• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROSES PEMBELAJARAN KEAKSARAAN PADA MASYARAKAT BADUY DI DESA KANEKES KECAMATAN LEUWIDAMAR KABUPATEN LEBAK JAWA BARAT.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PROSES PEMBELAJARAN KEAKSARAAN PADA MASYARAKAT BADUY DI DESA KANEKES KECAMATAN LEUWIDAMAR KABUPATEN LEBAK JAWA BARAT."

Copied!
43
0
0

Teks penuh

(1)

P R O S E S P E M B E L A J A R A N K E A K S A R A A N P A D A M A S Y A R A K A T B A D U Y DI DESA K A N E K E S K E C A M A T A N L E U W I D A M A R K A B U P A T E N L E B A K

J A W A B A R A T

T E S I S

Diajukan kepada Panitia Ujian Tesis Program Pasca Sarjana IKIP Bandung

untuk memenuhi salah satu syarat ujian Strata Dua

pada Program Studi Pendidikan Luar Sekolah

Oleh : Mamat Ruhima*/ 9596170

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH

PROGRAM PASCA SARJANA IKIP BANDUNG

(2)

DISETUJUI DAN DISAHKAN TIM PEMBIMBING

( Prof. Dr. H. Diudiu Sudiana. M. Ed )

Pembimbing I

( Prof. Dr. H. Nursid Sumaatmadia)

Pembimbing II

PROGRAM PASCA SARJANA

INSTITUT KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN BANDUNG

(3)

Belajarkanlah anak-anakmu,

(4)

ABSTRAK

PROSES PEMBELAJARAN KEAKSARAAN PADA MASYARAKAT BADUY

DI DESA KANEKES KECAMATAN LEUWIDAMAR

KABUPATEN LEBAK JAWA BARAT

Masyarakat Baduy merupakan salah satu masyarakat terasing yang bertempat

tinggal menetap di Desa Kanekes Kecamatan Leuwidamar Kabupaten Lebak Jawa Barat.

Kehidupan masyarakatnya sangat terikat dengan pola pikukuh adat yang diberlakukan

sepanjang jaman.

Khusus dalam bidang pendidikan, masyarakat yang bersangkutan tidak mengenal

kehadiran pendidikan sekolah. Namun demikian, meskipun secara adat tidak menerima

kehadiran pendidikan

sekolah, ternyata telah ada sekelompok masyarakat yang telah

melek huruf Studi ini mencoba mengungkap proses pembelajaran yang telah dilakukan

masyarakat dalam upaya mengentaskan diri dari kebutahurufan. Untuk kepentingan

penelitian, studi ini dibatasi ke dalam beberapa pertanyaan penelitian, yaitu sebagai berikut

: (a) apakah masyarakat Baduy telah memiliki kebutuhan belajar, kalau memang telah

memilikinya, apakah jenisnya ?, (b) bagaimana gaya belajar yang telah dilakukan oleh

masyarakat Baduy ?, (c) apakah ada relevansi antara pikukuh adat masyarakat Baduy

dengan kebutuhan pendidikan dan gaya belajar yang dilakukannya, (d) faktor-faktor

apakah yang mempengaruhi masyarakat Baduy untuk mau dan mampu membelajarkan

dirinya ?, (e) apakah ada perbedaan proses pembelajaran antara masyarakat Baduy luar

dengan Baduy dalam ?, dan (f) kebutuhan belajar apalagikah yang diperlukan masyarakat

Baduy setelah mereka melek huruf?

Studi ini pada dasarnya bertujuan untuk : (a) mengkaji kebutuhan belajar

masyarakat Baduy, terutama dalam bidang pendidikan luar sekolah, (b) mengkaji model

pembelajaran yang telah dilakukan masyarakat Baduy dalam mengentaskan dirinya dari

kebutahurufan, (c) mengkaji berbagai faktor penyebab munculnya kemauan dan

kemampuan masyarakat untuk membelajarkan dirinya, (d) mengamati proses pembelajaran

yang telah dilakukan, (f) mengkaji jenis-jenis kebutuhan belajr lain setelah mereka melek

(5)

Studi ini bersifat deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif Tehnik

penelitian yang digunakan berupa wawancara dan dokumentasi. Subyek penelitiannya

ditentukan secara purposif. Para informan dari studi ini terdiri atas carik desa (sekretaris) Kanekes dan sejumlah anggota Masyarakat Baduy yang telah melek huruf.

Topik studi di atas pada dasarnya didukung oleh teori perubahan sosial dan proses

pemberdayaan masyarakat. Teori perubahan sosial pada intinya menyatakan bahwa tidak

ada masyarakat yang statis, mengingat kehidupan itu sendiri merupakan gerak maju. Pada sisi lain teori perubahan sosial memandang bahwa terjadinya perubahan dalam masyarakat

merupakan suatu peristiwa yang wajar terjadi. Terjadinya perubahan sosial didukung oleh

faktor-faktor sebagai berikut : (a) kontak budaya lain, (b) sistem pendidikan formal yang

maju, (c) keinginan untuk maju, (d) toleransi terhadap perbuatan yang menyimpang, (e)

sistem pelapisan masyarakat yang terbuka, dan (f) heterogenitas penduduk. Konsep kedua

yang melandasi topik studi ini adalah pemberdayaan. Pendidikan luar sekolah dianggap

sebagai proses pemberdayaan, diharapkan dapat memberikan pengertian dan kesadaran

kepada individu/kelompok guna memahami dan mengontrol kekuatan sosial, ekonomi dan

politik sehingga dapat memperbaiki kehidupannya di masyarakat.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Masyarakat Baduy : (a) secara adat dituntut

untuk terus menjalankan pikukuhnya,

(b) telah memiliki kebutuhan belajar, (c) gaya

pembelajarannya dilakukan secara individual, (d) sebagian warga masyarakat yang telah

melek huruf berasal dari Kampung Baduy Panamping dan berusia muda, (e) ada dua faktor

utama yang mendorong masyarakat untuk mau dan mampu membelajarkan dirinya, yaitu

internal dan eksternal, (f) carik (sekretaris) desa telah berperan sebagai fasilitator dan

sumber belajar, (g) pendidikan anak sepenuhnya merupakan tanggung jawab para orang tua, serta (h) memiliki etika lingkungan yang tinggi.

Bertitik tolak dari hasil studi di atas, penulis merekomendasikan : (a)

pemberdayaan masyarakat Baduy hendaknya disesuaikan dengan referensi nilai-nilai

budaya masyarakat yang bersangkutan, (b) perlunya identifikasi kebutuhan belajar aktual,

yang benar-benar fungsional bagi kehidupan masyarakat setempat (c) memperbanyak

bahan-bahan bacaan yang berkaitan langsung dengan kegiatan hidup mereka sehari-hari,

(6)

referensi adat masyarakat yang bersangkutan sehingga mereka tidak merasa sedang

diintervensi fihak luar, (e) bagi fihak-fihak terkait seperti seksi Dikmas Depdikbud

hendaknya mengambil peran aktif dalam membelajarkan masyarakat Baduy, seperti

menyediakan bahan-bahan belajar dan meningkatkan pengetahuan dengan cara

mengadakan pelatihan khusus bagi carik sebagai ujung tombak dalam proses pembelajaran

Masyarakat Baduy.

(7)

ABSTRACT

LITERACY LEARNING PROCESS OF THE BADUY'S COMMUNITY IN DESA KANEKES KECAMATAN LEUWIDAMAR

KABUPATEN LEBAK - WEST JAVA

The Baduy's community is one of many locked communities in Indonesia. They

live permanently in Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak - West

Java. Actually, their lives are deeply involved by "pola pikukuh adat" (Local tradition)

that has been grown up over and over since They lived in The area.

Especially in education, They don't know a kind of scholarship education.

Nevertherless, although they don't know about it, there are many peolples of the member

of Baduy's community have been able to read. This study is going to try to explain and

prove some learning processes that have been done, in order to get out from the condition

that they couldn't read. In order to get any explanation of the problems, the study is

limited by some research questions, as follows : (a) has The Baduy community had a kind

of learning need, and what kind of learning process that has been done ?, (b) what kind of

learning style that has been done by the Baduy's, (c) is there any relevancies between

Pikukuh adat of The Bafiiy's with their learning need and also with learning style that has

been done ?, (d) what kind of factors those determine the Baduy's to be able to learn

themselves, and (e) are there any differences between Baduy Luar and Baduy Dalam

especially in learning process ?, and (f) are any other learning needs for the Baduy's after

they are able to read ?

The objectives of the research are : (a) to study the Baduy's learning need,

especially in out of school education, (b) to study a model of learning process that has

been done bythem, in order to get out from the condition where they couldn't read, (c) to

find out many factors those motivate them to learn, (d) to study a learning process that has

been done, and also (e) to find out any other kinds of learning needs those rise after they

are able to read.

Descriptively, this research use a qualitative approach with interview and

documentation methods. In the research, the writer tries to use a purposive sample by

handing out from the research population. The method is used

in order to get a

(8)

maximized result. To get an accurate data, the writer researches the condition of Baduy's

lives directly for many times. Beside of it, the writer also gets many data and informations

from some informen. They are "Carik Desa Kanekes" (Secretary Officer of Kanekes

Village) and some peoples of a member of The Baduy's community who have been able to

read.

The study is based on two grand theories. Those are social changing theory and

the concept of community empowering. The first theory expalin that there is no a static

community in the world because life is a kind of social mobility time by time. On the other

hand, the theory is also explain that social change is a natural process. There are many factors those determine of the process, as follows : (a) a process of social contact with

another culture, (b) delevoping in a system of formal education, (c) communities need to

improve themselves, (d) the tolerance to many distortion of behaviors, (e) opened social

stratifications, and (f) the heterogenity of the member of community. The second concept

is community empowering. Trough the concept, we can see that the out of school

education is said as a process of empowering. The process is hoped to be able to give a

conciuousness to any individu or clan to understand a social, economic and plotical power

so that they can improve their lives.

Through the research, we can see that : (a) traditionly, the members of Baduy's

community have to behave the same as their live style that has strongly handed time by

time, (b) they have had learning needs, (c) their learnig style is done individual, (d) many

peoples of the Baduy's community who have been able to read come from "Kampung

Baduv Panampins? (Outer Baduy Village) and are especially youngers, (e) there are two

main factros that motivate many peoples to learn themselves. They are internal and

external factors, (f) Carik Desa has become as a facilitator and a learning resource in the

process, (g) Parents have a fully resposibilities to their Children Education process, and

(h) the Baduys have a deeply environmental ethics.

Based on the research, a writer has some recomendations, as follows : (a) a

process of Baduy's empowering has to match by a set of local references, especially any

habitual culture, (b) we need to identify an actual learning needs, (c) we have to give them

more books or meny references those link to their habitual life, (d) The Carik has to give a

(9)

learning process actively to the Baduy's, (e) The instancies those involved in the

programm (e.g. Seksi Dikmas Depdikbud) has to take an active role in the programm, for

examples in offering many books (or learning materials), in improving Carik's

knowledges, and so on.

(10)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR iv

UCAPAN TERIMA KASIH vi

ABSTRAK ix

ABSTRACT xii

DAFTAR ISI xv

DAFTAR GAMBAR DAN TABEL xvii

BAB I PENDAHULUAN

1. Latar Belakang 1

2. Pembatasan Masalah 7

3. Rumusan Masalah 7

4. Definisi Operasional 8

5. Tujuan Penelitian 11

6. Kegunaan Penelitian 11

BAB II TINJAUAN KONSEPTUAL MENGENAI PEMBELAJARAN

MASYARAKAT BADUY

1. Pengertiandan SejarahPerkembangan PLS 13

2. Posisi PLS dalam UUSPN 16

3. Sistem dan Pendekatan Pembelajaran PLS 20

4. Kegiatan BelajarPartisipatif 33

5. Masyarakat Terasing 36

6. Potret Masyarakat Baduy 39

7. Peluang Pembelajaran Masyarakat Baduy 44

8. Strategi Pembelajaran Masyarakat Baduy 52

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

1. Metode Penelitian 65

2. TehnikPengumpulan Data 66

3. AnalisisData 68

4. Subyek Penelitian 70

5. Lokasi dan Waktu Penelitian 70

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

(11)

2. Ketaatan Terhadap Pikukuh 77 3. Munculnya Warga Masyarakat Yang Melek Huruf 85

4. Pembahasan Hasil Penelitian 109

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

1. Kesimpulan 118

2. Rekomendasi 120

DAFTAR PUSTAKA 124

LAMPIRAN-LAMPIRAN 127

(12)
[image:12.595.143.484.121.755.2]

DAFTAR GAMBAR DAN 1 ABEL

Gambar 1 : Hubungan Antar Komponen Dalam Pendidikan Luar Sekolah 21

Gambar 2 : Alur Terjadinya Perubahan Sosial Pada Masyarakat Baduy

47

Gambar 3 : PetaLokasi Penelitian 72

Tabel 1 : Daftar Orang Baduy yang telah melek huruf 87

Gambar 4 : Alur Kegiatan Belajar yang Dilakukan Warga Baduy

104

[image:12.595.156.461.287.565.2]

Gambar 5 : Alur Pembelajaran yang Diprakarsai Carik Desa 106

Gambar 6 : Alur Model Pembelajaran yang perlu diujicobakan

123

(13)

BAB I PENDAHULUAN

1 Latar Belakang

Menurut Undang Undang tentang Sitem Pendidikan Nasional (UU RI Nomor 2

Tahun 1989), pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui

kegiatan bimbingan, pengajaran, dan atau latihan bagi peranannya di masa yang akan

datang. Sedangkan "pendidikan nasional" adalah pendidikan yang berakar pada

kebudayaan bangsa Indonesia dan berdasarkan pada Pancasila dan Undang Undang

Dasar 1945. Lebih jauh UUSPN tersebut, menjelaskan juga bahwa penyelenggaraan

pendidikan dilaksanakan melalui dua jalur, yaitu jalur pendidikan sekolah dan jalur

pendidikan luar sekolah. Jalur pendidikan sekolah merupakan pendidikan yang

diselenggarakan di sekolah melalui kegiatan belajar mengakar secara berjenjang dan

berkesinambungan. Jalur pendidikan luar sekolah merupakan pendidikan yang

diselenggarakan di luar sekolah melalui kegiatan belajar yang tidak harus berjenjang dan

berkesinambungan.

Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 73 Tahun 1991

tentang Pendidikan Luar Sekolah, pendidikan luar sekolah adalah pendidikan yang

diselenggarakan di luar sekolah, baik dilembagakan maupun tidak. Lebih jauh PP Nomor

73 tahun 1991 tersebut di atas, menjelaskan bahwa tujuan pendidikan luar sekolah adalah

sebagai berikut:

a) Melayani warga belajar supaya dapat tumbuh dan berkembang sedini mungkin dan sepanjang hayatnya guna meningkatkan martabat dan mutu

kehidupannya.

(14)

atau melanjutkan ke tingkat dan atau jenjang pendidikan yang lebih tinggi,

dan

c) Memenuhi kebutuhan belajar masyarakat yang tidak dapat dipenuhi dalam

jalur pendidikan sekolah.

Pelaksanaan pendidikan luar sekolah dilakukan melalui beberapa bentuk satuan

pendidikan, seperti kursus, kelompok belajar dan satuan pendidikan lain. Kursus

diselenggarakan bagi warga belajar yang memerlukan bekal untuk mengembangkan diri,

bekerja mencari nafkah dan atau melanjutkan ke tingkat atau jenjang pendidikan yang

lebih tinggi. Kelompok belajar diselenggarakan bagi sekumpulan warga belajar dengan

saling membelajarkan untuk mengembangkan diri, bekerja dan atau melanjutkan ke

tingkat dan atau jenjang yang lebih tinggi. Pelaksanaan pendidikan luar sekolah dalam

bentuk satuan pendidikan lain, misalnya di dalam kelompok bermain, penitipan anak dan

satuan pendidikan sejenis yang ditetapkan oleh Menteri.

Kalau kita memperhatikan perkembangan jalur pendidikan nasional, khususnya

jalur pendidikan luar sekolah, jalur PLS ini sebenamya telah ada sejak dahulu, bahkan perkembangannya itu setua dengan perkembangan peradaban manusia. Berkaitan dengan sejarah perkembangan Pendidikan Luar Sekolah, Sutaryat Trisnamansyah (1992 : 2)

menjelaskan bahwa :

pendidikan luar sekolah dalam bentuk yang paling asli (indegenious)

telah ada sejak dulu, kehadirannya lebih dulu dari perkembangan pendidikan formal atau pendidikan persekolahan. Pendidikan luar sekolah yang indigenious

berakar pada tradisi dan kebiasaan menyampaikan ajaran agama.

Pendidikan Luar Sekolah berkembang dari pendidikan tradisional yang biasanya

berakar dalam ajaran agama dan tradisi yang dianut oleh warga masyarakat.

(15)

Kegiatan-kegiatan pendidikan luar sekolah merentang dari bentuk yang sangat sederhana

seperti dari seseorang kepada individu-individu lain sampai kepada bentuk yang

kompleks, seperti upacara tradisional atau upacara adat yang dilakukan oleh kelompok

yang cukup besar.

Memperhatikan beberapa penjelasan di atas, khususnya mengenai perkembangan

pendidikan luar sekolah, nampak jelas bahwa pendidikan luar sekolah itu telah

berkembang sejak lama. Lebih jauh, Djudju Sudjana (1991 : 1) mengatakan bahwa :

Pendidikan luar sekolah telah tumbuh dan berkembang dalam alur kebudayaan

setiap masyarakat, dan sering bersumber pada agama dan tradisi yang dianut oleh

masyarakat, sehingga kehadirannya memiliki akar yang kuat pada budaya yang

dianut oleh suatu masyarakat.

Bentuk kegiatan dalam pendidikan luar sekolah sudah pasti tidak terlepas dari

pengaruh berbagai faktor dinamik yang senantiasa berkembang dalam masyarakat.

Faktor-faktor dinamik dalam masyarakat itu akan turut serta menentukan aksi pendidikan

luar sekolah yang akan dilaksanakan, mengingat masyarakat berperan sebagai subyek dan

sekaligus obyek dari kegiatan PLS. Berkaitan dengan hal di atas, Sutaryat Trisnamansyah

(1993 : 11) mengatakan ada lima faktor yang makin memantapkan bahwa PLS itu makin

diperlukan dalam masyarakat, kelima faktor tersebut adalah sebagai berikut:

a) Kependudukan

b) Perubahan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

c) Kemajuan dan perkembangan informasi

d) Perubahan struktur masyarakat yang menuju ke tahap industri, dan

e) Ketenagakerjaan.

Kegiatan-kegiatan PLS senantiasa harus dapat menjawab berbagai tantangan

pendidikan yang senantiasa berkembang dengan cepat di masyarakat. Bidang-bidang

(16)

4

yang subur bagi aksi PLS. Upaya peningkatan kualitas manusia melalui pencerdasan

bangsa, tentu saja tak semuanya dapat dilakukan oleh pendidikan sekolah, mengingat

masih adanya keterbatasan dalam pendidikan sekolah.

Tantangan pembangnan

pendidikan di negara kita akan semakin berat, apalagi pada masa realisasi AFTA dan

APEC. Berkaitan dengan masa realisasi AFTA dan APEC tersebut, Jalaludin Rakhmat

(1995 : 5) mengatakan bahwa :

Era realisasi globalisasi perdagangan bebas, baik pada masa AFTA maupun

APEC pada dasarnya merupakan persaingan kualitas manusia. Oleh karena itu, maka implikasinya adalah bahwa dunia pendidikan di negara kita harus mampu

mempersiapkan manusia agar siap menjadi pemain aktif dalam era tersebut. Bila

tidak, maka dunia pendidikan kita hanyalah akan menghasilkan manusia yang

berperan sebagai penonton saja.

Tantangan dunia pendidikan tentu saja sangat dipengaruhi oleh perkembangan

jaman itu sendiri. Dunia pendidikan, idealnya harus mampu mengantisipasi dan sekaligus

mengestimasi kebutuhan masyarakat. Oleh karena itu implikasinya dunia pendidikan

senantiasa akan ditantang oleh perubahan tuntutan kebutuhan jaman. Bila kondisi dunia

pendidikan tak mampu menyelearaskan dengan tuntutan kebutuhan jaman, maka sudah

pasti pendidikan itu akan kehilangan nilai "keberartiannya". Berkaitan dengan relevansi

dunia pendidikan dengan kebutuhan masyarakat, Engkoswara (1986 :44) lebih jauh

mengatakan :

bila pada saatnya nanti masyarakat kita tidak siap berbaur dengan

kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, mungkin saja orang-orang Indonesia

hanya akan menjadi monyet-monyet kecil yang bertugas meminyaki alat-alat

elektronik bangsa lain. Begitu pula dengan gadis-gadisnya yang cantik, mungkin

hanya bertugas membuat kopi di dapur-dapur perusahaan asing.

Kalau kita membicarakan mengenai tantangan dunia pendidikan, maka tidak

(17)

pendidikan luar sekolah. Posisi dari kedua jalur pendidikan di atas dalam konteks

pendidikan nasional adalah setara, yaitu masing-masing berperan sebagai subsistem

pendidikan nasional. Salah satu tantangan dan sekaligus garapan yang harus segera

dilakukan adalah pemberantasan buta huruf dan pensuksesan program pendidikan dasar

sembilan tahun.

Pensusksesan program pendidikan dasar sembilan tahun dan

pemberantasan buta huruf sangat beralasan untuk diprioritaskan, sebab menurut laporan

Biro Pusat Statistik, sampai dengan tahun 1995 di negara kita masih terdapat 7,17 %

penduduk yang buta huruf. Data penduduk yang buta huruf di atas, sebagian besar

terkonsentrasi di daerah-daerah pedesaan. Dalam rangka pensuksesan pembangunan,

apalagi menghadapi era globalisasi perdagangan bebas, pengentasan buta huruf sangat

penting untuk dilakukan.

Program-program pendidikan luar sekolah, memang sangat variatif, dan harus

menjangkau seluruh segmen masyarakat. Di tengah-tengah arus modemisasi yang tengah

beriangsung selama ini, sebenamya masih ada kelompok-kelompok masyarakat yang

kurang beruntung dalam menerima pelayanan pendidikan, meskipun hal itu merupakan

hak dari setiap anggota masyarakat ( Pasal 32 UUD 1945). Salah satu kelompok

masyarakat yang kurang beruntung itu dalam memperoleh pelayanan pendidikan itu

adalah Masyarakat Baduy yang bertempat tinggal menetap di Desa Kanekes.

Masyarakat Baduy secara administratif merupakan salah satu masyarakat yang

menempati wilayah otonomi, yaitu di Desa Kanekes Kecamatan Leuwidamar Kabupaten

DATI II Lebak Jawa Barat. Sedangkan apabila dilihat dari konteks sosial budayanya,

(18)

prinsip-6

prinsip hidup yang relatif tradisional, baik dalam penampilan fisik maupun dalam

pergaulan sosialnya. Perilaku hidup mereka diikat kuat oleh suatu aturan yang

diberlakukan sepanjang jaman. Menurut adat mereka, kehidupan Masyarakat Baduy

jangan mudah dipengaruhi oleh pengaruh masyarakat luar. Hal itu tersirat dari suatu

ungkapan adat yang sering dikemukakan masyarakat setempat seperti halnya diungkap

oleh Ade Kusmiyadi (1996 : 24), yaitu sebagai berikut:

datang walanda ulah kawalandaan, datang cina ulah kacinaan, ahir jaman ulah kaahiran, kucuplak lauk ulah dirontok, gelembeng duit ulah dirawu, artinya adalah : datang Belanda jangan seperti Belanda, datang cina jangan seperti Cina, akhir jaman jangan menjadi orang terakhir, terlihat ikan jangan ditangkap dan melihat uang jangan diambil.

Kalau kita memperhatikan ungkapan di atas, nampak jelas adanya pesan moral bahwa Orang Baduy itu jangan mudah dipengaruhi dan terpengaruh oleh perkembangan

masyarakat yang terjadi di luar Baduy.

Khusus dalam bidang pendidikan, sampai saat ini pada masyarakat yang

bersangkutan sama sekali menolak kehadiran pendidikan sekolah. Masyarakat Baduy

menamakan sekolah hanyalah sebagai "sakola dongeng". Namun demikian, dari

pengamatan penulis, meskipun sampai saat ini tidak menerima kehadiran sekolah, pada

masyarakat yang bersangkutan ternyata telah ada sebagian anggota masyarakat yang telah melek huruf. Kenyataan di atas itulah yang akan dijadikan titik awal (starting point)

(19)

2. Pembatasan Masalah

Setelah memperhatikan uraian pada latar belakang masalah di atas, nampak jelas

secara umum bahwa masalahnya adalah meskipun Masyarakat Baduy tidak mengenal

adanya kehadiran sekolah, namun ternyata diantara mereka telah ada yang melek huruf.

Studi ini akan mencoba memfokuskan diri pada bagaimana proses pembelajaran yang

telah dilakukan oleh mereka yang telah melek huruf. Selain itu, melalui studi ini juga akan dicoba diungkapkan data empirik mengenai cita-cita dan atau harapan mereka setelah melek huruf. Disadari ataupun tidak, adanya kelompok masyarakat yang telah melek huruf itu sudah pasti merupakan hasil dari serangkaian proses panjang yang

didalamnya melibatkan sejumlah komponen. Komponen-komponen yang dimaksudkan

itu, baik internal maupun ekstemal, tentu saja akan menjadi fokus perhatian pula dalam

studi ini.

3. Rumusan Masalah

Seperti halnya telah diungkapkan pada uraian sebelumnya, untuk kepentingan

penelitian, masalah tersebut di atas dirumuskan kedalam beberapa pertanyaan penelitian

di bawah ini. Pertanyaan-pertanyaan penelitian yang dimaksudkan di atas adalah sebagai

berikut:

1. Apakah Masyarakat Baduy telah memiliki kebutuhan belajar, kalau memang telah

memilikinya, apa jenisnya ?

2. Bagaimanakah gaya belajar (learning style) yang telah dilakukan oleh Masyarakat

(20)

3. Apakah ada relevansi antara pikukuh adat Masyarakat Baduy dengan kebutuhan

pendidikan dan gaya belajar yang dilakukannya ?

4. Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi masyarakat untuk mau dan mampu

membelajarkan dirinya ?

5. Apakah ada perbedaan proses pembelajaran antara Masyarakat Baduy Luar dengan

Baduy Dalam ?

6. Kebutuhan belajar apa lagikah yang diperlukan Masyarakat Baduy setelah mereka

melek huruf?

Keenam pertanyaan di atas itulah yang akan dicoba diungkap dalam proses penelitian ini

selanjutnya.

4. Definisi Operasional

Setelah memperhatikan uraian tersebut di atas, jelas terlihat bahwa dalam studi ini

terdapat beberapa konsep utama, yaitu : (1) model belajar, (2) Masyarakat Baduy, (3)

Relevansi, dan (4) Faktor-faktor yang mempengaruhi proses pembelajaran.

Secara khusus, istilah model diartikan sebagai kerangka konseptual yang

digunakan sebagai pedoman dalam melakukan suatu kegiatan. Sedangkan dalam

pengertian lain, model juga sering diartikan sebagai barang dan atau benda tiruan dari

benda sesungguhnya. Model pembelajaran menurutBruce Joyce dan Marsha Weil

sebagaimana dikutip Udin Winatasaputra (1994 : 58) adalah :

kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam

mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu,

dan berfUngsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para

(21)

9

Model pembelajaran itu tentu saja sangat diperlukan, sebab merupakan salah satu

instrumen penting untuk mencapai hasil yang telah dirumuskan sebelumnya. Khusus

mengenai tujuan dan atau hasil akhir pembelajaran, lebih jauh Bruce dan Marsha Weil

(1986 : 47) mengatakan bahwa " the student's increased capabilities to learn more

easily and effectively in the future".

Masyarakat Baduy adalah sekelompok masyarakat yang menempati wilayah

otonomi, yaitu Desa Kanekes Kecamatan Leuwidamar kabupaten Lebak Jawa Barat.

Apabila dilihat dari konteks sosial budayanya, Masyarakat Baduy merupakan suatu

masyarakat yang masih memegang teguh prinsip-prinsip hidup tradisional, baik dalam

penampilan fisik maupun dalam kehidupan sosialnya. Tradisi masyarakat dalam bentuk

pikukuh harus ditaati dan dihormati, dan untuk menhormatinya itu, maka dibuatlah

seperangkat aturan-aturan. Aturan-aturan masyarakat untuk mempertahankan pikukuh

dinamakan buyut. Sehubungan dengan hal tersebut, lebih jauh Gurniwan (1994 : 1)

mengatakan bahwa:

Masyarakat Baduy merupakan salah satu masyarakat yang memiliki tradisi khas, yang berbeda dengan masyarakat Jawa Barat pada umumnya, tradisi

mereka disebut dengan "pikukuh Baduy". Pelanggaran terhadap pikukuh akan

dikenakan sangsi adat oleh para baris kolot.

Berdasarkan kepada ketaatan terhadap pikukuhnya, Masyarakat Baduy dibedakan atas

dua buah, yaitu Baduy Dalam dan Baduy Luar. Masyarakat Baduy Dalam bermukim di

tiga tempat, yaitu Cibeo, Cikertawana dan Cikeusik. Masyarakat Baduy Dalam berperan

sebagai pemangku adat. Baduy Dalam sering pula dinamakan Baduy Tangtu. Sedangkan

masyarakat Baduy Luar bermukim menetap di luar tiga kampung di atas dan secara adat

(22)

10

Panamping. Pelaksanaan nilai-nilai adat pada Masyarakat Baduy Luar relatif lebih

longgarjika dibandingkan dengan Baduy Dalam.

Konsep yang ketiga dari studi ini adalah relevansi antara pikukuh Baduy dengan kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan. Relevansi pada pernyataan di atas berarti

keterkaitan antara nilai-nilai budaya Masyarakat Baduy yang terangkum dalam pikukuh

dengan kegiatan belajar masyarakat yang bersangkutan. Melalui penelahaan terhadap

relevansi di atas, diharapkan akan temngkapkan sejumlah referensi nilai-nilai budaya

yang mendukung, bahkan menghambat terhadap kegiatan pembelajaran.

Konsep keempat dari topik pada tesis ini adalah faktor-faktor yang mempengaruhi kegiatan pembelajaran. Munculnya motivasi membelajarkan diri pada Masyarakat Baduy, sudah pasti merupakan suatu hasil dari sebuah proses yang cukup panjang. Kemauan untuk membelajarkan diri, lebih jauh juga merupakan suatu keputusan yang tentu saja sebelumnya banyak pertimbangan yang hams senantiasa diperhitungkan. Keputusan itu sendiri, tentu saja tak terlepas dari pengaruh berbagai faktor. Kemauan untuk membelajarkan diri pada Masyarakat Baduy akan dipengamhi oleh dua faktor utama, yaitu internal dan ekstemal. Faktor internal, diduga muncul dari hati nurani

masyarakat yang bersangkutan. Sedangkan faktor ekstemal, diduga muncul sebagai hasil

dari interaksi Orang Baduy dengan masyarakat-masyarakat lain melalui kontak sosial

yang semakin terbuka.

Setelah memperhatikan uraian tersebut di atas, nampakjelas bahwa topik studi ini

(23)

11

yang telah dilakukan Masyarakat Baduy yang memiliki tradisi khas, terutama pada jalur

pendidikan luar sekolah.

5. Tujuan Penelitian

Tujuan dari studi ini pada dasamya adalah sebagi berikut :

a Mengkaji kebutuhan belajar Masyarakat Baduy, terutama dalam bidang pendidikan

luar sekolah (PLS)

b Mengkaji model pembelajaran yang telah dilakukan Masyarakat Baduy dalam

mengentaskan dirinya dari kebutahurufan.

c Mengkaji berbagai faktor penyebab munculnya kemauan dan kemampuan

Masyarakat Baduy untuk membelajarkan dirinya.

d Mengamati proses pembelajaran yang telah dilakukan.

e Mengkaji jenis-jenis kebutuhan belajar lain setelah mereka melek huruf.

6. Kegunaan Penelitian

Bertitik tolak dari latar belakang, pemmusan masalah, definisi operasional dan tujuan penelitian di atas, akhir dari studi ini diharapkan memiliki beberapa kegunaan, baik bagi pengembangan keilmuan pendidikan luar sekolah itu sendiri, maupun bagi

kepentingan praktis di lapangan.

Kegunaan hasil penelitian ini bagi kepentingan pengembangan keilmuan adalah memberikan masukan dalam pengembangan konsep belajar membelajarkan pada

pendidikan luar sekolah pada khususnya dan ilmu pendidikan pada umumnya. Sedangkan

(24)

12

satu pedoman dalam pengelolaan program-program pendidikan luar sekolah, baik bagi

para perencana maupun juga bagi para praktisi di lapangan, temtama apabila akan

(25)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

1. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan pada studi ini adalah deskriptif dengan

menggunakan pendekatan kualitatif yang bertumpu pada latar belakang masalah untuk

menjawab sejumlah pertanyaan penelitian yang telah diajukan. Berkaitan dengan metode

penelitian deskriptif, Rusidi (1985 : 23) menyatakan bahwa :

penelitian yang bersifat deskriptif bertujuan membuat

pencanderaan/lukisan/deskripsi mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat suatu

populasi atau daerah tertentu secara sistematik, faktual dan teliti,

variabel-variabel yang diteliti terbatas atau tertentu saja, tetapi dilakukan secara meluas

dan mendalam.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui seluk beluk model dan gaya pembelajaran yang

telah dilakukan masyarakat baduy serta untuk mengujicobakan model pembelajaran yang

ideal bagi masyarakat setempat sesuai dengan referensi nilai-nilai sosial budaya yang

diyakininya. Untuk memperoleh data sesuai dengan tujuan di atas, diperlukan adanya

pengamatan secara kritis yang dilandasi oleh pemahaman menggali informasi secara jelas

mengenai proses pembelajaran yang telah mereka lakukan. Pengamatan terhadap proses

pembelajaran yang telah dilakukan masyarakat baduyhams dilakukan secara hati-hati,

mengingat adanya kepandaian membaca dan menulis itu tak dibenarkan oleh pikikuh

mereka. Berkaitan dengan pendekatan penelitian kualitatif, lebih jauh Nasution (1988 : 9)

mengatakan bahwa penelitian naturalistik memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

a) Sumber data adalah situasi yang wajar "natural setting" berdasarkan observasi situasi

yang wajar.

65

Ii;£^:v:j i ><

"*- ^y

(26)

66

b) Peneliti berperan sebagai instmmen penelitian yang utama, tidak menggunakan

alat-alat seperti angket dan atau tes tertulis, melainkan melalui pengamatan dan

wawancara langsung.

c) Mengutamakan data langsung, yaitu peneliti sendiri yang terjun ke lapangan.

d) Melakukan triangulasi, yaitu memeriksa kebenaran data dengan mengkonfirmasi data

sempa dari pihak lain.

e) Mencatat data secara rinci dan mendetail.

f) Subyek yang diteliti dianggap sama kedudukannya dengan peneliti itu sendiri.

g) Melakukan verifikasi, yaitu mencari kasus-kasus yang berbeda dengan apa yang telah

ditemukan untuk memperoleh sesuatu hal yang lebih terpercaya.

h) Tehnik sampling dilakukan secara purposif, yaitu dipilih berdasarkan tujuan-tujuan

tertentu yang telah ditetapkan sebelumnya.

i) Kegiatan penelitian beriangsung secara alamiah dan dalam situasi yang wajar, tanpa

hams mengganggu kegiatan rutinitas subyek penelitian, dan

j) Mengadakan analisis sejak awal penelitian dan setemsnya sepanjang masa penelitian.

Memperhatikan karakteristik dari pendekatan kualitatif di atas, nampak jelas bahwa untuk

mengamati proses dan mengujicoba suatu model pembelajaran akan lebih tepat dengan

menggunakan pendekatan kualitatif.

2. Tehnik Pengumpulan Data

Tehnik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini pada dasamya

terdiri atas tiga macam, yaitu wawancara, studi dokumentasi, dan triangulasi. Melalui

tehnik wawancara diharapkan akan terkumpul sejumlah informasi mengenai seluk beluk

Masyarakat Baduy hingga dapat membaca humf latin. Tehnik wawancara yang dilakukan

bempa wawancara mendalam (indepth interview), tidak terikat oleh suatu daftar

pertanyaan yang dipersiapkan, sehingga wawancara dilakukan berdasarkan pada topik

permasalahan yang secara umum telah ditetapkan peneliti. Hubungan antara pewawancara

dengan yang diwawancarai beriangsung dalam suasana biasa dan wajar, sehingga tanya

(27)

67

yang bersangkutan. Situasi pelaksanaan wawancara seperti di atas senantiasa hams diciptakan oleh para peneliti agar tidak menimbulkan kecurigaan dari pihak yang

diwawancarai. Untuk melengkapi data, pada kegiatan wawancara juga dilakukan

perekaman dari pengalaman individu (life history) yang bertujuan guna memperdalam

pengertian dan pemahaman peneliti mengenai masyarakat yang bersangkutan. Dalam

tehnik wawancara, bahasa yang digunakannya adalah Bahasa Sunda dengan dialek

Banten.

Tehnik dokumentasi dilakukan guna melengkapi data yang telah diperoleh melalui

tehnik wawancara. Dalam tehnik dokumentasi ini, pencarian data dan atau informasi

dilakukan melalui berbagai dokumen, seperti hasil-hasil penelitian terdahulu mengenai

seluk beluk keberadaan masyarakat yang bersangkutan. Adapun alasan penggunaan tehnik

dokumentasi ini menumt Guba dan Lincoln sebagaimana dikutip oleh Moleong (1981 :

232) adalah sebagai berikut:

a) Dokumen dan pencatatan mempakan sumber yang stabil, kaya dan mendorong

b) Berguna sebagai bukti untuk suatu pengujian

c) Sifatnya yang alamiah

d) Relatif murah dan mudah diperoleh

e) Memberi kesempatan untuk lebih memperluas tubuh pengetahuan terhadap sesuatu

yang diselidiki.

Dokumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah dokumen resmi, baik yang bersifat

internal maupun ekstemal. Dokumen internal meliputi memo, pengumuman, instruksi,

risalah dan laporan. Sedangkan dokumen ekstemal meliputi informasi yang bempa

majalah, buletin, dan berita-berita mengenai keberadaan Masyarakat Baduy yang disiarkan

(28)

68

Selain melalui tehnik wawancara dan dokumentasi, dalam penelitian ini juga dilengkapi dengan triangulasi data. Triangulasi ini pada dasamya mempakan penelitian

ulang yang dilakukan guna mengecek keabsahan data yang telah diperoleh. Berkaitan

dengan triangulasi ini, Moleong (1989 : 195) mengatakan bahwa tehnik pemeriksaan

keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan

pengecekan sebagai pembanding terhadap data itu. Selanjutnya, masih menumt Moleong

(1989 : 195) mengatakan bahwa triangulasi data dapat dicapai melalui :

a) Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil yang diwawancarai

b) Membandingkan apa yang dikatakan di depan umum dengan apa yang dikatakan

secara pribadi

c) Membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi penelitian dengan

apa yang dikatakan sepanjang waktu

d) Membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat dan

pandangan orang lain

e) Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen lain yang relevan.

Triangulasi dilakukan terhadap para informan yang mengenai seluk beluk kehidupan

Masyarakat Baduy, dengan harapan agar informasi yang telah diperoleh sebelumnya tidak

mengalami penyimpangan.

3. Analisis Data

Data hasil penelitian dengan menggunakan pendekatan kualitatif, pada awalnya

masih sulit untuk diidentifikasi. Data yang terkumpul dari lapangan sangat banyak dan

bervariasi, seperti catatan lapangan, komentar peneliti, gambar, foto serta berbagai

dokumen. Untuk memudahkan dalam menganalisa datanya, tentu saja perlu

(29)

69

data menumt Patton sebagaimana dikutip Moleong (1989 : 112) adalah proses mengatur

umtan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori dan suatu satuan uraian

dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dimmuskan hipotesis kerja seperti yang

disarankan oleh data.

Adapun langkah-langkah analisis data yang akan dilakukan pada penelitian ini

adalah sebagai berikut :

Pemrosesan satuan, kegiatan ini bertujuan untuk memperhalus pencatatan data yang telah

dilakukan dengan cara seperti : (1) inventarisasi data, (2) pemberian kode-kode tertentu

terhadap masing-masing kelompok data, (3) penandaan jenis dan latar belakang

responden maupun warga belajar, dan (4) penandaan cara pengumpulan data yang

dilakukan, misalnya W = wawancara, P = pengamatan, dan D = dokumen.

Kategorisasi, kegiatan ini bertujuan untuk mengelompokkan data yang telah

diinventarisasi kedalam bagian-bagian isi yang secara jelas berkaitan.

Penafsiran data, kegiatan ini dilakukan guna memberikan pemaknaan terhadap data hasil

penelitian yang telah diorganisasikan sebelumnya serta menghubungkan dengan

variabel-variabel lain.

Data yang telah terkumpul dalam penelitian ini tentu saja tak lepas dari

kekurangan, dan bila masih ada data lain yang diperlukan, tak tertutup kemungkinan

untuk dilakukan pencarian data kembali ke lapangan, mengingat analisis data dalam

penelitian naturalistik tak hanya diawali ketika data sudah terkumpul semua, melainkan

(30)

70

4. Subyek Penelitian

Subyek penelitian dalam studi ini adalah warga Masyarakat Baduy, baik yang telah

melek humf maupun yang belum. Penentuan subyek penelitian dilakukan secara purposif.

Penarikan subyek penelitian secara purposif didasarkan kepada tujuan dari studi itu

sendiri, yaitu akan mendeskripsikan warga masyarakat Baduy yang telah berhasil

mengentaskan diri dari situasi kebutahumfan. Subyek penelitiannya disebut informan.

Untuk kepentingan penelitian, pada langkah pertama ditentukan dahulu informan awal

yang dianggap memahami benar seluk beluk masyarakat yang bersangkutan. Dari informan awal ini akan dapat ditentukan pula beberapa informan lain, sehingga terjadi gelinding bola salju (snowball method). Berkaitan dengan penentuan subyek penelitian dalam penelitian kualitatif, Miles dan Huberman sebagaimana dikutip Gurniwan Kamil

Pasya (1992 : 47) mengatakan sebagai berikut:

Pilihan awal untuk menentukan seorang informan hams menjums kepada

terbentuknya informan-informan bam, mengamati suatu kelompok peristiwa dapat mengundang hadimya suatu perbandingan dengan suatu kelompok peristiwa yang relatif berbeda.

Para informan juga dapat dikelompokkan kedalam beberapa jenis, seperti informan pokok

dan informan pangkal. Pihak yang dijadikan informan pokok adalah para pemuka/tokoh

Masyarakat Baduy, misalnya seperti para jaro, carik desa dan juga Camat Leuwidamar.

Sedangkan informan pangkalnya adalah individu dan atau keluarga Baduy yang telah

memiliki kemampuan membaca.

(31)

71

Penelitian ini dilakukan di Desa Kanekes Kecamatan Leuwidamar Kabupaten Dati

II Lebak Jawa Barat. Desa Kanekes mempakan wilayah adat warga masyarakat Baduy.

Penelitian ini difokuskan kepada warga masyarakat Baduy Luar (Baduy Panamping),

mengingat gejolak terjadinya pembahan sosial yang relatif besar terjadi di daerah Baduy

Luar Waktu penelitian beriangsung selama tiga bulan, yaitu mulai 1 Oktober sampai

dengan 30 Desember 1997. Berkaitan dengan lokasi penelitian, untuk lebih jelasnya dapat

(32)

Gambar 3 : Peta Lokasi Penelitian

PETA (

DESA KANEKES

Ci**«t *¥*§

0 £ S A

K £ 8 0 * C A U

0 £ 5 A 8 O J 0 * G U £ K T £

\ / C Cl*«t**f I Sere fr*t04t i s \ll >?^

.. . ^ - * ^ ^ ^

f"-"v'-««"«'•-•', .«<^/f^ ' '-•-,.,.,,.<J,.*.-.>..«.».,

*-.\ ,—m.ClpfHrL - '( */««*«*««(;"-» #^ L€td*l A«**0«nl^ ,--

--/ 4----^ ClfJ--/r ^ C/# a ben\ 0*. K A R A N G

-72

>' _/ .' ;

c;t4<uf*if* m )q cj*4*v

'.._ «% /] • CIKA1TAWAWA

\ 4--. ; -''\

4

'•£lpt<ung

C 0 M R 0 N 0

D £ S A

p A S I « U A N G K A

I \ i ) )f Cf*ecre /

t f / n # # * # •

\

K A R A M G N U N 6 C A L ' .

L E S E N 0 A \

V.-A

i

• 'CIBEO

lot 5 A KANEKES

( /

'y""m

*' 0 E S A

S U K A J A Y A

__..<

,--e a i o t o « i c

8«to» ToAon Tangly

JCK< f « t « # « «

Sung o I

OESA C i K A T C

M l t o 4 V J Kompung Tc*ofv

^. Kcm puni) OoncKfl yoftg

ditliig-g oik on (0fl(ftMO*an Jof»0«nditliig-gka)

0 Kompunq Oo^kfl

(33)
(34)

BABV

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

1. Kesimpulan

Berdasarkan kepada data yang telah dikumpulkan dan dibahas, maka diperoleh

beberapa kesimpulan sebagai berikut :

a) Pada Masyarakat Baduy telah memiliki kebutuhan belajar aktual. Hal tersebut dapat

dilihat dari adanya sebagian kecil warga masyarakat yang telah berhasil mengentaskan

diri dari kebutahumfan melalui kegiatan belajar yang dilakukan di luar kerangka

pendidikan sekolah.

b) Orang Baduy dituntut untuk tetap melaksanakan pikukuh adatnya. Pelanggaran

terhadap pikukuh akan dikenakan sangsi sesuai dengan derajat pelanggaran yang

dilakukan. Berdasarkan pikukuh, Orang Baduy tak dibenarkan untuk mengikuti

pendidikan sekolah, namun kalau ada masyarakat yang telah berhasil melek humf

melalui kegiatan belajar di luar sekolah, para pemuka adat tak memberi sangsi adat.

Prinsipnya, asalkan keberhasilannya menjadi melek humf itu tidak diperoleh melalui kegiatan belajar pada pendidikan sekolah.

c) Gaya belajar yang dilakukan oleh masyarakat yang telah melek humf bempa gaya belajar individual. Sumber-sumber belajar yang dimanfaatkannya bempa barang-barang bekas yang dibawa masyarakat pendatang, seperti bungkus rokok, bungkus

mie, surat-surat dinas dari berbagai lembaga serta Carik Desa Kanekes.

d) Ada dua faktor utama yang mempengamhi Orang Baduy mau dan mampu

membelajarkan dirinya, yaitu faktor internal dan ekstemal. Faktor internal muncul dari

kesadaran masyarakat itu sendiri, sedangkan faktor ekstemal mempakan hasil dari

(35)

119

pengamh interaksi masyarakat yang bersangkutan dengan masyarakat luar Baduy.

Pihak masyarakat luar yang paling berperan dalam membelajarkan masyarakat yang

bersangkutan adalah Carik (sekretaris) Desa Kenekes.

e) Sebagian besar masyarakat yang telah melek humf berasal dari Baduy Luar. Hal ini

berarti ada keterkaitan antara lokasi tempat tinggal dengan kemauan untuk belajar.

Penduduk yang tinggal menetap di daerah-daerah yang berbatasan langsung dengan

luar Baduy cendemng memiliki kemauan yang tinggi untuk belajar.

Proses

pembelajaran yang dilakukan Masyarakat Baduy Luar berbentuk magang, sedangkan

proses pembelajaran yang dilakukan Baduy Dalam hanyalah cukup dengan cara

bertanya kepada pihak-pihak sumber belajar, temtama kepada masyarakat pendatang.

f) Dilihat dari segi usia, sebagian besar masyarakat yang telah melek humf berasal dari

kelompok usia muda. Hal ini berarti bahwa penduduk usia muda di masyarakat yang

bersangkutan memiliki semangat belajar yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan

generasi tuanya.

g) Masyarakat Baduy yang telah melek humf juga memiliki keterkaitan dengan frekuensi

mobilitas masyarakat yang bersangkutan. Hal ini berarti bahwa penduduk yang sering

bepergian ke luar Desa Kanekes memiliki motivasi belajar yang relatiflebih tinggi, jika

dibandingkan dengan masyarakat lainnya.

(36)

120

i) Transformasi nilai-nilai budaya, baik yang menyangkut pola pikukuh, keterampilan

maupun jenis pengetahuan lain senantiasa dilakukan oleh para orang tua dan "baris

kolot" kepada generasi muda. Transformasi nilai-nilai budaya tersebut di atas

dilakukan di mmah, di kebun, maupun pada kegiatan-kegiatan tertentu seperti khitanan

dan atau perkawinan.

j) Masyarakat Baduy masih memiliki jenis kebutuhan belajar lain, temtama yang

berkaitan dengan peningkatan dan penganekaragaman keterampilan agar memiliki nilai

tambah komersial yang cukup tinggi.

Semua kesimpulan di atas, nampak jelas mempakan kegiatan pembelajaran yang telah dan

nampaknya masih akan tems dilakukan oleh Masyarakat Baduy, temtama dalam jalur

pendidikan luar sekolah.

2. Rekomendasi

Setelah dikemukakan kesimpulan di atas, pada bagian berikut ini akan disajikan

beberapa rekomendasi yang mempakan implikasi dari hasil penelitian yang telah dibahas. Implikasi yang diajukan pada tesis ini, pada dasamya terdiri atas dua macam, yaitu implikasi yang bersifat teoritis dan implikasi praktis. Beberapa implikasi teoritis,

diantaranya adalah sebagai berikut:

a) Perlunya identifikasi kebutuhan belajar aktual yang benar-benar fungsional bagi

kehidupan masyarakat yang bersangkutan, temtama yang berkaitan dengan

peningkatan kemampuan keaksaraan, perilaku hidup sehat dan keterampilan

(37)

121

b) Program pembelajaran yang akan dilakukan hendaknya disesuaikan dengan referensi

nilai-nilai budaya masyarakat yang bersangkutan. Hal ini dimaksudkan agar masyarakat

tidak merasa diintervensi pihak lain.

c) Kegiatan pembelajaran bagi Masyarakat Baduy tak perlu memerlukan waktu dan

tempat yang khusus, akan tetapi hams benar-benar sesuai dengan kegiatan sehari-hari

mereka.Perlu adanya penelitian dan kajian ilmiah lebih lanjut mengenai relevansi

nilai-nilai adat masyarakat setempat yang berkaitan dengan upaya pelestarian lingkungan

hidup, dialog antara orang tua dengan anak, dan sangsi yang bersifat mendidik kepada

warga masyarakat yang melanggar pikukuh.

Sedangkan beberapa implikasi praktis dari hasil penelitian ini bagi pendidikan luar

sekolah, diantaranya adalah sebagai berikut:

a) Untuk meningkatkan kemampuan membaca bagi masyarakat yang telah melek humf,

perlu adanya upaya pemberdayaan Carik Desa Kanekes (Bapak Ukang), sebab pihak

luar yang secara langsung dapat diterima sebagai sumber belajar bagi masyarakat yang

bersangkutan sampai saat ini hanyalah carik desa yang bersangkutan. Salah satu cara

pemberdayaan Bapak Ukang tersebut, misalnya dengan memperbanyak bahan-bahan

bacaan praktis yang berguna bagi kehidupan masyarakat setempat, seperti cara

bercocok tanam, mempertinggi mutu kerajinan tangan dan perilaku hidup sehat.

Dengan demikian, carik desa yang bersangkutan benar-benar akan menjadi mediator

yang efektif dalam pemberdayaan Masyarakat Baduy. Selain itu, dalam rangka

(38)

122

Kecamatan Leuwidamar, juga melakukan pelatihan khusus mengenai seluk beluk

proses pemberantasan buta humf bagi carik desa. Pelatihan kepada carik desa tersebut

sangat penting, mengingat posisinya sebagai perwakilan pemerintah yang secara

khusus di tempatkan di Desa Kanekes dan sekaligus telah dimanfaatkan Masyarakat

Baduy sebagai sumber dan fasilitator belajar.

b) Untuk menjaga agar tidak terjadi kecembuman sosial dari masyarakat setempat

terhadap masyarakat lain, selain carik desa, pihak lain yang perlu dimanfaatkan sebagai

mediator untuk membelajarkan warga Baduy yang masih buta aksara adalah

Masyarakat Baduy yang telah berhasil melek humf Salah satu cara untuk

memberdayakan masyarakat yang telah melek humf agar mampu menjadi fasilitator

bagi warga lain yang masih buta aksara adalah dengan mengadakan kegiatan pelatihan

pembuatan bahan-bahan dan atau media belajar yang tak asing dengan lingkungan

budaya masyarakat yang bersangkutan.

c) Untuk lebih menggairahkan lagi semangat belajar di kalangan masyarakat yang

bersangkutan, diharapkan kepada para pendatang dan pihak luar supaya lebih

memperkaya lagi bahan-bahan dan atau media yang dapat digunakan untuk belajar,

bempa bahan-bahan seperti halnya surat kabar, dan buku-buku yang relevan dengan

kegiatan hidup penduduk sehari-hari (misalnya perilaku hidup sehat, cara berladang,

jenis-jenis kerajinan tangan dan memasarkan hasilnya).

d) Kepada para peneliti lain yang berminat, diharapkan agar dapat melakukan ujicoba

model pembelajaran, sehingga melalui penelitian yang akan diujicobakan nanti akan

(39)

123

Masyarakat Baduy sesuai dengan karakteristik budaya masyarakat yang bersangkutan.

Adapun model pembelajaran yang disarankan untuk diujicobakan tersebut adalah

sebagai berikut :

Masyarakat Baduy

Identifikasi

*| terhadap warga

yang melek humf

Identifikasi

Kebutuhan be

lajar yang fungsional

Pembelajaran terhadap war

ga yang te

lah melek

Hasil/Keluaran Masyarakat Baduy yang memiliki ke mampuan fungsional

Proses

Belajar-Mem-belajarkan

Penyiapan bahan/

media belajar yang tak asing dengan lingkungan budaya

Masyarakat setempat

(40)
(41)

DAFTAR PUSTAKA

Abdillah Hanafi (1987), Memasyarakatkan Ide Ide Baru, Surabaya : Usaha Nasional.

Ade Kusmiadi (1996), Perubahan Sosial dan Peluang Pembelajaran Pendidikan Luar

Sekolah Bagi Suku Terasing di Jawa Barat, Bandung : Kanwil DEPDIKBUD

Aris Ananta (1985), Mutu Modal Manusia ; Suatu Analisis Pendahtduan, Jakarta : Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Buckley, Walter (1967), Sociology and Modern Systems Theory, New Jersey : Prentice

Hall. Inc., Englewood Cliffs.

Dimitri Mahayana (1997), GelombangKetiga Era Informasi, Bandung : Focus.

Djoewisno (1987). Potret Kehidupan Masyarakat Baduy, Jakarta : Setia Offset.

Djudju Sudjana (1983). Strategi Pembelajaran Dalam Pendidikan Luar Sekolah,

Bandung: Nusantara Press.

(1991), Pendidikan Luar Sekolah, Bandung : Nusantara Press.

(1993), Metode dan Teknik Pembelajaran PartisipatifDalam Pendidikan

Luar Sekolah, Bandung : Nusantara Press.

Engkoswara (1986), Kecendemngan Kehidupan Di Indonesia Menjelang Tahun 2000 Dan Implikasinya Terhadap Sistem Pendidikan, Jakarta : Intermedia.

Freire, Paulo (1984), Pendidikan SebagaiPraktek Pembebasan, Jakarta : Gramedia Johan Iskandar (1992), EkologiPerladangan di Indonesia (Studi Kasus di Darah Baduy

Banten Selatan Jawa Barat), Jakarta : Djambatan.

Raden Gumiwan Kamil Pasya (1994), Pembahan Sosial Masyarakat Baduy dan Perwujudannya dalam Kehidupan Keluarga di Kecamatan Leuwidamar Kabupaten Lebak - Banten, Bandung : Unviersitas Padjadjaran

Kindervatter, Suzanne (1979), Nonformal Education as an Empowering Process,

Amherst Mass : Center for International Education.

Knapper, Cristopher Kay and Cropley, A.J. (1985), Lifelong Learning and Higher

Education, Washington : Biddies Ltd.

(42)

125

Knowles, Malcolm S (1972), Trainer Guide to Andragogy its Concept, Experience and

Application, Washington DC ; US Department of Health Education and Welfare

Socials and Rehabilitation Service.

Koentjaraningrat (1994), Manusia dan Kebudayaan di Indonesia, Jakarta : Djambatan.

(1992), Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangunan, Jakarta : Gramedia

Pustaka Utama.

(1993), Masyarakat Terasing di Indonesia, Jakarta : Departemen Sosial

Republik Indonesia dan PT. Gramedia Pustaka Utama.

Krech, David ; Cruchfield, Richard S and Ballacey, Egerton L (1982), Individual in

Society: A Textbook of Social Psychology, Kogusha : Mc. Graw Hill Publishing

Book Company.

Lexy Moleong (1988), Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung : Remaja Karya.

Margaret M. Poloma (1994), Sosiologi Kontemporer, Jakarta : Raja Grafindo Persada

Moegiadi (1992), Dilema Antara Perluasan Kesempatan Belajar dan Peningkatan Mutu

Pendidikan, Bandung : IKIP.

Nasution S (1988), Metode PenelitianNaturalistik Kualitatif, Bandung : Tarsito.

Nursid Sumaatmadja (1991), Kurikulum Lembaga Tenaga Kependidikan Geografi (Masalah dan Tantangannya), Bandung : IKLP.

Pudjiwati Sajogyo (1985), Sosiologi Pembangunan, Jakarta : PPS IKIP.

Rashid Amjad (1987), Human Resource Planning (The Asian Experience), New Delhi :

International Labour Organization.

Ratna wilis Dahar (1989), Teori-Teori Belajar, Jakarta : Erlangga.

Rogers, Everett, M, (1983), Diffusion of Innovations, New York : A Division of Mc.

Millan Publishing Co. Inc.

Rusli Karim (1985), Seluk BelukPembahan Sosial, Surabaya : Usaha Nasional.

Sanapiah Faisal (1990), Penelitian Kualitatif : Dasar-Dasar dan Aplikasi, Malang :

Yayasan Asih Asah Asuh.

Soerjono Soekanto (1990), Sosiologi ; Suatu Pengantar, Jakarta : PT. Raja Grafindo

(43)

126

Srinivasan, Lyra (1977), Prespective on Nonformal Education Learning, New York :

World Education

Sudardja Adiwikarta (1988), Sosiologi Pendidikan ; Isyu dan Hipotesis tentang

Pendidikan dan Masyarakat, Jakarta : DEPDIKBUD Dirjen. P2LPTK.

Sutaryat Trisnamansyah (1992), Pendidikan Kemasyarakatan (Pendidikan Luar Sekolah),

Bandung : FIP IKIP.

(1993), Perkembangan Pendidikan Luar Sekolah Dan Upaya

Mempersiapkan Pelaksanaan Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun, Bandung : IKIP.

Toeti Soekamto (1994), Teori Belajar dan Model-Model Pembelajaran, Jakarta :

Universitas Terbuka Press.

Undang Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan

Nasional dan Penjelasannya, Jakarta : DEPDIKBUD.

Wardiman Djojonegoro (1995), Tantangan Pembangunan Nasional Menghadapi Era

Globalisasi, Bandung : IKIP.

Yudistira K Garna (1987), Orang Baduy, Bangi: Universitas Kebangsaan Malaysia.

(1992), Orang Baduy dari Kanekes : Ketegaran dalam Menghadapi

Tantangan Zaman, Bandung.

Gambar

Gambar 6 : Alur Model Pembelajaran yang perlu diujicobakan

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan besarnya intensitas penyakit yang terjadi, ketahanan varietas Dena-1 dikategorikan sangat tahan, varietas Detam-1 tahan, varietas Burangrang agak tahan sementara

Adapun renewal pada kawasan Pulo Brayan yaitu dengan membangun beberapa fungsi bangunan sebagai generator aktifitas masyarakat seperti Stasiun Kereta Api, Hotel,

© www.arithmetic4kids.com Sign up at: www.kizmath.com.

Adapun hasil dari aktivitas antioksidan pada vitamin C memiliki nilai IC 50 yang lebih baik dibandingkan dengan ketiga sampel kulit manggis berbagai ukuran, hal

Penggunaan software Microsoft Word 2007 dapat dilakukan dengan mudah karena software ini tersedia di semua computer generasi baru.Keterampilan membuat bangun-bangun dasar geometri

Ada 2 metode digunakan dalam penelitian ini, yang pertama pengukuran tingkat kekerasan campuran dimana beberapa bulir gabah yang memiliki posisi yang sama dari beberapa malai

Selanjutnya adalah analisis hubungan pengaruh kriteria dengan metode DEMATEL yang terdiri dari empat tahap yaitu penyusunan kuisioner, wawancara &amp; pengisian kuisioner yang

Seleksi dilakukan oleh Board of Reviewers, yang terdiri dari para member PPI UK yang saat ini tercatat sebagai PhD Candidate di universitas di Britania Raya dan memiliki kecakapan