TESIS
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Magister Program Studi Pendidikan Olahraga
Oleh:
Yusnita Pusparagen 1103471
JURUSAN PENDIDIKAN OLAHRAGA SEKOLAH PASCASARJANA
Pemberian Umpan Balik dan Gender Terhadap Peningkatan Self Esteem Siswa
SMP" ini beserta seluruh isinya adalah benar-benar karya saya sendiri. Saya tidak
melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai
dengan etika ilmu yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan ini,
saya siap menanggung resiko/sanksi apabila di kemudian hari ditemukan adanya
pelanggaran etika keilmuan atau ada klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya
saya ini.
Bandung, Juli 2015
Yang Membuat Pernyataan
Yusnita Pusparagen
Nama : Yusnita Pusparagen, S.Pd
NIM : 1103471
Judul : Pengaruh Pemberian Umpan Balik Terhadap Peningkatan
Self Esteem Siswa SMP
Bandung, Juli 2015
Disetujui oleh:
Pembimbing Akademik
Prof. Dr. H. Adang Suherman, M.A NIP. 196306181988031001
Mengetahui
Ketua Program Studi Pendidikan Olahraga Sekolah Pascasarjana
Universitas Pendidikan Indonesia
ABSTRAK
PENGARUH PEMBERIAN UMPAN BALIK DAN GENDER TERHADAP PENINGKATAN SELF ESTEEM SISWA SMP
A.Latar Belakang………... 1
B. Identifikasi Masalah………... 7
C.Rumusan Masalah………... 9
D.Tujuan Penelitian………... 10
E. Manfaat Penelitian………... 10
BAB II KAJIAN TEORITIS A.Self Esteem………... 12
B.Umpan Balik………... 20
C.Karakteristik Siswa Kelas VII………... 28
D.Gender………... 30
E. Penelitian Yang Relevan………... 33
F. Kerangka Pikir dan Hipotesis…... 35
BAB III METODE PENELITIAN A.Populasi dan Sampel………... 41
B.Metode dan Desain Penelitian………... 43
C.Definisi Operasional………... 47
D.Instrumen Penelitian………... 49
E. Uji Coba dan Revisi Angket………... 51
F. Langkah-langkah Penelitian………... 53
G.Teknik Pengumpulan Data dan Analisis Data………... 53
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A.Hasil Penelitian………... 55
B.Diskusi Hasil Penelitian………... 60
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A.Kesimpulan………... 65
B.Rekomendasi………... 65
1. Lampiran 1 (Instrumen Uji Angket)... 69
2. Lampiran 2 (Data Uji Coba Instrumen Self Esteem)... 73
3. Lampiran 3 (Hasil Perhitungan Uji Coba Angket Self Esteem)... 74
4. Lampiran 4 (Instrumen Penelitian Self Esteem)... 84
5. Lampiran 5 (Program Pemberian Feedback)... 86
6. Lampiran 6 (Jadwal Pemberian Program Feedback)... 87
7. Lampiran 7 (Kriteria Tugas Pemberian Feedback)... 88
8. Lampiran 8 (Rekapitulasi Pre Test dan Post Test Kelompok Kontrol dan Kelompok Eksperimen)... 91
9. Lampiran 9 (Rekapitulasi Data Hasil Penelitian Self Esteem)... 95
10. Lampiran 10 (Tabulasi Data Hasil Penelitian)... 96
11 Lampiran 11 (Hasil Analisis Data Normalitas dan Homogenitas).... 97
12. Lampiran 12 (Hasil Uji Hipotesis)... 98
3.2. Program Penelitian ... 46
3.3. Kisi-kisi Angket ... 50
4.1. Deskripsi Data Self Esteem ... 55
4.2. Data Hasil Test Normalitas ... 56
4.3. Data Hasil Test Homogenitas ... 57
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Program pembelajaran pendidikan jasmani memiliki tujuan dan fungsi
untuk menumbuhkembangkan seluruh domain (aspek) yang dimiliki oleh peserta
didik. Domain tersebut mencakup ranah psikomotor, kognitif, dan afektif. Pada
aspek psikomotor terlihat jelas untuk diamati karena pendidikan jasmani adalah
pendidikan melalui aktivitas fisik (jasmani) yang bertujuan mengembangkan
kemampuan gerak peserta didik. Pada aspek kognitif, program pendidikan jasmani
berupaya mengembangkan kemampuan berfikir kritis dan daya nalar melalui
berbagai konsep yang terkait dengan pemahaman tentang rangkaian gerak,
kemampuan menganalisa gerakan, dan pemahaman konsep pola hidup sehat.
Melalui program pendidikan jasmani (penjas) dikembangkan pula aspek afektif yang terkait dengan perkembangan sikap dan emosional. Siswa diarahkan untuk memiliki kemampuan mengendalikan emosi, memiliki konsep diri yang positif, memiliki kemampuan berinteraksi secara efektif dengan orang lain, mampu menghormati dan menghargai kemampuan orang lain, dan memiliki kebanggaan serta percaya diri (self esteem) terhadap kemampuan yang dimilikinya (Lutan, 2001, hlm. 34-35).
Self esteem diartikan dalam istilah percaya diri meskipun tidak sepenuhnya
menggambarkan makna yang sesungguhnya. Lutan (2003, hlm. 3) memaparkan
bahwa “self esteem adalah penerimaan diri sendiri, oleh diri sendiri berkaitan
bahwa kita pantas, berharga, mampu dan berguna tak peduli dengan apa pun yang
sudah, sedang atau bakal terjadi. Tumbuhnya perasaan aku bisa dan aku berharga
merupakan inti dari pengertian self esteem”. Hal yang serupa diungkapkan dalam
persepsi kita terhadap diri sendiri tentang motivasi, sikap, perilaku, dan
penyesuaian emosi yang mempengaruhi kita.
Situs KidsHealts (2006) memaparkan mengenai dua jenis self esteem yaitu
Unhealty Self esteem dan Healthy Self esteem. Self esteem yang rendah atau tidak
sehat pada anak ditandai dengan tidak adanya keinginan melakukan sesuatu hal
yang baru, anak selalu berkata negatif atas kemampuan yang dimilikinya misalnya
“Saya bodoh!”, “Saya tidak pernah belajar dengan baik”. Ciri yang lainnya adalah
anak tidak memiliki toleransi, frustasi, dan pesimis. Sedangkan pada anak yang
memiliki self esteem yang sehat ditandai dengan senang memelihara hubungan
dengan yang lain, aktif dalam kelompoknya, menyenangkan dalam berhubungan
baik, mampu menemukan solusi ketika peluang menipis, memahami kekuatan dan
kelemahannya serta memiliki sikap optimis.
Self esteem dapat tercermin dari cara seseorang berperilaku dan berbuat. Self esteem berkenaan dengan kemampuan untuk memahami apa yang sedang dan
telah diperbuat, dan berkenaan pula dengan penetapan tujuan yang harus dicapai.
Dalam konteks pembelajaran pendidikan jasmani, kita dapat mengamati self
esteem yang dimiliki oleh para peserta didik. Peserta didik yang memiliki self esteem tinggi atau self esteem yang sehat pada umumnya memiliki kepercayaan
diri dan keyakinan yang tinggi pula untuk dapat melakukan tugas gerak yang
diinstruksikan guru. Mereka biasanya bersungguh-sungguh dalam melakukan
aktivitas jasmani dan selalu berupaya memperbaiki kekurangan dan terus berlatih
meningkatkan kemampuannya. Ciri ini akan sangat berbeda dengan peserta didik
yang rendah self esteemnya atau yang tidak memiliki self esteem. Umumnya
mereka enggan atau bermalas-malasan melakukan tugas gerak karena merasa
khawatir atau tidak percaya terhadap kemampuan yang dimilikinya, tidak bekerja
keras memperbaiki kekurangannya dan merasa cukup dengan apa yang sudah
dilakukannya. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Allegrante (2010)
menyebutkan bahwa “Self esteem sangat berhubungan erat dengan kesehatan fisik
dan mental”. Hal ini berhubungan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
yang diberikan oleh guru sangat dirasakan pada pendidikan jasmani”. Dari hasil
penelitian tersebut di atas dapat terlihat bahwa guru pendidikan jasmani jarang
sekali memberikan feedback sehingga tujuan dari pelajaran pendidikan jasmani
sulit tercapai, sedangkan hasil penelitian sebelumnya menjelaskan bahwa self
esteem sangat berhubungan erat dengan kesehatan fisik.
Peristiwa seperti itu akan menjadi hambatan bagi terciptanya lingkungan
belajar penjas yang kondusif. Sudah menjadi kewajiban guru penjas untuk mampu
menyajikan program pengajaran penjas yang baik yang dapat mengatasi peserta
didik yang tidak memiliki self esteem atau taraf self esteemnya masih rendah.
“Guru atau pelatih merupakan sumber penting dalam mengembangkan self esteem
siswa atau atlet, bahkan sebaliknya guru berpotensi menghancurkan self esteem
siswa” (Lutan, 2003). Untuk itu guru penjas harus memiliki sikap dan perilaku yang mampu mengembangkan self esteem peserta didik melalui perkataan dan
tindakan selama proses pembelajaran penjas yang termuat dalam program penjas
yang sesuai dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangan peserta didik.
“Program penjas yang baik akan memberikan kesempatan kepada siswa
untuk mengembangkan kepercayaan diri, mengembangkan nilai-nilai pribadi
melalui aktivitas jasmani baik secara perorangan maupun berkelompok” (Lutan, 1998). Bila tujuan itu tercapai, hal itu memungkinkan peserta didik untuk
memperoleh dan menerapkan pengetahuan tentang aktivitas jasmani,
pertumbuhan dan perkembangan, perkembangan estetika dan sosial,
mengembangkan sikap positif, mengembangkan keterampilan sosial untuk
berkomunikasi secara efektif dengan orang lain (Lutan, 1998).
Kesempatan dan manfaat yang akan diperoleh peserta didik akan tercapai
apabila guru penjas mampu bertindak sesuai dengan fungsi dan peranannya dalam
mengembangkan potensi yang dimiliki peserta didik. Termasuk ketika berupaya
meningkatkan self esteem pada diri peserta didik. Salah satu cara meningkatkan
self esteem menurut Lutan (2003) adalah “Melalui komunikasi yang efektif”. Indikator terpenting dari komunikasi yang efektif adalah berterus terang,
Guru yang baik harus berterus terang memberikan penilaian terhadap
kemampuan peserta didik dengan menceritakan hal yang sesungguhnya dengan
cara yang tidak membuat peserta didik semakin terpuruk. Misalnya guru harus
menghindarkan kata-kata “kamu tidak bisa” kepada peserta didik, tetapi
diutarakan dengan kata “belum bisa” ketika peserta didik belum mampu
melaksanakan tugas gerak sesuai dengan harapan guru. Hal terpenting lagi adalah
guru tetap memiliki pendirian yang konsisten terhadap ucapan dan perilakunya.
Guru penjas yang baik adalah guru yang mau mendengar dan memperhatikan
segala hal yang diutarakan peserta didik dalam rangka perbaikan proses
pembelajaran. Guru penjas yang baik pun adalah orang yang mampu menerima
perasaan orang lain, termasuk perasaan peserta didik.
Ketiga indikator yang termuat dalam komunikasi yang efektif sesungguhnya
merupakan proses pemberian umpan balik atau feedback yang dilakukan guru
selama proses pembelajaran. Hal itu dilakukan tidak saja dalam kegiatan belajar
mengajar di kelas atau di lapangan melainkan ketika aktivitas belajar telah selesai
dilaksanakan. Misalnya di sela-sela waktu istirahat, guru biasanya mengingatkan
peserta didik untuk terus berlatih atau aktif dalam kegiatan ekstrakurikuler sesuai
dengan cabang olahraga yang dipilih peserta didik. Secara tidak langsung,
peristiwa komunikasi tersebut dapat menjadi feedback bagi peserta didik untuk
selalu diingatkan akan keharusannya berlatih sekaligus termotivasi karena adanya
perhatian dari gurunya. Seperti halnya dalam konteks kepelatihan, peserta didik
sebagai atlet membutuhkan feedback. Harsono (1988, hlm.87) mengemukakan
“Atlet membutuhkan umpan balik untuk mengetahui bagaimana hasil-hasil latihannya, dan apa yang masih harus diperhatikan dan ditekankan dalam
latihan-latihan untuk kemajuan prestasinya”.
Secara umum feedback terbagi ke dalam dua jenis yaitu intrinsic feedback
dan extrinsic feedback (Apruebo, 2005). Intrinsic feedback atau feedback intrinsik
terkait dengan penilaian terhadap dirinya sendiri, tentang sikap atau perilaku yang
telah dilakukannya, tentang kemampuan yang telah ditunjukkannya. Misalnya
dengan yang diinstruksikan guru, apakah merasa nyaman dengan alat bantu yang
digunakan, atau menilai bahwa rangkaian gerakan senam telah sesuai dengan
urutan yang harus dilakukan. Sedangkan extrinsic feedback adalah feedback yang
berasal dari luar dirinya. Misalnya koreksi dari guru penjas atas gerakan yang
sudah dilakukan, cemoohan rekan karena salah memberikan umpan ketika
bermain bola, atau dari lingkungan sekitar seperti cuaca yang terlalu panas
sehingga mengharuskannya sering beristirahat di tempat yang teduh.
Fungsi feedback adalah memberikan motivasi, reinforcement (Harsono,
1988, hlm. 89) atau punishment (Lutan, 1998). Menurut Apruebo (2005, hlm.
100), “Reinforcement means any event that increase the probability that a particular response will reoccur under similar consequences”. Reinforcement maksudnya adalah pemberian penguatan atas kejadian atau aktivitas yang telah
dilaksanakan sehingga aktivitas tersebut tetap mampu dipertahankan atau
memberikan respons yang serupa dan pada aktivitas berikutnya dapat meningkat
lagi. Dalam hal pemberian reinforcement Weinberg dan Gould (1995, hlm. 137)
mengemukakan “Reinforcement is the use of reward and punishment that
increase or decrease the likelihood of similar response occurring in the future”.
Bahwa reinforcement dapat menggunakan penghargaan atau hukuman yang
mungkin sekali dapat meningkatkan atau menurunkan respons serupa yang terjadi
pada masa berikutnya. Penghargaan tidak selalu dalam bentuk benda sebagai
hadiah, tetapi dapat melalui ungkapan-ungkapan. Contohnya ungkapan guru
penjas yang mengatakan “Lemparan kamu sudah bagus, coba lempar ke sasaran yang lebih jauh!” Sedangkan punishment lebih bersifat memberikan penilaian
buruk atas apa yang dilakukan oleh peserta didik. Misalnya pada ungkapan
“Lemparan kamu ngawur, jangan asal lempar saja!”
Feedback dapat diberikan dalam beberapa jenis, misalnya seperti
knowledge of result, objective measures, self monitoring, snap judgement, video playback (Butler, 1996 dalam Apruebo, 2005). Jenis feedback yang lain
dikemukakan oleh Suherman (1998, hlm. 126) yaitu feedback positif, feedback
dalam kegiatan belajar mengajar penjas yang bersifat praktik di lapangan dan
lebih mudah dilakukan oleh guru. Feedback positif ditandai dengan ungkapan
guru seperti bagus, hebat, dan pintar. Feedback netral diungkapkan guru dengan
tidak merujuk kepada kesalahan tugas gerak yang dilakukan seorang peserta didik
akan tetapi mengingatkan kepada semua peserta didik. Misalnya dalam belajar
menyundul bola, guru mengatakan buka mata untuk melihat arah bola. Feedback
negatif adalah kebalikan dari feedback positif. Pada umumnya feedback negatif
diajurkan secara implisit atau tidak langsung, misalnya pada ungkapan guru
“Kamu tidak becus mengoper bola” sebaiknya diungkapkan “Jangan hanya didorong, lempar bola itu dengan kuat agar sampai ke teman kamu!”. Firmansyah dalam penelitiannya menyebutkan bahwa terdapat interaksi antara gaya mengajar
dan feedback terhadap keterampilan gerak dasar.
Pemberian jenis feedback harus disesuaikan dengan kebutuhan peserta
didik. Kebutuhan peserta didik terkait dengan tingkat perkembangan psikososial
peserta didik. Pada perkembangan peserta didik di masa remaja yang terkadang
memiliki keinginan diperhatikan secara berlebihan atau bahkan ingin diberikan
kebebasan seluas-luasnya, guru harus berhati-hati memberikan feedback untuk
perbaikan atau koreksi atas kekeliruan yang dilakukan peserta didik.
Kekurangsesuaian jenis feedback yang diberikan akan berdampak kepada
perasaan tidak enak, pesimistis, tidak memiliki motivasi, atau tidak memiliki
harga diri karena selalu mendapat teguran guru. Untuk itu karakteristik peserta
didik harus mendapat perhatian penting ketika guru akan memberikan feedback.
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Budiman (2009) tentang pemberian
feedback menghasilkan tiga aspek penting yang harus diketahui oleh guru penjas
dalam pemberian feedback, yaitu:
Karakteristik siswa SMP (13-16 tahun) tergolong ke dalam masa remaja
awal. “Karakteristik umum masa remaja adalah memandang sesuatu hal dari yang bersifat subyektif menuju ke arah yang obyektif” (Makmun, 1995). Lebih lanjut
Makmun mengemukakan bahwa usia remaja pada masa anak sekolah umumnya
dituntut untuk dapat mengerjakan atau menyelesaikan sesuatu dengan baik dan
sempurna. Kemampuan melaksanakan tugas merupakan kepercayaan atas
kecakapannya. Kalau tidak, maka akan timbul perasaan rendah diri (inferiority)
atau self esteem yang rendah sekali yang akan dibawanya pada taraf
perkembangan selanjutnya. Masa remaja sudah menunjukkan kepada proses
pemenuhan kebutuhan pada tahap penghargaan dan perwujudan diri (Teori
Kebutuhan Maslow), dan sudah menunjukkan arah kecenderungan tertentu yang
akan mewarnai pola dasar kepribadiannya (Soesilowindradini, 1995)
Dalam penelitian ini peneliti juga ingin mengkaji mengenai bagaimana
peran gender dalam pemberian feedback dan self esteem. Hal ini sangat menarik
karena berdasarkan pada hipotesis intensifikasi gender (gender intensification
hypothesis) bahwa perbedaan psikologis dan perilaku antara laki-laki dan
perempuan menjadi semakin besar pada masa remaja awal karena meningkatnya
tekanan sosialisasi untuk menyesuaikan diri pada peran gender maskulin dan
feminim. Dimana masa remaja awal adalah masa usia sekolah menengah pertama.
Peneliti ingin melihat apakah ada perbedaan pada peserta didik laki-laki dan
perempuan setelah diberikan pemberian feedback dan bagaimana pengaruhnya
terhadap self esteem peserta didik yang tentunya berdasarkan gender.
B. Identifikasi Masalah Penelitian
Perkembangan masa remaja pada umumnya dipengaruhi oleh minatnya
terhadap sekolah (Soesilowindradini, 1995 hlm. 189-190). Salah satu yang
mempengaruhinya adalah penilaian remaja terhadap kemampuan gurunya
mengajar. Kadang-kadang remaja berkeluh kesah berkenaan dengan perilaku dan
cara-cara gurunya mengajar. Guru dinilainya tidak memahami keinginan dan
kebutuhan remaja di sekolah. Remaja merasa diperlakukan seperti anak kecil,
Hal ini terkait dengan terabaikannya upaya pengembangan konsep diri, rasa
percaya diri atau harga diri (self esteem) sebagai hasil interaksi dalam proses
pembelajaran.
Perkembangan self esteem terkait erat dengan proses perkembangan peserta
didik untuk semakin mengenal siapa dirinya. “Guru penjas memiliki peranan yang cukup besar dalam rangka membantu siswa memahami siapa dirinya” (Lutan
2003, hlm. 21). Terutama bagaimana membantu peserta didik untuk merasakan
bahwa dirinya mendapat pengakuan dari orang lain, dan mendapat penghargaan
atas tindakan yang dilakukannya.
Dalam konteks pembelajaran penjas, menumbuhkan perasaan harga diri
(self esteem) dapat ditingkatkan melalui pemberian feedback oleh guru secara
langsung melalui ungkapan dan tindakan, atau guru membuat indikator
pembelajaran agar lingkungan pembelajaran dapat memberikan stimulus berupa
feedback kepada setiap tindakan yang dilakukan peserta didik. Ini berlandasakan
pada pernyataan Lutan (2003, hlm. 21) bahwa salah satu faktor yang dapat
mengembangkan self esteem adalah peranan guru atau pelatih olahraga. Sehingga
dengan bentuk perlakuan yang guru berikan dalam proses pembelajaran akan
berdampak pada perubahan self esteem peserta didik. Misalnya, antara peserta
didik untuk selalu diarahkan menghargai kemampuan yang dimiliki serta
menghormati kesempatan kawan untuk melakukan tugas gerak dalam proses
menunggu giliran.
Yang menjadi hambatan dalam menerapkan feedback adalah kesesuaian
antara jenis feedback dengan kebutuhan peserta didik akan penghargaan yang
harus diterimanya. Hal ini adalah sebagai akibat dari belum mampunya guru
penjas menerapkan feedback secara maksimal karena belum memiliki pemahaman
tentang jenis dan fungsi feedback. Faktor lain yang harus diperhatikan adalah
tingkat perkembangan psikososial antara peserta didik laki-laki dengan
perempuan pada tingkat SMP yang cenderung berbeda, apalagi menginjak masa
remaja. Block dan Robins (1993) dalam buku Self esteem theory and research
perilaku yang positif mencerminkan rasa self esteem pada diri perempuan
dibandingkan dengan laki-laki. Tingkat pertumbuhan dan perkembangan siswa
perempuan pada beberapa aspek mental, sosial, dan emosional cenderung
berkembang lebih cepat dibandingkan siswa laki-laki (Soesilowindradini 1995,
hlm. 188). Hal ini pun berdampak pada pemberian jenis feedback yang berbeda
pula agar terjadi kesesuaian antara aktivitas peserta didik sebagai stimulus dengan
respons berupa perlakuan guru dalam bentuk feedback. Semua itu diupayakan
dalam meningkatkan self esteem pada diri peserta didik.
Berdasarkan wawancara peneliti dengan guru BK (Bimbingan Konseling)
SMP Lab UPI (2014), tingkat self esteem peserta didik SMP Laboratorium
Percontohan sangat bervariasi, dilihat berdasarkan tingkatannya siswa kelas IX
memiliki self esteem paling tinggi dibandingkan dengan adik kelasnya kelas VII
dan VIII, karena kelas IX merupakan tingkatan paling tinggi di SMP sehingga
peserta didik kelas IX cenderung lebih memiliki rasa menguasai dan percaya diri,
sedangkan untuk kelas VII cenderung memiliki self esteem yang rendah, karena
sering mendapatkan tekanan atau ejekan dari kakak kelasnya, begitupun bila
dibandingkan dengan kelas VII yang termasuk kedalam kelas bilingual, kelas VII
reguler memiliki self esteem yg lebih rendah dibandingkan dengan kelas bilingual.
Pada kenyataan yang ada di lapangan, peserta didik SMP Lab UPI sering
sekali malas dan sulit sekali apabila guru menugaskan untuk memberikan contoh
suatu gerakan kapada teman-temannya, sebagai contoh apabila peserta didik di
tugaskan untuk memberikan contoh melakukan lay up shoot pada pembelajaran
bola basket tidak semua peserta didik mau melakukannya. Setelah guru
melakukan observasi, kemalasan mereka untuk melakukan tugas tersebut
dikarenakan mereka tidak bisa dan tidak yakin bisa melakukan hal tersebut,
karena bila salah dalam melakukan tugas tersebut hal yang mereka dapat adalah
ejekan dan sindiran dari teman-teman sebayanya. Hal ini menunjukan masih
adanya peserta didik yang menunjukkan gejala self esteem yang rendah. Berkaitan
dengan self esteem yang rendah terdapat dampak yang cukup buruk akibat dari
muncul di televisi yaitu kasus bunuh diri yang dialami peserta didik yang tidak
lulus Ujian Nasional (UN). Berdasarkan pada pernyataan Lutan (2003) bahwa
salah satu faktor yang dapat mengembangkan self esteem adalah peranan guru,
sehingga dengan bentuk perlakuan yang guru berikan pada peserta didik dalam
proses pembelajaran akan berdampak pada perubahan self esteem peserta didik.
C. Rumusan Masalah Penelitian
Dari latar belakang dan Identifikasi masalah yang telah diuraikan, maka
rumusan penelitiannya adalah sebagai berikut:
1. Apakah terdapat pengaruh pemberian feedback terhadap peningkatan self
esteem pada peserta didik SMP?
2. Apakah terdapat pengaruh gender terhadap peningkatan self esteem pada
peserta didik SMP?
3. Apakah terdapat interaksi antara pemberian feedback dan gender terhadap
peningkatan self esteem pada peserta didik SMP?
D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh temuan mengenai pengaruh
pemberian feedback terhadap peningkatan self esteem pada peserta didik
laki-laki dan peserta didik perempuan. Penelitian ini juga diharapkan dapat
memberikan bukti kebermaknaan program pendidikan jasmani melalui proses
pembelajarannya yang mampu menumbuhkembangkan seluruh aspek yang
dimiliki peserta didik, khususnya aspek psikologis dan sosial.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui pengaruh pemberian feedback terhadap peningkatan
self esteem pada peserta didik SMP.
b. Untuk mengetahui pengaruh gender terhadap peningkatan self esteem pada
peserta didik SMP.
c. Untuk mengetahui interaksi antara pemberian feedback dan gender
E. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi berbagai
pihak yang berkepentingan dengan proses pembinaan dan pengembangan
pembelajaran pendidikan jasmani khususnya pada upaya peningkatan aspek
psikososial peserta didik di SMP.
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan referensi
bagi para peneliti atau pihak lain yang hendak meneliti masalah-masalah yang
berhubungan dengan penerapan feedback sebagai salah satu faktor untuk
meningkatkan self esteem pada peserta didik. Hasil penelitian ini diharapkan dapat
digunakan sebagai bahan kajian atau rujukan dalam proses pembelajaran penjas
khususnya di bidang strategi belajar mengajar pendidikan jasmani. Hasil
penelitian ini juga diharapkan dapat dijadikan masukan dan sumber tambahan
bagi lembaga-lembaga yang berkepentingan dalam mengembangkan keilmuan di
bidang pendidikan jasmani seperti FPOK, Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan
(LPMP), para guru penjas dan lembaga terkait lainnya, termasuk para peneliti
dalam bidang kajian yang sama.
2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menemukan jenis feedback yang
paling sesuai sebagai cara meningkatkan self esteem pada peserta didik SMP, baik
bagi peserta didik laki-laki maupun peserta didik perempuan. Dengan
ditemukannya jenis feedback yang paling sesuai, guru penjas akan lebih mudah
lagi untuk menerapkannya sehingga kegiatan belajar mengajar akan lebih
kondusif lagi. Sedangkan bagi peserta didik, melalui peningkatan self esteem
diharapkan akan terbentuk kepribadian yang tangguh dalam menghadapi berbagai
konflik hidup. Kepribadian peserta didik yang tangguh dicirikan dengan karakter
memiliki kepercayaan diri yang tinggi, selalu optimis, dan memiliki social skill
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Populasi, Sampling dan Sampel Penelitian 1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah peserta didik SMP Lab UPI Bandung
kelas VII yang terdiri dari 6 kelas yaitu kelas A, B, C, D, E dan F. Masing-maing
kelas terdiri atas kelas A sebanyak 29 Peserta didik, kelas B sebanyak 30 peserta
didik, kelas C sebanyak 30 peserta didik, kelas D sebanyak 29 peserta didik, kelas
E sebanyak 28 peserta didik dan kelas F sebanyak 29 peserta didik. Jumlah
keseluruhan populasi kelas VII adalah sebanyak 175 peserta didik.
Alasan pengambilan populasi di SMP Lab UPI karena SMP Lab UPI
merupakan SMP Laboratorium Percontohan di Bandung untuk mengembangkan
berbagai macam inovasi pembelajaran termasuk pembelajaran penjas. Pemilihan
populasi dan sampel didasarkan pada pertimbangan:
(1) Peserta didik kelas VII SMP termasuk ke dalam masa remaja awal dengan
karakteristik pencarian jati diri. Didalamnya tersirat untuk belajar mengerti
dan memahami siapa dirinya. Indikatornya diungkapkan melalui rasa percaya
diri dan perasaan bangga pada diri sendiri (self esteem). Oleh sebab itu peserta
didik pada masa ini sesuai untuk dijadikan sampel penelitian dalam upaya
mengembangkan self esteem yang sehat karena mereka sedang mengalami
masa awal dari proses perkembangan self esteem.
(2) Berdasarkan pengalaman guru penjas belum mampu memberikan umpan balik
secara optimal selama proses pembelajaran penjas. Ini disebabkan karena guru
penjas memiliki persepsi bahwa pemberian umpan balik hanya berdampak
pada peningkatan keterampilan belajar motorik, bukan pada mengembangkan
aspek psikososial seperti self esteem. Sementara guru penjas yang lain kurang
2. Sampling dan Sampel Penelitian
Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini yaitu cluster random
sampling. Alasan menggunakan teknik cluster random sampling dalam
pengambilan sampel adalah karena kondisi eksternal dan internal, menurut
Maksum (2010, hlm. 276) memaparkan bahwa:
Kondisi eksternal adalah peraturan yang berlaku atau orang yang memiliki otoritas tidak menginjinkan. Adapun kondisi internal adalah apabila penyampelan dilakukan terhadap individu subjek maka suasana kealamiahan kelompok akan berubah, sedangkan suasana kealamiahan kelompok tersebut merupakan salah satu kajian dalam riset yang dilakukan.
Pembelajaran penjas yang dilaksanakan di SMP Lab UPI sudah terjadwal,
sehingga tidak memungkinkan untuk menambah jam pelajaran baru diluar jadwal
pembelajaran penjas karena beberapa faktor, salah satunya kesiapan peserta didik
dalam mengikuti pembelajaran penjas di luar jadwal jam pembelajaran yang
sudah ada apabila dilakukan secara cluster random sampling, ini merupakan
alasan faktor eksternal pada penelitian ini.
Sedangkan suasana kealamiahan yang ada pada satu kelas yang akan
dijadikan kelompok eksperimen dan kelompok kontrol terdapat suasana
kealamiahan kelompok pada kelas yang tidak akan berubah, ini merupakan alasan
pada faktor internal dalam penelitian ini. Fraenkel dkk. (2012, hlm. 95)
menegaskan bahwa:
Frequently, researchers cannot select a sample of individuals due to administrative or other restrictions. This is especially true in schools… Just as simple random sampling is more effective with larger numbers of individuals, cluster random sampling is more effective with larger number of clusters.
Maksum (2012, hlm. 57) juga menjelaskan bahwa “Dalam cluster random
sampling, yang dipilih bukan individu melainkan kelompok atau area yang
kemudian disebut cluster.Misalnya propinsi, kabupaten/kota, kecamatan, dan
sebagainya.Bisa juga dalam bentuk kelas dan sekolah.Langkah-langkah dalam
menentukan sampel dengan teknik cluster random sampling pada penelitian ini
hasilnya akan diambil dua kelas. Alasan diambil dua kelas karena masing-masing
dari kelas itu akan diambil 1 sebagai kelompok eksperimen dan 1 sebagai
kelompok kontrol. Pengundian dilakukan dengan cara mengacak ke enam nama
kelas yang telah ditulis di secarik kertas dan digulung agar tidak terlihat,
kemudian diambil dua kelas untuk menentukan sampel. Dua kelas yang terpilih
selanjutnya akan diambil secara acak kembali untuk menentukan mana yang
menjadi sampel eksperimen dan kontrol.
Berdasarkan hasil pengundian sampel secara cluster random sampling,
maka terdapat dua kelas yang terpilih menjadi sampel pada penelitian ini. Kelas
yang menjadi kelompok eksperimen ialah kelas VII D yang terdiri dari 29 peserta
didik dan kelas VII E menjadi kelompok kontrol yang terdiri dari 28 peserta
didik. Sehingga jumlah sampel keseluruhan pada penelitian ini sebanyak 57
peserta didik.
B. Metode dan Desain Penelitian
Permasalahan yang penulis ungkap dalam penelitian ini adalah pengaruh
pemberian umpan balik positif dan umpan balik netral, terhadap perubahan self
esteem pada peserta didik SMP. Sehubugan dengan hal tersebut maka diperlukan
suatu metode penelitian yang sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai. Tujuan
penelitian yang dimaksud adalah untuk memecahkan masalah penelitian melalui
pembuktian hipotesis.
Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode eksperimen.
Metode eksperimen menurut Arikunto (2002, hlm. 3) adalah suatu cara penelitian
“Dengan cara ini peneliti sengaja membangkitkan timbulnya suatu kejadian atau keadaan, kemudian diteliti bagaimana akibatnya”.
Dari uraian di atas, dapat dikatakan bahwa kegiatan percobaan (eksperimen)
yang dimaksud adalah penerapan umpan balik positif dan umpan balik netral.
Sedangkan hasil yang diharapkan adalah meningkatnya self esteem pada peserta
didik SMP. Dari sinilah dapat diketahui dan ditentukan jenis-jenis variabel
penelitian. Dalam konteks penelitian ini variabel yang memberikan pengaruh
sehingga dalam pelaksanaannya sampel dibagi dua kelompok untuk memperoleh
perlakuan yang berbeda-beda.
1. Kelompok A mendapat perlakuan pemberian umpan balik positif.
2. Kelompok B mendapat perlakuan pemberian umpan balik netral.
Sedangkan variabel yang dipengaruhi (variabel terikat/dependent variable)
adalah self esteem pada peserta didik SMP yang terdiri dari tiga indikator yaitu:
a. Memahami apa yang dapat dan telah dilakukan
b. Menetapkan tujuan dan arah hidup
c. Tidak merasa iri pada prestasi orang lain
Desain yang digunakan adalah desain faktorial 2 x 2. Kerlinger (1986 ) yang
dikutip oleh Maksun (2012, hlm. 99) menjelaskan bahwa “ factorial design is the structure of research in which two or more independent variables are juxtaposed in order to study their independent and interactive effects on a dependent variabel. Pemetaan lebih jelas tentang 2 by 2 factorial design dapat dilihat pada
[image:22.595.160.465.456.612.2]tabel berikut :
Tabel 3.1. Desain Faktorial 2 x 2
Variabel Terikat Variabel Bebas
Self-Esteem
Umpan balik
Positif (A1)
Umpan balik
Netral (A2)
Peserta didik laki-laki
(B1)
A1B1 A2B1
Peserta didik Perempuan
(B2)
A1B2 A2B2
Keterangan :
A1 : Pembelajaran penjas menggunakan umpan balik positif
A2 : Pembelajaran penjas menggunakan umpan balik netral
B1 : Peserta didik laki-laki
B2 : Peserta didik perempuan
laki-laki
A2B1 : Pembelajaran penjas menggunakan umpan balik netral pada peserta didik
laki-laki
A1B2 : Pembelajaran penjas menggunakan umpan balik positif pada peserta didik
perempuan
A2B2 : Pembelajaran penjas menggunakan umpan balik positif pada peserta didik
perempuan
Penelitian ini dilaksanakan selama 8 kali pertemuan yang dilaksanakan
setiap 1 kali dalam seminggu, jadi penelitian dilakukan selama 2 bulan dari mulai
bulan Oktober sampai Desember 2014. Berikut adalah langkah-langkah yang
dilakukan dalam penelitian:
1. Pre Test
Pre test diberikan kepada peserta didik sebelum mengimplementasikan
feedback positif dan netral kepada peserta didik putra dan putri. Pre test diberikan
untuk melihat sejauh mana self esteem peserta didik putra dan putri sebelum
diberikan perlakuan feedback positif dan feedback netral pada pembelajaran
penjas. Instrumen yang digunakan untuk melihat self esteem peserta didik
menggunakan instrument self esteem yang sudah diuji validitas dan
realibilitasnya.
2. Perlakuan
Perlakuan dilakukan pada kelompok eksperimen menggunakan feedback
positif pada peserta didik putra dan putri dalam materi yang disesuaikan dengan
silabus yang ada di SMP Lab UPI sedangkan pada kelompok kontrol diberikan
perlakuan feedback netral dengan materi yang sama dengan kelompok eksperimen
pada peserta didik putra dan putri. Perlakuan ini dilaksanakan 1 minggu sekali
sebanyak 8 pertemuan, berikut merupakan program perlakuan dalam rangka
meningkatkan self esteem peserta didik SMP Lab UPI baik putra maupun putri
melalui pemberian feedback positif maupun netral pada pembelajaran penjas yang
Tabel 3.2. Program Penelitian
Pertemuan ke
Materi Sub Materi Waktu
Pre Test - Rabu, 24 Sep 2014
1 Bola Basket
Lemparan dada
Lemparan di atas kepala
Rabu, 1 Okt 2014
2 Bola Basket
Lemparan pantulan
Lemparan samping
Rabu, 8 Okt 2014
3 Bola Basket
Lemparan lengkung samping
Lemparan bawah
Rabu, 15 Okt 2014
4 Bola Basket Menggiring bola Rabu, 22 Okt 2014
5 Atletik
Teknik dasar
start
Teknik lari jarak pendek
Rabu, 29 Okt 2014
6 Atletik
Teknik lari jarak pendek
Teknik
memasuki garis finish
Rabu, 5 Nov 2014
7 Senam Lantai Guling depan Rabu, 12 Nov 2014
8 Senam Lantai Guling belakang Rabu, 19 Nov 2014
Program pemberian feedback dalam penelitian ini adalah feedback positif
dan feedback netral pada peserta didik putra dan putri saat pembelajaran penjas di
jumlah pertemuan 8 pertemuan dengan alasan bahwa peningkatan self esteem
peserta didik putra dan putri diharapkan dapat terjadi perubahan dalam jangka
waktu yang relatif singkat. Sesuai dengan ini, teori Mruk (2006, hlm.189)
menjelaskan bahwa:
The 5 week period seems to be optimal in terms of making a compromise between having enough time to work on self esteem in a way that allows for some change to occur and for maximizing attendance in a outpatient or educational setting. Standard number of 2 hour season is five. They should be spread evenly over time, such as by meeting once per week.
Teori ini mengungkapkan bahwa 5 minggu menjadi waktu yang optimal
untuk dapat memaksimalkan pertemuan dalam setting outpatient atau pendidikan
dan untuk melihat perubahan yang terjadi dalam self esteem. Waktu yang standar
untuk digunakan adalah 3 jam per setiap pertemuan selama 5 minggu.
3. Post Test
Post test dilaksanakan pada pertemuan ke-8 setelah program pembelajaran
penjas menggunakan feedback positif dan netral kepada peserta didik putra dan
putri diberikan. Post test diberikan untuk melihat sejauh mana perkembangan self
esteem peserta didik putra dan putri kelas VII di SMP Lab UPI setelah diberikan
perlakuan selama 8 kali pertemuan. Instrumen yang digunakan dalam post test
sama dengan instrument yang digunakan ketika pre test. Hasil data post test akan
dibandingkan dengan hasil data pre test untuk melihat perubahan self esteem
peserta didik putra dan putri setelah diberikan perlakuan berupa feedback positif
dan feedback netral pada pembelajaran penjas.
C. Definisi Operasional
Beberapa ahli mengartikan self esteem dengan istilah yang berbeda namun
memiliki makna yang sama. Dengan merujuk pada pendapat Maslow (1970
dalam Sudibyo Setyobroto 2001, hlm 72), bahwa self esteem (harga diri)
merupakan kebutuhan individu yang berhubungan dengan motif berprestasi dan
kepercayaan diri sendiri. Harga diri juga berkaitan erat dengan status, pengakuan,
Terbentuknya harga diri pada prinsipnya bertalian erat dengan interaksi
sosial yang dijalani seseorang. Harga diri atau kebanggaan diri akan muncul
dalam diri seseorang apabila ia telah memahami kelebihan yang dimiliki oleh
dirinya. Pemahaman itu biasanya diperoleh melalui proses membandingkan
dengan orang lain dalam aktivitas sosial yang dilakukannya. Intinya adalah
kebutuhan rasa harga diri (self esteem) ini dapat dipenuhi melalui hubungan
interpersonal dengan orang lain.
Istilah self esteem diartikan pula sebagai kepercayaan diri atau keyakinan
diri. Self esteem berkaitan dengan perasaan bahwa kita pantas, layak, berharga,
mampu dan berguna, tak peduli apapun yang telah terjadi dalam hidup kita, apa
yang sedang terjadi atau apa yang bakal terjadi. Lutan (2003, hlm. 3)
memaparkan bahwa “self esteem adalah penerimaan diri sendiri, oleh diri sendiri
berkaitan bahwa kita pantas, berharga, mampu dan berguna tak peduli dengan apa
pun yang sudah, sedang atau bakal terjadi. Tumbuhnya perasaan aku bisa dan aku
berharga merupakan inti dari pengertian self esteem”.
Hal yang serupa diungkapkan dalam sebuah situs “Kidshealth” (2006) yang
menyatakan bahwa “Self esteem is the collection of beliefs or feeling that we have
about ourselves, or our “self-perception.” How we define ourselfes influences or motivations, attitudes, and behavioras and affects our emotional adjusment”.
Maksudnya adalah self esteem merupakan kumpulan dari kepercayaan atau
perasaan tentang diri kita atau persepsi kita terhadap diri sendiri tentang motivasi,
sikap, perilaku, dan penyesuaian emosi yang mempengaruhi kita. Dari uraian
tersebut dapat dikemukakan pula bahwa self esteem berkenaan dengan: (a)
kemampuan kita untuk memahami apa yang dapat kita lakukan dan apa yang telah
dilakukan, (b) penetapan tujuan dan arah hidup sendiri, (c) kemampuan untuk
tidak merasa iri terhadap prestasi orang lain.
KidsHealts memaparkan mengenai dua jenis self esteem yaitu Unhealty Self
esteem dan Healthy Self esteem. Self esteem yang rendah atau tidak sehat pada
anak ditandai dengan tidak adanya keinginan melakukan sesuatu hal yang baru,
anak selalu berkata negatif atas kemampuan yang dimilikinya misalnya “Saya
tidak memiliki toleransi, frustasi, dan pesimis. Sedangkan pada anak yang
memiliki self esteem yang sehat ditandai dengan senang memelihara hubungan
dengan yang lain, aktif dalam kelompoknya, menyenangkan dalam berhubungan
sosial, mampu menemukan solusi ketika peluang menipis, memahami kekuatan
dan kelemahannya serta memiliki sikap optimis.
Awal dari pembinaan self esteem adalah mengajarkan kepada peserta didik
untuk memahami siapa dirinya, khususnya yang berkenaan dengan kelebihan dan
kekurangan yang dimiliki peserta didik. Pada proses berikutnya adalah
menciptakan lingkungan sosial bagi peserta didik agar ia diterima oleh orang lain.
Dalam konteks pembelajaran penjas, lingkungan yang dimaksud adalah kegiatan
belajar penjas yang melibatkan peran aktif seluruh peserta didik dalam
melaksanakan tugas gerak yang disampaikan guru. Tujuannya tiada lain untuk
memberikan pengalaman sukses melalui pemberian penghargaan (reward yang
menjadi bagian dari feedback) kepada setiap peserta didik sehingga
masing-masing peserta didik mampu menghargai kelebihan yang dimiliki oleh setiap
peserta didik.
D. Instrumen Penelitian
Alat untuk memperoleh informasi atau mengumpulkan data dalam
penelitian ini adalah angket. Angket adalah daftar pertanyaan dan atau pernyataan
yang diberikan kepada orang lain dengan maksud agar orang yang diberikan
angket tersebut bersedia memberikan jawaban dalam bentuk informasi yang
sesuai dengan yang dikehendaki oleh peneliti (Arikunto 1993, hlm. 125).
Pada penelitian ini, angket yang digunakan merupakan adopsi dari Self
Esteem Rating Scale (SERS) yang dikembangkan oleh Nugent & Thomas (1993)
yang diambil dari Tesis Gita Febria F. dengan sudah diizinkan oleh yang
bersangkutan untuk memakai instrument ini. Validitas dan reliabilitas dari SERS
ini sudah di uji. Pengujian validitas intrumen ini telah diteliti oleh Nugent (2004)
dalam penelitian yang berjudul „A Validity Study of Two Forms of the Self-Esteem
memaparkan reliabilitas dari SERS, yaitu: „The SERS has excellent internal consistency, with an alpha of 0.97. The standard error of measurement was 5.67. Data on stability were not reported’.
Angket SERS ini untuk melihat self esteem dalam situasi klinik. Berikut
deskripsi dari angket SERS yang dikembangkan oleh Nugent & Thomas (1993)
dalam Fischer and Corcoran (2000, hlm. 690) :
The SERS is a 40-item instrument that was developed to provide a clinical measure of self-esteem that can indicate not only problems in self-esteem but also positive or nonproblematic levels. The items were written to tap into a range of areas of self-evaluation including overall self-worth, social competence, problem-solving ability, intellectual ability, self-competence, and worth relative to other people. The SERS is a very useful instrument for measuring both positive and negative aspects of self-esteem in clinical practice.
Berikut merupakan kisi-kisi angket SERS untuk mengukur self esteem
[image:28.595.113.515.428.752.2]peserta didik kelas VI
Tabel 3.3. Kisi-kisi Angket
Variabel Sub Variabel Indikator
Self esteem : self-evaluation including overall self-worth, social competence, problem-solving ability, intellectual ability, self-competence, and worth relative to other people.
(R. Nugent & Thomas, 1993)
1)Nilai diri Senang terhadap penampilannya.
Mampu menerima kelebihan dan kekurangannya.
Memiliki kebanggaan terhadap dirinya.
Memiliki penilaian yang baik terhadap dirinya sendiri.
2)Kompetensi social
Percaya diri terhadap
kemampuannya berhubungan dengan orang lain.
Mampu membuat pertemanan yang baru.
Merasa nyaman saat berinteraksi sosial.
3)Kemampuan menyelesaik an masalah
Memiliki kemampuan
menyelesaikan situasi-situasi yang sulit.
Nugent & Thomas (1993) dalam Fischer and Corcoran (2000, hlm. 690)
menjelaskan tentang pertanyaan yang dibuat dalam SERS sebagai berikut:
The SERS is scored by scoring the items shown at the bottom of the measure as p/+ positively, and scoring the remaining items (N/-) negatively by placing a minus sign in front of the item score. The items are summed to produce a total score ranging from - 120 to + 120. Positive scores indicate more positive self esteem and negative scores indicate more negative levels of self-esteem.
Responden harus menilai diri mereka dengan 7 skala poin (Never=1,
Rarely=2, A little of the time=3, Some of the time=4, A good part of the time=5,
Most of the time=6, and always=7). Nilai yang diberikan oleh setiap responden
pada skor yang positif akan mengidentifikasi self esteem yang positif sedangkan
nilai yang diberikan oleh setiap responden pada skor yang negatif akan
mengidentifikasi self esteem yang negatif. 4) Kemampua
n intelektual
Percaya diri dengan tingkat kepandaiannya.
Memiliki kemampuan untuk mengungkapkan ide-ide.
5) Kompetensi diri
Percaya diri dengan
kemampuannya untuk
melaksanakan berbagai tugas. Mampu memanfaatkan berbagai keterampilan dan kelebihannya untuk menyelesaikan tugas 6) Nilai diri
relatif terhadap orang lain
Memiliki keyakinan bahwa kemampuan dirinya untuk melaksanakan berbagai tugas tidak kalah dengan kemampuan orang lain.
Memiliki keyakinan bahwa orang lain memiliki pendapat yang baik terhadap dirinya. Percaya diri bahwa kompetensi dirinya tidak kalah dengan orang lain.
Memahami bahwa setiap orang
memiliki kelebihan dan
E. Uji Coba dan Revisi Angket
Angket yang sudah dibuat dan dianggap layak, kemudian diujicobakan
untuk menentukan tingkat validitas dari setiap butir pernyataan dan tingkat
reliabilitasnya secara keseluruhan. Sebelum uji coba secara resmi dilakukan
terlebih dahulu dilaksanakan pra uji coba kepada peserta didik yang memiliki
karakteristik yang sama dengan sampel penelitian.
Maksud pra uji coba adalah untuk mengetahui pemahaman responden
terhadap setiap butir pernyataan dalam angket. Hasilnya kemudian direvisi
sehingga didapatkan angket yang sudah siap untuk diujicobakan secara resmi.
Instrumen yang digunakan merupakan instrument yang diadopsi dari Tesis
Gita Febria F. Instrumen ini digunakan untuk melihat self esteem peserta didik
SMP, oleh sebab itu pengujian validitas dan reliabilitas sudah dilakukan oleh
peneliti sebelumnya.
1. Uji validitas
a) Masukan data hasil uji coba instrumen pada entri SPSS.
b) Klik analize pada menu toolbar SPSS dan pilih scale kategori reliability
analysis.
c) Setelah masuk pada kategori reliability analysis, klik bagian statistik yang
berada dipojok kanan atas. Ceklis item, scale dan scale if item deleted.
Selanjutnya klik continoue.
d) Masih pada kategori reliability analysis, pindahkan data ke kolom item.
Selanjutnya akan muncul data.
e) Nilai hasil uji validitas (r hitung) dapat dilihat dari corrected item total
corelation.
f) Ketentuannya, apabila nilai dari corrected item total corelation <0,236
maka butir soal tidak valid.
2. Uji Reliabilitas
a) Masukan data hasil uji coba instrumen pada entri SPSS.
b) Klik analize pada menu toolbar SPSS dan pilih scale kategori reliability
c) Setelah masuk pada kategori reliability analysis, klik bagian statistik yang
berada dipojok kanan atas. Ceklis item, scale dan scale if item deleted.
Selanjutnya klik continoue.
d) Masih pada kategori reliability analysis, pindahkan data ke kolom item.
Selanjutnya akan muncul data.
e) Hasil dari perhitungan terdapat di lampiran.
F. Langkah-Langkah Penelitian
Langkah-langkah yang dilakukan dalam proses penelitian ini terdiri dari
perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.
1. Perencanaan
Tahap ini dimulai dengan penyusunan instrumen atau alat ukur penelitian
berupa angket, pemilihan sampel, pembuatan rencana atau program perlakuan
pendekatan bermain dalam pembelajaran penjas, penyediaan sarana dan
prasaran pembelajaran, penentuan waktu tes awal dan tes akhir.
2. Pelaksanaan Eksperimen
Eksperimen berlangsung selama kurang lebih dua bulan atau kurang lebih 8
kali pertemuan yang dimulai dari bulan September sampai bulan November
2014. Perlakuan pemberian umpan balik dalam pembelajaran penjas terdiri
dari bahan ajar yang telah disusun pada tahap perencanaan.
3. Evaluasi
Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah pengolahan dan analisis data
untuk memperoleh jawaban dari masalah penelitian dalam bentuk kesimpulan
melalui uji hipotesis.
G. Teknik Pengumpulan dan Analisis Data
Teknik pengumpulan data yang dipilih adalah melalui angket SERS. Angket
SERS yang diberikan pada saat pre test dan post test pada setiap kelompok
eksperimen maupun kontrol. Alasan pengambilan teknik pengumpulan data
menggunakan angket SERS adalah data yang dikumpulkan lebih objektif karena
eksperimen dan kelompok kontrol yang akan mendeskriptifkan self esteem
mereka. Menurut Ali (2010, hlm. 285) menjelaskan bahwa:
Keuntungan menggunakan kuisioner (angket) adalah dapat mengumpulkan data dari jumlah besar subjek; data yang dikumpulkan lebih objektif daripada menggunakan wawancara; responden dapat menjawab dengan lebih leluasa, tidak dipengaruhi sikap mental hubungan antara periset dan subjek riser, atau waktu yang tersedia dalam memikirkan jawaban; data yang dikumpulkan lebih mudah dianalisis, karena pertanyaan-pertanyaan yang diajukan bersifat tetap dan sama antara yang diajukan kepada satu responden dan yang diajukan pada responden lainnya.
Jenis data pada pengembangan self esteem peserta didik adalah data interval
dengan skala interval. Sugiyono (2010, hlm. 147) menegaskan bahwa “ …bila
peneliti ingin membuat kesimpulan yang berlaku untuk populasi, maka teknik
yang digunakan adalah statistic inferensial. Setelah data terkumpul selanjutnya
melakukan pengolahan data dan analisis data. Teknik analisis data menggunakan
teknik analisis statistik, yang digunakan adalah uji t.
Analisis menggunakan SPSS 17 dengan urutan analisis data sebagai berikut:
1) Uji Normalitas menggunakan Shapiro Wilk
2) Uji Homogenitas menggunakan Lavene‟s test
3) Menghitung gain Pretest & Posttest
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Populasi, Sampling dan Sampel Penelitian 1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah peserta didik SMP Lab UPI Bandung
kelas VII yang terdiri dari 6 kelas yaitu kelas A, B, C, D, E dan F. Masing-maing
kelas terdiri atas kelas A sebanyak 29 Peserta didik, kelas B sebanyak 30 peserta
didik, kelas C sebanyak 30 peserta didik, kelas D sebanyak 29 peserta didik, kelas
E sebanyak 28 peserta didik dan kelas F sebanyak 29 peserta didik. Jumlah
keseluruhan populasi kelas VII adalah sebanyak 175 peserta didik.
Alasan pengambilan populasi di SMP Lab UPI karena SMP Lab UPI
merupakan SMP Laboratorium Percontohan di Bandung untuk mengembangkan
berbagai macam inovasi pembelajaran termasuk pembelajaran penjas. Pemilihan
populasi dan sampel didasarkan pada pertimbangan:
(1) Peserta didik kelas VII SMP termasuk ke dalam masa remaja awal dengan
karakteristik pencarian jati diri. Didalamnya tersirat untuk belajar mengerti
dan memahami siapa dirinya. Indikatornya diungkapkan melalui rasa percaya
diri dan perasaan bangga pada diri sendiri (self esteem). Oleh sebab itu peserta
didik pada masa ini sesuai untuk dijadikan sampel penelitian dalam upaya
mengembangkan self esteem yang sehat karena mereka sedang mengalami
masa awal dari proses perkembangan self esteem.
(2) Berdasarkan pengalaman guru penjas belum mampu memberikan umpan balik
secara optimal selama proses pembelajaran penjas. Ini disebabkan karena guru
penjas memiliki persepsi bahwa pemberian umpan balik hanya berdampak
pada peningkatan keterampilan belajar motorik, bukan pada mengembangkan
aspek psikososial seperti self esteem. Sementara guru penjas yang lain kurang
2. Sampling dan Sampel Penelitian
Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini yaitu cluster random
sampling. Alasan menggunakan teknik cluster random sampling dalam
pengambilan sampel adalah karena kondisi eksternal dan internal, menurut
Maksum (2010, hlm. 276) memaparkan bahwa:
Kondisi eksternal adalah peraturan yang berlaku atau orang yang memiliki otoritas tidak menginjinkan. Adapun kondisi internal adalah apabila penyampelan dilakukan terhadap individu subjek maka suasana kealamiahan kelompok akan berubah, sedangkan suasana kealamiahan kelompok tersebut merupakan salah satu kajian dalam riset yang dilakukan.
Pembelajaran penjas yang dilaksanakan di SMP Lab UPI sudah terjadwal,
sehingga tidak memungkinkan untuk menambah jam pelajaran baru diluar jadwal
pembelajaran penjas karena beberapa faktor, salah satunya kesiapan peserta didik
dalam mengikuti pembelajaran penjas di luar jadwal jam pembelajaran yang
sudah ada apabila dilakukan secara cluster random sampling, ini merupakan
alasan faktor eksternal pada penelitian ini.
Sedangkan suasana kealamiahan yang ada pada satu kelas yang akan
dijadikan kelompok eksperimen dan kelompok kontrol terdapat suasana
kealamiahan kelompok pada kelas yang tidak akan berubah, ini merupakan alasan
pada faktor internal dalam penelitian ini. Fraenkel dkk. (2012, hlm. 95)
menegaskan bahwa:
Frequently, researchers cannot select a sample of individuals due to administrative or other restrictions. This is especially true in schools… Just as simple random sampling is more effective with larger numbers of individuals, cluster random sampling is more effective with larger number of clusters.
Maksum (2012, hlm. 57) juga menjelaskan bahwa “Dalam cluster random
sampling, yang dipilih bukan individu melainkan kelompok atau area yang
kemudian disebut cluster.Misalnya propinsi, kabupaten/kota, kecamatan, dan
sebagainya.Bisa juga dalam bentuk kelas dan sekolah.Langkah-langkah dalam
menentukan sampel dengan teknik cluster random sampling pada penelitian ini
hasilnya akan diambil dua kelas. Alasan diambil dua kelas karena masing-masing
dari kelas itu akan diambil 1 sebagai kelompok eksperimen dan 1 sebagai
kelompok kontrol. Pengundian dilakukan dengan cara mengacak ke enam nama
kelas yang telah ditulis di secarik kertas dan digulung agar tidak terlihat,
kemudian diambil dua kelas untuk menentukan sampel. Dua kelas yang terpilih
selanjutnya akan diambil secara acak kembali untuk menentukan mana yang
menjadi sampel eksperimen dan kontrol.
Berdasarkan hasil pengundian sampel secara cluster random sampling,
maka terdapat dua kelas yang terpilih menjadi sampel pada penelitian ini. Kelas
yang menjadi kelompok eksperimen ialah kelas VII D yang terdiri dari 29 peserta
didik dan kelas VII E menjadi kelompok kontrol yang terdiri dari 28 peserta
didik. Sehingga jumlah sampel keseluruhan pada penelitian ini sebanyak 57
peserta didik.
B. Metode dan Desain Penelitian
Permasalahan yang penulis ungkap dalam penelitian ini adalah pengaruh
pemberian umpan balik positif dan umpan balik netral, terhadap perubahan self
esteem pada peserta didik SMP. Sehubugan dengan hal tersebut maka diperlukan
suatu metode penelitian yang sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai. Tujuan
penelitian yang dimaksud adalah untuk memecahkan masalah penelitian melalui
pembuktian hipotesis.
Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode eksperimen.
Metode eksperimen menurut Arikunto (2002, hlm. 3) adalah suatu cara penelitian
“Dengan cara ini peneliti sengaja membangkitkan timbulnya suatu kejadian atau keadaan, kemudian diteliti bagaimana akibatnya”.
Dari uraian di atas, dapat dikatakan bahwa kegiatan percobaan (eksperimen)
yang dimaksud adalah penerapan umpan balik positif dan umpan balik netral.
Sedangkan hasil yang diharapkan adalah meningkatnya self esteem pada peserta
didik SMP. Dari sinilah dapat diketahui dan ditentukan jenis-jenis variabel
penelitian. Dalam konteks penelitian ini variabel yang memberikan pengaruh
sehingga dalam pelaksanaannya sampel dibagi dua kelompok untuk memperoleh
perlakuan yang berbeda-beda.
1. Kelompok A mendapat perlakuan pemberian umpan balik positif.
2. Kelompok B mendapat perlakuan pemberian umpan balik netral.
Sedangkan variabel yang dipengaruhi (variabel terikat/dependent variable)
adalah self esteem pada peserta didik SMP yang terdiri dari tiga indikator yaitu:
a. Memahami apa yang dapat dan telah dilakukan
b. Menetapkan tujuan dan arah hidup
c. Tidak merasa iri pada prestasi orang lain
Desain yang digunakan adalah desain faktorial 2 x 2. Kerlinger (1986 ) yang
dikutip oleh Maksun (2012, hlm. 99) menjelaskan bahwa “ factorial design is the structure of research in which two or more independent variables are juxtaposed in order to study their independent and interactive effects on a dependent variabel. Pemetaan lebih jelas tentang 2 by 2 factorial design dapat dilihat pada
[image:36.595.160.465.456.612.2]tabel berikut :
Tabel 3.1. Desain Faktorial 2 x 2
Variabel Terikat Variabel Bebas
Self-Esteem
Umpan balik
Positif (A1)
Umpan balik
Netral (A2)
Peserta didik laki-laki
(B1)
A1B1 A2B1
Peserta didik Perempuan
(B2)
A1B2 A2B2
Keterangan :
A1 : Pembelajaran penjas menggunakan umpan balik positif
A2 : Pembelajaran penjas menggunakan umpan balik netral
B1 : Peserta didik laki-laki
B2 : Peserta didik perempuan
laki-laki
A2B1 : Pembelajaran penjas menggunakan umpan balik netral pada peserta didik
laki-laki
A1B2 : Pembelajaran penjas menggunakan umpan balik positif pada peserta didik
perempuan
A2B2 : Pembelajaran penjas menggunakan umpan balik positif pada peserta didik
perempuan
Penelitian ini dilaksanakan selama 8 kali pertemuan yang dilaksanakan
setiap 1 kali dalam seminggu, jadi penelitian dilakukan selama 2 bulan dari mulai
bulan Oktober sampai Desember 2014. Berikut adalah langkah-langkah yang
dilakukan dalam penelitian:
1. Pre Test
Pre test diberikan kepada peserta didik sebelum mengimplementasikan
feedback positif dan netral kepada peserta didik putra dan putri. Pre test diberikan
untuk melihat sejauh mana self esteem peserta didik putra dan putri sebelum
diberikan perlakuan feedback positif dan feedback netral pada pembelajaran
penjas. Instrumen yang digunakan untuk melihat self esteem peserta didik
menggunakan instrument self esteem yang sudah diuji validitas dan
realibilitasnya.
2. Perlakuan
Perlakuan dilakukan pada kelompok eksperimen menggunakan feedback
positif pada peserta didik putra dan putri dalam materi yang disesuaikan dengan
silabus yang ada di SMP Lab UPI sedangkan pada kelompok kontrol diberikan
perlakuan feedback netral dengan materi yang sama dengan kelompok eksperimen
pada peserta didik putra dan putri. Perlakuan ini dilaksanakan 1 minggu sekali
sebanyak 8 pertemuan, berikut merupakan program perlakuan dalam rangka
meningkatkan self esteem peserta didik SMP Lab UPI baik putra maupun putri
melalui pemberian feedback positif maupun netral pada pembelajaran penjas yang
Tabel 3.2. Program Penelitian
Pertemuan ke
Materi Sub Materi Waktu
Pre Test - Rabu, 24 Sep 2014
1 Bola Basket
Lemparan dada
Lemparan di atas kepala
Rabu, 1 Okt 2014
2 Bola Basket
Lemparan pantulan
Lemparan samping
Rabu, 8 Okt 2014
3 Bola Basket
Lemparan lengkung samping
Lemparan bawah
Rabu, 15 Okt 2014
4 Bola Basket Menggiring bola Rabu, 22 Okt 2014
5 Atletik
Teknik dasar
start
Teknik lari jarak pendek
Rabu, 29 Okt 2014
6 Atletik
Teknik lari jarak pendek
Teknik
memasuki garis finish
Rabu, 5 Nov 2014
7 Senam Lantai Guling depan Rabu, 12 Nov 2014
8 Senam Lantai Guling belakang Rabu, 19 Nov 2014
Program pemberian feedback dalam penelitian ini adalah feedback positif
dan feedback netral pada peserta didik putra dan putri saat pembelajaran penjas di
jumlah pertemuan 8 pertemuan dengan alasan bahwa peningkatan self esteem
peserta didik putra dan putri diharapkan dapat terjadi perubahan dalam jangka
waktu yang relatif singkat. Sesuai dengan ini, teori Mruk (2006, hlm.189)
menjelaskan bahwa:
The 5 week period seems to be optimal in terms of making a compromise between having enough time to work on self esteem in a way that allows for some change to occur and for maximizing attendance in a outpatient or educational setting. Standard number of 2 hour season is five. They should be spread evenly over time, such as by meeting once per week.
Teori ini mengungkapkan bahwa 5 minggu menjadi waktu yang optimal
untuk dapat memaksimalkan pertemuan dalam setting outpatient atau pendidikan
dan untuk melihat perubahan yang terjadi dalam self esteem. Waktu yang standar
untuk digunakan adalah 3 jam per setiap pertemuan selama 5 minggu.
3. Post Test
Post test dilaksanakan pada pertemuan ke-8 setelah program pembelajaran
penjas menggunakan feedback positif dan netral kepada peserta didik putra dan
putri diberikan. Post test diberikan untuk melihat sejauh mana perkembangan self
esteem peserta didik putra dan putri kelas VII di SMP Lab UPI setelah diberikan
perlakuan selama 8 kali pertemuan. Instrumen yang digunakan dalam post test
sama dengan instrument yang digunakan ketika pre test. Hasil data post test akan
dibandingkan dengan hasil data pre test untuk melihat perubahan self esteem
peserta didik putra dan putri setelah diberikan perlakuan berupa feedback positif
dan feedback netral pada pembelajaran penjas.
C. Definisi Operasional
Beberapa ahli mengartikan self esteem dengan istilah yang berbeda namun
memiliki makna yang sama. Dengan merujuk pada pendapat Maslow (1970
dalam Sudibyo Setyobroto 2001, hlm 72), bahwa self esteem (harga diri)
merupakan kebutuhan individu yang berhubungan dengan motif berprestasi dan
kepercayaan diri sendiri. Harga diri juga berkaitan erat dengan status, pengakuan,
Terbentuknya harga diri pada prinsipnya bertalian erat dengan interaksi
sosial yang dijalani seseorang. Harga diri atau kebanggaan diri akan muncul
dalam diri seseorang apabila ia telah memahami kelebihan yang dimiliki oleh
dirinya. Pemahaman itu biasanya diperoleh melalui proses membandingkan
dengan orang lain dalam aktivitas sosial yang dilakukannya. Intinya adalah
kebutuhan rasa harga diri (self esteem) ini dapat dipenuhi melalui hubungan
interpersonal dengan orang lain.
Istilah self esteem diartikan pula sebagai kepercayaan diri atau keyakinan
diri. Self esteem berkaitan dengan perasaan bahwa kita pantas, layak, berharga,
mampu dan berguna, tak peduli apapun yang telah terjadi dalam hidup kita, apa
yang sedang terjadi atau apa yang bakal terjadi. Lutan (2003, hlm. 3)
memaparkan bahwa “self esteem adalah penerimaan diri sendiri, oleh diri sendiri
berkaitan bahwa kita pantas, berharga, mampu dan berguna tak peduli dengan apa
pun yang sudah, sedang atau bakal terjadi. Tumbuhnya perasaan aku bisa dan aku
berharga merupakan inti dari pengertian self esteem”