PENGARUH CELEBRITY ENDORSER TERHADAP PEM BELAJARAN KONSUM EN KARTU AS
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur Untuk Menyusun Skripsi S-1 Jurusan Manajemen
Oleh :
SYAIFUL ARIF
0612010235 / EMFAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR
SKRIPSI
PENGARUH CELEBRITY ENDORSER TERHADAP
PEMBELAJARAN KONSUMEN KARTU AS
Yang diajukan
SYAIFUL ARIF
0612010235 / EMDisetujui untuk Ujian Lisan oleh :
Pembimbing utama
Wiwik Handayani, SE, Msi Tanggal :……….
Mengetahui Wakil Dekan I
Drs. Rahman A. Suwaidi, MS NIP. 19600330 198603 1001
PENGARUH CELEBRITY ENDORSER TERHADAP
PEMBELAJARAN KONSUMEN KARTU AS
Yang diajukan
SYAIFUL ARIF
0612010235 / EM
Telah disetujui untuk di seminarkan oleh :
Pembimbing utama
Drs. Wiwik Handayani, SE, Msi Tanggal :………
Mengetahui
Ketua Program Studi Manajemen
Dr. Muhadjir Anwar, MM NIP. 196509071991031001
PENGARUH CELEBRITY ENDORSER TERHADAP
PEMBELAJARAN KONSUMEN KARTU AS
Yang diajukan
SYAIFUL ARIF
0612010235 / EMTelah diseminarkan dan disetujui untuk menyusun skripsi
Pembimbing utama
Wiwik Handayani, SE, Msi Tanggal :……….
Mengetahui Ketua Program Studi
Manajemen
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat
dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul :
“ PENGARUH CELEBRITY ENDORSER TERHADAP PEMBELAJARAN KONSUMEN KARTU AS”
Skripsi ini diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna
memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Progdi Manajemen pada Fakultas Ekonomi
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak akan berhasil tanpa adanya
dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini dengan segala
ketulusan hati penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Teguh Soedarto, MP, selaku Rektor Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
2. Bapak Dr. Dhani Ichsanudin Nur, MM, selaku Dekan Fakultas Ekonomi
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
3. Bapak Dr. Muhadjir Anwar, MM, selaku Ketua Jurusan Manajemen Fakultas
Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
4. Ibu Wiwik Handayani, SE, MSi, selaku Dosen Pembimbing Utama yang telah
memberikan bimbingan dan dorongan kepada peneliti dalam menyelesaikan
ii
5. Segenap staff Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional
“Veteran” Jawa Timur yang telah memberikan banyak pengetahuan selama
masa perkuliahan.
6. Bapak dan Ibu, yang telah memberikan dukungan, doa dan semangat dan
segalanya.
7. Cewek aku ( Wildania Mafazza Akhmad ), yang telah memberikan dukungan,
doa, dan semangat serta menemaniku.
8. Teman – teman KOC, genKzZ_jO , Thanks atas smuanya yang ud support aku.
9. Semua pihak yang ikut membantu, yang tidak bisa penulis sebutkan
satu-persatu.
Penulis menyadari bahwa apa yang telah disajikan masih banyak
kekurangan, untuk itu kritik dan saran yang membangun dari semua pihak sangat
diharapkan demi kesempurnaan skripsi ini. Akhirnya dengan segala keterbatasan
yang penulis miliki, semoga skripsi ini bermanfaat bagi pihak yang
berkepentingan.
Surabaya, Juli 2012
iii DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... iii
DAFTAR TABEL ... vi
ABSTRAKSI ... vii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang Masalah ... 1
1.2. Rumusan Masalah ... 6
1.3. Tujuan Penelitian ... 6
1.4. Manfaat Penelitian ... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7
2.1. Penelitian Terdahulu ... 7
2.2. Landasan Teori ... 8
2.2.1. Pengertian Pemasaran ... 8
2.2.2. Konsep Pemasaran ... 8
2.2.3. Pengertian Manajemen Pemasaran ... 9
2.2.4. Pengertian Perilaku Konsumen ... 9
iv
2.2.6. Pengertian Celebrity endorser ... 20
2.2.7. Pengertian Endorser ... 20
2.2.8. Peran Endorser ... 21
2.2.9. Celebrity endorser sebagai Product endorser ... 21
2.2.10 Indikator Selebrity Endorser ... 22
2.2.11. Pembelajaran Konsumen ... 25
2.2.12. Indikator Pembelajaran Konsumen ... 30
2.2.13. Pengaruh Celebrity Endorser Terhadap Pembelajaran Konsumen. ... 31
2.3. Kerangka Konseptual ... 32
2.4. Hipotesis ... 33
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... 34
3.2 Populasi Dan Sampel Penelitian ... 37
3.2.1 Populasi ... 37
3.2.2 Sampel ... 37
3.3 Jenis Data dan Sumber Data ... 38
v
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Deskripsi Obyek Penelitian ... 45
4.1.1. Sejarah singkat Perusahaan ... 45
4.2. Hasil Penelitian dan Pembahasan ... 53
4.2.1. Analisis Statistik Deskriptif ... 53
4.2.2. Uji Outlier Multivariate ... 55
4.2.3. Uji Reliabilitas ... 57
4.2.4. Model Struktural ... 58
4.2.5. Uji Kausalitas ... 59
4.3. Pembahasan ... 59
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 61
5.1. Kesimpulan ... 61
5.2. Saran ... 62
vi
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1. Identitas Responden Menurut Jenis Kelamin...56
Tabel 4.2. Identitas Responden Menurut Umur ...57
Tabel 4.3. Identitas Responden Menurut Pendidikan ...57
vii
PENGARUH CELEBRITY ENDORSER TERHADAP PEMBELAJARAN KONSUMEN KARTU AS
Syaiful Arif
ABSTRAK
Dalam membuat iklan, produsen harus memilih siapa yang menjadi endorser dalam iklannya tersebut. Sekarang ini banyak para produsen yang sepakat dengan adanya kecenderungan bahwa konsumen tertarik terhadap sosok tertentu sebagai endorsernya sehingga dapat ditirukan perilakunya oleh konsumen. Adapun sosok tertentu tersebut terkait dengan karakteristik menonjol yang dimilikinya, seperti celebrity endorser. Perlunya konsumen belajar tentang produk-produk khususnya produk dengan berbagai macam kegunaan di setiap produknya sangat berguna bagi konsumen itu sendiri. Melihat pentingnya pembelajaran konsumen melalui celebrity endorser dan pengulangan pesan pada iklan maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh Celebrity endorser dan Pengulangan Pesan Iklan Terhadap Pembelajaran Konsumen.
Populasi dalam penelitian ini adalah konsumen Kartu As di Graha Pari Surabaya. Sampel pada penelitian ini 105 pelanggan. Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah Structural Equation Modeling (SEM).
Berdasarkan hasil pengujian untuk menguji pengaruh pengulangan pesan dan celebrity endorser terhadap pembelajaran konsumen, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : Pengulangan pesan berpengaruh positif terhadap
pembelajaran konsumen. Konsumen sangat memperhatikan pesan yang
disampaikan di akhir iklan. Celebrity endorser tidak berpengaruh terhadap
pembelajaran konsumen.
.
Keywords : pengulangan pesan iklan, celebrity endorser, pembelajaran
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Strategi pemasaran modern dewasa ini tidak lagi hanya dipandang
sekedar memasarkan produk yang berkualitas, membuat produk dengan
harga murah dan menempatkan produk yang mudah dijangkau konsumen.
Kini perusahaan harus memikirkan bagaimana berkomunikasi yang
menguntungkan dengan konsumen untuk mengenalkan produk mereka
secara intensif, salah satu bentuk komunikasi produsen dengan konsumen
adalah melalui iklan.
Iklan merupakan salah satu alat bauran promosi yang digunakan
sebagai alat pengantar pesan untuk membentuk sikap konsumen. Agar
penyampaian pesan dapat diterima oleh konsumen dengan baik maka
dibutuhkan media yang tepat. Berkembangnya media informasi di Indonesia
menyebabkan banyaknya iklan yang membanjiri media. Media yang
digunakan adalah televisi, radio, majalah atau surat kabar, dan lain lain.
Pengiklanan di media televisi hingga kini masih dianggap cara paling efektif
dalam mempromosikan produk terutama di Indonesia yang masyarakatnya
masih brand minded dimana merek yang pernah muncul di iklan ditelevisi
lebih digemari daripada yang tidak diiklankan di televisi. Perusahaan harus
2
dan menciptakan preferensi terhadap merek. Salah satu cara kreatif dalam
beriklan adalah dengan menggunakan endorser.
Sosok endorser dapat berasal dari kalangan selebriti dan orang
biasa/non-selebriti. Endorser sebagai opinion leader yang menyampaikan
pesan hingga sampai ke konsumen mengenai merek produk. Opinion Leader
berperan dalam memberikan informasi pada orang lain, pelaku persuasi, dan
pemberi informasi. Perusahaan harus memilih endorser yang cocok dan
untuk menyampaikan pesan iklan yang diinginkan kepada target audience,
sehingga pesan tersebut sampai kepada konsumen yang dapat membentuk
opini, dan mereka akan meneruskan opini tersebut sesuai persepsi
masing-masing, dengan demikian diharapkan akan bertambahnya kesadaran
terhadap produk.
Penggunaan endorser diharapkan dapat memberikan asosiasi
positif antara produk dengan endorser. Asosiasi tersebut secara sederhana
dapat muncul dalam bentuk pemikiran atau citra tertentu yang dikaitkan pada
suatu merek. Keterkaitan pada suatu merek akan lebih kuat apabila dilandasi
pada banyak pengalaman untuk mengkomunikasikannya. Berbagai asosiasi
yang diingat konsumen dapat dirangkai sehingga membentuk citra tentang
merek di dalam benak konsumen. Citra yang baik merupakan salah satu cara
yang efektif di dalam menjaring konsumen, karena konsumen dengan sadar
atau tidak sadar akan memilih suatu produk yang memiliki brand image yang
3
mempengaruhi konsumen dalam proses keputusan pembelian yang pada
akhirnya dapat menciptakan loyalitas terhadap suatu merek produk tertentu
Dalam membuat iklan, produsen harus memilih siapa yang menjadi
endorser dalam iklannya tersebut. Sekarang ini banyak para produsen yang
sepakat dengan adanya kecenderungan bahwa konsumen tertarik terhadap
sosok tertentu sebagai endorsernya sehingga dapat ditirukan perilakunya
oleh konsumen. Adapun sosok tertentu tersebut terkait dengan karakteristik
menonjol yang dimilikinya, seperti celebrity endorser.
Menurut Engel et. al (1995 : 51) pengandalan yang besar pada
pengulangan dapat menjadi sangat diperlukan dalam beberapa kondisi, ketika
komunikasi membawa seperangkat informasi yang besar atau kompleks,
konsumen mungkin tidak dapat memahami sepenuhnya pesan bersangkutan
selama satu pemaparan. Walaupun hal ini mungkin bergantung pada jenis
medium dimana iklan tersebut muncul. Untuk alasan ini, pengulangan adalah
alat yang penting untuk meningkatkan pembelajaran.
Menurut Sumarwan (2002 : 115), konsumen meniru dari perilaku
orang lain tersebut, sehingga dikenal sebagai modeling. Konsumen
mempelajari perilaku dengan mengamati perilaku orang lain dan konsekuensi
dari perilaku tersebut. Dan menurut Mowen dan Minor (2002 : 187) orang
belajar dengan memperhatikan tindakan orang lain dan mengamati
konsekuensi dari tindakan –tindakan tersebut. Sedangkan menurut Peter dan
Olson (1999 : 240) seseorang cenderung meniru perilaku orang lain ketia dia
4
mereka tidak akan meniru perilaku orang lain jika dia melihat akan
membawanya pada konsekuensi negatif.
Persaingan provider celullar paling seru saat ini adalah antara XL
dan Kartu As. Berkali-kali kita dapat melihat iklan-iklan kartu XL dan Kartu
As saling menjatuhkan dengan cara saling memurahkan tarif sendiri. Kini
perang 2 kartu yang sudah ternama ini kian meruncing dan langsung tak
tanggung-tanggung menyindir satu sama lain secara vulgar.
Satu hal yang aneh, yaitu satu orang muncul dalam dua
penampilan iklan yang merupakan satu produk sejenis yang saling bersaing,
dalam waktu yang hampir bersamaan. Jeda waktu aku menonton penampilan
Sule dalam iklan di XL dan AS tidak terlalu jauh. Ada sebagian yang bilang,
apa yang dilakukan oleh Sule tidak etis dalam dunia periklanan. Mereka
menyoroti peran Sule yang menjadi ‘kutu loncat’ ala tokoh parpol yang
secara cepat berpindah kepada pelaku iklan lain yang merupakan
kompetitornya. Bintang iklan yang jadi kontroversi itu adalah SULE,
pelawak yang sekarang sedang naik daun. Awalnya Sule adalah bintang
iklan XL. Di XL, Sule bermain satu frame dengan bintang cilik Baim.
Ketatnya situasi persaingan yang sedang terjadi pada Industri
Telekomunikasi sedang dirasakan oleh masing-masing operator seluler dari
berbagai merek SIM Card,. Perilaku konsumen brand switching lebih
memperhatikan harga didalam melakukan pembelian. Hal ini juga dialami
Sim Card Kartu As, yang mengalami penurunan nilai Top Brand Index,
5
Tabel 1.2. Top Brand Kartu As 2009-2011
Merek TBI
Sumber : Majalah marketing edisi khusus 2011
Dari table di atas dapat diketahui bahwa pelanggan Kartu As
mengalami penurunan, Sedangkan Kartu Simpati dan Im3 mengalami
peningkatan . Hal ini mengindikasikan perpindahan pelanggan.
Oleh karena itu, perlunya konsumen belajar tentang produk-produk
khususnya produk dengan berbagai macam kegunaan di setiap produknya
sangat berguna bagi konsumen itu sendiri. Melihat pentingnya pembelajaran
konsumen melalui celebrity endorser dan pengulangan pesan pada iklan
maka perlu dilakukan studi mengenai “Pengaruh Celebrity Endorser
Terhadap Pembelajaran Konsumen”.
1.2. Perumusan Masalah
Masalah penelitiannya adalah celebrity endorser dan pengulangan pesan pada
iklan Kartu Asdalam proses pembelajaran konsumen. Dilihat dari masalah
penelitian tersebut, persoalan penelitian yang ingin dikaji adalah :
Apakah celebrity endorser pada iklan dapat mempengaruhi proses
6
1.2. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan latar belakang dan perumusan masalah yang telah dikemukakan
tersebut maka tujuan penelitian yang hendak dicapai adalah :
Untuk mengetahui pengaruh celebrity endorser pada iklan terhadap proses
pembelajaran konsumen.
1.4. Manfaat Penelitian
1. Dengan adanya penelitian ini dapat membarikan masukan bagi
perusahaan di dalam menyelesaikan permasalahan yang sedang
dihadapi.
2. Dengan adanya penelitian ini dapat memberikan kesempatan kepada
penulis untuk membahas mengenai ilmu-ilmu yang diterima selama
masa perkuliahan ke dalam praktek lapangan.
3. Sebagai bahan informasi bagi peneliti lain apabila akan mengadakan
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Hasil Penelitian Terdahulu
1. Handayani, 2009. Analisis Pengaruh Pemodelan dan Pengulangan Pesan
Iklan Televisi terhadap Pembelajaran Konsumen (Studi Kasus terhadap
Shampo Sunsilk)
Berdasarkan hasil pengujian dengan menggunakan analisis SEM maka
dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: (1) Konsumen yang
menggunakan Shampo Sunsilk khususnya remaja SMA di Sidoajo sangat
memperhatlkan pesan yang disampaikan di akhir iklan. (2) Konsumen
yang menggunakan Shampo Sunsilk khususnya remaja SMA di Sidoarjo
sangat menyukai model dengan pengetahuan dan latar belakang yang
dapat mewakili produk yang diiklankan.
2. Penelitian terdahulu diambil Hapsari (2008) dengan judul “Celebrity
Endoser, Typical-Person Endoser Iklan Televisi Dan Brand Image
Produk (Studi Kasus Pada Pond’s Age Miracle). Berdasarkan hasil
deskripsi penelitian, Penggunaan celebrity endorser dan typical-person
endorser pada iklan televisi Pond’s dapat disimpulkan mempengaruhi
8
2.2. Landasan Teori
2.2.1. Pengertian Pemasaran
Menurut Kotler (1997:8), pemasaran sebagai proses sosial dan
manajerial yang membuat individu dan kelompok memperoleh apa yang
mereka butuhkan serta inginkan lewat penciptaan dan pertukaran timbal
balik produk dan nilai dengan orang lain.
Menurut Stanton (1991:3), pemasaran adalah suatu sistem
keseluruhan dari kegiatan-kegiatan usaha yang ditujukan untuk
merencanakan, menentukan harga, mempromosikan dan mendistribusikan
barang dan jasa yang dapat memuaskan kebutuhan baik kepada pembeli
yang ada maupun pembeli potensial.
Dari definisi diatas maka dapat disimpulkan bahwa pemasaran
merupakan seluruh kegiatan usaha yang dibuat untuk merencanakan,
menentukan harga, mempromosikan dan mendistribusikan barang dan jasa
dalam menciptakan hubungan pertukaran yang dapat memenuhi dan
memuaskan kebutuhan baik kepada pembeli yang ada maupun pembeli
potensial.
2.2.2. Konsep Pemasaran
Menurut Kotler (1997:17), konsep pemasaran merupakan sebuah
orientasi pemasaran yang menyatakan kunci untuk meraih tujuan organisasi
yaitu menjadi lebih efektif dari pada pesaing dalam memadukan kegiatan
pemasaran guna menetapkan dan memuaskan kebutuhan dan keinginan
9
Menurut Tjiptono (2005:3), konsep pemasaran berarti bahwa
aktifitas pemasaran dalam rangka mewujudkan tujuan perusahaan adalah
berusaha memuaskan pelanggan melalui pemahaman perilaku konsumen
secara menyeluruh yang dijabarkan dalam kegiatan pemasaran yang
mengintegrasikan kegiatan-kegiatan fungsional lainnya secara lebih efektif
dan efisien dibandingkan para pesaing.
Dari definisi diatas maka dapat disimpulkan bahwa di dalam
konsep pemasaran terdiri dari kegiatan untuk mengetahui apa yang
diinginkan oleh konsumen dan kemudian memuaskan keinginan-keinginan
itu yang pada akhirnya mencapai tujuan memperoleh laba.
2.2.3. Pengertian Manajemen Pemasaran
Menurut Kotler (1997:13), manajemen pemasaran merupakan
proses perencanaan dan pelaksanaan pemikiran, penetapan harga, promosi
serta penyaluran gagasan, barang, dan jasa untuk menciptakan pertukaran
yang memuaskan tujuan-tujuan individu dan organisasi.
Definisi ini mengakui bahwa manajemen pemasaran adalah proses
yang melibatkan analisa, perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian; yang
mencakup barang, jasa, dan gagasan; yang tergantung pada pertukaran; dan
dengan tujuan menghasilkan kepuasan bagi pihak-pihak yang terlibat.
2.2.4. Pengertian Perilaku Konsumen
Menurut Schiffman dan Kanuk (1994:7), perilaku konsumen
10
membeli, menggunakan, mengevaluasi dan menghabiskan produk dan jasa
yang mereka harapkan akan memuaskan kebutuhan mereka.
Menurut Engel et.al (1994:3), perilaku konsumen adalah tindakan
yang langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi, dan
menghabiskan produk dan jasa, termasuk proses keputusan yang
mendahului dan menyusul tindakan ini.
Menurut Kotler (1997:153-167), sekurang-kurangnya ada 4 faktor
yang mempengaruhi perilaku konsumen yaitu:
1. Faktor budaya
Faktor budaya mempunyai pengaruh yang sangat luas mendalam
terhada perilaku yang mencakup budaya (kultur), sub budaya dan kelas
sosial.
Budaya adalah simbol dan fakta yang komplek, diciptakan oleh
manusia dari generasi ke generasi sebagai penentu dan pengatur perilaku
manusia dalam bermasyarakat.
Perilaku konsumen sangat ditentukan oleh budaya yang tercermin
dalam cara hidup, kebiasaan, tradisi dalam permintaan produk. Setiap
perilaku atau tindakan konsumen ditata dan dikendalikan oleh berbagai
sistem nilai dan morma budaya, untuk itu perusahaan dituntut untuk
mengerti implikasi dari kebudayaan dimana perusahaan berada. Sub
budaya adalah kebudayaan yang ada pada suatu golongan masyarakat
yang berbeda dengan masyarakat yang lainnya. Sub budaya memberikan
11
Kelas sosial adalah pembagian masalah yang relatif homogen dan
permanen yang tersusun secara hirarkis dan memiliki anggota dengan
nilai, minat dan perilaku yang serupa. Stratifikasi kelas sosial menunjukan
preferensi produk dan merk yang berbeda-beda sehingga dapat diunakan
untuk mensegmentasikan pasar dan meramalkan tanggapan konsumen
terhadap kegiatan pemasaran konsumen.
2. Faktor sosial
Selain faktor budaya, perilaku konsumen juga dipengaruhi oleh
faktor-faktor sosial seperti kelompok acuan, keluarga serta peran dan
status. Kelompok acuan adalah kelompok yang memiliki pengaruh
langsung atau tidak langsung terhadap sikap dan perilaku seseorang.
Kelompok acuan dapat mempengaruhi seseorang terutama 3 hal
yaitu: (1). Menghadapkan seseorang pada perilaku dan gaya hidup baru.
(2). Mempengaruhi perilaku dan konsep diri seseorang, serta (3).
Menciptakan tekanan untuk mematuhi apa yang mungkin mempengaruhi
pilihan produk dan merk aktual seseorang. Keluarga baik berupa keluarga
inti yaitu lingkup keluarga yang meliputi orang tua dan anak yang hidup
bersama maupun keluarga besar yaitu keluarga inti ditambah anggota
yang masih ada ikatan keluarga, mempengaruhi pengaruh yang berbeda
terhadap perilaku seseorang. Bagi perusahaan yang terpenting adalah
mengetahui siapa pengambil inisiatif dan berwenang untuk memutuskan
12
Peran dan status seseorang yang berpartisipasi diberbagai
kelompok akan membawa pada posisi tertentu. Peran meliputi kegiatan
yang diharapkan akan dilakukan seseorang dan didalam peran terdapat
status. Setiap orang akan menjalankan peran tertentu yang akan
mempengaruhi perilakunya sehingga dimungkinkan adanya perilaku yang
berbeda dalam setiap peran.
3. Faktor pribadi
Yang termasuk faktor pribadi adalah usia, pekerjaan, keadaan
ekonomi, gaya hidup dan kepribadian. Usia berhuungan erat dengan
perilaku dan selera seseorang. Bertambahnya seseorang biasanya diikuti
juga dengan berubahnya selera terhadap produk. Faktor pekerjaan juga
mempengaruhi pola konsumsi sedangkan keadaan ekonomi cenderung
mempengaruhi barang dan jasa. Gaya hidup adalah pola hidup seseorang
yang diekspresikan dalam aktivitas, minat dan opini yang
menggambarkan keseluruhan diri seseorang dalam berinteraksi dengan
lingkungan, sedangkan kepribadian adalah karakteristik psikologis yang
berbeda dari seseorang yang menyebabkan tanggapan yang relatif
konsisten dan bertahan lama terhadap lingkungan. Dengan kepribadian
eseorang mempunyai “konsep diri” atau citra pribadi yang luas.
4. Faktor psikologis
Terdapat 4 faktor psikologis utama yang mempengaruhi pilihan
13
Motivasi adalah kebutuhan yang cukup mendorong seseorang untuk
bertindak. Sedangkan persepsi adalah proses bagaimana seorang individu
memilih, mengorganisasikan dan menginterpretasikan masukan-masukan
informasi untuk menciptakan gambaran yang berarti. Pengetahuan atau
pembelajaran diartikan sebagai perubahan dalam perilaku seseorang yang
timbul dari pengalaman. Sebagian besar perilaku merupakan hasil dari
belajar melalui kombinasi dari dorongan, rangsangan, petunjuk,
tanggapan dan pengakuan. Teori pembelajaran dapat digunakan sebagai
dasar untuk membuat dan memasarkan barang dan jasa. Keyakinan
adalah pemikiran deskriptif yang dianut seseorang tentang suatu hal,
sedangkan siakap diartikan sebagai evaluasi, perasaan, emosional dan
kecenderungan tindakan yang menguntungkan atau tidak menguntungkan
dan bertahan lama dari seseorang terhadap beberapa obyek atau gagasan.
Sikap akan mengarahkan seseorang berprilaku secara konsisten
terhadap suatu obyek tanpa harus mengekspresikan atau bereaksi dengan
cara yang sama atau cara-cara baru. Sikap seseorang membentuk suatu
pola yang konsisten dan mengubah suatu sikap yang mungkin diperlukan
penyesuaian yang besar dengan sikap-sikap yang lain. Untuk itu
perusahaan sebaiknya menyesuaikan prodaknya dengan sikap yang telah
ada.
Secara umum manfaat mempelajari perilaku konsumen adalah
membantu manajemen mencapai sasaran yang diinginkan secara efektif.
14
maupun tidak, yang menjadi unsur utama kesuksesan adalah pengetahuan
tentang konsumen tersebut. Tidaklah cukup hanya dengan mengandalkan
pengalaman penjualan sehari-hari karena akan sulit untuk menganalisis
keinginan, persepsi dan preferensi konsumen sebab keinginan, persepsi
dan preferensi konsumen dapat berubah sewaktu-waktu.
2.2.5. Pengertian Periklanan
Menurut Kotler (1997:235), mendefinisikan periklanan adalah
segala bentuk penyajian non-personal dan promosi ide, barang atau jasa oleh
suatu sponsor tertentu yang memerlukan pembayaran.
Menurut Kasali (1992:9), secara sederhana iklan didefinisikan
sebagai peran yang menawarkan suau produk yang ditujukan kepada
masyarakat lewat suatu media.
Menurut Jefkins (1997:3), pesan-pesan penjualan yang paling
persuasif yang diarahkan kepada calon pembeli potensial atas produk barang
atau jasa tertentu dengan biaya yang semurah-murahnya.
Menurut Sigit (1982:50), advertising atau periklanan adalah cara
penyajian dengan cetakan, tulisan, kata-kata, gambar, atau menggunakan
orang, produk atau jasa yang dilakukan oleh suatu lembaga dengan maksud
untuk mempengaruhi dan meningkatkan penjualan, meningkatkan
15
2.2.5.1. Tujuan periklanan
Menurut Kotler (1997:237), tujuan iklan ada 3 yaitu:
1. Untuk menyampaikan informasi :
a. Memberitahu pasar tentang produk baru.
b. Menganjurkan cara penggunaan baru untuk produk baru.
c. Memberitahu tentang perubahan baru.
d. Menjelaskan cara kerja suatu produk.
2. Untuk membujuk :
a. Membujuk pelanggan untuk membeli sekarang.
b. Memilih merek tertentu.
c. Menganjurkan memilih merek tertentu.
d. Mengubah persepsi konsumen tentang ciri-ciri merek tertentu.
3. Untuk mengingatkan :
a. Mengingatkan para pelanggan pada waktu pasar sepi.
b. Mengingatkan konsumen bahwa produk itu mungkin akan sangat
dibutuhkan dalam waktu dekat.
c. Menjaga agar pelanggan selalu ingat akan produk-produk itu.
2.2.5.2. Fungsi Periklanan
Menurut Kotler (1997:225), periklanan dapat melakukan
fungsi-fungsi sebagai berikut:
1. Membangun kesadaran calon pembeli yang belum mengetahui
16
menemui wiraniaga. Iklan dapat menjadi sasaran perkenalan bagi
perusahaan atau produk.
2. Membangun pemahaman. Jika produk tersebut memiliki beberapa
keistimewaan baru, sebagian tugas menjelaskan hal itu dapat
dilakukan secara efektif oleh iklan.
3. Pengingat yang efisien. Jika calon pembeli tidak mengetahui
produk tersebut tentu tidak siap untuk membeli, iklan yang
mengingatkan akan lebih ekonomis dari pada kunjungan penjual.
4. Menciptakan langkah awal. Iklan yang menawarkan brosur dan
mencantumkan nomor telephone perusahaan adalah cara yang
efektif untuk menciptakan langkah awal bagi wiraniaga.
5. Legitimasi. Wiraniaga dapat menggunakan iklan perusahaan yang
dimuat di majalah terkenal untuk mengabsahkan keberadaan
perusahaan dan produknya.
6. Meyakinkan kembali. Iklan dapat mengingatkan pelanggan
bagaimana cara menggunakan produk itu dan meyakinkan mereka
kembali tentang pembelian mereka.
2.1.3 Iklan Televisi (TVC / television commercial)
Iklan bisa didefinisikan sebagai semua bentuk presentasi non personal
yang mempromosikan gagasan, barang dan jasa yang dibiayai pihak sponsor
tertentu. Sponsor iklan dalam hal ini tidak terbatas pada perusahaan, namun
17
termasuk sekolah, organisasi, amal dan lembaga pemerintahan. Iklan merupakan
cara efektif untuk menyebarkan pesan, apakah itu bertujuan membangun
preferensi merek atau mengedukasi masyarakat. Secara garis besar iklan
mempunyai 3 tujuan yaitu : (1) iklan informatif, iklan ini umumnya dianggap
sangat penting untuk peluncuran produk baru, dimana tujuannya adalah
merangsang permintaan awal, (2) iklan persuasive, sangat penting apabila mulai
tercipta tahap persaingan, dimana tujuan iklan adalah membangun preferensi pada
merek tertentu, (3) iklan yang bertujuan mengingatkan (remainder advertising)
lebih cocok untuk produk yang sudah memasuki tahap kedewasaan lanjutan dari
iklan pengingat ini adalah reinforcement advertising yang bertujuan meyakinkan
konsumen atau calon konsumen bahwa mereka membeli produk yang tepat.
Tujuan iklan semestinya merupakan kelanjutan atau turunan dari keputusan
perusahaan sebelumnya tentang pasar sasaran, positioning dan bauran pemasaran.
Selain itu, tujuan iklan harus didasarkan pada analisa mendalam situasi pasar
terkini. Jika produknya sudah masuk tahap kedewasaan, perusahaan juga
pemimpin pasar, tapi penggunaan mereknya masih rendah, maka tujuan yang
lebih tepat adalah mendorong penggunaan (usage) lebih besar lagi. (Sulaksana,
2005 : 92-93).
Iklan menjadi wacana penting dalam bisnis, terutama dalam proses
membangun merek atau branding. Kegiatan periklanan yang efektif dipandang
mampu mempengaruhi kecenderungan mengkonsumsi dalam masyarakat.
Tindakan mengkonsumsi secara berulang (repeat buying) adalah salah satu tujuan
18
mengenai ketersediaan dan karakteristik sebuah produk (product knowladge),
elastisitas permintaan produk akan sangat dipengaruhi aktivitas periklanan. Iklan
televisi atau TVC sesungguhnya hanyalah bagian kecil dalam proses branding.
Masih banyak elemen-elemen lain dalam mencapai sebuah merek yang kuat dan
(diharapkan) mempunyai brand life cycle yang panjang bahkan abadi.
(http://www.makin.co.id)
Dalam membuat iklan yang cerdas, harus kreatif sekaligus menjual artinya
dari segi pendekatan bahasa komunikasinya (visual atau verbal) iklan tersebut
mampu menarik target audience untuk melihat (stopping power), mengerti dan
kemudian mengambil tindakan yang diharapkan. Jadi iklan yang cerdas bukan
hanya tertanam kuat dalam benak konsumen (reminding) tetapi juga mampu
menggerakkan calon konsumen untuk mengambil keputusan (action). (Majalah
Cakram edisi khusus Juni-Juli 2005).
Periklanan dipandang sebagai media yang paling lazim digunakan suatu
perusahaan (khususnya produk konsumsi / consumer goods) untuk mengarahkan
komunikasi yang persuasif pada konsumen. Iklan ditujukan untuk mempengaruhi
perasaan, pengetahuan, makna, kepercayaan, sikap dan citra konsumen yang
berkaitan dengan suatu produk atau merk. Tujuan ini bermuara pada upaya
mempengaruhi perilaku konsumen dalam membeli. Meskipun tidak secara
langsung berdampak pada pembelian, iklan menjadi sarana untuk membantu
pemasaran yang efektif dalam menjalin komunikasi antara perusahaan ke
konsumen dan sebagai upaya perusahaan dalam menghadapi pesaing.
19
perusahaan. Bagaimanapun bagusnya suatu produk, jika dirahasiakan dari
konsumen maka tidak ada gunanya. Konsumen yang tidak mengetahui keberadaan
suatu produk tidak akan menghargai produk tersebut.
Penggunaan televisi dalam mengkampanyekan iklan mempunyai
kemampuan dalam membangun citra, iklan televisi mempunyai cakupan,
jangkauan dan repetisi yang tinggi dan dapat menampilkan pesan multimedia
(suara, gambar, dan animasi) yang dapat mempertajam ingatan. Biaya iklan
televisi per tampil relatif murah dibanding iklan di majalah atau koran. Meskipun
demikian, biasanya biaya keseluruhan iklan televisi lebih besar dan kurang
tersegmentasi. (Suyanto,2005:4-5)
Penggunaan televisi sebagai media beriklan bukanlah sebuah ruang
kosong yang hampa makna, tetapi merupakan sederet penanda (signifiers) yang
membawa bersama sederet penanda atau makna (signifieds), menyangkut gaya
hidup, karakter manusia, nilai kepemimpinan, hingga wajah realitas sosial
masyarakat (www.kompas.com/kompas mediacetak/0308/17/seni/495655.htm)
Pada dasarnya media televisi bersifat transistory atau hanya sekilas dan
menyampai pesannya dibatasi oleh durasi (jam, menit, detik). Pesan dari televisi
memiliki kelebihan tersendiri tidak hanya didengar tetapi juga dapat dilihat dalam
gambar yang bergerak (audio visual). Televisi merupakan media yang paling
disukai oleh para pengiklan. Hal tersebut disebabkan keistimewaan televisi yang
mempunyai unsur audio dan visual sehingga para pengiklan percaya bahwa
20
diyakini sangat berorientasi mengingatkan khalayak sasaran terhadap pesan yang
disampaikan (Kasali, 1992:172).
2.2.6. Pengertian Celebrity endorser
Menurut Shimp (2003:460), celebrity endorser adalah tokoh
(aktor, penghibur, atau atlet) yang dikenal masyarakat karena prestasinya di
dalam bidang-bidang yang berbeda. Celebrity endorser banyak digunakan
oleh produsen sebagai product endorser dalam iklannya karena perilaku
konsumsinya mudah ditiru oleh konsumen. Dalam memilih celebrity
endorser sebagai product endorser, produsen harus memilih secara selektif
karena tidak semua celebrity endorser mempunyai karakteristik yang
menonjol dalam diri celebrity endorser tersebut. Diantara karakteristik
tersebut adalah cantik atau cakep, mempunyai prestasi dalam bidangnya dan
dikenal oleh konsumen. Contohnya: Bintang televisi, Aktor film, Bintang
olahraga, Penyanyi, Model,dll.
2.2.7. Pengertian Endorser
Menurut Shimp (2003:456), endorser adalah seorang pendukung
dalam periklanan. Para pemasang iklan dengan bangga menggunakan kaum
selebriti di dalam periklanan karena atribut populer yang mereka miliki
termasuk kecantikan, keberanian, bakat, jiwa olahraga (athleticisme),
21
menyukai merek karena mereka menyukai selebriti yang mendukung
produk tersebut.
2.2.8. Peran Endorser
Menurut Shim (2003:460), peran endorser adalah untuk
mempengaruhi sikap dan perilaku konsumen yang baik terhadap produk
yang didukungnya.
2.2.9. Celebrity endorser sebagai Product endorser
Menurut Shimp (2003:460), para celebrity endorser digunakan
secara luas di dalam iklan-iklan di majalah, di radio, dan di televisi sebagai
product endorser. Para celebrity endorser banyak diminta sebagai juru
bicara produk. Kemungkinan, sebanyak ¼ dari semua iklan menggunakan
dukungan celebrity endorser.
Para pengiklan dan biro-biro iklan bersedia membayar harga yang
tinggi kepada kaum celebrity endorser tersebut yang disukai dan dihormati
oleh khalayak yang menjadi sasaran dan yang diharapkan akan
mempengaruhi sikap dan perilaku konsumen yang baik terhadap produk
yang didukung. Penggunaan celebrity endorser sebagai product endorser
dalam periklanan akan sangat efektif bila motivasi konsumen untuk
memproses pesan relatif rendah. Untuk itu dampak penggunaan celebrity
22
produsen dan biro-biro iklan. Untuk itu ada beberapa dimensi yang
dipertimbangkan dalam menyeleksi celebrity endorser sebagai product
endorser, yaitu:
1. Kredibilitas yaitu kemampuan dan prestasi seseorang yang dapat
dipercaya untuk meyakinkan orang lain. Memiliki kesan yang positif
dimata masyarakat juga harus ada.
2. Kecocokan dengan khalayak yaitu penampilan seseorang yang disukai
oleh khalayak.
3. Kecocokan dengan merek yaitu seseorang yang mempunyai citra, nilai
dan perilaku yang sesuai dengan kesan yang diinginkan untuk merek yang
diiklankan.
4. Daya tarik yaitu sesuatu yang menonjol dari seseorang yang disukai oleh
orang lain yang meliputi sikap dan fisik.
2.2.10 Indikator Selebrity Endorser
Celebrity endorser adalah tokoh (aktor, penghibur, atau atlet) yang
dikenal masyarakat karena prestasinya di dalam bidang-bidang yang
berbeda. Ada beberapa factor yang mempengaruhi celebrity endorser
sebagai product endorser yaitu :
a. Credibility
Segala hal yang berkaitan dengan kredibilitas selebriti untuk
meyakinkan khalayak sasaran atas pesan iklan yang disampaikan
23
1. Keahlian adalah kemampuan selebriti dalam menarik simpati
penonton
2. Berpengetahuan adalah tingkat pengetahuan selebriti.
3. Ketrampilan adalah tingkat kreativitas bintang iklan tersebut dalam
membintangi suatu iklan
4. Dapat dipercaya adalah sikap dari bintang iklan yang dapat dipercaya.
5. Jujur adalah bintang iklan mempromosikan produk sesuai dengan
kenyataan.
b. Likeability
Tingkat disukainya selebriti oleh khalayak sasaran dalam
mengiklankan produk (Pratiwi, 2009 : 246) dengan indikator :
1. Humoris adalah sikap dari bintang iklan yang suka bercanda
dalam iklan tersebut.
2. Berjiwa muda adalah semangat yang dimiliki bintang iklan
yang menggelora seperti anak muda.
3. Ramah adalah kesopanan dan keramahan bintang iklan dalam
menanggapi fans.
4. Banyak dikenal adalah bintang iklan tersebut sudah sering
tampil di televisi.
c. Attractiveness
Daya tarik yang dimiliki selebriti dalam menjalankan perannya sebagai
24
1. Tampilan adalah cara berdandan dan berpakaian seorang
selebriti dalam membintangi suatu iklan
2. Elegan adalah kesan yang menampilkan mewah dari bintang
iklan tersebut.
3. Seksi adalah gerakan dan gaya berpakaian dari bintang iklan
tersebut yang terkesan menggoda.
4. Enak dilihat adalah proporsi penampilan dan kostum yang
sesuai dalam iklan tersebut
5. Modern adalah tampilan bintang iklan yang terkesan modern
6. Gaul adalah mengikuti perkembangan mode dan bahasa dalam
membintangi suatu iklan.
d. Meaningfulness
Seberapa kuat pengaruh selebriti dalam mempengaruhi khalayak
sasaran agar membeli produk (Pratiwi, 2009 : 246) dengan indikator :
1. Menjadi inspirasi konsumen yang membeli produk, hal itu
dikarenakan setelah konsumen melihat iklan tersebut.
2. Disukai konsumen saat menonton iklan.
3. Image selebriti cocok dengan image produk
4. Sukses dan sedang naik daun
25
2.2.11. Pembelajaran Konsumen
Menurut Mowen dan Minor (2002 : 164), pembelajaran-perilaku
merupakan sebuah proses dimana pengalaman dengan lingkungan
mengarah pada perubahan perilaku yang relatif permanen atau potensial
terhadap perubahan seperti itu.
Stimulus generalization (generalisasi rangsangan) dalam Proses
pembelajaran konsumen adalah kemampuan seseorang untuk
menggeneralisasi (menyamakan dua hal yang agak berbeda) (Schiffman
dan Kanuk, 2000:166). Generalisasi terjadi ketika suatu stimulus yang
sangat mirip dengan stimulus yang sudah ada menghasilkan respons yang
sama (Hawkins at al. 1998:345).
Melalui konsep stimulus generalization dapat dipahami
mengapa produkproduk "metoo" dapat membanjiri pasar segera sesudah
peluncuran suatu produk 1nnovative (produk baru). Berdasarkan konsep
stimulus generalization, maka di dalam strategi pemasaran diperkenalkan
product line extension yaitu menambah produk terkait pada brand yang
sudah dikenal. Praktek lain dalam strategi pemasaran yang dilandaskan
pada stimulus generalization ialah family-branding (Loudon dan Della
Bitta, 1988:451), di mana suatu keseluruhan lini produk menggunakan
suatu brand name saja. Selain itu licensing juga berlandaskan pada
family-branding (Engel at al. 2005:43).
Perusahaan kadang menggunakan generalisasi dalam bentuk
26
pada produk-produk yang berbeda. Sekarang ini ada kecenderungan ke
arah penempatan produk baru sebagai perluasan lini produk dan bukan
pengembangan identitas merek yang terpisah (Shiffman dan Kanuk
2000:199). Kecenderungan ini didorong terutama oleh pertimbangan
keuangan. Biasanya menciptakan suatu identitas produk baru lebih mahal
daripada melakukan pengembangan berdasarkan produk yang sudah
mapan. Namun, harus disadari bahwa strategi penetapan merek-keluarga
mungkin tidak selalu merupakan arah tindakan yang terbaik. Identitas
merek yang terpisah diinginkan untuk perusahaan yang berharap untuk
memasarkan produk dengan kualitas yang bervariasi (Peter, Olson
2000:208).
Stimulus discrimination (pembedaan rangsangan) dalam proses
pembelajaran konsumen adalah tindakan pilihan terhadap hanya satu
stimulus spesifik di antara stimuli serupa lainnya (Schiffman dan Kanuk
2000:168). Diskriminasi merupakan suatu proses di mana suatu organisasi
belajar untuk memberikan respons terhadap suatu stimulus, tetapi
menghindar membuat respons yang sama terhadap stimulus yang sama
(Mowen, 2002:123).
Kemampuan konsumen untuk mendiskriminasi terhadap
berbagai stimuli adalah basis bagi strategi positioning yang mengupayakan
pencapaian suatu image yang unik dari suatu brand ke dalam ingatan
(mind) konsumen (Hawkins at al 1998:345). Dalam hal ini sangat penting
27
challenger atau market follower menginginkan agar supaya konsumen
menggeneralisasi pengalamannya, sedangkan market leader mengandalkan
kepada kemampuan konsumen untuk mendiskriminasi (Schiffman dan
Kanuk 2000:169). Diskriminasi jelas merupakan konsep yang penting
dalam pemasaran. Para pemasar biasanya ingin konsumen membedakaan
antara produk mereka dan produk pesaing. Jika diskriminasi diinginkan,
ini biasanya paling baik dicapai
Menurut Sumarwan (2002 : 92), belajar merupakan proses untuk
memperoleh pengetahuan dan pengalaman, pengetahuan dan pengalaman
ini akan mengakibatkan perubahan sikap dan perilaku yang relatif
permanen.
Proses belajar perilaku dibagi menjadi tiga yaitu :
a. Proses belajar classical conditioning
Classical conditioning adalah suatu teori belajar yang
mengutarakan bahwa makhluk hidup, baik manusia maupun
binatang adalah makhluk pasif yang bisa diajarkan perilaku
tertentu melalui pengulangan.
Ada dua konsep utama yang diturunkan dari proses belajar
classical conditioning, yaitu :
1. Generalisasi stimulus
Generalisasi stimulus yaitu kemampuan seorang konsumen
untuk bereaksi sama terhadap stimulus yang relatif berbeda.
28
Diskriminasi stimulus adalah lawan kata dari generalisasi, yaitu
konsumen diharapkan bisa mengambil kesimpulan berbeda
terhadap beberapa stimulus yang mirip satu dengan yang
lainnyal.
b. Proses belajar instrumental conditioning (Ooperant conditioning)
Operant conditioning adalah proses belajar yang terjadi
pada diri konsumen akibat konsumen menerima imbalan yang
positif atau negatif (rewards) karena mengkonsumsi suatu produk
sebelumnya.
Operant conditioning memiliki empat konsep penting yaitu:
1. Penguatan (reinforcement)
Yaitu suatu rangsangan yang meningkatkan peluang seseorang
untuk mengulangi perilaku yang pernah dilakukannya.
2. Hukuman (punishment)
Hukuman adalah hal-hal negatif atau hal yang tidak
menyenangkan yang diterima konsumen karena dia melakukan
suatu perbuatan.
3. Kepunahan (extinction)
Kepunahan muncul ketika konsumen menganggap bahwa
stimulus tidak dapat memberikan kepuasan yang
diharapkannya.
29
Konsumen diarahkan untuk melakukan suatu perilaku sebelum
dia bisa melakukan perilaku yang diharapkan produsen.
c. Proses belajar vicarious learning (observational lerning)
Observational learning adalah proses belajar yang
dilakukan konsumen ketika ia mengamati tindakan dan perilaku
orang lain dan konsekuensi dari perilaku tersebut.
Ada tiga penggunaan observational learning dalam strategi
pemasaran, yaitu :
1. Mengembangkan respon baru
Model bisa digunakan untuk memperkenalkan berbagai
penggunaan produk-produk baru yang selama ini belum
terpikirkan oleh konsumen.
2. Mencegah respon yang tidak dikehendaki
Produsen dapat mencegah perilaku konsumen yang tidak
dikehendaki dengan menggunakan model sehingga dapat
memberikan kepercayaan kembali terhadap produk yang
dianggap negatif oleh konsumen.
3. Memfasilitasi respon
Model bisa digunakan untuk memperagakan produk sehingga
menjadi daya tarik konsumen untuk bisa meniru model
tersebut.
Proses belajar bisa terjadi karena adanya empat unsur yang
30
Loudon dan Della Bitta, 1993). Keempat unsur tersebut adalah
motivasi (motivation), isyarat (cues), respons (response), dan
pendorong atau penguatan (reinforcement).
2.2.12. Indikator Pembelajaran Konsumen
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Irma Satya Indriyati dan
John J.O.I. Ihalauw dalam Wiwik (2008:23), bahwa pembelajaran
konsumen terdiri atas 2 dimensi, yaitu :
1. Generalisasi Stimulus
Generalisasi terjadi ketika suatu stimulus yang agak berbeda
dengan stimulus yang sudah ada menghasilkan respon yang sama.
Diukur dengan menggunakan indikator :
a Kesaamaan produk yang baru dan yang lama.
b Penggunaan, apapun jenis produknya.
2. Diskriminasi Stimulus.
Diskriminasi stimulus merupakan hal sebaliknya dari generalisasi
stimulus dimana konsumen melakukan pemilihan terhadap hanya
satu stimulus spesifik dari antara stimulus serupa lainnya. Diukur
dengan menggunakan indikator:
a Pengetahuan terhadap setiap jenis iklan selain yang terbaru.
31
2.2.12. Pengaruh Celebrity Endorser Terhadap Pembelajaran Konsumen. Menurut Sumarwan (2002 : 115), konsumen meniru dari
perilaku orang lain tersebut, sehingga dikenal sebagai modeling.
Konsumen mempelajari perilaku dengan mengamati perilaku orang lain
dan konsekuensi dari perilaku tersebut.
Dan menurut Mowen dan Minor (2002 : 187) orang belajar
dengan memperhatikan tindakan orang lain dan mengamati konsekuensi
dari tindakan –tindakan tersebut.
Sedangkan menurut Peter dan Olson (1999 : 240) seseorang
cenderung meniru perilaku orang lain ketia dia melihat bahwa perilaku itu
membawanya pada konsekuansi yang positif, mereka tidak akan meniru
perilaku orang lain jika dia melihat akan membawanya pada konsekuensi
negatif.
Dari beberapa teori di atas dapat disimpulkan bahwa konsumen
dapat meniru perilaku dari orang lain (dalam hal ini adalah model), sebagai
salah satu pembelajaran. Oleh karena itu pemodelan mempunyai pengaruh
32
2.3. Kerangka Konseptual
Credibility
Likeability
Attractiveness
Meaningfulness
Celebrity Endorser
Pembelajaran Konsumen
(Y)
Diskriminasi Stimulus Generalisasi
33
2.4. Hipotesis
Berdasarkan latar belakang masalah dan landasan teori yang
digunakan maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
1. Diduga celebrity endorser berpengaruh positif terhadap proses
34
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Definisi Operasional Dan Pengukuran Variabel 3.1.1. Definisi Operasional Variabel
Variabel adalah segala sesuatu yang akan menjadi obyek
pengamatan dalam penelitian yang berupa suatu konsep yang mempunyai
variasi nilai. Variabel yang digunakan dalam menganalisa data adalah :
1. Celebrity endorser sebagai Product endorser
Celebrity endorser adalah tokoh (aktor, penghibur, atau atlet) yang
dikenal masyarakat karena prestasinya di dalam bidang-bidang yang
berbeda. Ada beberapa factor yang mempengaruhi celebrity endorser
sebagai product endorser yaitu :
a. Keahlian (X1.1)
Segala hal yang berkaitan dengan kredibilitas selebriti untuk
meyakinkan khalayak sasaran atas pesan iklan yang disampaikan
dengan indikator (Handayani, 2009 : 77):
1. Pengetahuan yang spesifik
2. Pengetahuan yang dimiliki mampu mewakili produk yang
diiklankan.
35
b. Kepercayaaan (X1.2)
Adalah persepsi tentang sejauh mana objektivitas atau kejujuran
sumber (Handayani, 2009 : 77) dengan indikator :
1. Keyakinan bahwa produknya akan digemari.
2. Dengan endorser yang terkenal produk akan terjaga
kredibilitasnya.
3. Kalimat yang ada dalam iklan mengandung kejujuran.
c. Daya Tarik (X1.3)
Daya tarik yang dimiliki selebriti dalam menjalankan perannya sebagai
endorser (Handayani, 2009 : 77) dengan indikator :
1. Sosok endorser yang identik dengan produk yang dibintangi
2. Spirit endorser sampai saat ini masih diingat konsumen.
2. Variabel pembelajaran konsumen (Y)
Pembelajaran adalah suatu proses seseorang untuk mencari tahu
tentang sesuatu yang belum diketahui. Menurut penelitian yang
dilakukan oleh Indriyati dan Ihalauw (2002), bahwa pembelajaran
konsumen dapat diukur dengan dua hal yaitu :
Y1. Generalisasi Stimulus
Generalisasi terjadi ketika suatu stimulus yang agak berbeda
dengan stimulus yang sudah ada menghasilkan respon yang sama.
Indikatornya yaitu :
a. Kesaamaan produk yang baru dan yang lama.
36
Y2. Diskriminasi Stimulus.
Diskriminasi stimulus merupakan hal sebaliknya dari generalisasi
stimulus dimana konsumen melakukan pemilihan terhadap hanya
satu stimulus spesifik dari antara stimulus serupa lainnya.
Indikatornya yaitu :
a. Pengetahuan terhadap setiap jenis iklan selain yang terbaru.
b. Pemilihan produk yang terbaru untuk digunakan.
3.1.2. Pengukuran Variabel
Skala pengukuran yang digunakan adalah skala interval yaitu skala jenjang
selisih semantik (semantic differential scale), Sugiyono (2001:91).
Analisis ini dilakukan dengan meminta responden untuk menyatakan
pendapatnya tentang serangkaian pernyataan yang berkaitan dengan obyek
yang diteliti dalam bentuk nilai yang berada dalam rentang dua sisi.
1 7
Sangat Tidak Baik Sangat Baik
Tanggapan atau pendapat tersebut dinyatakan dengan memberi skor
yang berada dalam rating nilai 1 sampai dengan 7 pada masing-masing
skala, dimana nilai 1 menunjukan nilai terendah dan nilai 7 nilai tertinggi.
37
3.2. Teknik Penentuan Sampel a. Populasi
Populasi merupakan kelompok subyek / obyek yang memiliki
ciri-ciri atau karakteristik-karakteristik tertentu yang berbeda dengan
kelompok subyek / obyek yang lain, dan kelompok tersebut akan dikenai
generalisasi dari hasil penelitian (Sumarsono, 2004: 44). Populasi dalam
penelitian ini adalah konsumen Kartu As di Graha Pari Surabaya
b. Sampel
Sampel adalah bagian dari populasi yang mempunyai ciri dan
karakteristik yang sama dengan populasi tersebut. Karena itu sample harus
representative dari sebuah populasi (Sumarsono, 2002 : 45). Metode
pengambilan sampel dengan metode non probability sampling dengan
teknik Purposive Sampling yaitu sampel dipilih berdasarkan kriteria yang
sudah ditetapkan oleh peneliti. Dengan kriteria antara lain :
- Pernah menyaksikan iklan produk Kartu As karena akan lebih mengerti
tentang iklan tersebut.
- Mengerti dan memahami akan produk Kartu As.
Teknik penentuan sampel yang dipergunakan adalah berdasarkan
pedoman pengukuran sampel menurut Augusty (2002:48), antara lain :
1. 100 – 200 sampel untuk teknik maximum likelihood estimation.
38
3. Tergantung pada jumlah indikator yang digunakan dalam seluruh
variabel laten. Jumlah sampel adalah jumlah indikator dikali 5-10. bila
terdapat 20 indikator, besarnya sampel adalah 100-200.
Karena dalam penelitian ini terdapat 15 indikator maka jumlah
sampelnya 15 x 7 =105.
3.3. Teknik Pengumpulan Data 3.3.1. Jenis Data
a. Data primer
Yaitu data yang diperoleh langsung dari tanggapan responden.
b. Data sekunder
Yaitu data yang diperoleh dari Kartu As yang meliputi data
penjualan dan data sejarah perusahaan.
3.3.2. Sumber Data
Sumber data dari penelitian ini diperoleh berdasarkan kuesioner
39
3.3.3. Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang dipergunakan adalah:
1. Wawancara
Yaitu pengumpulan data dilakukan dengan tanya jawab secara
langsung dengan konsumen untuk mengetahui pendapat mereka secara
langsung.
2. Kuesioner
Yaitu teknik pengumpulan data dengan memberikan daftar pertanyaan
(angket) kepada responden untuk memperoleh informasi langsung.
3. Dokumentasi
Metode didasarkan kepada hasil dokumentasi yang berhubungan
dengan peneliti ini, yakni dokumentasi dari Kartu As.
3.4. Teknik Analisis Dan Uji Hipotesis 3.4.1. Teknik Analisis
Model yang digunakan untuk menganalisis data dalam penelitian
ini adalah Struktural Equation Modelling [SEM]. Model pengukuran faktor
kredibilitas, kecocokan dengan khalayak, kecocokan dengan merek, daya
tarik, Celebrity endorser sebagai endorser, brand image menggunakan
Confirmatory Factor Analysis. Penaksiran masing-masing variabel bebas
40
3.4.2. Pengujian Hipotesis
a. Uji Normalitas Sebaran dan Linearitas
1. Normalitas dapat diuji dengan melihat gambar histogram data atau
dapat diuju dengan metode-metode statistik.
2. Menggunakan Critical Ratio yang diperoleh dengan membagi koefisien
sampel dengan standart errornya dan skewness value yang biasanya
disajikan dalam statistik deskriptif dimana nilai statistik untuk menguji
normalitas itu disebut dengan Z-value. Pada tingkat signifikasi 1%,
jika nilai Z lebih besar dari nilai kritis, maka dapat diduga bahwa
distribusi data adalah tidak normal.
3. Normal Probability Plot [SPSS 10.1]
4. Linearitas dengan mengamati scatterplots dari data yaitu dengan
memilih pasangan data dan lihat pola penyebarannya untuk menduga
ada tidaknya linieritas.
b. Evaluasi atas Outlier
1. Mengamati nilai Z-score : ketentuannya diantara + 3,0 non outlier
2. Multivariate outlier diuji dengan kriteria jarak Mahalanobis pada
tingkat p< 0,001. Jarak diuji dengan Chi-Square [χ] pada df sebesar
jumlah variabel bebasnya. Ketentuan : bila Mahalanobis > dari nilai χ
adalah multivariate outlier.
Outlier adalah obsevasi atau data yang memiliki karakteristik unik yang
41
dalam bentuk nilai ekstrim untuk sebuah variabel tunggal atau variabel
kombinasi [Hair, 1998].
c. Deteksi Multicollinierity dan Singularity
Dengan mengamati Determinant matrix covarians. Dengan
ketentuan apabila determinant sample matrix mendekati angka 0 [kecil],
maka terjadi multikolinieritas dan singularitas [Tabachnick & Fidell,
1998].
d. Uji Validitas dan reliabilitas
Validitas menyangkut tingkat akurasi yang dicapai oleh sebuah
indikator dalam menilai sesuatu atau akuratnya oengukuran atas apa yang
seharusnya diukur. Sedangkan reliabilitas adalah ukuran mengenai
konsistensi internal dari indikator-indikator sebuah konstruk yang
menunjukan derajad sampai dimana masing-masing indikator itu
mengidentifikasi sebuah konstruk yang umum.
Karena indikator multidimensi, maka uji validitas dari setiap latent
variabel / construct akan diuji dengan melihat loading faktor dari
hubungan antara setiap observard variabel dan latent variabel. Sedangkan
reliabilitas diuji dengan construct reliability dan varience-extracted.
Construct reliability dan varience-evtracted dihitung denagn rumus
berikut:
Construct Reliability = [∑ Standardize Loading]
42
Variance Extracted = [∑ Standardize Loading]
[ [∑ Standardize Loading] + ∑εj]
Sementara εj dapat dihitung denagn formula εj = 1 – [standardize
loading]. Secara umum, nilai constuct reliability yang dapat diterima
adalah ≥ 0,7 dan varience axtracted ≥ 0,5 [Hair et.al., 1998]. Standardize
Loading dapat diperoleh dari output AMOS 4.01, dengan melihat nilai
estimasi setiap constuct regression weights terhadap setiap butir sebagai
indkatornya.
3.4.3. Pengujian Hipotesis dan Hubungan Kausal
Pengaruh langsung [koefisien jalur] diamati dari bobot regresi
terstandar, dengan pengujian signifikasi pembanding nilai CR [Critical
Ratio] atau p [Probability] yang sama dengan nilai t hitung. Apabila t
hitung lebih besar dari pada t tabel berarti signifikan.
3.4.4. Pengujian model dengan Two-Step Approach
Two-Step Approach to structural equation modelling [SEM]
digunakan untuk menguji model yang diajukan pada gambar 3.2.
Two-Step Approach digunakan untuk mengatasi masalah sampel data yang
kecil jika dibandingkan denagn jumlah butir instrumentasi yang digunakan
[Hartline & Ferrel, 1996], dan keakuratan reliabilitas indikator-indikator
43
bertujuan untuk menghindari interaksi antara model pengukuran dan
model struktural pada One Step Approach [Hair et. al., 1998].
Yang dilakukan dalam two-step approach to SEM adalah sebagai
berikut :
a. Menjumlahkan skala butir-butir setiap konstrak menjadi sebuah
indikator summed-scale bagi setiap konstrak. Jika terdapat skala yang
berbeda setiap indikator tersebut distandardisasi [Z-scores] dengan
mean = 0, deviasi standar = 1, yang tujuannya adalah untuk
mengeliminasi pengaruh-pengaruh skala yang berbeda-beda tersebut
[Hair et.al., 1998].
b. Menetapkan error [ε] dan lamda [λ] terms, error terms dapat dihitung
dengan rumus 0,1 kali σ² dan lamda terms dengan rumus 0,95 kali σ
[Anderson dan Gerbing, 1988]. Perhitungan construct reliability [α]
telah dijelaskan pada bagian sebelumnya dan deviasi standar [σ] dapat
dihitung dengan bantuan program aplikasi statistik SPSS. Setelah error
[ε] dan lamda [λ] terms diketahui skor-skor tersebut dimasukan
sebagai parameter fix pada analisis model pengukuran SEM.
3.4.5. Evaluasi Model
Hair et.al., 1998 menjelaskan bahwa pola “confirmatori”
menunjukan prosedur yang dirancang untuk mengevaluasi utilitas
hipotesis-hipotesis dengan pengujian fit antara model teoritis dan data
44
model dianggap sebagai yang diperkuat. Sebaliknya, suatu model teoritis
tidak diperkuat jika teori tersebut mempunyai suatu “poor fit” dengan
data. Amos dapat menguji apakah model “good fit” atau “poor fit”. Jadi,
“good fit” model yang diuji sangat penting dalam penggunaan structural
equation modelling.
Pengujian terhadap model yang dikembangkan dengan berbagai
kriteria Goodness of Fit, yakni Chi-square, Probability, RMSEA, GFI,
TLI, CFI, AGFI, CMIN/DF. Apabila model awal tidak good fit dengan
data maka model dikembangkan dengan pendekatan two step approach to
SEM.
Tabel 3.1. Goodness of Fit Indices
GOODNESS OF FIT INDEX
KETERANGAN CUT-OFF VALUE
X²-Chi-square Menguji apakah covariance populasi yang diestimasi sama
dengan cova-riance sample [apakah model sesuai dengan data].
Diharapkan Kecil, 1 s.d 5. atau paling baik diantara 1 dan 2
Probability Uji signifikansi terhadap perbedaan matriks
covariance data dan matriks covariance yang diestimasi
Minimum 0,1 atau
0,2 atau ≥ 0,05
RMSEA Mengkompensasi kelemahan Chi-square pada
sample besar.
≤ 0,08
GFI Menghitung proporsi tertimbang varians dalam matriks sample yang dijelaskan oleh matriks covariance populasi yang diestimasi [analog dengan R² dalam regresi berganda].
≥ 0,90
AGFI GFI yang disesuaikan terhadap DF. ≥ 0,90
CMIN/DF Kesesuaian antara data dan model. ≤ 2,00
TLI Perbandingan antara model yang diuji terhadap baseline model.
≥ 0,95
CFI Uji Kelayakan model yang tidak sensitive terhadap besarnya sample dan kerumitan model
≥ 0,94
45
DAFTAR PUSTAKA
Anderson, J.C and D.W. Gerbing, 1998, “Structural Equation Modelling in Practice : A Review and Recommended Two-Step Approach.”,
Psycological Bulletin, May, Vol.103, Iss 3, Pg. 411-23.
Bentler, P.M. and C.P. Chou, 1998, “Practical Issue in Structural Equation Modelling”, Sociological Methods and Research. 16 (1). 78-117.
Darmawan, Didit dan Erna Ferrinadewi, 2003, Dampak Celebrity endorser sebagai Product endorser Terhadap Brand image, Penerbit Mahardika, Vol. 2, No. 1, hal 27-33.
Engel, Blackeweel dan Minrard, 1994, Perilaku Konsumen. Jilid I, Binarupa Aksara, Jakarta.
Ferdinand, Augusty, 2002, Structural Equation Modelling Dalam Penelitian Manajemen, Penerbit BP Undip, Semarang.
Hair, J.F.. et. al., 1998, Multivariate Data Analysis. Fifth Editions, Prentice- Hall International, Inc, New Jersey.
Hartline, Michael D. and O.C. Ferrell, 1996,”The Management of Customer-Contact Service Employees : An Ampirical Investigation”, Journal of
Marketing. 60 (4):52-70.
Howard, John A., 1994, Buyer Behavior in Marketing Strategy. Second Editions, Prenhallindo- Hall International, Inc., New Jersey.
Jefkins, Frank, 1997, Periklanan. Edisi ke Tiga, Erlangga, Jakarta.
Kasali, Renald, 1992, Manajemen Periklanan, Grafiti, Jakarta.
Kotler, Philip, 1997, Manajemen Pemasaran : Analisis, Perencanaan, Implementasi dan Kontrol. Jilid I. Edisi Revisi, Prenhallindo, Jakarta. _____________, 2002, Manajemen. Jilid I. Edisi Millennium, Prenhallindo,
Jakarta.
Purwanto, B.M, 2003. Does Gender Moderate The Effect of Role Stress on Salesperson’s Internal States and Performance? An Application of Multigroup Structural Equation Manajemen (MSEM), Jurnal Manajemen,
Akuntansi dan Ekonomi Pembangunan, Buletin Ekonomi FE UPN
46
Rossiter dan Percy, 1987, Advertising and Promotion Management, Mac- Graw Hill, Inc., USA.
Sembiring, Murpin .J, 2004, Kontribusi Peran Iklan di Era Pasar Bebas, Penerbit Mahardika,Vol.2, No.3,Hal 35-40.
Setyaningsih dan Didit, 2004, Pengaruh Citra Merek Terhadap Efektifitas Iklan, Penerbit Mahardika. Vol.2, No.3, Hal 41-49.
Shimp, Terence A., 2003, Periklanan dan Pomosi. Jilid I. Edisi ke Lima, Erlangga, Jakarta.
Sutisna, SE, ME, 2003, Perilaku Konsumen dan Komunikasi Pemasaran, Remaja Rosdakarya, Bandung.
Tabachnick B.G., 1996, Using Multivariate Statistics. Third Editions, Harper
47
PENGARUH CELEBRITY ENDORSER TERHADAP
PEMBELAJARAN
KONSUMEN KARTU AS
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
Oleh :
SYAIFUL ARIF
0612010235 / EM
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL ”VETERAN”
JAWA TIMUR
48
USULAN PENELITIAN
PENGARUH CELEBRITY ENDORSER TERHADAP
PEMBELAJARAN
KONSUMEN KARTU AS
Yang diajukan
SYAIFUL ARIF
0612010235 / EM
Telah diseminarkan dan disetujui untuk menyusun skripsi
Pembimbing Utama
Wiwik Handayani, SE, MSi Tanggal………
Mengetahui Ketua Program Studi
Manajemen
49
SKRIPSI
PENGARUH CELEBRITY ENDORSER TERHADAP
PEMBELAJARAN
KONSUMEN KARTU AS
Yang diajukan
SYAIFUL ARIF
0612010235 / EM
disetujui untuk Ujian Lisan oleh
Pembimbing Utama
Wiwik Handayani, SE, MSi Tanggal………
Mengetahui Wakil Dekan I
45
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Deskripsi Obyek Penelitian 4.1.1. Sejerah singkat Perusahaan
Telkomsel merupakan operator telekomunikasi seluler GSM
kedua di Indonesia, dengan layanan paskabayarnya yang diluncurkan
pada tanggal 26 Mei 1995. Waktu itu kepemilikan saham Telkomsel
adalah PT Telkom (51%) dan PT Indosat (49%). Kemudian pada
November 1997 Telkomsel menjadi operator seluler pertama di Asia
yang menawarkan layanan prabayar GSM. Telkomsel ini mengklaim
sebagai operator telekomunikasi seluler terbesar di Indonesia, dengan
26,9 juta pelanggan dan memiliki market share sebesar 55% (Maret
2006). Telkomsel memiliki tiga produk GSM, yaitu SimPATI (prabayar),
KartuAS (prabayar), serta KartuHALO (paskabayar). Saat ini saham
Telkomsel dimiliki oleh TELKOM (65%) dan perusahaan
telekomunikasi Singapura SingTel (35%). TELKOM merupakan BUMN
Indonesia yang mayoritas sahamnya dimiliki oleh Pemerintah Republik
Indonesia, sedang SingTel merupakan perusahaan yang mayoritas