalam tahap

pengembangan warga masyarakat sangat mendambakan

keberadaan PKBM sebagai lembaga pendidikan alternatif bagi

para siswa yang tidak memperoleh kesempatan belajar di

lembaga pendidikan formal.

Subyek penelitian ini terdiri atas :

a. Pejabat yang berwenang menentukan legalitas formal

(33)

b. Jajaran pengelola program di lingkungan PKBM yang telah

dan sedang menduduki jabatan pengelola satuan program di

lingkungan PKBM.

c. Warga belajar yang dilibatkan dalam uji coba penerapan

model pembelajaran Life skills sebanyak 40 orang, jumlah ini

merupakan akumulasi dari 2 kelompok, yang ada di PKBM

tersebut dan asumsi penulis bahwa para peserta diklat tersebut

sesuai dengan spesifikasi yang diharapkan. Mereka dibagi dua

kelompok yakni kelompok eksperimen dan kelompok kontrol,

dengan karakteristik warga belajar yang heterogen, dengan

mata diklat Kompetensi Merakit Amplifier Sederhana, dengan

program paket 80 jam, dengan asumsi peserta belum ada

pengetahuan dasar tentang Elektronika Dasar.

2. Pendekatan dan Prosedur Penelitian

a. Pendekatan Penelitian

Sesuai dengan hakekat Research and Development

sebagaimana dikemukan Borg dan Gall (1979:624) yang

menyatakan bahwa R & D adalah mengembangkan dan menguji

suatu produk tertentu agar dihasilkan produk serupa yang lebih baik,

maka langkah-langkah yang ditempuh dalam pelaksanaan R&D ini

(34)

1)meneliti dan mengumpulkan informasi seperti membaca

literatur dan melaksanakan belajaran observasi lapangan;

2)perencanaan (planning), yaitu merencanakan pembelajaran

prototipe komponen yang akan dikembangkan termasuk

merencanakan warga belajar, merumuskan dan menentukan

langkah-langkah;

3)mengembangkan bentuk produk awal seperti menyiapkan

bahan pembelajaran, bahan panduan, perangkat evaluasi;

4)pengujian lapangan awal, melakukan uji coba awal secara

terbatas terhadap model awal, melakukan pengumpulan data

melalui wawancara, pengamatan dan analisis;

5)revisi terhadap produk awal, melakukan revisi dari model

awal;

6)pengujian lapangan;

7)revisi produk operasional;

8)pengujian lapangan operasional;

9)revisi produk akhir;

10) diseminasi dan distribusi

Adapun langkah langkah yang menggambarkan prosedur

penelitian dan pengembangan dari model yang melaksanakan

(35)
(36)

Pendekatan yang dianggap relevan untuk pengembangan model

ini adalah gabungan kualitatif dan kuantitatif, mengingat bahwa

terdapat dua tahap kegiatan yaitu studi ekplorasi dan pengembangan

model. Pada tahap studi ekplorasi dilakukan pemetaan dan

pemaknaan atas masalah riil (emik) dan menelah konsep, teori yang

relevan dari sumber-sumber pendukung yang berkaitan dengan

tujuan riset ini (etik). Sehingga diperolah landasan yang secara emik

dan etik mampu mendukung perumusan model yang akan

dikembangkan atau lazim disebut model konseptual. Tahap kegiatan

ujicoba dalam lapangan dengan menggunakan kuasi ekperimen

model konseptual.

b. Prosedur Penelitian

1) Tahap Orientasi

Pada tahap ini, diperlukan untuk memperoleh beberapa

informasi awal yang berhubungan dengan rancangan

penelitian yang akan melaksanakan belajaran guna

mempertajam fokus penelitian yang sudah ditetapkan.

Cara yang melaksanakan belajaran oleh penulis adalah

berkunjung ke lokasi PKBM dan melakukan wawancara awal

tentang rintisan lembaga kursus atau PKBM yang ada,

(37)

2) Tahap Eksplorasi

Data dan informasi yang diperoleh pada saat orientasi

digunakan untuk mendapatkan gambaran yang semakin nyata

dalam hal pengumpulan data, termasuk wawancara, studi

dokumentasi dan observasi. Wawancara yang dilakukan

dalam tahap eksplorasi ini bertujuan untuk:

1) Menentukan data yang valid

2) Penyusunan rencana observasi sekaligus instrumen

penelitian

3) Observasi kegiatan para peserta didik

4) Menghimpun dokumen dan referensi guna memperkaya

kajian teoritis penelitian ini

5) Mempertajam proses analisis, dan tafsiran hasil hasil

penelitian ini secara akurat

3) Tahap Pengecekan Subyek Penelitian

Kredibilitas penelitian sangat diperlukan dan untuk

kepentingan ini perlu mendapatkan legalitas dari subyek

penelitian termasuk stakeholder yang terlibat di dalamnya.

Pada tahap pengecekan subyek penelitian ini disusunlah

hasil hasil penelitian pada saat eksplorasi serta dikaji ulang

(38)

4) Tahap Triangulasi

Pada tahap ini, dilakukan pembandingan data yang

diperoleh dari berbagai sumber, seperti pentutors PKBM, para

tutor, orang tua peserta didik dan peserta didik itu sendiri.

Untuk data yang berasal dari berbagai metode, seperti

hasil observasi, wawancara dan studi dokumentasi perlu dicek

kebenarannya untuk menjaga bias yang terjadi antar data yang

akan mengurangi validitas penelitian.

5) Tahap Audit Trail

Pada tahap ini, tujuan utamanya adalah untuk

membuktikan kebenaran dan keabsahan data yang diperoleh

serta penampilan yang dilakukan pada hasil penelitian

sehingga kebermaknaan data tersebut mudah diperoleh dan

tidak menimbulkan salah interpretasi dari data dimaksud.

B. Uji Lapang

Dalam penelitian ini, Desain Penelitian menggunakan model

Nonequivalent Groups Posttest Only yang dikembangkan James H

MacMillan and Sally Schumacher, dalam Sugiyono (2008) dimana ada

dua kelompok (grup) yang satu diberi perlakuan khusus dan yang lain

diberi perlakuan yang berbeda, sebagai grup posttest only.

Kedua kelompok ini dipilih yang memiliki tingkat homogenitias

(39)

Untuk melihat tingkat homogenitas kedua kelompok tersebut

dilakukan dengan melaksanakan prestest dengan materi yang sama,

situasi yang sama, agar diperoleh hasil yang sesuai kemampuan peserta.

Sebagai ilustrasi, desain eksperimen yang dimaksudkan adalah

seperti yang digambarkan pada halaman sebagai berikut:

GRUP PERLAKUAN

Pretest Dan Posttest

A X O

B O

WAKTU

Gambar 3.2. Desain Eksperimen

Adapun penjelasan Desain Eksperimen dimaksud adalah:

1) Selama sekitar 6 minggu (sesuai rencana eksperimennya)

kelompok A sebagai kelompok eksperimen diberikan materi

yang sama dengan kelompok kontrol. Sedangkan metode

pembelajaran yang digunakan berbeda. Kelompok A dengan

metode perakitan terstruktur (sesuai tahapan metode project

work), sedangkan kelompok B dengan metode perakitan

(40)

2) Selama pelaksanaan eksperimen diupayakan semaksimal

mungkin agar kekeliruan tidak timbul terutama kesesatan

yang tidak konstan, baik peserta didik maupun instrutur

pelaksana, agar tidak mengganggu hasil eksperimen.

3) Selama eksperimen perlu diamati semua perubahan yang

terjadi berdasarkan pedoman observasi yang telah

dipersiapkan, misalnya aspek perhatian peserta didik,

keberanian peserta berpendapat, kondisi ruangan, kedisiplinan

peserta, dan lain-lain.

4) Sesudah waktu eksperimen selesai (sesudah minggu),

diadakan tes akhir eksperimen. Jenis tes, materi tes serta

waktu pelaksanaan tes yang diberikan pada kelompok

eksperimen dan kontrol harus sama.

5)

Sesudah data dikoreksi dan dianggap lengkap, ditabulasi dan

dideskripsikan sesuai dengan tujuan penelitian. Data yang

sudah disusun dari kedua kelompok tersebut dibandingkan.

Kalau kesimpulan menunjukkan adanya perbedaan yang

signifikan, maka perlu dilihat mana Meannya yang lebih besar

itulah yang lebih efektif/baik. Kalau Mean pada kelompok

eksperimen lebih baik, maka dapat disimpulkan bahwa

(41)

upaya meningkatkan hasil kerja yang berarti bahwa asumsi

dapat diterima atau sesuai dengan hasil penelitian.

C. Teknik Pengumpulan Data

1. Teknik Pengumpulan Data Tahap I

a. Observasi

Observasi (pengamatan), dengan mengamati proses kegiatan

belajar mengajar yang ada di PKBM tersebut untuk mendapatkan

gambaran awal dan data data awal.

b. Wawancara

Wawancara, hal ini dilakukan dalam penelitian guna memperoleh

validasi data tentang para peserta didik, yang menyangkut latar

belakang pendidikan sebelumnya, latar belakang keluarga serta

data prestasi mereka selama ini. Yang akan diwawancari adalah

para tutor serta para pengelola PKBM tersebut.

c. Studi Dokumentasi

Studi dokumentasi; dalam kegiatan ini dilakukan dokumentasi

untuk memperoleh data baik yang bersifat audio maupun visual,

yang akan berguna sebagai pelengkap data. Data dimaksud bisa

berupa foto foto kegiatan, rekaman wawancara, serta beberapa

arsip dari PKBM tersebut. Instrumen pengumpulan data yang

(42)

pengumpulan data yang dilakukan pada masing-masing tahap

penelitian, yaitu:

1) pedoman wawancara,

2) pedoman observasi,

3) pedoman studi dokumentasi,

2. Teknik Pengumpulan Data Tahap II

a. Melaksanakan Pre Tes dan Post Test

Tes utuk penilaian dilakukan dengan memberikan tes awal

(pretest) sebelum pelatihan dan tes akhir (posttest) atau setelah

kegiatan pelatihan selesai secara keseluruhan, dilanjutkan

dengan membandingkan dengan hasil kerja peserta di lapangan.

b.Teknik Respon Terinci

Pada tahap ini dilakukan tes untuk evaluasi hasil uji coba

model pada kelompok kontrol dan kelompok eksperimen

kemudian diterapkan pada tahap uji coba, untuk mengukur

peningkatan kemampuan berwirausaha dalam rangka mengukur

ataupun menilai dampak penerapan model. Gambaran

pelaksanaan penilaian model teknik respon rinci digambarkan

(43)

TABEL 3.1. Penilaian Model Dengan Teknik Respon

Teknik Respon Terinci (D. Sudjana 1993)

D. Teknik Analisa Data

Pengujian efektifitas model dilakukan terhadap model

konseptual yang dikembangkan sehingga dapat menjadi model yang

teruji secara empirik. Pengujian Efektifitas Model menggunakan Uji

F-Snedecor dengan cara menguji perbedaan dua buah varians

berdasarkan dua sampel independen. Rumusan desain yang

digunakan untuk menguji efektifitas model adalah dengan

mengunakan disain ekperimen pre-test dan post-test yang

diujicobakan pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol

(control Group Pretest-Posttest Design) dari Borg dan Gall

(1979:536).

Data yang diperoleh dalam pengamatan praktik, saat perakitan,

dihimpun dan selanjutnya dianalisa secara deskriptis analitis, baik

(44)

1. Dasar penyusunan asumsi apakah sudah menggunakan dasar

teori serta temuan ilmiah? Jika jawabannya sudah, kita ke alur

berikutnya.

2. Bilamana penelitian itu merupakan penelitian eksperimen,

apakah sudah diperhitungkan tingkat homogenitas kedua

kelompok, atau yang variannya minimal, kalau sudah maka kita

ke langkah berikutnya.

3. Bisa terjadi terjadi kekeliruan yang tidak konstan yang

ditimbulkan dari berbagai aspek, misalnya adanya peserta yang

sering mengganggu salah satu kelompok eksperimen, atau

adanya tindakan instruktur pelaksana eksperimen/kontrol yang

kurang serius dalam bertugas, atau di suatu kelompok terhimpun

peserta yang memiliki potensi dan motivasi belajar yang kuat

yang berkaitan dengan materi pelajaran yang dieksperimenkan.

4. Kemungkinan juga bisa terjadi, peneliti waktu menyusun alat

evaluasi belajar hasil eksperimen kurang memperhatikan tingkat

validitas dan reliabilitasnya. Artinya ketepatan dan ketelitian alat

evaluasinya tidak terpenuhi, atau tingkat keterandalannya belum

diperhatikan, atau belum mencakup seluruh materi pelajaran.

Atau, waktu pelaksanaan evaluasi/tes akhir tidak dilakukan

bersamaan, sehingga peserta pada salah satu ruang mendapatkan

(45)

5. Ada kemungkinan cara analisis datanya kurang tepat, tidak

sesuai analisis eksperimen sesuai dengan pola yang digunakan.

Dimulai dari koreksi hasil post test/evaluasi akhir, tabulasi

sampai penggunaan pada analisis harus benar, kesalahan tanda

koma saja dapat mengakibatkan ada perbedaan menjadi tidak ada

atau sebaliknya. Bilamana hal ini juga sudah melaksanakan

belajaran dengan benar, maka tinggal kemungkinan/ alternatif

atau asumsi terakhir.

6. Kalau keenam hal di atas sudah melaksanakan belajaran dengan

baik, hati-hati dan juga tidak melakukan penyimpangan, maka

kemungkinan terakhir yaitu adanya kesesatan konstan yang tidak

mungkin peneliti mampu untuk mengatasi / menghilangkan,

tetapi peneliti juga tidak mencoba mengurangi kesesatan ini.

Kondisi itu misalnya, pada salah satu kelompok sebagian besar

peserta pada waktu sore atau malam bekerja membantu orangtua,

banyak dibimbing saudara/orang tuanya pada malam hari,

budaya disiplin kerja telah tertanam pada sebagian peserta,

alat/sarana/media belajar peserta lengkap atau sebaliknya.

E. Subyek Penelitian

Subyek Penelitian ini adalah peserta didik pada PKBM yang

(46)

pembangunan khususnya di bidang pendidikan, lebih khusus lagi

dalam bidang pendidikan luar sekolah. PKBM di daerah ini masih

tergolong dalam tahap pengembangan warga masyarakat sangat

mendambakan keberadaan PKBM sebagai lembaga pendidikan

alternatif bagi para siswa yang tidak memperoleh kesempatan

belajar di lembaga pendidikan formal.

Subyek penelitian ini terdiri atas :

1. Pejabat yang berwenang menentukan legalitas formal

pengelola PKBM.

2. Jajaran pengelola program di lingkungan PKBM yang

telah dan sedang menduduki jabatan pengelola satuan

program di lingkungan PKBM.

3. Warga belajar yang dilibatkan dalam uji coba penerapan

model pembelajaran Life skills sebanyak 40 orang, jumlah

ini merupakan akumulasi dari 2 kelompok, yang ada di

PKBM tersebut yang berasal dari dua kecamatan, yakni

kecamatan Kabila dan kecamatan Tapa kabupaten

Bonebolango, dan asumsi penulis bahwa para peserta

diklat tersebut sesuai dengan spesifikasi yang diharapkan.

Mereka dibagi dua kelompok yakni kelompok eksperimen

(47)

yang heterogen, dengan mata diklat Kompetensi Merakit

Amplifier Sederhana, dengan program paket 40 jam,

dengan asumsi peserta belum ada pengetahuan dasar

tentang Elektronika Dasar. Dengan demikian materi yang

diberikan dimulai dari pengetahuan dasar komponen

elektronika, cara mengukur komponen sampai pada

karakteristik dan fungsi komponen dalam rangkaian.

Penelitian dilaksanakan di PKBM (Pusat Kegiatan Belajar

Masyarakat) Queen di kecamatan Kabila dan PKBM

(48)

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Kegiatan akhir dalam penelitian ini terdiri atas kesimpulan dan rekomendasi.

A. Kesimpulan

Berdasarkan pada permasalahan dan tujuan dari penelitian serta

dihubungkan dengan pengembangan model pembelajaran project work untuk

meningkatkan jiwa kewirausahaan bagi remaja putus sekolah, secara garis

besar dibuat kesimpulan sebagai berikut:

1. Implementasi model dilaksanakan melalui pelaksanaan uji coba selama dua

kali yakni uji coba tahap pertama dilakukan di PKBM Kecamatan Kabila dan

PKBM Kecamatan Tapa. Dari hasil uji coba ini ternyata menunjukkan adanya

dampak positif tidak saja bagi peserta pelatihan tetapi juga bagi pengelola

PKBM, peserta dan fasilitator. Prosedur pelaksanaan uji coba ini ditempuh

melalui tiga pokok kegiatan, meliputi: pembentukan kelompok eksperimen

dan kelompok kontrol yang mengacu kepada langkah-langkah masing-masing

model pembelajarannya, pelaksanaan pembelajaran, dan memberikan post-test

kepada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dengan materi tes yang

sama.

Kegiatan pelaksanan pembelajaran dilihat dari aspek kegiatan fasilitator,

(49)

bahwa proses pembelajaran itu pada dasarnya merupakan interaksi edukatif

antara peserta (peserta pelatihan) dengan komponen-komponen pembelajaran

lainnya. Kegiatan penilaian dilakukan oleh fasilitator dalam bentuk non tes

(lisan) di saat proses berlangsung. Hasil penilaian ini tidak terdokumentasi

dengan baik. Kondisi penilian seperti ini menunjukkan bahwa system

penilaian yang dilakukan belum optimal. Kegiatan penilaian sangat diperlukan

untuk mengetahui kualitas pengelolaan kegiatan belajar, hasil belajar dan

pasca belajar. Disamping itu kegiatan penilaian diperlukan untuk menjadi

acuan perbaikan dan penyusunan program lebih lanjut. Kegiatan

pengembangan merupakan tujuan di pendekatan sistem. Di kegiatan

pengembangan ini diharapkan akan Nampak kegiatan pasca belajar.

Kenyataan menunjukkan bahwa PKBM Bonebolango kegiatan pengembangan

berupa pembentukan kelompok usaha mandiri yang dibentuk setelah peserta

pelatihan selesai mengikuti seluruh kegiatan pembelajaran (pasca belajar).

2. Model pembelajaran Project work efektif untuk meningkatkan jiwa

kewirausahaan remaja putus sekolah dilaksanakan dengan melibatkan

pengelola dan penyelenggara khususnya pada tahap perencanaan,

pengorganisasian, pelaksanaan, pembinaan, penilaian dan pengembangan.

3. Dalam model Pembelajaran Berbasis Project work, ruang lingkup materi

pembelajaran dibagi atas materi keterampilan dan materi kewirausahaan, hal

(50)

mempelajari secara utuh mengenai konsep keterampilan dan konsep

kewirausahaan.

4. Pendekatan andragogi, metode partisipatif, dan bimbingan individual dalam

model yang ditemukan mampu meningkatkan suasana belajar menyenangkan

yang ditunjukkan oleh aktifnya peserta didik pelatihan mengikuti

pembelajaran, tidak pernah tidak hadir dan selalu menggunakan hak mereka

berbicara dan mendemonstrasikan teori yang mereka peroleh. Pendekatan ini

termasuk dalam sistem penilaian dengan membandingkan kelompok

eksperimen dan kelompok kontrol mampu memberi informasi yang jelas

mengenai kemampuan peserta didik pelatihan yang menerapkan

pengembangan model pembelajaran yang selama ini dilaksanakan oleh

PKBM, dalam pemilihan alat bahan pembelajaran lebih efektif menggunakan

potensi lokal, hal ini memberi kesan bahwa a) peserta didik pelatihan tidak

merasa asing dalam pemanfaatannya, b) mudah menyiapkannya karena

banyak tersedia di lingkungannya, c) murah mengadakannya karena biaya

cost rendah dan bahannya banyak tersedia, d) meningkatkan rasa kebanggaan

atas daerahnya, e) dapat memotivasi peserta didik pelatihan untuk

berwirausaha, pembinaan program dengan melibatkan pihak internal dalam

hal ini pengelola PKBM dan penyelenggara pelatihan serta pihak eksternal

dalam hal ini unsur wirausahawan pemerintah setempat, dinas pendidikan dan

(51)

optimal dan jika ada permasalahan yang ditemui segera beroleh

penyelesaiannya, pengembangan program melalui pendampingan teknis,

pembentukan kelompok usaha dirasakan dapat mengoptimalkan hasil

pembelajaran pelatihan berupa: a) adanya program pasca belajar sehingga

peserta didik merasa kegiatan pembelajaran tidak sekedar berakhir setelah

pemberian materi pelatihan selesai melainkan kegiatan belajar terus

berlangsung, b) peserta didik pelatihan dapat mengaplikasikan hasil

belajarnya melalui kelompok usaha yang dibentuk, c) peserta didik memiliki

orientasi berpikir untuk menjadi wirausahawan baru yang ditandai dengan

timbulnya motivasi berwirausaha dengan memanfaatkan potensil lokal pada

peserta didik, d) peserta didik memiliki perilaku mandiri yang ditunjukkannya

dalam aktifitas mengikuti kegiatan kelompok usaha yang dibentuk oleh

PKBM berupa memiliki rasa tanggung jawab, tidak bergantung pada orang

lain, memiliki etos kerja yang tinggi, disiplin dan bersedia menanggung

resiko, e) peserta didik dapat berpartisispasi dalam kegiatan sosial dan

pembangunan masyarakat berkaitan dengan kegiatan pelatihan yang

diikutinya.

B. Rekomendasi

Beberapa rekomendasi yang diajukan berlandaskan hasil penelitian ini

(52)

1. Bagi pemerintah Kabupaten Bonebolango disarankan menjadi masukan

kebijakan yang dapat meningkatkan kualitas penyelenggaraan program

pendidikan luar sekolah, terutama yang dilaksanakan oleh masyarakat baik

PKBM dan satuan pendidikan non formal lainnya yang dikelola secara

mandiri. Disamping itu juga diharapkan dapat melakukan pembinaan dan

pengawasan secara kontinyu terhadap pelaksanaan kegiatan pembelajaran

yang berbasis Project work pada PKBM yang dilaksanakan sehingga kualitas

yang diharapkan dapat dicapai dengan baik.

2. Bagi pengelola PKBM, disarankan agar keberlanjutan pelaksanaan dan

penerapan model pembelajaran dari hasil penelitian ini dilaksanakan dan

dikembangkan sesuai dengan karakteristik peserta didik. Disarankan agar

pimpinan selalu bersikap terbuka dalam menerima pembaharuan-pembaharuan

dalam penerapan model-model pembelajaran yang berbasis Project work agar

dapat meningkatkan efktifitas pelaksanaannya.

3. Bagi fasilitator sebagai tenaga-tenaga pengajar sebaiknya mempelajari dan

menerapkan pembelajaran yang berbasis Project work agar dapat

meningkatkan pengetahuan dan keterampilan peserta didik.

4. Bagi orang tua diharapkan lebih banyak memberi motivasi kepada putra

putrinya agar lebih sungguh sungguh dan semangat dalam mengikuti program

(53)

5. Bagi peserta didik, diharapkan agar lebih bersemangat dan disiplin dalam

mengikuti program yang dilaksanakan oleh PKBM dengan cara tidak

terlambat datang ke tempat pelatihan, dan mengerjakan tugas tugas yang

diberikan oleh para instruktur sesuai dengan prosedur pembelajaran yang

berbasis Project work guna melihat tingkat pemahaman dan capaian

kompetensi yang telah dikuasai oleh para peserta didik.

(54)

!"# $

% & ' ( )**# +

! , !-* .

/

. / / 0

$ /

1 23 4

% & 1% 3 5

/

6 7 4 8 $ . 4 4

( )**- 9 + )**:

; 4 . 4 0 )**: 9 </ & < ( )**:

; = . 4 )**"

0 / ' $ !"- 8 !!:

' % 0 % !!: 8 !!! ' 2

$ !!! 8 )** 0

/ $ )** 8 )**2 ' 2 $ )**2

(55)

$ % )**! / 9 0 + & $ (

)* * 8

/ 0 . / /

. > 6 $? , /

7 $ 1)** 8 )**23

+ / !!! 8 )**2

/ 0

!"-/ + 4 * ? 1)**#3

+ 4 )* ? 1)**"3

, !""

Gambar

Tabel 1.1. Kegiatan Warga Masyarakat Gorontalo Pasangan Usia Kerja (PUK) Tahun 2011
Gambar 1.1. Penduduk Usia Kerja (PUK) di prov. Gorontalo tahun 2011 (dalam ribu)
TABEL 3.1.  Penilaian Model Dengan Teknik Respon Terinci

Referensi

Dokumen terkait

Adapun pengertian lainnya tentang peraturan perundang-undangan adalah keseluruhan susunan hierarki peraturan perundang-undangan yang berbenluk undang-undang ke bawah, yaitu

pada suatu lokasi tertentu, seperti dalam suatu gedung atau sekelompok gedung yang letaknya berdekatan satu dengan yang lain. Jaringan elektronik berpengaruh pada sistem penjuaian

- Instalasi air bersih dapat menggunakan rainwater harvesting system yaitu sistem pengumpulan air hujan yang akan difilter ulang dan disalurkan untuk air (flush water)

Manfaat hasil belajar “pengetahuan bahan makanan” pada praktik “pembuatan main course dari seafood”. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |

Antarmuka Pengguna Grafis (Graphical User Interface - GUI) pada system telecardiac monitoring and reporting berfungsi untuk menampilkan data mentah ECG maupun

” Oleh karena itu, model pembelajaran konsep-konsep dasar biologi sel akan sesuai dengan model pembelajaran pencapaian konsep ( Concept Attainment Model/CAM )

Isilah salah satu jawaban dengan cara memberikan tanda cek list (√) pada kotak yang telah disediakan dan jawaban pernyataan pada tempat yang telah disediakan.. Hasil

“ Pengaruh Harga dan Kualitas Produk Terhadap Keputusan Pembelian Produk Oriflame Pada Mahasiswa Program Studi. Manajemen Fakultas Ekonomi USU ”, Skripsi Fakultas Ekonomi