• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PEMBERIAN UMPAN BALIK DAN GENDER TERHADAP PENINGKATAN SELF ESTEEM SISWA SMP.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH PEMBERIAN UMPAN BALIK DAN GENDER TERHADAP PENINGKATAN SELF ESTEEM SISWA SMP."

Copied!
50
0
0

Teks penuh

(1)

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Magister Program Studi Pendidikan Olahraga

Oleh:

Yusnita Pusparagen 1103471

JURUSAN PENDIDIKAN OLAHRAGA SEKOLAH PASCASARJANA

(2)

Pemberian Umpan Balik dan Gender Terhadap Peningkatan Self Esteem Siswa

SMP" ini beserta seluruh isinya adalah benar-benar karya saya sendiri. Saya tidak

melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai

dengan etika ilmu yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan ini,

saya siap menanggung resiko/sanksi apabila di kemudian hari ditemukan adanya

pelanggaran etika keilmuan atau ada klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya

saya ini.

Bandung, Juli 2015

Yang Membuat Pernyataan

Yusnita Pusparagen

(3)

Nama : Yusnita Pusparagen, S.Pd

NIM : 1103471

Judul : Pengaruh Pemberian Umpan Balik Terhadap Peningkatan

Self Esteem Siswa SMP

Bandung, Juli 2015

Disetujui oleh:

Pembimbing Akademik

Prof. Dr. H. Adang Suherman, M.A NIP. 196306181988031001

Mengetahui

Ketua Program Studi Pendidikan Olahraga Sekolah Pascasarjana

Universitas Pendidikan Indonesia

(4)

ABSTRAK

PENGARUH PEMBERIAN UMPAN BALIK DAN GENDER TERHADAP PENINGKATAN SELF ESTEEM SISWA SMP

(5)

A.Latar Belakang………... 1

B. Identifikasi Masalah………... 7

C.Rumusan Masalah………... 9

D.Tujuan Penelitian………... 10

E. Manfaat Penelitian………... 10

BAB II KAJIAN TEORITIS A.Self Esteem………... 12

B.Umpan Balik………... 20

C.Karakteristik Siswa Kelas VII………... 28

D.Gender………... 30

E. Penelitian Yang Relevan………... 33

F. Kerangka Pikir dan Hipotesis…... 35

BAB III METODE PENELITIAN A.Populasi dan Sampel………... 41

B.Metode dan Desain Penelitian………... 43

C.Definisi Operasional………... 47

D.Instrumen Penelitian………... 49

E. Uji Coba dan Revisi Angket………... 51

F. Langkah-langkah Penelitian………... 53

G.Teknik Pengumpulan Data dan Analisis Data………... 53

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A.Hasil Penelitian………... 55

B.Diskusi Hasil Penelitian………... 60

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A.Kesimpulan………... 65

B.Rekomendasi………... 65

(6)

1. Lampiran 1 (Instrumen Uji Angket)... 69

2. Lampiran 2 (Data Uji Coba Instrumen Self Esteem)... 73

3. Lampiran 3 (Hasil Perhitungan Uji Coba Angket Self Esteem)... 74

4. Lampiran 4 (Instrumen Penelitian Self Esteem)... 84

5. Lampiran 5 (Program Pemberian Feedback)... 86

6. Lampiran 6 (Jadwal Pemberian Program Feedback)... 87

7. Lampiran 7 (Kriteria Tugas Pemberian Feedback)... 88

8. Lampiran 8 (Rekapitulasi Pre Test dan Post Test Kelompok Kontrol dan Kelompok Eksperimen)... 91

9. Lampiran 9 (Rekapitulasi Data Hasil Penelitian Self Esteem)... 95

10. Lampiran 10 (Tabulasi Data Hasil Penelitian)... 96

11 Lampiran 11 (Hasil Analisis Data Normalitas dan Homogenitas).... 97

12. Lampiran 12 (Hasil Uji Hipotesis)... 98

(7)

3.2. Program Penelitian ... 46

3.3. Kisi-kisi Angket ... 50

4.1. Deskripsi Data Self Esteem ... 55

4.2. Data Hasil Test Normalitas ... 56

4.3. Data Hasil Test Homogenitas ... 57

(8)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Program pembelajaran pendidikan jasmani memiliki tujuan dan fungsi

untuk menumbuhkembangkan seluruh domain (aspek) yang dimiliki oleh peserta

didik. Domain tersebut mencakup ranah psikomotor, kognitif, dan afektif. Pada

aspek psikomotor terlihat jelas untuk diamati karena pendidikan jasmani adalah

pendidikan melalui aktivitas fisik (jasmani) yang bertujuan mengembangkan

kemampuan gerak peserta didik. Pada aspek kognitif, program pendidikan jasmani

berupaya mengembangkan kemampuan berfikir kritis dan daya nalar melalui

berbagai konsep yang terkait dengan pemahaman tentang rangkaian gerak,

kemampuan menganalisa gerakan, dan pemahaman konsep pola hidup sehat.

Melalui program pendidikan jasmani (penjas) dikembangkan pula aspek afektif yang terkait dengan perkembangan sikap dan emosional. Siswa diarahkan untuk memiliki kemampuan mengendalikan emosi, memiliki konsep diri yang positif, memiliki kemampuan berinteraksi secara efektif dengan orang lain, mampu menghormati dan menghargai kemampuan orang lain, dan memiliki kebanggaan serta percaya diri (self esteem) terhadap kemampuan yang dimilikinya (Lutan, 2001, hlm. 34-35).

Self esteem diartikan dalam istilah percaya diri meskipun tidak sepenuhnya

menggambarkan makna yang sesungguhnya. Lutan (2003, hlm. 3) memaparkan

bahwa “self esteem adalah penerimaan diri sendiri, oleh diri sendiri berkaitan

bahwa kita pantas, berharga, mampu dan berguna tak peduli dengan apa pun yang

sudah, sedang atau bakal terjadi. Tumbuhnya perasaan aku bisa dan aku berharga

merupakan inti dari pengertian self esteem”. Hal yang serupa diungkapkan dalam

(9)

persepsi kita terhadap diri sendiri tentang motivasi, sikap, perilaku, dan

penyesuaian emosi yang mempengaruhi kita.

Situs KidsHealts (2006) memaparkan mengenai dua jenis self esteem yaitu

Unhealty Self esteem dan Healthy Self esteem. Self esteem yang rendah atau tidak

sehat pada anak ditandai dengan tidak adanya keinginan melakukan sesuatu hal

yang baru, anak selalu berkata negatif atas kemampuan yang dimilikinya misalnya

“Saya bodoh!”, “Saya tidak pernah belajar dengan baik”. Ciri yang lainnya adalah

anak tidak memiliki toleransi, frustasi, dan pesimis. Sedangkan pada anak yang

memiliki self esteem yang sehat ditandai dengan senang memelihara hubungan

dengan yang lain, aktif dalam kelompoknya, menyenangkan dalam berhubungan

baik, mampu menemukan solusi ketika peluang menipis, memahami kekuatan dan

kelemahannya serta memiliki sikap optimis.

Self esteem dapat tercermin dari cara seseorang berperilaku dan berbuat. Self esteem berkenaan dengan kemampuan untuk memahami apa yang sedang dan

telah diperbuat, dan berkenaan pula dengan penetapan tujuan yang harus dicapai.

Dalam konteks pembelajaran pendidikan jasmani, kita dapat mengamati self

esteem yang dimiliki oleh para peserta didik. Peserta didik yang memiliki self esteem tinggi atau self esteem yang sehat pada umumnya memiliki kepercayaan

diri dan keyakinan yang tinggi pula untuk dapat melakukan tugas gerak yang

diinstruksikan guru. Mereka biasanya bersungguh-sungguh dalam melakukan

aktivitas jasmani dan selalu berupaya memperbaiki kekurangan dan terus berlatih

meningkatkan kemampuannya. Ciri ini akan sangat berbeda dengan peserta didik

yang rendah self esteemnya atau yang tidak memiliki self esteem. Umumnya

mereka enggan atau bermalas-malasan melakukan tugas gerak karena merasa

khawatir atau tidak percaya terhadap kemampuan yang dimilikinya, tidak bekerja

keras memperbaiki kekurangannya dan merasa cukup dengan apa yang sudah

dilakukannya. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Allegrante (2010)

menyebutkan bahwa “Self esteem sangat berhubungan erat dengan kesehatan fisik

dan mental”. Hal ini berhubungan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh

(10)

yang diberikan oleh guru sangat dirasakan pada pendidikan jasmani”. Dari hasil

penelitian tersebut di atas dapat terlihat bahwa guru pendidikan jasmani jarang

sekali memberikan feedback sehingga tujuan dari pelajaran pendidikan jasmani

sulit tercapai, sedangkan hasil penelitian sebelumnya menjelaskan bahwa self

esteem sangat berhubungan erat dengan kesehatan fisik.

Peristiwa seperti itu akan menjadi hambatan bagi terciptanya lingkungan

belajar penjas yang kondusif. Sudah menjadi kewajiban guru penjas untuk mampu

menyajikan program pengajaran penjas yang baik yang dapat mengatasi peserta

didik yang tidak memiliki self esteem atau taraf self esteemnya masih rendah.

“Guru atau pelatih merupakan sumber penting dalam mengembangkan self esteem

siswa atau atlet, bahkan sebaliknya guru berpotensi menghancurkan self esteem

siswa” (Lutan, 2003). Untuk itu guru penjas harus memiliki sikap dan perilaku yang mampu mengembangkan self esteem peserta didik melalui perkataan dan

tindakan selama proses pembelajaran penjas yang termuat dalam program penjas

yang sesuai dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangan peserta didik.

“Program penjas yang baik akan memberikan kesempatan kepada siswa

untuk mengembangkan kepercayaan diri, mengembangkan nilai-nilai pribadi

melalui aktivitas jasmani baik secara perorangan maupun berkelompok” (Lutan, 1998). Bila tujuan itu tercapai, hal itu memungkinkan peserta didik untuk

memperoleh dan menerapkan pengetahuan tentang aktivitas jasmani,

pertumbuhan dan perkembangan, perkembangan estetika dan sosial,

mengembangkan sikap positif, mengembangkan keterampilan sosial untuk

berkomunikasi secara efektif dengan orang lain (Lutan, 1998).

Kesempatan dan manfaat yang akan diperoleh peserta didik akan tercapai

apabila guru penjas mampu bertindak sesuai dengan fungsi dan peranannya dalam

mengembangkan potensi yang dimiliki peserta didik. Termasuk ketika berupaya

meningkatkan self esteem pada diri peserta didik. Salah satu cara meningkatkan

self esteem menurut Lutan (2003) adalah “Melalui komunikasi yang efektif”. Indikator terpenting dari komunikasi yang efektif adalah berterus terang,

(11)

Guru yang baik harus berterus terang memberikan penilaian terhadap

kemampuan peserta didik dengan menceritakan hal yang sesungguhnya dengan

cara yang tidak membuat peserta didik semakin terpuruk. Misalnya guru harus

menghindarkan kata-kata “kamu tidak bisa” kepada peserta didik, tetapi

diutarakan dengan kata “belum bisa” ketika peserta didik belum mampu

melaksanakan tugas gerak sesuai dengan harapan guru. Hal terpenting lagi adalah

guru tetap memiliki pendirian yang konsisten terhadap ucapan dan perilakunya.

Guru penjas yang baik adalah guru yang mau mendengar dan memperhatikan

segala hal yang diutarakan peserta didik dalam rangka perbaikan proses

pembelajaran. Guru penjas yang baik pun adalah orang yang mampu menerima

perasaan orang lain, termasuk perasaan peserta didik.

Ketiga indikator yang termuat dalam komunikasi yang efektif sesungguhnya

merupakan proses pemberian umpan balik atau feedback yang dilakukan guru

selama proses pembelajaran. Hal itu dilakukan tidak saja dalam kegiatan belajar

mengajar di kelas atau di lapangan melainkan ketika aktivitas belajar telah selesai

dilaksanakan. Misalnya di sela-sela waktu istirahat, guru biasanya mengingatkan

peserta didik untuk terus berlatih atau aktif dalam kegiatan ekstrakurikuler sesuai

dengan cabang olahraga yang dipilih peserta didik. Secara tidak langsung,

peristiwa komunikasi tersebut dapat menjadi feedback bagi peserta didik untuk

selalu diingatkan akan keharusannya berlatih sekaligus termotivasi karena adanya

perhatian dari gurunya. Seperti halnya dalam konteks kepelatihan, peserta didik

sebagai atlet membutuhkan feedback. Harsono (1988, hlm.87) mengemukakan

“Atlet membutuhkan umpan balik untuk mengetahui bagaimana hasil-hasil latihannya, dan apa yang masih harus diperhatikan dan ditekankan dalam

latihan-latihan untuk kemajuan prestasinya”.

Secara umum feedback terbagi ke dalam dua jenis yaitu intrinsic feedback

dan extrinsic feedback (Apruebo, 2005). Intrinsic feedback atau feedback intrinsik

terkait dengan penilaian terhadap dirinya sendiri, tentang sikap atau perilaku yang

telah dilakukannya, tentang kemampuan yang telah ditunjukkannya. Misalnya

(12)

dengan yang diinstruksikan guru, apakah merasa nyaman dengan alat bantu yang

digunakan, atau menilai bahwa rangkaian gerakan senam telah sesuai dengan

urutan yang harus dilakukan. Sedangkan extrinsic feedback adalah feedback yang

berasal dari luar dirinya. Misalnya koreksi dari guru penjas atas gerakan yang

sudah dilakukan, cemoohan rekan karena salah memberikan umpan ketika

bermain bola, atau dari lingkungan sekitar seperti cuaca yang terlalu panas

sehingga mengharuskannya sering beristirahat di tempat yang teduh.

Fungsi feedback adalah memberikan motivasi, reinforcement (Harsono,

1988, hlm. 89) atau punishment (Lutan, 1998). Menurut Apruebo (2005, hlm.

100), “Reinforcement means any event that increase the probability that a particular response will reoccur under similar consequences”. Reinforcement maksudnya adalah pemberian penguatan atas kejadian atau aktivitas yang telah

dilaksanakan sehingga aktivitas tersebut tetap mampu dipertahankan atau

memberikan respons yang serupa dan pada aktivitas berikutnya dapat meningkat

lagi. Dalam hal pemberian reinforcement Weinberg dan Gould (1995, hlm. 137)

mengemukakan “Reinforcement is the use of reward and punishment that

increase or decrease the likelihood of similar response occurring in the future”.

Bahwa reinforcement dapat menggunakan penghargaan atau hukuman yang

mungkin sekali dapat meningkatkan atau menurunkan respons serupa yang terjadi

pada masa berikutnya. Penghargaan tidak selalu dalam bentuk benda sebagai

hadiah, tetapi dapat melalui ungkapan-ungkapan. Contohnya ungkapan guru

penjas yang mengatakan “Lemparan kamu sudah bagus, coba lempar ke sasaran yang lebih jauh!” Sedangkan punishment lebih bersifat memberikan penilaian

buruk atas apa yang dilakukan oleh peserta didik. Misalnya pada ungkapan

“Lemparan kamu ngawur, jangan asal lempar saja!”

Feedback dapat diberikan dalam beberapa jenis, misalnya seperti

knowledge of result, objective measures, self monitoring, snap judgement, video playback (Butler, 1996 dalam Apruebo, 2005). Jenis feedback yang lain

dikemukakan oleh Suherman (1998, hlm. 126) yaitu feedback positif, feedback

(13)

dalam kegiatan belajar mengajar penjas yang bersifat praktik di lapangan dan

lebih mudah dilakukan oleh guru. Feedback positif ditandai dengan ungkapan

guru seperti bagus, hebat, dan pintar. Feedback netral diungkapkan guru dengan

tidak merujuk kepada kesalahan tugas gerak yang dilakukan seorang peserta didik

akan tetapi mengingatkan kepada semua peserta didik. Misalnya dalam belajar

menyundul bola, guru mengatakan buka mata untuk melihat arah bola. Feedback

negatif adalah kebalikan dari feedback positif. Pada umumnya feedback negatif

diajurkan secara implisit atau tidak langsung, misalnya pada ungkapan guru

“Kamu tidak becus mengoper bola” sebaiknya diungkapkan “Jangan hanya didorong, lempar bola itu dengan kuat agar sampai ke teman kamu!”. Firmansyah dalam penelitiannya menyebutkan bahwa terdapat interaksi antara gaya mengajar

dan feedback terhadap keterampilan gerak dasar.

Pemberian jenis feedback harus disesuaikan dengan kebutuhan peserta

didik. Kebutuhan peserta didik terkait dengan tingkat perkembangan psikososial

peserta didik. Pada perkembangan peserta didik di masa remaja yang terkadang

memiliki keinginan diperhatikan secara berlebihan atau bahkan ingin diberikan

kebebasan seluas-luasnya, guru harus berhati-hati memberikan feedback untuk

perbaikan atau koreksi atas kekeliruan yang dilakukan peserta didik.

Kekurangsesuaian jenis feedback yang diberikan akan berdampak kepada

perasaan tidak enak, pesimistis, tidak memiliki motivasi, atau tidak memiliki

harga diri karena selalu mendapat teguran guru. Untuk itu karakteristik peserta

didik harus mendapat perhatian penting ketika guru akan memberikan feedback.

Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Budiman (2009) tentang pemberian

feedback menghasilkan tiga aspek penting yang harus diketahui oleh guru penjas

dalam pemberian feedback, yaitu:

(14)

Karakteristik siswa SMP (13-16 tahun) tergolong ke dalam masa remaja

awal. “Karakteristik umum masa remaja adalah memandang sesuatu hal dari yang bersifat subyektif menuju ke arah yang obyektif” (Makmun, 1995). Lebih lanjut

Makmun mengemukakan bahwa usia remaja pada masa anak sekolah umumnya

dituntut untuk dapat mengerjakan atau menyelesaikan sesuatu dengan baik dan

sempurna. Kemampuan melaksanakan tugas merupakan kepercayaan atas

kecakapannya. Kalau tidak, maka akan timbul perasaan rendah diri (inferiority)

atau self esteem yang rendah sekali yang akan dibawanya pada taraf

perkembangan selanjutnya. Masa remaja sudah menunjukkan kepada proses

pemenuhan kebutuhan pada tahap penghargaan dan perwujudan diri (Teori

Kebutuhan Maslow), dan sudah menunjukkan arah kecenderungan tertentu yang

akan mewarnai pola dasar kepribadiannya (Soesilowindradini, 1995)

Dalam penelitian ini peneliti juga ingin mengkaji mengenai bagaimana

peran gender dalam pemberian feedback dan self esteem. Hal ini sangat menarik

karena berdasarkan pada hipotesis intensifikasi gender (gender intensification

hypothesis) bahwa perbedaan psikologis dan perilaku antara laki-laki dan

perempuan menjadi semakin besar pada masa remaja awal karena meningkatnya

tekanan sosialisasi untuk menyesuaikan diri pada peran gender maskulin dan

feminim. Dimana masa remaja awal adalah masa usia sekolah menengah pertama.

Peneliti ingin melihat apakah ada perbedaan pada peserta didik laki-laki dan

perempuan setelah diberikan pemberian feedback dan bagaimana pengaruhnya

terhadap self esteem peserta didik yang tentunya berdasarkan gender.

B. Identifikasi Masalah Penelitian

Perkembangan masa remaja pada umumnya dipengaruhi oleh minatnya

terhadap sekolah (Soesilowindradini, 1995 hlm. 189-190). Salah satu yang

mempengaruhinya adalah penilaian remaja terhadap kemampuan gurunya

mengajar. Kadang-kadang remaja berkeluh kesah berkenaan dengan perilaku dan

cara-cara gurunya mengajar. Guru dinilainya tidak memahami keinginan dan

kebutuhan remaja di sekolah. Remaja merasa diperlakukan seperti anak kecil,

(15)

Hal ini terkait dengan terabaikannya upaya pengembangan konsep diri, rasa

percaya diri atau harga diri (self esteem) sebagai hasil interaksi dalam proses

pembelajaran.

Perkembangan self esteem terkait erat dengan proses perkembangan peserta

didik untuk semakin mengenal siapa dirinya. “Guru penjas memiliki peranan yang cukup besar dalam rangka membantu siswa memahami siapa dirinya” (Lutan

2003, hlm. 21). Terutama bagaimana membantu peserta didik untuk merasakan

bahwa dirinya mendapat pengakuan dari orang lain, dan mendapat penghargaan

atas tindakan yang dilakukannya.

Dalam konteks pembelajaran penjas, menumbuhkan perasaan harga diri

(self esteem) dapat ditingkatkan melalui pemberian feedback oleh guru secara

langsung melalui ungkapan dan tindakan, atau guru membuat indikator

pembelajaran agar lingkungan pembelajaran dapat memberikan stimulus berupa

feedback kepada setiap tindakan yang dilakukan peserta didik. Ini berlandasakan

pada pernyataan Lutan (2003, hlm. 21) bahwa salah satu faktor yang dapat

mengembangkan self esteem adalah peranan guru atau pelatih olahraga. Sehingga

dengan bentuk perlakuan yang guru berikan dalam proses pembelajaran akan

berdampak pada perubahan self esteem peserta didik. Misalnya, antara peserta

didik untuk selalu diarahkan menghargai kemampuan yang dimiliki serta

menghormati kesempatan kawan untuk melakukan tugas gerak dalam proses

menunggu giliran.

Yang menjadi hambatan dalam menerapkan feedback adalah kesesuaian

antara jenis feedback dengan kebutuhan peserta didik akan penghargaan yang

harus diterimanya. Hal ini adalah sebagai akibat dari belum mampunya guru

penjas menerapkan feedback secara maksimal karena belum memiliki pemahaman

tentang jenis dan fungsi feedback. Faktor lain yang harus diperhatikan adalah

tingkat perkembangan psikososial antara peserta didik laki-laki dengan

perempuan pada tingkat SMP yang cenderung berbeda, apalagi menginjak masa

remaja. Block dan Robins (1993) dalam buku Self esteem theory and research

(16)

perilaku yang positif mencerminkan rasa self esteem pada diri perempuan

dibandingkan dengan laki-laki. Tingkat pertumbuhan dan perkembangan siswa

perempuan pada beberapa aspek mental, sosial, dan emosional cenderung

berkembang lebih cepat dibandingkan siswa laki-laki (Soesilowindradini 1995,

hlm. 188). Hal ini pun berdampak pada pemberian jenis feedback yang berbeda

pula agar terjadi kesesuaian antara aktivitas peserta didik sebagai stimulus dengan

respons berupa perlakuan guru dalam bentuk feedback. Semua itu diupayakan

dalam meningkatkan self esteem pada diri peserta didik.

Berdasarkan wawancara peneliti dengan guru BK (Bimbingan Konseling)

SMP Lab UPI (2014), tingkat self esteem peserta didik SMP Laboratorium

Percontohan sangat bervariasi, dilihat berdasarkan tingkatannya siswa kelas IX

memiliki self esteem paling tinggi dibandingkan dengan adik kelasnya kelas VII

dan VIII, karena kelas IX merupakan tingkatan paling tinggi di SMP sehingga

peserta didik kelas IX cenderung lebih memiliki rasa menguasai dan percaya diri,

sedangkan untuk kelas VII cenderung memiliki self esteem yang rendah, karena

sering mendapatkan tekanan atau ejekan dari kakak kelasnya, begitupun bila

dibandingkan dengan kelas VII yang termasuk kedalam kelas bilingual, kelas VII

reguler memiliki self esteem yg lebih rendah dibandingkan dengan kelas bilingual.

Pada kenyataan yang ada di lapangan, peserta didik SMP Lab UPI sering

sekali malas dan sulit sekali apabila guru menugaskan untuk memberikan contoh

suatu gerakan kapada teman-temannya, sebagai contoh apabila peserta didik di

tugaskan untuk memberikan contoh melakukan lay up shoot pada pembelajaran

bola basket tidak semua peserta didik mau melakukannya. Setelah guru

melakukan observasi, kemalasan mereka untuk melakukan tugas tersebut

dikarenakan mereka tidak bisa dan tidak yakin bisa melakukan hal tersebut,

karena bila salah dalam melakukan tugas tersebut hal yang mereka dapat adalah

ejekan dan sindiran dari teman-teman sebayanya. Hal ini menunjukan masih

adanya peserta didik yang menunjukkan gejala self esteem yang rendah. Berkaitan

dengan self esteem yang rendah terdapat dampak yang cukup buruk akibat dari

(17)

muncul di televisi yaitu kasus bunuh diri yang dialami peserta didik yang tidak

lulus Ujian Nasional (UN). Berdasarkan pada pernyataan Lutan (2003) bahwa

salah satu faktor yang dapat mengembangkan self esteem adalah peranan guru,

sehingga dengan bentuk perlakuan yang guru berikan pada peserta didik dalam

proses pembelajaran akan berdampak pada perubahan self esteem peserta didik.

C. Rumusan Masalah Penelitian

Dari latar belakang dan Identifikasi masalah yang telah diuraikan, maka

rumusan penelitiannya adalah sebagai berikut:

1. Apakah terdapat pengaruh pemberian feedback terhadap peningkatan self

esteem pada peserta didik SMP?

2. Apakah terdapat pengaruh gender terhadap peningkatan self esteem pada

peserta didik SMP?

3. Apakah terdapat interaksi antara pemberian feedback dan gender terhadap

peningkatan self esteem pada peserta didik SMP?

D. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh temuan mengenai pengaruh

pemberian feedback terhadap peningkatan self esteem pada peserta didik

laki-laki dan peserta didik perempuan. Penelitian ini juga diharapkan dapat

memberikan bukti kebermaknaan program pendidikan jasmani melalui proses

pembelajarannya yang mampu menumbuhkembangkan seluruh aspek yang

dimiliki peserta didik, khususnya aspek psikologis dan sosial.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui pengaruh pemberian feedback terhadap peningkatan

self esteem pada peserta didik SMP.

b. Untuk mengetahui pengaruh gender terhadap peningkatan self esteem pada

peserta didik SMP.

c. Untuk mengetahui interaksi antara pemberian feedback dan gender

(18)

E. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi berbagai

pihak yang berkepentingan dengan proses pembinaan dan pengembangan

pembelajaran pendidikan jasmani khususnya pada upaya peningkatan aspek

psikososial peserta didik di SMP.

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan referensi

bagi para peneliti atau pihak lain yang hendak meneliti masalah-masalah yang

berhubungan dengan penerapan feedback sebagai salah satu faktor untuk

meningkatkan self esteem pada peserta didik. Hasil penelitian ini diharapkan dapat

digunakan sebagai bahan kajian atau rujukan dalam proses pembelajaran penjas

khususnya di bidang strategi belajar mengajar pendidikan jasmani. Hasil

penelitian ini juga diharapkan dapat dijadikan masukan dan sumber tambahan

bagi lembaga-lembaga yang berkepentingan dalam mengembangkan keilmuan di

bidang pendidikan jasmani seperti FPOK, Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan

(LPMP), para guru penjas dan lembaga terkait lainnya, termasuk para peneliti

dalam bidang kajian yang sama.

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menemukan jenis feedback yang

paling sesuai sebagai cara meningkatkan self esteem pada peserta didik SMP, baik

bagi peserta didik laki-laki maupun peserta didik perempuan. Dengan

ditemukannya jenis feedback yang paling sesuai, guru penjas akan lebih mudah

lagi untuk menerapkannya sehingga kegiatan belajar mengajar akan lebih

kondusif lagi. Sedangkan bagi peserta didik, melalui peningkatan self esteem

diharapkan akan terbentuk kepribadian yang tangguh dalam menghadapi berbagai

konflik hidup. Kepribadian peserta didik yang tangguh dicirikan dengan karakter

memiliki kepercayaan diri yang tinggi, selalu optimis, dan memiliki social skill

(19)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Populasi, Sampling dan Sampel Penelitian 1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah peserta didik SMP Lab UPI Bandung

kelas VII yang terdiri dari 6 kelas yaitu kelas A, B, C, D, E dan F. Masing-maing

kelas terdiri atas kelas A sebanyak 29 Peserta didik, kelas B sebanyak 30 peserta

didik, kelas C sebanyak 30 peserta didik, kelas D sebanyak 29 peserta didik, kelas

E sebanyak 28 peserta didik dan kelas F sebanyak 29 peserta didik. Jumlah

keseluruhan populasi kelas VII adalah sebanyak 175 peserta didik.

Alasan pengambilan populasi di SMP Lab UPI karena SMP Lab UPI

merupakan SMP Laboratorium Percontohan di Bandung untuk mengembangkan

berbagai macam inovasi pembelajaran termasuk pembelajaran penjas. Pemilihan

populasi dan sampel didasarkan pada pertimbangan:

(1) Peserta didik kelas VII SMP termasuk ke dalam masa remaja awal dengan

karakteristik pencarian jati diri. Didalamnya tersirat untuk belajar mengerti

dan memahami siapa dirinya. Indikatornya diungkapkan melalui rasa percaya

diri dan perasaan bangga pada diri sendiri (self esteem). Oleh sebab itu peserta

didik pada masa ini sesuai untuk dijadikan sampel penelitian dalam upaya

mengembangkan self esteem yang sehat karena mereka sedang mengalami

masa awal dari proses perkembangan self esteem.

(2) Berdasarkan pengalaman guru penjas belum mampu memberikan umpan balik

secara optimal selama proses pembelajaran penjas. Ini disebabkan karena guru

penjas memiliki persepsi bahwa pemberian umpan balik hanya berdampak

pada peningkatan keterampilan belajar motorik, bukan pada mengembangkan

aspek psikososial seperti self esteem. Sementara guru penjas yang lain kurang

(20)

2. Sampling dan Sampel Penelitian

Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini yaitu cluster random

sampling. Alasan menggunakan teknik cluster random sampling dalam

pengambilan sampel adalah karena kondisi eksternal dan internal, menurut

Maksum (2010, hlm. 276) memaparkan bahwa:

Kondisi eksternal adalah peraturan yang berlaku atau orang yang memiliki otoritas tidak menginjinkan. Adapun kondisi internal adalah apabila penyampelan dilakukan terhadap individu subjek maka suasana kealamiahan kelompok akan berubah, sedangkan suasana kealamiahan kelompok tersebut merupakan salah satu kajian dalam riset yang dilakukan.

Pembelajaran penjas yang dilaksanakan di SMP Lab UPI sudah terjadwal,

sehingga tidak memungkinkan untuk menambah jam pelajaran baru diluar jadwal

pembelajaran penjas karena beberapa faktor, salah satunya kesiapan peserta didik

dalam mengikuti pembelajaran penjas di luar jadwal jam pembelajaran yang

sudah ada apabila dilakukan secara cluster random sampling, ini merupakan

alasan faktor eksternal pada penelitian ini.

Sedangkan suasana kealamiahan yang ada pada satu kelas yang akan

dijadikan kelompok eksperimen dan kelompok kontrol terdapat suasana

kealamiahan kelompok pada kelas yang tidak akan berubah, ini merupakan alasan

pada faktor internal dalam penelitian ini. Fraenkel dkk. (2012, hlm. 95)

menegaskan bahwa:

Frequently, researchers cannot select a sample of individuals due to administrative or other restrictions. This is especially true in schools… Just as simple random sampling is more effective with larger numbers of individuals, cluster random sampling is more effective with larger number of clusters.

Maksum (2012, hlm. 57) juga menjelaskan bahwa “Dalam cluster random

sampling, yang dipilih bukan individu melainkan kelompok atau area yang

kemudian disebut cluster.Misalnya propinsi, kabupaten/kota, kecamatan, dan

sebagainya.Bisa juga dalam bentuk kelas dan sekolah.Langkah-langkah dalam

menentukan sampel dengan teknik cluster random sampling pada penelitian ini

(21)

hasilnya akan diambil dua kelas. Alasan diambil dua kelas karena masing-masing

dari kelas itu akan diambil 1 sebagai kelompok eksperimen dan 1 sebagai

kelompok kontrol. Pengundian dilakukan dengan cara mengacak ke enam nama

kelas yang telah ditulis di secarik kertas dan digulung agar tidak terlihat,

kemudian diambil dua kelas untuk menentukan sampel. Dua kelas yang terpilih

selanjutnya akan diambil secara acak kembali untuk menentukan mana yang

menjadi sampel eksperimen dan kontrol.

Berdasarkan hasil pengundian sampel secara cluster random sampling,

maka terdapat dua kelas yang terpilih menjadi sampel pada penelitian ini. Kelas

yang menjadi kelompok eksperimen ialah kelas VII D yang terdiri dari 29 peserta

didik dan kelas VII E menjadi kelompok kontrol yang terdiri dari 28 peserta

didik. Sehingga jumlah sampel keseluruhan pada penelitian ini sebanyak 57

peserta didik.

B. Metode dan Desain Penelitian

Permasalahan yang penulis ungkap dalam penelitian ini adalah pengaruh

pemberian umpan balik positif dan umpan balik netral, terhadap perubahan self

esteem pada peserta didik SMP. Sehubugan dengan hal tersebut maka diperlukan

suatu metode penelitian yang sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai. Tujuan

penelitian yang dimaksud adalah untuk memecahkan masalah penelitian melalui

pembuktian hipotesis.

Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode eksperimen.

Metode eksperimen menurut Arikunto (2002, hlm. 3) adalah suatu cara penelitian

“Dengan cara ini peneliti sengaja membangkitkan timbulnya suatu kejadian atau keadaan, kemudian diteliti bagaimana akibatnya”.

Dari uraian di atas, dapat dikatakan bahwa kegiatan percobaan (eksperimen)

yang dimaksud adalah penerapan umpan balik positif dan umpan balik netral.

Sedangkan hasil yang diharapkan adalah meningkatnya self esteem pada peserta

didik SMP. Dari sinilah dapat diketahui dan ditentukan jenis-jenis variabel

penelitian. Dalam konteks penelitian ini variabel yang memberikan pengaruh

(22)

sehingga dalam pelaksanaannya sampel dibagi dua kelompok untuk memperoleh

perlakuan yang berbeda-beda.

1. Kelompok A mendapat perlakuan pemberian umpan balik positif.

2. Kelompok B mendapat perlakuan pemberian umpan balik netral.

Sedangkan variabel yang dipengaruhi (variabel terikat/dependent variable)

adalah self esteem pada peserta didik SMP yang terdiri dari tiga indikator yaitu:

a. Memahami apa yang dapat dan telah dilakukan

b. Menetapkan tujuan dan arah hidup

c. Tidak merasa iri pada prestasi orang lain

Desain yang digunakan adalah desain faktorial 2 x 2. Kerlinger (1986 ) yang

dikutip oleh Maksun (2012, hlm. 99) menjelaskan bahwa “ factorial design is the structure of research in which two or more independent variables are juxtaposed in order to study their independent and interactive effects on a dependent variabel. Pemetaan lebih jelas tentang 2 by 2 factorial design dapat dilihat pada

[image:22.595.160.465.456.612.2]

tabel berikut :

Tabel 3.1. Desain Faktorial 2 x 2

Variabel Terikat Variabel Bebas

Self-Esteem

Umpan balik

Positif (A1)

Umpan balik

Netral (A2)

Peserta didik laki-laki

(B1)

A1B1 A2B1

Peserta didik Perempuan

(B2)

A1B2 A2B2

Keterangan :

A1 : Pembelajaran penjas menggunakan umpan balik positif

A2 : Pembelajaran penjas menggunakan umpan balik netral

B1 : Peserta didik laki-laki

B2 : Peserta didik perempuan

(23)

laki-laki

A2B1 : Pembelajaran penjas menggunakan umpan balik netral pada peserta didik

laki-laki

A1B2 : Pembelajaran penjas menggunakan umpan balik positif pada peserta didik

perempuan

A2B2 : Pembelajaran penjas menggunakan umpan balik positif pada peserta didik

perempuan

Penelitian ini dilaksanakan selama 8 kali pertemuan yang dilaksanakan

setiap 1 kali dalam seminggu, jadi penelitian dilakukan selama 2 bulan dari mulai

bulan Oktober sampai Desember 2014. Berikut adalah langkah-langkah yang

dilakukan dalam penelitian:

1. Pre Test

Pre test diberikan kepada peserta didik sebelum mengimplementasikan

feedback positif dan netral kepada peserta didik putra dan putri. Pre test diberikan

untuk melihat sejauh mana self esteem peserta didik putra dan putri sebelum

diberikan perlakuan feedback positif dan feedback netral pada pembelajaran

penjas. Instrumen yang digunakan untuk melihat self esteem peserta didik

menggunakan instrument self esteem yang sudah diuji validitas dan

realibilitasnya.

2. Perlakuan

Perlakuan dilakukan pada kelompok eksperimen menggunakan feedback

positif pada peserta didik putra dan putri dalam materi yang disesuaikan dengan

silabus yang ada di SMP Lab UPI sedangkan pada kelompok kontrol diberikan

perlakuan feedback netral dengan materi yang sama dengan kelompok eksperimen

pada peserta didik putra dan putri. Perlakuan ini dilaksanakan 1 minggu sekali

sebanyak 8 pertemuan, berikut merupakan program perlakuan dalam rangka

meningkatkan self esteem peserta didik SMP Lab UPI baik putra maupun putri

melalui pemberian feedback positif maupun netral pada pembelajaran penjas yang

(24)
[image:24.595.124.527.206.663.2]

Tabel 3.2. Program Penelitian

Pertemuan ke

Materi Sub Materi Waktu

Pre Test - Rabu, 24 Sep 2014

1 Bola Basket

 Lemparan dada

 Lemparan di atas kepala

Rabu, 1 Okt 2014

2 Bola Basket

 Lemparan pantulan

 Lemparan samping

Rabu, 8 Okt 2014

3 Bola Basket

 Lemparan lengkung samping

 Lemparan bawah

Rabu, 15 Okt 2014

4 Bola Basket Menggiring bola Rabu, 22 Okt 2014

5 Atletik

 Teknik dasar

start

 Teknik lari jarak pendek

Rabu, 29 Okt 2014

6 Atletik

 Teknik lari jarak pendek

 Teknik

memasuki garis finish

Rabu, 5 Nov 2014

7 Senam Lantai Guling depan Rabu, 12 Nov 2014

8 Senam Lantai Guling belakang Rabu, 19 Nov 2014

Program pemberian feedback dalam penelitian ini adalah feedback positif

dan feedback netral pada peserta didik putra dan putri saat pembelajaran penjas di

(25)

jumlah pertemuan 8 pertemuan dengan alasan bahwa peningkatan self esteem

peserta didik putra dan putri diharapkan dapat terjadi perubahan dalam jangka

waktu yang relatif singkat. Sesuai dengan ini, teori Mruk (2006, hlm.189)

menjelaskan bahwa:

The 5 week period seems to be optimal in terms of making a compromise between having enough time to work on self esteem in a way that allows for some change to occur and for maximizing attendance in a outpatient or educational setting. Standard number of 2 hour season is five. They should be spread evenly over time, such as by meeting once per week.

Teori ini mengungkapkan bahwa 5 minggu menjadi waktu yang optimal

untuk dapat memaksimalkan pertemuan dalam setting outpatient atau pendidikan

dan untuk melihat perubahan yang terjadi dalam self esteem. Waktu yang standar

untuk digunakan adalah 3 jam per setiap pertemuan selama 5 minggu.

3. Post Test

Post test dilaksanakan pada pertemuan ke-8 setelah program pembelajaran

penjas menggunakan feedback positif dan netral kepada peserta didik putra dan

putri diberikan. Post test diberikan untuk melihat sejauh mana perkembangan self

esteem peserta didik putra dan putri kelas VII di SMP Lab UPI setelah diberikan

perlakuan selama 8 kali pertemuan. Instrumen yang digunakan dalam post test

sama dengan instrument yang digunakan ketika pre test. Hasil data post test akan

dibandingkan dengan hasil data pre test untuk melihat perubahan self esteem

peserta didik putra dan putri setelah diberikan perlakuan berupa feedback positif

dan feedback netral pada pembelajaran penjas.

C. Definisi Operasional

Beberapa ahli mengartikan self esteem dengan istilah yang berbeda namun

memiliki makna yang sama. Dengan merujuk pada pendapat Maslow (1970

dalam Sudibyo Setyobroto 2001, hlm 72), bahwa self esteem (harga diri)

merupakan kebutuhan individu yang berhubungan dengan motif berprestasi dan

kepercayaan diri sendiri. Harga diri juga berkaitan erat dengan status, pengakuan,

(26)

Terbentuknya harga diri pada prinsipnya bertalian erat dengan interaksi

sosial yang dijalani seseorang. Harga diri atau kebanggaan diri akan muncul

dalam diri seseorang apabila ia telah memahami kelebihan yang dimiliki oleh

dirinya. Pemahaman itu biasanya diperoleh melalui proses membandingkan

dengan orang lain dalam aktivitas sosial yang dilakukannya. Intinya adalah

kebutuhan rasa harga diri (self esteem) ini dapat dipenuhi melalui hubungan

interpersonal dengan orang lain.

Istilah self esteem diartikan pula sebagai kepercayaan diri atau keyakinan

diri. Self esteem berkaitan dengan perasaan bahwa kita pantas, layak, berharga,

mampu dan berguna, tak peduli apapun yang telah terjadi dalam hidup kita, apa

yang sedang terjadi atau apa yang bakal terjadi. Lutan (2003, hlm. 3)

memaparkan bahwa “self esteem adalah penerimaan diri sendiri, oleh diri sendiri

berkaitan bahwa kita pantas, berharga, mampu dan berguna tak peduli dengan apa

pun yang sudah, sedang atau bakal terjadi. Tumbuhnya perasaan aku bisa dan aku

berharga merupakan inti dari pengertian self esteem”.

Hal yang serupa diungkapkan dalam sebuah situs “Kidshealth” (2006) yang

menyatakan bahwa “Self esteem is the collection of beliefs or feeling that we have

about ourselves, or our “self-perception.” How we define ourselfes influences or motivations, attitudes, and behavioras and affects our emotional adjusment”.

Maksudnya adalah self esteem merupakan kumpulan dari kepercayaan atau

perasaan tentang diri kita atau persepsi kita terhadap diri sendiri tentang motivasi,

sikap, perilaku, dan penyesuaian emosi yang mempengaruhi kita. Dari uraian

tersebut dapat dikemukakan pula bahwa self esteem berkenaan dengan: (a)

kemampuan kita untuk memahami apa yang dapat kita lakukan dan apa yang telah

dilakukan, (b) penetapan tujuan dan arah hidup sendiri, (c) kemampuan untuk

tidak merasa iri terhadap prestasi orang lain.

KidsHealts memaparkan mengenai dua jenis self esteem yaitu Unhealty Self

esteem dan Healthy Self esteem. Self esteem yang rendah atau tidak sehat pada

anak ditandai dengan tidak adanya keinginan melakukan sesuatu hal yang baru,

anak selalu berkata negatif atas kemampuan yang dimilikinya misalnya “Saya

(27)

tidak memiliki toleransi, frustasi, dan pesimis. Sedangkan pada anak yang

memiliki self esteem yang sehat ditandai dengan senang memelihara hubungan

dengan yang lain, aktif dalam kelompoknya, menyenangkan dalam berhubungan

sosial, mampu menemukan solusi ketika peluang menipis, memahami kekuatan

dan kelemahannya serta memiliki sikap optimis.

Awal dari pembinaan self esteem adalah mengajarkan kepada peserta didik

untuk memahami siapa dirinya, khususnya yang berkenaan dengan kelebihan dan

kekurangan yang dimiliki peserta didik. Pada proses berikutnya adalah

menciptakan lingkungan sosial bagi peserta didik agar ia diterima oleh orang lain.

Dalam konteks pembelajaran penjas, lingkungan yang dimaksud adalah kegiatan

belajar penjas yang melibatkan peran aktif seluruh peserta didik dalam

melaksanakan tugas gerak yang disampaikan guru. Tujuannya tiada lain untuk

memberikan pengalaman sukses melalui pemberian penghargaan (reward yang

menjadi bagian dari feedback) kepada setiap peserta didik sehingga

masing-masing peserta didik mampu menghargai kelebihan yang dimiliki oleh setiap

peserta didik.

D. Instrumen Penelitian

Alat untuk memperoleh informasi atau mengumpulkan data dalam

penelitian ini adalah angket. Angket adalah daftar pertanyaan dan atau pernyataan

yang diberikan kepada orang lain dengan maksud agar orang yang diberikan

angket tersebut bersedia memberikan jawaban dalam bentuk informasi yang

sesuai dengan yang dikehendaki oleh peneliti (Arikunto 1993, hlm. 125).

Pada penelitian ini, angket yang digunakan merupakan adopsi dari Self

Esteem Rating Scale (SERS) yang dikembangkan oleh Nugent & Thomas (1993)

yang diambil dari Tesis Gita Febria F. dengan sudah diizinkan oleh yang

bersangkutan untuk memakai instrument ini. Validitas dan reliabilitas dari SERS

ini sudah di uji. Pengujian validitas intrumen ini telah diteliti oleh Nugent (2004)

dalam penelitian yang berjudul „A Validity Study of Two Forms of the Self-Esteem

(28)

memaparkan reliabilitas dari SERS, yaitu: „The SERS has excellent internal consistency, with an alpha of 0.97. The standard error of measurement was 5.67. Data on stability were not reported’.

Angket SERS ini untuk melihat self esteem dalam situasi klinik. Berikut

deskripsi dari angket SERS yang dikembangkan oleh Nugent & Thomas (1993)

dalam Fischer and Corcoran (2000, hlm. 690) :

The SERS is a 40-item instrument that was developed to provide a clinical measure of self-esteem that can indicate not only problems in self-esteem but also positive or nonproblematic levels. The items were written to tap into a range of areas of self-evaluation including overall self-worth, social competence, problem-solving ability, intellectual ability, self-competence, and worth relative to other people. The SERS is a very useful instrument for measuring both positive and negative aspects of self-esteem in clinical practice.

Berikut merupakan kisi-kisi angket SERS untuk mengukur self esteem

[image:28.595.113.515.428.752.2]

peserta didik kelas VI

Tabel 3.3. Kisi-kisi Angket

Variabel Sub Variabel Indikator

Self esteem : self-evaluation including overall self-worth, social competence, problem-solving ability, intellectual ability, self-competence, and worth relative to other people.

(R. Nugent & Thomas, 1993)

1)Nilai diri Senang terhadap penampilannya.

Mampu menerima kelebihan dan kekurangannya.

Memiliki kebanggaan terhadap dirinya.

Memiliki penilaian yang baik terhadap dirinya sendiri.

2)Kompetensi social

Percaya diri terhadap

kemampuannya berhubungan dengan orang lain.

Mampu membuat pertemanan yang baru.

Merasa nyaman saat berinteraksi sosial.

3)Kemampuan menyelesaik an masalah

Memiliki kemampuan

menyelesaikan situasi-situasi yang sulit.

(29)

Nugent & Thomas (1993) dalam Fischer and Corcoran (2000, hlm. 690)

menjelaskan tentang pertanyaan yang dibuat dalam SERS sebagai berikut:

The SERS is scored by scoring the items shown at the bottom of the measure as p/+ positively, and scoring the remaining items (N/-) negatively by placing a minus sign in front of the item score. The items are summed to produce a total score ranging from - 120 to + 120. Positive scores indicate more positive self esteem and negative scores indicate more negative levels of self-esteem.

Responden harus menilai diri mereka dengan 7 skala poin (Never=1,

Rarely=2, A little of the time=3, Some of the time=4, A good part of the time=5,

Most of the time=6, and always=7). Nilai yang diberikan oleh setiap responden

pada skor yang positif akan mengidentifikasi self esteem yang positif sedangkan

nilai yang diberikan oleh setiap responden pada skor yang negatif akan

mengidentifikasi self esteem yang negatif. 4) Kemampua

n intelektual

Percaya diri dengan tingkat kepandaiannya.

Memiliki kemampuan untuk mengungkapkan ide-ide.

5) Kompetensi diri

Percaya diri dengan

kemampuannya untuk

melaksanakan berbagai tugas. Mampu memanfaatkan berbagai keterampilan dan kelebihannya untuk menyelesaikan tugas 6) Nilai diri

relatif terhadap orang lain

Memiliki keyakinan bahwa kemampuan dirinya untuk melaksanakan berbagai tugas tidak kalah dengan kemampuan orang lain.

Memiliki keyakinan bahwa orang lain memiliki pendapat yang baik terhadap dirinya. Percaya diri bahwa kompetensi dirinya tidak kalah dengan orang lain.

Memahami bahwa setiap orang

memiliki kelebihan dan

(30)

E. Uji Coba dan Revisi Angket

Angket yang sudah dibuat dan dianggap layak, kemudian diujicobakan

untuk menentukan tingkat validitas dari setiap butir pernyataan dan tingkat

reliabilitasnya secara keseluruhan. Sebelum uji coba secara resmi dilakukan

terlebih dahulu dilaksanakan pra uji coba kepada peserta didik yang memiliki

karakteristik yang sama dengan sampel penelitian.

Maksud pra uji coba adalah untuk mengetahui pemahaman responden

terhadap setiap butir pernyataan dalam angket. Hasilnya kemudian direvisi

sehingga didapatkan angket yang sudah siap untuk diujicobakan secara resmi.

Instrumen yang digunakan merupakan instrument yang diadopsi dari Tesis

Gita Febria F. Instrumen ini digunakan untuk melihat self esteem peserta didik

SMP, oleh sebab itu pengujian validitas dan reliabilitas sudah dilakukan oleh

peneliti sebelumnya.

1. Uji validitas

a) Masukan data hasil uji coba instrumen pada entri SPSS.

b) Klik analize pada menu toolbar SPSS dan pilih scale kategori reliability

analysis.

c) Setelah masuk pada kategori reliability analysis, klik bagian statistik yang

berada dipojok kanan atas. Ceklis item, scale dan scale if item deleted.

Selanjutnya klik continoue.

d) Masih pada kategori reliability analysis, pindahkan data ke kolom item.

Selanjutnya akan muncul data.

e) Nilai hasil uji validitas (r hitung) dapat dilihat dari corrected item total

corelation.

f) Ketentuannya, apabila nilai dari corrected item total corelation <0,236

maka butir soal tidak valid.

2. Uji Reliabilitas

a) Masukan data hasil uji coba instrumen pada entri SPSS.

b) Klik analize pada menu toolbar SPSS dan pilih scale kategori reliability

(31)

c) Setelah masuk pada kategori reliability analysis, klik bagian statistik yang

berada dipojok kanan atas. Ceklis item, scale dan scale if item deleted.

Selanjutnya klik continoue.

d) Masih pada kategori reliability analysis, pindahkan data ke kolom item.

Selanjutnya akan muncul data.

e) Hasil dari perhitungan terdapat di lampiran.

F. Langkah-Langkah Penelitian

Langkah-langkah yang dilakukan dalam proses penelitian ini terdiri dari

perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.

1. Perencanaan

Tahap ini dimulai dengan penyusunan instrumen atau alat ukur penelitian

berupa angket, pemilihan sampel, pembuatan rencana atau program perlakuan

pendekatan bermain dalam pembelajaran penjas, penyediaan sarana dan

prasaran pembelajaran, penentuan waktu tes awal dan tes akhir.

2. Pelaksanaan Eksperimen

Eksperimen berlangsung selama kurang lebih dua bulan atau kurang lebih 8

kali pertemuan yang dimulai dari bulan September sampai bulan November

2014. Perlakuan pemberian umpan balik dalam pembelajaran penjas terdiri

dari bahan ajar yang telah disusun pada tahap perencanaan.

3. Evaluasi

Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah pengolahan dan analisis data

untuk memperoleh jawaban dari masalah penelitian dalam bentuk kesimpulan

melalui uji hipotesis.

G. Teknik Pengumpulan dan Analisis Data

Teknik pengumpulan data yang dipilih adalah melalui angket SERS. Angket

SERS yang diberikan pada saat pre test dan post test pada setiap kelompok

eksperimen maupun kontrol. Alasan pengambilan teknik pengumpulan data

menggunakan angket SERS adalah data yang dikumpulkan lebih objektif karena

(32)

eksperimen dan kelompok kontrol yang akan mendeskriptifkan self esteem

mereka. Menurut Ali (2010, hlm. 285) menjelaskan bahwa:

Keuntungan menggunakan kuisioner (angket) adalah dapat mengumpulkan data dari jumlah besar subjek; data yang dikumpulkan lebih objektif daripada menggunakan wawancara; responden dapat menjawab dengan lebih leluasa, tidak dipengaruhi sikap mental hubungan antara periset dan subjek riser, atau waktu yang tersedia dalam memikirkan jawaban; data yang dikumpulkan lebih mudah dianalisis, karena pertanyaan-pertanyaan yang diajukan bersifat tetap dan sama antara yang diajukan kepada satu responden dan yang diajukan pada responden lainnya.

Jenis data pada pengembangan self esteem peserta didik adalah data interval

dengan skala interval. Sugiyono (2010, hlm. 147) menegaskan bahwa “ …bila

peneliti ingin membuat kesimpulan yang berlaku untuk populasi, maka teknik

yang digunakan adalah statistic inferensial. Setelah data terkumpul selanjutnya

melakukan pengolahan data dan analisis data. Teknik analisis data menggunakan

teknik analisis statistik, yang digunakan adalah uji t.

Analisis menggunakan SPSS 17 dengan urutan analisis data sebagai berikut:

1) Uji Normalitas menggunakan Shapiro Wilk

2) Uji Homogenitas menggunakan Lavene‟s test

3) Menghitung gain Pretest & Posttest

(33)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Populasi, Sampling dan Sampel Penelitian 1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah peserta didik SMP Lab UPI Bandung

kelas VII yang terdiri dari 6 kelas yaitu kelas A, B, C, D, E dan F. Masing-maing

kelas terdiri atas kelas A sebanyak 29 Peserta didik, kelas B sebanyak 30 peserta

didik, kelas C sebanyak 30 peserta didik, kelas D sebanyak 29 peserta didik, kelas

E sebanyak 28 peserta didik dan kelas F sebanyak 29 peserta didik. Jumlah

keseluruhan populasi kelas VII adalah sebanyak 175 peserta didik.

Alasan pengambilan populasi di SMP Lab UPI karena SMP Lab UPI

merupakan SMP Laboratorium Percontohan di Bandung untuk mengembangkan

berbagai macam inovasi pembelajaran termasuk pembelajaran penjas. Pemilihan

populasi dan sampel didasarkan pada pertimbangan:

(1) Peserta didik kelas VII SMP termasuk ke dalam masa remaja awal dengan

karakteristik pencarian jati diri. Didalamnya tersirat untuk belajar mengerti

dan memahami siapa dirinya. Indikatornya diungkapkan melalui rasa percaya

diri dan perasaan bangga pada diri sendiri (self esteem). Oleh sebab itu peserta

didik pada masa ini sesuai untuk dijadikan sampel penelitian dalam upaya

mengembangkan self esteem yang sehat karena mereka sedang mengalami

masa awal dari proses perkembangan self esteem.

(2) Berdasarkan pengalaman guru penjas belum mampu memberikan umpan balik

secara optimal selama proses pembelajaran penjas. Ini disebabkan karena guru

penjas memiliki persepsi bahwa pemberian umpan balik hanya berdampak

pada peningkatan keterampilan belajar motorik, bukan pada mengembangkan

aspek psikososial seperti self esteem. Sementara guru penjas yang lain kurang

(34)

2. Sampling dan Sampel Penelitian

Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini yaitu cluster random

sampling. Alasan menggunakan teknik cluster random sampling dalam

pengambilan sampel adalah karena kondisi eksternal dan internal, menurut

Maksum (2010, hlm. 276) memaparkan bahwa:

Kondisi eksternal adalah peraturan yang berlaku atau orang yang memiliki otoritas tidak menginjinkan. Adapun kondisi internal adalah apabila penyampelan dilakukan terhadap individu subjek maka suasana kealamiahan kelompok akan berubah, sedangkan suasana kealamiahan kelompok tersebut merupakan salah satu kajian dalam riset yang dilakukan.

Pembelajaran penjas yang dilaksanakan di SMP Lab UPI sudah terjadwal,

sehingga tidak memungkinkan untuk menambah jam pelajaran baru diluar jadwal

pembelajaran penjas karena beberapa faktor, salah satunya kesiapan peserta didik

dalam mengikuti pembelajaran penjas di luar jadwal jam pembelajaran yang

sudah ada apabila dilakukan secara cluster random sampling, ini merupakan

alasan faktor eksternal pada penelitian ini.

Sedangkan suasana kealamiahan yang ada pada satu kelas yang akan

dijadikan kelompok eksperimen dan kelompok kontrol terdapat suasana

kealamiahan kelompok pada kelas yang tidak akan berubah, ini merupakan alasan

pada faktor internal dalam penelitian ini. Fraenkel dkk. (2012, hlm. 95)

menegaskan bahwa:

Frequently, researchers cannot select a sample of individuals due to administrative or other restrictions. This is especially true in schools… Just as simple random sampling is more effective with larger numbers of individuals, cluster random sampling is more effective with larger number of clusters.

Maksum (2012, hlm. 57) juga menjelaskan bahwa “Dalam cluster random

sampling, yang dipilih bukan individu melainkan kelompok atau area yang

kemudian disebut cluster.Misalnya propinsi, kabupaten/kota, kecamatan, dan

sebagainya.Bisa juga dalam bentuk kelas dan sekolah.Langkah-langkah dalam

menentukan sampel dengan teknik cluster random sampling pada penelitian ini

(35)

hasilnya akan diambil dua kelas. Alasan diambil dua kelas karena masing-masing

dari kelas itu akan diambil 1 sebagai kelompok eksperimen dan 1 sebagai

kelompok kontrol. Pengundian dilakukan dengan cara mengacak ke enam nama

kelas yang telah ditulis di secarik kertas dan digulung agar tidak terlihat,

kemudian diambil dua kelas untuk menentukan sampel. Dua kelas yang terpilih

selanjutnya akan diambil secara acak kembali untuk menentukan mana yang

menjadi sampel eksperimen dan kontrol.

Berdasarkan hasil pengundian sampel secara cluster random sampling,

maka terdapat dua kelas yang terpilih menjadi sampel pada penelitian ini. Kelas

yang menjadi kelompok eksperimen ialah kelas VII D yang terdiri dari 29 peserta

didik dan kelas VII E menjadi kelompok kontrol yang terdiri dari 28 peserta

didik. Sehingga jumlah sampel keseluruhan pada penelitian ini sebanyak 57

peserta didik.

B. Metode dan Desain Penelitian

Permasalahan yang penulis ungkap dalam penelitian ini adalah pengaruh

pemberian umpan balik positif dan umpan balik netral, terhadap perubahan self

esteem pada peserta didik SMP. Sehubugan dengan hal tersebut maka diperlukan

suatu metode penelitian yang sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai. Tujuan

penelitian yang dimaksud adalah untuk memecahkan masalah penelitian melalui

pembuktian hipotesis.

Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode eksperimen.

Metode eksperimen menurut Arikunto (2002, hlm. 3) adalah suatu cara penelitian

“Dengan cara ini peneliti sengaja membangkitkan timbulnya suatu kejadian atau keadaan, kemudian diteliti bagaimana akibatnya”.

Dari uraian di atas, dapat dikatakan bahwa kegiatan percobaan (eksperimen)

yang dimaksud adalah penerapan umpan balik positif dan umpan balik netral.

Sedangkan hasil yang diharapkan adalah meningkatnya self esteem pada peserta

didik SMP. Dari sinilah dapat diketahui dan ditentukan jenis-jenis variabel

penelitian. Dalam konteks penelitian ini variabel yang memberikan pengaruh

(36)

sehingga dalam pelaksanaannya sampel dibagi dua kelompok untuk memperoleh

perlakuan yang berbeda-beda.

1. Kelompok A mendapat perlakuan pemberian umpan balik positif.

2. Kelompok B mendapat perlakuan pemberian umpan balik netral.

Sedangkan variabel yang dipengaruhi (variabel terikat/dependent variable)

adalah self esteem pada peserta didik SMP yang terdiri dari tiga indikator yaitu:

a. Memahami apa yang dapat dan telah dilakukan

b. Menetapkan tujuan dan arah hidup

c. Tidak merasa iri pada prestasi orang lain

Desain yang digunakan adalah desain faktorial 2 x 2. Kerlinger (1986 ) yang

dikutip oleh Maksun (2012, hlm. 99) menjelaskan bahwa “ factorial design is the structure of research in which two or more independent variables are juxtaposed in order to study their independent and interactive effects on a dependent variabel. Pemetaan lebih jelas tentang 2 by 2 factorial design dapat dilihat pada

[image:36.595.160.465.456.612.2]

tabel berikut :

Tabel 3.1. Desain Faktorial 2 x 2

Variabel Terikat Variabel Bebas

Self-Esteem

Umpan balik

Positif (A1)

Umpan balik

Netral (A2)

Peserta didik laki-laki

(B1)

A1B1 A2B1

Peserta didik Perempuan

(B2)

A1B2 A2B2

Keterangan :

A1 : Pembelajaran penjas menggunakan umpan balik positif

A2 : Pembelajaran penjas menggunakan umpan balik netral

B1 : Peserta didik laki-laki

B2 : Peserta didik perempuan

(37)

laki-laki

A2B1 : Pembelajaran penjas menggunakan umpan balik netral pada peserta didik

laki-laki

A1B2 : Pembelajaran penjas menggunakan umpan balik positif pada peserta didik

perempuan

A2B2 : Pembelajaran penjas menggunakan umpan balik positif pada peserta didik

perempuan

Penelitian ini dilaksanakan selama 8 kali pertemuan yang dilaksanakan

setiap 1 kali dalam seminggu, jadi penelitian dilakukan selama 2 bulan dari mulai

bulan Oktober sampai Desember 2014. Berikut adalah langkah-langkah yang

dilakukan dalam penelitian:

1. Pre Test

Pre test diberikan kepada peserta didik sebelum mengimplementasikan

feedback positif dan netral kepada peserta didik putra dan putri. Pre test diberikan

untuk melihat sejauh mana self esteem peserta didik putra dan putri sebelum

diberikan perlakuan feedback positif dan feedback netral pada pembelajaran

penjas. Instrumen yang digunakan untuk melihat self esteem peserta didik

menggunakan instrument self esteem yang sudah diuji validitas dan

realibilitasnya.

2. Perlakuan

Perlakuan dilakukan pada kelompok eksperimen menggunakan feedback

positif pada peserta didik putra dan putri dalam materi yang disesuaikan dengan

silabus yang ada di SMP Lab UPI sedangkan pada kelompok kontrol diberikan

perlakuan feedback netral dengan materi yang sama dengan kelompok eksperimen

pada peserta didik putra dan putri. Perlakuan ini dilaksanakan 1 minggu sekali

sebanyak 8 pertemuan, berikut merupakan program perlakuan dalam rangka

meningkatkan self esteem peserta didik SMP Lab UPI baik putra maupun putri

melalui pemberian feedback positif maupun netral pada pembelajaran penjas yang

(38)
[image:38.595.124.527.206.663.2]

Tabel 3.2. Program Penelitian

Pertemuan ke

Materi Sub Materi Waktu

Pre Test - Rabu, 24 Sep 2014

1 Bola Basket

 Lemparan dada

 Lemparan di atas kepala

Rabu, 1 Okt 2014

2 Bola Basket

 Lemparan pantulan

 Lemparan samping

Rabu, 8 Okt 2014

3 Bola Basket

 Lemparan lengkung samping

 Lemparan bawah

Rabu, 15 Okt 2014

4 Bola Basket Menggiring bola Rabu, 22 Okt 2014

5 Atletik

 Teknik dasar

start

 Teknik lari jarak pendek

Rabu, 29 Okt 2014

6 Atletik

 Teknik lari jarak pendek

 Teknik

memasuki garis finish

Rabu, 5 Nov 2014

7 Senam Lantai Guling depan Rabu, 12 Nov 2014

8 Senam Lantai Guling belakang Rabu, 19 Nov 2014

Program pemberian feedback dalam penelitian ini adalah feedback positif

dan feedback netral pada peserta didik putra dan putri saat pembelajaran penjas di

(39)

jumlah pertemuan 8 pertemuan dengan alasan bahwa peningkatan self esteem

peserta didik putra dan putri diharapkan dapat terjadi perubahan dalam jangka

waktu yang relatif singkat. Sesuai dengan ini, teori Mruk (2006, hlm.189)

menjelaskan bahwa:

The 5 week period seems to be optimal in terms of making a compromise between having enough time to work on self esteem in a way that allows for some change to occur and for maximizing attendance in a outpatient or educational setting. Standard number of 2 hour season is five. They should be spread evenly over time, such as by meeting once per week.

Teori ini mengungkapkan bahwa 5 minggu menjadi waktu yang optimal

untuk dapat memaksimalkan pertemuan dalam setting outpatient atau pendidikan

dan untuk melihat perubahan yang terjadi dalam self esteem. Waktu yang standar

untuk digunakan adalah 3 jam per setiap pertemuan selama 5 minggu.

3. Post Test

Post test dilaksanakan pada pertemuan ke-8 setelah program pembelajaran

penjas menggunakan feedback positif dan netral kepada peserta didik putra dan

putri diberikan. Post test diberikan untuk melihat sejauh mana perkembangan self

esteem peserta didik putra dan putri kelas VII di SMP Lab UPI setelah diberikan

perlakuan selama 8 kali pertemuan. Instrumen yang digunakan dalam post test

sama dengan instrument yang digunakan ketika pre test. Hasil data post test akan

dibandingkan dengan hasil data pre test untuk melihat perubahan self esteem

peserta didik putra dan putri setelah diberikan perlakuan berupa feedback positif

dan feedback netral pada pembelajaran penjas.

C. Definisi Operasional

Beberapa ahli mengartikan self esteem dengan istilah yang berbeda namun

memiliki makna yang sama. Dengan merujuk pada pendapat Maslow (1970

dalam Sudibyo Setyobroto 2001, hlm 72), bahwa self esteem (harga diri)

merupakan kebutuhan individu yang berhubungan dengan motif berprestasi dan

kepercayaan diri sendiri. Harga diri juga berkaitan erat dengan status, pengakuan,

(40)

Terbentuknya harga diri pada prinsipnya bertalian erat dengan interaksi

sosial yang dijalani seseorang. Harga diri atau kebanggaan diri akan muncul

dalam diri seseorang apabila ia telah memahami kelebihan yang dimiliki oleh

dirinya. Pemahaman itu biasanya diperoleh melalui proses membandingkan

dengan orang lain dalam aktivitas sosial yang dilakukannya. Intinya adalah

kebutuhan rasa harga diri (self esteem) ini dapat dipenuhi melalui hubungan

interpersonal dengan orang lain.

Istilah self esteem diartikan pula sebagai kepercayaan diri atau keyakinan

diri. Self esteem berkaitan dengan perasaan bahwa kita pantas, layak, berharga,

mampu dan berguna, tak peduli apapun yang telah terjadi dalam hidup kita, apa

yang sedang terjadi atau apa yang bakal terjadi. Lutan (2003, hlm. 3)

memaparkan bahwa “self esteem adalah penerimaan diri sendiri, oleh diri sendiri

berkaitan bahwa kita pantas, berharga, mampu dan berguna tak peduli dengan apa

pun yang sudah, sedang atau bakal terjadi. Tumbuhnya perasaan aku bisa dan aku

berharga merupakan inti dari pengertian self esteem

Gambar

Tabel 3.1. Desain Faktorial 2 x 2
Tabel 3.2. Program Penelitian
Tabel 3.3. Kisi-kisi Angket
Tabel 3.1. Desain Faktorial 2 x 2
+3

Referensi

Dokumen terkait

Observasi menjadi salah satu teknik pengumpulan data apabila sesuai dengan tujuan penelitian, direncanakan dan dicatat sistematis, serta dapat dikontrol kehandalan

Perlu dilakukan perhitungan tersebut karena pada saat titrasi kadar Ca 2+ yang terdapat dalam infus daun sirsak juga berikatan dengan EDTA, sehingga pada saat

Secara empiris, individu yang mendapatkan keteladanan perilaku dari orang tua/ guru, kepribadiannya cenderung lebih baik dibandingkan dengan anak yang kurang mendapatkan

Hasil dari penelitizn ini akan adalah mekanisme dan operasional produk, kekurangan dan kelebihan serta jika mengambil produk ini, apakah produk ini benar-benar

Paper ini akan membahas pemikiran dan filosofis kehidupan dari Frank Lloyd Wright yang akan mencakup 6 ide yaitu ide tentang pemahaman agama yang integratif, ide

Kontrak Pekerjaan Yang Sedang Dilaksanakan (jika ada) Demikian disampaikan atas perhatiannya diucapkan terima

8 Dari jumlah sumberdaya diatas, granit fresh blok utara lebih prospek daripada blok selatan, padahal pada peta geologi (gambar 1.2) terlihat batuan terobosan

Tujuan penelitian ini adalah untuk membandingkan persepsi mutu dan mengetahui cara penanganan dan pengolahan sayuran Brassica menurut konsumen rumah tangga, serta