• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN COOPERATIVE lEARNING TIPE THINK-PAIR-SQUARE UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA : Penelitian Tindakan Kelas Pada Pembelajaran Sejarah Di Kelas XI IPS 1 SMA Negeri 18 Bandung.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN COOPERATIVE lEARNING TIPE THINK-PAIR-SQUARE UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA : Penelitian Tindakan Kelas Pada Pembelajaran Sejarah Di Kelas XI IPS 1 SMA Negeri 18 Bandung."

Copied!
55
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... iii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iv

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR BAGAN ...xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Masalah dan Pertanyaan Penelitian ... 9

1.3 Tujuan Penelitian ... 10

1.4 Manfaat Penelitian ... 11

1.5 Definisi Operasional ... 11

1.6 Sistematika Penulisan ... 15

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 17

2.1 Metode Pembelajaran ... 17

2.2 Metode Cooperative Learning Tipe Think-Pair-Square... 18

2.2.1. Metode Cooverative Learning ... 18

2.2.2. Cooperative Learning Tipe Think-Pair-Square ... 23

2.2.3. Pengelolaan Kelas Cooperative Learning Tipe Think-Pair-Square ... 28

2.3 Hakikat Pembelajaran Sejarah... 30

2.4 Penggunaan Metode Cooperative Learning Dalam Pembelajaran Sejarah ... 34

2.5 Hasil Belajar ... 38

(2)

2.5.2. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar ... 42

2.6 Keterhubungan Metode Pembelajaran Kooperatif Tipe Think-Pair-Square Dengan Hasil Belajar ... 45

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 47

3.1 Metode Penelitian ... 47

3.2 Prosedur Penelitian ... 48

3.3 Lokasi Dan Subjek Penelitian ... 56

3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 56

3.5 Instrument Penelitian ... 59

3.6 Teknik Pengolahan Data ... 61

BAB IV TEMUAN HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 65

4.1 Deskripsi Data Awal ... 65

4.1.1. Lokasi Penelitian ... 65

4.1.2. Profil Guru Kolaborator ... 69

4.1.3. Kondisi dan Karakteristik Kelas Penelitian ... 71

4.1.4. Deskripsi Awal Pembelajaran ... 73

4.1.5. Perencanaan Penerapan Metode Cooperative Learning Tipe Think-Pair-Square Dalam Pembelajaran Sejarah ... 76

4.2 Deskripsi Pelaksanaan Tindakan ... 78

4.2.1. Pelaksanaan Siklus I ... 78

4.2.2. Pelaksanaan Siklus II ... 88

4.2.3. Pelaksanaan Siklus III ... 98

4.2.4. Pelaksanaan Siklus IV ... 108

4.3 Pembahasan Hasil Temuan Penelitian ... 116

(3)

Metode Pembelajaran Cooperative Learning Tipe Think-Pair-Square

Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa ... 120

4.3.3. Kendala-kendala Yang Dihadapi Guru Dalam Menerapkan Metode Cooperative Learning Tipe Think-Pair-Square Dalam Pembelajaran Sejarah Dan Solusinya ... 122

4.3.4. Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Sejarah Dengan Menerapkan Metode Pembelajaran Cooperative Learning Tipe Think-Pair-Square ... 125

4.4 Pandangan Guru Dan Siswa Terhadap Penerapan Metode Cooperative Learning Tipe Think-Pair-Square Dalam Pembelajaran Sejarah Di Kelas ... 131

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 133

5.1 Kesimpulan ... 133

5.2. Saran/Rekomendasi ... 137

DAFTAR PUSTAKA ... 138

(4)

Daftar Tabel

Tabel 2.1 Tahapan pembelajaran kooperatif tipe think-pair-square ... 25

Tabel 2.2 Langkah-langkah cooperative learning ... 50

Tabel 4.1 nilai test siswa Pra-penelitian ... 74

Tabel 4.2 Observasi KBM siklus I ... 83

Tabel 4.3 Nilai test siswa Pra-penelitian dan Test Siklus 1 ... 85

Tabel 4.4 Paired Samples Statistics Sikuls 1 ... 86

Tabel 4.5 Paired Samples Correlations Siklus 1 ... 86

Tabel 4.6 Paired Samples Test Siklus 1 ... 87

Tabel 4.7 Observasi KBM Siklus 2 ... 94

Tabel 4.8 Nilai test Siswa Siklus 1 Dan Siklus 2 ... 96

Tabel 4.9 Paired Samples Statistics Siklus 2 ... 96

Tabel 4.10 Paired Samples Correlations Siklus 2 ... 97

Tabel 4.11 Paired Samples Test Siklus 2 ... 97

Tabel 4.12 Observasi KBM Siklus 3 ... 103

Tabel 4.13 Nilai Test Siswa Siklus 2 dan Siklus 3 ... 104

Tabel 4.14 Paired Samples Statistics Siklus 3 ... 105

Tabel 4.15 Paired Samples Correlations Siklus 3 ... 105

Tabel 4.16 Paired Samples Test Siklus 3 ... 106

Tabel 4.17 Observasi KBM Siklus 4 ... 111

Tabel 4.18 Nilai Test Siswa Siklus 3 dan Siklus 4 ... 112

Tabel 4.19 Paired Samples Statistics Siklus 4 ... 114

Tabel 4.20 Paired Samples Correlations Siklus 4 ... 114

Tabel 4.21 Paired Samples Test Siklus 4 ... 114

Tabel 4.22 Nilai Rata-rata Siswa ... 127

(5)

Daftar Gambar

Gambar 3.1 Metode Spiral dari Kemmis dan Taggart ... 49

Gambar 4.1 Denah Kelas XI IPS 1 ... 72

Gambar 4.2 Uji Hipotesis Siklus 1 ... 88

Gambar 4.3 Uji Hipotesis Siklus 2 ... 98

Gambar 4.4 Uji Hipotesis Siklus 3 ... 107

Gambar 4.5 Uji Hipotesis Siklus 4 ... 115

Gambar 4.6 Diagram Perbandingan Nilai Rata-rata Siswa ... 128

(6)

Daftar Bagan

(7)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Sejarah merupakan salah satu mata pelajaran yang menanamkan pengetahuan dan nilai-nilai mengenai proses perubahan dan perkembangan masyarakat Indonesia dan dunia dari masa lampau hingga masa kini (Depdiknas, 2003: 1). Lebih lanjut, Ismaun (2001: 114) mengemukakan tujuan pendidikan sejarah adalah agar peserta didik mampu memahami sejarah, memiliki kesadaran sejarah, dan memiliki wawasan sejarah yang bermuara pada kearifan sejarah.

Berdasarkan pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa sejarah dapat memberikan nilai atau norma yang dapat dijadikan pedoman bagi kehidupan sehari-hari. Sejarah mempunyai peranan yang penting dalam membentuk pemahaman, kesadaran dan wawasan sejarah sehingga siswa dapat menyikapi masalah dalam kehidupan dengan bijak.

Menurut Shafer (1974) dalam sebuah artikel manfaat pendidikan sejarah adalah sebagai berikut:

1. Memperluas pengalaman-pengalaman manusiawi.

Belajar sejarah sama artinya berdialog dengan masyarakat dan bangsa manapun dan di saat kapan pun. Dari pengalaman sejarah itu orang dapat menimba pengalaman-pengalaman dalam menghadapi dan memecahkan problem-problem kehidupan dalam segala aspeknya seperti politik, ekonomi, sosial dan budaya. Pada dasarnya problem-problem kehidupan manusia hampir sama, yang berbeda adalah detail dan intensitasnya. Cara mengatasi dan memberikan tanggapan terhadap masalah, baik secara intelektual maupun secara emosional, juga tidak terlalu berbeda. Dengan belajar sejarah, karenanya, sikap dan kepribadian seseorang akan menjadi lebih matang.

(8)

Sejarah menawarkan begitu banyak dan bervariasi (the multiplicity or variety) kondisi dan pengalaman manusia. Tidak ada disiplin ilmu yang mampu menyajikan rekaman pengalaman manusia yang begitu menyeluruh, selain sejarah. Agama, filsafat, dan ilmu-ilmu sosial lainnya memberikan sumbangan yang sama, namun hanya sebatas dan menurut cara ilmu itu sendiri. Dimensi keseluruhan dalam sejarah diharapkan akan mampu membangun keutuhan kepribadian manusia.

3. Sejarah memiliki peranan penting dalam pembentukan identitas dan kepribadian bangsa.

Suatu masyarakat atau bangsa tak mungkin akan mengenal siapa diri mereka dan bagaimana mereka menjadi seperti sekarang ini tanpa mengenal sejarah. Sejarah dengan identitas bangsa memiliki hubungan timbal-balik. Akar sejarah yang dalam dan panjang akan memperkokoh eksistensi dan identitas serta kepribadian suatu bangsa. Bangsa itu, karenanya, akan bangga dan mencintai sejarah dan kebudayaannya. (http://intl.feedfury.com/content/17146948-manfaat-pendidikan-sejarah.html) [04 November 2011]

Berdasarkan pernyataan di atas, mata pelajaran sejarah merupakan salah satu mata pelajaran yang penting dalam membangun karakter peserta didik yang sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia. Melalui pengajaran sejarah diharapkan siswa mampu mengembangkan kompetensi untuk berpikir kronologis dan memiliki pengetahuan tentang masa lampau. Sejarah dapat digunakan untuk memahami dan menjelaskan proses perkembangan dan perubahan masyarakat serta keragaman sosial budaya dalam rangka menemukan dan menumbuhkan jati diri bangsa di tengah-tengah kehidupan masyarakat dunia. Oleh karena itu, seharusnya mata pelajaran sejarah menjadi suatu mata pelajaran yang menarik karena mengajarkan kepada siswa berbagai peristiwa yang dialami manusia dalam ruang dan waktu yang berbeda sehingga siswa dapat merasakan secara nyata perubahan yang dialami oleh manusia dalam kehidupan.

(9)

Dalam KBM di kelas, suasana belajar siswa cenderung monoton dan menjenuhkan, siswa dituntut untuk mengingat fakta, nama tokoh dan tahun suatu peristiwa. Hal ini senada dengan yang diungkapkan oleh Nurhadi (2002: 9) yang menyatakan bahwa pembelajaran yang berorientasi pada target penguasaan materi terbukti hanya mampu membuat siswa mengingat materi pelajaran dalam waktu yang relatif pendek, tetapi seringkali peserta didik tidak memahami dan mengetahui secara mendalam, pengetahuan yang didapat hanya bersifat hafalan yang menyebabkan anak akan mudah lupa, sehingga gagal dalam membekali anak untuk memecahkan masalah dalam waktu yang lama.

Berdasarkan hasil observasi kelas XI IPS 1 SMA Negeri 18 Bandung, diperoleh hasil bahwa secara keseluruhan pembelajaran sejarah di kelas dapat dikatakan kurang efektif. Hal ini dapat dilihat ketika terdapat suasana pembelajaran di kelas yang kurang kondusif, sehingga kurang mendukung kelancaran proses belajar mengajar. Siswa nampaknya kurang antusias dan kurang memiliki kesiapan untuk mengikuti pelajaran, sehingga konsentrasi belajar siswa menjadi berkurang dan mengalihkan perhatiannya pada hal-hal yang dapat menghilangkan kejenuhan. Selain itu kelas sering gaduh meskipun guru berusaha untuk mengkondisikannya dengan baik.

(10)

motivasi belajar siswa, dan minat baca siswa. Oleh karena itu, guru menganggap metode-metode tersebut dirasa kurang efektif. Dengan demikian metode yang selalu dipakai sampai saat ini adalah metode ceramah dan tanya jawab. Akan tetapi, penggunaan metode tersebut tidak memberikan solusi yang signifikan, karena situasi kelas tetap tidak berubah. Guru lebih banyak mendominasi jalannya pembelajaran di kelas, siswa hanya menjadi pendengar pasif.

Paparan di atas menunjukkan bahwa di kelas XI IPS 1 terdapat beberapa masalah dalam proses pembelajarannya. Pertama adalah kondisi siswa yang ribut saat berlangsungnya kegiatan belajar mengajar (KBM). Hal itu mengakibatkan kondisi kelas menjadi kurang kondusif dan efektif untuk pembelajaran. Kedua adalah kurangnya entry behavior, minat baca dan motivasi belajar siswa, sehingga siswa menjadi kurang antusias dan kurang memiliki kesiapan untuk mengikuti pelajaran. Ketiga, guru kurang mengembangkan metode pembelajaran yang tepat untuk memecahkan masalah-masalah materi sejarah, sehingga siswa belum terampil dalam mengidentifikasi faktor-faktor penyebab masalah, menyelesaikan masalah, menyampaikan gagasan dan menyimpulkan permasalahan materi sejarah yang dihadapinya. Yang terakhir cara guru yang mengajar yang menunjukkan bahwa dia lebih banyak berperan di kelas dan siswa menjadi pendengar pasif.

(11)

70 hanya 44,5% dari jumlah siswa sebanyak 40 orang. Dengan demikian hasil belajar siswa kelas XI IPS 1 dapat dikategorikan rendah. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat tabel hasil UTS Semester Ganjil Tahun Ajaran 2011-2012 siswa kelas XI IPS SMA Negeri 18 Bandung yang dilaksanakan pada bulan Oktober 2011:

Kelas Jumlah Siswa Persentase

Kelulusan

XI IPS 1 40 44,5%

XI IPS 2 41 56%

XI IPS 3 42 60%

XI IPS 4 40 53,5%

Tabel 1: Hasil UTS Semester Ganjil kelas XI IPS SMA Negeri 18 Bandung

Rendahnya pencapaian nilai akhir siswa ini, menjadi indikasi bahwa pembelajaran yang dilakukan selama ini belum efektif. Nilai akhir dari evaluasi belajar belum mencakup penampilan dan partisipasi siswa dalam pembelajaran, hingga sulit untuk mengukur keterampilan siswa.

Upaya untuk meningkatkan kualitas pembelajaran adalah melalui metode yang bervariasi dan sesuai dengan karakteristik siswa. Alasannya adalah: (1) dengan metode pembelajaran yang tepat dapat membantu siswa dalam memahami materi, (2) metode pembelajaran dipandang sebagai salah satu unsur penting dalam rangka mencapai tujuan pengajaran. (Anni, 2004: 57).

(12)

memahami materi pelajaran dengan lebih mudah. Metode pembelajaran merupakan alat untuk mencapai tujuan pengajaran yang ingin dicapai sehingga penggunaan metode yang baik dan tepat akan semakin berhasil sebagai sarana pencapaian tujuan.

Banyak sekali metode-metode pembelajaran yang dikembangkan oleh para ahli dewasa ini yang bisa meningkatkan hasil belajar siswa. Salah satunya yaitu Cooperative Learning atau yang sering kita sebut dengan sistem pengajaran gotong royong atau metode kerja kelompok. Metode pembelajaran ini merupakan salah satu metode pembelajaran yang dapat memfasilitasi siswa untuk berperan aktif dalam proses kegiatan belajar mengajar, tidak hanya itu siswa juga bisa saling berbagi informasi dengan siswa yang lainnya. Pada Cooperative Learning diajarkan keterampilan-keterampilan khusus agar dapat bekerja sama

dengan baik di dalam kelompoknya, seperti menjadi pendengar yang baik, siswa diberi lembar kegiatan yang berisi pertanyaan atau tugas yang direncanakan untuk diajarkan. Selama kerja kelompok, tugas anggota kelompok adalah mencapai ketuntasan (Slavin, 2009: 4). Peran guru dalam pembelajaran Cooperative Learning sebagai fasilitator, moderator, organisator dan mediator terlihat jelas. Kondisi ini peran dan fungsi siswa terlihat, keterlibatan semua siswa akan dapat memberikan suasana aktif dan pembelajaran terkesan demokratis, dan masing-masing siswa punya peran dan akan memberikan pengalaman belajarnya kepada siswa lain.

(13)

Cooperative Learning yaitu akuntabilitas individual, interaksi tatap muka, keterampilan seusia, proses kelompok dan saling ketergantungan yang positif. Ketergantungan positif adalah perasaan diantara anggota kelompok dimana keberhasilan seseorang merupakan keberhasilan yang lainnya pula atau sebaliknya. Untuk menciptakan suasana tersebut, guru perlu merancang struktur kelompok, tugas-tugas kelompok yang memungkinkan setiap siswa untuk belajar mengevaluasi dirinya dengan teman kelompoknya dalam penguasaan dan kemampuan memahami bahan pelajaran. Kondisi seperti ini memungkinkan setiap siswa merasa adanya ketergantungan secara positif pada anggota kelompok lainnya dalam mempelajari dan menyelesaikan tugas-tugas yang menjadi tanggung jawabnya, yang mendorong setiap anggota kelompok untuk bekerja sama.

(14)

terselesaikannya tugas-tugas kelompok, tetapi para siswa belajar dalam kehidupan kelompok yang mampu saling membelajarkan antar anggota kelompoknya.

Selain itu, metode pembelajaran kooperatif merupakan metode pembelajaran yang terpusat pada siswa, terutama untuk mengatasi masalah dalam mengaktifkan siswa, seperti siswa yang tidak dapat bekerjasama dengan siswa lain, siswa yang kurang bisa berkomunikasi serta siswa yang kurang peduli pada siswa lainnya. Metode pembelajaran kooperatif juga merupakan salah satu metode pelajaran yang sesuai dengan karakter manusia sendiri sebagai makhluk sosial. Oleh karena itu sangat sesuai diterapkan dalam proses pembelajaran dalam menghadapi kehidupan sosial sejak dini.

Berbagai manfaat dari penerapan pembelajaran kooperatif, selain yang disebutkan di atas salah satunya yaitu meningkatkan hasil belajar siswa. Hal ini dikarenakan metode ini dapat memotivasi siswa untuk berusaha lebih baik bagi dirinya maupun kelompoknya. Hal ini diperkuat dengan pernyataan oleh Johnson dan Johnson (Lie, 2008: 7) suasana belajar cooperative learning menghasilkan prestasi yang lebih tinggi, hubungan yang lebih positif, dan penyesuaian psikologis yang lebih baik daripada suasana belajar yang penuh dengan persaingan dan memisah-misahkan siswa.

(15)

mengembangkan kemampuan berbagi informasi dan menarik kesimpulan, serta kemampuan untuk mempertimbangkan nilai-nilai dari suatu materi pelajaran. Dari sana diharapkan dapat memberikan dampak positif terhadap kualitas interaksi dan komunikasi dalam memahami materi pelajaran sejarah, baik di sekolah maupun di rumah, sehingga terbentuklah sikap positif terhadap mata pelajaran sejarah yang pada akhirnya akan turut mempengaruhi hasil belajar siswa.

Berdasarkan pemaparan di atas, maka peneliti tertarik untuk lebih memperdalam kajian mengenai pengaruh Metode Cooperative Learning tipe Think-Pair-Square terhadap peningkatan hasil belajar siswa menjadi sebuah penelitian. Adapun judul yang peneliti angkat penelitian ini adalah “Penerapan Metode Cooperative Learning Tipe Think-Pair-Square Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa (Penelitian Tindakan Kelas Pada Pembelajaran Sejarah Di Kelas XI IPS 1 SMA Negeri 18 Bandung)”.

1.2 Masalah dan Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dirumuskan permasalahan sebagai berikut: “Bagaimana meningkatkan hasil belajar siswa melalui penerapan metode Cooperative Learning Melalui Tipe Think-Pair-Square dalam mata pelajaran sejarah di kelas XI IPS 1 SMA Negeri 18 Bandung?”

(16)

1. Bagaimana kondisi awal pembelajaran sejarah di kelas XI IPS 1 SMA Negeri 18 Bandung sebelum diterapkan Metode Pembelajaran Cooperative Learning tipe Think-Pair-Square?

2. Bagaimana langkah-langkah yang dilakukan guru dalam menerapkan Metode Pembelajaran Cooperative Learning tipe Think-Pair-Square di kelas XI IPS 1?

3. Apa kendala yang dihadapi guru dalam menerapan Metode Pembelajaran Cooperative Learning Tipe Think-Pair-Square?

4. Apakah penerapan Metode Pembelajaran Cooperative Learning Melalui Tipe Think-Pair-Square dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam mata pelajaran sejarah di kelas XI IPS 1 SMA Negeri 18 Bandung?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian merupakan sasaran yang hendak dicapai dalam penelitian. Tujuan merupakan arah bagi peneliti dalam melaksanakan penelitian. Secara umum tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji tentang penggunaan Metode Pembelajaran Cooperative Learning Tipe Think-Pair-Square untuk meningkatkan hasil belajar siswa dalam mata pelajaran sejarah.

Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mendeskripsikan kondisi awal pembelajaran sejarah di kelas XI IPS 1 SMA Negeri 18 Bandung

(17)

Think-Pair-Square yang sesuai dalam mata pelajaran sejarah di kelas XI IPS 1 SMA Negeri 18 Bandung

3. Menganalisis kendala yang dihadapi guru kelas XI IPS 1 SMA Negeri 18 Bandung dalam menggunakan Metode Pembelajaran Cooperative Learning Tipe Think-Pair-Square.

4. Mengemukakan Metode Pembelajaran Cooperative Learning Tipe Think-Pair-Square di kelas XI IPS 1 untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada

mata pelajaran sejarah

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang berhubungan secara langsung maupun tidak langsung dalam bidang pendidikan, khususnya pada pendidikan SMA dalam mata pelajaran sejarah. Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini secara khusus adalah dapat:

1. Meningkatkan wawasan pengetahuan serta pengalaman bagi peneliti dalam penerapan Metode Pembelajaran Cooperative Learning Tipe Think-Pair-Square dalam pembelajaran sejarah di sekolah.

2. Meningkatkan mutu pembelajaran dan hasil belajar siswa kelas XI IPS 1 SMA Negeri 18 Bandung dalam mata pelajaran sejarah.

3. Memecahkan masalah yang guru hadapi selama ini dalam upaya meningkatkan hasil belajar siswa, khususnya dalam mata pelajaran sejarah. 4. Mengubah cara pandang siswa yang keliru bahwa mata pelajaran sejarah

(18)

baru dengan variasi-variasi dalam metode mengajar yang akan meningkatkan hasil belajar siswa.

1.5 Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan dalam penyusunan skripsi adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini dijelaskan mengenai latar belakang masalah, rumusan dan pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini dijelaskan mengenai penjelasan konsep-konsep yang mendukung penelitian yakni mengenai konsep cooperative learning tipe Think-Pair-Square dan pemahaman materi siswa beserta aspek-aspek yang

mendukungnya berdasarkan sumber-sumber buku atau jurnal. BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini menjelaskan mengenai langkah-langkah yang ditempuh untuk menyelesaikan penelitian, terdiri dari metode, subyek, prosedur penelitian serta pengolahan dan analisis data yang mencakup sumber data, teknik pengumpulan data dan alat pengumpul data.

BAB IV PEMBAHASAN

(19)

mengacu pada sumber-sumber yang sesuai dengan aspek yang sedang dikaji.

BAB V PENUTUP

Bab ini berisi mengenai kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian dan saran bagi semua pihak yang terlibat dalam penelitian ini.

(20)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Lokasi Dan Subjek Penelitian

3.1.1 Lokasi Penelitian

SMA Negeri 18 Bandung merupakan salah satu satuan pendidikan pada jenjang menengah atas. SMA ini terletak di Jalan Madesa Nomor 18 Situgunting, Kelurahan Kopo Kecamatan Bojong Loa Kaler, Kota Bandung, Provinsi Jawa Barat. SMA Negeri 18 Kota Bandung tepatnya berada dilingkungan perkampungan biasa. Sehingga kendala utama bagi para siswa adalah tidak terdapatnya jalur angkutan kota yang melintasi sekolah.

Meskipun demikian, letak sekolah yang jauh dari jalan raya merupakan kondisi yang kondusif dalam rangka menciptakan suasana kegiatan belajar yang nyaman. Sekolah sangat jauh dari suasana bising kendaraan lalu lalang, kenyamanan ini ditunjang dengan taman hijau di sekeliling sekolah. Sekolah secara geografis terletak di wilayah pinggiran Bandung bagian selatan. Karakteristik penduduk di wilayah ini merupakan daerah industri dan wirausaha yang dihuni oleh masyarakat pegawai/karyawan, dan pedagang.

(21)

Bangunan yang menempati lahan seluas 6000 m2 itu memiliki berbagai fasilitas yang menunjang KBM seperti: perpustakaan, lapangan olah raga, ruang guru, ruang UKS, mesjid dan ruang belajar berjumlah 13 buah. Seiring dengan bertambahnya waktu maka bertambah pula fasilitas tersebut, saat ini SMAN 18 telah memiliki 22 ruang belajar, 3 buah ruang laboratorium IPA, beberapa ruang ekskul, 1 buah ruang komputer, 1 buah ruang multimedia dan yang tengah dikerjakan adalah renovasi Mesjid Ulul Albab.

SMA Negeri 18 Kota Bandung merupakan kluster terakhir dari lima kluster sekolah menengah atas negeri yang berjumlah 27 SMA se-Kota Bandung. Sejalan dengan program Akreditasi Sekolah yang dilaksanakan pada tahun 2005 yang lalu, berdasarkan kondisi nyata serta kemampuan dan kelayakan yang dimiliki sekolah, SMA Negeri 18 termasuk sekolah dengan kategori Terakreditasi A.

Visi SMA Negeri 18 Bandung adalah “Mewujudkan SMA Negeri 18

Bandung menjadi Sekolah yang Berdisiplin, Berprestasi, Religius, Mandiri, dan Amanah”. Sedangkan misinya adalah:

1. Menggalakkan budaya tertib, budaya bersih, dan budaya kerja melalui disiplin yang tinggi.

2. Meningkatkan kemampuan siswa, guru, serta karyawan dalam rangka menciptakan sumber daya manusia yang memiliki keunggulan kompetitif. 3. Menciptakan hubungan sosial yang harmonis antarwarga sekolah untuk

(22)

4. Menciptakan sekolah yang religius dalam upaya peningkatan dan pengembangan sekolah berwawasan imtaq dan berbudaya lingkungan.

5. Membentuk insan mandiri yang memiliki kecakapan hidup (life skill) sebagai bekal bagi siswa yang tidak dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.

Berdasarkan visi dan misi di atas, tujuan sekolah adalah :

1. Meningkatkan profesionalisme guru dan karyawan sekolah dalam menghadapi perubahan kurikulum dari Kurikulum 2004 ke Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)

2. Meningkatkan minat masyarakat untuk memasukkan putra-putrinya ke SMA Negeri 18 Bandung

3. Meningkatkan hasil prestasi belajar siswa dari tahun sebelumnya

4. Meningkatkan kemampuan siswa untuk memiliki kecakapan hidup (life skill) sebagai bekal hidup bagi siswa yang tidak dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi

5. Meningkatkan kemampuan siswa untuk mempersiapkan diri melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi

6. Meningkatkan kinerja seluruh warga sekolah dalam upaya peningkatan profesionalisme kerja yang ditunjang dengan sistem kerja yang cepat dan akurat serta dengan laporan yang teradministrasikan dengan baik

(23)

ruang Multimedia lengkap dengan peralatannya, beberapa ruang Ektrakurikuler, beberapa ruang bengkel kerja, WC siswa/guru, dan ruang-ruang lain sebagai sarana pendukung pendidikan

8. Meningkatkan penggunaan teknik informatika secara optimal baik guru, siswa, dan karyawan

9. Meningkatkan kegiatan ektrakurikuler sebagai upaya pembentukan kepribadian siswa di antaranya dengan pembinaan keagamaan, kesenian, olahraga, dan ketrampilan, yang didukung oleh tersedianya sarana prasarana

10. Meningkatkan kegiatan guru dalam kompetensi pembelajaran dan pemahaman pengetahuan teknologi komputer

11. Meningkatkan pelayanan dan kinerja karyawan melalui pengusaaan dalam teknologi komputer

12. Meningkatkan hubungan yang harmonis di antara warga sekolah baik secara horizontal maupun vertikal

13. Menyalurkan aspirasi melalui komite sekolah yang demokratis, aspiratif, dan representatif

14. Meningkatkan kegiatan personal dalam melaksanakan ibadah keagamaan di lingkungan kerja sesuai visi sekolah yang religius

15. Menciptakan kesadaran seluruh warga sekolah akan pelestarian lingkungan hidup, khususnya lingkungan sekitar sekolah.

(24)

seperti Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Universitas Padjadjaran (UNPAD), Universitas Pasundan (UNPAS), Universitas Lampung (UNILA), Universitas Prof. Dr. Moh. Hamka (UHAMKA), dan Institut Agama Islam Negeri (IAIN).

3.1.2 Profil guru kolabolator

Guru mata pelajaran sejarah yang menjadi mitra peneliti dalam melakukan penelitian tindakan kelas ini berinisial DS, yang lahir di Bandung. Beliau merupakan lulusan dari jurusan pendidikan sejarah Universitas Pendidikan Indonesia tahun 1995. Guru kolabolator ini mengajar mata pelajaran sejarah di kelas XI IPS dan XII IPA dengan jumlah mengajarnya dalam satu minggu sebanyak 24 jam pelajaran. Pengalaman mengajar guru ini di SMA Negeri 18 Bandung sudah lebih dari 15 tahun. Dengan pengalaman mengajar yang tidak sebentar itu, beliau telah merasakan berbagai pengalaman mengajar. Menurut beliau masalah dalam pembelajaran sejarah adalah siswa yang cepat merasa bosan dan malas untuk membaca buku, selain itu siswa malas untuk bertanya. Beliau juga telah mencoba beberapa metode pembelajaran untuk menarik perhatian siswa, tapi hasilnya kurang memuaskan, sehingga beliau kembali menggunakan metode ceramah.

(25)

Kota Bandung dengan narasumber Prof. Dr H Nana Syaodih Sukmadinata (Guru Besar UPI) dan Dr. H Wahyudin Zarkasih Ak (Kadisdik Provinsi Jabar). Materi pada seminar tersebut adalah Inovasi dan strategi Pembelajaran, Peningkatan kreatifitas dan kompetisi Guru, dan Profesionalisme Guru

Jika dilihat dari lamanya pengalaman mengajar, beberapa kali ikut seminar, dan juga Bapak Ds yang telah lulus sertifikasi dan dengan kata lain, Bapak DS sudah dianggap sebagai guru profesional. Hal ini sudah sesuai dengan yang diamanatkan oleh Undang RI Nomor 20 Tahun 2003, Undang-Undang RI Nomor 14 Tahun 2005 dan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 mengamanatkan bahwa dalam rangka peningkatan sumber daya manusia dalam bidang pendidikan dalam hal ini guru diwajibkan untuk memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan dari pendidikan nasional. Guru dituntut untuk memiliki kompetensi dan dedikasi dalam menjalankan profesinya.

(26)

Bapak DS di sekolah merupakan guru yang cukup bersahabat dengan siswanya. Namun ketika penampilan dalam mengajar, banyak siswa di kelas yang segan untuk bertanya maupun menjawab pertanyaan karena takut salah menurut siswa yang diwawancara. Peneliti memilih beliau sebagai kolaborator karena sikapnya yang terbuka dengan peneliti, sehingga mudah bekerjasama dalam berdiskusi untuk pelaksanaan tindakan penelitian ini.

3.1.3 Kondisi dan Karakteristik Kelas Penelitian

(27)

Gambar 3.1 Denah kelas XI IPS 1

Kelas XI IPS 1 dipilh menjadi kelas penelitian dikarenakan hasil belajar yang masih rendah dibandingkan dengan kelas lain dan minat baca siswa yang masih rendah serta kurangnya motivasi belajar siswa. Diharapkan penerapan metode pembelajaran kooperatif tipe think-pair-square ini, bisa meningkatkan hasil belajar siswa, minat baca dan motivasi belajar siswa serta menumbuhkan sikap peduli terhadap teman yang kurang dalam pelajaran. Jumlah siswa kelas XI IPS 1 adalah sebanyak 40 orang. Klasifikasi siswa kelas XI IPS 1 tergolong kurang seimbang. Hal ini dilihat dari jumlah siswa laki-laki yang lebih banyak daripada jumlah siswa perempuan, yaitu siswa laki-laki sebanyak 24 orang dan siswa perempuan sebanyak 16 orang.

(28)

3.2 Metode Penelitian

Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode penelitian tindakan kelas (Classroom Action Research). Menurut Kunandar (2008: 45) penelitian tindakan kelas adalah penelitian tindakan yang dilakukan dengan tujuan memperbaiki mutu praktik pembelajaran di kelas. Sedangkan menurut Suyanto et al. (1997: 4) menyatakan bahwa penelitian tindakan kelas sebagai suatu bentuk penelitian yang bersifat reflektif dengan melakukan tindakan-tindakan tertentu agar dapat memperbaiki dan atau meningkatkan praktek-praktek pembelajaran di kelas secara profesional

Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa penelitian tindakan kelas merupakan penelitian praktis yang dilakukan oleh guru dalam lingkup kelas, berkaitan dengan proses pembelajaran sebagai upaya untuk memperbaiki atau meningkatkan kualitas pembelajaran dalam hal ini hasil belajar siswa. Dengan melakukan penelitian kelas, guru melengkapi lagi perannya sebagai pendidik dengan melakukan refleksi kritis terhadap tugas mengajarnya dengan tujuan untuk meningkatkan kualitasnya.

Tujuan dari penelitian tindakan kelas ini yaitu untuk meningkatkan kualitas pelaksanaan kegiatan belajar mengajar di kelas. Hal ini sesuai dengan pendapat Hopkins (1993: 44) yang mengemukakan bahwa penelitian tindakan kelas bertujuan memberikan kontribusi praktis kepada mereka yang menghadapi persoalan dan membutuhkan penyelesaian segera, untuk mencapai sasaran pendidikan dengan kolaborasi dan kerjasama dalam rangka etis yang diterima.

(29)

untuk meningkatkan kualitas yang dimiliki oleh subyek yang hendak diteliti (siswa). Digunakannya penelitian tindakan kelas ini adalah untuk memperbaiki kegiatan belajar mengajar di kelas XI IPS 1 SMA Negeri 18 Bandung, dengan harapan dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Sesuai dengan tujuan utama penelitian tindakan kelas ini adalah untuk perbaikan dan peningkatan hasil belajar siswa dengan layanan profesional guru dalam menangani proses belajar mengajar.

3.3 Prosedur Penelitian

(30)
[image:30.595.131.464.180.570.2]

Gambar 3.2 Metode Spiral dari Kemmis dan Taggart (1988)

Diadopsi dari Hopkins (1993: 48)

(31)

secara intensif dan sistematis atas seseorang yang mengerjakan pekerjaan sehari-harinya. Adapun empat langkah tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Perencanaan (Planning)

Rencana merupakan serangkaian tindakan terencana untuk meningkatkan apa yang telah terjadi. Dalam penelitian tindakan, rencana tindakan harus berorientasi ke depan dan bersifat fleksibel. Rencana tindakan disusun secara reflektif, partisipatif dan kolaboratif antara peneliti dan kolaborator dengan cara melakukan kesepakatan bersama mengenai fokus observasi meliputi alat pengumpul data berupa lembar observasi, metode observasi, sampai pada alternatif tindakan dan analisis data. Dalam tahap ini peneliti melakukan beberapa perencanan, yang berkaitan dengan langkah-langkah yang akan dilakukan dalam tahap tindakan. Adapun perencanaan dalam penelitian dijabarkan sebagai berikut :

a. Menentukan kelas yang akan dijadikan sebagai tempat penelitian b. Melakukan observasi pra penelitian terhadap kelas yang akan

digunakan untuk penelitian.

c. Meminta kesediaan guru untuk menjadi kolaborator peneliti dalam penelitian yang akan dilaksanakan.

d. Menyusun kesepakatan dengan kolaborator mengenai waktu penelitian.

(32)

f. Menyusun silabus dan rencana pengajaran yang akan digunakan saat pembelajaran dalam penelitian.

g. Merencanakan sistem penilaian yang akan digunakan dalam PBM sehingga dapat mengukur proses dan hasil belajar siswa selama PBM. h. Menyusun instrument yang akan digunakan dalam penelitian untuk

melihat perkembangan hasil belajar siswa.

i. Merencanakan diskusi balikan yang akan dilakukan dengan kolaborator peneliti.

j. Membuat rencana untuk melakukan perbaikan sebagai tindak lanjut dari diskusi balikan yang telah dilakukan dengan kolabolator peneliti. k. Merencanakan pengolahan data dari hasil yang diperoleh dari

penelitian

2. Tindakan (Action)

Tahap ini merupakan implementasi dari berbagai rencana yang telah dirancang pada tahap sebelumnya. Tindakan merupakan kegiatan inti dalam penerapan metode pembelajaran cooperative learning tipe think-pair-square terhadap pembelajaran siswa kelas XI IPS 1 SMA Negeri 18 Bandung untuk meningkatkan hasil belajarnya. Adapun tahapan tindakan ini dijabarkan sebagai berikut :

(33)

think-pair-square sesuai dengan silabus dan rencana pengajaran yang telah disusun pada tahap perencanaan.

b. Mengoptimalkan penerapan metode pembelajaran cooperative learning tipe think-pair-square dalam kegiatan belajar mengajar.

c. Melaksanakan evaluasi hasil belajar untuk melihat tingkat hasil belajar siswa setelah diterapkan metode pembelajaran cooperative learning tipe think-pair-square dalam pembelajaran.

d. Menggunakan instrument penelitian yang telah dibuat sebagai alat observasi, untuk melihat dan merekam atau mencatat aktivitas siswa ketika penerapan pola pembelajaran berbasis masalah dalam proses belajar mengajar.

e. Melakukan diskusi balikan dengan guru kolaborator.

f. Melakukan revisi tindakan sebagai tindak lanjut dari hasil diskusi balikan.

g. Melaksanakan pengolahan data.

3. Pengamatan (Observation)

(34)

saat pelaksanaan tindakan. Adapun tahap observasi dalam penelitian ini dijabarkan sebagai berikut:

a. Pengamatan terhadap keadaan kelas yang diteliti.

b. Pengamatan mengenai kesesuaian penerapan metode pembelajaran cooperative learning tipe think-pair-square dengan dengan pokok bahasan yang berlangsung.

c. Pengamatan kesesuaian penerapan metode pembelajaran cooperative learning tipe think-pair-square dengan kaidah-kaidah teoritis yang digunakan.

d. Mengamati kemampuan guru dalam menerapkan metode pembelajaran cooperative learning tipe think-pair-square.

e. Mengamati pengaruh penerapan metode pembelajaran cooperative learning tipe think-pair-square terhadap hasil belajar siswa.

4. Refleksi (Reflection)

(35)

tindakan. Pada tahap refleksi dalam penelitian ini, dijabarkan pada kegiatan sebagai berikut:

a. Kegiatan diskusi balikan dengan kolaborator dan siswa setelah tindakan dilakukan

b. Merefleksikan hasil diskusi balikan untuk siklus selanjutnya.

Merujuk kepada pendapat Wiriaatmadja (2010), proses pelaksanaan tindakan dilakukan melalui tiga langkah pokok secara siklus, yaitu terlihat pada bagan 3.1 berikut :

Bagan 3.1 siklus proses pelaksanaan tindakan

(Diadopsi dari Rochiati Wiriaatmadja, 2010:106)

Berdasarkan bagan di atas, maka tiga langkah proses pelaksanaan tindakan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Perencanaan yang dilakukan antara peneliti dan guru kolabolator mengenai topik kajian dan fokus yang akan diobservasi berdasarkan kesepakatan bersama. Adapun fokus observasi tersebut terdiri atas aspek-aspek dibawah ini :

Pertemuan perencanaan

(36)

a. Langkah-langkah yang dilakukan oleh guru dalam menerapkan metode pembelajaran cooperative learning tipe think-pair-square di kelas XI IPS 1 SMA Negeri 18 Bandung.

b. Pokok bahasan sesuai untuk diterapkan metode pembelajaran cooperative learning tipe think-pair-square

c. Perencanaan penilaian setelah diterapkan metode pembelajaran cooperative learning tipe think-pair-square yang dibuat peneliti dan

guru kolabolator.

d. Kendala-kendala yang dihadapi guru dalam menerapkan metode pembelajaran cooperative learning tipe think-pair-square.

e. Upaya-upaya yang harus dilakukan peneliti dan guru untuk mengatasi kendala-kendala tersebut.

2. Praktek observasi yaitu peneliti atau guru yang bertindak sebagai observer mengamati proses pelaksanaan tindakan, kendala-kendala yang muncul ketika menerapkan metode pembelajaran cooperative learning tipe think-pair-square dalam pembelajaran di kelas XI IPS 1 SMA Negeri 18

Bandung.

(37)

3.4 Definisi Operasional

Untuk memudahkan dalam melakukan penelitian ini, maka berikut ini terdapat beberapa definisi yang akan menjelaskan secara rinci variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian, yaitu diantaranya:

1. Metode Cooperative Learning Tipe Think-Pair-Square

Pembelajaran kooperatif adalah suatu kegiatan pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa bekerja sama dengan rekan belajarnya untuk menyelesaikan tugas-tugas yang terstruktur (Lie, 2008: 12). Melalui pembelajaran kooperatif proses pembelajaran yang terjadi dapat berperan dalam mengaktifkan semua siswa dan lebih berpusat kepada siswa.

Ada beberapa tipe pembelajaran dalam metode Cooperative Learning, dan tipe yang digunakan dalam penelitian ini adalah tipe Think-pair-Square. Menurut Lyman (Sulistiowati, 2007: 26) Think-Pair-Square merupakan salah satu teknik yang memberi kesempatan kepada siswa untuk bekerja sendiri dan bekerja sama dengan orang lain. Teknik Think-Pair-Square digunakan untuk meningkatkan kemampuan berpikir, komunikasi dan mendorong siswa untuk berbagi informasi dengan siswa lain.

Menurut Lie, terdapat langkah dalam melaksankan pembelajaran kooperatif tipe think-pair-square, yaitu:

1. Guru membagi kelas ke dalam kelompok siswa beranggotakan empat orang siswa dan memberikan tugas kepada semua kelompok.

(38)

3. Siswa berpasangan dengan salah satu rekas\n dalam kelompok dan berdiskusi dengan pasangannya.

4. Kedua pasangan bertemu kembali dalam kelompok berempat. Siswa mempunyai kesempatan untuk membagikan hasil kerjanya kepada kelompok berempat.

Berdasarkan langkah-langkah di atas, dikembangkan langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe think-pair-square yang lebih terperinci, yaitu:

1. Guru menjelaskan aturan main dan batasan waktu untuk setiap tahapan think-pair-square

2. Guru membagi kelas menjadi 10 kelompok yang terdiri dari 4 orang siswa dengan kemampuan kognitif yang berbeda, dengan komposisi 1 orang siswa dengan kemampuan kognitif tinggi, 2 orang siswa berkemampuan kognitif sedang dan 1 orang dengan kemampuan kognitif rendah.

3. Guru membagikan LKS tahap think kepada siswa dan meminta siswa siswa untuk memikirkan dan mengerjakan LKS secara individu

4. Siswa berpasangan dengan salah satu teman dalam kelompoknya dan berdiskusi dengan pasangannya mengenai jawaban LKS yang telah dikerjakan secara individu

5. Guru membagikan LKS tahap square dan meminta kedua pasangan bertemu kembali dalam kelompok berempat untuk mengerjakan dan mendiskusikan LKS tahap square.

(39)

2. Hasil Belajar

Belajar merupakan suatu proses untuk mencapai hasil belajar. Hasil belajar diperoleh pada akhir proses pembelajaran dan berkaitan dengan kemampuan siswa dalam menyerap atau memahami suatu bahan yang telah diajarkan.

Hasil kegiatan belajar mengajar menurut Djamarah dan Zain (2006:11) tercermin dalam perubahan perilaku, baik secara material-subtansial, struktural-fungsional, maupun secara behaviour. Hasil belajar yang dicapai siswa pada hakikatnya adalah terjadinya perubahan tingkah laku setelah mengalami proses belajar. Perubahan tingkah laku yang diinginkan mencakup ranah kognitif, afektif, dan psikomotor.

Dalam penelitian ini, hasil belajar dapat dilihat berdasarkan nilai yang didapat dari tes tulis yang berupa pilihan ganda. Selain berpengaruh terhadap peningkatan hasil belajar siswa, diharapkan juga dapat meningkatkan aktivitas dan peran aktif siswa dalam pembelajaran

3.5 Teknik Pengumpulan Data

Data yang diperlukan dalam penelitian ini didapat dengan menggunakan beberapa metode untuk memperoleh data penelitian. Adapun metode-metode yang digunakan penulis dalam mengumpulkan data diantaranya yaitu:

1. Wawancara

(40)

deskriptif kualitatif dan deskriptif kuantitatif. Wawancara dilaksanakan secara lisan dalam pertemuan tatap muka secara individual. Kegiatan wawancara dilakukan untuk memperoleh dan mengumpulkan data mengenai pendapat siswa dan guru tentang penerapan metode pembelajaran cooperatve learning tipe think-pair-square dalam pembelajaran sejarah. Peneliti hanya melakukan wawancara pada beberapa orang siswa yang dianggap dapat mewakili seluruh siswa, mulai dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang, dan rendah. Pedoman wawancara disusun oleh peneliti sendiri, untuk memperoleh pandangan siswa dan guru. Oleh karena itu, bentuk wawancara yang digunakan pada penelitian ini adalah wawancara terstruktur. Alat yang digunakan dalam melakukan wawancara berupa lembar pedoman wawancara dan alat perekam suara. Pedoman wawancara digunakan untuk mengarahkan alur wawancara dan mendapatkan data secara kualitatif yang diperoleh untuk bahan analisis pada tahap selanjutnya, sedangkan alat perekam untuk membantu peneliti dalam mengingat hasil wawancara.

2. Observasi

Pengumpulan data dengan observasi dilakukan untuk memperoleh data tentang pelaksanaan proses belajar mengajar di kelas, yang meliputi aktivitas guru dan siswa ketika tindakan dilakukan. Aktivitas guru diamati oleh peneliti sebagai peneliti utama, sedangkan aktivitas siswa diamati oleh peneliti mitra. Dengan demikian dapat diketahui dengan jelas kekurangan dan kelebihan yang terjadi dalam proses belajar mengajar di kelas.

(41)

merekonstruksi proses implementasi tindakan perbaikan yang dimaksud dalam diskusi balikan (Sukidin, 2002: 114). Pemilihan observasi terbuka dimaksudkan agar peneliti mendapatkan data yang utuh dan valid, selain itu observasi akan berjalan dengan efektif, karena peneliti dan guru dapat berbagi peran sebagai observer dan pelaksana tindakan. Fokus observasi terbuka ini terletak pada aktivitas guru dan siswa dalam kegiatan belajar mengajar dengan menerapkan metode pembelajaran cooperative learning tipe think-pair-square. Hasil observasi yang berupa lembar panduan observasi kemudian dibahas oleh peneliti dengan guru dalam sebuah diskusi balikan, dan hasil diskusi balikan tersebut dijadikan sebagai refleksi untuk tindakan berikutnya.

3. Dokumentasi

Dokumentasi adalah pengumpulan informasi yang digunakan dalam penelitian, sebagai sumber data yang berkaitan dengan suasana yang terjadi di kelas pada waktu pembelajaran pada saat penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan.

(42)

3.6 Instrument Penelitian

Adapun instrument atau perangkat penelitian yang digunakan oleh peneliti untuk memudahkan dalam melakukan PTK ini adalah sebagai berikut:

1. Tes

Tes dapat dikatakan sebagai alat ukur untuk mengukur hasil belajar siswa. Kerlinger (1986) mengungkapkan bahwa tes merupakan prosedur sistematik di mana individual yang dites direpresentasikan dengan suatu set stimuli jawaban mereka yang dapat menunjukan ke dalam angka (Sukardi, 2003:138). Sedangkan menurut Margono (2004:170), tes ialah seperangkat rangsangan (stimuli) yang diberikan kepada seseorang dengan maksud untuk mendapat jawaban yang dapat dijadikan dasar bagi penetapan skor angka.

Tes digunakan dalam penelitian ini bertujuan untuk mengukur hasil belajar yang dicapai siswa setelah diterapkannya metode cooperative learning tipe think-pair-square dalam setiap satu kali pembelajaran sejarah dikelas. Jenis tes yang dipakai dalam penelitian ini adalah tes pilihan ganda (multiple choice test) yang berjumlah 15 soal. Soal-soal tes terdiri dari

(43)

2. Lembar Panduan Observasi

Lembar panduan observasi merupakan perangkat yang digunakan untuk mengumpulkan data mengenai aktivitas guru dan siswa baik pada pra penelitian maupun selama pelaksanaan tindakan dalam pembelajaran sejarah dengan penerapan metode pembelajaran cooperative learning tipe think-pair-square. Data yang ingin diperoleh adalah data yang berupa perkataan dan aktivitas yaitu komunikasi interaktif antara guru dan siswa, maupun siswa dengan siswa secara langsung pada saat pembelajaran sejarah berlangsung, serta pada saat diskusi kolaboratif dengan guru setelah pembelajaran.

3. Lembar Pedoman Wawancara

(44)

3.7 Teknik Pengolahan Data

Tahapan selanjutnya setelah melakukan pengumpulan data berdasarkan instrument yang digunakan dalam PTK ini adalah melakukan pengolahan data. Teknik pengolahan data yang dilakukan peneliti pada PTK ini bersifat kuantitatif dan kualitatif.

Pengolahan data secara kuantitatif dimaksudkan untuk mengukur hasil belajar siswa berdasarkan tes yang diberikan. Di samping itu juga pengolahan secara kuantitatif bermanfaat untuk melihat perbedaan hasil tes siswa dari setiap siklus tindakan. Pengolahan data kuantitatif untuk mengukur hasil belajar siswa dilakukan dengan cara penskoran. Rumus yang digunakan, antara lain:

Tingkat penguasaan materi = Jumlah skor total subjek x 100% Jumlah skor total maksimal

Untuk melihat perbedaan hasil tes dari setiap siklus, dapat dilihat dengan menggunakan Uji t. Dalam penelitian ini pengolahan uji t dibantu dengan menggunakan rumus Paired Sample T-Test yang terdapat pada SPSS versi 17.0.

Berdasarkan penjelasan di awal tadi, selain melakukan pengolahan data secara kuantitatif, peneliti juga melakukan pengolahan data secara kualitatif. Pengolahan data kualitatif ini dimaksudkan untuk mengolah data yang bersifat non-statistik, seperti data yang didapatkan dari hasil observasi, wawancara, dokumentasi dan diskusi balikan. Di bawah ini akan diuraikan tahapan-tahapan yang dilakukan dalam pengolahan data secara kualitatif diantaranya adalah sebagai berikut:

(45)

Dalam tahap ini peneliti melakukan pemilahan data mentah yang telah terkumpul dan mengklasifikasikanya berdasarkan aspek-aspek masalah yang di hadapi, kemudian dirangkum supaya dapat lebih mudah dipahami. Setelah itu, peneliti memberikan kode tertentu berdasarkan jenis data dan sumbernya. Selanjutnya, peneliti melakukan interpretasi terhadap keseluruhan data untuk memudahkan penyusunan kategorisasi data, sehingga dapat memberi penjelasan dan makna terhadap isi temuan penelitian. Kategorisasi data dilakukan terhadap empat aspek, yaitu: strategi belajar mengajar, proses belajar mengajar, aktivitas berupa tindakan guru dan siswa, latar sosial kelas dan latar fisik kelas.

2. Catatan Lapangan

Menurut Bogdan dan Biklen (1982) catatan lapangan merupakan catatan tertulis mengenai apa yang didengar, dilihat, dialami, dan dipikirkan dalam rangka mengumpulkan data dan refleksi terhadap data dalam penelitian kualitatif (Moleong, 2006:153). Catatan lapangan merupakan alat yang sangat penting untuk memperoleh data kualitatif. Menurut Mandolang (2005) dalam Moleong (2006:160) catatan lapangan yang baik mempunyai beberapa karakteristik, yaitu:

1. Akurat

(46)

4. Data dapat menyediakan ikhtisar budaya atau pengaturan.

5. Para pengamat harus melakukan lebih dari sekedar melakukan perekaman situasi sederhana.

Moleong (2006:154) mengungkapkan bahwa model suatu catatan lapangan ada tiga macam, yakni catatan pengamatan, catatan teori, dan catatan metodologi. Catatan lapangan yang digunakan untuk memperoleh data kualitatif pada penelitian ini adalah catatan pengamatan.

Catatan pengamatan adalah pernyataan tentang semua yang dialami yaitu yang dilihat dan didengar dengan menceritakan siapa yang menyatakan atau melakukan apa dalam situasi tertentu. Pernyataan tersebut tidak boleh berisi penafsiran, hanya merupakan catatan sebagaimana adanya dan pernyataan yang datanya sudah teruji kepercayaan dan keabsahannya. (Moleong, 2006:155).

Setiap catatan pengamatan mewakili peristiwa yang penting sebagai bagian yang akan dimasukkan ke dalam proposisi yang akan disusun atau sebagai kawasan suatu konteks atau situasi. Moleong (2006) menambahkan bahwa catatan pengamatan merupakan catatan tentang siapa, apa, bilamana, di mana, dan bagaimana suatu kegiatan manusia. Hal itu menceritakan ”siapa mengatakan” atau ”melakukan apa” dalam kondisi tertentu.

(47)

3. Interpretasi Data

(48)

132

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang dibuat peneliti mengacu pada permasalahan: pertama, kondisi pembelajaran awal siswa sebelum diterapkan metode pembelajaran cooperative learning tipe think-pair-square. Kedua, langkah-langkah yang

dilakukan oleh guru dalam menerapkan metode pembelajaran cooperative learning tipe think-pair-square di kelas. Ketiga, kendala yang dihadapi guru saat

menerapkan metode pembelajaran cooperative learning tipe think-pair-square. Keempat, hasil belajar siswa pada mata pelajaran sejarah setelah diterapkan metode pembelajaran cooperative learning tipe think-pair-square. Kelima, pandangan guru dan siswa terhadap metode pembelajaran cooperative learning tipe think-pair-square. Kesimpulan ini didasarkan pada hasil analisis semua instrumen yang digunakan peneliti selama penelitian, yang meliputi: hasil observasi, wawancara, dan hasil test siswa. Hasil analisis data dari keseluruhan tindakan penelitian yang telah dilakukan memberikan kesimpulan bahwa:

(49)

133

berperan dalam kegiatan pembelajaran sedangkan siswa lebih banyak mendengarkan dan mencatat penjelasan guru. Siswa kurang ikut berpartisipasi dalam kegiatan belajar mengajar di kelas, bahwa siswa melakukan aktivitas-aktivitas yang seharusnya tidak dilakukan ketika pembelajaran sedang berlangsung. Selain itu, dari data hasil UTS siswa yang dilaksanakan pada bulan Oktober 2011 diperoleh informasi bahwa hanya sekitar 44,5 % dari 40 siswa yang lulus dengan KKM 70. Oleh karena itu, peneliti mengajukan alternatif pembelajaran untuk memperbaiki kondisi tersebut dengan menerapkan metode pembelajaran cooperative learning tipe think-pair-square dalam pembelajaran sejarah di kelas tersebut.

Kedua, langkah-langkah yang dilakukan oleh guru dalam menerapkan metode pembelajaran cooperative learning tipe think-pair-square di kelas. Langkah awal yang dilakukan oleh guru dalam menerapkan metode pembelajaran cooperative learning tipe think-pair-square di kelas XI IPS 1 SMA Negeri 18

Bandung, adalah 1) Guru menjelaskan aturan main dan batasan waktu untuk setiap tahapan think-pair-square, 2) Guru membagi kelas menjadi 10 kelompok yang terdiri dari 4 orang siswa dengan kemampuan kognitif yang berbeda, 3) Guru membagikan LKS tahap think kepada siswa, 4) meminta siswa berpasangan dengan salah satu teman dalam kelompoknya dan berdiskusi dengan pasangannya mengenai jawaban LKS yang telah dikerjakan, 5) Guru membagikan LKS tahap square dan meminta kedua pasangan bertemu kembali dalam kelompok berempat

(50)

134

Ketiga, kendala-kendala dihadapi oleh guru dalam menerapkan metode cooperative learning tipe think-pair-square adalah 1) guru belum terbiasa

menggunakan metode cooperative learning tipe think-pair-square, 2) kurangnya pemahaman siswa terhadap metode cooperative learning tipe think-pair-square, 3) keberanian siswa untuk bertanya dan menjawab masih kurang, sehingga harus dipancing lebih dahulu oleh guru

Keempat, hasil belajar siswa pada mata pelajaran sejarah setelah

diterapkan metode pembelajaran cooperative learning tipe think-pair-square. Berdasarkan hasil dari empat siklus yang dilakukan peneliti, maka dapat diperoleh hasil bahwa hasil belajar siswa mengalami penaikan yang cukup signifikan baik itu dari segi jumlah siswa yang lulus test maupun rata-rata nilai siswa setelah diterapkannya metode pembelajaran cooperative learning tipe think-pair-square. Pada test pra-penelitian, jumlah siswa yang lulus sebanyak 11 orang siswa atau 27,5 % dari 40 siswa yang ikut test. Sedangkan jumlah siswa yang lulus pada test siklus 1 sebanyak 15 orang atau 39,5% dari 38 orang siswa. Kemudian jumlah siswa yang lulus pada test siklus 2 sebanyak 18 orang atau 52,9% dari 34 orang siswa. Pada test siklus 3, jumlah siswa yang lulus sebanyak 26 orang atau 74,3% dari 35 orang siswa. Pada test siklus 4, jumlah siswa yang lulus pada test siklus 4 sebanyak 34 orang atau 87,2% dari 39 orang siswa.

Kelima, pandangan guru dan siswa terhadap metode pembelajaran cooperative learning tipe think-pair-square. Berdasarkan hasil wawancara dengan

(51)

135

tipe think-pair-square. Melalui metode pembelajaran ini, siswa lebih aktif dan berani mengajukan pertanyaan, sehingga proses belajar-mengajar lebih hidup. Selain itu, siswa lebih dapat menguasai dan memahami materi yang diajarkan, karena siswa dituntut untuk membaca sumber belajarnya untuk mengisi LKS. Disamping itu, melihat hasil test yang dilaksanakan, hasil belajar siswa meningkat. Berdasarkan hasil wawancara dengan siswa, diperoleh pendapat yang hampir sama, bahwa pembelajaran dengan menerapkan metode cooperative learning tipe think-pair-square menyenangkan. Hal ini dikarenakan, materi yang diajarkan jadi mudah dipahami dan kegiatan belajar tidak jenuh. Suasana belajar lebih menyenangkan dan “hidup”. Di samping itu, siswa merasa senang mengerjakan tugas kelompok yang dikerjakan dengan teman diskusi kelompok yang berbeda-beda, karena pembagian kelompok menjadi adil. Siswa diajarkan untuk meningkatkan kekompakan dalam sebuah kelompok dan bisa bertukar pikiran. Hasil belajar yang dirasakan siswa mengalami peningkatan.

5.2 Saran/Rekomendasi

Hasil penelitian yang disebutkan di atas, menggugah peneliti untuk mengajukan beberapa saran atau rekomendasi yang sekiranya dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berperan penting dalam dunia pendidikan. Saran atau rekomendasi yang dapat peneliti sampaikan diantaranya sebagai berikut:

(52)

136

oleh guru di sekolah-sekolah baik di SD, SMP, maupun SMA yang disesuaikan dengan materi dan kapasitas siswanya.

2. Bagi guru sejarah, peneliti berharap guru melanjutkan menerapkan metode cooperative learning tipe think-pair-square. Hal itu karena menerapkan

metode cooperative learning tipe think-pair-square cukup memberikan manfaat bagi guru dan siswa dalam melihat perkembangan kegiatan belajar mengajarnya.

(53)

Daftar Pustaka

Angkowa, R dan A. Kosasih (2007). Optimalisasi Media Pembelajaran. Jakarta: PT. Grasindo.

Anni, Catharina, Tri. (2004). Psikologi Belajar. Semarang : Unnes Press.

Arikunto, Suharsimi. (2008). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.

Dahar, R. W. (1989). Teori-Teori Belajar. Jakarta: Erlangga.

Depdiknas. (2003). Kurikulum 2004 Standar Kompetensi Mata Pelajaran Sejarah. Jakarta: Depdiknas.

Dimyati dan Mudjiono. (2006). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Asdi Mahasatya.

Djamarah, S.B. dan Zain, Aswan. (2006). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.

Fadholi, A. (2009). Kelebihan & Kekurangan TPS. Online [Tersedia]: http://arif fadholi.wordpress.com/2009/12/23kelebihan-&-kekurangan-tps/. [11 Desember 2011].

Fahmi, Syariful. (2011). Cooperative Learning. [Online]. Tersedia: http://pmat.uad.ac.id/cooperative-learning.html [05 Februari 2012]

Hopkins, D. (1993). A Teacher’s Guide to Classroom Research. Philadelphia: Open University Press

Ibrahim, H. Muslimin. (2000). Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: University Press

Ismaun. (2001). Paradigma Pendidikan Sejarah yang Terarah dan Bermakna, Jurnal Historia IV. Bandung: Jurusan Pendidikan Sejarah UPI.

Kunandar. (2008). Langkah Mudah Penelitian Tindakan Kelas Sebagai Pengembangan Profesi Guru. Jakarta: Rajawali Pers

Lie, Anita. (2008). Cooperative Learning. Mempraktikkan Cooperative Learning di Ruang-Ruang Kelas. Jakarta: PT. Grasindo

(54)

Mustikasari, Dewi. (2007). Pengaruh PenerapanMetode Cooperative Learning Tipe TGT terhadap Hasil Belajar Siswa. Skripsi: Tidak Diterbitkan.

Nurhadi. (2002). Pendekatan Kontekstual (Contectual Teaching and Learning). Jakarta: Depdiknas.

Pribadi, Benny A. (2009). Model Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta: Dian Rakyat.

Ramdhan, B. (2005). Iklim Emosional Kelas Pada Kegiatan Praktikum Dengan Diskusi Tipe Think-Pair-Square Pada Materi Lingkungan Di SMAN 2 Bandung. Skripsi. UPI Bandung. Tidak Diterbitkan.

Rustana, Adhi. ( ). Membangun Kondisi Kelas yang Kondusif dan Mantap.

[Online]. Tersedia di:

http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/0504/17/0311.htm [12 Januari 2012].

Sagala, S. (2005). Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.

Sardiman, A. M. (2007). Interaksi Dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Slameto. (2003). Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.

Slavin, Robert E. (2009). Cooperative Learning: Teori, Riset dan Praktik. Bandung: Nusa Media.

Solihatin, Etin dan Raharjo. (2008). Cooperative Learning: Analisis Model Pembelajaran IPS. Jakarta: Bumi Aksara.

Sudjana, Nana. (2005). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Rosdakarya.

Suhartini, Dewi. (2007). Pemanfaatan E-Learning dalam Meningkatkan Minat dan Hasil Belajar Peserta Didik pada Pembelajaran Sejarah. Disertasi Doktor pada PPS IPS UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Sukardi. (2004). Metodologi Penelitian Pendidikan: Kompetensi dan Praktiknya. Jakarta: Bumi Aksara.

(55)

Sulistiowati, D. (2007). Kajian Komunikasi Siswa Pada Pembelajaran Kooperatif Think-Pair-Square Menggunakan Modul Berprogram Dalam Konsep Pencemaran Lingkungan. Skripsi. UPI Bandung. Tidak Diterbitkan.

Sutikno, S. (2009). Strategi Belajar Mengajar. Bandung: Refika Aditama

Wiriaatmadja, Rochiati. (2002). Pendidikan Sejarah di Indonesia. Bandung: Historia Utama Press.

Wiriaatmadja, Rochiati. (2010). Metode Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Yasa, D. (2008). Metode Pembelajaran Kooperatif. [Online]. Tersedia: http://ipotes.wordpress.com/2008/05/10/metode-pembelajaran-kooperatif/. [04 November 2011]

Zainul, A dan Noehi N. 2001. Penilaian Hasil Belajar. Jakarta: PAU-PPAI Universitas Terbuka.

______. (2008). Manfaat Belajar Sejarah. [Online]. Tersedia:

Gambar

Gambar 3.1 Metode Spiral dari Kemmis dan Taggart ............................................
Gambar 3.1 Denah kelas XI IPS 1
Gambar 3.2 Metode Spiral dari Kemmis dan Taggart (1988)

Referensi

Dokumen terkait

model pembelajaran yang membuat siswa berpartisipasi secara aktif dalam kegiatan pembelajaran. Model pembelajaran yang membuat siswa turut berperan aktif, yaitu

1. Nilai ulangan Formatif banyak yang kurang memenuhi KKM. Banyak siswa yang malas mendengarkan penjelasan guru. Guru tidak menggunakan alat peraga. Banyak siswa yang kurang

Casmudi, Andhyka E. Penerapan Model Pembelajaran Coopertive Learning Tipe Think Pair Square Untuk Meningkatkan Keterampilan Proses Sains Siswa. Skripsi, Jurusan

‐ Pembelajaran yang selama ini dilakukan banyak menggunakan metode ceramah. ‐ Siswa hanya mendengarkan penjelasan dari guru sehingga pembelajaran cenderung berlangsung satu arah.

Siswa bersama dengan teman-temannya akan berperan saling melengkapi satu sama lain karena ketiga tahap tersebut melatih siswa untuk berpartisipasi aktif dalam pembelajaran di

Diharapkan kepada orang tua siswa untuk tetap mendukung dan selalu ikut berpartisipasi dalam segala kegiatan belajar anaknya dengan cara memberi dukungan,

matematika siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional. Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share ini membuat diskusi siswa lebih berjalan

Permasalahan yang muncul ketika proses pembelajaran fisika di MTs An-nur Walangsanga adalah siswa hanya mendengarkan penjelasan guru, siswa takut dalam memberikan