• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Pemeraman Terhadap Tanah Ekspansif Yang Dicampur Dengan Semen Dan Abu Sekam.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Pemeraman Terhadap Tanah Ekspansif Yang Dicampur Dengan Semen Dan Abu Sekam."

Copied!
69
0
0

Teks penuh

(1)

1

LAPORAN HIBAH PENELITIAN KETEKNIKSIPILAN

PENGARUH PEMERAMAN TERHADAP

KARAKTERISTIK TANAH LEMPUNG EKSPANSIF

YANG DITAMBAHKAN SEMEN DAN ABU SEKAM

PADI SEBAGAI

SUBGRADE

JALAN

Nama Peneliti :

I Nyoman Aribudiman, ST, MT. Ir. IGN Wardana, MT.

Ir. Tjok. Gde Suwarsa Putra, MT. Ir. AAKN Tjerita, MSc

Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Udayana

2015

Dibiayai dari :

Dana DIPA BLU Universitas Udayana Tahun Anggaran 2015 Dengan Surat Perjanjian Kontrak : Nomor

(2)

2 KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat-Nya penulisan Laporan Penelitian Hibah Ketekniksipilsn dengan Judul Pengaruh Pemeraman Terhadap Karakteristik Tanah Lempung Ekspansif yang Ditambahkan

Campuran Semen dan Abu Sekam Padi sebagai Subgrade Jalan” dapat

diselesaikan.

Tim peneliti mengucapkan terima kasih kepada Bapak Rektor Universitas Udayana, Bapak Dekan Fakultas Teknik Universitas Udayana dan Bapak Ketua Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Udayana, yang telah memfasilitasi penelitian ini.

Tim peneliti menyadari bahwa tidak ada sesuatu yang sempurna, oleh karena itu kritik dan saran untuk kelengkapan dan perbaikan laporan penelitian ini sangat diharapkan.

Hormat kami

(3)

3 ABSTRAK

Lempung merupakan tanah yang ekspansif sehingga sering menimbulkan permasalahan di konstruksi bangunan sipil, karena memiliki daya dukung rendah, plastisitas tinggi, dan kembang susut yang tinggi pada saat tanah tersebut mengandung air. Oleh karena itu kelemahan-kelemahan tanah tersebut haruslah dikurangi dengan cara menstabilisasi dan melakukan pemeramam. Pada penelitian ini akan dilakukan pemeraman selama 4 hari terhadap tanah yang dicampur dengan menggunakan campuran semen dan abu sekam padi dengan perbandingan 3:2 (tiga semen dan dua abu sekam padi) yang ditambahkan sebesar 0%, 8%, dan 16% terhadap berat kering tanah lempung ekspansif.

Dari hasil penelitian diperoleh nilai indek plastis tanah di daerah Munggu sebesar 52,69%, potensi pengembangan termasuk ke dalam high swelling potential, jenis tanah di daerah Munggu berdasarkan ukuran butir termasuk ke dalam tanah lempung berlanau. Pengaruh pemeraman pada penambahan 0% campuran semen dan abu sekam padi kadar air optimumnya meningkat sebesar 11,15%, sedang berat volume keringnya meningkat 8,328%, kuat tekannya meningkat sebesar 3,837%, sudut geseknya meningkat sebesar 16,667%,. Untuk penambahan 8% campuran semen dan abu sekam padi kadar air optimumnya meningkat sebesar 7,744%, sedang berat volume keringnya meningkat 13,151%, kuat tekannya meningkat sebesar 5,213%, sudut geseknya meningkat sebesar 16,667%,. Untuk penambahan 16% campuran semen dan abu sekam padi kadar air optimumnya meningkat sebesar 6,977%, sedang berat volume keringnya meningkat 2,892%, kuat tekannya meningkat sebesar 2,082%, sudut geseknya meningkat sebesar 16,667%, sedangkan kohesinya meningkat sebesar 2,081%.

Secara keseluruhan pemeraman yang dilakukan pada tanah yang dicampuran semen dan abu sekam padi dengan perbandingan 3:2 (tiga semen dan dua abu sekam padi) mampu memperbaiki sifat fisik maupun mekanis tanah lempung di daerah Munggu.

(4)

4 DAFTAR ISI

JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

ABSTRAK ... iii

1.5 Batasan Penelitian ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Tanah ... 4

2.2 Lempung dan Mineral Penyusunnya ... 5

2.2.1Kaolinite ... 7

2.2.2Montmorillonite... 8

2.2.3Illite ... 9

2.3 Tanah Ekspansif ... 10

2.4 Identifikasi Tanah Ekspansif ... 11

2.4.1Identifikasi Mineralogi ... 11

2.4.2Cara Tidak Langsung ... 11

2.4.3Cara Langsung ... 12

2.5 Sifat Fisik Tanah Ekspansif ... 12

2.5.1 Ukuran Butiran ... 12

2.5.2 Kadar Air Tanah (Water Content)... 13

2.5.3 Berat Jenis Tanah (Specific of Gravity) ... 13

2.5.4 Angka Pori (Void Ratio)... 14

(5)

5

2.5.6 Derajat Kejenuhan (Degree of Saturation) ... 16

2.5.7 Spesific Surface ... 20

2.6 Sifat Mekanik Tanah Ekspansif ... 27

2.6.1 Pemadatan Tanah ... 20

2.6.2 Percobaan Kuat Tekan Bebas (Unconfined Compression Test) 23 2.8 Abu Sekam Padi ... 24

2.9 Semen ... 26

BAB III METODE DAN PELAKSANAAN 3.1Umum ... 30

3.2 Identifikasi Masalah ... 30

3.3Studi Literatur ... 30

3.4 Pemilihan Lokasi ... 31

3.5 Persiapan Alat dan Bahan ... 31

3.6 Metode Pengambilan Sampel ... 31

3.6.1 Sampel Tanah Tidak Terganggu (Undisturbed Sample) ... 31

3.6.2 Sampel Tanah Terganggu (Disturbed Sample) ... 32

3.7 Metode Penelitian di Laboratorium ... 32

3.7.1 Persiapan Bahan ... 32

3.7.2 Pembuatan Benda Uji ... 33

3.7.3 Cara Pelaksanaan di Laboratorium ... 33

3.7.3.1 Pemeriksaan Kadar Air ... 33

3.7.3.2 Pemeriksaan Gradasi Butiran ... 34

3.7.3.3 Pemeriksaan Berat Jenis (Gs)... 37

3.7.3.4 Pemeriksaan Berat Volume Tanah ... 38

3.7.3.5 Pemeriksaan Batas Cair... 38

3.7.3.6 Pemeriksaan Batas Plastis ... 40

3.7.3.7 Pemeriksaan Batas Susut... 41

3.7.3.8 Pemeriksaan Pemadatan Standar... 42

3.7.3.9 Pemeriksaan Kuat Tekan Bebas (UCT) ... 44

3.6 Analisis Data ... 45

(6)

6 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Umum ... 48

4.2 Kadar Air Tanah ... 48

4.3 Gradasi Butiran (Analisis Ukuran Butir) ... 51

4.4 Berat Jenis (Spesific gravity) ... 51

4.5 Batas-batas Atterberg... 52

4.5.1 Batas Cair (Liquid Limit) ... 52

4.5.2 Batas Plastis (Plastic Limit) ... 53

4.5.3 Batas Susut (Shrinkage Limit) ... 54

4.5.4 Indeks Plastis ... 55

4.6 Pemadatan Tanah ... 56

4.7 Kuat Tekan Bebas (Unconfined Compression Test) ... 58

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1Kesimpulan ... 60

5.1.1 Karakteristik Tanah Ekspansif di Sekitar Jalan Raya Munggu Ruas Jalan Canggu – Tanah Lot ... 60

5.1.2 Pengaruh Pemeraman terhadap tanah lempung yang dicampur Semen dan Abu Sekam Padi dengan Proporsi Campuran 3:2 (Tiga untuk Semen dan Dua untuk Abu Sekam Padi) terhadap Sifat-sifat Tanah Ekspansif ... 61

5.2 Saran ... 62

DAFTAR PUSTAKA ... 63

(7)

7 BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Konstruksi bangunan sipil seperti gedung, rumah tinggal, jalan raya, jembatan, bendungan dan sebagainya dibangun diatas tanah sehingga tanah merupakan material yang berperan penting dalam suatu pekerjaan konstruksi bangunan sipil, Oleh karena itu diperlukan penguasaan yang lebih mendalam mengenai masalah perilaku tanah, sehingga dapat diketahui sifat fisik dan mekanis dari suatu jenis tanah yang akan digunakan sebagai lapisan bawah dari suatu konstruksi bangunan sipil. Namun kenyataan dilapangan seringkali dijumpai tanah yang tidak layak dipakai dalam pelaksanaan proyek konstruksi, seperti tanah lempung. Tanah lempung sebenarnya dapat digunakan sebagai dasar suatu bangunan, namun kenyataan dilapangan jarang yang memakai tanah lempung sebagai dasar suatu bangunan, karena tanah lempung merupakan tanah yang memiliki daya dukung rendah, sangat berpotensi mengalami pengembangan dan penyusutan yang sangat besar, jika kadar air bertambah, tanah lempung akan mengembang. Sebaliknya, jika kadar air turun sampai dengan batas susutnya, tanah lempung akan mengalami penyusutan yang cukup tinggi, sifat kembang susut yang besar dari lapisan tanah dasar inilah yang dapat menimbulkan kerusakan pada konstruksi bangunan sipil yang berada diatasnya, seperti rumah mengalami retak-retak atau jalan yang mengalami penurunan atau keretakan.

(8)

8 Dalam penelitian ini, stabilisasi tanah akan dilakukan dengan campuran antara semen dan abu sekam padi dengan perbandingan tertentu kemudian dilakukan pemeraman. Sampel tanah lempung ekspansif diambil di daerah Munggu, Canggu, Badung, Bali, karena terjadi kerusakan rumah dan jalan seperti keretakan sepanjang ruas jalan tersebut. Penelitian sebelumnya yang pernah dilakukan seperti : Trisnayani (2008) tanah di daerah tersebut memiliki nilai indeks plastis rata-rata 32,11% yang menunjukkan tanah lempung tersebut termasuk high plasticity, sehingga tanah di daerah tersebut memiliki potensi mengembang dan menyusut yang tinggi. Aryana Basoka (2013) mengambil penelitian tentang stabilisasi tanah lempung ekspansif dengan dicampurkan dengan 0 %, 4%, 8%, 12%, 16% dan 20% campuran antara semen dan abu sekam padi dengan proporsi 3:2 (tiga untuk semen dan dua untuk abu sekam padi).

Berdasarkan hal tersebut maka penelitian disini akan mengambil topik tentang pengaruh pemeraman terhadap tanah lempung ekspansif yang dicampur dengan 0 %, 8%, serta 16% campuran antara semen dan abu sekam padi dengan proporsi 3:2 (tiga untuk semen dan dua untuk abu sekam padi) yang diperam selama 4 hari. Pemeraman dilakukan agar air mempunyai kesempatan masuk kedalam pori pori tanah sehingga kandungan air didalam campuran tanah menjadi lebih merata.

Untuk data tanah lempung ekspansif yang belum dilakukan pemeraman diambil dari penelitian Aryana Basoka (2013).

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka perumusan masalah yang akan dibahas sebagai berikut :

1. Bagaimanakah karakteristik tanah lempung ekspansif di daerah Munggu, Canggu, Badung, Bali?

(9)

9 1.3. Tujuan

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui karakteristik tanah ekspansif di Daerah Munggu, Canggu, Badung, Bali.

2. Untuk mengetahui pengaruh pemeraman terhadap tanah lempung ekspansif yang dicampur dengan semen dan abu sekam padi dengan proporsi campuran 3:2 (tiga untuk semen dan dua untuk abu sekam padi) terhadap nilai kepadatan tanah dan parameter daya dukung tanah.

1.4. Manfaat

Dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran tentang karakteristik tanah lempung ekspansif di Daerah Munggu, Canggu, Badung, Bali, menyangkut tentang kembang susut dan sifat fisiknya, serta mengetahui alternatif untuk memperbaiki tanah ekspansif tersebut demi keamanan konstruksi bangunan sipil.

1.5. BatasanMasalah

Dalam penelitian ini ruang lingkup dibatasi mengingat keterbatasan waktu dan tenaga yang ada. Adapun batasan masalah sebagai berikut :

1. Sampel tanah diambil di sekitar daerah Munggu, Mengwi, Badung, Bali. 2. Semen yang dipakai adalah semen Portland tipe I

3. Abu Sekam Padi diambil dari pabrik batu bata di Desa Keramas, Kabupaten Gianyar.

4. Pemeraman dilakukan selama 4 hari.

5. Campuran semen dan abu sekam padi mempunyai campuran 3:2 (tiga untuk semen dan dua untuk abu sekam padi)

6. Dalam penelitian ini, digunakan variasi penambahan semen dan abu sekam padi sebesar 0%, 8%, dan 16% terhadap tanah ekspansif.

7. Pengambilan sampel dilakukan dalam kondisi tidak terganggu (undisturbed) dan kondisi terganggu (disturbed).

(10)

10 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Tanah

Dalam pengertian teknik secara umum, tanah didefinisikan sebagai material yang terdiri dari agregat (butiran) mineral-mineral padat yang tidak tersementasi (terikat secara kimia) satu sama lain dan dari bahan-bahan organik yang telah melapuk (yang berpartikel padat) disertai dengan zat cair dan gas mengisi ruang-ruang kosong di antara partikel-partikel padat tersebut. Tanah berguna sebagai bahan bangunan pada berbagai macam pekerjaan teknik sipil, di samping itu tanah berfungsi juga sebagai pendukung pondasi dari bangunan (Das, 1988).

Sifat dan karakteristik tanah sangat tergantung pada keadaan topografi dan geologi yang membentuk tanah tersebut. Sifat-sifat fisik banyak tergantung pada faktor ukuran, bentuk dan komposisi kimia butiran. Istilah tanah dalam bidang mekanika tanah dimaksudkan sebagai campuran dari partikel yang terdiri dari salah satu atau berbagai jenis partikel berikut, yang tergantung dari ukuran partikel yang dominan seperti:

a. Berangkal (boolders): Potongan batuan yang besar biasanya diambil lebih dari 250 sampai 300 mm. Untuk ukuran 150 sampai 250 mm fragmen batuan ini disebut krokol (cobbles) atau pebbles

b. Kerikil (gravel) : Partikel batuan yang berukuran 5mm sampai 150 mm

c. Pasir (sand) : Partikel batuan yang berukuran 0,075 mm sampai 5 mm, berkisar dari kasar (5 sampai 3 mm) sampai halus (< l mm)

d. Lanau (silt) : Partikel batuan berukuran 0,002 sampai 0,074 mm

e. Lempung (clay) : Partikel mineral yang berukuran lebih kecil 0,002 mm. Partikel-partikel ini merupakan sumber utama dari kohesi bagi tanah kohesif. f. Koloid (coloids) : Partikel mineral yang diam dan berukuran lebih kecil dari

0,001 mm.

(11)

11 dan lanau, yang deposit lanau dominan dengan kandungan-kandungan lempung lebih dan 10 sampai 25 akan disebut lempung (Bowles, 1997)

2.2 Lempung dan Mineral Penyusunnya

Mineral lempung merupakan senyawa aluminium silikat yang kompleks. Mineral ini terdiri dari dua lempung kristal pembentuk kristal dasar, yaitu silica tetrahedra dan aluminium oktahedra (Das, 1988), menjelaskan bahwa tanah lempung sebagian besar terdiri dari partikel mikroskopis dan sub-mikroskopis (tidak dapat dilihat dengan jelas bila hanya dengan mikroskopis biasa) yang berbentuk lempengan-lempengan pipih dan merupakan partikel-partikel dari mika, mineral-mineral lempung (clay mineral), dan mineral-mineral yang sangat halus lain. Tanah lempung sangat keras dalam kondisi kering dan bersifat plastis pada kadar air sedang. Namun pada kadar air yang lebih tinggi lempung akan bersifat lengket (kohesif) dan sangat lunak. Kohesif menunjukan kenyataan bahwa partikel-pertikel itu melekat satu sama lainnya sedangkan plastisitas merupakan sifat yang memungkinkan bentuk bahan itu dirubah-rubah tanpa perubahan isi atau tanpa kembali ke bentuk aslinya dan tanpa terjadi retakan-retakan atau terpecah-pecah.

Dalam terminologi ilmiah, lempung adalah mineral asli yang mempunyai sifat plastis saat basah, dengan ukuran butir yang sangat halus dan mempunyai komposisi berupa hydrous aluminium dan magnesium silikat dalam jumlah yang besar. Batas atas ukuran butir untuk lempung umumnya adalah kurang dari 2 μm (1μm = 0,000001m), meskipun ada klasifikasi yang menyatakan bahwa batas atas lempung adalah 0,005 m

(12)

12 Gambar 2.1 Single silica tetrahedral

Gambar 2.2 Isometric silica sheet

Gambar 2.3 Single alluminium oktahedron

(13)

13 Umumnya partikel-partikel lempung mempunyai muatan negatif pada permukaannya. Hal ini disebabkan oleh adanya substitusi isomorf dan oleh karena pecahnya keping partikel pada tepi-tepinya. Muatan negatif yang lebih besar dapat dijumpai pada partikel-partikel yang mempunyai spesifik yang lebih besar. Jika ditinjau dari mineraloginya, lempung terdiri dari berbagai mineral penyusun, antara lain mineral lempung (kaolinite, montmorillonite dan illite group) dan mineral-mineral lain yang mempunyai ukuran sesuai dengan batasan yang ada (mika group, serpentinite group).

2.2.1Kaolinite

Kaolinite merupakan hasil pelapukan sulfat atau air yang mengandung karbonat pada temperatur sedang. Warna kaolinite murni umumnya putih, putih kelabu, kekuning-kuningan atau kecoklat-coklatan. Kaolinite disebut sebagai mineral lempung satu banding satu (1:1). Bagian dasar dari struktur ini adalah lembaran tunggal silika tetrahedral yang digabung dengan satu lembaran alumina oktahedran (gibbsite) membentuk satu unit dasar dengan tebal kira-kira 7,2 Å (1 Å=10-10 m) seperti yang terlihat pada Gambar 2.5, hubungan antar unit dasar ditentukan oleh ikatan hidrogen dan gaya bervalensi sekunder. Mineral kaolinite berwujud seperti lempengan – lempengan tipis, masing-masing dengan diameter 1000 Å sampai 20000 Å dan ketebalan dari 100 Å sampai 1000 Å dengan luasan spesifik per unit massa ± 15 m2/gr.

(14)

14 2.2.2Montmorillonite

Montmorillonite disebut juga mineral dua banding satu (2:1) karena satuan susunan kristalnya terbentuk dari susunan dua lempeng silika tetrahedral mengapit satu lempeng alumina oktahedral ditengahnya. Struktur kisinya tersusun atas satu lempeng Al2O3 diantara dua lempeng SiO2. Karena struktur inilah Montmorillonite dapat mengembang dan mengkerut menurut sumbu C dan mempunyai daya adsorbsi air dan kation lebih tinggi.

Tebal satuan unit adalah 9,6 Å (0,96 μm), seperti ditunjukkan Gambar 2.6 di bawah ini yang dikutip Das (1988). Hubungan antara satuan unit diikat oleh ikatan gaya Van der Walls, di antara ujung-ujung atas dari lembaran silika itu sangat lemah, maka lapisan air (n.H2O) dengan kation yang dapat bertukar dengan mudah menyusup dan memperlemah ikatan antar satuan susunan kristal mengakibatkan antar lapisan terpisah. Ukuran unit massa sangat besar, dapat menyerap air dengan sangat kuat, mudah mengalami proses pengembangan.

(15)

15 2.2.3Illite

Mineral illite mempunyai hubungan dengan mika biasa, sehingga dinamakan pula hidrat-mika. Illite memiliki formasi struktur satuan kristal, tebal dan komposisi yang hampir sama dengan montmorillonite. Perbedaannya ada pada :

a. Pengikatan antar unit kristal terdapat pada kalium (K) yang berfungsi sebagai penyeimbang muatan, sekaligus sebagai pengikat.

b. Terdapat ± 20% pergantian silikon (Si) oleh aluminium (Al) pada lempeng tetrahedral.

c. Struktur mineralnya tidak mengembang sebagaimana montmorillonite

Gambar satuan unit illite seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.7 berikut ini:

Gambar 2.7 Struktur illite

(16)

16 2.3 Tanah Ekspansif

Tanah ekspansif (expansive soil) adalah tanah lempung yang lunak dan mudah tertekan sehingga sering menjadi masalah dalam pelaksanaan konstruksi. Selain itu, tanah ini mempunyai sifat-sifat yang kurang baik, seperti plastisitas yang tinggi sehingga sulit dipadatkan, dan permeabilitas rendah sehingga air susah keluar dari tanah. Sifat–sifat tersebut menyebabkan tanah ekspansif memiliki kembang susut yang besar.

Proses pengembangan (swelling) terjadi karena kandungan air yang tinggi, sehingga tanah yang jenuh air ini akan mengembang dan tegangan efektif tanah akan mengecil seiring dengan peningkatan tegangan air pori. Begitu juga sebaliknya saat terjadi proses susut (shringkage) pada tanah. Tanah yang kehilangan air secara tiba-tiba akan mengalami penyusutan volume pori akibat kehilangan air. Hal ini akan menyebabkan tanah mengalami kembang susut yang besar. Untuk memperbaiki sifat tanah ekspansif tersebut, tanah ekspansif umumnya distabilisasi dengan bahan-bahan yang sesuai dengan sifat tanah lempung sehingga menjadi lebih baik dan memenuhi syarat sebagai bahan konstruksi.

Tanah lempung sebagian besar terdiri atas partikel mikroskopis yang berbentuk lempengan–lempengan pipih dan merupakan partikel–partikel dari mika, dan mineral–mineral tanah berbutir halus atau butir–butir koloid dengan ukuran butiran partikel tanah < 0,002 mm. Namun dalam beberapa kasus partikel berukuran antara 0,002 sampai 0,005 mm juga masih digolongkan sebagai partikel lempung.

Karakteristik tanah ekspansif dipengaruhi oleh dua hal, yaitu faktor mikroskopik dan faktor makroskopik. Yang dimaksud faktor mikroskopik adalah faktorfaktor dalam tanah yang menyebabkan tanah ekspansif mengalami kembang susut, antara lain: mineralogi tanahnya, perilaku air dan jumlah exchangeable cation serta besarnya specific surface dari partikel tanah. Sedangkan yang dimaksud faktor makroskopik adalah properti tanah secara fisik, antara lain indeks plastisitas dan berat volume tanah.

(17)

17 tanah ekspansif. Faktor makroskopik tanah ekspansif adalah faktor yang menunjukkan perilaku kembang susut tanah. Batas Atterberg merupakan salah satu parameter yang termasuk karakteristik makroskopis tanah yang dapat digunakan sebagai indikator untuk mengetahui potensi kembang susut tanah.

Dilihat dan skala makronya, karakteristik tanah ekspansif yang berpotensi besar untuk mengalami kembang susut, secara umum mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

a. Mempunyai harga batas cair dan indek plastisitas yang tinggi. b. Mempunyai harga swelling indeks yang besar.

c. Mempunyai kandungan organik.

2.4 Identifikasi Tanah Ekspansif

Cara-cara yang biasa digunakan untuk mengidentifikasi tanah ekspansif ada tiga cara, yaitu :

2.4.1 Identifikasi Mineralogi

Analisa mineralogi sangat berguna untuk mengidentifikasi potensi kembang susut suatu tanah lempung. Identifikasi dilakukan dengan cara :

a. Difraksi sinar X (X-Ray Diffraction) b. Penyerapan terbilas (Dye Absorbsion)

c. Penurunan panas (Differensial Thermal Analysis) d. Analisa kimia (Chemical Analysis)

e. Elektron microscope resolution

2.4.2 Cara Tidak Langsung

Hasil uji sejumlah indeks dasar tanah dapat digunakan untuk evaluasi berpotensi ekspansif atau tidak pada suatu contoh tanah. Uji indeks dasar adalah sebagai berikut :

a. Batasbatas Atterberg

(18)

18 2.4.3 Cara Langsung

Metode pengukuran terbaik adalah dengan pengukuran langsung, yaitu suatu cara untuk menentukan potensi pengembangan dan tekanan pengembangan dari tanah ekspansif dengan menggunakan Oedometer Terzaghi. Contoh tanah yang berbentuk silinder tipis diletakkan dalam konsolidometer yang dilapisi dengan lapisan pori pada sisi atas dan bawahnya yang selanjutnya diberi beban sesuai dengan yang diinginkan. Besarnya pengembangan contoh tanah dibaca beberapa saat setelah tanah dibasahi dengan air. Besarnya pengembangan adalah pengembangan tanah dibagi dengan tebal awal contoh tanah.

Adapun cara pengukuran tekanan pengembangan ada dua cara yang umum digunakan. Cara pertama yaitu pengukuran dengan beban tetap sehingga mencapai persentase mengembang tertinggi, kemudian contoh tanah diberi tekanan untuk kembali ke tebal semula. Cara kedua yaitu contoh tanah direndam dalam air dengan mempertahankan volume atau mencegah terjadinya pengembangan dengan cara menambah beban diatasnya setiap saat. Metode ini sering juga disebut constan volume method.

2.5 Sifat Fisik Tanah Ekspansif

Tanah dalam keadaan asli mempunyai sifat-sifat yaitu sifat dasar dari tanah yang berguna untuk mengetahui jenis tanah. Sifat fisik tanah berhubungan dengan tampilan dan ciri umum tanah. Sifat fisik tanah lempung dapat diketahui dengan melihat beberapa keadaan antara lain sebagai berikut:

2.5.1 Ukuran Butiran

(19)

19 2.8Klasifikasi tanah berdasarkan tekstur

2.5.2 Kadar Air Tanah (Water Content)

Kadar air (w) yang juga disebut sebagai water content didefinisikan sebagai perbandingan antara berat air dan berat butiran padat dari volume tanah yang diselidiki. Kadar air dihitung sebagai berikut:

w = x 100% (2.1)

dengan :

w = Kadar air Ww = Berat air

Ws = Berat tanah kering

2.5.3Berat Jenis Tanah (Specific of Gravity)

(20)

20 perbandingan antara berat air dengan isi air. Untuk isi air sama dengan isi butir tanah maka berat jenis tanah adalah perbandingan antara berat butir tanah dengan air destilasi pada temperatur tertentu.

Besarnya berat jenis tanah didapat dengan rumus :

Gs = = = (2.2) dengan :

Gs = Berat jenis tanah (specific gravity) W1 = Berat piknometer

γs = Berat volume butiran W2 = Berat piknometer + tanah

γw = Berat volume air W3 = Berat piknometer+tanah+air

Vw = Volume air W4 = Berat piknometer + air Ws = Berat butiran tanah

Menurut Bowles (1997), nilai berat jenis tanah dapat dikelompokkan seperti pada Tabel 2.1 berikut ini :

Tabel 2.1 Macam-macam tanah berdasarkan berat jenisnya

Macam Tanah Berat Jenis (Gs)

Kerikil

Pasir 2,65 – 2,68

Lanau anorganik 2,62 2,68

Lempung organic 2,58 – 2,65

Lempung anorganik 2,68 – 2,75

Humus 1,37

Gambut 1,25 1,8

2.5.4Angka Pori (Void Ratio)

Angka pori (e) didefinisikan sebagai perbandingan antara besarnya volume ruang kosong dan volume butir padat. Semakin besar nilai angka pori maka daya dukung tanah semakin kecil. Angka pori dihitung dengan rumus:

(21)

21 dengan :

e = Angka pori Vv = Volume pori

Vs = Volume butir padat

Perhitungan angka pori juga dapat dilakukan dengan persamaan berikut :

(2.4) dengan :

e = Angka pori

Ho = Tinggi sampel awal (cm) Ht = Tinggi efektif sampel (cm)

Tinggi efektif sampel (Ht) didapat dengan rumus :

(2.5)

2.5.5Porositas (Porocity)

Porositas (np) didefinisikan sebagai perbandingan antara jumlah volume ruang kosong dengan volume massa tanah. Porositas merupakan ukuran bagi kerapatan tanah dan banyak gunanya untuk perhitungan-perhitungan pada rembesan. Porositas dinyatakan dalam Persamaan 2.6 dan Persamaan 2.7 yaitu :

x 100% (2.6) atau

(2.7) dengan :

np = Porositas Vv = Volume pori

(22)

22 2.5.6Derajat Kejenuhan (Degree of Saturation)

Derajat kejenuhan (S) dan massa tanah didefinisikan sebagai perbandingan antara volume air dengan volume pori. Umunya derajat kejenuhan ini dinyatakan dalam persen atau desimal. Derajat kejenuhan berkisar (0% – 100%) atau (0 – 1). Berbagai macam klasifikasi tanah berdasarkan derajat kejenuhannya (Hardiyatmo, 1992) dapat dilihat pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Klasifikasi tanah berdarkan derajat kejenuhan Keadaan Tanah Derajat Kejenuhan (S)

Tanah kering 0

Tanah agak lembab >0-0,25

Tanah lembab 0,26-0,50

Tanah sangat lembab 0,51-0,75

Tanah basah 0,76-0,99

Tanah Jenuh 1

Batas-batas antara masing-masing wujud tanah tersebut disebut Batas Atterberg, yang terdiri atas batas cair (LL), batas plastis (PL), dan batas susut (SL) menurut Das (1988), dapat dilihat pada Gambar 2.11

Basah Makin kering Kering Keadaan cair

(liquid)

Keadaan plastis (plastic)

Keadaan semi beku (semi solid)

Keadaan beku (solid)

(23)

23 2.9 Batas–batas konsistensi tanah

Pengukuran batas-batas ini dilakukan secara rutin untuk sebagian besar penyelidikan yang meliputi tanah berbutir halus (Bowles, 1997). Dua angka yang paling penting adalah batas cair dan batas plastis yang disebut batas-batas Atterberg. Penentuan batas-batas Atterberg ini dilakukan hanya pada bagian tanah yang melalui saringan no.40 (Wesley, 1977). Beberapa percobaan untuk menentukan batas-batas Atterberg adalah:

1. Batas Cair (Liquid Limit)

Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan kadar air suatu tanah pada keadaan batas cair. Batas cair (LL) adalah kadar air batas dimana suatu tanah berubah dan keadaan cair menjadi keadaan plastis.

Pendekatan yang digunakan untuk menentukan batas cair, dapat digunakan data jumlah pukulan dan kadar air yang dihitung dengan persamaan:

(2.8) dengan :

LL = Batas cair

Wc = Kadar air pada saat tanah menutup N = Jumlah pukulan pada kadar air Wc

Nilai batas cair yang digunakan pada penelitian ini merupakan kadar air pada jumlah pukulan (N) adalah 25. Nilai batas cair dapat dikelompokkan menjadi beberapa kategori menurut Tabel 2.3 berikut ini :

Tabel 2.3 Nilai batas cair tanah

Kategori Persentase

Low Liquid Limit 20-25%

Intermediate Liquid Limit 25-50%

High Liquid Limit 50-70%

Very High Liquid Limit 70-80%

(24)

24 2. Batas Plastis (Plastic Limit)

Batas plastis (PL) didefinisikan sebagai kadar air, dinyatakan dalam persen, di mana tanah apabila digulung sampai dengan diameter 1/8 in (3,2mm) menjadi retak-retak. Batas platis merupakan batas terendah dari tingkat keplastisan suatu tanah (Das, 1988). Cara pengujiannya adalah sangat sederhana, yaitu dengan cara menggulung massa tanah berukuran elipsoida dengan telapak tangan di atas kaca datar hingga terjadi retak-retak rambut.

3. Indek Plastisitas (Plasticity Index)

Indeks plastisitas (PI) suatu tanah adalah bilangan dalam persen yang merupakan selisih antara batas cair dengan batas plastis suatu tanah (Das,1988). Pendekatan untuk menentukan indeks plastisitas suatu tanah adalah:

IP = LL - PL (2.9)

dengan:

IP = Indek plastisitas LL = Batas cair PL = Batas plastis

Besaran indeks plastis dapat digunakan sebagai indikasi awal swelling pada tanah lempung. Potensi mengembang didefinisikan sebagai persentase mengembang contoh tanah lempung yang telah dipadatkan pada kadar air optimum metode AASHTO, setelah direndam dengan tekanan 1 psi. Potensi mengembang tanah ekspansif sangat erat hubungannya dengan indeks plastisitas seperti terlihat dalam Tabel 2.4 berikut :

Tabel 2.4 Hubungan potensi mengembang dengan indeks plastisitas Potensi Mengembang Indeks Plastisitas

Rendah 0 – 15

Sedang 10 – 35

Tinggi 20 – 55

(25)

25 4. Batas Susut (Shrinkage Limit)

Suatu tanah akan menyusut apabila air yang dikandungnya secara perlahan-lahan hilang dalam tanah. Dengan hilangnya air secara terus-menerus, tanah akan mencapai suatu tingkat keseimbangan dimana penambahan kehilangan air tidak menyebabkan perubahan volume. Kadar air dinyatakan dalam persen dan perubahan volume suatu massa tanah berhenti didefinisikan sebagai batas susut (shrinkage limit) (Das, 1988). Harus diketahui bahwa apabila batas susut ini semakin kecil, maka tanah akan lebih mudah mengalami perubahan volume, yaitu semakin sedikit jumlah air yang dibutuhkan untuk menyusut (Bowles, 1997). Perhitungan batas susut ini dapat digunakan rumus:

SL = (2.10) dengan : SL = Batas susut : V1 = Volume tanah basah

W = Berat tanah kering : V2 = Volume tanah kering w = Kadar air tanah basah

Acuan mengenai hubungan derajat mengembang tanah lempung dengan nilai persentase susut linier dan persentase batas susut Atterberg, seperti yang tercantum dalam Tabel 2.5 berikut :

Tabel 2.5 Klasifikasi potensi mengembang didasarkan pada batas Atterberg

Batas Susut Atterberg (%) Susut Linier (%) Derajat Mengembang

< 10 >8 Kritis

10 12 5 8 Sedang

(26)

26 2.5.7Spesific Surface

Spesific surface merupakan perbandingan antara luas permukaan suatu bahan terhadap massa bahan yang bersangkutan. Spesific surface didapat dengan Persamaan 2.11 berikut ini:

Spesific Surface (SS) = (2.11) Makin kecil ukuran butiran, makin kecil spesific surface-nya. Sebagai contoh butiran lempung montmorillonite dapat mempunyai Ss mencapai 800m2/gram.

2.6 Sifat Mekanik Tanah Ekspansif

Sifat mekanik tanah adalah sifat-sifat tanah yang mengalami perubahan setelah diberikan gaya-gaya tambahan atau pembebanan dengan tujuan untuk memperbaiki sifat-sifat tanah.

2.6.1 Pemadatan Tanah

Pemadatan merupakan suatu usaha untuk mempertinggi kerapatan tanah dengan pemakaian energi mekanis untuk menghasilkan pemampatan partikel atau suatu proses ketika udara pada pori-pori tanah dikeluarkan dengan cara mekanis. Di lapangan biasanya digunakan mesin gilas, alat-alat pemadat dengan getaran dan alat tekan statik yang menggunakan piston dan mesin tekanan.

Keuntungan yang diperoleh dengan pemadatan ini, antara lain:

a. Berkurangnya penurunan permukaan tanah yaitu gerakan vertikal di dalam massa tanah itu sendiri akibat berkurangnya angka pori

b. Bertambahnya kekuatan tanah

c. Berkurangnya penyusutan akibat berkurangnya kadar air dari nilai patokan pada saat pengeringan

Ada dua macam percobaan pemadatan yang dilakukan di laboratorium (Wesley, 1977), yaitu:

a. Percobaan pemadatan standar (Standard Compaction Test)

(27)

27 mm, berat 2,5 kg dengan tinggi jatuh 30 cm. Tanah ini dipadatkan dalam 3 lapis dimana tiap lapis dipadatkan 25 kali pukulan.

b. Percobaan pemadatan modified (Modified Compaction Test)

Pelaksanaan percobaan ini tidak jauh berbeda dengan cara percobaan pemadatan standar. Cetakan yang digunakan dan banyaknya tumbukan tiap lapis sama, hanya berat pemukul yang digunakan lebih besar yaitu 4,5 kg dengan tinggi jatuh 45 cm dan jumlah lapisan tanah sebanyak 5 lapis.

Pengujian-pengujian ini dilakukan dengan memadatkan sampel tanah basah dalam cetakan dengan jumlah lapisan tertentu. Setiap lapisan dipadatkan dengan sejumlah tumbukan yang ditentukan dengan massa dan tinggi jatuh tertentu. Usaha pemadatan dilihat dari energi tiap satuan volume tanah yang telah dipadatkan, sehingga didapat suatu hubungan berat volume tanah kering dengan kadar air tanah. Bila kadar air suatu tanah rendah maka tanah tersebut akan kaku dan sukar dipadatkan. Namun bila ditambahkan air pada tanah yang dipadatkan tersebut maka air akan berfungsi sebagai pembasah/pelumas pada partikel-partikel tanahnya. Karena adanya air, partikel-partikel tersebut akan lebih mudah bergerak dan bergeser satu sama lainya dan membuat kedudukan yang lebih rapat. Untuk usaha pemadatan yang sama, berat volume kering dari tanah akan naik pula pada saat air sama dengan nol dan berat volume basah sama dengan berat volume kering. Pada usaha yang sama itu pula, peningkatan kadar air secara bertahap akan menyebabkan berat dari bahan padat tanah per satuan volume juga meningkat secara bertahap, sampai adanya penambahan kadar air tertentu yang akan menurunkan berat volume kering tanah dari tanah tersebut, hal ini disebabkan karena air lebih banyak menempati ruang pori-pori tanah. Pada keadaan ini dimana kadar air yang memberikan berat volume kering maksimum disebut kadar air optimum. Dan setiap pekerjaan pemadatan yang telah dilakukan, dihitung :

1. Kadar air

2. Berat volume tanah basah (

γ

b) , dengan persamaan:

γ

b = (2.15)

dengan:

(28)

28 V = Volume cetakan

3. Berat volume kering tanah (

γ

d) , dengan persamaan:

γ

d = (2.16)

dengan: w = Kadar air

γ

b = Berat volume basah

Berdasarkan data yang diperoleh maka dapat digambarkan grafik hubungan antara berat volume kering dengan kadar air. Dari grafik ini dapat ditentukan juga kadar air optimum (Wopt) dan berat volume kering maksimum (

γ

dmax).

Secara teoritis berat volume kering maksimum pada suatu kadar air tertentu dengan pori-pori tanah tidak mengandung udara sama sekali (zero air void/ZAV) dapat dirumuskan:

γ

zav = (2.17)

dengan:

γ

zav = Berat volume pada kondisi ZAV

γ

w = Berat volume air

e = Angka pori Gs = Berat jenis tanah

Untuk keadaan tanah jenuh 100% artinya e = w x Gs, sehingga:

γ

zav = (2.18)

(29)

29

2.6.2 Percobaan Kuat Tekan Bebas (Unconfined Compression Test)

Percobaan kuat tekan bebas (Unconfined Compression Test) merupakan suatu cara pemeriksaan untuk mendapatkan daya dukung tanah. Dalam percobaan ini yang didapat adalah kuat tekan bebas dari tanah yaitu besarnya tekanan aksial yang diperlukan untuk menekan suatu silinder tanah sampai pecah atau sebesar 20% dari tinggi tanah mengalami perpendekan bila tanah tersebut tidak pecah. Dan hasil tes ini akan dibuatkan tabel kuat tekan bebas dengan beberapa perhitungan sebagi berikut:

a. Regangan dari setiap pembebanan dihitung dengan rumus :

ε =

(2.19)

dengan :

∆L = Pemendekan/pengurangan tinggi benda uji (cm) L0 = Tinggi benda uji mula-mula

ε = Regangan aksial

b. Luas rata-rata penampang benda uji dengan koreksi akibat pemendekan dengan rumus :

A = (2.20)

dengan :

A = Luas rata-rata benda uji (cm3)

A0 = Luas penampang benda uji mula-mula (cm3) ε = Regangan aksial

c. Tekanan aksial yang bekerja pada benda uji pada setiap pembebanan dengan rumus :

σ = (2.21)

dengan :

A = Luas rata-rata benda uji (cm3)

P = Gaya beban yang bekerja dihitung dari pembacaan arloji ukur cincin beban (kg)

(30)

30 d. Besarnya kuat tekan bebas (qu) diperoleh dari nilai terbesar perhitungan pada

persamaan (2.21) dikalikan dengan faktor kalibrasi dari alat yang digunakan e. Nilai sudut geser tanah yang diperoleh dari perhitungan :

�= (α – 450) x 2 (2.22)

dengan :

� = Sudut geser tanah

α = Sudut runtuh tanah saat tes

f. Besarnya nilai kohesi diperoleh dari perhitungan :

cu = (2.23)

dengan :

cu = Nilai kohesi qu = Kuat tekan bebas

2.8 Abu Sekam Padi

Gabah yang merupakan hasil dari produksi padi terdiri dari beras 65%, sekam 20%, katul 8%, bagian lainnya yang hilang sebesar 7% (Trisnayani, 2008). Sekam tersusun dari bahan bahan selulosa 50%, lignin 30%, dan abu 20% yang terdiri ari opline silika yang terdapat pada jaringan sederhana.

Hasil proses pembakaran sekam padi berupa abu sekam padi yang merupakan bahan anorganik yang tidak membusuk oleh proses waktu baik bentuk maupun struktur kimianya. Menurut Cox (1993) dalam Trisnayani (2008), abu sekam padi dibedakan menjadi tiga jenis, hal ini berdasarkan penelitian yang telah dilakukan terlebih dahulu mengenai karakteristik abu sekam padi yaitu :

a. Abu sekam padi berwarna hitam keperakan berbutir kasar b. Abu sekam padi berwarna hitam berbutir halus

c. Abu sekam padi berwarna abu–abu kehitaman, yang cenderung menjadi lebih hitam pada keadaan lembab

(31)

31 Tabel 2.6 Komposisi kimia abu sekam padi

No Komposisi Persen (%)

Silikon Dioksida (SiO2) Aluminuim Oksida (Al2O3) pozzolanik. Sehingga, seiring dengan bertambahnya waktu, apabila bereaksi dengan senyawa alumia Al2O3 dan CaO yang terkandung dalam tanah lempung akan bertambah keras. Selain itu, unsur Al, Fe, Ca, Mg yang bermuatan positif mampu mengikat tanah lempung ekspansif yang bermuatan negatif sehingga perbedaan kembang susut menjadi tidak terlalu besar.

Menurut hasil percobaan Williams dan Sukpatrapirome (1971) dan Cox dan Hengchaovanish (1973) dalam Trisnayani (2008), berat jenis spesifik dari abu sekam padi adalah antara 2,2 - 2,4.

(32)

32 Tabel 2.7 Analisa saringan

Nomor Saringan Presentase yang Lewat (%) 4

Dalam Mulyono (2003) dijelaskan bahwa semen merupakan hasil industri yang sangat kompleks, dengan campuran serta susunan yang berbeda-beda. 2.10.1 Jenis-jenis Semen

Semen dapat dibedakan menjadi 2 kelompok, yaitu: a. Semen Non-hidrolik

Semen non-hidrolik tidak dapat mengikat dan mengeras di dalam air, akan tetapi dapat mengeras di udara. Contoh utama dari semen hidrolik adalah kapur.

Kapur dihasilkan oleh proses kimia dan mekanis alam. Kapur telah digunakan/ selama berabad-abad lamanya sebagai bahan adukan dan plesteran untuk bangunan. Hal tersebut terlihat pada piramida-piramida di Mesir yang dibangun 4500 tahun sebelum masehi. Kapur digunakan sebagai bahan pengikat selama zaman Romawi dan Yunani. Orang-orang Romawi menggunakan beton untuk membangun Colleseum dan Parthenon, dengan cara mencampur kapur dengan abu gunung yang mereka peroleh didekat Pozzuoli, Italia dan mereka namakan Pozollan.

(33)

33 b. Semen Hidrolik

Semen hidrolik mempunyai kemampuan untuk mengikat dan mengeras di dalam air. Contohnya antara lain:

- Kapur Hidrolik

Sebagian besar (65-75) bahan kapur hidrolik terbuat dari batu gamping, yaitu kalsium karbonat beserta bahan pengikutnya berupa silika, alumina, magnesia dan oksida besi.

- Semen Pozollan

Pozzolan adalah sejenis bahan yang mengandung silisium atau aluminium, yang tidak mempunyai sifat penyemenan. Butirannya halus dan dapat bereaksi dengan kalsium hidroksida pada suhu ruang serta membentuk senyawa-senyawa yang mempunyai sifat semen

Semen pozollan adalah bahan ikat yang mengandung silika amorf, yang apabila dicampur dengan kapur akan membentuk benda padat yang keras. Bahan yang mengandung pozollan adalah teras, semen merah, abu terbang, dan bubukan terak tanur tinggi.

- Semen Terak

Semen Terak adalah semen hidrolik yang sebagian besar terdiri dari suatu campuran seragam serta kuat dari terak kapur tanur tinggi dan kapur tohor.Campuran ini biasanya tidak dibakar.

- Semen Alam

Semen Alam dihasilkan melalui pembakaran batu kapur yang mengandung lempung pada suhu lebih rendah dari suhu pengerasan.Hasil pembakaran kemudian di giling menjadi serbuk halus. Kadar silika, alumina dan oksida besi pada serbuk cukup untuk membuatnya bergabung dengan kalsium oksida sehingga membentuk senyawa kalsium silikat dan aluminat yang dapat dianggap mempunyai sifat hidrolik

- Semen Portland

(34)

34 digiling bersama-sama dengan bahan utamanya. Kandungan utama penyusun semen Portland adalah :

Tabel 2.8 Kandungan utama penyusun semen portland

No Komposisi Persen (%)

1. 2. 3.

Kalsium Oksida (CaO) Silikon Dioksida (SiO2)

Aluminuim Oksida (Al2O3) dan Besi

Semen putih adalah semen Portland yang kadar oksida besinya rendah, kurang dari 0,5%. Bahan baku yang digunakan harus kapur murni, lempung putih yang tidak mengandung oksida besi dan pasir silika. Semen putih digunakan untuk membuat siar ubin/ keramik dan benda yang lebih banyak nilai seninya, tetapi biasanya tidak digunakan untuk bangunan struktur. - Semen Alumina

Semen alumina dihasilkan melalui pembakaran batu kapur dan bauksit yang telah digiling halus pada temperature 1600o C. Hasil pembakaran tersebut berbentuk klinker dan selanjutnya dihaluskan hingga menyerupai bubuk. Jadilah semen alumina yang berwarna abu-abu.

2.10.2 Interaksi Semen dengan Tanah

Ada beberapa interaksi yang terjadi antara semen dan tanah yaitu: a. Absorpsi Air Dan Reaksi Pertukaran Ion

(35)

35 b. Reaksi Pembentukan Kalsium Silikat

Dari reaksi-reaksi kimia yang berlangsung diatas, maka reaksi utama yang berkaitan dengan kekuatan adalah hidrasi dari A-lite (3CaO.SiO2) dan B-lite (2CaO.SiO2) terdiri dari kalsium silikat dan melalui hidrasi tadi hidrat-hidrat seperti kalsium silikat dan aluminat terbentuk. Senyawa-senyawa ini berperan dalam pembentukan atau pengerasan.

c. Reaksi pozzolan

(36)

36 BAB III

METODE DAN PELAKSANAAN

3.1 Umum

Perencanaan terhadap segala macam kegiatan mempunyai suatu metode yang perlu diperhatikan untuk lebih mendekatkan pada tujuan dan sasaran yang ingin dicapai. Dengan menggunakan metode yang tepat terhadap setiap kegiatan yang dilakukan akan dicapai suatu hasil yang baik terutama terhadap penggunaan waktu dan biaya.

Tahapan dari proses penelitian ini dimulai dan gagasan atau ide setelah melihat suatu permasalahan yang dilanjutkan dengan pemahaman terhadap studi literatur sebagai pedoman dalam melaksanakan penelitian. Langkah berikutnya adalah observasi lapangan, pemilihan lokasi untuk pengambilan sampel, penelitian di laboratorium, analisa data sampai penyusunan laporan dan menarik kesimpulan dan analisa yang dilakukan.

3.2 Identifikasi Masalah

Identifikasi masalah adalah suatu usaha untuk mengidentifikasi terjadinya suatu masalah, serta mengetahui penyebab dan langkah apa yang akan diambil selanjutnya.

3.3 Studi Literatur

Studi literatur adalah suatu usaha yang dilakukan untuk mengumpulkan berbagai acuan atau pendukung secara teoritis. Mengingat pentingnya studi literatur ini, maka sebaiknya tinjauan berbagai pustaka didukung oleh banyak buku/penulisan dan referensi.

(37)

37 3.4 Pemilihan Lokasi

Pada penelitian ini pengambilan sampel tanah dilakukan di Munggu, Mengwi, Badung, Bali. Lokasi ini dipilih karena memiliki jenis tanah lempung, sehingga mempunyai potensi kembang susut yang tinggi yang dapat menyebabkan kerusakan bahkan keruntuhan konstruksi.

3.5 Persiapan Alat dan Bahan

Dilakukan persiapan alat-alat untuk pengambilan sampel hingga pengujian di laboratorium, bahan-bahan yang disiapkan selain sampel tanah lolos saringan nomor 4 (4,75 mm) adalah semen protland tipe I dan abu sekam padi.

3.6 Metode Pengambilan Sampel

Metode yang digunakan dalam pengambilan sampel adalah metode random (acak) mengingat daerah Munggu yang cukup luas. Waktu pengambilan sampel diusahakan antara pukul 08.00-11.00 Wita, dengan harapan dapat mengurangi pengaruh cuaca panas matahari terhadap sampel yang akan diambil. Selain itu, untuk mencegah perbedaan struktur dan komposisi yang terlalu jauh, dilakukan juga usaha-usaha sederhana untuk melindungi sampel. Sampel tanah tidak terganggu (undisturbed sample) diambil 3 titik menggunakan tabung sampel, yang ditutup rapat dengan plastik atau dilapisi lilin. Tanah terganggu (disturbed sample), sampel dimasukkan kedalam karung, diikat, dan diletakan ditempat yang kering. Kemudian secepatnya dibawa ke laboratorium untuk dilakukan penelitian.

3.6.1Sampel Tanah Tidak Terganggu (Undisturbed Sample)

(38)

38 Dalam penelitian ini sampel diambil dengan memasukkan tabung sampel ke dalam tanah dengan cara dipukul, kemudian tabung sampel diangkat dan ditutup rapat dengan plastik serta celah-celah penutupnya diberi selotip. Hal ini dilakukan untuk mencegah penguapan air dalam sampel.

3.6.2Sampel Tanah Terganggu (Disturbed Sample)

Sampel tanah terganggu diperlukan apabila penggunaan tanah memang tidak dalam keadaan aslinya, sehingga sedikit usaha-usaha yang diperlukan untuk melindungi struktur tanah asli dari sampel tersebut.

Dalam penelitian ini sampel tanah terganggu diambil dengan menggunakan cangkul dan sekop kemudian dimasukkan ke dalam karung dan diikat. Meskipun merupakan sampel tanah terganggu, dilakukan juga usaha-usaha sederhana untuk melindungi sampel tersebut dan perubahan kondisi sekitar yang terlalu drastis, yaitu dengan meletakkan sampel tersebut ditempat yang kering.

3.7 Metode Penelitian di Laboratorium

Percobaan dilakukan di Laboratorium Mekanika Tanah Fakultas Teknik Universitas Udayana. Adapun langkah-langkah pengujian yang akan dilaksanakan di laboratorium adalah sebagai berikut:

3.7.1Persiapan Bahan a.Tanah ekspansif

Sampel tanah diambil dari lapangan sesuai dengan kebutuhan kemudian dikeringkan dan diayak. Dalam hal ini bahan dibedakan menjadi dua jenis, yaitu sampel tanah tidak terganggu tanpa dilakukan pencampuran bahan tambahan, sampel tanah terganggu yang dicampur dengan semen dan abu sekam padi dengan kadar yang bervariasi.

b. Semen

(39)

39 c.Abu sekam padi

Abu sekam padi adalah bahan anorganik hasil dari pembakaran sekam padi yang biasa digunakan dalam pembuatan batu bata, tembikar dan keramik.

3.7.2Pembuatan Benda Uji

Pembuatan benda uji dilakukan untuk pengujian-pengujian sesuai dengan penelitian yang dilaksanakan di laboratorium. Jumlah dan macamnya tergantung pada jenis penelitiannya. Untuk benda uji sampel tanah terganggu yang dicampur dengan campuran semen dan abu sekam padi dengan proporsi 3:2 (tiga untuk semen dan dua untuk abu sekam padi) dengan persentase penambahan yaitu sebesar 0 %, 8%, dan 16% dari berat kering tanah ekspansif. Pada setiap campuran tersebut mempergunakan kadar air optimum yang diperoleh dari hasil tes pemadatan sampel tanah kemudian diperam selama 4 hari.

3.7.3Cara Pelaksanaan di Laboratorium

Adapun cara pelaksanaan di laboratorium, antara lain: 3.7.3.1Pemeriksaan Kadar Air

Tujuan : Menghitung persentase air yang dikandung oleh tanah Peralatan :

a. Oven dengan temperatur 105°C-110°C b. Cawan

c. Timbangan dengan ketelitian 0,01 gram untuk berat tanah sampel 50 gram, 0,1 gram untuk berat 50-500 gram dan 1,0 gram untuk berat tanah lebih besar dari 500 gram

d. Desikator Benda uji :

Sampel tanah yang digunakan merupakan sampel tanah tidak terganggu

Pelaksanaan:

a. Cawan dibersihkan dan ditimbang beratnya

(40)

40 diketahui beratnya. Kemudian cawan beserta isinya ditimbang Dalam keadaan terbuka cawan yang berisi tanah di oven selama 16-24 jam

c. Cawan kemudian didinginkan dalam desikator, setelah dingin kemudian ditimbang

3.7.3.2Pemeriksaan Gradasi Butiran (Analisis Ukuran Butiran) Analisis ukuran butiran dilakukan dengan dua cara, yaitu:

A. Analisis tanah berbutir kasar

Tujuan :Untuk menentukan pembagian butiran tanah dengan memakai saringan

Peralatan:

a. Satu set saringan No. 10, No. 20, No. 40, No. 60, No. 140, No. 200

b. Timbangan dengan ketelitian 0,01 gram. c. Mat penggerak ayakan mekanis

d. Oven

e. Talam, sikat baja, sendok, kuas Pelaksanaan:

a. Benda uji yang telah disiapkan dioven dengan suhu 105°C-110°C atau suhu kamar sampai beratnya tetap.

b. Saring benda uji dengan saringan yang telah disusun sesuai dengan ukuran di atas

c. Saringan digoyang dengan mesin penggerak ayakan selama ± 15 menit.

(41)

41 B. Analisis hidrometri untuk tanah yang berbutir halus

Tujuan: Untuk menentukan pembagian butiran tanah yang lewat saringan No.200

h. Air suling, pipet, talam Pelaksanaan:

a. Contoh tanah yang lewat saringan no.10 ditimbang seberat lebih kurang 50 gram, kemudian dicampur dengan air suling yang telah dicampur dengan reagen Water Glass dan didiamkan kurang lebih 16 jam

b. Setelah perendaman campuran dituang ke dalam mixer dan dikocok selama kurang lebih 10 menit agar butir-butimya terpisah. c. Setelah pengocokan selesai, campuran dimasukkan ke dalam gelas

ukur dan ditambahkan air suling sampai mencapai 1000 ml. kemudian tutup bagian atas tabung dengan sumbat dari karet dan dikocok dengan cara membolak-balikannya.

d. Setelah dikocok selama 30 detik masukan tabung ke dalam bak perendam yang suhu airnya konstan, kemudian hydrometer dimasukkan ke dalam suspensi dan siapkan stopwatch.

e. Dilakukan pembacaan hydrometer pada waktu 15 detik, 30 detik, 1 menit, 2 menit tanpa memindahkan hidrometer.

(42)

42 g. Setelah pembacaan terakhir, suspensi dituang ke dalam saringan No.200 dan cuci dengan air sampai air yang lewat saringan jernih, kemudian tanah yang tertahan di atas saringan No. 200 dioven dan dilakukan analisis saringan.

Perhitungan:

a. Faktor air higroskopis yaitu perbandingan antara berat contoh tanah yang dioven berat contoh tanah kering udara yang dihitung terlebih dahulu.

b. Berat kering oven contoh tanah yang digunakan untuk tes hidrometer dengan mengalikan berat tanah kering udara dengan faktor air higroskopisnya .

c. Berat total contoh tanah yang diwakili oleh contoh tanah yang dites dihitung dengan membagi berat kering oven contoh tanah dengan persentase bagian yang lewat saringan kemudian dikalikan 100 d. Persentase tanah yang tertinggal dalam suspensi dapat dihitung

dengan rumus:

P’ = x 100 (hydrometer type 152 H) (3.1) P' = Persentase berat tanah yang tinggal dalam suspensi

R = Pembacaan hidrometer yang telah dikoreksi W = Berat total contoh tanah kering yang diperiksa a = Angka koreksi

e. Diameter butir tanah dihitung dengan rumus:

D = (3.2)

K = Harga konstan berdasarkan temperatur suspensi dan berat jenis tanah

L = Jarak vertikal dan kedalaman dimana berat jenis suspensi diukur yang dipengaruhi oleh hidrometer, ukuran silinder dan berat jenis suspensi

(43)

43 3.7.3.3Pemeriksaan Berat Jenis (Gs)

Tujuan: Untuk menentukan berat jenis tanah dengan perbandingan antara berat butir tanah dengan berat air destilasi pada suhu tertentu. Peralatan :

a. Piknometer yaitu botol gelas dengan leher sempit dengan tutup (dari gelas) yang berlubang kapiler, dengan kapasitas 50cc atau lebih besar

b. Timbangan dengan ketelitian 0,01 gram c. Air suling

d. Oven dengan suhu 105°C-110°C e. Desikator

f. Termometer

g. Cawan porselen dengan penumbuk berkepala karet untuk menghancurkan gumpalan tanah menjadi butiran tanah

h. Mat vakum atau kompor i. Saringan no.40

Benda Uji: Sampel yang akan diselidiki dikeringkan dalam oven selama 24 jam , kemudian ditumbuk dan disaring dengan saringan no.40. Pelaksanaan :

a. Piknometer dibersihkan dari kotoran dan dikeringkan kemudian ditimbang beratnya

b. Tanah dengan berat kira-kira ±10 gram dimasukkan ke dalam piknometer kemudian ditimbang

c. Piknometer yang telah berisi tanah diisi air kira-kira ±10 cc sehingga tanah terendam seluruhnya dan dibiarkan 10-15 menit. Tambahkan air sampai 1/3 piknometer.

d. Piknometer berisi tanah dan air direbus kurang lebih 10 menit kemudian didinginkan dalam desikator

(44)

44 f. Piknometer dikosongkan dan dibersihkan kemudian diisi dengan air sampai penuh dan tutup. Bagian luar dikeringkan dengan kain kemudian piknometer penuh air ditimbang.

3.7.3.4Pemeriksaan Berat Volume Tanah

Tujuan : Untuk menentukan berat volume tanah. Berat volume tanah merupakan perbandingan antara berat tanah basah dengan volumenya

Peralatan :

a. Cincin uji

b. Pisau pemotong contoh

c. Timbangan dengan ketelitian 0,01 gram

Benda uji: Sampel tanah yang digunakan merupakan sampel tanah tidak terganggu

Pelaksanaan:

a. Cincin dalam keadaan bersih ditimbang

b. Benda uji disiapkan dengan menekan cincin pada tabung contoh sampai cincin terisi penuh

c. Ratakan kedua permukaan dan bersihkan cincin sebelah luar. d. Cincin dan contoh ditimbang dengan ketelitian

timbangan 0,01 gram

e. Volume tanah dihitung dengan mengukur ukuran dalam cincin

3.7.3.5Pemeriksaan Batas Cair

Tujuan: Untuk menentukan batas cair tanah. Peralatan :

a. Cawan porselen b. Spatula

(45)

45 f. Penumbuk berkepala karet

g. Air suling

h. Alat-alat pemeriksa kadar air Benda Uji :

a. Contoh tanah yang perlu disediakan untuk pemeriksaan ini sebanyak ± 100 gram dan disaring lewat saringan no.40.

b. Bila tanah berbutir kasar, mula-mula dikeringkan dalam suhu udara secukupnya sampai dapat disaring.

c. Gumpalan-gumpalan tanah dipecahkan dengan cara ditumbuk dalam mortar dengan penumbuk berkepala karet sehingga butir-butimya tidak rusak.

Pelaksanaan :

a. Tanah diletakan dalam porselen dan dicampur secara merata dengan air suling kira-kira 15-20 ml

b. Tanah yang telah dicampur tadi diletakan pada cawan cassagrande sedemikian rupa sehingga permukaan tanah rata dan dibuat mendatar dengan ujung terdepan tepat pada ujung terbawah mangkok. Dengan demikian tebal tanah terdalam akan setebal 1 cm c. Pada garis tengah mangkok dibuat alur dengan pembarut sehingga

terpisah menjadi dua bagian simetris.

d. Dengan bantuan alat pemutar, cawan diangkat dan diturunkan dengan kecepatan 2 putaran per detik sampai kedua bagian tanah bertemu sepanjang kira-kira 12,7 mm. Jumlah pukulan yang diperlukan dicatat. Sebagian contoh diambil untuk diperiksa kadar airnya.

e. Pada percobaan pertama, jumlah pukulan yang diperlukan antara 30-40 kali pukulan, air ditambahkan sedikit demi sedikit dan aduk. Percobaan di atas diulangi beberapa kali sehingga 4 buah data hubungan antara kadar air dan jumlah pukulan.

(46)

46 kadar air tanah yang diperoleh dan perpotongan garis penghubung tersebut dengan garis vertikal 25 kali pukulan.

3.7.3.6Pemeriksaan Batas Plastis

Tujuan: Untuk mengetahui batas plastis tanah. Peralatan :

a. Cawan porselen b. Spatula

c. Pelat kaca d. Saringan No.40

e. Batang pembanding berupa kawat 0 3 mm f. Alat-alat pemeriksaan kadar air

Benda Uji :

a. Contoh tanah yang perlu disediakan untuk pemeriksaan ini sebanyak ± 8 gram.

b. Apabila contoh tanah mengandung butir¬butir kasar mula-mula dikeringkan terlebih dahulu kenudian baru dipecahkan dengan penumbuk lalu disaring

Pelaksanaan :

a. Contoh tanah diletakan pada cawan porselen ditambahkan air sedikit demi sedikit

b. Contoh tanah yang sudah homogeny diambil ±8 gram dan dibuat gulungan tanah di atas pelat kaca sampai terbentuk batangan-batangan dengan diameter 3 mm. Bila belum menunjukan retak-retak maka tanah terlalu basah dan perlu dikeringkan dengan cara didiamkan atau diaduk-aduk dalam cawan pencampur.

c. Contoh tanah yang sudah menunjukan retak-retak pada diameter 3mm menandakan tanah tersebut dalam keadaan plastis.

(47)

47 3.7.3.7Pemeriksaan Batas Susut

Tujuan : Untuk mengetahui batas susut suatu tanah. Peralatan :

a. Cawan porselen b. Spatula

c. Cawan susut dan porselen atau monel berbentuk bulat dengan dasar rata, berdiameter ± 1,44 cm dan tinggi ± 1,27 cm d. Pisau perata (straight edge)

e. Air raksa

f. Gelas ukur 25 cc

g. Timbangan dengan ketelitian 0,01 gram Benda uji :

a. Contoh tanah lolos saringan no.40 disediakan sebanyak ±30 gram. Bila tanah mengandung butir kasar, mula-mula dikeringkan dalam suhu udara secukupnya, sampai dapat disaring.

b. Gumpalan-gumpalan tanah dipecahkan dengan cara ditumbuk dalam mortar dengan penumbuk berkepala karet sehingga butir-butirnya tidak rusak.

Pelaksanaan :

a. Contoh tanah diletakkan pada cawan porselen dan diaduk secara merata dengan air destilasi sehingga mengisi semua pori-pori tanah dan jangan sampai ada udara yang terperangkap di dalamnya b. Banyaknya air sedemikian rupa sehingga bila benda uji berupa

tanah plastis kadar air lebih 10% dan batas cair, sedangkan bila benda uji berupa tanah kurang plastis sehingga konsistensi tanah sedikit di atas batas cair.

(48)

48 dihitung. Volume cawan sama dengan berat air raksa dibagi berat jenisnya.

c. Bagian dalam cawan diolesi dengan pelumas. Cawan diisi dengan tanah basah yang telah disiapkan kira-kira 1/3 volumenya dan diletakan ditengahnya. Cawan dipukul-pukulkan pada bidang kokoh sehingga tanah mengisi sudut-sudut cawan. Tanah ditambahkan sehingga terisi penuh sampai tepi atas, lalu diratakan dengan pisau perata dan tanah yang melekat di luar cawan dibersihkan sehingga volume tanah sama dengan volume cawan. d. Cawan yang berisi tanah basah kemudian ditimbang lalu dibiarkan

tanah mengering di udara sampai berubah dari warna tua menjadi muda. Kemudian cawan berisi tanah dimasukkan dalam oven. Didinginkan dalam desikator dan setelah itu ditimbang.

e. Volume tanah kering ditentukan dengan cara tanah kering dan cawan dikeluarkan dan celupkan dalam mangkok gelas berisi air raksa sampai melimpah. Mangkok ditempatkan dalam cawan porselen dan ditekan tanah dengan pelat gelas berpaku tiga secara hati-hati di atas mangkok dan berat air raksa tersebut dihitung. Volume tanah kering sama dengan berat air raksa dibagi berat jenisnya.

3.7.3.8Pemeriksaan Pemadatan Standar

Tujuan : Untuk menentukan hubungan antara kadar air dan kepadatan tanah dengan jalan memadatkan dalam cetakan silinder yang berukuran tertentu dengan menggunakan alat penumbuk 2,5 kg dan tinggi jatuh 30 cm.

Peralatan :

a. Silinder pemadatan standar b. Penumbuk tanah standar

(49)

49 e. Oven

f. Pisau perata g. Saringan no 4

h. Alat-alat pemeriksaan kadar air

i. Talam, alat pengaduk, sendok dan kantong plastik Benda Uji :

a. Contoh tanah dikeringkan sampai kering, kemudian ditumbuk dengan palu karet sehingga menjadi gembur dan disaring dengan saringan no.4. kemudian bagian tertahan disingkirkan. Jumlah contoh tanah yang dipakai ±2 kg untuk setiap percobaan.

b. Kemudian sampel tanah terganggu ditambahkan campuran semen dan abu sekam padi dengan perbandingan 3:2 (tiga untuk semen dan dua untuk abu sekam padi) dengan persentase penambahan yaitu sebesar 0%, 4%, 8%, 12%, 16%, dan 20% dari berat kering tanah ekspansif . Setelah dicampur barulah diberikan air dengan kadar yang berbeda-beda kemudian diperam dengan jalan memasukkannya ke dalam kantong plastik selama 16-24 jam Pelaksanaan :

a. Alat silinder pemadatan yang akan digunakan dibersihkan, kemudian ditimbang dan dicatat beratnya.

b. Pelat alas dan silinder sambungan dipasang dan dikelem.

c. Sejumlah tanah lembab yang telah disiapkan dimasukkan ke dalam silinder pemadat selapis demi selapis. Tanah dipadatkan dalam 3 lapis dan tiap-tiap lapisan dipadatkan dengan 25 kali tumbukan. d. Setelah selesai pemadatan lepas silinder sambungan, kemudian

tanah dipotong dengan pisau perata sehingga tanah rata dengan permukaan silinder. Bagian yang berlubang ditambal dan diratakan kembali dengan pisau perata.

(50)

50 airnya. Kadar air yang dipergunakan dalam perhitungan adalah kadar air rata-rata dari ketiganya.

3.7.3.9Pemeriksaan Kuat Tekan Bebas (UCT)

Tujuan : Untuk menentukan besarnya kekuatan tekan bebas suatu tanah Peralatan :

a. Cetakan benda uji

b. Alat untuk mengeluarkan contoh tanah c. Pisau tipis dan tajam

d. Mistar ukur e. Timbangan f. Oven

g. Mesin Tekan Bebas h. Stopwatch

i. Alat-alat pemeriksaan kadar air Benda uji :

a. Sampel tanah tidak terganggu

b. Sampel tanah terganggu ditambahkan campuran semen dan abu sekam padi dengan perbandingan 3:2 (tiga untuk semen dan dua untuk abu sekam padi) dengan persentase penambahan yaitu sebesar 0%, 4%, 8%, 12%, 16%, dan 20% dari berat kering tanah ekspansif tersebut dicampur dengan kadar air optimum kemudian dilakukan tes pemadatan

Pelaksanaan :

a. Benda uji dikeluarkan dari silinder pemadatan kemudian diukur diameter serta tingginya. Setelah benda uji tersebut diirisiris baru kemudian ditimbang beratnya.

b. Benda uji kemudian diletakan pada mesin tekan bebas sehingga pelat atas menyentuh permukaan benda uji.

c. Jarum arloji ukur pada beban dan arloji regangan diatur pada angka nol

(51)

51 regangan 0,5% - 2% per menit terhadap tinggi benda uji per menitnya, yang mana kecepatan ini diperkirakan sedemikian sehingga pecahnya benda uji tidak melampaui 10 menit. beban setiap regangan 0, 5%, 1%, 2% dan seterusnya beban dibaca dan dicatat sampai contoh tanah mengalami keruntuhan atau sampai mencapai regangan 20%.

3.8 Analisis Data

(52)

52 3.9 Kerangka Penelitian

Kerangka penelitian yang akan dilakukan:

Mulai

Identifiksi Masalah

Studi Literatur

Pemilihan Lokasi

Pengambilan Sampel Tanah Persiapan Alat dan

Bahan

Tidak Terganggu (Undisturbed) Terganggu (Disturbed)

a. Pemeriksaan Kadar Air b. Pemeriksaan Berat Jenis

Tanah

c. Pemeriksaan kepadatan, dan UCT

Tanah lempung tidak dicampur dengan se-men dan abu sekam padi

Tanah lempung yang dicampur dengan campuran

semen dan abu sekam padi (3:2) dengan prosentase 8%,

16% dilakukan pemeraman 4 hari

Pemeriksaan Gradasi Butiran Kasar dan Halus

(53)

53 Gambar 3.1 Kerangka penelitian

a. Pemeriksaan Kadar Air

b. Pemeriksaan Berat Jenis Tanah c. Pemeriksaan Batas –batas

Atterberg

d. Pemeriksaan Pemadatan

e. Pemeriksaan UCT

A

B

Hasil Penelitian

Analisa Hasil Penelitian

Simpulan

(54)

54 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Umum

Dalam penelitian ini mengambil sampel tanah di Desa Munggu, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung, Bali. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran tentang karakteristik tanah lempung ekspansif menyangkut tentang kembang susut dan sifat fisiknya, serta mengetahui alternatif untuk memperbaiki tanah ekspansif tersebut demi keamanan konstruksi bangunan sipil. Penelitian dilakukan di Laboratorium Mekanika Tanah Fakultas Teknik Universitas Udayana. Di dalam penelitian ini tanah lempung ditambahkan campuran semen dan abu sekam padi dengan perbandingan 3:2 (tiga untuk semen dan dua abu sekam padi) dengan proporsi campuran sebesar 0%, 8%, dan 16%.

4.2 Kadar Air Tanah

Kadar air tanah sangat berhubungan dengan kepadatan tanah itu sendiri. Pada nilai kadar air yang rendah, sebagian besar tanah cenderung menjadi kaku dan sukar untuk dipadatkan. Dengan peningkatan kadar air, tanah menjadi lebih mudah dibentuk dan dipadatkan sehingga akan dihasilkan kerapatan kering yang lebih tinggi. Akan tetapi, pada kadar air yang tinggi, kerapatan kering menjadi berkurang sejalan bertambahnya kadar air, yang mana air tersebut akan mengisi dan volume tanah tanah bertambah secara proporsional. Dengan kata lain tanah tidak akan menjadi lebih padat seiring meningkatnya kadar air.

Kadar air tanah diteliti menggunakan 3 sampel undisturbed dengan kedalaman pengambilan sampel 1 meter. Hasil penelitian kadar air tanah asli dicantumkan pada Tabel 4.1

Tabel 4.1 Hasil pengujian kadar air tanah

Sampel Kadar Air (%)

Titik 1 38.65%

Titik 2 40.30%

Titik 3 38.25%

(55)

55 Jadi kadar air tanah di daerah Munggu berada pada rentang 38,25 % sampai dengan 40,30 % dengan kadar air rata-rata sebesar 39,07 %. Data dan perhitungan mengenai kadar air tanah asli ini dapat dilihat pada lampiran A Tabel 4.1 sampai Tabel 4.3.

4.3 Gradasi Butiran (Analisis Ukuran Butir)

Tanah memiliki ukuran partikel yang berbeda tergantung jenis tanah tersebut. Tanah lempung merupakan jenis tanah dengan ukuran butir lebih kecil dari 2 mikron atau 0,002 mm. Ukuran butir dapat ditentukan dengan menyaring sejumlah tanah melalui seperangkat saringan yang disusun dengan lubang yang paling besar berada paling atas dan makin bawah semakin kecil. Untuk butiran yang lebih kecil dari saringan no. 200 dilakukan uji hydrometer. Gradasi butiran diteliti menggunakan sampel terganggu (disturbed) dengan kedalaman pengambilan sampel 1 meter. Data dan perhitungan mengenai gradasi butiran ini dapat dilihat pada lampiran A Tabel 4.4 sampai Tabel 4.6. Rangkuman hasil penelitian analisa saringan dicantumkan pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Hasil pengujian gradasi butiran

Keterangan Tanah Lempung Munggu (%)

Persentase lolos ayakan no. 10 (2mm) 99,92

Persentase lolos ayakan no. 20 (0,85 mm) 99,66

Persentase lolos ayakan no. 40 (0,425 mm) 99,18

Persentase lolos ayakan no. 80 (0,200 mm) 98,16

Persentase lolos ayakan no. 100 (0,150 mm) 97,46

Persentase lolos ayakan no. 200 (0,075 mm) 96,98

Diameter butir yang lebih kecil dari 0,075 mm sampai 0,002

mm yang termasuk lanau 47,86

Diameter butir yang lebih kecil dari 0,002 mm yang

(56)

56 Gambar 4.1 Grafik gradasi butiran tanah Munggu

Dari Tabel 4.2 dan Gambar 4.1 dapat dilihat persentase butiran penyusun tanah tersebut:

1. Lempung (Clay) = 49,12 % (berat diameter < 0,002 mm)

2. Lanau (Silt) = 47,86 % (berat diameter butirnya terletak antara 0,002 – 0,075 mm)

Gambar

Gambar 2.1 Single silica tetrahedral
Gambar 2.5 Struktur kaolinite
Gambar 2.6 Struktur montmorillonite
Gambar 2.7 Struktur illite
+7

Referensi

Dokumen terkait

Setelah tanah distabilisasi dengan berbagai variasi abu sekam padi diperoleh kesimpulan bahwa material abu sekam padi hanya efektif berfungsi pada variasi campuran 2% PC + 3% ASP

Rumusan masalah pada penelitian ini adalah melihat pengaruh pencampuran abu ampas tebu, abu sekam padi dan semen sebagai bahan aditif untuk menstabilisasi tanah lempung

Hasil penelitian menunjukkan bahwa abu sekam padi yang digunakan pada campuran tanah lunak dapat meningkatkan nilai kuat tekan dan kuat geser tanah lunak, serta memperkecil indeks

Penelitian yang telah dilakukan Idharmahadi Adha, (2011) dengan memanfaatkan abu sekam padi sebagai pengganti semen pada metoda stabilisasi tanah di Lampung

Dalam pengujian pamadatan standar ini tidak hanya dilakukan untuk tanah asli saja, tapi untuk tanah campuran abu sekam padi dengan persentase 5%, 6%, dan 6,5% dengan

Sampel tanah yang diuji pada penelitian ini yaitu tanah lempung yang berasal dari daerah Raja Basa, Lampung Selatan. Variasi perbandingan kadar campuran abu sekam padi yang

Campuran terbaik adalah campuran tanah dengan 4% semen, dilihat dari nilai CBR yang paling tinggi dan terus meningkat tiap periodenya, serta nilai swelling yang

Variasi campuran yaitu dengan 75% tanah asli, abu vulkanik 2,5% - 25% dan abu sekam padi 2,5% - 25% dari berat kering sampel tanah dengan masa pemeraman 14 hari.Hasil