• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI IDENTIFIKASI STRUKTUR GEOLOGI BAWAH PERMUKAAN BERDASARKAN DATA GAYABERAT DI PULAU TIMOR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "STUDI IDENTIFIKASI STRUKTUR GEOLOGI BAWAH PERMUKAAN BERDASARKAN DATA GAYABERAT DI PULAU TIMOR"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI IDENTIFIKASI STRUKTUR GEOLOGI BAWAH PERMUKAAN BERDASARKAN DATA

GAYABERAT DI PULAU TIMOR

David Octavianus

1, Susanti Alawiyah2, Rhahmi Adni Pesma1, Purwaditya Nugraha1 1 Teknik Geofisika, Institut Teknologi Sumatera

2 Teknik Geofisika, Institut Teknologi Bandung Email : davidoctavianuss98@gmail.com

Abstrak. Aktivitas tektonik mengakibatkan tatanan geologi yang cukup kompleks di Pulau Timor sehingga wilayah Pulau Timor mengalami perubahan struktur geologi seperti pengangkatan, pensesaran, dan perlipatan. Metode gayaberat dilakukan untuk mengetahui keberadaan struktur geologi bawah permukaan Pulau Timor. Sebaran nilai Anomali Bouguer Lengkap di Pulau Timor bervariasi antara -47.8 sampai 199.8 mGal. Berdasarkan analisis spektral didapatkan lebar jendela yaitu 7, estimasi kedalaman regional sebesar 12.71 km dan estimasi kedalaman residual 3.68 km. Analisis Second Vertical Derivative (SVD) dan Improved Normalized Horizontal (INH) digunakan untuk mendapatkan pola struktur geologi bawah permukaan. Dari hasil pemodelan 2.5D yang dilakukan sebanyak tiga lintasan dengan arah lintasan A-A’ relatif Barat-Timur, lintasan B-B’ relatif Utara-Selatan dan lintasan C-C’ relatif Utara-Selatan. Dari pemodelan yang dilakukan didapatkan keberadaan struktur sesar, lipatan, dan pengangkatan yang ditunjukkan dengan batuan basemen yang naik ke permukaan Pulau Timor.

Kata Kunci: Pulau Timor, SVD, INH

Abstract. The tectonic activity resulted in a fairly complex geological arrangement on the island of Timor so that the island of Timor experienced changes in the geological structure such as uplifting, shifting and folding. The gravity method is used to determine the existence of the subsurface geological structure of the island of Timor. The value distribution of Complete Bouguer Anomaly on Timor Island varies from -47.8 to 199.8 mGal. Based on the spectral analysis, the window width is 7, the regional depth estimate is 12.71 km and the residual depth estimate is 3.68 km. Second Vertical Derivative (SVD) and Improved Normalized Horizontal (INH) analysis is used to obtain subsurface geological structure patterns. From the 2.5D modeling results, there were three lines with the A-A 'line relatively West-East, the B-B' line relatively North-South and the C-C line relatively North-South. From the modeling, it was found that the existence of fault structures, folds, and uplifts indicated by basement rock rising to the surface of Timor Island

.

Keywords: Timor Island, SVD, INH

PENDAHULUAN

Pulau Timor merupakan hasil tumbukan antara dua lempeng besar yaitu lempengan kontinen Australia dan lempengan busur kepulauan Banda. Aktivitas tektonik tersebut mengakibatkan kondisi tatanan geologi yang terdapat di pulau Timor cukup kompleks. Proses tektonik akibat dari penunjaman yang terjadi dari pergerakan bagian paling jauh dari lempengan kontinen Australia sampai pada zona subduksi di Utara Timor bertemu dengan busur kepulauan (Wetar, Atauro, Alor,

Kisar), sehingga wilayah Timor mengalami

pengangkatan, perlipatan, dan pensesaran.

Secara regional, tatanan Pulau Timor merupakan pulau terbesar dan paling selatan diantara pulau-pulau lain seperti Tanimbar, Kai, dan Seram yang membentuk Busur Banda. Busur Banda sendiri dipisahkan dari paparan benua Australia oleh Terusan Timor dengan kedalaman 3 km. Kemunculan Timor erat kaitannya dengan Busur Banda yang merupakan busur kepulauan ganda berbentuk tapal kuda yang merupakan pertemuan

(2)

antara 3 lempeng utama yaitu Lempeng Indo-Australia, Lempeng Pasifik, dan Lempeng Eurasia.

Busur Banda sering juga disebut Banda

Suture karena merupakan zona pertemuan dari tiga

lempeng yang berbeda .

Gambar 1. Peta Tektonik Busur Banda Metode gayaberat dapat menggambarkan struktur geologi (sesar, lipatan, patahan, dan lain-lain) bawah permukaan berdasarkan variasi medan gravitasi bumi akibat perbedaan densitas secara lateral. Untuk memudahkan dalam interpretasi kondisi geologi bawah permukaan dengan menganalisis anomali residual. Anomali residual didapatkan dari selisih peta anomali Bouguer lengkap dengan anomali regional yang didapatkan dengan melakukan pemisahan anomali regional dan residual.

Pemisahan anomali regional dan residual dilakukan dengan menggunakan metode Moving

Average (perata-rataan bergerak). Untuk

mengidentifikaasi keberadaan struktur dilakukan analisis Second Vertical Derivative dan analisis

Improved Normalized Horizontal.

Secara geografis lokasi penelitian kurang lebih terletak pada koordinat 8°00’ - 10°00’ Lintang Selatan dan 124°00’ - 126°00’ Bujur Timur.

Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian

METODOLOGI

Data penelitian ini merupakan data gayaberat sekunder yang diperoleh dari website

http://topex.ucsd.edu/cgibin/get_data.cgi.

Metodologi yang digunakan yaitu menganalisis data gayaberat dengan menggunakan konstrain data lapangan. Analisis yang digunakan pada penelitian ini yaitu analisis spektral, moving average, analisis

second vertical derivative, dan analisis improved normalized horizontal.

Analisis spektral dilakukan untuk

mengestimasi kedalaman regional, kedalaman residual, dan lebar jendela yang kemudian lebar jendela akan digunakan dalam metode moving

average dalam pemisahan anomali regional dan

anomali residual.Analisis second vertical derivative dan analisis improved normalized horizontal dapat

digunakan untuk membantu interpretasi

keberadaan struktur terhadap data anoamli yang diakibatkan oleh adanya struktur. Diagram alir penelitian dapat dilihat pada Gambar 3. Diagram alir penelitian.

(3)

Gambar 3. Diagram alir penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN

Complete Bouguer Anomaly (CBA)

merupakan merupakan hasil dari bacaan alat pada pengukuran gayaberat yang telah dilakukan

koreksi-koreksi dalam metode gayaberat untuk

menghilangkan noise atau pengaruh dari lingkungan sekitar. Complete Bouger Anomaly disebabkan oleh variasi densitas secara lateral pada batuan di kerak bumi yang telah berada pada bidang referensi yaitu bidang geoid. Persamaan untuk mendapatkan nilai

Complete Bouguer Anomaly (CBA) :

CBA = gobservasi – gΦ + FAC - BC + TC (1)

Gambar 4. Peta Complete Bouguer Anomaly (CBA) Pada peta anomali CBA dapat dilihat bahwa persebaran anomali bouguer di daerah penelitian bervariasi antara -47.8 sampai 199.8 mgal. Terlihat adanya gradasi pola sebaran anomali rendah ke anomali tinggi yaitu relatif dari selatan menuju ke utara. Sebaran anomali rendah dapat dilihat pada bagian barat daya daerah pengukuran dan sebaran anomali tinggi dapat dilihat pada bagian utara daerah pengukuran.

Analisis spektral dilakukan untuk

mengestimasi kedalaman regional, kedalaman residual, dan lebar jendela. Analisis spektral dilakukan dengan melakukan slicing pada peta CBA. Pada penelitian ini dilakukan 8 slicing yang diharapkan sudah mewakili informasi keseluruhan peta CBA.

(4)

Tabel 1. Tabel Analisis Spektral

Kemudian nilai lebar jendela digunakan untuk pemisahan anomali regional dan residual dengan menggunakan metode (Moving Average). Hasil dari moving average berupa anomali regional dan untuk anomali residual didapatkan dari selisih anomali CBA dengan anomali regional.

Gambar 6. Peta Anomali Regional

Gambar 7. Peta Anomali Residual

Metode Second Vertical Derivative

bertujuan untuk memunculkan sumber-sumber

permukaan, khususnya adanya patahan atau sesar.

Second Vertical Derivative (SVD) didapatkan dari

penurunan persamaan Laplace:

(2) (3)

(4)

(5)

Analisis second vertical derivative dilakukan pada peta CBA dengan menggunakan filter Elkins (1951). Pada peta second vertical derivative dapat dilihat pola sebaran anomali rendah relatif berada di Utara lokasi penelitian yang diduga sebagai cekungan . Sebaran nilai anomali pada peta SVD berkisar dari -37.68 mGal sampai 214.13 mGal. Untuk mengetahui keberadaan struktur dapat dilihat dengan meninjau perubahan gradien kemiringan pada kurva SVD.

Gambar 8. Peta Anomali Second Vertical Derivative (SVD)

(5)

Metode Improved Normalized Horizontal digunakan untuk mendeteksi suatu tepian akibat struktur sesar atau batas geologi. Metode ini merupakan high-pass filter berdasarkan turunan horisontal dan vertical dari anomali gravitasi.

Improved Normalized Horizontal (INH) filter ini

ditemukan atas usulan (Cooper dan Cowan, 2006),

yang mana filter pendeteksi tepian ini

dikembangkan melalui normalized horizontal tilt

angle (TDX) oleh Cooper dan Cowan (2006), dengan

rumus sebagai berikut:

(6)

Dengan p adalah nilai konstanta positif yang ditentukan oleh interpreter. Secara umum, nilai p merupakan hasil dari sepersepuluh atau seperdua puluh nilai maksimum turunan horizontal total (Cooper dan Cowan, 2006). Nilai p tersebut dapat dapat dilakukan dengan metode trial and error (coba-coba).

Gambar 9. Peta Improved Normalized Horizontal Pada peta Improved Normalized Horizontal dapat dilihat pesebaran nilai anomali berkisar dari 0.048 sampai 0.1233 mGal. Terdapat pola anomali tinggi yang ditandai oleh anomali berwarna ungu yang mengindikasikan adanya pola strukrur dan anomali rendah yang ditandai oleh anomali

berwarna biru. Perubahan anomali INH

menjelaskan bahwa adanya batas struktur atau batas geologi pada daerah penelitian.

Forward modeling (permodelan ke depan)

adalah suatu metode interpretasi gayaberat dengan cara memperkirakan densitas bawah permukaan dengan membuat terlebih dahulu model geologi bawah permukaan (Talwani, 1959). Prinsip umum dari pemodelan kedepan adalah meminimumkan selisih anomali pengamatan untuk mengurangi ambiguitas.

Gambar 10. Peta Residual dengan Analisis Struktur

Forward modeling untuk menghitung efek

gayaberat model benda bawah permukaan dengan penampang berbentuk sembarangan yang dapat mewakili oleh suatu poligon berisi n dinyatakan sebagai integral garis sepanjang sisi-sisi poligon.

Forward modeling dilakukan dengan melakukan slicing pada peta residual. Pada penelitian ini

Gambar 11. Peta Residual dengan Lintasan Pemodelan

Slicing untuk pemodelan geologi bawah

permukaan dilakukan sebanyak tiga lintasan, dimana lintasan A-A’ relatif berarah Barat-Timur, lintasan B-B’ relatif berarah Utara-Selatan dan lintasan C-C’ relatinf berarah Utara-Selatan. Dari

(6)

ketiga lintasan tersebut diharapkan sudah dapat mewakili informasi model bawah permukaan daerah penelitan.

Gambar 12. Penampang geologi lintasan A-A’ dengan respon anomali residual, anomali SVD,

anomali INH

Pemodelan lintasan A-A’ dilakukan pada bagian Barat Daya daerah penelitian dengan arah lintasan relatif Barat-Timur. Penentuan kedalaman penampang didapatkan dari hasil analisis spektral dengan estimasi kedalaman 3.686 km dengan panjang lintasan 107 km yang didapatkan dari

slicing pada peta anomali residual. Hasil pemodelan

pada lintasan A-A’ didapatkan nilai error pemodelan sebesar 3.781.

Penampang lintasan A-A’ terdapat 6 formasi batuan yang menyusun penampang lintasan A-A’, yaitu Kompleks Mutis (pPm) dengan densitas 2.9 gr/cc, Formasi Aitutu (Ra) dengan densitas 2.7 gr/cc, Kompleks Bobonaro (Tmb) dengan densitas 2.2 gr/cc, Formasi Noele (Qtn) dengan densitas 2.55 gr/cc, Satuan Konglomerat dan Gravel (Qac) dengan densitas 2 gr/cc, dan Satuan Batu Gamping Koral (Q1) dengan densitas 2

Gambar 13. Penampang geologi lintasan B-B’ dengan respon anomali residual, anomali SVD,

anomali INH

Pemodelan lintasan B-B’ dilakukan di tengah daerah penelitian dengan arah lintasan relatif Utara - Selatan. Penentuan kedalaman penampang didapatkan dari hasil analisis spektral dengan estimasi kedalaman 3,686 km dengan panjang lintasan 80,17 km yang didapatkan dari

slicing pada peta anomali residual. Hasil pemodelan

pada lintasan B-B’ didapatkan nilai error pemodelan sebesar 4.163.

Penampang lintasan B-B’ didapatkan 11 formasi batuan yang menyusun penampang geologi lintasan B-B’, yaitu Formasi Lolotoi (pPI) dengan densitas 2.74 gr/cc, Formasi Maubise (Pm) dengan densitas 2.2 gr/cc, Formasi Aitutu (Ra) dengan densitas 2.7 gr/cc, Formasi Wailuli (Jw) dengan densitas 2.4 gr/cc, Formasi Cablac (Tmc) dengan densitas 2.55 gr/cc, Formasi Viqueque (Tpv) dengan densitas 2.1 gr/cc, Formasi Bobonaro (Qtb) dengan densitas 2.2 gr/cc, Formasi Ainaro (Qpa) dengan

(7)

Kerakal (Qac) dengan densitas batuan 2 gr/cc, dan Satuan Batu Gamping dan Koral (Q1) dengan densitas batuan 2 gr/cc.

Gambar 14. Penampang geologi lintasan C-C’ dengan respon anomali residual, anomali SVD,

anomali INH

Pemodelan lintasan C-C’ dilakukan pada bagian Timur Laut daerah penelitian dengan arah lintasan relatif Utara - Selatan. Penentuan kedalaman penampang didapatkan dari hasil analisis spektral dengan estimasi kedalaman 3.686 km dengan panjang lintasan 36 km yang didapatkan dari slicing pada peta anomali residual. Hasil pemodelan pada lintasan B-B’ didapatkan nilai error pemodelan sebesar 3.323.

Penampang lintasan B-B’ didapatkan 8 formasi batuan yang menyusun penampang geologi lintasan B-B’, yaitu Formasi Lolotoi (pPI) dengan densitas 2.74 gr/cc, Formasi Maubise (Pm) dengan densitas 2.2 gr/cc, Formasi Aitutu (Ra) dengan densitas 2.7 gr/cc, Formasi Wailuli (Jw) dengan densitas 2.4 gr/cc, Formasi Borolalo (Kb) dengan densitas 2.55 gr/cc, Formasi Barique (Tob) dengan densitas 2 gr/cc, Formasi Bobonaro (Qtb) dengan

densitas 2.21 gr/cc dan Formasi Suai (Qs) dengan densitas 2.25 gr/cc.

Dari ketiga model bawah permukaan ditemukan adanya struktur sesar dan lipatan. Sesar dan lipatan terbentuk akibat adanya gaya tekanan yang diduga terbentuk akibat adanya gaya tekanan dari arah Utara dan Selatan lokasi penelitian. Adanya struktur sesar dan lipatan terlihat dari adanya formasi batuan aitutu (Ra) yang muncul di permukaan dan adanya perubahan anomali yang cukup signifikan pada lintasan yang diduga keberadaan struktur pada bawah permukaan. Keberadaan struktur tersebut juga didukung oleh data anomali SVD dan anomali INH yang memperkuat keberadaan struktur pada penampang geologi lintasan.

PENUTUP

Simpulan dan Saran

Adapun kesimpulan pada penelitian ini yaitu,

1. Analisis struktur dilakukan dengan

mengidentifikasi anomali residual, anomali SVD, dan anomali INH dengan melihat pola sebaran anomali pada peta anomali tersebut. Untuk

memperkuat keberadaan struktur maka

dilakukan korelasi dari hasil analisis struktur terhadap anomali residual, anomali SVD, dan anomali INH.

2. Hasil dari pemodelan 2.5D bawah permukaan yang dilakukan dari lintasan terhadap peta anomali residual didapatkan adanya struktur sesar, lipatan dan pengangkatan. Struktur tersebut dapat dilihat dari analisis struktur dimana dengan meninjau perubahan anomali cukup signifikan dan adanya formasi batuan yang muncul di permukaan akibat adanya sesar dan lipatan.

Saran

Adapun saran yang perlu dilakukan untuk penelitian selanjutnya adalah diperlukan penelitian lebih lanjut terkait penentuan cutoff dan estimasi kedalaman karena cukup penting untuk melakukan pemodelan struktur geologi bawah permukaan.

(8)

Dibutuhkan studi literatur geologi regional sebagai dasar pemahaman untuk menentukan struktur

geologi bawah permukaan yang lebih

menggambarkan keadaan bawah permukaan.

Ucapan Terima Kasih

Penulis mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada Ibu Susanti Alawiyah selaku dosen pembimbing 1, Ibu Rhahmi Adni Pesma selaku dosen pembimbing 2, Bapak Purwaditya Nugraha selaku dosen pembimbing 3, serta orang tua dan adik penulis dalam kelancaran penulisan penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Barber, A. J. (1981). A Structural Interpretations of The Island Timor, Eastern Indonesia. Bandung: Geolo. Res. Dev. Cen.

Blakely, R. J. (1996). Potential theory in gravity and magnetic applications. US: Cambridge university press.

Elkins, T. (1951). The Second Derivative Method of Gravity Interpretation Geophyisics. XVI, 29-50. Grandis, H. (2009). Pengantar Pemodelan Inversi

Geofisika. Jakarta: Himpunan Ahli Geofisika Indonesia.

Hall, R., & Wilson, M. (2000). Neogene sutures in eastern Indonesia. Journal of Asian Earth Sciences 18, 487-493.

Hamilton, W. (1979). Tectonics of the Indonesian Region. United Staed Geological Survey, 1078.

Hinze, W. (1990). Peran metode gravitasi dan magnet dalam teknik dan studi lingkungan. Society of Exploration Geophysicists, hlm. 75-126. Jacobs, J. A., Russel, R. D., & Tuzo, J. (1974). Physics and

Geology. New York: McGraw-Hill Book Company.

Li, e. a. (2014). Optimised edge detection filters in the interpretation of potential field data. Explor. Geophys, 45.

Longman, I. M. (1959). Formulas for Computing the Tidal Acceleration due to the Moon and the sun. J. Geophys.Res, 64.

Ramsay, G. (1987). The Techniques of Modern Structural Geology. USA: Academic Press Limited.

Reynolds, J. M. (1997). An Introduction to Applied and Environmental Geophysics. Chichester John Wiley and Sond Ltd, 796p.

Richardson, A. N., & Blundell, J. D. (1996). Continental collision in the Banda Arc, in Tectonic Evolution of Southeast Asia. Geol. Soc. Sp. Publ. 106, pp. 47-60.

Robinson, E. S. (1988). Basic exploration geophysics. US: Somerset, NJ.

Rosyid, S. (2005). Gravity Method in Exploration Geophysics. Depok: Universitas Indonesia. Sani, K., Jacobson, & Sigit, R. (1995). The Thin-Skinned

Thrust Structures of Timor. Jakarta: Proceedings Indonesian Petroleum Association.

Sawyer, R. K., Sani, K., & Brown, S. (1993). Stratigraphy and Sedimentology of WestTimor. Proccedings of the Indonesian Petroleum Association 22, 1-20.

Setyanta, B. (2008). Model Geologi Bawah Permukaan Daerah Muarawahau Hasil Analisis Anomali Gaya Berat Berdasarkan Estimasi Kedalaman Dengan Metode Analisis Spektral. JSDG, Vol.18. Talwani, M. W. (1959). Rapid Graviy Computations for

Two-Dimensional Bodies with Application to the Mendocino Submarine Fracure Zone. Journal of Geophysical Research, 64 (1): 49 –59.

Telford, W. G. (1990). Applied Geophyisics. USA: Cambridge Unversity.

Zhou, X., Zhong, B., & Li, X. (1990). Gravimetric Terrain Correction by Triangular Element Method. Geophysics, Vol.55.

Gambar

Gambar 1. Peta Tektonik Busur Banda  Metode  gayaberat  dapat  menggambarkan  struktur  geologi  (sesar,  lipatan,  patahan,  dan   lain-lain) bawah permukaan berdasarkan variasi medan  gravitasi  bumi  akibat  perbedaan  densitas  secara  lateral
Gambar 4. Peta Complete Bouguer Anomaly (CBA)  Pada peta anomali CBA dapat dilihat bahwa  persebaran  anomali  bouguer  di  daerah  penelitian  bervariasi  antara -47.8 sampai 199.8 mgal
Gambar 7. Peta Anomali Residual
Gambar 9. Peta Improved Normalized Horizontal  Pada peta Improved Normalized Horizontal  dapat  dilihat  pesebaran  nilai  anomali  berkisar  dari  0.048  sampai 0.1233  mGal
+3

Referensi

Dokumen terkait

Misalkan pernyataan bahwa bilangan 2, 3, …, n dapat dinyatakan sebagai perkalian (satu atau lebih) bilangan prima adalah benar (hipotesis induksi). Menurut hipotesis induksi, a

Dokumen ini dugunakan sebagai acuan dalam pembuatan perencanaan manajemen proyek atau project management plan .Bila di dalam dokumen project definition

[r]

Data – data tersebut menunjukan bahwa upaya peningkatan kinerja sebagai bagian dari roadmap reformasi birokrasi dalam aspek manajemen sumber daya manusia telah dilakukan

Berdasarkan hasil pra-survay menyebutkan bahwa peran guru dengan kemampuan membaca al-Qur’an santri TPA Nurul Yaqin tersebut tidak sesuai dengan fakta yang ada,

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membangun sebuah sistem untuk mengenali grade mutu dari teh hitam berdasarkan standar praktis yang digunakan di pasar

Fenomena osteoatritis yang dialami olen lansia terkadang membuat lansia mengalami kecemasan karena berbagai penyakit yang diderita tidak kunjung sembuh bahkan

Ada 3 jenis gigitiruan sebagian lepasan yang dapat dibedakan menurut bahan basis gigitiruannya yang pertama adalah gigitiruan kerangka logam, yang kedua adalah akrilik