PENDEKATAN SUPEItVISI TERHADAP GURU
SEBAGAI FUNGSI KEPALA SEKOLAH
DALAM MENINGKATKAN PROSES
BELAJAR-MENGAJAR Dl KELAS
(Studi Kasus pada SMA Negeri 2 Bandung Tahun Ajaran 1991/1992)
T E S I S
Diajukan kepada Panitia Ujian Tesis Institut Keguruan dan llmu Pendidikan
Untuk memenuhi sebagian syarat Program Pasca Sarjana
Bidang Studi Administrasi Pendidikan
DRA. NY. H. SITI SUMINAH SURYA No. Pokok. 8832010/XX/12
PROGRAM PASCA SARJANA
INSTITUT KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
B A N D U N G
JJlbETUJUI DAN DISYAHKAN OLEII PEMBIMBING:
PROF. DR. M5HMAD SANUSI SH MPA
Pembimbing I
PROF. DRV ENGKOSWARA M.ED.
Perabimbing II
PRuF. DR. SUPAND!
Pembimbing III
PRUUKAM FASCA SARJANA
INSTITUT KEGURUAN DAN ILMU PENDTDIKAN B A N D U N G
motto:
Asa! keyeng tangtu pareng
Persembahan Buat :
DAFTAR ISI
Kata Pengantar i
Penghargaan dan Ucapan Terima Kasih iv
Daftar Isi • vii
Daftar Tabel ix
Daf tar Bagan x
BAB I P E N D A H U L U A N 1
A. Latar Belakang 1
B. Perumusan dan Pembatasan Masalah 8
C. Tujuan Penelitian 12
D. Kegunaan Penelitian 13
E. A s u m s i 14
BAB II SUPERVISI SEBAGAI FUNGSI KEPALA SEKOLAH 16 A. Peranan Supervisi Dalam Peningkatan
Mutu Pendidikan 16
B. Kepala Sekolah Sebagai Pemimpin dan
Pengelola Pendidikan 20
C. Kepala Sekolah Sebagai Supervisor 28 D. Supervisi yang Bersifat Mengembangkan... 32 E. Supervisi Kepala Sekolah Terhadap
Guru Bidang Studi 43
BAB III PROSES PENELITIAN 50
A. Metode dan Teknik Penelitian 50
B. Langkah Penelitian 54
BAB
IV
HASIL DAN TEMUAN PENELITIAN
5
8A. Hasil Pengolahan dan Analisis Data Pene
litian p-o
B. Pembahasan Temuan Penelitian!...
77
BAB
V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI .
102
A. Kesimpulan *Q2
B. Rekomendasi
,Qf-Daftar Pustaka
Lampiran
113
DAFTAR TABEL
TABEL 1 KEADAAN GURU SMA NEGERI 2 BANDUNG BERDASARKAN
BIDANG STUDI TAHUN AJARAN 1991/1992 52
TABEL 2 KEADAAN GURU SMA NEGERI 2 BANDUNG BERDASARKAN
GOLONGAN, JENIS KELAMIN, PENDIDIKAN, DAN
PENGALAMAN 53
TABEL 3 KEADAAN SISWA SMA NEGERI 2 BANDUNG TAHUN
AJARAN 1991/1992 54
TABEL 4 PENDAPAT GURU SMA NEGERI 2 BANDUNG TENTANG
SUPERVISI DIREKTIF YANG DILAKUKAN OLEH KEPALA
SEKOLAH DALAM PROSES BELAJAR-MENGAJAR 73 TABEL 5 PENDAPAT GURU SMA NEGERI 2 BANDUNG TENTANG
SUPERVISI KOLABORATIF YANG DILAKUKAN OLEH
KEPALA SEKOLAH DALAM PROSES BELAJAR-MENGAJAR 74
TABEL 6 PENDAPAT GURU SMA NEGERI 2 BANDUNG TENTANG SUPERVISI NON-DIREKTIF YANG DILAKUKAN OLEH
KEPALA SEKOLAH DALAM PROSES BELAJAR-MENGAJAR 75
TABEL 7 PENDEKATAN SUPERVISI YANG DAPAT DITERAPKAN BERDASARKAN PERPADUAN ANTARA LATAR BELAKANG TINGKAT PENDIDIKAN, PENGALAMAN, DAN DERAJAT
KOMITMEN GURU 99
DAFTAR BAGAN
BAGAN 1 KESINAMBUNGAN PERILAKU KESUPERVISIAN 30
BAGAN 2 GRAFIK PERILAKU SUPERVISI KEPALA SEKOLAH 76
BAGAN 3 HUBUNGAN ANTARA PENDEKATAN SUPERVISI DENGAN
TINGKAT PENDIDIKAN GURU 85
BAGAN 4 HUBUNGAN ANTARA PENDEKATAN SUPERVISI DENGAN
PENGALAMAN KERJA GURU 86
BAGAN 5 HUBUNGAN ANTARA PENDEKATAN SUPERVISI DENGAN
DERAJAT KOMITMEN GURU 87
BAGAN 6 HUBUNGAN TIGA DIMENSI ANTARA TINGKAT PENDIDIKAN,
PENGALAMAN, DAN DERAJAT KOMITMEN GURU 87
BAGAN 7 HUBUNGAN ANTARA PENDEKATAN SUPERVISI DENGAN
B A B I
PENDAHXJLUAN
A. LATAR BELAKANG
Undang-undang No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem
Pendidikan Nasional menyatakan bahwa: "Pendidikan Nasional
berfungsi untuk mengembangkan kemampuan serta meningkatkan
mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia dalam rangka
upaya mewujudkan tujuan nasional" (pasal 3). Salah satu konsiderans undang-undang tersebut dikatakan:
"bahwa pembangunan nasional di bidang pendidikan adalah
upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan
kualitas manusia Indonesia dalam perwujudan masyarakat yang maju, adil dan makmur, serta memungkinkan para
warganya mengembangkan diri baik berkenaan dengan aspek
Jasmaniah maupun rohaniah berdasarkan Pancasila dan Vndang~Undang Dasar 1945".
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, jelaslah bahwa salah satu missi pendidikan berkaitan erat dengan pembinaan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia. Kualitas
pendidikan seyogianya dinilai dari keberhasilannya dalam
mengembangkan dan mewujudkan potensi yang dimiliki manusia,
sehingga manusia itu dapat memberikan kontribusi yang
bermakna bagi dirinya dan kesejahteraan manusia pada
umumnya.
Upaya peningkatan mutu pendidikan dewasa ini
menempati prioritas tersendiri dalam keseluruhan pembangunan
nasional. Dalam upaya pembangunan pendidikan, GBHN 1988
peningkatan mutu setiap jenjang dan jenis pendidikan.
Berdasarkan pasal 10
Undang-undang No. 2/89
tentang sistem
pendidikan nasional,penyelenggaraan pendidikan dilaksanakan
melalui dua jalur yaitu jalur pendidikan sekolah dan
jalur pendidikan luar sekolah. Jalur pendidikan sekolah
merupakan pendidikan yang diselenggarakan di sekolah melalui
kegiatan
be 1ajar-mengajar
secara
berjenjang
dan
berkesinambungan. Sedangkan jenis pendidikan yang termasuk
jalur pendidikan sekolah terdiri atas pendidikan umum,
pendidikan kejuruan, pendidikan luar biasa, pendidikan
kedinasan, pendidikan keagamaan, pendidikan akademik dan
pendidikan profesional (pasal 11). Jenjang pendidikan yang
termasuk jalur pendidikan sekolah terdiri atas pendidikan
dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi (pasal 12).
Pendidikan menengah diselenggarakan untuk melanjutkan dan
meluaskan pendidikan dasar serta menyiapkan peserta didik
enjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan
ngadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial,
budaya dan alam sekitar serta dapat mengembangkan kemampuan
lebih lanjut dalam dunia kerja atau pendidikan tinggi.
Pendidikan menengah terdiri atas pendidikan umum, pendidikan
kejuruan, pendidikan luar biasa, pendidikan kedinasan, dan
pendidikan keagamaan (pasal 15). Salah satuan pendidikan
dalam jalur pendidikan sekolah, jenis sekolah umum, dan
jenjang pendidikan menengah adalah Sekolah Menengah Atas.
Peningkatan mutu pendidikan di sekolah Menengah Atas
mempunyai kaitan yang erat dengan mutu pendidikan pada
jenjang selanjutnya yaitu Perguruan Tinggi dan secara umum merapunyai kaitan erat dengan upaya peningkatan sumber daya
manusia yang dibutuhkan untuk pembangunan nasional. Lulusan SMA yang baik akan merupakan masukan yang baik bagi
perguruan tinggi, masyarakat dan dunia kerja, yang pada gilirannya akan menghasilkan sumberdaya manusia yang baik
pula.
Peningkat^an mutu pendidikan Sekolah Menengah Atas mencakup unsur-unsur: kurikulum dan materi pengajaran, guru dan tenaga kependidikan lainnya, peserta didik, sarana dan
prasarana penunjang, proses belajar-mengajar, sistem
penilaian, bimbingan pada peserta didik, dan pengelolaan
program dan kegiatan pendidikan. Dalam kaitan dengan unsur
pengelolaan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan (sekolah), kepala sekolah merupakan penanggung jawab utama
dan memegang peranan yang amat penting dalam keseluruhan
kegiatannya. Dalam Peraturan Pemerintah nomor 38 tahun 1992, kepala sekolah merupakan salah satu jenis tenaga kependidikan (pasal 3 ayat 3 dan pasal 43 ayat 1). Keberhasilan proses pendidikan pada tingkat sekolah
ditentukan oleh sampai sejauh mana para kepala sekolah mampu melaksanakan fungsi-fungsi pengelolaan secara efektif
dan efisien. Untuk mewujudkan hal ini, para kepala sekolah perlu melakukan pembinaan secara sistematis dan terprogram para guru dan seluruh personil sekolah. Kepala Sekolah
mempunyai tanggung jawab yang besar dalam membina dan
belajar-mengajar.
Berdasarkan hal itu jelas bahwa apabila pelaksanaan
tugas-tugas pokok kepala sekolah dapat berjalan lancar, maka
sangat diharapkan akan terwujudnya keberhasilan pendidikan
di Sekolah Menengah Atas. Sebagai pemimpin dan pengelola
pendidikan, Kepala Sekolah merapunyai posisi yang strategis
untuk dapat melaksanakan supervisi terhadap para guru dalam
meningkatkan kualitas proses belajar-mengajarnya. Hal ini
mengandung arti bahwa kegiatan supervisi yang dilakukan
secara efektif diharapkan akan meningkatkan kegiatan guru
dalam proses be 1ajar-mengajar . Pada gilirannya nanti
diharapkan dapat meningkatan mutu hasil belajar yang dicapai
siswa.
Disamping dengan pedoman yang telah ada, upaya
dalam bentuk penataran-penataran mengenai supervisi
pendidikan telah banyak dilakukan. Demikian pula upaya
yang
secara khusus dalam kaitan dengan supervisi pengajaran.
Namun demikian, nampaknya masih dirasakan adanya sejumlah
masalah dan hambatan dalam pelaksanaannya karena kegiatan
supervisi sesungguhnya menyangkut berbagai aspek yang
saling berkaitan dan bersifat kompleks.
Aspek-aspek
tersebut antara lain kompetensi supervisor, pendekatan yang
dilakukan, lingkup kegiatan, kondisi sekolah dan lingkungan,
kualitas para guru, kebijakan yang ada, dsb.
Dalam hubungan ini dirasakan benar pentingnya upaya
penyempurnaan kegiatan supervisi agar dapat menunjang
Untuk menyempurnakannya diperlukan sejumlah informasi mengenai pelaksanaan supervisi pengajaran yang dilakukan
oleh Kepala Sekolah dalam upaya untuk meningkatkan
kualitas pribadi dan profesional para guru khususnya dalam
kaitan dengan proses belajar-mengajar.
Khusus dalam kaitan dengan supervisi sebagai upaya meningkatkan kualitas proses belajar-mengajar yang dilakukan
oleh para guru, diperlukan suatu pendekatan yang sedemikian
rupa dapat memperbaiki dan mengembangkan kualifikasi
profesional para guru. Supervisi yang seperti itu, menurut
Carl D. Glickman (1990) disebut sebagai suatu supervisi
pengajaran yang bersifat mengembangkan (Developmental
Supervision). Dalam bukunya yang berjudul Supervision of Instruction: A Developmental Approach (1990), Glickman
menyatakan bahwa supervisi merupakan suatu proses yang
bersifat mengembangkan, dalam hal ini adalah mengembangkan
kompetensi pribadi dan profesional guru. Untuk itu para
supervisor perlu memiliki sekurang-kurangnya tiga macam
kompetensi
yaitu:
(1)
pengetahuan,
(2)
ketrampilan
interpersonal, dan (3) ketrampilan teknis. Supervisi
terhadap guru dilakukan melalui lima macam kegiatan yaitu
dalam bentuk: (1) bantuan langsung,
(2) pengembangan
kurikulum, (3) pengembangan staf, (4) pengembangan kelompok,
dan (5)
penelitian tindakan.
Dikatakan selanjutnya bahwa
dalam ketrampilan interpersonal, ada tiga macam pendekatan
supervisi yaitu pendekatan direktif, kolaboratif, dan
Berdasarkan pengamatan peneliti selama
22 tahun
menjadi guru di SMA Negeri 2 Bandung, dapat dikatakan bahwa
SMA Negeri 2 Bandung memiliki lingkungan yang cukup baik
bagi pelaksanaan kegiatan pendidikan khususnya kegiatan
belajar-mengajar.
Secara kuantitatif jumlah guru di SMAN2
ini dapat dikatakan telah mencukupi, dan secara kualitatif
dapat dikatakan cukup memadai, baik dilihat dari latar
belakang
pendidikannya
maupun
dari
pengalaman
dan
kepangkatannya.
Suasana hubungan sosial di lingkungan
sekolah dapat dikatakan sangat baik dengan didasari oleh
situasi hubungan kekeluargaan yang baik.
Hubungan antara
guru dengan Kepala Sekolah dan
antar
guru,
serta antara
guru dengan orang tua siswa sangat baik. Keadaan ini sangat
menguntungkan bagi terbentuknya suasana hubungan antar
manusia bagi terbentuknya suatu kerabat kerja yang saling
menunjang.
Hubungan yang akrab antara personil sekolah dalam
arti hubungan guru dengan kepala sekolah, hubungan antara
sesama guru akan melahirkan semangat kebersamaan yang tinggi
dan pada gilirannya nanti akan mempengaruhi kualitas proses
belajar mengajar yang dilaksanakannya.
Sebab bagaimanapun
mantapnya penyusunan
program pengajaran
dan
bagaimanapun
canggih dan lengkapnya fasilitas dan alat-alat bantu
pengajaran yang tersedia,
tetapi kalau manusianya (guru,
kepala sekolah, tata usaha) merapunyai sikap, pandangan dan
pemahaman yang kurang mendukung,
mungkin akan menghambat
pencapaian hasil pengajaran yang optimal. Oleh karena itu di
antara semua personil sekolah, baik secara vertikal
(hubungan guru dengan kepala sekolah dan atasannya) maupun
secara horizontal (guru dengan sejawatnya) merupakan suasana
kultur yang amat kondusif bagi terselenggaranya kegiatan
pendidikan. Semua masalah yang dihadapi oleh semua pihak
dapat diselesaikan dengan sebaik-baiknya dalam suasana
kekeluargaan dan tanpa menyimpang dari ketentuan-ketentuan
formal. Dengan demikian, masalah yang dihadapi guru dalam
pelaksanaan proses belajar-mengajar dapat direkam oleh
kepala sekolah sebagai pelaksana supervisi pengajaran.
Hubungan yang harmonis ini tidak saja dengan sesama
guru namun dengan pegawai tata usaha dan pesuruh. Disamping
itu, telah terbina pula hubungan baik dengan lingkungan
sekitarnya yaitu dengan guru-guru SMA PGRI dan guru-guru
SMAN2 Petang. Berbagai kegiatan yang sifatnya kekeluargaan
sering dilaksanakan bersama, misalnya arisan,
penyelenggaraan acara peringatan hari-hari besar seperti
Maulud Nabi Muhammad s.a w, acara silaturahmi hari Raya Idul
Fitri, dsb.
Masalah-masalah yang dialami dan dihadapi guru, baik
yang tampak maupun yang tidak tampak dalam perilaku, kepala
sekolah sebagai supervisor dapat memberikan bantuan dan
bimbingan profesional baik secara individual maupun secara
kelompok sebagai usaha membantu guru memecahkan
masalah-masalah yang dihadapinya.
Dengan kultur dan latar belakang sosial-psikologis
seperti dikemukakan di atas, maka teori dan pikiran Glickman
kecocokan. Oleh karena itu peneliti berasumsi bahwa
supervisi yang bersifat mengembangkan dengan ketiga
pendekatannya dapat diterapkan di SMAN2 . Kepala sekolah
secara aktual sudah raenerapkan ketiga pendekatan tersebut
yaitu dengan cara penuh keakraban,
kekeluargaan, dan rasa
memiliki bersama tiap saat melaksanakan pembinaan terhadap
anggotanya yaitu guru dan karyawan. Dengan cara demikian
para guru akan merapunyai peluang untuk terus berkembang baik
pribadi maupun profesi.
Konsep yang dikemukakan oleh Glickman di atas
diasumsikan dapat dijadikan sebagai landasan dalam upaya
penyempurnaan supervisi pengajaran di sekolah.
Agar upaya
ini dapat dilakukan dengan baik maka terlebih dahulu
diperlukan adanya informasi empiris mengenai berbagai aspek
kegiatan supervisi pengajaran yang dilakukan oleh kepala
sekolah dalam hubungan dengan
kegiatan guru dalam proses
belajar-mengajar. Untuk itu, dirasakan adanya suatu
penelitian khusus yang dapat memberikan informasi empiris'
yang lebih bermakna.
B. PERUMUSAN DAN PEMBATASAN MASALAH
Uraian di atas telah mengacu kepada perlu adanya
upaya yang terarah dan sistematik guna memperbaiki dan
meningkatkan pelaksanaan supervisi pengajaran dari
kepala
sekolah terhadap guru khususnya dalam kegiatan proses
belajar-mengajar. Upaya ini seyogianya berdasarkan kepada
Dalam kaitan ini, maka
penelitian
yang dimaksud
adalah
berjudul :"PENDEKATAN SUPERVISI TERHADAP PARA GURU SEBAGAI FUNGSI
KEPALA SEKOLAH DALAM MENINGKATKAN PROSES BELAJAR-MENGAJAR DI
KELAS
(Studi Kasus pada SMA Negeri 2 Bandung Tahun Ajaran
1991/1992)".
Mengingat luasnya lingkup masalah yang harus
dipecahkan, maka untuk kegiatan ini penelitian akan dibatasi
melalui studi kasus di SMA Negeri 2 Bandung. Aspek supervisi
akan dibatasi pada ketrampilan interpersonal yaitu
pendekatan yang digunakan oleh kepala sekolah dalam
melaksanakan supervisi khususnya yang berkaitan dengan
kegiatan proses belajar-mengajar yang dilakukan guru di
kelas. Sesuai dengan judulnya, secara umum masalah yang
menjadi fokus penelitian ini dapat dirumuskan sebagai
berikut: "Bagaimana gambaran pendekatan kegiatan supervisi
pengajaran yang dilakukan oleh
kepala
sekolah
terhadap
para guru dalam upaya meningkatkan efektifitas kegiatan guru
dalam proses belajar-mengajar di kelas?"
Secara lebih terinci,
masalah tersebut dapat
dijabarkan ke dalam pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut.
1. Bagaimana gambaran pendekatan yang
digunakan oleh
kepala sekolah
dalam melakukan supervisi terhadap para
guru dalam proses belajar-mengajar?
2. Sampai sejauh manakah kesesuaian antara persepsi kepala
sekolah dengan guru dalam pendekatan
supervisi yang
dilakukan oleh kepala sekolah terhadap
guru dalam
3. Sampai
sejauh manakah kaitan antara tingkat pendidikan,
pengalaman mengajar, derajat komitmen guru, dan latar
belakang bidang studi dengan pendekatan supervisi
pengajaran yang dilakukan Kepala Sekolah?
4. Sampai sejauh manakah dampak pendekatan supervisi yang
dilakukan oleh kepala sekolah terhadap:
a. kreativitas guru?
b. kualitas guru dalam mengajar di kelas?
c. perkembangan kepribadian guru?
d. perkembangan profesionalitas guru?
Yang dimaksud dengan supervisi pengajaran dalam
penelitian ini adalah seperangkat kegiatan supervisi yang
dilakukan pleh kepala sekolah terhadap guru-gurunya dan
dibatasi dalam kaitan dengan kegiatan proses
belajar-mengajar di kelas. Kegiatan supervisi mencakup
kegiatan-kegiatan pemantauan, penilaian, peningkatan, perbaikan, dan
pengembangan proses belajar mengajar yang dilakukan guru di
kelas. Pendekatan supervisi yang akan diteliti
kecenderungannya adalah pendekatan direktif, kolaboratif,
dan non-direktif.
Pendekatan Direktif adalah pendekatan supervisi yang
dilakukan oleh kepala sekolah kepada guru secara jelas dan
konkrit dengan memberitahukan apa yang harus dilakukan guru
dan standar apa yang harus digunakan serta tingkah laku yang
bagaimana harus dilaksanakan supaya proses belajar mengajar
di kelas dapat mencapai tujuan seoptimal mungkin. Dalam
pendekatan direktif ini supervisor lebih bersifat tegas,
serius, dan berorientasi pada tugas. Dalam pendekatan ini,
keputusan dan arah tindakan berada pada tangan supervisor.
Pendekatan Kolaboratif adalah pendekatan supervisi
yang dilakukan bersama antara guru dengan kepala sekolah
sebagai supervisor untuk melihat sampai seberapa jauh
bantuan diperlukan atau tidak diperlukan. Keputusan tindakan
dirumuskan bersama antara supervisor dengan yang disupervisi
(guru).
Apabila tidak terjadi kesepakatan antara guru
dengan supervisor maka akan diminta pihak ketiga.
Pendekatan-Non direktif yaitu pendekatan yang lebih
banyak diserahkan kepada guru untuk menganalisis dan
memecahkan masalah pengajarannya sendiri. Supervisor dalam
pendekatan non direktif bertindak sebagai fasilitator bagi
guru dengan memberikan struktur formal atau pengarahan yang
seminimal mungkin. Supervisor membiarkan guru melakukan
penemuan, tetapi mengambil inisiatif untuk melihat bila hal
itu terjadi. Kegiatan supervisor tergantung kepada kebutuhan
guru, dan guru disini menentukan langkah-langkah yang akan
diikuti dalam pertemuan aval.Yang dimaksud dengan kepala sekolah dalam
penelitian
ini adalah
Kepala SMA Negeri 2 Bandung, dan yang dimaksud
dengan guru adalah para guru tetap yang mengajar dalam
bidang studi tertentu di SMA Negeri 2 Bandung. Latar
belakang bidang studi yang diajarkan guru, dalam penelitian
ini dibedakan antara kelompok guru eksakta (IPA, Fisika,
Kimia, Biologi, Matematika), dan non-eksakta (Bahasa, IPS,
PMP). Tingkat pendidikan guru dinyatakan dengan ijazah
tertinggi yang dimiliki yaitu Sarjana/S-1 dan Sarjana
muda/D-3. Pengalaman guru dinyatakan dengan lamanya bekerja
sebagai guru dengan kategori 0-5 tahun (baru), 6-15 tahun
(sedang), dan 15 tahun ke atas (lama). Derajat komitmen guru
adalah kualitas kesediaan guru dalam melaksanakan
tugas-tugasnya, yang dinyatakan berdasarkan kedisiplinan, tanggung
jawab, hasil kerja, inisiatif, dan hubungan kerja sama.
Kegiatan guru dalam proses belajar-mengajar di
kelas
adalah mencakup seluruh kegiatan guru di kelas
yang
meliputi persiapan, penguasaan materi, pengelolaan kelas,
interaksi dengan siswa, penggunaan metoda, penggunaan alat
bantu, evaluasi hasil belajar, dan bantuan kepada siswa.
Yang dimaksud dengan kreativitas guru adalah kualitas
tindakan
guru dalam menghasilkan sesuatu yang lebih efektif
untuk menunjang kegiatan proses
belajar-mengajar.
Perkembangan kepribadian guru mencakup aspek-aspek
intelektual,
personal,
emosional,
sosial,
dan spiritual.
Aspek profesionalitas guru dilihat dari kualitas keakhlian,
rasa tanggung jawab, dan kesejawatannya.
C. TUJUAN PENELITIAN
Sesuai dengan rumusan masalah di atas,
secara
keseluruhan penelitian ini bertujuan untuk memperdalam
pandangan dan pemahaman tentang:1. Pendekatan supervisi pengajaran yang dilakukan oleh
kepala
sekolah
terhadap guru-guru
dalam
proses
belajar-mengajar.
2. Kesesuaian antara kepala sekolah dan guru dalam persepsi
mengenai pendekatan supervisi dari kepala sekolah
terhadap guru dalam
proses
belajar-mengajar di
k e l a s .
3. Kaitan antara tingkat pendidikan,
pengalaman mengajar,
derajat komitmen, dan latar belakang bidang studi guru
dengan pendekatan supervisi
pengajaran oleh Kepala
Sekolah.
4. Dampak dari pendekatan supervisi pengajaran yang
dilakukan oleh kepala sekolah terhadap:
a. kreativitas guru
b. kualitas guru dalam mengajar di kelas
c. perkembangan kepribadian
d. perkembangan profesionalitas guru
D. KEGUNAAN PENELITIAN
Secara konseptual, penelitian ini bermanfaat sebagai
salah satu sumber masukan bagi upaya pengkajian dan
pengembangan
konsep-konsep
supervisi
pengajaran
khususnya
dalam administrasi dan supervisi pendidikan. Dengan demikian
melalui penelitian ini diharapkan dapat ikut serta memperluas dan memperkaya bidang disiplin ilmu administrasi pendidikan.
Secara operasional, penelitian ini dapat memberikan
kegunaan sebagai berikut.
1. Melalui temuan
lapangan tentang pendekatan supervisi
pengajaran yang digunakan oleh Kepala SMA Negeri
terhadap para guru dalam proses
belajar-mengajar, dapat
dijadikan bahan pertimbangan dalam
mengambil
langkah-langkah perbaikan secara lebih tepat.
2. Bagi
para perencana dan pengembang program, penelitian
ini
diharapkan
akan merupakan
umpan balik dalam
penyempurnaan program.
3. Bagi
para pembuat keputusan, hasil penelitian ini dapat
digunakan sebagai dasar untuk menentukan arah
kebijaksa-naan dalam
meningkatkan
efektivitas,
efisiensi,
dan
produktivitas pendidikan.
4. Bagi para Kepala SMA
Negeri
sendiri, hasil penelitian
ini dapat dijadikan masukan dalam pelaksanaan supervisi
terhadap guru-guru.
Disamping itu, penelitian ini diharapkan dapat
mendeteksi kondisi lapangan yang sebenarnya sehingga dapat
mengungkapkan berbagai masalah secara obyektif dan sesuai
dengan fokus penelitian. Selain itu, diharapkan pula dapat
melahirkan masalah-masalah baru sebagai
kelanjutan
penelitian i n i .
E. A S U M S I
Penelitian ini bertitik tolak dari asumsi-asumsi
sebagai berikut:
1. Pengawasan merupakan fungsi administrasi pendidikan untuk
menjaga agar pelaksanaan proses belajar-mengajar di
sekolah dapat berjalan lancar sesuai dengan pedoman dan
petunjuk yang telah ditetapkan •dalam kurikulum dan
administrasi sekolah. Dalam pengawasan ini termasuk
bidang garapannya adalah pembinaan profesional guru
(supervisi pengajaran) untuk meningkatkan kualitas
pelaksanaan proses belajar-mengajar di sekolah.
2. Guru memegang peranan yang paling utama dalam upaya
peningkatan mutu pendidikan.
3. Kualitas pribadi dan profesional guru mempunyai kaitan yang erat dengan aktivitas guru dalam melaksanakan proses belajar-mengajar.
4. Melalui proses supervisi yang terprogram secara
sistematis dan terarah, kualitas pribadi dan profesional guru dapat ditingkatkan sehingga dapat menunjang proses belajar-mengajar secara lebih efektif dan efisien.
5. Dalam pelaksanaan kegiatan pendidikan di sekolah, Kepala
Sekolah adalah pengelola satuan pendidikan, berperan untuk melaksanakan fungsi-fungsi kepemimpinan,
administrasi, dan supervisi pendidikan dalam lingkungan
sekolah yang menjadi tanggung jawabnya;
6. Supervisi pengajaran oleh Kepala Sekolah terhadap
guru-guru merupakan satu bentuk upaya yang dinilai cukup strategis dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan. 7. Proses supervisi pengajaran yang dilaksanakan dejigan menggunakan pendekatan secara efektif, dapat memberikan
produk, dan efek positif terhadap perkembangan pribadi,
profesi, kualitas mengajar, dan kreativitas guru. Pada
gilirannya hal itu akan memberikan dampak positif pula
terhadap keseluruhan efektifitas kegiatan pendidikan.
B A B I I I
PROSES PENELITIAN
A. METODE DAN TEKNIK PENELITIAN
1. Metode dan pendekatan
Fokus penelitian ini adalah aktivitas
Kepala SMA
Negeri 2 Bandung dalam melaksanakan supervisi pengajaran
terhadap para
guru dalam proses
belajar-mengajar dan
kegiatan guru dalam proses belajar-mengajar di
kelas.
Penelitian ini akan mendeskripsikan pendekatan yang
digunakan oleh kepala sekolah dalam proses kegiatan
supervisi
pengajaran yang dilakukan
terhadap para guru.
Selanjutnya diteliti mengenai kaitan antara beberapa
variabel latar belakang guru yaitu tingkat pendidikan,
pengalaman, derajat komitmen, dan bidang studi yang
diajarkan dengan keefektifan supervisi yang dilakukan oleh
Kepala Sekolah. Di samping itu, akan dilihat pula dampak
pendekatan
supervisi
terhadap
beberapa
variabel
tertentu
yaitu kreativitas guru dalam menunjang proses
belajar-mengajar, kualitas guru dalam belajar-mengajar, perkembangan
kepribadian guru, dan perkembangan profesionalitas guru.
Untuk itu diperlukan adanya suatu pengungkapan
informasi empiris melalui pengumpulan data lapangan yang
diperoleh dari sumber-sumber
yang terkait dan relevan.
Sehubungan dengan itu,
penelitian ini menggunakan metode
deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif dalam
pengumpulan dan analisis data serta penyimpulannya.
2. Teknik dan alat pengumpulan data
Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah
wawancara, observasi, studi dokumentasi, dan angket.
Wawancara akan dilakukan secara mendalam dan sistematik
kepada kepala dan guru-guru SMA Negeri 2 untuk mengungkap
informasi mengenai berbagai aspek kegiatan supervisi
pengajaran khususnya yang berkaitan dengan pendekatan yang
digunakan. Studi dokumentasi, dilakukan secara mendalam
dan kritis terhadap semua dokumen yang relevan dengan
kegiatan supervisi pengajaran baik yang ada di Kanwil,
Bidang, ataupun di sekolah. Studi dokumentasi ini
dimaksudkan untuk memperoleh informasi tentang pedoman dan
aturan yang dijadikan dasar kegiatan supervisi pengajaran.
Sedangkan angket dilaksanakan untuk memperoleh informasi tambahan mengenai gambaran proses supervisi pengajaran yang
dilakukan oleh kepala sekolah. Angket diberikan kepada para
guru untuk mengungkap persepsi mereka tentang kegiatan
supervisi pengajaran yang dilakukan oleh Kepala Sekolah
terhadap mereka. Angket ini dikonstruksi berdasarkan konsep
pendekatan supervisi yang dikembangkan oleh Carl. D.
Glickman (1981, dan 1990) dalam bentuk pertanyaan pilihan
paksa (force choice). Observasi dilakukan terhadap kegiatan
beberapa orang guru dalam melaksanakan kegiatan proses
belajar-mengajar di kelas. Di samping itu dilakukan pula
observasi terhadap aktivitas sehari-hari kepala sekolah
khususnya dalam kaitan supervisi pengajaran.
3. Lokasi dan subyek penelitian
Fokus penelitian ini adalah deskripsi kegiatan
supervisi pengajaran yang dilakukan oleh Kepala Sekolah
terhadap guru-guru dalam kegiatan proses belajar-mengajar
di kelas. Lokasi penelitian ini adalah SMA Negeri 2 Bandung,
yang terletak di Jl Cihampelas no 173, dengan luas tanah
171.50 M2, dan jumlah ruangan sebanyaknya 33 ruang (denah
terlampir).
Jumlah guru seluruhnya ada 74 orang dengan rincian
berdasarkan
golongan,
jenis
kelamin,
tingkat
pendidikan,
masa kerja, dan bidang studi sebagaimana tercantum dalam
tabel 1 di bawah ini dan tabel 2 di halaman berikut.
TABEL 1
KEADAAN GURU SMA NEGERI 2 BANDUNG BERDASARKAN BIDANG STUDI
TAHUN AJARAN 1991/1992
! Jenis kelamin !
! L ! P !
1. Ekonomi ! 5 ' 4 ' 9
2. PMP ! 1 ! 2 ! 3
3. B. Inggeris ! 3 ! 3 ! 6
4. Fisika ! 4 ! 4 ! 8
5. Kimia ! - ! 5 ! 5
6. Sejarah ! — ! 3 ! 3
7. B. Indonesia ! - ! 4 ! 4
8. Biologi ! 4 ! 6 ! 10
9. Seni Rupa • ! 2 ! - ! 2
10. Geografi ! 1 ! 2 ! 3
11. B. Jepang ! 1 ! 1 ! 2
12. Agama ! 3 ! 1 i 4
13. Matematika ! 3 ! 3 ! 6
14. Pend. Jas. ! 2 ' - i 2
15. PKK ! - 1 1 J x
16. BP/BK ! 2 ! 4 ! 6
Jumlah ! 31 ! 43 ! 74
Jumlah siswa seluruhnya sebanyak 1532 orang, terdiri
[image:26.595.48.504.44.731.2]TABEL 2
KEADAAN GURU SMA NEGERI 2 BBANDUNG Tahun Ajaran 1991/1992
Gol. !
Jenis kelamin Tk Pendidikan ! Mas*a Kerja i
L ! P Sarj. /s--1 Sarmud/D-3! 0-5th !
6-15th 1 ebih 15 th!
Jml.
6 4 3 7 - - 10
10
Ill/d 3 6 6 3
-- 9
9
III/c 5 5 10
-- 7
3 10
Ill/b 4 15 19 - 2
17
-19
Ill/a 3 4 3 4 1 - 6
7
Il/d 5 4 2 7 2 - 7
9
II/c 5 5 — 10
9 1 - 10
Jumlah 43 43
•31 14 25
35
atas 824 orang laki-laki, dan
708 orang
perempuan dengan
rincian berdasarkan kelas,
dan
program studi
seperti
terlihat dalam tabel 3 di bawah ini.
• TABEL 3
KEADAAN SISWA SMA NEGERI2 BANDUNG Tahun ajaran 1991/1992
Kelas ! progra m
I II III Al A2 A3 Al A2 A3 232 201 192 117 65 91 41 46 174 121 73 84 47 48 Jumlah 433 309 156 87 295 157 95
Jumlah ! 824 ! 708 ! 1532
Sumber: Data statistik SMA Negeri 2 Bandung 1991/1992
Jumlah tenaga tata usaha yang ikut menunjang kegiatan
pendidikan adalah sebanyak 23 orang.
Sedangkan subyek penelitian sebagai sumber data
adalah kepala dan wakil kepala SMA Negeri 2 Bandung dan
guru-guru tetap di SMA negeri 2 Bandung yang dipilih dengan
memperhatikan komposisi bidang studi, pendidikan, dan
pengalaman kerja.
B. LANGKAH PENELITIAN
Secara keseluruhan, proses penelitian mencakup
tahapan persiapan, pelaksanaan, dan pengolahan hasil
penelitian. Secara rinci dapat digambarkan sebagai berikut.
1. Persiapan pengumpulan data
Pada tahap persiapan pengumpulan data, penelitian ini
menempuh langkah-langkah sebagai berikut.
1. Menyiapkan pedoman wawancara untuk kepala sekolah dan
untuk guru, masing-masing untuk guru yang berpengalaman
lama (senior), yang berpengalaman sedang (menengah),
serta yang berpengalaman baru (yunior). Sementara itu,
disiapkan pula angket tertutup yang berbentuk skala untuk
di isi oleh guru-guru bidang studi. Angket ini digunakan
untuk menjaring informasi tambahan atau pelengkap
mengenai pola-pola perilaku kesupervisian kepala sekolah.
2. Mengajukan permohonan izin penelitian kepada Kandep
Depdikbud Kotamadya Bandung, untuk dapat melaksanakan
pengumpulan data di SMA negeri 2 Bandung.
3. Menghubungi Kepala SMA Negeri 2 Bandung dan guru-guru
untuk mengadakan negosiasi pelaksanaan pengumpulan data.
Berdasarkan pertemuan dengan Kepala Sekolah dan guru-guru
bidang studi disepakati jadwal pelaksanaan pengumpulan
data, baik yang berkenaan dengan wawancara maupun
pengumpulan data melalui angket.
4. Memperbanyak pedoman wawancara dan angket. Wawancara
dilakukan dengan Kepala Sekolah, dua orang wakil kepala
sekolah, dan tiga orang guru, masing-masing guru senior,
menengah, dan yunior. Pengumpulan data melalui angket
dilakukan terhadap 14 orang yang mewakili guru-guru
bidang studi.
2. Pelaksanaan pengumpulan dan pengolahan data
Pelaksanaan pengumpulan data
dilakukan pada awal
bulan Januari 1992 sampai dengan awal bulan April 1992.
Proses pengumpulan data ini boleh dikatakan memakan waktu
yang cukup lama yaitu sekitar tiga bulan. Hal ini diperlukan
untuk memperoleh data yang lebih bermakna melalui wawancara
yang intensif dan mendalam di samping melakukan observasi
dalam situasi kegiatan sehari-hari. Di samping itu,
dipertirabangkan pula agar tidak terlalu mengganggu kegiatan
rutin di sekolah baik adrainistratif maupun akademik. Faktor
lainnya adalah menyesuaikan kegiatan pengumpulan data ini
dengan kesibukan para
guru dalam melaksanakan tugasnya
sehari-hari. Dengan demikian, raaka tenggang waktu yang cukup
lama itu memberikan banyak peluang kepada para responden
untuk dapat memberikan informasi yang lebih akurat sehingga
betul-betul dapat menggambarkan data yang diperlukan dalara
penelitian ini.
Secara keseluruhan pelaksanaan penelitian ini dapat
dilakukan sendiri oleh peneliti. Adapun langkah-langkah yang
ditempuh dalam pengumpulan data ini adalah sebagai berikut:
1. Menetapkan kepala sekolah dan guru yang akan diwawancarai
dan menetapkan guru yang akan diberi angket.
2. Melaksanakan wawancara
dengan kepala sekolah, dua orang
wakil kepala sekolah, dan tiga
orang guru yaitu
masing-masing seorang guru senior (berpengalaman lama),
guru
menengah (berpengalaman sedang), dan guru yunior
(berpengalaman baru).
3. Menyebarkan angket
kepada guru-guru serta memberikan
petunjuk tentang cara pengisiannya.
4. Berdasarkan kesepakatan yang dibuat bersama para guru,
secara bertahap angket
dikurapulkan,
sesuai
dengan
kesempatan mereka. Jumlah angket yang terisi adalah
sebanyak 14 buah.
Setelah melalui tahap verifikasi, ternyata semua
angket yang disebar memadai untuk diolah. Dalam pengolahan
data ini ditempuh langkah-langkah sebagai berikut:
1. Melakukan analisis kualitatif terhadap hasil wawancara.
2. Melakukan analisis
kuantitatif terhadap data angket
dengan menghitung harga-harga statistik yang diperlukan.
Selajutnya,
berdasarkan harga-harga statistik yang
diperoleh, dilakukan
penafsiran
terhadap
data yang
terkumpul.
B A B V
KESIMPULAN, DAN REKOMENDASI
A. KESIMPULAN
Sesuai dengan masalah yang diteliti serta hasil dan
temuan yang diperoleh sebagaimana dikemukakan dalam Bab IV,
maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut.
1.
Kepala Sekolah dalam peranannya
sebagai
supervisor
pendidikan di lingkungan kerjanya, telah melaksanakan
supervisi pengajaran terhadap para gurunya. Kegiatan ini
dimaksudkan untuk mengawasi,
memperbaiki,
meningkatkan,
dan mengembangkan kegiatan guru dalam proses
belajar-mengajar di kelas. Dilihat dari perilaku kesupervisian
yang dilakukan dan cara melaksanakan supervisi,
nampaknya pendekatan yang dilakukan cenderung bersifat
kolaboratif. Dengan pendekatan ini upaya pengawasan,
perbaikan, peningkatan, dan pengembangan dilakukan secara
bersama-sama melalui.dialog dan diskusi antara kepala
sekolah dan guru yang bersangkutan. Para guru ikut serta
menganalisis perilaku mengajarnya dan membuat keputusan
sendiri dalam melakukan perbaikan dan pengembangan
kegiatan belajar-mengajar.
2. Terdapat persesuaian persepsi antara Kepala Sekolah dan
guru terhadap pendekatan supervisi yang di laksanakan di
SMAN 2 Bandung. Hal ini berarti bahwa baik guru maupun
kepala sekolah mempunyai persepsi yang sama tentang
kegiatan supervisi pengajaran yang dilakukan. Kesamaan persepsi itu menunjukkan adanya kesinambungan antara
tindakan perilaku supervisi kepala sekolah dengan
perilaku guru dalam kegiatan pengajaran.
. Beberapa
variabel latar belakang guru yaitu tingkat
pendidikan, pengalaman, derajat komitmen, dan bidang
studi yang diajarkan ternyata mempunyai kaitan terhadap
pendekatan supervisi yang dilakukan oleh kepala sekolah.
Dari segi tingkat pendidikan, guru yang memiliki tingkat
pendidikan yang lebih tinggi, lebih mudah bekerja sama
dalam proses supervisi. Pendekatan direktif lebih banyak
dilakukan kepada guru yang berpendidikan rendah sedangkan
pendekatan kolaboratif dan non-direktif lebih efektif
pada guru yang berpendidikan lebih tinggi. Dari segi
pengalaman, guru yang baru atau yang belum banyak
pengalaman, lebih banyak memerlukan supervisi direktif. Sedangkan guru yang berpengalaman lebih lama lebih efektif dengan pendekatan kolaboratif dan bahkan
non-direktif.
Dari segi derajat komitmennya,
terhadap guru
yang derajat komitmennya rendah, cenderung lebih efektif menggunakan pendekatan direktif, sedangkan pendekatan
kolaboratif lebih efektif pada guru yang memiliki derajat
komitmen sedang, dan pendekatan non-direktif lebih efektif kepada guru yang memiliki derajat komitmen
tinggi. Selanjutnya, dari latar belakang bidang studi
yang diajarkan, guru-guru kelompok eksakta lebih mudah
dibawa bekerja sama dan menggunakan pendekatan deduktif,
sedangkan guru-guru non-eksakta lebih memerlukan
pendekatan direktif dan induktif.
Namun . demikian,
dalam prakteknya akan terjadi
kombinasi dari variabel latar belakang tersebut di atas,
sehingga pendekatan supervisi yang dapat diterapkanpun
dapat bervariasi. Untuk
memperoleh temuan lebih jelas
mengenai hal itu perlu dilakukan penelaah lebih lanjut.
4. Dengan kenyataan seperti tersebut di atas, maka supervisi
pengajaran yang bersifat kolaboratif mempunyai dampak
baik langsung maupun tidak langsung terhadap peningkatan
kreativitas
guru,
kualitas
guru,
perkembangan
kepribadian, dan profesional guru. Dari tindakan
supervisi yang bersifat kolaboratif dan adanya kesesuaian
persepsi perilaku supervisi, maka para guru lebih kreatif dalam melakukan kegiatan pengajaran baik dalam pendekatan, metode, maupun materi. Kreativitas itu
sendiri dapat menunjang peningkatan kualitas guru
khususnya dalam kepribadian dan profesinya. Dalam situasi yang kolaboratif, para guru lebih termotivasi untuk terus menerus meningkatkan diri dan profesinya melalui berbagai
kesempatan.
5. Hal yang masih dirasakan sebagai kekurangan dal
kegiatan supervisi pengajaran adalah kegiatan supervisi
yang lebih menekankan segi administratif dan kurang
menekankan segi teknis edukatif.
104
B. REKOMENDASI
Berdasarkan hasil yang dicapai dalam penelitian ini,
dapat diajukan beberapa rekomendasi baik yang sifatnya
konseptual, operasional, maupun penelitian lebih lanjut;
1. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Kepala SMA Negeri
2 Bandung telah melaksanakan supervisi pengajaran terhadap para gurunya, meskipun pelaksanaannya belum
terprogram secara sistemik dan konseptual. Hal itu
disebabkan oleh berbagai faktor antara lain yang
menyangkut kompetensi Kepala Sekolah dan guru untuk lebih
memahami tentang supervisi pengajaran. Sehubungan dengan itu sangat dirasakan perlunya dikembangkan kerangka konseptual mengenai supervisi pengajaran yang bersifat
mengembangkan. Dengan supervisi yang bersifat
mengembangkan, para guru dibantu untuk mengembangkan
profesi dan kepribadiannya ke arah yang lebih baik.
Konsep supervisi yang bersifat mengembangkan hendaknya disesuaikan dengan falsafah Pancasila dan budaya bangsa
Indonesia serta sistem Pendidikan Nasional.
Selanjutnya,. para Kepala Sekolah selaku supervisor
pengajaran diharapkan memahami konsep supervisi yang bersifat mengembangkan, serta mampu menerapkannya secara
e f e k t i f .
2. Dari penelitian ini diperoleh gambaran bahwa kegiatan supervisi yang dilakukan kepala sekolah lebih banyak bersifat administratif, sedangkan yang bersifat teknis profesional masih belum banyak dilakukan. Dalam upaya
meningkatkan
kualitas
proses
belajar-mengajar
yang
dilakukan oleh para guru,
supervisi administratif saja
belum cukup banyak menunjang bagi pengembangan profesi
dan pribadi guru. Para guru perlu mendapat bantuan dalam
mengembangkan diri dan profesinya melalui supervisi yang
bersifat mengembangkan serta tidak hanya administratif
saja, akan tetapi supervisi teknis operasional.
Dengan
bantuan
ini
diharapkan
para
guru
mampu
mengembangkan kualitas dirinya sehingga mampu secara
kreatif mewujudkan kegiatan belajar-mengajar secara
efektif, yang pada gilirannya dapat meningkatkan mutu dan
hasil
belajar
sisw.a.
Sehubungan dengan
itu,
kepala
sekolah seyogianya memiliki kompetensi kesupervisian
secara profesional. Kompetensi ini diharapkan merupakan
pra-syarat menjadi kepala sekolah dan terus menerus dikembangkan dalam jabatannya.
3. Penelitian
ini
menyimpulkan adanya kesesuaian persepsi
antara kepala sekolah dengan guru dalam pendekatan dan
kegiatan supervisi yang dilakukan. Hal ini menunjukkan
adanya kesinambungan antara upaya yang dilakukan kepala
sekolah dengan penerimaan dari para guru. Dalam hal
pendekatan supervisi, pendekatan kolaboratif nampaknya
lebih banyak dominan dibandingkan dengan pendekatan
lainnya yaitu direktif dan non-direktif. Supervisi
kolaboratif perlu dikembangkan dalam keseluruhan kegiatan
supervisi pengajaran, mengingat pendekatan ini dirasakan
lebih efektif dalam pemecahan berbagai permasalahan yang
dihadapi guru dalam kegiatan pengajaran. Meskipun diakui
bahwa dalam satu sisi, kepala sekolah menggunakan
pendekatan direktif, dan di sisi lain menggunakan pendekatan non-direktif, namun pendekatan kolaboratif dapat menengahi kedua pendekatan lainnya. Penggunaan pendekatan supervisi dipengaruhi oleh iklim kehidupan
sekolah dan tipe kepemimpinan kepala sekolah. Iklim
kekeluargaan dan tipe kepemimpinan yang demokratis
merupakan dasar bagi ter1aksananya pendekatan
kolaboratif. Sehubungan dengan itu suasana kekeluargaan
dalam iklim sekolah dan sikap demokratis kepala sekolah
hendaknya lebih banyak dikembangkan agar pendekatan kolaboratif dapat diwujudkan secara efektif.
4. Dari penelitian ini diperoleh gambaran adanya kaitan
antara tingkat pendidikan guru, pengalaman guru, derajat
komitmen guru, dan latar belakang bidang studi dengan
keefektifan supervisi. Sehubungan dengan itu dalam upaya
mengefektifkan supervisi pengajaran, hendaknya selalu
diupayakan agar para guru secara terus menerus meningkatkan pendidikan dan pengetahuannya. Sementara itu
para kepala sekolah hendaknya selalu mengisi pengalaman
para guru secara lebih konstruktif. Latar belakang bidang
studi yang diajarkan guru, hendaknya dijadikan dasar
pertimbangan dalam membuat tindakan supervisi. Komitmen
•guru terhadap tugas profesionalnya hendaknya terus
dipupuk melalui berbagai pendekatan agar tindakan
. supervisi dapat lebih efektif.
5.
Dalam upaya pelaksanaan supervisi pengajaran yang
bersifat mengembangkan,
disarankan hal-hal
sebagai
berikut:
a. Baik kepala sekolah maupun guru hendaknya memiliki
derajat
komitmen
yang
tinggi
terhadap
tugas
profesionalnya.
b. Kepala sekolah dan guru secara koperatif menyusun
program kerja yang akan dijadikan acuan dalam kegiatan
sehari-hari.
c. Forum komunikasi antara kepala sekolah seyogianya
dilaksanakan secara terprogram.
d. Sikap terbuka dan kekeluargaan pada kepala sekolah
hendaknya mendasari pola supervisi yang dilakukan, dan
demikian pula sikap terbuka dari guru hendaknya
mendasari kegiatan guru dalam pengajaran.
e. Kegiatan supervisi pengajaran, hendaknya tidak hanya
sebagai kegiatan administratif, akan tetapi hendaknya
dijadikan sebagai wahana pengembangan guru dan proses
belajar-mengajar
dalam
rangka
meningkatkan
kualitas
pendidikan.
.6. Meskipun sampai batas tertentu penelitian ini telah mampu
mengungkapkan berbagai hal, namun disadari benar masih
banyak keterbatasan di
dalamnya.
Keterbatasan tersebut
antara lain yang menyangkut pendekatan, metode, teknik,
instrumen, sampel, dan analisis data. Karena keterbatasan
ini, maka diakui bahwa generalisasi yang ditarik dari
penelitian ini masih dalam lingkup keterbatasan tersebut.
Sehubungan dengan itu,
penelitian ini masih memerlukan
pengembangan lebih lanjut baik dari segi lingkup masalah,
pendekatan,
metode,
teknik.
instrumen,
sampel,
dan
analisis.
7. Dari segi temuan penelitian ini, hal-hal yang dapat
direkomendasikan untuk diteliti lebih lanjut dengan
mengembangkan
lingkup
masalah,
pendekatan,
metode,
teknik, instrumen, dan analisis, adalah:
a. Keefektifan berbagai pendekatan supervisi pengajaran
untuk tipe-tipe guru berdasarkan tingkat pendidikan,
pengalaman, dan derajat komitmen.
b. Keefektifan
pendekatan
supervisi
pengajaran
berdasarkan karakteristik bidang studi tertentu.
c. Keefektifan pendekatan supervisi pengajaran dilihat
dari berbagai aspek latar belakang Kepala sekolah
(pendidikan, pengalaman, jenis kelamin, bidang studi,
dsb.).
d. Dampak pendekatan supervisi pengajaran terhadap hasil
belajar siswa.
e. Penelitian masalah yang sama pada berbagai jenis dan
jenjang pendidikan.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Sanusi; (1990); Beberapa Dimensi Mutu Pendidikan;
Fakultas Pasca Sarjana IKIP Bandung.
Beeby, C.E.; (1966); The Quality of Education in Developing
Countries; Cambridge, Massachusetts; Harvard
University Press.
Bordan, Charles, W.; (1953); Democratic Supervision in
Secondary School; Cambridge; Houghton Mifflin.
Castetter, William B.; (1981); Personnel Function in
Educational Administration; New York; MacMillan
Publishing Company Inc.
Dirawat, dkk.; (1983); Pengantar Kepemimpinan Pendidikan;
Surabaya; Penerbit Usaha Nasional.
Elsbree, Willard S. and Horald, J. McNally (1959);
Elementary School Administration and Supervision; New York; American Book Company.
Engkoswara; (1986); Kecenderungan Kehidupan di Indonesia Menjelang Tahun 2000 dan Implikasinya Terhadap Sistem
Pendidikan; Jakarta, Itermedia.
; (1987); Dasar-dasar Administrasi Pendidikan;
Jakarta; P2LPTK Depdikbud.
Fakry Gaffar, M.; (1987); Perencanaan Pendidikan: Teori dan
Metodologi; Jakarta; Depdikbud.
. (ed.); (1991); Administrasi Pendidikan; Bandung; Jurusan Administrasi Pendidikan; FIP IKIP
Bandung.
Flippo, Edwin B.; (1984); Personel Management; New York, Mc. Graw Hill Book Co.
Glickman, Carl D.; (1981); Developmental Supervision: Alternatif Practices for Helping Teachers Improve
Instruction; Alexandria, VA; ASCD.
; (1990); Supervision of Instruction: A
Developmental Approach; 2nd Ed.; Boston, Allyn and
Bacon.
Good, Carter V.; (1973); Dictionary of Education; New York; McGraw-Hill Book Company.
Guba, Egon G.; and Ivonna, S. Lincoln; (1981); Effective
Harris, Ben M.; (1985); Supervisor Behavior in Education;
Englewood Cliffs, Jersey; Prentice-Hall Inc.
Harris, Chester; (1959); Encyclopedia of Educational Research; New York; McGraw-Hill Book Company Inc.
Jurnal Pendidikan No.l; Januari 1988.
Kurikulum SMA 1984; Petunjuk Pelaksanaan Mata Pelajaran dan
Pembinaan Guru; Jakarta; Depdikbud.
Lipham, James M.; (1985); The Principalship: Concepts,
Competencies, and Cases; New York; Longmans.
Made Pidarta; (1986); Pemikiran Tentang Supervisi Pendidikan; Surabaya, Sarana Press.
Moch. Ichsan; (1991 ); Supervisi Instruksional di SMA (Studi Deskriptif Analisis tentang Pelaksanaan Supervisi Instruksional di SMAN se-Kodya Malang); Thesis,
Fakultas Pasca Sarjana; IKIP Bandung.
Moleong, Lexy, J.; (1989); Metodologi Penelitian Kualitatif; Bandung; Remaja Karya CV.
Nasution, S; (1987); Metode Research (Penelitian Ilmiah); Bandung, Penerbit Jemmars.
Oteng Sutisna; (1987); Dasar-dasar Teoretis untuk Praktek Pendidikan; Bandung, Angkasa.
Pengawasan Melekat dalam Rangka Peningkatan Efisiensi dan
Disiplin Nasional; (1988); Jakarta; Kloang Klede
Jaya.
Pengawasan Fungsional-Melekat dan Kaitannya Dengan
Kebijaksanaan Mendikbud; (1988); Jakarta; Kloang Klede Jaya.
Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1990 Tentang Pendidikan
Menengah.
Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 1992 Tentang Tenaga
Kependidikan.
Roe, H. William; dan Thelbert, L. Drake; (1980) ; The Principalship; New York; MacMillan Publishing Co.Inc.
Siagian, SP; (1988); Teori dan Praktek Pengambilan Keputusan; Jakarta, Haji Masagung.
Supandi & Ahmad Sanusi; (1988); Kebijaksanaan dan Keputusan Pendidikan; Bandung, Fakultas Pasca Sarjana IKIP Bandung.
Surya, M.; (1986); Psikologi Kepemimpinan; Makalah dalaam Latihan Kepemimpinan Mahasiswa IAIN se-Indonesia di Bandung.
;(1990); Profesionalisasi dan Profesionalisme.
Tantangan Bagi Kepala Sekolah Dalam Sistem Pendidikan Nasional; Makalah ceramah di hadapan para Kepala
Sekolah SLTP dan SLTA se-Kabupaten Cirebon dan Kuningan tanggal 28 dan 29 September 1990.
TAP MPR RI; (1988), Jakarta, Restu Agung.
Tim Penulis Modul FISIP UT; (1988); Pengawasan melekat; Jakarta, Universitas Terbuka.
Undang-undang No. 2 Tahun 1989, Tentang Sistem Pendidikan
N a s i o n a l .
Wiles, Kimbal, dan Lovell, John.; (1975); Supervision for
Better Schools; New Jersey; Prentice-Hall; Inc.