• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH MEDIA MODEL PARTIKEL MATERI DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS SISWA KELAS VIII.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH MEDIA MODEL PARTIKEL MATERI DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS SISWA KELAS VIII."

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH MEDIA MODEL PARTIKEL MATERI DALAM MENINGKATKAN

KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS SISWA KELAS VIII

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat untuk

Memperoleh GelarSarjana Pendidikan

Jurusan Pendidikan Kimia

Oleh:

WIWIN SUPIYAH

0800063

JURUSAN PENDIDIKAN KIMIA

FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

▸ Baca selengkapnya: rpp partikel materi kelas 9

(2)

PERNYATAAN

Saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “PengaruhMedia Model Partikel Materi

dalam Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Kelas VIII” ini sepenuhnya

karya saya sendiri. Tidak ada didalamnya yang merupakan plagiat dari karya orang lain

dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak

sesuai etika yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan ini saya siap

menanggung resiko atau sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian

ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini, atau ada

klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.

Bandung, Maret 2013

Yang membuat pernyataan,

(3)
(4)

ABSTRAK

Siswa sekolah menengah dengan perkembangan kognitif level konkrit dituntut untuk memahami pelajaran abstrak dan memiliki keterampilan berpikir kritis. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi mengenai pengaruh media model partikel materi dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa kelas VIII. Penelitian ini dilaksanakan menggunakan metode kuasi eksperimen jenis two group pre-test post-test.Subjek penelitian adalah 64 orang siswa kelas VIII salah satu SMP swasta di kota Bandung. Pengumpulan data dilakukan melalui tes tertulis, pengisian angket dan wawancara. Hasil penelitian menunjukan pencapaian keterampilan berpikir kritis siswa rata-rata meningkat sebesar 68,02% yang termasukkategoribaik.Uji beda rata-rata menggunakan independent ttest menunjukan signifikansi (sig.(2-tailed))sebesar 0,036,artinyaterdapat perbedaanpeningkatan keterampilan berpikir kritis yang signifikan antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Siswa berpendapat bahwa pembelajaran dengan media model membuat mereka ingin lebih banyak bertanya; mudah mendefinisikan atom, ion, dan molekul; memudahkan siswa membuat hipotesis dan kesimpulan, dan menggolongkan contoh-contoh. Sementara itu, menurut pendapat guru media model menarik, meningkatkan keinginan siswa untuk belajar dan memudahkan guru menjelaskan materi. Berdasarkan hasil penelitian, media model dapat menjadi alternatif dalam proses pembelajaran.

ABSTRACT

(5)

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

UCAPAN TERIMAKASIH ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Batasan Masalah ... 6

D. Hipotesis Penelitian ... 6

E. Tujuan Penelitian ... 6

F. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Media Model Partikel Materi ... 8

B. Keterampilan Berpikir Kritis ... 13

C. Materi Kimia Partikel materi ... 18

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode dan Desain Penelitian ... 23

B. Alur Penelitian ... 24

(6)

Kritis (KBKr) ... 35

B. Perbedaan Pencapaian Keterampilan Berpikir Kritis Siswapada Pembelajaran Partikel Materi untuk kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 44

C. Tanggapan Siswa terhadap Pembelajaran Partikel Materi Menggunakan Media Model ... 49

D. Tanggapan Guru terhadap Pembelajaran Partikel Materi Menggunakan Media Model ... 51

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 53

B. Saran ... 54

DAFTAR PUSTAKA ... 56

LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 59

(7)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pencapaian standar-standar pendidikan seperti yang telah digariskan pada

undang-undang perlu segera direalisasikan. Hal tersebut dilakukan untuk

menjawab tantangan yang terus meningkat seiring perubahan zaman di era

globalisasi. Hal ini kemudian menuntut peningkatan kompetensi lulusan pada

setiap lembaga pendidikan,sedangkan lulusan yang berkualitas sangat dipengaruhi

oleh peningkatan mutu pendidikan.

Kurikulum Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) pada tingkat Sekolah Menengah

Pertama (SMP) sudah dirancang sebagai pembelajaran yang ditujukan untuk

meningkatkan kompetensi siswa. Pengetahuan IPA SMP menjadi dasar

pengetahuan yang merangsang siswa peka terhadap isu-isu lingkungan di

sekitarnya. Praktiknya kompetensi yang dimiliki siswa SMP belum meningkat

sesuai harapan, sebab masih lemahnya pengetahuan IPA yang dimiliki siswa.

Peningkatan kompetensi yang belum sesuai harapan ini harus segera diatasi

diantaranya dengan mengkombinasikantingkat perkembangan kognitif siswa SMP

dengan metode belajar dan media yang sesuai.

Piaget (Arifin, 2003)menyatakan ada empat tahapan perkembangan

kognitif anak, yaitu: (1) tahap sensori motorik, berlangsung sejak lahir sampai 2

tahun; (2) tahap pra-operasional, berlangsung sejak usia 2 sampai 7 tahun; (3)

(8)

operasional formal, berlangsung sejak usia 12 tahun keatas. Berdasarkan tahap

perkembangan kognitif di atas, maka siswa SMP digolongkan pada tahap

operasional formal, yakni siswa dapat berpikir logis tanpa kehadiran benda-benda

konkret.

Pendapat lain justru menyatakan sebaliknya. Ausubel menyatakan bahwa

jika diteliti lebih jauh, sebenarnya siswa pada tingkat menengah masih berpikir

pada level operasional konkret (Arifin, 2003). Pada level ini siswa sudah bisa

berpikir logis dan hal-hal rumit, dengan syarat hal tersebut disajikan secara

konkret. Hal ini diperkuat dengan hasil penelitian Andriani (2009) bahwa 60%

siswa SMP kelas VIII masih berpikir konkret.

Berdasarkan alasan inilah, maka pada proses pembelajaran IPA SMP

memerlukan fakta melalui benda-benda konkret, misalnya alat peraga.

IPAmeliputi benda tampak, dan benda tak nampak atau abstrak. Alat indera kita

memiliki keterbatasan dalam pengamatan. Alat peraga membantu siswa lebih

mudah menguasai konsep sains abstrak yang tidak bisa diamati oleh alat indera.

Salah satu alat peraga yang dapat digunakan adalah media model. Media

model merupakan benda tiruan yang menyerupai benda atau fenomena aslinya.

Salah satu kelebihan media model adalah meminimalisasi penggunaan bahasa

verbal dan meningkatkan visualisasi benda, sesuai dengan perkembangan kognitif

siswa SMP yang sebagian besar menggunakan penglihatan untuk menyerap

informasi. Edgar Dale dalam Suyanti (2010), menyatakan bahwa benda tiruan

akan memudahkan siswa memahami pelajaran karena menuju ke arah pengalaman

(9)

memvisualisasikan konsep yang abstrak setelah melalui pembelajaran

menggunakan media model yang konkret dan praktis. Pudjiati (2004),

mengemukakan bahwa alat peraga membantu peserta didik memahami

teorema-teorema, simbol-simbol, dan hal-hal tak nampak dikarenakan alat peraga yang

berupa model dapat dilihat, dipegang, dan diputarbalikan sehingga mudah

dipahami. Hal ini didukung oleh penelitian Parmin (2005), bahwa media model

dapat meningkatkan prestasi belajar siswa dikarenakan siswa lebih mudah

memahami pelajaran yang abstrak.

Salah satu pelajaran IPA SMP yang sangat abstrak adalah partikel materi.

Pada level SMP kompetensi dasar yang diharapkan adalah menjelaskan konsep

atom, ion, dan molekul; menghubungkan konsep atom, ion, dan molekul dengan

produk kimia sehari-hari; dan membandingkan molekul unsur dan molekul

senyawa. Atom, ion, dan molekul merupakan benda-benda abstrak yang tidak

nampak oleh indera karena ukurannya yang sangat kecil,karenanya keberadaan

model akan sangat membantu siswa mempelajari partikel materi sekaligus

diharapkan dapat meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi IPA yang

tidak nampak oleh mata. Pelajaran IPA di SMP tidak hanya menjadi dasar

pengetahuan terhadap lingkungan, namun juga sebagai tahap persiapan untuk

mempelajari mata pelajaran kimia di SMA yang lebih abstrak. Pembelajaran

konkret yang dilaksanakan di tingkat SMP juga diharapkan menjadi wahana

peningkatan pola berpikir siswa, dari penghafal menjadi pemikir yang lebih logis,

(10)

Upaya mengkombinasikan tingkat perkembangan kognitif siswa dengan

strategi pembelajaran yang baik, belum cukup untuk menjawab tantangan di masa

depan. Hal ini dikarenakan pada masa kini telah berkembang tuntutan-tuntutan

lain salah satunya adalah tuntutan keterampilan berpikir kritis. Pada masa kini,

berpikir kritis merupakan keterampilan yang dianggap sangat penting. Berpikir

kritis diyakini membawa manfaat langsung dalam dunia pendidikan, yakni dapat

meningkatnya kemampuan akademik sekaligus outcome pendidikan

(Muhfahroyin, 2005). Siswa tidak hanya pintar dalam mengerjakan tes-tes tertulis

di sekolah, namun juga tanggap terhadap berbagai isu dalam kehidupan

sehari-hari. Berpikir kritis mampu menyiapkan peserta didik berpikir pada berbagai

disiplin ilmu, serta dapat dipakai untuk pemenuhan intelektual dan pengembangan

potensi peserta didik, karena dapat mempersiapkan peserta didik untuk menjalani

karir dan kehidupan nyatanya (Liliasari, 2009).

Praktiknya masih banyak siswa yang belum terlatih untuk berpikir kritis

termasuk pada kalangan mahasiswa, hal ini dikarenakan mereka kurang mendapat

latihan sejak sekolah menengah (Fischer, 2009).Kemampuan berpikir kritis siswa

juga belum begitu pesat seperti ditemukan pada hasil-hasil penelitian Junjunan

(2011), Sugiyanti (2005), danRohayati (2012).Hal ini dikarenakan masih

banyaknya siswa yang terbiasa dilatih menghafal konsep demi tercapainya standar

kelulusan, tanpa membiarkan mereka mencoba menemukan sendiri informasi

yang mereka butuhkan (Rahayu, 2005).

Masalah di atas menyebabkan pendidik terus dituntut kreativitasnya untuk

(11)

sekaligus melatih keterampilan berpikir kritis siswa. Senada dengan hasil kajian

Rajendran (2002) bahwa keterampilan berpikir kritis penting untuk dimasukan ke

kurikulum sekolah. Mengembangkan kemampuan berpikir kritis merupakan suatu

keharusan dan seyogyanya dikembangkan sejak dini, yakni mulai dari tingkat

SMP (Rianawati, 2011).

Berdasarkan sejumlah latar belakang yang telah dikemukakan di atas,

maka peneliti terdorong untuk melakukan penelitian dengan judul Penerapan

Media Model Partikel Materi dalam Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis

Siswa kelas VIII.Harapannya media model yang digunakan dalam pembelajaran

dapat meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan sejumlah latar belakang di atas, maka rumusan masalah pada

penelitian adalah bagaimana pengaruh media model partikel materi dalam

meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa kelas VIII?. Adapun sub-sub

masalah dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana pencapaiansiswa pada setiap indikator keterampilan berpikir

kritis?

2. Bagaimana perbedaan pencapaian keterampilan berpikir kritis siswa dalam

pembelajaran partikel materi pada kelas eksperimen dan kelas kontrol?

3. Bagaimana tanggapan siswa terhadap pembelajaran partikel materi

(12)

4. Bagaimana tanggapan guru terhadap pembelajaran partikel materi

menggunakan media model?

C. Batasan Masalah

Keterampilan berpikir kritis pada penelitian ini didasarkan pada

keterampilan berpikir kritis menurut Ennis (Costa, 1985). Model partikel (atom,

ion, molekul) yang digunakan berdasarkan teori Dalton dimana atom merupakan

bola pejal.

D. Hipotesis Penelitian

Melalui pembelajaran menggunakan media model maka keterampilan

berpikir kritis siswa kelas VIII meningkat.

E. Tujuan Penelitian

Tujuan umum penelitian adalah mengetahui pengaruh media model partikel

materi dalam meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa kelas VIII. Tujuan

khusus penelitian dibagi ke dalam beberapa poin sebagai berikut:

1. Mengetahui sejauh mana pencapaiansiswa pada setiap indikator

keterampilan berpikir kritis.

2. Mengetahui perbedaan pencapaian keterampilan berpikir kritis siswa dalam

pembelajaran partikel materi pada kelas eksperimen dan kelas kontrol.

3. Mengetahui tanggapan siswa terhadap pembelajaran partikel materi

(13)

4. Mengetahui tanggapan guru terhadap pembelajaran partikel materi

menggunakan model.

F. Manfaat Penelitian

1. Bagi siswa

a. Siswa memperoleh pengalaman belajar baru yang dapat

menjadikannya individu aktif dan menghilangkan sifat

ketergantungan terhadap fasilitator.

b. Siswa terlatih untuk kritis terhadap berbagai fenomena di lingkungan

sekitarnya.

2. Bagi guru

a. Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi sekaligus

menginspirasi guru dalam menggali potensi-potensi lain yang dapat

berkembang pada siswa SMP ketika digunakan media model yang

baru.

b. Pembelajaran menggunakan model partikel diharapkan dapat

menjadi alternatif pembelajaran baru di kelas.

c. Pembelajaran menggunakan model partikel materi diharapkan

(14)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode dan Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode pre experimental design (quasi

eksperimen) jenis two group pre-test post-test. Desain ini menempuh tiga

langkah. Langkah pertama, memberikan tes awal (pretes) untuk mengukur

kemampuan awal. Langkah kedua, memberikan perlakuan berupa

pembelajaran dengan menggunakan media model partikel materi(kelas

eksperimen) dan tanpa media model (kelas kontrol). Langkah ketiga,

memberikan tes. Langkah keempat memberikan lembar angket dan

mewawancarai guru.Selanjutnya data hasil penelitian akan dianalisis agar

diketahui berapa pencapaian siswa pada setiap indikator keterampilan

berpikir kritis setelah perlakuan, perbedaan pencapaianketerampilan berpikir

kritis yang disebabkan oleh penerapan perlakuan pada kelas eksperimen dan

kontrolberdasarkan perbandingan nilai gainskor pretes dan postes,serta

tanggapan siswa dan guru terhadap media model. Penggambaran desain

[image:14.595.118.517.235.707.2]

penelitian diperlihatkan pada tabel 3.1.

Tabel 3.1: Ilustrasi Two Group Pretest-Posttest (Sugiyono, 2010)

Subjek Pretes Perlakuan Postes

E O1 X O2

K O1 - O2

(15)

B. Alur Penelitian

Penelitian ini dasarnya dilakukan melalui tiga tahap, yaitu tahap

persiapan, pelaksanaan, dan akhir. Alur penelitian disusun agar penelitian

yang dilakukan terarah, sistematis, dan sesuai dengan tujuan. Alur penelitian

dapat dilihat pada gambar 3.1.

Validasi perangkat pembelajaran (RPP)

Menganalisispokok bahasan partikel materi pada standar isi dan buku teks kimia SMP

Penyusunan perangkat pembelajaran(RPP)

Studi kepustakaan mengenai keterampilan berpikir kritis dan media model

Pembuatan media model atom, ion, dan molekul

Pembuatan instrumen (soal tes, lembar angket

& wawancara)

Validasi media model atom, ion, dan molekul

Uji coba soal tes

Pelaksanaan pretes

Pelaksanaan postes Pembelajaran dengan model

Pengisian angket Pelaksanaan wawancara

Analisis data nilai tes, angket, dan wawancara

Temuan dan pembahasan

[image:15.595.105.536.220.734.2]

Penarikan kesimpulan

Gambar 3.1 Alur Penelitian

Tahap Persiapan

Tahap Pelaksanaan

Tahap Penyelesaian

(16)

C. Instrumen Penelitian

Instrumen digunakan untuk mengukur nilai variabel yang diteliti.

(Sugiyono, 2010).Berdasarkan variabel dan kebutuhan penelitian maka

disusun instrumen sebagai berikut:

1. Soal tes (pilihan ganda beralasan dan essay)

Tes merupakan sekumpulan pertanyaan atau latihan serta alat lain

yang digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan intelegensi,

kemampuan, atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok

(Arikunto, 2010). Jurnal NationwideTesting of Critikal Thinking dari

Robert H. Ennis (2008), menyebutkan ada dua jenis tes yang dapat

dipakai untuk melihat ketercapaian indikator berpikir kritis. Jenis

pertama pilihan ganda (multiple choice) dan jenis kedua essay terbuka

(open-ended testing).

Masing-masing jenis tes memiliki kelebihan dan kelemahan. Jenis tes

pilihan ganda memudahkan peneliti untuk mengukur ketercapaian

dikarenakan memiliki kunci jawaban pasti, namun tidak bisa mengukur

adanya pengetahuan yang tidak terungkap. Jenis tes essaymemiliki

keunggulan mampu mengungkap seluruh kemampuan siswa di dalam tes,

namun sangat memungkinkan terjadinya subjektifitas dan inkonsistesi

dalam penilaian. Selain kelemahan jenis tes pilihan ganda yang

disampaikan di atas, jenis tes ini juga memungkinkan adanya penebakan.

Oleh karena itu, dibuatlah soal pilihan ganda yang dimodifikasi, sehingga

(17)

Sebelum melaksanakan tes, soal yang telah dibuat diuji kelayakannya

terlebih dahulu. Uji kelayakan dilakukan sebanyak dua kali yakni uji

validitas dan uji reliabilitas.

a. Uji validitas

Uji validitas dilakukan untuk mengetahui apakah soal yang akan

diujikan mengukur apa yang hendak diukur atau tidak. Soal

dikatakan valid apabila dapat mengukur apa yang hendak diukur.

Salah satu cara pengujian validitas adalah judgment experts, yakni

dimana para ahli memberikan pendapatnya tentang aspek yang

telah disusun. Para ahli kemudian akan memberi keputusan apakah

soal tes yang akan digunakan tanpa perbaikan, ada perbaikan, atau

mungkin diperbaiki secara total (Sugiyono, 2010).Terdapat 6 soal

essay dan 6 soal PG yang dinyatakan valid, data selengkapnya dapat dilihat pada lampiran B.1.

b. Uji reliabilitas

Reliabilitas dapat menunjukan bahwa sesuatu instrumen cukup

dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data

karena instrumen tersebut sudah baik (Arikunto, 2010). Firman

(2000) menyatakan bahwa reliabilitas adalah ukuran sejauh mana

alat ukur memberikan gambaran yang benar-benar dapat dipercaya

tentang kemampuan seseorang, atau dengan kata lain keterandalan.

Uji reliabilitas pada penelitian kali ini menggunakan salah satu alat

(18)

dihitung bukan antara 0 sampai 1, namun antara 0 sampai 3,

sehingga perhitungannya menggunakan alat hitung reliabilitas

dengan skor sejenis skor soal essay.

Reliabilitas tes dapat menunjukan bahwa suatu soal dapat

dipercaya pada derajat tertentu. Salah satu rujukan yang digunakan

adalah kriteria derajat reliabilitas tes uji menurut Guilford (Erman,

2003). Kriteria derajat reliabilitas tes uji dapat dilihat pada tabel

3.2. Reliabilitas soal essay adalah sebesar 0,78 termasuk kriteria

tinggi, sedangkan reliabilitas soal PG adalah sebesar 0,88 termasuk

kriteria tinggi. Data uji reliabilitas selengkapnya dapat dilihat pada

[image:18.595.119.513.245.614.2]

lampiran B.2.

Tabel 3.2 Tabel Kriteria Reliabilitas (Erman, 2003)

Nilai Kriteria

0,90 < r11  1.00 Sangat tinggi 0,70 < r11  0.90 Tinggi 0,40 < r11  0,70 Sedang 0,20 < r11  0,40 Rendah

r11  0,20 Sangat rendah

c. Taraf Kemudahan

Taraf kemudahan soal (F) adalah proporsi bagian dari seluruh

siswa yang menjawab benar pada pokok uji tersebut. Pokok uji

dengan F>0,75 tergolong mudah, pokok uji dengan 0,25F0,75

tergolong sedang, dan pokok uji dengan F< 0,25 tergolong sukar

(Firman, 2000). Perhitungan taraf kemudahan juga menggunakan

(19)

bukan antara 0 sampai 1, namun antara 0 sampai 3, sehingga

perhitungan taraf kemudahannya menggunakan alat hitung dengan

skor sejenis skor soal essay.Berdasarkan perhitungan diperoleh

informasi terdapat 5 soal essay dengan taraf sedang dan 1 soal

essay dengan taraf mudah. Selain itu, terdapat 6 soal PG dengan taraf sedang. Data selengkapnya dapat dilihat pada lampiran B.2.

d. Daya Pembeda

Daya pembeda soal (D) adalah kemampuan suatu soal untuk

membedakan antara siswa yang berkemampuan tinggi dengan

berkemampuan rendah(Arikunto, 2009). Daya pembeda soal

ditunjukan dalam beberapa kriteria. Kriteria daya pembeda soal

[image:19.595.116.511.250.623.2]

dapat dilihat pada tabel 3.3.

Tabel 3.3 Tabel Kriteria Klasifikasi Daya Pembeda (Erman, 2003)

Nilai Kriteria

0,70 <DP 1.00 Sangat baik 0,40 <DP 0.70 Baik 0,20 <DP 0,40 Cukup

0,00 <DP0,20 Jelek

DP0,00 Sangat jelek

Daya pembeda pada penelitian ini dihitung dengan alat ukur

statistik Anates.Hal ini juga disebabkan oleh skor persoal bukan

antara 0 sampai 1, namun antara 0 sampai 3, sehingga perhitungan

daya pembeda menggunakan alat hitung yang dengan skor sejenis

skor soal essay. Berdasarkan perhitungan diperoleh informasi

(20)

kriteria baik, dan 1 soal essay dengan kriteria sangat baik. selain itu

terdapat 2 soal essay dengan kriteria cukup, 3 soal essay dengan

kriteria baik, dan 1 soal essay dengan kriteria sangat baik. Data

selengkapnya dapat dilihat pada lampiran B.2.

2. Angket

Angket atau kuisioner adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang

digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti

laporan tentangnya atau hal-hal yang ia ketahui (Arikunto, 2010).

Angket yang digunakan dapat berbentuk cheklist atau pilihan ganda.

Bentuk cheklist memungkinkan terjadinya pilihan sikap tanpa

membaca soal terlebih dahulu dikarenakan adanya posisi jawaban yang

sudah diketahui (Sugiyono, 2010).Oleh sebab itu, digunakan angket

bentuk pilihan ganda sebanyak 20 soal. Angket pilihan ganda

memungkinkan peletakan pilihan yang berbeda-beda untuk setiap stem

positif ataupun negatif, sehingga memperbesar kemungkinan pengisian

soal dengan membaca terlebih dahulu dan memperbesar nilai

keakuratan data. Angket yang digunakan pada penelitian menggunakan

Skala Likert dengan 4 opsi, sangat setuju, setuju, tidak setuju, dan

sangat tidak setuju sehingga diperoleh data yang lebih bervariasi

(21)

3. Pedoman Wawancara

Wawancara yang dilakukan adalah jenis wawancara tidak terstruktur.

Hal ini memungkinkan diperolehnya data yang lebih banyak dan

bermanfaat dari data yang diinginkan sebelumnya namun belum

terpikirkan oleh peneliti.

D. Teknik Analisis Data

1. Pengolahan skor tes

Hasil tes yang diperoleh siswa dirubah ke dalam bentuk skor. Skoring

hasil pretes dan postes mengikuti ketentuan sebagai berikut:

a. Pilihan jawaban benar diberi skor 1, sedangkan pilihan jawaban

salah diberi skor 0

b. Disertai alasan tepat diberi skor 2, tidak tepat diberi skor 1, tidak

disertai alasan diberi skor 0

2. Analisis hasil tes

a. Analisis pencapaian pada setiap indikator keterampilan berpikir

kritis

i. Skor soal pretes dan postes perindikator dikelompokan,

kemudian dihitung nilai pencapaiannya.

ii. Besarnya pencapaian diterjemahkan pada beberapa kategori.

Kategori pencapaian diadaptasi dari kategori penilaian menurut

(22)
[image:22.595.119.514.110.652.2]

Tabel 3.4Kategori penilaian (Arikunto, 2010)

Nilai Kriteria

81-100 Sangat baik

61-80 Baik

41-60 Cukup

21-40 Jelek

1-20 Sangat jelek

b. Analisis perbedaan pencapaian kelas eksperimen dan kelas kontrol

1. Uji normalitas

Uji normalitas digunakan untuk mengetahui sebaran data di

nilai tertinggi dan terendah. Uji normalitas bertujuan untuk

mengetahui normal atau tidaknya suatu data. Uji normalitas

berfungsi sebagai titik acuan peneliti untuk selanjutnya

menggunakan teknik statistik parametrik atau nonparametrik

(Arikunto, 2010). Terdapat dua hipotesis, Ho adalah hipotesis

untuk data terdistribusi normal, sedangkan Ha adalah hipotesis

untuk data tidak terdistribusi normal. Apabila data terdistribusi

normal, maka analisis statistik selanjutnya menggunakan

analisis parametrik. Sedangkan bila data tidak terdistribusi

normal, maka analisis statistik selanjutnya menggunakan teknik

statistik nonparametrik. Uji normalitas dilakukan menggunakan

alat hitung statistik program SPSS 18,0.

2. Uji homogenitas

Uji homogenitas dilakukan apabila data diketahui terdistribusi

(23)

variasi data yang digunakan sehingga menentukan langkah

perhitungan selanjutnya. Terdapat dua hipotesis, Ho adalah

hipotesis untuk data yang memiliki varian yang sama,

sedangkan Ha adalah hipotesis untuk data yang memiliki

varian yang berbeda. Uji homogenitas menentukan jenis

analisis statistik apa yang selanjutnya akan dilakukan. Apabila

uji variansi menunjukan data homogen, maka selanjutnya

pengujian signifikansi menggunakan uji-t, sedangkan apabila

uji variansi menunjukan data tidak homogen maka selanjutnya

pengujian signifikansi menggunakan uji-t’ (Priyatno, 2012).

3. Uji t dan uji-t’

Uji-t merupakan uji perbandingan dua rata-rata. Data yang

digunakan adalah data gainkelas eksperimen dan kelas kontrol.

Sedangkan uji-t’ merupakan uji perbandingan sebelum dan

sesudah perlakuan. Uji-t menggunakan jenis tes Independent

test. Sedangkan uji-t’ menggunakan jenis tes Mann Whitney U.

4. Uji data tak terdistribusi normal

Data yang telah diuji normalitas kemudian menunjukan tidak

terdistribusi normal, maka analisis selanjutnya menggunakan

analisis statistik nonparametrik. Pengujian beda rata-rata bisa

dilakukan langsung tanpa melalui uji homogenitas, yakni

menggunakan uji Wilcoxon.

(24)

c. Analisa hasil angket dan wawancara

Data angket yang diperoleh sebelumnya diolah dengan skala

Likert yang kemudian dipresentasikan. Selanjutnya hasil angket

dan wawancara diolah secara deskriptif untuk menemukan

(25)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan, maka

pada bab berikut ini disampaikan kesimpulan penelitian dan saran-saran untuk

perbaikan di masa yang akan datang.

A. Kesimpulan

Kesimpulan yang diperoleh berdasarkan penelitian yang dilakukan adalah

sebagai berikut:

1. Pembelajaran menggunakan media model menunjukkan bahwa

pencapaian keterampilan berpikir kritis siswa kelas VIII rata-rata sebesar

68,02% termasuk kategori baik. Angka ini diperoleh dari rata-rata

pencapaian kelima keterampilan berpikir kritis. Pencapaian keterampilan

merumuskan pertanyaan sebesar 67,71%, keterampilan membuat definisi

sebesar 65,97%, keterampilan mencari persamaan dan perbedaan sebesar

65,10%, keterampilan mengemukakan kesimpulan dan hipotesis sebesar

73,96%, dan keterampilan menggolongkan contoh meningkat sebesar

67,36%.

2. Ada perbedaan pencapaian keterampilan berpikir kritis siswa yang

signifikan dalam pembelajaran partikel materi pada kelas eksperimen dan

kelas kontrol. Pembelajaran dengan menggunakan media model dapat

meningkatkan keterampilan berpikir kritis lebih baik dibandingkan

(26)

3. Siswa umumnya merasa senang belajar menggunakan media model

karena menarik, membantu memahami konsep kimia, membuat lebih

antusias belajar, meningkatkan rasa ingin tahu, mendorong lebih banyak

bertanya, dan mendorong untuk belajar mandiri. Namun ada kekurangan

pada media model sehingga ada beberapa siswa yang kurang memahami

materi dengan baik.

4. Guru mengapresiasi media model yang digunakan dalam pembelajaran,

karena lebih memudahkan guru memberikan penjelasan pada siswa, selain

itu membuat suasana belajar lebih menyenangkan.Siswa menjadi lebih

antusias belajar. Oleh karena itu guru bersedia memakai media model

pada pembelajaran partikel materi. Meski demikian guru menanggapi

perlu adanya perbaikan pada model sehingga model berfungsi secara lebih

maksimal.

B. Saran-saran

Berdasarkan sejumlah pengamatan terhadap pembahasan hasil penelitian

maka saran-saran yang dapat dikemukakan adalah sebagai berikut:

1. Bagi guru, sebaiknya melatih kemampuan bertanya siswa pada

pembelajaran-pembelajaran berikutnya dengan cara menghadirkan media

model yang sesuai, sehingga siswa terlatih untuk bertanya dan kritis

(27)

2. Seandainya memungkinkan, masing-masing siswa sebaiknya mendapat

media model, jika tidak memungkinkan sebaiknya masing-masing

kelompok mendapat ketiga jenis media model.

3. Media model harus mengalami perbaikan, diantaranya tanda positif dan negatif pada media model ion diperbesar. Tulisan ‘kelompok molekul

unsur’ dan ‘kelompok molekul senyawa’ disertakan pada media molekul.

Serta ukuran benda-benda (dalam hal ini benda bulat/mutiara) sebaiknya

(28)

DAFTAR PUSTAKA

Arifin. M, dkk. (2003). Strategi Belajar dan Mengajar Kimia. Bandung: Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI.

Amri, K. dan Nur I. (2012). Karakteristik Media Tiga Dimensi. Makalah. Institut Agama Islam Negeri Walisongo: Tidak diterbitkan.

Andriani. (2009). Analisis Tingkat Perkembangan Kognitif Siswa SMP Kelas IX di Kota Malang. Tesis: Malang: FPMIPA UM.

Arikunto. (2009). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi Revisi 5). Jakarta: Bumi Aksara.

---. (2010). Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rinekha Cipta.

Chang, R. (2004). Kimia Dasar- Konsep-konsep Inti Edisi Ketiga Jilid 2. Jakarta: Erlangga.

Costa, A. L. (1985). Develoving Minds A Resource Book for Teaching Thinking. Virginia: Virginian Association for Supervision and Curriculum Development.

Ennis, R. (2008). Nationwade Testing of Critical Thinking for Higher Education: Vigilance Required. Univercity of Illionis Urbana-Champaign.

---. (2002). An Outline of Goals for Critical Thinking Curriculum and its Assesment. [Online]. Tersedia: www.criticalthinking.net [19 Juni 2012] Erman. (2003). Evaluasi Pembelajaran Matematika. Bandung: Jurusan

Pendidikan Matematika FPMIPA UPI.

Fathan. (2011). Peranan Multimedia Interaktif pada Pembelajaran Kesetimbangan Kimia dalam Meningkatkan Penguasaaan Konsep dan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa SMA. Skripsi. Bandung: FPMIPA UPI.

Firman, Harry.(2000). Penilaian Hasil Belajar dalam Pengajaran Kimia. Universitas Pendidikan Indonesia: tidak diterbitkan.

Fischer, A. (2009). Berpikir Kritis, Sebuah Pengantar. Jakarta: Erlangga. Hakim, A. (2011). Hypnosis in Teaching. Jakarta: Transmedia Pustaka.

(29)

Junjunan, S. (2011). Kontribusi Gaya Belajar dan Kemandirian Belajar terhadap Prestasi Belajar Matematika Siswa SMA Bandung. Skripsi. Bandung: FPMIPA UPI.

Kirna. I. M. (2003). “Penerapan Strategi Realita-Analogi-Diskusi Menggunakan Multimedia untuk Meningkatkan Kualitas Pemahaman Siswa SMU Kelas I Semester I tentang Konsep Partikel Materi, Zat Tunggal, Campuran, Atom, dan Molekul.” Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja No.1.

Liliasari. (2009). Berpikir Kritis dalam Pembelajaran Sains Kimia Menuju Profesionalitas Guru. [Online]. Tersedia : http://file.upi.edu/ai.php. [20 Juni 2012].

Lund & Lund. (2012). Testing for Normality Using SPSS. [Online]. Tersedia:https://statistics.laerd.com/index.php.[12 Januari 2013].

Miarso, Y. H. (2011). Langkah-langkah dalam Metode Pembelajaran. [Online] Tersedia: http://blog.tp.ac.id. [27 juli 2011].

Mudjiono. (1992). Media Pembelajaran. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.

Muhfahroyin (2005). “Memberdayakan Kemampuan Berpikir Kritis”. Ulasan Critichal Thinking as a Core Skill, The Ability to Think Critically is a Key Skill for Academic Success (Wal,2003; Northedge, 2005). [Online]. Tersedia: http://muhfahroyin.blogspot.com [19 Juni 2012].

Musfiqon. (2012). Pengembangan Media dan Sumber Pembelajaran. Jakarta: Prestasi Pustakaraya.

Parmin. (2005). Pengaruh Penggunaan Media Model dan Gambar Terhadap Prestasi Belajar Ilmu Pengetahuan Alam Ditinjau dari Motivasi Belajar Siswa. Skripsi. Bandung: FPMIPA UPI.

Pudjiati. (2004). Pengenalan Alat Peraga dan Alat Hitung Matematika. Diklat Pembelajaran, Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan. Malang: UM.

Priyatno, D. (2012). Belajar Cepat Olah Data Statistik dengan SPSS. Yogyakarta: Andi.

Rahayu. (2010). Analisis Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Kelas X Pada Pembelajaran Konsep Redoks Menggunakan Metode Discovery-Inquiry. Skripsi. Bandung: FPMIPA UPI.

Rajendran. (2002). Analisis Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SMP Kelas IX. Skripsi. Malang: FMIPA UM.

(30)

Rohayati, A. Pendekatan Kontekstual dalam Pelembelajaran Matematika untuk Meningkatkan Berpikir Kritis pada Siswa SMP. Tesis Magister Pendidikan. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

Sanjaya W. (2006). Strategi pembelajaran. Jakarta: Kencana Prenada Media Grup.

Snead. (2011) “Difficulties Teaching Abstract Concepts in Secondary Chemistry Clasroom”. International Journal of Reserch and Science Technology Vol III (3):205-207.

Sudjana dan Rivai. (2011). Media Pengajaran. Bandung: Sinar Baru Algesindo. Sunarya, Y. (2007). Kimia Umum berdasarkan Prinsip-prinsip Kimia Modern.

Bandung: Alkemi Grafisindo Press.

Sugiyanti, H. (2005). Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis dan Hasil Belajar Siswa SMPN 1 Tambakromo Kabupaten pati Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah. Skripsi. Malang: Universitas Negeri Malang.

Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Snead, L. P. (2011) . Difficulties Teaching Abstract Concepts in Secondary

Chemistry Classroom. [online]. Tersedia:

http://cheminfo2011.wikispaces.com. [14 Februari 2013].

Suyanti, R. D. (2010). Strategi Pembelajaran Kimia. Yogyakarta : Graha Ilmu. Universitas Pendidikan Indonesia. (2011). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah.

Bandung : UPI Press.

Gambar

Tabel 3.1: Ilustrasi Two Group Pretest-Posttest (Sugiyono, 2010) Subjek Pretes Perlakuan Postes
Gambar 3.1 Alur Penelitian
Tabel 3.2 Tabel Kriteria Reliabilitas (Erman, 2003) Nilai Kriteria
Tabel 3.3 Tabel Kriteria Klasifikasi Daya Pembeda  (Erman, 2003)
+2

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan keterampilan sosial siswa dengan menerapkan model pembelajaran PBL pada materi sistem pernapasan di kelas

Penelitian pengaruh penggunaan media pembelajaran interaktif model tutorial dalam pembelajaran fisika materi impuls dan momentum terhadap kemampuan berpikir

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan prestasi belajar siswa dengan model problem solving dilengkapi media kartu pintar pada materi

Kemampuan berpikir kritis matematika merupakan salah satu kemampuan yang sangat penting bagi siswa. Penelitian ini bertujuan untukmengetahui gambaran kemampuan berpikir

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan berpikir kritis siswa kelas VIII SMP Negeri 7 Kota Gorontao pada materi garis singgung lingkaran pada indikator

Penelitian ini bertujuan (1) untuk mendeskripsikan penerapan model NHT berbantuan media roda putar dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa kelas IV pada tema

Hal ini berarti kemampuan berpikir kritis matematika siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Singaraja yang diberikan pembelajaran dengan Pendekatan Matematika Realistik Indonesia PMRI pada

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah penggunaan media stick Puzzle dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa dalam pembelajaran