• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN KETERAMPILAN FUNGSIONAL PADA PENDIDIKAN KESETARAAN PROGRAM PAKET B UNTUK PENINGKATAN KEMANDIRIAN WARGA BELAJAR :Studi pada PKBM Al-Salaam dan PKBM Citra di Kabupaten Purwakarta.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN KETERAMPILAN FUNGSIONAL PADA PENDIDIKAN KESETARAAN PROGRAM PAKET B UNTUK PENINGKATAN KEMANDIRIAN WARGA BELAJAR :Studi pada PKBM Al-Salaam dan PKBM Citra di Kabupaten Purwakarta."

Copied!
71
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR ISI

Halaman

PERNYATAAN... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 19

C. Tujuan Penelitian ... 23

D. Manfaat Penelitian ... 23

E. Asumsi ... 24

F. Kerangka Berfikir Penelitian ... 26

G. Hipotesis Penelitian ... 27

H. Definisi Operasional ... 28

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 32

A. Belajar Mandiri dan Pengembangan Kemampuan Menciptakan Lapangan Kerja ... 32

1. Makna Belajar Mandiri... 2. Karakteristik dan Prinsip Belajar Mandiri...

(2)

3. Belajar Mandiri sebagai Bekal Menciptakan Lapangan

Kerja... 44

B. Kemandirian dalam Konteks Pendidikan ... 50

1. Makna Kemandirian... 2. Tipe Kemandirian... 3. Hakikat Kemandirian dalam Konteks Pendidikan Nonformal... 50 52 60 C. Pembelajaran Keterampilan Fungsional... 82

1. Konsep dasar Pembelajaran ... 2. Proses dan Hasil Belajar... 82 86 D. Life Skill sebagai Wujud Pembelajaran Keterampilan Fungsional... 89

E. Pendidikan Kesetaraan ... 95

1. Makna Pendidikan Kesetaraan... 2. Perspektif Historis Pendidikan Kesetaraan... 95 104 F. Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat sebagai Salah Satu Lembaga Penyelenggara Pendidikan Kesetaraan ... 109

1. Makna PKBM... BAB III METODE PENELITIAN ... 122

A. Disain Penelitian ... 122

B. Prosedur dan Tahapan Penelitian ... 123

C. Variabel Penelitian dan Operasionalisasinya ... 127

D. Pengembangan Alat Pengumpul Data ... 130

E. Populasi dan Metode Penarikan Sampel ... 137

(3)

G. Jadwal Pelaksanaan Penelitian ... 139

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 141

A. Deskripsi Hasil Penelitian Pendahuluan ... 141

1. PKBM Al-Salaam ... 142

2. PKBM Citra ... 149

B. Deskripsi dan Analisis Model Faktual ... 156

1. Kondisi Objektif Pelaksanaan Pembelajaran Keterampilan Fungsional dalam Pendidikan Kesetaraan Program Paket B pada PKBM ... 157

2. Model Konseptual Pembelajaran Keterampilan Fungsional ... 176

3. Implementasi dan efektivitas Model Pembelajaran Keterampilan Fungsional dalam Peningkatan Kemandirian Warga Belajar Pendidikan Kesetaraan Program Paket B ... 204

C. Pembahasan Hasil Penelitian ... 215

1. Pembahasan tentang Kondisi Objektif Pelaksanaan Pembelajaran Keterampilan Fungsional dalam Pendidikan Kesetaraan Program Paket B pada PKBM di Kabupaten Purwakarta ... 215

2. Pembahasan tentang Model Konseptual Pembelajaran Keterampilan Fungsional yang Dikembangkan ... 227

3. Pembahasan Efektivitas Model Pembelajaran Keterampilan Fungsional dalam Peningkatan Kemandirian Warga Belajar Pendidikan Kesetaraan Program Paket B ... 234

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... 239

A. Kesimpulan ... 239

B. Rekomendasi ... 243

(4)

LAMPIRAN ... 253

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman 1.1 Jumlah Anak Putus Sekolah dan Putus Lanjut Sekolah Berdasarkan Kelompok Usia... 5

1.2 Prioritas Pendidikan Kesetaraan untuk Paket A, Paket B dan Paket C... 7

2.1 Nilai-nilai Kemandirian... 61

2.2 Sifat-sifat Wirausaha... 64

2.3 Elemen-elemen Kemandirian... 70

2.4 Jumlah Jam Pelajaran Program Paket A, B dan C ... 98

2.5 Struktur Kurikulum SMP/MTs ... 99

3.1 Variabel dan Sub Variabel Penelitian ... 128

3.2 Kisi-kisi Kuesioner Pengungkap Data Pembelajaran Keterampilan Fungsional Warga Belajar sebelum Diujicobakan ... 131

3.3 Kisi-kisi Kuesioner Pengungkap Data Pembelajaran Keterampilan Fungsional Warga Belajar Hasil Ujicoba ... 134

3.4 Kisi-kisi Kuesioner Pengungkap Data Kemandirian Warga Belajar sebelum Diujicobakan... 135

3.5 Kisi-kisi Kuesioner Pengungkap Data Kemandirian Warga Belajar Hasil Ujicoba... 136

4.1 Manajemen PKBM Al-Salam ... 141

(5)

Berdasar Tingkat Pendidikan... 145

4.4 Jenis Pelatihan Tenaga Pendidik dan Kependidikan PKBM Berdasar Tingkat Pendidikan... 145

4.5 Program yang Dikembangkan PKBM Al-Salam ... 147

4.6 Lulusan PKBM Al-Salam Berdasar Program... 149

4.7 Kondisi Pengelola PKBM Citra... 150

4.8 Keadaan Tenaga Pendidik dan Kependidikan PKBM Citra Berdasar Tingkat Pendidikan ... 152

4.9 Keadaan Tenaga Pendidik dan Kependidikan PKBM Citra Berdasar Pekerjaan... 152

4.10 Program Kegiatan PKBM Citra... 153

4.11 Keadaan Lulusan Program Pendidikan Kesetaraan PKBM Citra ... 154

4.12 Unit Usaha yang Dikelola PKBM Citra... 155

4.13 Bantuan yang Diperoleh PKBM Citra dari DISDIK Jabar... 156

4.14 Prinsip pembelajaran Partisipatif Andragogis... 169

4.15 Pelaksanaan Proses Pembelajaran Keterampilan Fungsional pada Pendidikan Kesetaraan Program Paket B di PKBM Kabupaten Purwakarta... 170

4.16 Aspek Pengembangan Model Pembelajaran Keterampilan Fungsional Pendidikan Kesetaraan Program Paket B ... 207

(6)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1.1 Kerangka Berfikir Penelitian... 27 2.1 Skema Rinci Kecakapan Hidup... 91 3.1 Siklus Penelitian Pengembangan... 125 4.1 Keadaan Lulusan Program Pendidikan Kesetaraan PKBM

Al-Salam... 149 4.2 Keadaan Lulusan Program Pendidikan Kesetaraan PKBM

Citra... 155 4.3 Skema Kecakapan Hidup... 180 4.4 Hubungan antara Kehidupan Nyata di Masyarakat

Pendidikan Kecakapan Hidup dan Mata Pelajaran... 184 4.5 Skema Klasifikasi Pendidikan Kecakapan Hidup... 188 4.6 Model Hubungan Fungsional Antara Life Skills,

Employability Skills, Vocational Skills, dan Specific

Occupational Skills... 190 4.7 Skema Pembelajaran dan Pendampingan Program

Pendidikan Kecakapan Hidup... 195 4.8 Model Awal Pembelajaran Keterampilan Fungsional pada

Pendidikan Kesetaraan Program Paket B ... 202 4.9 Model Konseptual Pembelajaran Keterampilan

(7)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1 Peta Kabupaten Purwakarta... 253

2 Kaitan Aspek, Indikator, dan Butir Item Instrumen Penelitian ... 255

3 Instrumen yang Diujicobakan ... 261

4 Lembar Jawaban Instrumen Penelitian Uji Coba 267 5 Uji Validitas ... 270

6 Uji Reliabilitas ... 300

7 Instrumen Hasil Uji Coba ... 321

8 Lembar Jawaban Instrumen Penelitian yang Digunakan dalam Pengumpulan Data ……… 326

9 Data Penelitian ... 329

10 Hasil Analisis Data Penelitian ... 331

11 Jadwal dan Materi Pelatihan Tutor ... 337

12 Modul-modul ... 341

13 SK Pengangkatan Pembimbing Penulisan Disertasi... 392

(8)

1

A. Latar Belakang Masalah

Agar dapat berkiprah dalam skenario persaingan global, setiap negara harus memiliki sumber keunggulan (sustainable competitive advantage). Sumber utama keunggulan untuk dapat bersaing pada tataran global bertumpu pada kualitas sumber daya manusia (SDM) (Peffer, 1996). Atas dasar itu, pengembangan kualitas SDM pada suatu negara kini dan untuk beberapa tahun ke depan termasuk Negara Indonesia, merupakan suatu keharusan yang tidak dapat ditawar lagi.

Gambaran kondisi kualitas SDM Indonesia hingga saat ini masih belum menggembirakan. Berdasarkan studi UNDP, diperoleh indikasi bahwa dari tahun 1999 hingga 2008, peringkat Bangsa Indonesia dalam HDI (Human Development Index) belum kunjung membaik masih bercokol pada kelompok medium human

(9)

handal. Sebagai akibatnya, tidaklah aneh jika selama ini tenaga kerja Indonesia umunya hanya laris sebagai buruh dan tenaga kasar. Sebagian kecil saja profesional Indonesia yang mampu menembus pasar kerja global atau bekerja pada badan-badan internasional.

Salah satu komponen strategis dan mendasar untuk mendorong peningkatan kualitas SDM adalah pendidikan. Pendidikan juga diyakini memiliki daya ungkit terkuat bagi upaya pembangunan sektor lainnya. Atas dasar pemikiran itu, rendahnya kualitas dan daya saing SDM Indonesia juga tidak bisa lepas dari kualitas pendidikan yang rendah. Indikasi adanya kaitan erat antara rendahnya kualitas manusia dengan kondisi kualitas layanan pendidikan yang rendah di Indonesia tampak sangat jelas. Laporan penelitian tentang pendidikan di Indonesia oleh Sayed, et al. (1999) atas nama Bank Dunia, menunjukkan bahwa secara umum pelaksanaan dan hasil pendidikan di Indonesia adalah unsatisfactory. Temuan ini diperkuat oleh hasil studi yang dilakukan Political and Economic Risk Consultancy (2001) bahwa Indonesia memiliki sistem pendidikan yang paling

buruk di antara negara-negara di Asia. Dari 12 negara yang disurvai, Indonesia berada pada peringkat ke-12, di bawah Viet Nam, Thailand, Filipina, Malaysia, dan Negara Asia lainnya.

Kondisi pendidikan di Indonesia sebagaimana diungkapkan oleh lembaga internasional tersebut juga diakui sendiri oleh Pemerintah Indonesia. Hingga saat ini dunia pendidikan di Indonesia masih menghadapi tiga tantangan besar. Pertama, akibat dari krisis ekonomi, dunia pendidikan dituntut agar dapat

(10)

untuk mengantisipasi era global dunia pendidikan dituntut untuk mempersiapkan sumber daya manusia yang kompeten agar mampu bersaing dalam pasar kerja global. Ketiga, sejalan dengan diberlakukannya otonomi daerah, perlu dilakukan perubahan dan penyesuaian sistem pendidikan nasional sehingga dapat mewujudkan proses pendidikan yang lebih demokratis, memperhatikan keberagaman kebutuhan/keadaan daerah dan peserta didik, serta mendorong peningkatan partisipasi masyarakat. Sehubungan itu Program Pembangunan Pendidikan Nasional Jangka Menengah Tahun 2005-2009 diarahkan pada upaya mewujudkan kondisi yang diharapkan pada tahun 2009 yang difokuskan pada: (1) pemerataan dan perluasan akses pendidikan, (2) peningkatan mutu, relevansi, dan daya saing, (3) penguatan tata kelola, akuntabilitas, dan citra publik (Depdiknas, 2005).

(11)

Dari keempat permasalahan pendidikan di atas, yang pertama harus ditanggulangi dan paling berkaitan langsung dengan penuntasan wajib belajar pendidikan dasar (Wajar Dikdas) 9 tahun adalah pemerataan dan peningkatan akses di tingkat SD/MI dan SMP/MTs. Sebetulnya jumlah SD/MI dan SMP/MTs pada umumnya sudah mencukupi untuk menampung anak usia 7-15 tahun, tetapi masih ada anak usia 7-15 tahun yang belum menuntaskan pendidikan dasar 9 tahun karena berbagai faktor, yaitu: (1) tinggal di daerah terpencil atau terisolasi sehingga tidak dapat menjangkau sekolah, (2) tidak bersekolah karena alasan ekonomi, (3) bekerja mencari nafkah untuk membantu orang tua, (4) tinggal di masyarakat yang secara budaya belum menganggap pendidikan sebagai sesuatu yang penting, atau (5) tinggal di daerah bencana alam/konflik.

(12)

dapat berfungsi sebagai kesempatan kedua bagi warga masyarakat yang karena berbagai hal mengalami putus sekolah atau belum bersekolah sama sekali. Pendidikan kesetaraan pun dapat menjadi kesempatan pertama atas pilihan atau minat masyarakat yang menentukan jalur nonformal ini sebagai pengganti jalur pendidikan formal karena alasan kebutuhan, kondisi dan potensinya mereka tidak memungkinkan memasuki pendidikan formal.

Secara nasional jumlah siswa putus sekolah dan putus lanjut sekolah cukup besar. Berdasarkan data BPS (2004), jumlah siswa putus sekolah SD/MI kelompok usia 7-12 tahun dan 13-15 tahun mencapai 198.244 siswa dan 583.487 siswa. Pada kelompok usia tersebut, yang mengalami putus lanjut SD/MI mencapai 351.885 jiwa dan 1.681.616 siswa. Dengan demikian sasaran pendidikan kesetaraan untuk Program Paket A untuk usia 13-15 tahun dan 16-18 tahun berjumlah 2.265.103 siswa dan 3.785.103 siswa putus sekolah SD/MI serta putus lanjut SD/MI. Sasaran pendidikan kesetaraan pada siswa putus sekolah SD/MI dan SMP/MTs pada kelompok usia sekolah dan di atas usia sekolah tersebut sebagaimana tercantum pada tabel berikut.

Tabel 1.1

Jumlah Anak Putus Sekolah dan Putus Lanjut Sekolah Berdasarkan Kelompok Usia

Program Pendidikan

Kesetraan

Keterangan Kelompok Usia (Tahun)

(13)

Berdasarkan data BPS (2004), menunjukkan bahwa jumlah siswa putus SD/MI kelompok usia 7-12 tahun tertinggi terdapat di Provinsi Jawa Barat (37.558 siswa), Jawa Timur (22.972 siswa), dan Sulawesi Selatan (19.633 siswa). Sementara yang terendah terjadi di Provinsi Maluku Utara (707 siswa), Nanggroe Aceh Darussalam (741 siswa), dan Kalimantan Tengah (742 siswa). Demikian pula halnya dengan jumlah siswa putus SD/MI pada kelompok usia 13-15 tahun. Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur merupakan provinsi dengan jumlah siswa putus sekolah yang tertinggi dibandingkan dengan provinsi lain di Indonesia. Sedangkan DI Yogyakarta merupakan provinsi satu-satunya yang memiliki jumlah siswa putus sekolah SD/MI usia 13-15 tahun di bawah 1.000 siswa, yakni hanya 714 siswa.

Dengan menggunakan data yang sama, maka penyebaran jumlah siswa putus sekolah SMP/MTs usia 13-15 tahun memperlihatkan indikasi yang sama. Bahkan Jawa Barat, Jawa Timur dan Jawa Tengah merupakan tiga provinsi terbesar dalam menyumbang jumlah siswa putus SMP/MTs usia 13-15 tahun. Secara berturut-turut ketiga provinsi tersebut mempunyai siswa putus SMP/MTs usia 13-15 tahun adalah 28.068 siswa, 20.978 siswa dan 19.716 siswa. Sedangkan Maluku Utara mempunyai jumlah siswa terendah, yakni hanya mencapai 119 siswa.

(14)

sebaran dan karakteristik sasaran pendidikan kesetaraan pada siswa putus sekolah SD/MI dan SMP/MTs pada kelompok usia sekolah dan di atas usia sekolah tersebut, maka Direktorat Pendidikan Kesetaraan telah menentukan prioritas untuk masing-masing programnya. Secara lebih spesifik, prioritas utama untuk program Paket B kelompok usia 13-15 tahun, baik bagi siswa putus sekolah maupun putus lanjut sekolah SMP/MTs sekitar 20% dari jumlah keseluruhannya, seperti nampak dalam tabel berikut ini:

Tabel 1.2

Prioritas Pendidikan Kesetaraan untuk Paket A, Paket B dan Paket C

Program Keterangan Prioritas I Prioritas II

Paket A Putus SD/MI 198.244 (7-12 th) 583.487 (13-15 th) tumpang tindih (overlaping) dengan SMP terbuka.

Data yang diungkapkan tersebut memperkuat pentingnya eksistensi pendidikan kesetaraan, khususnya Program Paket B, dalam rangka penuntasan Wajar Dikdas yang pada gilirannya diharapkan dapat meningkatkan mutu SDM Indonesia sehingga lebih mampu bersaing dalam pasar kerja global.

(15)

80 pada tahun 2010, peranan Pendidikan Kesetaraan Program Paket B cukup penting karena kenyataannya tidak semua penduduk Jawa Barat usia 13-15 tahun berpartisipasi dalam pendidikan formal di SMP/MTs. Disamping itu masih ada siswa SMP/MTs yang tinggal kelas dan berakhir dengan putus sekolah, juga masih ada penduduk usia di atas 15 tahun yang belum menuntaskan pendidikan setingkat SMP/MTs atau sederajat. Apabila hal ini tidak segera ditanggulangi, antara lain dengan penyelenggaraan Paket B, maka akan berpengaruh terhadap indeks pendidikan dan IPM Jawa Barat secara keseluruhan karena indeks pendidikan dibangun oleh komponen angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah. Sebagai ilustrasi, Pemerintah Provinsi Jawa Barat selama 2003-2007 telah berhasil mengangkat Indeks Pembangunan Manusia (IPM ) sebesar 2,89 dari angka 67,87 pada 2003 menjadi 70,76 pada 2007. Dalam rentang waktu yang sama, indeks pendidikan penduduk Jabar meningkat sebesar 2,73 poin, dari 78,40 pada tahun 2003 menjadi 81,13 pada tahun 2007, sedikit dibawah target yaitu sebesar 81,27. Data tersebut mengimplikasikan perlunya penanganan indeks pendidikan disamping indeks lainnya sebagai indeks komposit IPM. Untuk indeks pendidikan antara lain ditentukan oleh keberhasilan Paket B dalam membantu menuntaskan Wajar Dikdas 9 tahun dan membekali lulusannya dengan keterampilan fungsional, kemandirian, serta watak kewirausahaan.

(16)

permasalahan. Pertama, belum mendapat pemahaman dan perhatian yang profesional dari pemerintah maupun masyarakat dalam sistem pembangunan nasional, baik yang berkenaan dengan peraturan perundangan maupun dukungan anggaran sehingga pemerataan pelayanan pendidikan nonformal bagi masyarakat di berbagai lapisan dan di berbagai daerah belum dapat dilaksanakan secara optimal. Kedua, masih terbatasnya jumlah dan mutu tenaga profesional pada institusi pendidikan nonformal di tingkat pusat dan daerah dalam mengelola, mengembangkan, dan melembagakan pendidikan nonformal. Ketiga, masih terbatasnya sarana dan prasarana pendidikan nonformal baik yang menunjang penyelenggaraan maupun proses pembelajaran pendidikan nonformal dalam rangka memperluas kesempatan, peningkatan mutu dan relevansi hasil program pendidikan nonformal dengan kebutuhan pembangunan. Keempat, terselenggaranya kegiatan pendidikan nonformal di lapangan tergantung pada tenaga sukarela yang tidak ada kaitan struktural dengan pemerintah sehingga tidak ada jaminan kesinambungan pelaksanaan program pendidikan nonformal. Kelima, peran serta masyarakat dalam memprakarsai penyelenggaraan dan pelembagaan pendidikan nonformal masih relatif sangat rendah.

(17)

daya pikir, daya kalbu, dan daya fisik peserta didik sehingga yang bersangkutan memiliki lebih banyak pilihan dalam kehidupan, baik pilihan kesempatan untuk melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi, pilihan kesempatan untuk bekerja, maupun pilihan untuk mengembangkan dirinya. Untuk mencapai tujuan tersebut, pendidikan nonformal perlu memberikan bekal dasar kemampuan, kesanggupan, dan keterampilan kepada peserta didik agar mereka siap menghadapi berbagai kehidupan nyata. Upaya-upaya tersebut bukan tidak berhasil sama sekali dalam meningkatkan kemampuan, kesanggupan, dan keterampilan hidup tamatannya, akan tetapi kehidupan nyata menuntut pendidikan nonformal untuk melakukan penyesuaian-penyesuaian. Pendidikan nonformal dituntut menghasilkan tamatan yang mampu, sanggup, dan terampil untuk menghadapi tantangan hidup yang sarat kompetisi dan kolaborasi. Kurikulum pendidikan nonformal menggunakan kurikulum berbasis kompetensi yang memuat pendidikan kecakapan hidup dan keterampilan (PP No. 10 Tahun 2005).

(18)

yang memuat etika bekerja, ekonomi lokal, dan keterampilan bermata pencaharian. Mata pelajaran ini diberikan pada semester akhir yang ditujukan untuk membekali warga belajar agar memiliki keterampilan yang sesuai dengan tuntutan dunia kerja (Direktorat Pendidikan Kesetaraan, 2006). Untuk mencapai tujuan tersebut, Departemen Pendidikan Nasional menyusun strategi penanggulangannya yang dapat diimplementasikan di berbagai jalur, jenis, dan jenjang pendidikan nonformal, yakni pendidikan yang berorientasi kecakapan hidup (life skills) melalui pendekatan pendidikan yang berbasis masyarakat luas (broad based education).

(19)

Seperti halnya penyelenggaraan pendidikan nonformal lainnya, penyelenggaraan pendidikan kesetaraan Program Paket B menjadi tanggung jawab masyarakat dan pemerintah. Namun demikian penyelenggaraan pendidikan nonformal lebih memberdayakan masyarakat sebagai perencana, pelaksanaan serta pengendali program. Pemerintah Daerah Provinsi, Kabupaten dan Kota secara terus menerus memberi perhatian terhadap pendidikan nonformal sebagai upaya peningkatan SDM. Pendidikan nonformal seyogianya menjadi salah satu solusi terhadap permasalahan masyarakat, terutama anak usia sekolah yang tidak mampu melanjutkan pendidikan dan anak usia putus sekolah (Slamet, 2002).

(20)

Pendidikan kesetaraan program paket B memiliki penguatan untuk lulusan agar mandiri dan memiliki keterampilan untuk memenuhi tuntutan dunia kerja Tuntutan terhadap kemandirian ini sangat besar dan jika tidak direspon secara tepat bisa saja menimbulkan dampak yang tidak menguntungkan bagi perkembangan psikologis dan sosial warga belajar di saat ini dan di masa mendatang. Di tengah berbagai gejolak perubahan yang terjadi di masa kini, betapa banyak warga belajar yang mengalami kekecewaan dan rasa frustrasi mendalam terhadap orangtua dan lingkungan karena tidak kunjung mendapatkan apa yang dinamakan kemandirian.

Kemandirian merupakan salah satu tujuan program pendidikan kesetaraan. Berdasarkan kurikulumnya, pendidikan kesetaraan menekankan pada kecakapan hidup dan penambahan penghasilan, meliputi kurikulum akademik yang setara dengan kompetensi minimal pendidikan dasar dan menengah, dan kurikulum keterampilan fungsional dengan penekanan pada kemampuan untuk bekerja atau berusaha mandiri dengan membuka lapangan kerja bagi dirinya dan bagi sesamanya. Kurikulum keterampilan fungsional ini mencakup budi pekerti, kerumahtanggaan, ekonomi lokal, dan keterampilan berorientasi mata pencaharian (Ditjen PLS, 2003).

(21)

pendidikan melalui jalur pendidikan nonformal pada Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM), secara bertahap terus dipacu dan diperluas guna memenuhi kebutuhan belajar masyarakat yang tidak mungkin dapat terlayani melalui jalur pendidikan sekolah. Sasaran pelayanan pendidikan nonformal diprioritaskan kepada warga masyarakat yang tidak pernah sekolah, putus sekolah pengangguran/miskin dan warga masyarakat lainnya yang ingin belajar untuk meningkatkan pengetahuan, kemampuan dan keterampilannya sebagai bekal untuk dapat hidup lebih layak. Berkenaan dengan hal tersebut, upaya pencapaian tujuan pendidikan nasional pada jalur pendidikan nonformal, khususnya pada PKBM banyak bergantung kepada berbagai faktor, baik secara internal PKBM maupun faktor-faktor eksternal PKBM.

Keinginan untuk mewujudkan suatu pendidikan universal melalui sekolah tidak mudah dilakukan. Akan lebih tepat apabila pendidikan universal ini dilakukan melalui lembaga alternatif yang lebih inovatif, sebagaimana halnya yang kemudian dilakukan oleh Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) sejak tahun 1998 melalui Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM).

Berangkat dari adanya keinginan untuk mengembalikan proses belajar kepada kehidupan masyarakat, usaha PKBM yang dilahirkan Ditjen Pendidikan Luar Sekolah Depdiknas itu patut dihargai. Paling tidak, PKBM dimaksudkan menjadi pusat kegiatan belajar yang didirikan oleh masyarakat untuk memberikan pengajaran dan melatih kemandirian anggotanya.

(22)

Pesatnya perkembangan itu diakui telah membuat apa yang dipelajari di sekolah sebelumnya selalu ketinggalan. Kondisi seperti ini yang kemudian mendorong peran pendidikan nonformal tidak hanya sekadar berupaya menghapuskan angka buta huruf, tetapi juga bagaimana memberikan bekal bagi pemberdayaan masyarakat melalui pelatihan.

Bagi kelompok masyarakat marginal, apa yang diberikan oleh institusi pendidikan formal kerap dirasakan tidak relevan, bahkan materinya dianggap usang karena sudah ketinggalan zaman. Dalam kasus ini resep klasik yang mengatakan bahwa kalau mau berhasil maka belajarlah pada lembaga pendidikan terkenal sudah tidak bisa dipakai lagi.

Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat diharapkan dapat menjadi tempat pembelajaran masyarakat sesuai dengan potensi daerah untuk menggerakkan pembangunan di bidang sosial, ekonomi dan budaya. Pada awal pendiriannya, PKBM diharapkan dapat berfungsi sebagai tempat pusaran berbagai potensi yang ada dan berkembang di masyarakat. PKBM juga diharapkan dapat berfungsi sebagai sumber informasi yang handal bagi masyarakat yang membutuhkan keterampilan fungsional. Selain itu, PKBM diharapkan pula berfungsi sebagai tempat tukar-menukar berbagai pengetahuan dan keterampilan fungsional di antara warga masyarakat.

(23)

mencapai sekitar enam juta. Jadi masih ada enam juta anak Indonesia yang belum terpenuhi hak asasinya untuk mendapatkan pendidikan dasar melalui persekolahan formal dan sekolah terbuka (Kompas, 2006).

Saat ini di seluruh Indonesia terdapat sekitar 1.600 PKBM yang diprakarsai dan dikelola oleh berbagai kelompok masyarakat. Ada yang dikelola perorangan, perusahaan, lembaga kursus, pesantren, LSM maupun masyarakat lainnya. Kegiatan yang dilakukan PKBM tidak hanya menampung kegiatan yang dirancang oleh Ditjen PLS, tetapi juga menampung kegiatan dari sektor lain yang terkait. Kondisi seperti ini menunjukkan bahwa peran serta masyarakat dalam pelaksanaan program pendidikan nonformal sesungguhnya berbasis pada kebutuhan belajar (Ditjen PLS, 2004).

Sebenarnya, pengelola PKBM menyadari adanya keragaman dan kekhasan daerah masing-masing, akan tetapi masih terlihat adanya penekanan pada pembentukan struktur organisasi. Pelaksanaan PKBM belum benar-benar memainkan peranan sebagai fasilitator yang melakukan empowerment terhadap masyarakat di daerah. Bahkan pada awal pembentukannya masih ada semacam rekayasa untuk mendorong masyarakat membuat PKBM.

(24)

Secara teknis pengurus PKBM masih ada yang ditangani dan dikelola aparat/pejabat setempat. Pelaksanaannya masih dinilai berdasarkan jumlah dan prestasi pejabat melahirkan PKBM dan bukan dari keberhasilan masyarakat untuk mandiri. Namun demikian sekecil apa pun usaha untuk pemberdayaan masyarakat, pasti akan membekas. Tentu saja asal tetap sama-sama dipahami bahwa semua orang itu guru sekaligus murid dalam sekolah alam raya yang maha luas (Media Indonesia, 2006).

Dalam kenyataan PKBM masih dihadapkan pada permasalahan internal dan eksternal (Balitbang Depdiknas dan Universitas Pendidikan Indonesia, 2006). Permasalahan internal, antara lain kurangnya motivasi warga belajar, keberadaan tutor belum berperan secara maksimal, kesulitan mencari lokasi PKBM yang memiliki sarana memadai, pelaksanaan program dan proses pembelajaran belum sesuai dengan tuntutan. Permasalahan eksternal, terlihat belum adanya suatu pola kerjasama yang simultan antara PKBM dengan dunia usaha (asosiasi), perbankan/BPR dan usaha kecil menengah setempat. Implikasinya adalah belum berjalannya kemitraan, kurikulum atau materi yang disampaikan kepada warga belajar sering berjangka pendek, temporer dan musiman. Kondisi program seperti ini, berdampak pada kesungguhan warga belajar dan para lulusannya dalam mengembangkan keterampilan, maupun meneruskannya dalam bentuk usaha keterampilan bermatapencaharian.

(25)

itu sendiri. Persoalan ini terungkap, dari hasil kajian beberapa data kasus PKBM yang kecenderungannya belum merujuk pada pemenuhan standar minimal manajemen yang telah diluncurkan Depdiknas. Salah satu contoh, program minimal yang harus dikelola oleh sebuah PKBM adalah tiga jenis satuan pendidikan nonformal, dari hasil kajian dokumen (daftar PKBM) di beberapa kabupaten/kota di Jawa Barat masih terdapat PKBM yang hanya menyelenggarakan satu atau dua satuan pendidikan nonformal.

(26)

Salah satu upaya ke arah itu maka melalui penelitian ini dikembangkan model pembelajaran keterampilan fungsional pada Pendidikan Kesetaraan Program Paket B yang mampu meningkatkan kemandirian warga belajar.

B. Rumusan Masalah

Hasil studi awal menunjukkan, bahwa pelaksanaan pembelajaran pada pendidikan kesetaraan program Paket B yang dirancang dengan sistem pembelajaran partisipatif belum dapat berjalan sebagaimana yang diharapkan. Tenaga tutor sebagian besar bukan berlatar belakang kependidikan, sebagian besar tutor belum memahami model pembelajaran modul, minimnya administrasi pelaksanaan, rendahnya kemampuan manajerial pengelola dalam menyelenggarakan program begitupula persuasif pengelola terhadap tutor kurang nampak.

(27)

merubah nasib, karena tak banyak pilihan. Penyimpangan pelaksanaan ujian dan biaya ujian kesetaraan yang simpang siur jumlahnya di lapangan telah menghambat tujuan dari program ini yaitu upaya mencerdaskan masyarakat. Karena program ini satu-satunya jembatan pendidikan alternatif bagi anak-anak miskin untuk bisa menyetarakan statusnya di masyarakat, melalui jalur pendidikan nonformal pada saat ini, setidaknya ketika tak ada pilihan lain bagi orang miskin untuk merubah nasibnya, evaluasi pelaksanaan program kesetaraan yang menyangkut masyarakat miskin, haruslah benar-benar diperhatikan dan dipastikan memihak kepada mereka (Media Indonesia, 2006).

Terkait dengan pendidikan kesetaraan pada PKBM di wilayah Kabupaten Purwakarta, berdasarkan hasil penelitian pendahuluan dapat diidentifikasi permasalahan sebagai berikut.

(28)

yang dapat memberikan data objektif tentang pelaksanaan kegiatan di PKBM, termasuk di dalamnya pendidikan kesetaraan Paket B.

2. Di Kabupaten Purwakarta terdapat dua PKBM yang diangap baik dalam pengelolaannya, yaitu PKBM Al-Salaam di Kecamatan Pasawahan dan PKBM Citra di Kecamatan Plered. Kedua PKBM itu dinilai telah berupaya mengembangkan program-programnya sesuai standar PKBM, baik dari sisi jenis program, kualifikasi, pengelola, tutor, dan aspek manajemen lainnya, namun terdapat kecenderungan penyelenggaraannya masih konvensional sehingga diperlukan sebuah inovasi rancang bangun model pendidikan kesetaraan Paket B yang lebih efektif.

3. Mengingat pendidikan kesetaraan program Paket B sedang digalakkan pemerintah dalam rangka mencapai tujuan pendidikan nasional, maka ada kecenderungan penyelenggaraan pendidikan kesetaraan Paket B pada PKBM perlu dioptimalkan dan difungsikan secara efektif. Hingga sat ini PKBM Al-Salaam di Kecamatan Pasawahan dan PKBM Citra di Kecamatan Plered Kabupaten Purwakarta belum memiliki model pendidikan kesetaraan yang lebih efektif untuk mengoptimalkan warga belajar baik secara kualitas maupun kuantitas.

(29)

lingkungan dan melatihkan kecakapan hidup berorientasi kerja atau berusaha mandiri. Dengan demikian pada kompetensi lulusan diberi catatan khusus tentang pemilikan keterampilan untuk memenuhi tuntutan dunia kerja. Dalam kenyataannya, berdasarkan informasi dari para pengelola PKBM, lulusan paket B pada umumnya masih belum memiliki kemandirian untuk siap bekerja dan berusaha. Model pembelajaran paket B selama ini belum mampu memandirikan warga belajarnya secara optimal.

Merujuk pada pemikiran dan latar belakang masalah yang dikemukakan di atas, maka masalah penelitian ini adalah: “Bagaimana model pembelajaran keterampilan fungsional yang mampu meningkatkan kemandirian warga belajar PKBM di Kabupaten Purwakarta?” Mangacu pada pertanyaan pokok tersebut, maka penelitian ini difokuskan pada aspek yang terkait dengan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana profil pembelajaran keterampilan fungsional pendidikan kesetaraan program paket B yang diselenggarakan PKBM?

2. Bagaimana model konseptual pembelajaran keterampilan fungsional yang dapat meningkatkan kemandirian warga belajar pendidikan kesetaraan program paket B yang diselenggarakan PKBM?

(30)

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini secara umum memiliki tujuan untuk menemukan model pendidikan kesetaraan yang efektif dalam meningkatkan kemandirian warga belajar. Berdasarkan tujuan umum tersebut, maka tujuan khusus dapat dikemukakan sebagai berikut.

1. Mengetahui kondisi objektif pembelajaran keterampilan fungsional dalam pendidikan kesetaraan program paket B di PKBM.

2. Menyusun model konseptual pembelajaran keterampilan fungsional pendidikan kesetaraan program paket B dalam meningkatkan kemandirian warga belajar di PKBM.

3. Mengetahui implementasi dan efektivitas model pembelajaran keterampilan fungsional pendidikan kesetaraan program paket B dalam meningkatkan kemandirian warga belajar di PKBM.

D. Manfaat Penelitian

(31)

Secara praktis, pengembangan model pembelajaran keterampilan fungsional pada pendidikan kesetaraan program Paket B untuk peningkatan kemandirian warga belajar di PKBM, dapat bermanfaat pada hal-hal sebagai berikut:

1. Memberikan masukan positif bagi pengelola PKBM dalam hal mengevaluasi pendidikan kesetaraan yang selama ini dilaksanakan.

2. Memberikan masukan bagi pemerintah, organisasi kemasyarakatan, lembaga swadaya masyarakat dalam rangka meningkatkan kemandirian melalui model yang akan dikembangkan.

3. Bahan pertimbangan dan studi banding bagi PKBM lain terutama mengenai pengembangan model pendidikan kesetaraan Paket B sehingga timbul adanya berbagai model pendidikan kesetaraan yang lebih inovatif.

4. Bermanfaat sebagai bahan kajian dan memberikan arah bagi pihak lain yang berminat untuk meneliti permasalahan ini secara intensif dan berkesinambungan.

E. Asumsi

Penelitian ini disusun dengan beberapa asumsi. Asumsi-asumsi yang dimaksud adalah sebagai berikut.

(32)

2. Penyelenggaraan pendidikan nonformal, pendidikan kesetaraan, dan pengembangan kemandirian merupakan dasar penelusuran kajian terhadap penyelenggaraan pendidikan kesetaraan di PKBM.

3. Gambaran ideal model pembelajaran keterampilan fungsional pendidikan kesetaraan dalam peningkatan kemandirian warga belajar di PKBM dapat dihasilkan melalui kajian dan sinergi keilmuan antara gambaran objektivitas PKBM dengan tuntutan teori tersebut.

(33)

F. Kerangka Berfikir Penelitian

(34)

fungsional yang dikembangkan dalam pendidikan kesetaraan di PKBM dianggap dapat meningkatkan kemandirian warga belajar. Untuk lebih jelasnya bagaimana keterkaitan diantara variabel-variabel yang dikembangkan dalam pengembangan model konsep dalam pelitian ini dapat dilihat pada bagan berikut ini:

G. Hipotesis Penelitian

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: “Terdapat perbedaan kemandirian yang signifikan antara kelompok warga belajar Pendidikan Kesetaraan Program Paket B yang menggunakan model pembelajaran

Gambar. 1.1. Kerangka Berfikir Penelitian Warga Belajar

Rencana Pembelajaran

Proses Pembelajaran

Bahan Ajar

Tutor (Tenaga pendidik)

Sarana Prasarana

Biaya Pembelajaran

Evaluasi

Kemandirian

Umpan Balik

Umpan Balik

Kebutuhan WB (Kondisi empirik WB,

pengetahuan dan keterampilan)

Assessment

Ketrampilan Fungsional

(35)

keterampilan fungsional dengan yang tidak menggunakan model pembelajaran keterampilan fungsional”.

H. Definisi Operasional

Untuk menghindari kesalahpahaman dalam menafsirkan permasalahan penelitian, berikut ini dikemukakan definisi operasional beberapa istilah yang berkaitan dengan variabel yang terlibat dalam penelitian.

1. Keterampilan fungsional. Pengertian keterampilan fungsional disepadankan dengan konsep kecakapan hidup. Berdasarkan arti kata, kata “terampil” bersamaan arti dengan kata “cakap” (KBBI, 2003: 935). Oleh karena itu, penerapan istilah keterampilan fungsional akan disamakan dengan istilah kecakapan hidup. Kecakapan hidup merupakan refleksi kemampuan manusia dalam memberdayakan berbagai potensi diri agar dapat memanfaatkan berbagai sumber daya baik dalam dirinya maupun dari luar agar ia senantiasa terampil dalam menjalani kehidupannya.

2. Kemandirian: Yang dimaksud mencakup dua hal, yaitu “kemandirian

psikologis” dan “sikap mental kewirausahaan”. Kemandirian psikologis

(36)

kemandirian emosi (emotional autonomy), kemandirian bertindak atau berperilaku (behavioral autonomy) dan kemandirian nilai (values autonomy). Kemandirian emosi menunjuk pada aspek kemandirian yang berkaitan dengan kebebasan dari ketergantungan atau keterikatan hubungan emosional dengan orang dewasa lainnya. Subdimensi dan indikator kemandirian emosi sebagai berikut: (1) mampu membangun pandangan de-idealized terhadap orang tua/orang yang dituakan (tidak mengidealkan orang tuanya/orang yang dituakan); warga belajar tidak lagi melihat orang tua/orang yang dituakan mereka sebagai figur yang mengetahui segalanya (all knowing) atau menguasai segalanya (all powerfull), (2) mampu memandang orang tua/orang dewasa lainnya sebagaimana orang biasa pada umumnya (parents as people); warga belajar mampu melihat (kedudukan/fungsi dan peran) dan berinteraksi dengan orang tua sebagaimana orang lain pada umumnya dan bukan hanya sebagai orang tua mereka, (3) nondependency (ketidaktergantungan); warga belajar memiliki tingkat kemampuan untuk lebih bersandar pada kekuatan diri sendiri daripada bergantung pada bantuan orang tua/orang dewasa lain ketika mereka mengalami ketakutan, kebingungan, atau kesedihan, dan (4) individuated (berdiri sendiri). Warga belajar merasa berdiri sendiri dalam

(37)

Subdimensi dan indikator dari kemandirian perilaku adalah sebagai berikut: (1) kemampuan mengambil keputusan (decision making abilities): warga belajar mampu berpikir hipotetis dalam membuat keputusan sendiri dan mengetahui secara tepat kapan harus meminta saran atau pendapat orang lain, (2) keteguhan terhadap pengaruh pihak lain (conformity and susceptability to influence): warga belajar memiliki keteguhan dalam pendirian dan bersikap

terhadap pengaruh dan tekanan dari orang lain, dan (3) kepercayaan diri (self-reliance): warga belajar mampu membuat keputusan dengan mengandalkan

kepercayaan pada diri mereka sendiri. Kemandirian nilai menunjuk pada kemampuan untuk melawan/menolak tekanan-tekanan atau tuntutan-tuntutan orang lain; dalam arti, memiliki seperangkat prinsip tentang benar dan salah, tentang penting atau tidak penting. Sub dimensi dan indikatornya mencakup hal-hal berikut: (1) abstract belief: warga belajar memiliki keyakinan-keyakinan yang lebih jauh dan mendalam terhadap segala sesuatu, (2) principled belief: Warga belajar memiliki keyakinan-keyakinan yang semakin

berakar pada prinsip-prinsip umum yang memiliki dasar ideologi, (3) independent belief: Warga belajar memiliki keyakinan-keyakinan yang

tertanam atas kesadaran dan nilai-nilai yang mereka miliki sendiri tanpa pengaruh dari figur otoritas. Sedangkan Sikap Mental Wirausaha di dalamnya meliputi aspek percaya diri, berorientasi tugas dan hasil, pengambilan resiko, kepemimpinan, keorisinilan, dan berorientasi ke masa depan

3. Pendidikan kesetaraan: Merupakan jalur pendidikan nonformal untuk

(38)

paket B setara SMP/MTs, paket C setara SMA/MA, khusus untuk paket A dan paket B dilaksanakan dalam rangka mewujudkan program wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun. Pendidikan kesetaraan yang dimaksud; dibatasi pada pendidikan kesetaraan Paket B. Lulusan Paket B berhak mendapat ijazah dan diakui setara dengan ijazah SMP/MTs.

4. Warga belajar PKBM: Adalah para warga masyarakat yang mengikuti

(39)

A. Disain Penelitian

Kajian penelitian ini difokuskan pada tiga hal, yaitu menggambarkan profil pembelajaran keterampilan fungsional dalam pendidikan kesetaraan program paket B di PKBM Al-Salaam dan PKBM Citra Kabupaten Purwakarta, mengembangkan model pembelajaran keterampilan fungsional pada pendidikan kesetaraan program paket B yang secara hipotetik dapat meningkatkan kemandirian warga belajar, serta menguji efektivitas model pembelajaran keterampilan fungsional dalam pendidikan kesetaraan program paket B untuk meningkatkan kemandirian warga belajar di PKBM Al-Salaam Kecamatan Pasawahan di Kabupaten Purwakarta

(40)

Penelitian ini juga difokuskan pada pengembangan model pembelajaran keterampilan fungsional pada pendidikan kesetaraan program paket B. Data diperoleh berdasarkan beberapa kali survei dengan menggunakan perangkat instrumen secara komprehensif. Untuk pengembangan model, digunakan prosedur riset dan pengembangan dengan menggabungkan pendekatan kualitatif dan kuantitatif secara sinergis. Dalam praktiknya, prosedur riset dan pengembangan itu di dalamnya juga menggunakan metode eksperimen dan penelitian tindakan.

B. Prosedur dan Tahapan Penelitian

Secara konseptual alur kegiatan pengembangan model pembelajaran keterampilan fungsional pada pendidikan kesetaraan program paket B menempuh prosedur research and development yang dikemukakan Borg & Gall (1979: 626). Kendati demikian, dalam penelitiannya dilakukan penyesuaian sehingga tidak menempuh sepuluh langkah yang diungkapkan oleh Borg & Gall (1979). Langkah-langkah penelitian yang ditempuh dalam penelitian menggunakan tujuh langkah, yaitu:

Pertama, penelitian pendahuluan untuk mengkaji kerangka konseptual

model, pada tahap ini dilakukan kegiatan penelitian melalui; mengumpulkan informasi, termasuk membaca literatur, mengobservasi kelompok belajar, dan menyiapkan laporan tentang kebutuhan pengembangan.

Kedua, penyusunan model konseptual berupa penyusunan format model

(41)

Ketiga, validasi model dengan para praktisi memperoleh masukan dalam

aspek operasional model serta kemungkinan-kemungkinan hambatan operasionalitasi model.

Keempat, merevisi model konseptual berdasarkan masukan, saran-saran,

kritik, komentar dari para ahli dan para praktisi baik dalam aspek akademik dan operasional model.

Kelima, melakukan ujicoba yang diawali dengan Diklat Tutor dengan

melibatkan subjek pada PKBM Al Salaam melalui penelitian tindakan dan eksperimen.

Keenam, penghalusan model. Penyusunan laporan secara naratif terhadap

model dan bagian-bagian yang masih “kasar” dapat diperhalus, sehingga model tersebut secara naratif akan lebih halus.

Ketujuh, merumuskan rekomendasi untuk implementasi.

Seperti telah dikemukakan di atas, penelitian pengembangan model pembelajaran keterampilan fungsional pada pendidikan kesetaraan program paket B, mencakup pengembangan bahan ajar, model kegiatan pembelajaran dan model asesmen pembelajaran untuk meningkatkan mutu layanan belajar, metode penelitian yang digunakan adalah mengikuti rangkaian penelitian pengembangan (research and development) yang akan ditempuh melalui thought experiment dan instruction experiments dilakukan melalui proses siklus (Freudental, 1991) dan

(42)

Gambar 3.1 Siklus Penelitian Pengembangan

Objek penelitian dilakukan terhadap warga belajar pendidikan kesetaraan program paket B pada PKBM Al-Salaam dan PKBM Citra di Kabupaten Purwakarta. Data yang diperlukan dikumpulkan melalui beberapa cara di antaranya studi dokumentasi, observasi pembelajaran, pengisian kuesioner, wawancara, dan tes tertulis. Analisis data dilakukan sesuai dengan kebutuhan penelitian yaitu melalui analisis kualitatif maupun analisis kuantitatif.

Kegiatan penelitian ditempuh melalui dua tahap. Tahap Pertama. merupakan tahap identifikasi dan pengembangan blueprint model pembelajaran keterampilan fungsional yang mencakup; pengembangan rencana pembelajaran, pengembangan proses pembelajaran, pengembangan bahan ajar, kondisi tutor (tenaga pendidik), kondisi sarana prasarana, daya dukung biaya pembelajaran dan pengembangan evaluasi pembelajaran. Langkah-langkah yang ditempuh pada tahap ini adalah: (1) analisis teoritis tentang model pendidikan kesetaraan, (2) analisis lingkungan masyarakat yang terlibat sebagai warga belajar, melalui assessment, (3) identifikasi daya dukung penyelenggaraan pembelajaran

keterampilan fungsional yang dikembangkan, (4) identifikasi permasalahan Thought exp Thought exp Thought exp

(43)

lapangan yang relevan dan (5) mengembangkan prototipe kegiatan pembelajaran dan daya dukung lainnya.

Setelah diperoleh prototipe model pembelajaran keterampilan fungsional dengan dukungan faktor-faktor lainnya, selanjutnya dilakukan; (6) analisis teoritik pembelajaran keterampilan fungsional; (7) penyempurnaan pelaksanaan pembelajaran; (8) mengadakan pelatihan bagi para tutor yang terlibat dalam kolaborasi penelitian; (9) ujicoba pelaksanaan pembelajaran, dan (10) penyempurnaan penyelenggaraan pembelajaran keterampilan fungsinal.

Tahap Kedua. Penyempurnaan model pembelajaran masih akan dilakukan,

(44)

Untuk keperluan uji model secara empirik, maka disusun suatu disain eksperimen. Disain eksperimen dalam studi ini dapat digambarkan sebagai berikut:

E : T1 X T2

K : T1 - T2

Dalam studi eksperimen, secara acak warga belajar dibagi ke dalam dua kelompok, masing-masing sebagai kelompok eksperimen (E) dan kelompok kontrol (K). Selanjutnya masing-masing kelompok eksperimen dan kontrol diberi tes awal (T1), dan tes akhir (T2). Kelompok eksperimen diberi perlakuan

pembelajaran keterampilan fungsional (X) sedangkan kelompok kontrol pembelajarannya konvensional (biasa). Untuk melihat pengaruh pendekatan pembelajaran terhadap kemandirian warga belajar, hasil data penelitian ditelaah dengan menggunakan statistik uji perbedaan dua rata-rata.

C. Variabel Penelitian dan Operasionalisasinya

Berdasar pada langkah pengembangan model penelitian, serta untuk lebih memperjelas operasionalisasi model konseptual yang dikembangkan, pada bagian ini akan dijelaskan berbagai variabel dan indikator yang menjadi alat ukur penelitian. Seperti dijelaskan dalam bagian pendahuluan, penelitian memuat dua variabel utama yakni pembelajaran keterampilan fungsional sebagai variabel faktor dan kemandirian warga belajar sebagai variabel respon. Variabel

(45)

rencana pembelajaran, proses pembelajaran, bahan ajar, tutor (tenaga pendidik), sarana prasarana, daya dukung biaya pembelajaran dan evaluasi pembelajaran. Variabel kemandirian warga belajar diukur melalui sub-variabel kemandirian psikologis dan sikap mental kewirausahaan. Masing-masing variabel dan indikator pendukungnnya dapat dicermati pada tabel berikut:

Tabel 3.1

Variabel dan Sub Variabel Penelitian

No. Variabel Sub-variabel Aspek Indikator

1. Materi a. Kesesuaian materi dengan kompetensi

b.Isi pembelajaran memuat ranah c.Tingkat pemahaman warga belajar

terhadap materi

d.Kemampuan tutor menjabarkan materi

e.Daya dukung sumber belajar/bahan ajar

2.Kompetensi Dasar

a.Kesesuaian kompetensi dasar yang dikembangkan dengan standar

3. Tujuan a.Orientasi tujuan pembelajaran b.Kesesuaian tujuan dengan

kompetensi

4. Media/metoda a. Kelengkapan media b. Kemenarikan media c. Kemudahan untuk dipahami d. Kebaharuan

e. Kesesuaian media dengan tujuan belajar

(46)

2. Praktek a. Persiapan

b. Pelaksanaan praktek c. Penutup/evaluasi Sarana

prasarana

1. Ruang belajar a. Kenyamanan b. Kelengkapan

2. Ruang Praktek a.Ketersediaan ruang praktek b.Kenyamanan 2 Kemandirian Kemandirian

psikologis

1. Emosi a. Tidak lagi mengidealkan orang lain sebagai orang yang tahu segalanya b. Menganggap orang yang dia

anggap dewasa sebagai orang biasa c. Tidak lagi bergantung pada orang

lain ketika ketakutan, kebingungan atau kesedihan

d. Berdiri sendiri belajar membentuk kehidupan pribadinya

2. Perilaku a. Mampu mengambil keputusan sendiri

b. Memiliki keteguhan dalam pendirian

c. Bertindak dengan penuh percaya diri

3. Nilai a. Memiliki keyakinan yang lebih mendalam

b. Mempunyai prinsip-prinsip umum hidup sendiri

c. Memiliki nilai pribadi tanpa dipengaruhi oleh orang lain Sikap mental

kewirausahaan

1. Percaya diri a. Keyakinan

b. Ketidaktergantungan

b. Berorientasi pada nilai keuntungan secara ekonomis

c. Ketekunan dan ketabahan tekad kerja keras

d. Mempunyai dorongan kuat, enerjik dan inisiatif

3. Pengambilan Resiko

a. Kemampuan mengambil resiko b. Suka pada tantangan

4. Kepemimpinan a. Bertingkah laku sebagai pemimpin b. Dapat bergaul dengan orang lain c. Menanggapi saran dan kritik

5. Keorisinilan a. Inovatif dan kreatif b. Fleksibel

c. Serba bisa

d. Mengetahui banyak hal

6. Berorientasi ke masa depan

(47)

D. Pengembangan Alat Pengumpul Data

Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah; 1) profil pembelajaran keterampilan fungsional pada pendidikan kesetaraan program paket B di PKBM Al-Salaam Kecamatan Pasawahan dan PKBM Citra Kecamatan Plered Kabupaten Purwakarta; 2) model pembelajaran keterampilan fungsional pada pendidikan kesetaraan program paket B yang secara hipotetik dapat meningkatkan kemandirian warga belajar di PKBM Al-Salaam dan PKBM Citra Kabupaten Purwakarta; 3) data untuk menguji efektivitas model pembelajaran keterampilan fungsional pada pendidikan kesetaraan program paket B dalam meningkatkan kemandirian warga belajar di PKBM Al-Salaam dan PKBM Citra Kabupaten Purwakarta.

(48)

Sedangkan kuesioner digunakan untuk mengukur pelaksanaan pembelajaran keterampilan fungsional dan kemandirian warga belajar dalam rangka menguji efektivitas model pembelajaran keterampilan fungsional pada pendidikan kesetaraan program paket B dalam meningkatkan kemandirian warga belajar di PKBM Al-Salaam dan PKBM Citra Kabupaten Purwakarta. Kuesioner yang dikembangkan dalam penelitian ini berupa daftar pernyataan yang mengungkap kecocokan responden dengan isi yang terkandung dalam setiap pernyataan. Dalam penelitian ini untuk mengukur pelaksanaan pembelajaran keterampilan fungsional dikembangkan 48 butir pernyataan dengan lima alternatif jawaban. Sedangkan untuk kemandirian warga belajar dikembangkan 69 butir penyataan dengan tujuh alternatif jawaban. Sebaran butir pernyataan untuk setiap indikator disajikan dalam kisi-kisi kuesioner dalam tabel di bawah ini.

Tabel 3.2

Kisi-kisi Kuesioner Pengungkap Data Pembelajaran Keterampilan Fungsional Warga Belajar sebelum Diujicobakan

Sub-variabel Aspek Indikator No.Item ΣΣΣΣ

Rencana pembelajaran

1.Materi a. Kesesuaian materi dengan kompetensi 1,2 2 b.Isi pembelajaran memuat ranah 3 1 c.Tingkat pemahaman warga belajar

terhadap materi

4 1

d.Kemampuan tutor menjabarkan materi 5 1 e.Daya dukung sumber belajar/bahan

ajar

6,7 2

2.Kompetensi Dasar

a. Kesesuaian kompetensi dasar yang dikembangkan dengan standar kompetensi

8 1

b. Kemampuan tutor dalam menjabarkan kompetensi

9 1

c. Kesesuaian kompetensi dengan kebutuhan warga belajar

10,11 2

3.Tujuan a.Orientasi tujuan pembelajaran 12 1 b.Kesesuaian tujuan dengan kompetensi 13 1

4.Media/metoda a. Kelengkapan media 14 1

b. Kemenarikan media 15 1

c. Kemudahan untuk dipahami 16 1

d. Kebaharuan 17 1

e. Kesesuaian media dengan tujuan belajar

(49)

Bahan ajar Sumber dan bahan ajar

a.Kelengkapan 19 1

b.Kesesuaian dengan standar kompetensi 20 1

c.Kesesuaian dengan tujuan 21 1

d.Kesesuaian dengan kompetensi dasar 22 1

e.Kelengkapan bahan ajar 23 1

Sarana prasarana 1. Ruang belajar a. Kenyamanan 36 1

b. Kelengkapan 37 1

2. Ruang Praktek d.Ketersediaan ruang praktek 38 1

e.Kenyamanan 39 1

b. Objektivitas evaluasi 47,48 2

Jumlah keseluruhan item 48

Sebelum digunakan dalam penelitian, kuesioner ini terlebih dahulu diujicobakan kepada 80 orang warga belajar pendidikan kesetaraan program paket B pada 4 PKBM di Kabupaten Bandung Barat. Dari 80 lembaran jawaban yang terkumpul, semuanya memadai untuk dianalisis lebih lanjut. Uji coba ini dimaksudkan untuk menguji validitas setiap butir pernyataan dan menghitung koefisien reliabilitas perangkat kuesioner. Uji validitas butir pernyataan dilakukan dengan cara mengkorelasikan skor masing-masing butir pernyataan yang diperoleh setiap responden dengan skor total yang diperoleh responden yang bersangkutan. Koefisien korelasi dihitung dengan menggunakan rumus rank order correlation. Proses perhitungannya dilakukan dengan mengoperasikan

(50)

Setelah melalui uji coba kepada 80 warga belajar diketahui, seluruh kuesioner variabel pembelajaran keterampilan fungsional yang diajukan ternyata memenuhi syarat (valid) dan memiliki koefisien korelasi yang signifikan pada α < 0.05. Koefisien korelasinya merentang dari 0,39 sampai dengan 0,72. Dengan demikian, ke-48 butir pernyataan/pertanyaan yang diajukan dinyatakan valid. Sebaran butir pernyataan yang valid tersebut disajikan melalui tabel berikut:

Tabel 3.3

Kisi-kisi Kuesioner Pengungkap Data Pembelajaran Keterampilan Fungsional Warga Belajar Hasil Ujicoba

Sub-variabel Aspek Indikator No.Item ΣΣΣΣ

Rencana pembelajaran

1. Materi a. Kesesuaian materi dengan kompetensi 1,2 2 b. Isi pembelajaran memuat ranah 3 1 c. Tingkat pemahaman warga belajar

terhadap materi

4 1

d. Kemampuan tutor menjabarkan materi 5 1 e. Daya dukung sumber belajar/bahan ajar 6,7 2

2. Kompetensi Dasar

a. Kesesuaian kompetensi dasar yang dikembangkan dengan standar kompetensi

8 1

b. Kemampuan tutor dalam menjabarkan kompetensi

9 1

c. Kesesuaian kompetensi dengan kebutuhan warga belajar

10,11 2

3. Tujuan a. Orientasi tujuan pembelajaran 12 1 b.Kesesuaian tujuan dengan kompetensi 13 1

4. Media/metoda a. Kelengkapan media 14 1

b. Kemenarikan media 15 1

c. Kemudahan untuk dipahami 16 1

d. Kebaharuan 17 1

e. Kesesuaian media dengan tujuan belajar

18 1

Bahan ajar Sumber dan bahan

ajar

a.Kelengkapan 19 1

b.Kesesuaian dengan standar kompetensi 20 1

c.Kesesuaian dengan tujuan 21 1

d.Kesesuaian dengan kompetensi dasar 22 1

(51)

Sarana prasarana 1. Ruang belajar a. Kenyamanan 36 1

b. Kelengkapan 37 1

2. Ruang Praktek a. Ketersediaan ruang praktek 38 1

b. Kenyamanan 39 1

b. Objektivitas evaluasi 47,48 2

Jumlah keseluruhan item 48

Dari 48 butir pernyataan tersebut dihitung koefisien reliabilitasnya dengan menggunakan teknik Alfa Cronbach diperoleh koefisien reliabilitas sebesar 0,979 signifikan pada α < 0.05. Berdasarkan hasil uji validitas butir pernyataan dan perhitungan koefisien reliabilitas keseluruhan perangkat kuesioner sebagaimana dikemukakan di atas, dapat dinyatakan bahwa kuesioner pengungkap data pembelajaran keterampilan fungsional itu layak digunakan sebagai instrumen pengungkap data dalam penelitian ini.

Kisi-kisi kuesioner pengungkap data variabel kemandirian warga belajar, diungkapkan secara terperinci pada tabel berikut ini.

Tabel 3.4

Kisi-kisi Kuesioner Pengungkap Data Kemandirian Warga Belajar sebelum Diujicobakan

Subvariabel Aspek Indikator No. Item ΣΣΣΣ

Kemandirian Psikologis

1. Emosi a. Tidak lagi mengidealkan orang lain sebagai orang yang tahu segalanya

1, 2 2

b. Menganggap orang yang diaanggap dewasa sebagai orang biasa

3, 4 2

c. Tidak lagi bergantung pada orang lain ketika ketakutan, kebingungan atau kesedihan

5, 6 2

d. Berdiri sendiri belajar membentuk kehidupan pribadinya

7, 8 2

(52)

Subvariabel Aspek Indikator No. Item ΣΣΣΣ

3. Nilai a. Memiliki keyakinan yang lebih mendalam

15,16 2

b. Mempunyai prinsip-prinsip umum hidup sendiri

17, 18 2

c. Memiliki nilai pribadi tanpa dipengaruhi oleh orang lain b. Berorientasi pada nilai keuntungan

secara ekonomis

33, 34, 35, 36

4

c. Ketekunan dan ketabahan tekad kerja keras

37, 38, 39 3

d. Mempunyai dorongan kuat, enerjik dan inisiatif 4. Kepemimpinan a. Bertingkah laku sebagai pemimpin 49, 50, 51 3 b. Dapat bergaul dengan orang lain 52, 53, 54 3

(53)

diperoleh responden yang bersangkutan. Koefisien korelasi dihitung dengan menggunakan rumus rank order correlation. Proses perhitungannya dilakukan dengan mengoperasikan perangkat lunak SPSS.

Hasil perhitungan menunjukkan bahwa dari 69 butir pernyataan yang diuji validitasnya, ada 58 pernyataan yang memiliki koefisien korelasi yang signifikan pada α < 0.05. Koefisien korelasinya merentang dari 0,213 sampai dengan 0,899. Dengan demikian, ke-58 butir pernyataan itu dinyatakan valid. Sebaran butir pernyataan yang valid tersebut disajikan pada tabel berikut.

Tabel 3.5

Kisi-Kisi Kuesioner Pengungkap Data Kemandirian Warga Belajar Hasil Ujicoba

Subvariabel Aspek Indikator No. Item ΣΣΣΣ

Asli Baru

Kemandirian Psikologis

1. Emosi a. Tidak lagi mengidealkan orang lain sebagai orang yang tahu segalanya

1, 2 1, 2 2

b. Menganggap orang yang dia anggap dewasa sebagai orang biasa

3, 4 3, 4 2

c. Tidak lagi bergantung pada orang lain ketika ketakutan, kebingungan atau kesedihan

5 5 1

d. Berdiri sendiri belajar membentuk kehidupan pribadinya

c. Bertindak dengan penuh percaya diri

c. Memiliki nilai pribadi tanpa dipengaruhi oleh orang lain b. Berorientasi pada nilai keuntungan

secara ekonomis

c. Ketekunan dan ketabahan tekad kerja keras

37, 38, 39 33, 34, 35

3

d. Mempunyai dorongan kuat, enerjik dan inisiatif

(54)

Subvariabel Aspek Indikator No. Item ΣΣΣΣ

Dari 58 butir pernyataan tersebut dihitung koefisien reliabilitasnya dengan menggunakan teknik Alfa Cronbach diperoleh koefisien reliabilitas sebesar 0,935 signifikan pada α < 0.05. Dengan hasil uji validitas butir pernyataan dan perhitungan koefisien reliabilitas keseluruhan perangkat kuesioner, dapat dinyatakan bahwa kuesioner pengungkap data kemandirian warga belajar, layak digunakan sebagai instrumen pengungkap data dalam penelitian.

E. Populasi dan Metode Penarikan Sampel

Anggota populasi dalam penelitian ini adalah pengelola, tutor, warga belajar, dan yang berkepentingan dengan jasa layanan pembelajaran keterampilan fungsional pendidikan kesetaraan program paket B dalam meningkatkan kemandirian warga belajar di PKBM Al-Salaam dan PKBM Citra Kabupaten Purwakarta. Responden yang akan dijadikan informan dalam proses wawancara, ditetapkan secara purposive. Sementara itu, responden untuk kepentingan pengujian hipotesis ditentukan secara acak.

(55)

sedangkan untuk kelompok kontrol, anggotanya dipilih dari warga belajar pendidikan kesetaraan program Paket B pada PKBM Citra sebanyak 42 orang.

F. Teknik Analisis Data

Analisis data dibagi menjadi tiga analisa dalam rangka mendeskripsikan kondisi objektif pembelajaran keterampilan fungsional, pengembangan model dan uji efektivitas model dilakukan sebagai berikut.

1. Analisis Data untuk mendeskripsikan kondisi objektif pembelajaran keterampilan fungsional dikalikan secara kualitatif. Analisis data secara kualitatif diproses dalam tiga kegiatan pokok, (1) reduksi data; yaitu kegiatan yang bermula dari proses penelitian, penyederhanaan, pengabstraksian, dan mentransformasikan data kasar dari catatan lapangan; (2) penyajian data, dengan cara menyusun kembali berbagai informasi data yang dilanjutkan dengan proses penyajian dalam bentuk teks naratif dan tabulasi data; (3) analisis, adalah penarikan kesimpulan berdasarkan reduksi dan penyajian

data. Pada proses ini, data akhir dibuat dengan menemukan arti dan makna pembelajaran keterampilan fungsional. Untuk melihat keterkaitan hubungan antara variabel akan dianalisis dengan menggunakan tabulasi silang.

(56)

warga belajar yang akan dikembangkan, didasarkan atas model pengelolaan pembelajaran yang mencakup prinsip-prinsip pengelolaan serta kemampuan penyelenggara program pembelajaran keterampilan fungsional dalam meningkatkan kemandirian warga belajar. Kegiatan pengembangan model dengan komponen-komponen yang merupakan karakteristik pengelolaan penyelenggaraan pendidikan kesetaraan.

3. Analisis Data dalam uji efektivitas model, dilakukan untuk mengetahui efektivitas model yang dilakukan melalui eksperimen, data diolah dengan menggunakan uji t untuk menguji signifikansi perbedaan rata-rata selisih (gain) pre test dan post test pada kelompok eksperimen dengan rata-rata selisih pre test dan post test pada kelompok kontrol. Apabila rata-rata selisih pre test dan post test pada kelompok eksperimen lebih tinggi dari kelompok

kontrol dengan p-value untuk harga t dalam analisis varian lebih kecil dari 0,05 maka model yang diterapkan dinyatakan efektif dalam meningkatkan kemandirian warga belajar.

G. Jadwal Pelaksanaan Penelitian

(57)

post test. Kedua jenis tes ini diberikan baik pada kelompok eksperimen maupun

(58)

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Pada bagian akhir disertasi ini akan diuraikan secara berturut-turut tentang kesimpulan dan rekomendasi.

A. Kesimpulan

Berdasarkan kepada permasalahan dan tujuan dari penelitian serta dihubungkan dengan hasil analisis dan pembahasannya, secara garis besar dibuat kesimpulan-kesimpulan sebagai berikut:

1. Pembelajaran keterampilan fungsional dalam pendidikan kesetaraan program paket B di PKBM, dikembangkan melalui:

a. Pengorganisasian pembelajaran keterampilan fungsional dikelola dalam suasana/setting kelompok.

b. Pembelajaran dilaksanakan secara terintegrasi antara teori (akademik) dan praktek, perpaduan pembelajaran tersebut didukung oleh variasi penggunaan dan penerapan metoda dan strategi yang sesuai dengan pembelajaran keterampilan fungsional yakni pembelajaran partisipatif, diskusi kelompok dan belajar mandiri. Untuk mendukung keberhasilan hal tersebut, maka variasi pelaksanaan pembelajaran didasarkan kepada beranekaragamnya latar belakang usia, minat, kebutuhan dan keterampilan yang dimiliki sebelumnya.

(59)

intensifnya pembinaan dari penilik dikmas serta tenaga lapangan dikmas (TLD).

d. Faktor eksternal pendukung penyelenggaraan pembelajaran PKBM adalah terjalinnya kemitraan dengan Dinas Koperasi dan UKM, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Dinas Tenaga Kerja, Kamar Dagang dan Industri (KADIN), Perbankan, Dunia Usaha/Dunia Industri, SKB, Tokoh Masyarakat dan Perguruan Tinggi, hal ini dilakukan untuk peningkatan produksi dan pemasaran.

e. Hasil belajar dan dampak pembelajaran yang diperoleh dapat meningkatkan kompetensi dan keterampilan warga belajar. Dampak program pembelajaran yang paling dirasakan oleh warga belajar adalah berupa peluang kerja bagi warga belajar.

f. Dalam penelitian ini ditemukan pula beberapa permasalahan pembelajaran di PKBM meliputi:

(60)

pada penuntasan penyampaian materi dan mengabaikan kebutuhan pribadi warga belajar, (f) tujuan pembelajaran pada tahap awal hanya mengacu pada kemampuan Warga Belajar agar bisa lulus dalam ujian nasional pendidikan kesetaraan paket B untuk memperoleh ijazah, (g) minimnya media pendukung pembelajaran yang disusun oleh tutor pada setiap proses pembelajaran; kurang memanfaatkan media lokal untuk mendukung proses pembelajaran. (h) belum adanya bahan pembelajaran untuk mengembangkan watak dan karakter kemandirian serta sikap kewirausahaan yang disusun oleh pihak tutor secara lokal ataupun nasional; bahan yang dikembangkan masih bersifat konvensional.

(61)

terutama, minat dan kebutuhan, kemampuan awal dan tujuan akhir dari proses pembelajaran keterampilan yakni peningkatan kemandirian warga belajar. Ketiga, penguatan dalam hal materi pembelajaran terutama: (a) materi yang

bersifat pengantar dan konsep tentang keterampilan bermatapencaharian diajarkan dalam kelas sedangkan untuk kegiatan praktiknya langsung di lapangan atau bengkel kerja di bawah pengawasan langsung para tutor. (b) pelajaran Etika Bekerja, Ekonomi Lokal, dan Mental Kewirausahaan diajarkan di dalam kelas melalui experiential learning. Hanya mata pelajaran keterampilan yang esensial saja yang diberikan, sedangkan yang lainnya diharapkan dapat dipelajari oleh para warga belajar sendiri.

3. Hasil uji efektivitas model menunjukkan terdapat perbedaan kemandirian yang signifikan antara kelompok warga belajar Pendidikan Kesetaraan Program Paket B yang menggunakan model pembelajaran keterampilan fungsional dengan kelompok yang tidak menerapkan model pembelajaran keterampilan fungsional. Hal ini dibuktikan dengan sikap kemandirian kelompok warga belajar Pendidikan Kesetaraan Program Paket B yang menggunakan model pembelajaran keterampilan fungsional lebih tinggi dibandingkan dengan yang tidak menggunakan model pembelajaran keterampilan fungsional.

(62)

mereka dalam mengambil keputusan dan melaksanakannya melalui perbuatan atau tindakan nyata, serta kemampuan untuk melawan/menolak tekanan atau tuntutan orang lain berdasarkan prinsip benar dan salah, atau penting dan tidak penting. Makna kemandirian psikologis dalam penelitian ini mencakup tiga aspek, yaitu kemandirian emosi (emotional autonomy), kemandirian bertindak atau berperilaku (behavioral autonomy) dan kemandirian nilai (values autonomy).

B. Rekomendasi

Berkaitan dengan temuan penelitian ini maka sebagai tindak lanjut dan implikasinya direkomendasikan hal-hal sebagai berikut.

1. Rekomendasi untuk Penerapan Model Temuan Penelitian

Bahwa model pembelajaran keterampilan fungsional mampu meningkatkan kemandirian warga belajar pendidikan kesetaraan program Paket B. Sehubungan hal tersebut, perlu diupayakan penyebarluasan penerapan model ini pada program pendidikan kesetaraan pada kelompok belajar lainnya.

(63)

model menjadi lebih baik, dan (5) perlu dukungan sarana dan prasarana belajar yang bersumber dari potensi lokal.

2. Rekomendasi bagi Upaya Rekonstruksi Pendidikan Kesetaraan

Dalam upaya merekonstruksi pendidikan kesetaraan, hasil penelitian ini merekomendasikan bahwa perluasan pendidikan kesetaraan tidak hanya perlu diorientasikan pada lembaga mana yang seharusnya menjadi penyelenggara program, melainkan lebih menekankan pada upaya diversifikasi bahan ajar, media, serta strategi pembelajaran yang lebih sesuai dengan pembentukan kemandirian warga belajar.

Pihak pemerintah, cukup memberikan rambu-rambu standar kompetensi yang harus dikuasai warga belajar, sementara bahan ajar, media, dan strategi pembelajaran dikreasi secara kreatif oleh tutor dan penyelenggara program sesuai dengan hasil identifikasi kebutuhan dan kemandirian warga belajar.

3. Rekomendasi bagi Pengelola Pendidikan Kesetaraan

Berkenaan dengan penerapan model pembelajaran keterampilan fungsional pada pendidikan kesetaraan program paket B, para tutor masih perlu mendalami berbagai hal tentang pendidikan kesetaraan, terutama berkaitan dengan pendekatan pembelajaran pendidikan nonformal. Hal yang mengkhawatirkan karena sebagian tutor sebelumnya bukan dari kalangan pendidik/guru atau belum pernah terlibat dalam aktivitas pendidikan.

Gambar

Tabel
Gambar
Tabel 1.2 Prioritas Pendidikan Kesetaraan untuk Paket A, Paket B dan Paket C
Gambar. 1.1.  Kerangka Berfikir Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Bagian Pengolah Data Elektronik (PDE) Setda Kota Semarang sebagai institusi dibawah Sekretariat Daerah pada Pemkot Semarang, yang menjalankan prinsip-prinsip

Model struktur menggunakan deck tipe truss dengan 8 kaki sebagai pendukungnya dengan konfigurasi panel tipe hybrid yang merupakan gabungan antara panel-panel konvensional. Untuk

Teknik angket atau kuesioner adalah teknik komunikasi tidak langsung sebagai alat pengumpul data untuk memperoleh data mengenai hubungan proses komunikasi

• Model-driven development – a system development strategy that emphasizes the drawing of system models to help visualize and analyze problems, define business requirements,

 Represent independent ideas independently in code  Represent relationships among ideas directly in code  Combine ideas expressed in code freely.  where and only

ontologi ilmu meliputi apa hakikat ilmu itu, apa hakikat kebenaran dan kenyataan yang inheren dengan pengetahuan ilmiah, yang tidak terlepas dari persepsi

Nilai estetis juga dapat dirumuskan sebagai tolak ukur yang digunakan subjek untuk menentukan sifat menarik atau ketidakmenarikan pada suatu objek... Karena nilai

Dokumen yang tercatat dalam daftar pemasukan Dokumen terdapat 2 perusahaan. Panitia Pengadaan Barang dan